Negara: Malaysia

  • Film Baru MD Entertainment Ahlan Singapore Tampilkan Sisi Romantis Singapura

    Film Baru MD Entertainment Ahlan Singapore Tampilkan Sisi Romantis Singapura

    Jakarta: MD Entertainment mengumumkan film terbaru, Ahlan Singapore. Tak hanya menyajikan drama cinta, film ini juga menampilkan berbagai lokasi menarik di Singapura, mulai dari destinasi populer hingga hidden gem-nya. 

    Ahlan Singapore dijadwalkan tayang perdana di bioskop seluruh Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam pada Februari 2026 sebelum didistribusikan di layanan streaming populer.
     
    Mengisahkan tentang perjalanan emosional seorang mahasiswa Indonesia di Singapura, film ini menampilkan deretan bintang termasuk Rebecca Klopper, Kiesha Alvaro, Ibrahim Risyad, Ferry Salim, Putri Ayudya, Alya Rohali, dan Emilat Morshedi.
     
    Founder dan CEO MD Entertainment, Manoj Punjabi, mengungkapkan bahwa pemilihan Singapura sebagai lokasi syuting didasari oleh kedekatan budaya serta relevansinya dengan karakter dan cerita yang ingin dihadirkan.
     
    “Cerita ini akan familiar bagi penonton namun juga menawarkan perspektif baru. Berbagai lokasi di Singapura dan infrastruktur modern membuatnya cocok untuk kebutuhan syuting,” jelas Manoj, dalam acara Penandatanganan MoU antara MD Entertainment dan Singapore Tourism Board (STB), Kamis, 6 November 2025. 
     
    Menurutnya, aksesibilitas dan lingkungan multikultural kota tersebut juga sangat mendukung kebutuhan produksi. Ia optimistis film ini akan mendapat sambutan positif dari penonton Indonesia maupun negara tetangga.
     

     

    Kolaborasi dengan Singapore Tourism Board (STB)
    Tak hanya syuting di Singapura, film Ahlan Singapore sekaligus menjadi salah satu bentuk kerja sama antara MD Entertainment dengan Singapore Tourism Board. Kemitraan ini akan berlangsung selama dua tahun. 
     
    Terrence Voon, Executive Director Southeast Asia Singapore Tourism Board (STB), menyampaikan antusiasmenya atas kerja sama ini. Ia menilai kolaborasi dengan MD Entertainment menjadi peluang strategis untuk memperkenalkan Singapura melalui lensa sinema Indonesia.
     
    “Kolaborasi ini memungkinkan kami menyajikan Singapura dengan cara yang dapat terhubung dengan penonton Indonesia,” ujar Terrence.
     
    Ia berharap film tersebut dapat meningkatkan minat wisata ke Singapura sekaligus memperkuat hubungan dengan Indonesia sebagai pasar pengunjung terbesar di Asia Tenggara.
     
    Kemitraan ini juga diharapkan dapat memperkenalkan berbagai destinasi dan pengalaman Singapura kepada pemirsa di Indonesia dan Asia Tenggara. Sebagaimana rencananya, Ahlan Singapore akan menampilkan berbagai lokasi di Singapura, mulai dari destinasi populer hingga spot-spot baru yang belum banyak dikenal publik.

     

    Jakarta: MD Entertainment mengumumkan film terbaru, Ahlan Singapore. Tak hanya menyajikan drama cinta, film ini juga menampilkan berbagai lokasi menarik di Singapura, mulai dari destinasi populer hingga hidden gem-nya. 
     
    Ahlan Singapore dijadwalkan tayang perdana di bioskop seluruh Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam pada Februari 2026 sebelum didistribusikan di layanan streaming populer.
     
    Mengisahkan tentang perjalanan emosional seorang mahasiswa Indonesia di Singapura, film ini menampilkan deretan bintang termasuk Rebecca Klopper, Kiesha Alvaro, Ibrahim Risyad, Ferry Salim, Putri Ayudya, Alya Rohali, dan Emilat Morshedi.
     
    Founder dan CEO MD Entertainment, Manoj Punjabi, mengungkapkan bahwa pemilihan Singapura sebagai lokasi syuting didasari oleh kedekatan budaya serta relevansinya dengan karakter dan cerita yang ingin dihadirkan.
     
