Negara: Meksiko

  • Israel di Ujung Tanduk, Terancam “Bye Bye” Piala Dunia 2026

    Israel di Ujung Tanduk, Terancam “Bye Bye” Piala Dunia 2026

    Jakarta, CNBC Indonesia – Nasib tim nasional Israel di Piala Dunia FIFA 2026 di ujung tanduk. Persatuan Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA) dilaporkan akan menggelar pemungutan suara terkait kemungkinan penangguhan Israel dari kompetisi internasional akibat perang di Gaza.

    Menurut laporan The Associated Press, mayoritas dari 20 anggota komite eksekutif UEFA diperkirakan mendukung langkah tersebut. Jika larangan diberlakukan, Israel praktis tidak bisa mengikuti kualifikasi Piala Dunia yang dikelola UEFA di zona Eropa.

    Seruan agar Israel dilarang dari dunia olahraga meningkat setelah Komisi Penyelidikan PBB menyimpulkan bahwa operasi militer Israel di Gaza merupakan tindakan genosida. Panel penasihat PBB bahkan mendesak FIFA dan UEFA untuk menangguhkan Israel.

    “Tim nasional yang mewakili negara-negara yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran dapat, dan harus, ditangguhkan,” kata panel ahli PBB dalam pernyataan bersama, seperti dikutip Newsweek, Jumat (26/9/2025).

    Pemerintah Israel kemudian menolak tuduhan tersebut. “Laporan itu sepenuhnya didasarkan pada kebohongan Hamas, yang direkayasa dan diulang-ulang oleh pihak lain,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel.

    Di sisi lain, tekanan datang dari sejumlah negara Eropa. Perdana Menteri Spanyol Pedro Sánchez menilai ada standar ganda dalam penanganan kasus Israel.

    “Mengapa Rusia diusir setelah invasi Ukraina, tetapi Israel tidak diusir setelah invasi Gaza?” ujarnya dalam rapat kabinet 15 September lalu.

    Presiden federasi sepak bola Norwegia, Lise Klaveness, juga menegaskan, “Kami tidak dapat tetap acuh tak acuh terhadap penderitaan kemanusiaan dan serangan yang tidak proporsional di Gaza.”

    Namun, Amerika Serikat yang menjadi tuan rumah Piala Dunia bersama Meksiko dan Kanada, menentang keras rencana itu.

    “Kami pasti akan berupaya sepenuhnya untuk menghentikan segala upaya melarang tim nasional sepak bola Israel dari Piala Dunia,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS.

    Menteri Olahraga Israel, Miki Zohar, mengungkapkan bahwa ia bersama Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan ketua federasi sepak bola Moshe Zuares tengah bekerja intensif untuk melobi UEFA.

    Keputusan UEFA disebut belum pernah terjadi sebelumnya, karena biasanya FIFA yang memimpin proses penangguhan. Jika larangan berlaku, Israel akan bernasib sama dengan Rusia yang ditendang dari Piala Dunia 2022 setelah invasi ke Ukraina.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Sinkhole Raksasa Tiba-tiba Muncul di Bangkok, Warga Dievakuasi

    Sinkhole Raksasa Tiba-tiba Muncul di Bangkok, Warga Dievakuasi

    Bangkok

    Sebagian ruas jalan raya yang ramai di Bangkok, ibu kota Thailand, tiba-tiba amblas pada Rabu (24/9) dini hari, ketika sebuah sinkhole raksasa muncul di area tersebut. Lubang menganga sedalam 50 meter muncul di depan sebuah rumah sakit di Bangkok, dan memaksa warga sekitarnya untuk mengungsi.

    Sinkhole berukuran raksasa itu, seperti dilansir AFP, Rabu (24/9/2025), muncul tepat di bagian luar kantor polisi setempat dan di depan Rumah Sakit Vajira yang ada di kawasan permukiman di Bangkok.

    Lubang dengan kedalaman puluhan meter itu, menurut sejumlah jurnalis AFP di lapangan, telah menarik kabel listrik ke bawah dan memperlihatkan bagian pipa yang pecah sampai menyemburkan air.

    Puluhan polisi dan beberapa pejabat kota Bangkok telah menutup lokasi kejadian dari publik.

    Direktur departemen pencegahan bencana Bangkok, Suriyachai Rawiwan, mengatakan kepada AFP di lokasi kejadian bahwa amblasnya tanah di area tersebut kemungkinan terkait dengan hujan deras yang mengguyur baru-baru ini dan saluran pipa yang bocor.

    “Ada kebocoran pada pipa air — air dari pipa tersebut mengikis (tanah) di bawah jalan sehingga insiden ini terjadi,” kata Suriyachai, sembari menambahkan bahwa tidak ada korban jiwa yang diketahui sejauh ini.

    “Air yang mengikis (tanah) membawa sejumlah tanah amblas ke stasiun kereta bawah tanah yang sedang dibangun, menyebabkan keruntuhan,” jelasnya.

    Terowongan tersebut merupakan bagian dari layanan bawah tanah yang sedang dibangun oleh Otoritas Transportasi Cepat Massal milik negara, yang telah menyatakan akan menyelidiki penyebab insiden tersebut.

    Suriyachai menambahkan bahwa kantor polisi yang berada di dekat sinkhole itu telah dievakuasi.

    Seorang perwira polisi senior Bangkok, Sayam Boonsom, mengatakan secara terpisah bahwa dirinya telah memerintahkan evakuasi untuk blok-blok apartemen yang ada di sekitar lokasi kejadian.

    “Lokasinya di sebuah stasiun, dan tanah tersedot ke dalam lokasi… amblas,” kata Gubernur Bangkok Chadchart Sittipunt kepada AFP di lokasi kejadian.

    Sebuah video yang diunggah ke media sosial, dan telah diverifikasi oleh AFP, menunjukkan beberapa orang berlarian dari area konstruksi di Jalan Samsen ketika ruas jalanan retak dan tiba-tiba amblas, memperlihatkan lubang berisi air.

    Lihat juga Video: Detik-detik Sinkhole ‘Telan’ Truk Muatan Minuman di Meksiko

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Pidato Lengkap Prabowo di Sidang Majelis Umum ke-80 PBB, Dukungan Tegas untuk Perdamaian

    Pidato Lengkap Prabowo di Sidang Majelis Umum ke-80 PBB, Dukungan Tegas untuk Perdamaian

    Presiden Prabowo berbicara pada sesi pertama Debat Umum dengan posisi istimewa yakni urutan ketiga. Sebuah posisi strategis yang menempatkan Indonesia berdampingan dengan dua negara besar, Brasil dan Amerika Serikat. Brasil, yang sejak 1955 selalu membuka sidang sebagai tradisi diplomatik, tampil di urutan pertama. Amerika Serikat, sebagai tuan rumah, mendapat giliran kedua. Tepat setelah keduanya, Presiden Prabowo berdiri membawa suara Indonesia ke hadapan dunia.