    “Cerita ini akan familiar bagi penonton namun juga menawarkan perspektif baru. Berbagai lokasi di Singapura dan infrastruktur modern membuatnya cocok untuk kebutuhan syuting,” jelas Manoj, dalam acara Penandatanganan MoU antara MD Entertainment dan Singapore Tourism Board (STB), Kamis, 6 November 2025. 
     
    Menurutnya, aksesibilitas dan lingkungan multikultural kota tersebut juga sangat mendukung kebutuhan produksi. Ia optimistis film ini akan mendapat sambutan positif dari penonton Indonesia maupun negara tetangga.
     

     

    Kolaborasi dengan Singapore Tourism Board (STB)

    Tak hanya syuting di Singapura, film Ahlan Singapore sekaligus menjadi salah satu bentuk kerja sama antara MD Entertainment dengan Singapore Tourism Board. Kemitraan ini akan berlangsung selama dua tahun. 
     
    Terrence Voon, Executive Director Southeast Asia Singapore Tourism Board (STB), menyampaikan antusiasmenya atas kerja sama ini. Ia menilai kolaborasi dengan MD Entertainment menjadi peluang strategis untuk memperkenalkan Singapura melalui lensa sinema Indonesia.
     
    “Kolaborasi ini memungkinkan kami menyajikan Singapura dengan cara yang dapat terhubung dengan penonton Indonesia,” ujar Terrence.
     
    Ia berharap film tersebut dapat meningkatkan minat wisata ke Singapura sekaligus memperkuat hubungan dengan Indonesia sebagai pasar pengunjung terbesar di Asia Tenggara.
     
    Kemitraan ini juga diharapkan dapat memperkenalkan berbagai destinasi dan pengalaman Singapura kepada pemirsa di Indonesia dan Asia Tenggara. Sebagaimana rencananya, Ahlan Singapore akan menampilkan berbagai lokasi di Singapura, mulai dari destinasi populer hingga spot-spot baru yang belum banyak dikenal publik.
     
     

    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (PRI)

  • Sistem Pembayaran Digital RI Digenjot, QRIS Tap-Tarik Tunai Tanpa Kartu

    Sistem Pembayaran Digital RI Digenjot, QRIS Tap-Tarik Tunai Tanpa Kartu

    Jakarta

    PT Jalin Pembayaran Nusantara (Jalin) memperkuat kolaborasi strategis dengan perbankan dan fintech di Indonesia untuk mempercepat transformasi digital nasional. Salah satunya dengan Bank Syariah Indonesia (BSI) dalam pengembangan layanan Cash Deposit Machine (CDM).

    Kolaborasi ini terjadi dalam Festival Ekonomi dan Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) x Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE) 2025 beberapa waktu lalu. Direktur Komersial Jalin, Eko Dedi Rukminto mengatakan kolaborasi ini dilakukan untuk memperluas jangkauan perbankan syariah di jaringan agen ritel.

    Kemudian dengan BNI, Jalin memperluas fitur Cardless Cash Withdrawal (CCW) agar bank dan fintech dapat melakukan penarikan tunai di seluruh kanal transaksi yang dimiliki BNI. Kolaborasi juga dijalankan dengan BRI dan GoPay untuk layanan tarik tunai tanpa kartu bagi pengguna GoPay di ATM BRI.

    “Serta dengan BTN melalui penyediaan Cash Management System (CMS) guna meningkatkan efisiensi pengelolaan uang kas,” katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (6/11/2025).

    Dalam FEKDI x IFSE 2025 juga menjadi panggung bagi inovasi strategis nasional yang memperkuat konektivitas sistem pembayaran Indonesia. Salah satunya adalah peluncuran QRIS Tanpa Pindai (Tap In-Tap Out) di lima moda transportasi publik dan fasilitas parkir Jabodetabek yang memungkinkan masyarakat melakukan pembayaran cukup dengan satu sentuhan tanpa perlu memindai kode QR.

    Di saat bersamaan, BI juga memulai uji coba QRIS Cross-Border Indonesia-Korea Selatan, melanjutkan ekspansi konektivitas pembayaran lintas negara setelah sebelumnya diterapkan bersama Thailand, Malaysia, Singapura, dan Jepang.

    Saat ini, QRIS telah menjangkau hampir 60 juta pengguna di seluruh Indonesia, dengan sekitar 93% di antaranya merupakan pelaku UMKM, mencerminkan bahwa digitalisasi keuangan nasional tumbuh secara organik dari masyarakat dan menjadi fondasi utama inklusi ekonomi digital.