    Kehadiran Presiden Prabowo di podium Majelis Umum PBB menandai babak baru diplomasi Indonesia. Sepuluh tahun terakhir, Presiden Joko Widodo sempat menyampaikan pidato secara daring saat pandemi Covid-19, sementara selebihnya Indonesia diwakili Wakil Presiden maupun pejabat setingkat menteri. Kini, dengan tampil langsung, Indonesia kembali menegaskan komitmennya dalam forum global yang sarat makna simbolik dan politis.

    Posisi pidato Presiden Prabowo juga menorehkan sejarah tersendiri. Sebelumnya, Presiden Soekarno pernah berpidato di urutan ke-46, Presiden Soeharto di urutan ke-61, dan Presiden Megawati Soekarnoputri di urutan ke-17. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tercatat tiga kali berpidato dengan urutan 20, 21, dan 16, sementara Presiden Joko Widodo dua kali hadir secara daring di urutan ke-16. Kini, Presiden Prabowo menempati urutan ke-3—salah satu posisi paling awal dan paling bergengsi yang pernah diraih Indonesia di forum PBB.

    Di hadapan para pemimpin dunia yang hadir di ruang sidang Majelis Umum PBB, Presiden Prabowo membuka pidato perdananya dengan penuh penghormatan. Kepala Negara menekankan pentingnya persaudaraan universal di tengah perbedaan bangsa dan agama.

    “Sungguh suatu kehormatan besar bagi saya untuk berdiri di General Assembly Hall yang agung ini, di antara para pemimpin yang mewakili hampir seluruh umat manusia. Kita berbeda ras, agama, dan kebangsaan, namun kita berkumpul bersama sebagai satu keluarga. Kita di sini pertama dan terutama sebagai sesama manusia — masing-masing diciptakan setara, dianugerahi hak yang tidak dapat dicabut untuk hidup, kebebasan, dan mengejar kebahagiaan,” ujar Presiden Prabowo.

    “Bismillahirrahmanirrahim,

    Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

    Shalom, Salve, Om swastiastu,

    Salam kebajikan, Rahayu, rahayu.

    His Excellency, Mr. Antonio Guterres, Secretary General of the United Nations. Her Excellency, Madame Annalena Baerbock, President of the United Nations General Assembly.

    His Excellency, Mr. Morses Abelian, Under-Secretary-General for General Assembly and Management. Excellencies, Heads of States, Heads of Governments, Distinguished Delegates, Ladies and Gentlemen,

    It is indeed a great honor to stand in this august General Assembly Hall, among leaders who represent almost all of humanity.

    We differ in race, religion, and nationality, yet we gather together as one human family. We are here first and foremost as fellow human beings — each created equal, endowed with unalienable rights to life, liberty, and the pursuit of happiness.

    The words of the U.S. Declaration of Independence have inspired democratic movements across continents — including the French Revolution, the Russian Revolution, the Mexican revolutions, the Chinese Revolution, and Indonesia’s own struggle and journey to freedom.

    It also gave birth to the Universal Declaration of Human Rights adopted by the UN in 1948. “All men are created equal” was the creed that opened the way to unprecedented global prosperity and dignity. And yet, in our own era of scientific and technological triumphs — an era capable of ending hunger, poverty, and environmental ruin — we also continue to face today’ s grave dangers, challenges, and uncertainties. Human folly, fueled by fear, racism, hatred, oppression, and apartheid, threatens our common future.

    My country knows this pain. For centuries, Indonesians lived under colonial domination, oppression, and slavery. We were treated less than dogs in our own homeland. We Indonesians know what it means to be denied justice and what it means to live in apartheid, to live in poverty, and to be denied equal opportunity. We also knew what solidarity can do. 

    In our struggle for independence, in our fight to overcome hunger, disease, and poverty, the United Nations stood with Indonesia and gave us vital assistance. Decisions made here based on human solidarity — by the Security Council and this Assembly — gave Indonesia international legitimacy, opened doors, and supported our early development through the UN Children’s Fund (UNICEF), the UN Food and Agriculture Organization (FAO), the World Health Organization (WHO) and many, many other United Nations institutions.

    And because of that, Indonesia today stands today on the cusp of shared prosperity and greater equality and dignity.

    Madam President, excellencies,

    Our world is driven by conflict, injustice, and deepening uncertainty. Every day we witness suffering, genocide, and a blatant disregard for international law and human decency.

    In the face of these challenges, we must not give up, as the United Nations’s Secretary General said, “we cannot give up”. We cannot surrender our hopes or our ideals. We must draw closer, not drift apart. Together we must strive to achieve our hopes, our dreams.

    The UN was born from the ashes of the Second World War that claimed scores of millions of lives. It was created to secure peace, security, justice, and freedom for all. We remain committed to internationalism, multilateralism, and to every effort that strengthens this great institution.

    Today, Indonesia is nearer than ever before to meeting the Sustainable Development Goals of ending extreme poverty and hunger — because years ago this very chamber chose to listen and uphold social and economic justice. We will never forget. And today we must never be silent while Palestinians are denied that same justice and legitimacy in this very Hall.

    Excellency’s, Thucydides warned: “The strong do what they can, the weak suffer what they must.” We must reject this doctrine. The UN exists to reject this doctrine. We must stand for all, the strong and the weak. Right cannot be right. Right must be right.

    Indonesia is today one of the largest contributors to United Nation Peacekeeping Forces. We believe in the United Nations, we will continue to serve where peace needs guardians — not with just words, but with boots on the ground. If and when the Security Council and this Great Assembly decide, Indonesia is prepared to deploy 20,000 or even more of our sons and daughters to secure peace in Gaza or elsewhere, in Ukraine, in Sudan, in Libya, everywhere when the peace needs to be enforced, peace needs to be guarded, we are ready.

    We will take our share of the burden, not only with our sons and daughters. We are also willing to contribute financially to support the great mission to achieve peace by the United Nations.

    Madam President, excellencies,

    I propose to this assembly a message of hope and optimism — grounded in action and execution. Today we heard the speech of Madam President, the President of the United Nations General Assembly. It is true what she said. Without the International Civil Aviation Organization, will we be here today? Will we sit in this great Hall? Without the United Nations, we cannot be safe. No country can feel secure. 

    We need the United Nations, and Indonesia will continue to support the United Nations. Even though we still struggle, but, we know the world needs a strong United Nations.

    The world’s population is growing. Our planet is under strain. Food, energy, and water insecurity haunt many nations. We choose to answer these challenges directly at home and to help abroad whenever we can.

    This year, we recorded the highest rice production and grain reserves in our history. We are now self‑sufficient in rice and we have exported rice to other nations in need, including providing rice to Palestine. We are building resilient food supply chains, strengthening farmer productivity, and investing in climate‑smart agriculture to ensure food security for our children and for the children of the world. We are confident, in a few years time, Indonesia will be the granary of the world.

    As the world’s largest island state, we testify before you that we are already experiencing the direct consequences of climate change, particularly the threat of rising sea levels. The sea level on the north coast of our capital city is increasing by 5 centimeters every year. Can you imagine in ten years? In twenty years? For this, we are forced to build a giant sea wall, 480 kilometres in length. It will take us maybe 20 years, but we have no choice. 