    (ara/ara)

  • KPK Ungkap Gubernur Riau Gunakan Uang Hasil Pemerasan untuk Plesiran ke Malaysia, Brasil, hingga Inggris

    KPK Ungkap Gubernur Riau Gunakan Uang Hasil Pemerasan untuk Plesiran ke Malaysia, Brasil, hingga Inggris

    GELORA.CO  – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan fakta kasus dugaan pemerasan yang menjerat Gubernur Riau, Abdul Wahid. Lembaga antirasuah menyebut, uang hasil pungutan atau pemerasan yang dikumpulkan dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jalan dan Jembatan Wilayah I–VI Dinas PUPR PKPP Riau digunakan untuk kepentingan pribadi sang gubernur, termasuk membiayai perjalanan ke luar negeri.

    Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan uang tersebut bersumber dari pungutan terhadap para pejabat di lingkungan Dinas PUPR PKPP Riau. 

    “Sejak awal yang bersangkutan sudah meminta. Untuk kegiatannya apa saja, ini macam-macam kegiatannya. Jadi, untuk keperluan yang bersangkutan. Makanya dikumpulinnya di tenaga ahlinya, Dani M. Nursalam,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11).

    Asep mengungkap, dana yang terkumpul dari pemerasan tersebut tidak hanya digunakan untuk kebutuhan operasional di dalam negeri, tetapi juga membiayai perjalanan Abdul Wahid ke sejumlah negara. 

    “Ada beberapa ini keperluan ke luar negeri, ke Inggris,” ujarnya.

    Selain perjalanan ke Inggris, Abdul Wahid disebut juga menggunakan sebagian uang hasil pemerasan itu untuk kunjungan ke Brasil. Menurutnya, perjalanan tersebut bukan bagian dari kegiatan resmi pemerintahan, melainkan agenda pribadi sang gubernur.

    “Selain ke Inggris, ada juga ke Brasil. Yang terakhir itu mau ke Malaysia,” tegasnya.

    Sebelumnya, KPK resmi menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan/penerimaan hadiah atau janji di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau Tahun Anggaran 2025. Penetapan tersangka ini terhadap Abdul Wahid setelah dirinya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK, pada Senin (3/11).

    Selain Abdul Wahid, KPK juga menjerat Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) M. Arief Setiawan; serta Tenaga Ahli Gubernur Riau, Dani M. Nursalam yang merupakan kader PKB sebagai tersangka.

    Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak menjelaskan, kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti melalui kegiatan penyelidikan hingga berujung pada operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Abdul Wahid dan sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov Riau.

    Tanak memaparkan, praktik suap itu bermula pada Mei 2025 ketika Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Riau, Ferry Yunanda, menggelar pertemuan dengan enam Kepala UPT Wilayah I–VI di salah satu kafe di Pekanbaru. 

    Dalam pertemuan tersebut, para peserta membahas kesanggupan memberikan fee yang akan disetorkan kepada Abdul Wahid sebagai imbalan atas penambahan anggaran tahun 2025. 

    “Fee tersebut atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I–VI Dinas PUPR PKPP,” ucap Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11).

    Dari hasil penyelidikan, KPK menemukan bahwa anggaran program pembangunan jalan dan jembatan itu mengalami lonjakan signifikan sebesar 147 persen, dari Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar. Setelah pertemuan awal, Ferry kemudian melapor kepada Kepala Dinas PUPR-PKPP Riau, Muhammad Arief Setiawan, mengenai kesanggupan memberikan fee sebesar 2,5 persen dari nilai proyek

    Namun, Arief yang diduga mewakili Abdul Wahid menolak besaran tersebut dan meminta peningkatan menjadi 5 persen atau sekitar Rp 7 miliar.

    “MAS (Muhammad Arief Setiawan) yang merepresentasikan AW (Abdul Wahid) meminta fee sebesar 5 persen atau Rp 7 miliar,” ungkap Tanak. 

    Menurutnya, Abdul Wahid juga menggunakan tekanan jabatan untuk memastikan permintaan tersebut dipenuhi. Melalui Arief, Abdul Wahid mengancam akan mencopot atau memutasi pejabat Dinas PUPR-PKPP yang tidak bersedia menyetujui permintaan tersebut. 