    We have to start now. Therefore we choose to confront climate change — not by slogans, but by immediate steps. We are committed to meeting our 2015 Paris Agreement obligations.

    We aim to achieve net zero emission by 2060 and we are confident we can achieve net zero emission much earlier. We aim to reforest more than 12 million hectares of degraded land, to reduce forest degradation, and to empower local communities with quality green jobs for the future.

    Indonesia is shifting decisively from fossil fuel based development towards renewable based development. From next year, most of our additional power generation capacity will come from renewables. Our goal is clear: To lift all of our citizens out of poverty and make Indonesia a hub for solutions to food, energy, and water security.

    Madam President, excellencies,

    We live in a time when hatred and violence can seem like the loudest voices. But beneath this loud noise lies a quieter truth: that every person longs to be safe, to be respected, to be loved, and to leave a better world to their children. Our children are watching. They are learning leadership not from textbooks, but from our choices.

    Today, still, a catastrophic situation in Gaza is unfolding before our eyes. At this very moment, the innocent are crying for help, are crying to be saved. Who will save them? Who will save the innocent? Who will save the old and the women? Millions are facing danger at this very moment, as we sit here, they are facing trauma, and irreparable damage to their bodies, they are dying of starvation. Can we remain silent? Will there be no answer to their screams? Will we teach them that the human family can rise to the challenge?

    Madam President, we must act now. Many speakers have said that. We must stand for multilateral order where peace, prosperity, and progress, are not the privilege of a few but the right of all.

    With a strong United Nations, we can build a world where the weak do not suffer what they must, but live the justice they deserve. Let us continue humanity’s great journey of ideals — the selfless aspirations that created the United Nations.

    Let us use science to uplift, not use science to destroy. Let rising nations help others to lift themselves. I am convinced that the leaders of the great world civilisations: Civilisations of the West, of the East, of the North, of the South. Leaders of America, Europe, of India, China, the Islamic world, the whole world. I am convinced they will rise to their role demanded by history. We are all hopeful that the leaders of the world will show great statesmanship, great wisdom, restraint, and humility, overcome hate, overcome suspicion.

    Madam President, Distinguished Delegates,

    We are greatly heartened by the events of the last few days, where significant leading countries of the world have chosen to side with history—the path of the moral high ground, path of rectitude, path of justice, humanity, and to shun hatred, to overcome suspicion, and to avoid the use of violence. The use of violence will beget violence. Not one country can bully the whole community of the human family. 

    We may be weak individually, but the sense of oppression, of injustice, has proven in the history of mankind, will unite with a strong force that will overcome this oppression, this injustice.

    To close, I would like to reiterate again Indonesia’s complete support for the Two-State Solution in Palestine. We must have an independent Palestine, but we must also recognize and guarantee the safety and security of Israel. Only then can we have real peace: peace without hate, peace without suspicion.

    The only solution is this two-state solution. Two descendants of Abraham must live in reconciliation, peace, and harmony. Arabs, Jews, Muslims, Christians, Hindus, Buddhists, all religions. We must live as one human family. Indonesia is committed to being part of making this vision a reality.

    Is this a dream? Maybe. But this is the beautiful dream we must work toward together. Let us continue humanity’s journey of hope, a journey started by our forefathers, a journey that we must complete.

    Thank you. Terima kasih.

    Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

    Shalom, Om shanti shanti shanti om.

    Namo Budaya.

    Thank you very much.

    May God bless us all, may peace be upon us.

    Thank you very much.”

    “Yang Mulia, para kepala negara, kepala pemerintahan, para delegasi yang terhormat, hadirin sekalian

    Sungguh merupakan suatu kehormatan besar bagi saya untuk berdiri di Aula Sidang Umum bulan Agustus ini di antara para pemimpin dan perwakilan yang mewakili hampir seluruh umat manusia. 

    Kita berbeda ras, agama, dan kebangsaan, namun kita berkumpul bersama hari ini sebagai satu keluarga manusia. Kita di sini, pertama dan terutama, sebagai sesama manusia, masing-masing diciptakan setara, dianugerahi hak-hak yang tidak dapat dicabut untuk hidup, kebebasan, dan mengejar kebahagiaan.

    Kata-kata Deklarasi Kemerdekaan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menginspirasi gerakan-gerakan demokrasi di seluruh benua, termasuk Revolusi Prancis, Revolusi Rusia, Revolusi Meksiko, Revolusi China, dan perjuangan serta perjalanan Indonesia menuju kemerdekaan. Deklarasi ini juga melahirkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948, “Semua manusia diciptakan setara.”

    Deklarasi ini membuka jalan menuju kemakmuran dan martabat global yang belum pernah terjadi sebelumnya, namun, di era kejayaan ilmu pengetahuan dan teknologi kita sendiri, sebuah era yang mampu mengakhiri kelaparan, kemiskinan, dan kerusakan lingkungan.  

    Kami juga terus menghadapi tantangan dan ketidakpastian yang serius dan berbahaya saat ini, kebodohan manusia yang dipicu oleh rasa takut, rasisme, kebencian, penindasan, dan apartheid mengancam masa depan kita bersama.

    Nyonya Presiden, Yang Mulia,

    Kita hidup di masa ketika kebencian dan kekerasan mungkin terdengar paling keras, tetapi di balik kebisingan ini terdapat kebenaran yang lebih tenang bahwa setiap orang mendambakan rasa aman, dihormati, dicintai, dan mewariskan dunia yang lebih baik kepada anak-anak mereka. Anak-anak kita sedang menyaksikan. Mereka belajar kepemimpinan, bukan dari buku teks, tetapi dari pilihan kita.

    Saat ini, situasi bencana di Gaza masih terbentang di depan mata kita. Saat ini, orang-orang tak berdosa menangis minta tolong. Menangis untuk diselamatkan. Siapa yang akan menyelamatkan mereka? Siapa yang akan menyelamatkan orang tak berdosa? Siapa yang akan menyelamatkan para lansia dan perempuan. Jutaan orang menghadapi bahaya saat ini, sementara kita duduk di sini. Mereka menghadapi trauma. Mereka menghadapi kerusakan yang tak tergantikan pada tubuh mereka. Mereka sekarat karena kelaparan.

    Bisakah kita tetap diam? Akankah jeritan mereka tak terjawab? Akankah kita mengajari mereka bahwa umat manusia dapat bangkit menghadapi tantangan ini?

    Nyonya Presiden, kita harus bertindak sekarang.  Banyak pembicara telah menyatakan bahwa kita harus memperjuangkan tatanan multilateral, di mana perdamaian, kemakmuran, dan kemajuan bukanlah hak istimewa segelintir orang, melainkan hak semua orang. Dengan persatuan bangsa yang kuat, kita dapat membangun dunia di mana kaum lemah tidak menderita apa yang seharusnya mereka derita, melainkan hidup dalam keadilan yang pantas mereka dapatkan.

    Kita mungkin lemah secara individu, tetapi rasa penindasan, rasa ketidakadilan, telah membuktikan dalam sejarah umat manusia bahwa rasa ketidakadilan ini, rasa penindasan ini, akan bersatu menjadi kekuatan yang kuat yang akan mengatasi penindasan ini, yang akan mengatasi ketidakadilan ini.

    Sebagai penutup, saya ingin kembali menegaskan dukungan penuh Indonesia terhadap solusi dua negara di Palestina.

    Kita harus memiliki Palestina yang merdeka, tetapi kita juga harus, kita juga harus mengakui, kita juga harus menghormati, dan kita juga harus menjamin keselamatan dan keamanan Israel. Hanya dengan begitu kita dapat memiliki kedamaian sejati, kedamaian sejati, dan tidak ada lagi kebencian dan kecurigaan. Satu-satunya solusi adalah ini, solusi dua negara, dua keturunan Abraham harus hidup dalam rekonsiliasi, damai, dan harmoni.

    Arab, Yahudi, Muslim, Kristen, Hindu, Buddha, semua agama, kita harus hidup sebagai satu keluarga manusia. Indonesia berkomitmen untuk menjadi bagian dalam mewujudkan visi ini. Apakah ini mimpi? Mungkin, tetapi inilah mimpi indah yang harus kita perjuangkan bersama. 

    Mari kita bekerja menuju tujuan mulia ini.  Mari kita lanjutkan perjalanan harapan umat manusia, sebuah perjalanan yang telah dimulai oleh para leluhur kita, sebuah perjalanan yang harus kita selesaikan.

    Terima kasih. Wassalamualaikum.”

  • Daftar Negara yang Mengakui dan Tidak Mengakui Palestina – Page 3

    Daftar Negara yang Mengakui dan Tidak Mengakui Palestina – Page 3

    Berikut daftar negara yang sudah mengakui Palestina:

    Pengakuan Terhadap Palestina Mulai 2024-2025

     

    Armenia 21 Juni 2024

    Slovenia 4 Juni 2024

    Irlandia 22 Mei 2024

    Norwegia 22 Mei 2024

    Spanyol 22 Mei 2024

    Bahama 8 Mei 2024

    Trinidad dan Tobago 3 Mei 2024

    Jamaika 24 April 2024

    Barbados 20 April 2024

    Armenia 21 Juni 2024

    Slovenia 4 Juni 2024

    Irlandia 22 Mei 2024

    Norwegia 22 Mei 2024

    Spanyol 22 Mei 2024

    Bahama 8 Mei 2024

    Trinidad dan Tobago 3 Mei 2024

    Jamaika 24 April 2024

    Barbados 20 April 2024

    Prancis 22 September 2025

    Luksemburg 22 September 2025

    Malta 22 September 2025

    Monako 22 September 2025

    Belgia 22 September 2025

    Andorra 22 September 2025

    Inggris 21 September 2025

    Australia 21 September 2025

    Kanada 21 September 2025

    Portugal 21 September 2025

    Meksiko 20 Maret 2025

     

    2010-2019

     

    Ekuador 27 Desember 2010

    Bolivia 17 Desember 2010

    Argentina 6 Desember 2010

    Islandia 15 Desember 2011

    Brasil 3 Desember 2011

    Grenada 25 September 2011

    Antigua dan Barbuda 22 September 2011

    Dominika 19 September 2011

    Belize 9 September 2011

    St. Vincent dan Grenadines 29 Agustus 2011

    Honduras 26 Agustus 2011

    El Salvador 25 Agustus 2011

    Suriah 18 Juli 2011

    Sudan Selatan 14 Juli 2011

    Liberia 1 Juli 2011

    Lesotho 3 Mei 2011

    Uruguay 16 Maret 2011

    Paraguay 29 Januari 2011

    Suriname 26 Januari 2011

    Peru 24 Januari 2011

    Guyana 13 Januari 2011

    Chili 7 Januari 2011

    Thailand 18 Januari 2012

    Haiti 27 September 2013

    Guatemala 9 April 2013

    Swedia 30 Oktober 2014

    St. Lucia 14 September 2015

    Tahta Suci 26 Juni 2015

    Kolombia 3 Agustus 2018

    St. Kitts dan Nevis 29 Juli 2019

     

    1991-2009

     

    Eswatini 1 Juli 1991

    Bosnia dan Herzegovina 27 Mei 1992

    Georgia 25 April 1992

    Turkmenistan 17 April 1992

    Azerbaijan 15 April 1992

    Kazakstan 6 April 1992

    Uzbekistan 25 September 1994

    Tajikistan 2 April 1994

    Kirgistan 1 November 1995

    Afrika Selatan 15 Februari 1995

    Papua Nugini 13 Januari 1995

    Malawi 23 Oktober 1998

    Timor Leste 1 Maret 2004

    Montenegro 24 Juli 2006

    Pantai Gading 1 Desember 2008

    Lebanon 30 November 2008

    Kosta Rika 5 Februari 2008

    Republik Dominika 15 Juli 2009

    Venezuela 27 April 2009

     

     1988-1989

     