    “Di kalangan Dinas PUPR-PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah ‘jatah preman’,

  • Heboh Kematian Misterius Influencer Menawan Taiwan di Malaysia

    Heboh Kematian Misterius Influencer Menawan Taiwan di Malaysia

    Jakarta

    Kematian seorang influencer populer asal Taiwan, Iris Hsieh, di Kuala Lumpur menghebohkan Malaysia. Insiden itu kini diklasifikasikan sebagai kasus pembunuhan, hampir dua minggu setelah ia ditemukan tak sadarkan diri di dalam bak mandi hotel di Kuala Lumpur. Awalnya, dia disebut kena serangan jantung.

    Kepala Polisi Kuala Lumpur, Fadil Marsus, mengatakan kasus tersebut diubah statusnya. “Jenazahnya ditemukan 22 Oktober. Awalnya kami mengklasifikasikannya sebagai kematian mendadak, namun kini dikategorikan ulang sebagai kasus pembunuhan,” ujarnya.

    Polisi Malaysia menahan rapper sekaligus pembuat film Namewee, yang menemukan Iris Hsieh. Namewee yang bernama asli Wee Meng Chee dan berusia 42 tahun, mengaku menemukan Hsieh tak sadar di kamar mandi dan sempat CPR sebelum menghubungi layanan darurat.

    Hsieh yang berusia 31 tahun, tiba di Malaysia 20 Oktober, dilaporkan untuk kolaborasi dengan Namewee dalam proyek video. Influencer bernama asli Hsieh Yu-hsin itu pernah tampil dalam video musik Namewee tahun 2020 berjudul China Reggaeton. Sebelum beralih ke dunia modeling dan content creator, ia telah memiliki lebih dari setengah juta follower di Instagram.

    Namewee dikenal lewat musik kontroversial. Ia belajar komunikasi massa di Universitas Ming Chuan, Taiwan, dan mulai merilis lagu di YouTube sejak 2007. Namanya melejit lewat parodi rap terhadap lagu kebangsaan Malaysia, Negarakuku, yang memicu kemarahan publik sekaligus perhatian aparat.

    Ia kerap menjadi sasaran kecaman, terutama setelah lagu Fragile (2021) yang menyindir nasionalisme China diblokir di negara tersebut. Di Malaysia, ia juga beberapa kali berurusan dengan hukum karena video yang dianggap menyinggung isu agama.

    Kepala Polisi Dang Wangi, Sazalee Adam, membenarkan Namewee ditahan hingga 10 November. Namewee mengunggah video di Instagram yang memperlihatkan dirinya di kantor polisi. “Aku akan sepenuhnya membantu penyelidikan polisi dan bertanggung jawab kepada publik serta keluarga almarhum,” katanya.

    Di hari kematian Hsieh, Namewee sempat ditangkap atas dugaan kepemilikan dan penggunaan narkoba setelah polisi menemukan pil yang diduga ekstasi di kamarnya. Tes urine menunjukkan hasil positif. Ia kemudian didakwa pada 24 Oktober dan dibebaskan dengan jaminan. Sidang lanjutan dijadwalkan pada 18 Desember.

    Namewee membantah menggunakan atau memiliki narkoba. “Aku tidak menggunakan narkoba, dan tidak memilikinya. Paling-paling aku hanya sedikit lebih sering minum akhir-akhir ini,” katanya.

    Ia juga menyangkal terlibat dalam kematian Hsieh dan mengeluh lambatnya respons darurat. “Ambulans butuh hampir satu jam untuk datang. Aku sungguh tidak mengerti apa gunanya menelepon 999. Ketika aku menelepon lagi untuk menanyakan, aku malah dimarahi,” kisahnya.

    Hasil autopsi dan uji toksikologi Hsieh belum dipublikasikan dan penyebab kematian masih diselidiki. Dikutip detikINET dari Independent, jenazahnya telah diserahkan ke keluarganya

    Kematian influencer tersebut memicu spekulasi luas di Taiwan dan Malaysia. Manajernya, Chris, menuduh Namewee memberikan keterangan tidak konsisten ke polisi.

    Di bawah hukum Malaysia, vonis bersalah atas kasus pembunuhan dapat dijatuhi hukuman mati atau penjara hingga 40 tahun, ditambah sedikitnya 12 kali cambuk.
    Sementara untuk dakwaan narkoba, hukuman maksimalnya lima tahun dan sembilan kali cambuk.

    (fyk/afr)

  • Gubernur Riau Pakai “Jatah Preman” dari Bawahan untuk ke Inggris dan Brasil

    Gubernur Riau Pakai “Jatah Preman” dari Bawahan untuk ke Inggris dan Brasil

    Gubernur Riau Pakai “Jatah Preman” dari Bawahan untuk ke Inggris dan Brasil
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Gubernur Riau Abdul Wahid menggunakan uang hasil pemerasan atau disebut jatah preman dari penambahan anggaran 2025 untuk pergi ke luar negeri.
    Uang yang seharusnya dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR-PKPP) justru digunakan untuk pergi ke Inggris hingga Brasil.
    Hal tersebut diungkap oleh Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi
    KPK
    Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers pada Rabu (5/11/2025).
    “Sejak awal yang bersangkutan sudah meminta. Nah, untuk kegiatannya apa saja, ini macam-macam kegiatannya. Jadi, untuk keperluan yang bersangkutan. Makanya dikumpulinnya di tenaga ahlinya (Dani M. Nursalam). Ada beberapa ini keperluan ke luar negeri, ke Inggris, ini mengapa ada uang Poundsterling karena salah satu kegiatannya itu adalah pergi atau lawatan ke luar negeri,” ujar Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta.
    “Ada juga ke Brasil. Yang terakhir itu mau ke Malaysia,” sambungnya.
    Abdul Wahid menjadi satu dari tiga tersangka dalam kasus pemerasan di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau. Dua nama lainnya adalah Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan dan Tenaga Ahli
    Gubernur Riau
    Dani M Nursalam.
    Kasus ini berawal dari pertemuan Sekretaris Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau Ferry Yunanda dengan enam Kepala UPT Wilayah I-VI, Dinas PUPR PKPP untuk membahas kesanggupan memberikan
    fee
    kepada Abdul Wahid.
    Fee
    tersebut sebesar 2,5 persen berasal dari penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP yang semula Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar.
    Kemudian Ferry Yunanda menyampaikan hasil pertemuan tersebut kepada Arief Setiawan. Namun, Arief meminta fee 5 persen atau setara Rp 7 miliar untuk Abdul Wahid.
    “Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah ‘
    jatah preman
    ‘,” ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.
    Dari kesepakatan tersebut, KPK menemukan tiga kali setoran jatah fee untuk Abdul Wahid. Pertama pada Juni 2025, ketika itu, Ferry Yunanda mengumpulkan uang Rp 1,6 miliar dari para Kepala UPT.
    Dana sejumlah Rp 1 miliar kemudian mengalir kepada Abdul Wahid melalui perantara Tenaga Ahlinya Dani M Nursalam.
    Setoran kedua pada Agustus 2025, KPK menemukan bahwa Ferry kembali mengepul uang dari para kepala UPT sejumlah Rp 1,2 miliar.
    Atas perintah M Arief Setiawan, uang tersebut, didistribusikan untuk supirnya sebesar Rp 300 juta, proposal kegiatan perangkat daerah Rp 375 juta, dan disimpan oleh Ferry senilai Rp 300 juta.
    Kemudian pada November 2025, pengepulan dilakukan Kepala UPT 3 dengan total mencapai Rp 1,25 miliar. KPK menemukan uang tersebut mengalir kepada Abdul Wahid melalui M Arief senilai Rp 450 juta serta diduga mengalir Rp 800 juta yang diberikan langsung kepada Abdul Wahid.
    “Sehingga, total penyerahan pada Juni-November 2025 mencapai Rp 4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp7 miliar,” ujar Johanis.
    Dalam pertemuan ketiga pada Senin (3/11/2025), KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dengan menangkap Ferry Yunanda, M Arief Setiawan berserta lima Kepala UPT.
    Akibat perbuatannya, para tersangka disangkakan telah melanggar ketentuan dalam pasal 12e dan/atau pasal 12f dan/atau pasal 12B UU Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 5
                    
                        Jatah Preman "Tujuh Batang" Menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid
                        Nasional