    Bhutan 25 Desember 1988

    Republik Afrika Tengah 23 Desember 1988

    Burundi 22 Desember 1988

    Botswana 19 Desember 1988

    Nepal 19 Desember 1988

    Republik Demokratik Kongo 18 Desember 1988

    Polandia 14 Desember 1988

    Oman 13 Desember 1988

    Gabon 12 Desember 1988

    Sao Tome dan Principe 10 Desember 1988

    Mozambik 8 Desember 1988

    Angola 6 Desember 1988

    Republik Kongo 5 Desember 1988

    Sierra Leone 3 Desember 1988

    Uganda Desember 3, 1988

    Laos 2 Desember 1988

    Chad 1 Desember 1988

    Ghana 29 November 1988

    Togo 29 November 1988

    Zimbabwe 29 November 1988

    Maladewa 28 November 1988

    Bulgaria 25 November 1988

    Tanjung Verde 24 November 1988

    Korea Utara 24 November 1988

    Niger 24 November 1988

    Rumania 24 November 1988

    Tanzania 24 November 1988

    Hongaria 23 November 1988

    Mongolia 22 November 1988

    Senegal 22 November 1988

    Burkina Faso 21 November 1988

    Kamboja 21 November 1988

    Komoro 21 November 1988

    Guinea 21 November 1988

    Guinea-Bissau 21 November 1988

    Mali 21 November 1988

    Tiongkok 20 November 1988

    Belarus 19 November 1988

    Namibia 19 November 1988

    Rusia 19 November 1988

    Ukraina 19 November 1988

    Vietnam 19 November 1988

    Siprus 18 November 1988

    Republik Ceko 18 November 1988

    Mesir 18 November 1988

    Gambia 18 November 1988

    India 18 November 19881

    Nigeria 18 November 1988

    Seychelles Slowakia 18 November 1988

    Sri Lanka 18 November 1988

    Albania 17 November 1988

    Brunei Darussalam 17 November 1988

    Djibouti 17 November 1988

    Mauritius 17 November 1988

    Sudan 17 November 1988

    Afganistan 16 November 1988

    Bangladesh 16 November 1988

    Kuba 16 November 1988

    Yordania 16 November 1988

    Madagaskar 16 November 1988

    Nikaragua 16 November 1988

    Pakistan 16 November 1988

    Qatar 16 November, 1988

    Arab Saudi 16 November 1988

    Serbia 16 November 1988

    Uni Emirat Arab 16 November 1988

    Zambia 16 November 1988

    Aljazair 15 November 1988

    Bahrain 15 November 1988

    Indonesia 15 November 1988

    Irak 15 November 1988

    Kuwait 15 November 1988

    Libya Malaysia 15 November 1988

    Mauritania 15 November 1988

    Maroko 15 November 1988

    Somalia 15 November 1988

    Tunisia 15 November 1988

    Turki 15 November 1988

    Yaman 15 November 1988

    Iran 4 Februari 1988

    Filipina 1 September 1989

    Vanuatu 21 Agustus 1989

    Benin 1 Mei 1989

    Guinea Khatulistiwa 1 Mei 1989

    Kenya 1 Mei 1989

    Etiopia 4 Februari 1989

    Rwanda 2 Januari 1989

  • Pidato Lengkap Prabowo di Sidang Umum PBB ke-80, Mimpi RI untuk Dunia

    Pidato Lengkap Prabowo di Sidang Umum PBB ke-80, Mimpi RI untuk Dunia

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 di New York, Amerika Serikat (AS) pada Selasa (23/9/2025) waktu setempat.

    Dalam pidatonya, Prabowo mengusung tema “Seruan Indonesia untuk Harapan”, dengan menekankan solidaritas, keadilan global, hingga solusi dua negara bagi Palestina dan Israel. Dalam kesempatan tersebut, ia berpidato dengan durasi kurang lebih selama 19 menit.

    Berikut isi lengkap pidato Presiden Prabowo Subianto:

    “Yang Mulia, Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Delegasi yang terhormat, hadirin sekalian,

    Merupakan kehormatan besar untuk berdiri di Aula Sidang Umum yang agung ini, di antara para pemimpin yang mewakili hampir seluruh umat manusia.

    Kita berbeda dalam ras, agama, dan kebangsaan, namun kita berkumpul sebagai satu keluarga manusia.

    Kita hadir di sini pertama-tama sebagai sesama manusia – masing-masing diciptakan setara, dikaruniai hak-hak yang tidak dapat diganggu gugat atas hidup, kebebasan, dan upaya mengejar kebahagiaan.

    Kata-kata dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat telah menginspirasi gerakan demokrasi di berbagai benua – termasuk Revolusi Prancis, Revolusi Rusia, Revolusi Meksiko, Revolusi China, dan perjuangan serta perjalanan Indonesia menuju kebebasan.

    Deklarasi itu juga melahirkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang diadopsi oleh PBB pada tahun 1948.

    “Semua manusia diciptakan setara” adalah keyakinan yang membuka jalan menuju kemakmuran dan martabat global yang belum pernah ada sebelumnya.

    Namun demikian, di era kemenangan ilmu pengetahuan dan teknologi – sebuah era yang mampu mengakhiri kelaparan, kemiskinan, dan kerusakan lingkungan – kita juga tetap menghadapi bahaya, tantangan, dan ketidakpastian yang berat.

    Kebodohan manusia, yang dipicu oleh rasa takut, rasisme, kebencian, penindasan, dan apartheid, mengancam masa depan bersama kita.

    Negara saya memahami penderitaan ini. Selama berabad-abad, rakyat Indonesia hidup di bawah dominasi kolonial, penindasan, dan perbudakan. Kami diperlakukan lebih buruk daripada anjing di tanah air kami sendiri.

    Kami orang Indonesia tahu apa artinya ditolak keadilan, tahu bagaimana hidup dalam apartheid, hidup dalam kemiskinan, dan ditolak kesempatan yang sama.

    Kami juga tahu apa yang dapat dilakukan solidaritas.

    Dalam perjuangan kami untuk kemerdekaan, dalam perjuangan kami untuk mengatasi kelaparan, penyakit, dan kemiskinan, Perserikatan Bangsa-Bangsa berdiri bersama Indonesia dan memberikan bantuan penting.

    Keputusan-keputusan yang dibuat di sini berdasarkan solidaritas kemanusiaan – oleh Dewan Keamanan dan Majelis ini – memberi Indonesia legitimasi internasional, membuka pintu, dan mendukung pembangunan awal kami melalui UNICEF (Dana Anak-Anak PBB), FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian PBB), WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), dan banyak sekali lembaga PBB lainnya.

    Dan karena itu, hari ini Indonesia berdiri di ambang kemakmuran bersama serta kesetaraan dan martabat yang lebih besar.

    Yang Mulia, dunia kita digerakkan oleh konflik, ketidakadilan, dan ketidakpastian yang semakin dalam.

    Setiap hari kita menyaksikan penderitaan, genosida, dan pengabaian terang-terangan terhadap hukum internasional serta martabat kemanusiaan.

    Dalam menghadapi tantangan ini, kita tidak boleh menyerah. Seperti yang dikatakan Sekretaris Jenderal PBB, “kita tidak boleh menyerah”. Kita tidak boleh mengorbankan harapan atau cita-cita kita. Kita harus semakin dekat, bukan semakin menjauh. Bersama-sama kita harus berjuang untuk mewujudkan harapan dan mimpi kita.

    PBB lahir dari puing-puing Perang Dunia Kedua yang merenggut puluhan juta nyawa. PBB diciptakan untuk menjamin perdamaian, keamanan, keadilan, dan kebebasan bagi semua.

    Kami tetap berkomitmen pada internasionalisme, multilateralisme, dan setiap upaya yang memperkuat lembaga besar ini.

    Hari ini, Indonesia semakin dekat untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dalam mengakhiri kemiskinan ekstrem dan kelaparan – karena bertahun-tahun lalu, ruang sidang inilah yang memilih untuk mendengarkan dan menegakkan keadilan sosial serta ekonomi.

    Kami tidak akan pernah lupa.

    Dan hari ini kita tidak boleh diam ketika rakyat Palestina ditolak keadilan dan legitimasi yang sama di aula ini.

    Yang Mulia, Thucydides pernah memperingatkan: “Yang kuat melakukan apa yang mereka bisa, yang lemah menderita apa yang harus mereka tanggung.” Kita harus menolak doktrin ini. PBB ada untuk menolak doktrin ini.

    Kita harus berdiri untuk semua, yang kuat maupun yang lemah. Benar tidak bisa berarti salah. Benar harus tetap benar.

    Indonesia hari ini adalah salah satu kontributor terbesar Pasukan Penjaga Perdamaian PBB. Kami percaya pada PBB, kami akan terus melayani di mana perdamaian membutuhkan penjaga – bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan kehadiran di lapangan.