    5 Jatah Preman "Tujuh Batang" Menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid Nasional

    Jatah Preman “Tujuh Batang” Menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Setelah rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) di Riau pada Senin (3/11/2025), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid bersama dua orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus pemerasan, pada Rabu (5/11/2025).
    Dua tersangka lain adalah Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan dan Tenaga Ahli
    Gubernur Riau
    Dani M Nursalam.
    Abdul Wahid
    dan dua tersangka ditampilkan di ruang konferensi pers Gedung Merah Putih, Jakarta.
    Abdul Wahid terlihat mengenakan rompi tahanan
    KPK
    dengan tangan diborgol.
    “Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka, yakni AW (Abdul Wahid), MAS (Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan), dan DAN (Dani M Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau),” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
    Dalam konferensi pers, KPK juga memamerkan uang senilai Rp 1,6 miliar dalam pecahan dollar AS, poundsterling, dan rupiah yang disita dalam operasi senyap tersebut.
    Johanis mengatakan, kasus ini berawal dari
    Gubernur Riau Abdul Wahid
    yang diwakili Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan mengancam akan mencopot para Kepala UPT, Dinas PUPR PKPP, jika tidak memberikan “jatah preman” atau
    fee
    sebesar 5 persen atau setara Rp 7 miliar.
    KPK mengatakan,
    fee
    tersebut diberikan atas adanya penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP.
    “Saudara MAS (M Arief Setiawan) yang merepresentasikan AW (Abdul Wahid), meminta
    fee
    sebesar 5 persen (Rp 7 miliar). Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya,” ujar Johanis.
    “Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah ‘jatah preman’,” sambung dia.
    Johanis mengatakan, pertemuan yang menyepakati besaran
    fee
    untuk Abdul Wahid dilaporkan oleh Sekretaris Dinas PUPR PKPP Ferry Yunanda kepada Muhammad Arief Setiawan dengan kode “7 batang”.
    Selanjutnya, KPK menemukan tiga kali setoran jatah preman untuk Abdul Wahid yang terjadi pertama kali pada Juni 2025.
    Ketika itu, Ferry Yunanda mengumpulkan uang Rp 1,6 miliar dari para Kepala UPT.
    Dari uang tersebut, Ferry mengalirkan dana sejumlah Rp 1 miliar kepada Abdul Wahid melalui perantara Tenaga Ahlinya Dani M Nursalam.
    Selanjutnya, pada Agustus 2025, KPK menemukan bahwa Ferry kembali mengepul uang dari para Kepala UPT sejumlah Rp 1,2 miliar.
    Atas perintah M Arief Setiawan, uang tersebut didistribusikan untuk drivernya sebesar Rp 300 juta, proposal kegiatan perangkat daerah Rp 375 juta, dan disimpan oleh Ferry senilai Rp 300 juta.
    Pada November 2025, pengepulan dilakukan Kepala UPT 3 dengan total mencapai Rp 1,25 miliar.
    KPK menemukan uang tersebut mengalir kepada Abdul Wahid melalui M Arief senilai Rp 450 juta, serta diduga mengalir Rp 800 juta yang diberikan langsung kepada Abdul Wahid.
    “Sehingga, total penyerahan pada Juni-November 2025 mencapai Rp 4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp 7 miliar,” ujar dia.
    Pada pertemuan ketiga pada Senin (3/11/2025), KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dengan menangkap Ferry Yunanda, M Arief Setiawan, berserta 5 Kepala UPT.
    “Selain itu, Tim KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang tunai sejumlah Rp 800 juta,” tutur dia.
    Kemudian, Abdul Wahid bersama orang kepercayaannya Tata Maulana ditangkap di salah satu kafe di Riau.
    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, para Kepala UPT Dinas PUPR PKPP meminjam uang di bank demi memenuhi setoran jatah preman tersebut.
    “Jadi, informasi yang kami terima dari para Kepala UPT bahwa mereka uangnya itu pinjam. Ada yang pakai uang sendiri, pinjam ke bank, dan lain-lain,” kata Asep.
    Asep juga mengatakan, uang hasil
    pemerasan
    tersebut digunakan Abdul Wahid untuk melakukan lawatan ke sejumlah negara.
    “Ada beberapa ini keperluan ke luar negeri, ke Inggris, ini mengapa ada uang poundsterling karena salah satu kegiatannya itu adalah pergi atau lawatan ke luar negeri. Ada juga ke Brasil. Yang terakhir itu mau ke Malaysia,” tutur dia.
    Adapun ketiga tersangka selanjutnya dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak 4-23 November 2025 di Rutan KPK.
    Akibat perbuatannya, para tersangka disangkakan telah melanggar ketentuan dalam Pasal 12e dan/atau Pasal 12f dan/atau Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 5
                    