    Jika dan ketika Dewan Keamanan dan Majelis Agung ini memutuskan, Indonesia siap mengerahkan 20.000 atau bahkan lebih putra-putri kami untuk menjaga perdamaian di Gaza atau di tempat lain, di Ukraina, di Sudan, di Libya, di mana pun perdamaian perlu ditegakkan, perdamaian perlu dijaga, kami siap.

    Kami akan mengambil bagian dalam beban itu, bukan hanya dengan putra-putri kami. Kami juga bersedia berkontribusi secara finansial untuk mendukung misi besar PBB dalam mencapai perdamaian.

    Yang Mulia,

    Saya mengajukan kepada majelis ini sebuah pesan harapan dan optimisme – yang berlandaskan pada tindakan dan pelaksanaan nyata. Hari ini kita mendengar pidato Ibu Presiden, Presiden Majelis Umum PBB. Benar apa yang beliau katakan. Tanpa ICAO (Organisasi Penerbangan Sipil Internasional), apakah kita bisa berada di sini hari ini? Apakah kita bisa duduk di aula agung ini? Tanpa PBB, kita tidak bisa merasa aman. Tidak ada negara yang bisa merasa aman. Kita membutuhkan PBB, dan Indonesia akan terus mendukung PBB. Walaupun kami masih berjuang, kami tahu dunia membutuhkan PBB yang kuat.

    Populasi dunia terus tumbuh. Planet kita berada dalam tekanan. Ketidakamanan pangan, energi, dan air menghantui banyak bangsa.

    Kami memilih untuk menjawab tantangan ini secara langsung di dalam negeri dan membantu di luar negeri kapan pun kami bisa.

    Tahun ini, kami mencatat produksi beras dan cadangan pangan tertinggi dalam sejarah kami. Kami sekarang swasembada beras dan telah mengekspor beras ke negara lain yang membutuhkan, termasuk memberikan beras kepada Palestina. Kami membangun rantai pasok pangan yang tangguh, memperkuat produktivitas petani, dan berinvestasi dalam pertanian cerdas iklim untuk memastikan ketahanan pangan bagi anak-anak kami dan bagi anak-anak dunia. Kami yakin, dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia akan menjadi lumbung pangan dunia.

    Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, kami bersaksi di hadapan Anda bahwa kami sudah merasakan dampak langsung perubahan iklim, khususnya ancaman kenaikan permukaan laut. Permukaan laut di pantai utara ibu kota kami meningkat 5 sentimeter setiap tahun. Dapatkah Anda bayangkan dalam sepuluh tahun? Dua puluh tahun?

    Untuk itu, kami terpaksa membangun tanggul laut raksasa sepanjang 480 kilometer. Mungkin akan memakan waktu 20 tahun, tetapi kami tidak punya pilihan. Kami harus mulai sekarang. Oleh karena itu kami memilih menghadapi perubahan iklim – bukan dengan slogan, tetapi dengan langkah nyata. Kami berkomitmen memenuhi kewajiban Perjanjian Paris 2015.

    Kami menargetkan mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 dan kami yakin bisa mencapainya lebih cepat.

    Kami bertekad melakukan reforestasi lebih dari 12 juta hektare lahan yang terdegradasi, mengurangi degradasi hutan, dan memberdayakan masyarakat lokal dengan pekerjaan hijau berkualitas untuk masa depan.

    Indonesia bergerak tegas dari pembangunan berbasis bahan bakar fosil menuju pembangunan berbasis energi terbarukan. Mulai tahun depan, sebagian besar kapasitas tambahan pembangkit listrik kami akan berasal dari energi terbarukan.

    Tujuan kami jelas: Mengangkat seluruh warga kami keluar dari kemiskinan dan menjadikan Indonesia sebagai pusat solusi bagi keamanan pangan, energi, dan air.

    Yang Mulia, kita hidup di masa ketika kebencian dan kekerasan terdengar paling keras. Namun di balik kebisingan ini ada kebenaran yang lebih tenang: bahwa setiap orang mendambakan rasa aman, penghormatan, kasih sayang, dan meninggalkan dunia yang lebih baik bagi anak-anak mereka.

    Anak-anak kita sedang menyaksikan. Mereka belajar kepemimpinan bukan dari buku teks, tetapi dari pilihan-pilihan kita.

    Hari ini, situasi yang mengerikan di Gaza masih berlangsung di depan mata kita. Saat ini juga, orang-orang tak berdosa berteriak minta tolong, minta diselamatkan. Siapa yang akan menyelamatkan mereka? Siapa yang akan menyelamatkan orang tua dan para perempuan? Jutaan orang menghadapi bahaya saat ini juga, menghadapi trauma, kerusakan tubuh yang tak bisa diperbaiki, mereka mati kelaparan.

    Apakah kita bisa tetap diam? Apakah tidak ada jawaban untuk jeritan mereka? Apakah kita akan mengajarkan kepada mereka bahwa keluarga manusia bisa bangkit menghadapi tantangan?

    Yang Mulia, kita harus bertindak sekarang. Banyak pembicara telah mengatakan itu. Kita harus berdiri untuk tatanan multilateral di mana perdamaian, kemakmuran, dan kemajuan bukan hanya hak istimewa segelintir orang tetapi hak semua pihak.

    Dengan PBB yang kuat, kita bisa membangun dunia di mana yang lemah tidak lagi menderita, tetapi hidup dengan keadilan yang mereka layak dapatkan.

    Mari kita lanjutkan perjalanan besar kemanusiaan – aspirasi tanpa pamrih yang melahirkan PBB.

    Mari kita gunakan ilmu pengetahuan untuk mengangkat harkat, bukan untuk menghancurkan. Biarkan bangsa-bangsa yang bangkit membantu bangsa lain untuk bangkit.

    Saya yakin para pemimpin peradaban besar dunia: Barat, Timur, Utara, Selatan. Pemimpin Amerika, Eropa, India, China, dunia Islam, seluruh dunia. Saya yakin mereka akan bangkit menjalankan peran yang dituntut sejarah.

    Kita semua berharap para pemimpin dunia menunjukkan kenegarawanan, kebijaksanaan, pengendalian diri, dan kerendahan hati, mengatasi kebencian, mengatasi kecurigaan.

    Para Delegasi yang Terhormat,

    Kami sangat terinspirasi oleh peristiwa beberapa hari terakhir, di mana negara-negara terkemuka dunia telah memilih berpihak pada sejarah – jalan moralitas, jalan kebenaran, jalan keadilan, kemanusiaan, dan menolak kebencian, mengatasi kecurigaan, serta menghindari kekerasan. Kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan. Tidak ada satu negara pun yang bisa menggertak seluruh keluarga manusia. Kita mungkin lemah secara individu, tetapi rasa tertindas, rasa tidak adil, telah terbukti dalam sejarah umat manusia, akan bersatu dengan kekuatan besar yang mampu mengatasi penindasan ini, ketidakadilan ini.

    Sebagai penutup, saya ingin menegaskan kembali dukungan penuh Indonesia terhadap Solusi Dua Negara di Palestina. Kita harus memiliki Palestina yang merdeka, namun kita juga harus mengakui dan menjamin keselamatan serta keamanan Israel. Hanya dengan demikian kita dapat memiliki perdamaian sejati: perdamaian tanpa kebencian, perdamaian tanpa kecurigaan.

    Satu-satunya solusi adalah solusi dua negara. Dua keturunan Ibrahim harus hidup dalam rekonsiliasi, perdamaian, dan harmoni. Arab, Yahudi, Muslim, Kristen, Hindu, Buddha – semua agama. Kita harus hidup sebagai satu keluarga manusia. Indonesia berkomitmen untuk menjadi bagian dalam mewujudkan visi ini.

    Apakah ini mimpi? Mungkin. Tetapi inilah mimpi indah yang harus kita upayakan bersama. Mari kita lanjutkan perjalanan kemanusiaan menuju harapan, sebuah perjalanan yang dimulai oleh para pendahulu kita, perjalanan yang harus kita sempurnakan.

    Terima kasih. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

    Adapun ini adalah pidato kedua Prabowo di PBB. Sehari sebelumnya, Presiden memberikan pidato Konferensi Internasional Tingkat Tinggi untuk Penyelesaian Damai Masalah Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara.

    Dalam kesempatan tersebut, Prabowo juga menekankan pentingnya solusi dua negara untuk mengakhiri konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel.

    (tfa/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kemendag: Indonesia tegas tolak dampak diskriminatif EUDR

    Kemendag: Indonesia tegas tolak dampak diskriminatif EUDR

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut Pemerintah Indonesia secara konsisten terus menyuarakan isu terkait kebijakan European Union Deforestation Regulation (EUDR) atau UU Anti Deforestasi dalam berbagai forum internasional.

    Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (Dirjen PPI) Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan Indonesia akan selalu menekankan bahwa EUDR berpotensi menimbulkan hambatan perdagangan dan memberikan dampak bagi negara berkembang.

    “Dalam berbagai pertemuan WTO (World Trade Organization), RI menekankan EUDR berpotensi menimbulkan dampak yang tidak proporsional terhadap negara berkembang, khususnya petani kecil dan UMKM, serta menciptakan hambatan perdagangan yang bertentangan dengan prinsip non-diskriminasi WTO,” ujar Djatmiko dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.

    Pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) juga menggalang 17 Like-Minded Countries atau 17 negara dengan pandangan sama untuk menyampaikan kritik serta imbauan kepada Uni Eropa untuk meninjau kembali kebijakan EUDR.

    Adapun ke-17 negara tersebut terdiri dari Indonesia, Argentina, Brazil, Bolivia, Kolombia, Republik Dominika, Ekuador, Ghana, Guatemala, Honduras, Ivory Coast, Malaysia, Meksiko, Nigeria, Paraguay, Peru dan Thailand.

    Menurut Djatmiko, hingga saat ini terdapat ketidakjelasan terkait dengan implementasi EUDR, khususnya pada definisi deforestasi, degradasi hutan, klasifikasi risiko negara, serta petunjuk teknis.

    “Indonesia mendorong agar penanggulangan deforestasi ditempuh melalui pendekatan multilateral yang inklusif dengan mengakui sistem nasional sebagai instrumen kepatuhan kredibel, bukan melalui langkah unilateral yang mengabaikan perbedaan regulasi dan kapasitas produsen,” imbuhnya.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Korban Tewas Akibat Ledakan Truk BBM di Meksiko Jadi 29 Orang

    Korban Tewas Akibat Ledakan Truk BBM di Meksiko Jadi 29 Orang

    Mexico City

    Korban tewas akibat truk tangki yang membawa bahan bakar minyak (BBM) meledak di Ibu Kota Meksiko, Mexico City, bertambah 4 orang. Sehingga total korban tewas menjadi 29 orang.

    Dilansir AFP, Senin (22/9/2025), truk tangki yang membawa 50.000 liter bahan bakar terbalik lalu meledak di distrik Iztapalapa pada 10 September lalu. Ledakan ini menyebabkan kerusakan dan gangguan di sekitar lokasi.

    Kantor wali kota setempat mengatakan sebanyak 16 orang masih dirawat. Sementara 39 korban lainnya sudah dipulangkan.

    Sementara itu, Kantor Kejaksaan mengatakan bahwa kecelakaan diduga karena kendaraan ngebut saat melaju di lokasi.

    Penyidik mengatakan tangki truk diduga pecah saat kecelakaan. Hal ini membuat bahan bakar bocor hingga terbakar.

    Wali Kota Mexico City, Clara Brugada, mengatakan bahwa pemerintahannya akan mengatur lalu lintas truk bahan bakar di kota besar berpenduduk 9,2 juta jiwa tersebut. Aturan ini untuk mencegah tragedi serupa di masa mendatang.

    Lihat juga Video: Ledakan Pom Bensin di Roma Italia, 45 Orang Terluka

    (lir/jbr)

  • Malapetaka Visa Trump, Raksasa Teknologi Terancam Tumbang

    Malapetaka Visa Trump, Raksasa Teknologi Terancam Tumbang

    Jakarta, CNBC Indonesia – Industri teknologi sedang terancam karena visa yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Lebih spesifik, industri teknologi India yang bergantung ke Amerika Serikat (AS)

    Sektor teknologi India senilai US$283 miliar (Rp4.695 triliun) disebut tengah menghadapi guncangan besar setelah Trump menetapkan biaya US$100.000 (Rp1,6 miliar) untuk setiap visa kerja H-1B baru mulai Minggu (21/9).

    Kebijakan ini dinilai bisa melumpuhkan strategi lama industri teknologi India yang selama puluhan tahun mengandalkan rotasi talenta ke proyek-proyek di AS.

    Industri teknologi India mendapatkan sekitar 57% pendapatannya dari pasar AS dan selama ini sangat bergantung pada program visa H-1B untuk mendukung outsourcing layanan perangkat lunak dan bisnis. India sendiri menjadi penerima terbesar program tersebut tahun lalu dengan porsi 71% dari total penerima, jauh melampaui China yang hanya 11,7%.

    Langkah Trump akan memaksa raksasa teknologi India seperti Tata Consultancy Services (TCS), Infosys, HCLTech, Wipro, hingga Tech Mahindra, serta klien global mereka termasuk Apple, JPMorgan Chase, Walmart, Microsoft, Meta, dan Google untuk menghentikan rotasi tenaga kerja onshore, mempercepat pengiriman layanan dari luar negeri, serta meningkatkan perekrutan warga AS dan pemegang green card.

    Asosiasi industri TI India, Nasscom, menyebut kebijakan ini berpotensi mengganggu ekosistem inovasi di AS sekaligus merusak kelangsungan bisnis proyek onshore.

    Ekonom Emkay Global, Madhavi Arora, bahkan menilai ekspor jasa India telah terseret ke dalam perang dagang dan teknologi global.