                        Jatah Preman "Tujuh Batang" Menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid
                        Nasional

    5 Jatah Preman "Tujuh Batang" Menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid Nasional

    Jatah Preman “Tujuh Batang” Menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Setelah rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) di Riau pada Senin (3/11/2025), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid bersama dua orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus pemerasan, pada Rabu (5/11/2025).
    Dua tersangka lain adalah Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan dan Tenaga Ahli
    Gubernur Riau
    Dani M Nursalam.
    Abdul Wahid
    dan dua tersangka ditampilkan di ruang konferensi pers Gedung Merah Putih, Jakarta.
    Abdul Wahid terlihat mengenakan rompi tahanan
    KPK
    dengan tangan diborgol.
    “Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka, yakni AW (Abdul Wahid), MAS (Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan), dan DAN (Dani M Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau),” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
    Dalam konferensi pers, KPK juga memamerkan uang senilai Rp 1,6 miliar dalam pecahan dollar AS, poundsterling, dan rupiah yang disita dalam operasi senyap tersebut.
    Johanis mengatakan, kasus ini berawal dari
    Gubernur Riau Abdul Wahid
    yang diwakili Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan mengancam akan mencopot para Kepala UPT, Dinas PUPR PKPP, jika tidak memberikan “jatah preman” atau
    fee
    sebesar 5 persen atau setara Rp 7 miliar.
    KPK mengatakan,
    fee
    tersebut diberikan atas adanya penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP.
    “Saudara MAS (M Arief Setiawan) yang merepresentasikan AW (Abdul Wahid), meminta
    fee
    sebesar 5 persen (Rp 7 miliar). Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya,” ujar Johanis.
    “Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah ‘jatah preman’,” sambung dia.
    Johanis mengatakan, pertemuan yang menyepakati besaran
    fee
    untuk Abdul Wahid dilaporkan oleh Sekretaris Dinas PUPR PKPP Ferry Yunanda kepada Muhammad Arief Setiawan dengan kode “7 batang”.
    Selanjutnya, KPK menemukan tiga kali setoran jatah preman untuk Abdul Wahid yang terjadi pertama kali pada Juni 2025.
    Ketika itu, Ferry Yunanda mengumpulkan uang Rp 1,6 miliar dari para Kepala UPT.
    Dari uang tersebut, Ferry mengalirkan dana sejumlah Rp 1 miliar kepada Abdul Wahid melalui perantara Tenaga Ahlinya Dani M Nursalam.
    Selanjutnya, pada Agustus 2025, KPK menemukan bahwa Ferry kembali mengepul uang dari para Kepala UPT sejumlah Rp 1,2 miliar.
    Atas perintah M Arief Setiawan, uang tersebut didistribusikan untuk drivernya sebesar Rp 300 juta, proposal kegiatan perangkat daerah Rp 375 juta, dan disimpan oleh Ferry senilai Rp 300 juta.
    Pada November 2025, pengepulan dilakukan Kepala UPT 3 dengan total mencapai Rp 1,25 miliar.
    KPK menemukan uang tersebut mengalir kepada Abdul Wahid melalui M Arief senilai Rp 450 juta, serta diduga mengalir Rp 800 juta yang diberikan langsung kepada Abdul Wahid.
    “Sehingga, total penyerahan pada Juni-November 2025 mencapai Rp 4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp 7 miliar,” ujar dia.
    Pada pertemuan ketiga pada Senin (3/11/2025), KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dengan menangkap Ferry Yunanda, M Arief Setiawan, berserta 5 Kepala UPT.
    “Selain itu, Tim KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang tunai sejumlah Rp 800 juta,” tutur dia.
    Kemudian, Abdul Wahid bersama orang kepercayaannya Tata Maulana ditangkap di salah satu kafe di Riau.
    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, para Kepala UPT Dinas PUPR PKPP meminjam uang di bank demi memenuhi setoran jatah preman tersebut.
    “Jadi, informasi yang kami terima dari para Kepala UPT bahwa mereka uangnya itu pinjam. Ada yang pakai uang sendiri, pinjam ke bank, dan lain-lain,” kata Asep.
    Asep juga mengatakan, uang hasil
    pemerasan
    tersebut digunakan Abdul Wahid untuk melakukan lawatan ke sejumlah negara.
    “Ada beberapa ini keperluan ke luar negeri, ke Inggris, ini mengapa ada uang poundsterling karena salah satu kegiatannya itu adalah pergi atau lawatan ke luar negeri. Ada juga ke Brasil. Yang terakhir itu mau ke Malaysia,” tutur dia.
    Adapun ketiga tersangka selanjutnya dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak 4-23 November 2025 di Rutan KPK.
    Akibat perbuatannya, para tersangka disangkakan telah melanggar ketentuan dalam Pasal 12e dan/atau Pasal 12f dan/atau Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jatah Preman Gubernur Riau Abdul Wahid Dipakai Buat Pelesiran ke Inggris