    “Ekspor jasa akhirnya terseret ke dalam perang dagang dan teknologi global yang sedang berlangsung,” kata Arora, dikutip dari Reuters, Senin (22/9/2025). Ia menilai langkah ini bisa merusak model onsite-offshore sektor IT, menekan margin, dan mengganggu rantai pasok.

    Pengacara imigrasi menyebut biaya visa baru tersebut sangat tinggi dan membuat perusahaan lebih selektif dalam memilih kandidat. Hanya posisi yang benar-benar kritis bagi bisnis yang akan dipertahankan untuk sponsor H-1B.

    “Ini akan sangat mengurangi akses pekerja asing terampil dan bisa mengubah permintaan perusahaan,” kata Vic Goel, Managing Partner di Goel & Anderson.

    Kebijakan ini muncul di tengah ketidakpastian lain yang membayangi sektor TI India, termasuk rencana pajak 25% untuk pembayaran outsourcing dan lemahnya belanja teknologi non-esensial di AS akibat inflasi dan ketidakpastian tarif.

    Meski begitu, sejumlah analis menilai langkah Trump justru akan mempercepat pertumbuhan global capability centres (GCC) milik perusahaan AS, terutama di India, Kanada, Meksiko, dan Amerika Latin.

    India saat ini sudah menampung lebih dari separuh GCC dunia dan diperkirakan menjadi basis 2.200 perusahaan pada 2030, dengan pasar mendekati US$100 miliar dan menciptakan 2,8 juta lapangan kerja.

    “Kita sedang menyaksikan tatanan baru dalam ekonomi jasa,” kata Ray Wang, pendiri Constellation Research di Silicon Valley.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • IIPA Mendesak Pemerintah Indonesia Tingkatkan Perlindungan Kekayaan Intelektual

    IIPA Mendesak Pemerintah Indonesia Tingkatkan Perlindungan Kekayaan Intelektual

    Bisnis.com, JAKARTA — International Intellectual Property Alliance (IIPA) mendesak pemerintah Indonesia untuk lebih aktif memfasilitasi dialog antara pemilik hak cipta dan platform digital guna memberantas pelanggaran kekayaan intelektual (KI).

    Desakan ini semakin relevan menyusul penetapan kembali Indonesia dalam Daftar Prioritas Pengawasan (Priority Watch List/PWL) oleh Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) pada 29 April 2029 untuk yang ke-16 kalinya secara berturut-turut.

    Penempatan dalam PWL ini menegaskan bahwa pemerintah AS menilai perlindungan dan penegakan HKI di Indonesia masih memiliki masalah serius, sejalan dengan keprihatinan yang diungkapkan IIPA beberapa tahun sebelumnya.

    Saat berkunjung ke kantor redaksi Bisnis Indonesia pada Jumat (19/9/2025), Direktur Kebijakan dan Urusan Hukum IIPA, Pete C. Mehravari, menekankan bahwa penyedia layanan digital dan platform pembayaran harus lebih aktif dan memiliki sistem yang memungkinkan penghapusan konten ilegal, seperti musik bajakan dan barang palsu, secara cepat dan efisien.

    “Penyedia layanan dan platform pembayaran perlu menghargai KI. Mereka harus memiliki cara untuk menghapus produk yang melanggar hak cipta, merek dagang, dan desain,” ujar Mehravari.

    Mehravari menekankan pentingnya kerja sama tim antara platform dan pemegang hak cipta. IIPA mengusulkan penerapan no-fault system, di mana platform tidak dapat disalahkan atas konten ilegal yang diunggah pengguna jika mereka bertindak cepat dalam menghapusnya. Namun, kelalaian dalam mengambil tindakan akan menempatkan tanggung jawab pada platform itu sendiri.

    Desakan IIPA ini bersinggungan langsung dengan temuan dalam Laporan Khusus 301 USTR tahun 2025. Laporan tersebut menyoroti penegakan hukum yang tidak efektif, termasuk dalam menanggulangi pembajakan dan pemalsuan yang semakin bergeser ke ranah daring. 

    USTR juga mengkritik kelemahan dalam sistem hukum paten dan hak cipta Indonesia, yang dinilai masih belum jelas meskipun telah ada reformasi melalui UU Cipta Kerja.

    Secara khusus, kedua laporan menyoroti tingkat pembajakan musik Indonesia yang disebut sebagai salah satu yang tertinggi di dunia. USTR mencatat bahwa situs web dan layanan pembajakan domestik semakin populer, sementara penegakan hukum terhadap praktik tersebut masih sangat terbatas.

    “Mengetahui banyaknya kreator Indonesia yang luar biasa, kami ingin pembajakan ini dihentikan. Kami ingin musik mereka tidak hanya dinikmati, tapi juga dihargai,” pungkas Mehravari.

    Status PWL menempatkan Indonesia dalam kategori negara dengan masalah KI paling serius, setara dengan China, Rusia, India, dan Meksiko. 

    Penempatan ini, menurut USTR, akan memicu keterlibatan bilateral yang lebih intensif dengan AS dalam setahun ke depan untuk mengatasi berbagai masalah yang ada, termasuk kurang efektifnya penegakan hukum di perbatasan dalam mencegah masuknya barang-barang palsu.

  • Persebaya Kehilangan Rivera, Eduardo Perez Siapkan Rotasi Pemain

    Persebaya Kehilangan Rivera, Eduardo Perez Siapkan Rotasi Pemain

    Surabaya (beritajatim.com) – Persebaya Surabaya dipastikan tanpa Francisco Rivera ketika menjamu Semen Padang di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Jumat (19/9/2025). Gelandang asal Meksiko itu absen akibat akumulasi kartu merah yang didapat saat melawan Persib Bandung, Jumat (12/9/2025).

    Pelatih Persebaya, Eduardo Perez, mengaku masih menunggu keputusan resmi dari Komisi Disiplin (Komdis) terkait hukuman tambahan untuk Rivera. “Ya kita tunggu keputusan, kita sudah menunggu keputusan dari Komdis. Kami berharap tidak ada larangan main lebih banyak lagi, saya menunggunya,” ujar Edu, Kamis (18/9/2025).

    Absennya Rivera menjadi kerugian besar bagi Bajul Ijo. Sang gelandang serang merupakan motor permainan Persebaya dalam empat laga terakhir. Perez kini harus memutar otak untuk menentukan penggantinya.

    Sejauh ini, pelatih asal Spanyol tersebut belum menyiapkan pelapis khusus bagi Rivera. Namun, sejumlah opsi terbuka, mulai dari Bruno Moreira, Gali De Freates, Malik Rizaldi, Toni Firmasyah, Dejan Tumbas, hingga Milos Raickovic. Nama lain yang juga berpeluang adalah gelandang muda berusia 18 tahun, Ichsas Baihaqi, yang sempat dimainkan di posisi serupa ketika memperkuat Persijap Jepara di Liga 2 musim 2024/2025. [way/beq]