    Jatah Preman Gubernur Riau Abdul Wahid Dipakai Buat Pelesiran ke Inggris

    GELORA.CO – Hasil pemerasan terhadap Kepala UPT Dinas PUPR PKPP Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau senilai Rp2,25 miliar digunakan Gubernur Abdul Wahid untuk pelesiran ke beberapa negara. 

    Hal itu disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Asep Guntur Rahayu kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu, 5 November 2025.

    “Ada keperluan ke luar negeri, ke Inggris ya tadi, mengapa ada uang poundsterling, karena salah satu kegiatannya itu adalah pergi lawatan ke luar negeri, salah satunya ke Inggris, kemudian ada juga ke Brasil rencananya dan yang terancangnya itu yang terakhir ini mau ke Malaysia seperti itu,” kata Asep. 

    Namun demikian, ia mengaku akan mendalami kegiatan ke luar negeri apakah kegiatan dinas atau nondinas.

    “Sedang kita perdalam ke Inggrisnya apakah itu kegiatan kedinasan atau non kedinasan,” pungkas Asep.

    Dari hasil OTT yang berlangsung sejak Senin, 3 November 2025, KPK resmi menetapkan 3 orang sebagai tersangka, yakni Abdul Wahid (AW) selaku Gubernur Riau, M Arief Setiawan (MAS) selaku Kepala Dinas PUPR PKPP Pemprov Riau, dan Dani M Nursalam (DAN) selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau. Ketiganya langsung ditahan sejak Selasa, 4 November 2025 di Rutan KPK.

    Dalam perkaranya, KPK mendapatkan informasi bahwa pada Mei 2025 terjadi pertemuan di salah satu kafe di Kota Pekanbaru antara Ferry dengan 6 Kepala UPT Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP untuk membahas kesanggupan pemberiaan fee yang akan diberikan kepada Abdul Wahid, yakni sebesar 2,5 persen.

    Fee tersebut atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP yang semula Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar atau terjadi kenaikan Rp106 miliar.

    Selanjutnya, Ferry menyampaikan hasil pertemuan tersebut kepada Arief. Namun, Arief yang merepresentasikan Abdul Wahid meminta fee 5 persen atau sebesar Rp7 miliar.

    Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah jatah preman.

    Kemudian, seluruh Kepala UPT beserta Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau melakukan pertemuan kembali dan menyepakati besaran fee untuk Abdul Wahid sebesar 5 persen atau sebesar Rp7 miliar. Hasil pertemuan tersebut kemudian dilaporkan kepada Kepala Dinas PUPR PKPP Riau dengan menggunakan bahasa kode “7 batang”.

    Dari kesepakatan tersebut, setidaknya terjadi 3 kali setoran fee jatah Abdul Wahid. Pada Juni 2025 terjadi setoran pertama, Ferry sebagai pengepul uang dari Kepala UPT mengumpulkan total Rp1,6 miliar. Dari uang tersebut, atas perintah Arief sebagai representasi Abdul Wahid, Ferry mengalirkan dana sejumlah Rp1 miliar kepada Abdul Wahid melalui perantara, yakni Dani. Kemudian, Ferry juga memberikan uang Rp600 juta kepada kerabat Arief.

    Selanjutnya pada Agustus 2025, atas perintah Dani sebagai representasi Abdul Wahid melalui Arief, Ferry kembali mengepul uang dari para Kepala UPT dengan uang terkumpul Rp1,2 miliar. Atas perintah Arief, uang tersebut di antaranya didistribusikan untuk driver Arief sebesar Rp300 juta, proposal kegiatan perangkat daerah Rp375 juta, dan disimpan Ferry senilai Rp300 juta.

    Kemudian pada November 2025, tugas pengepul dilakukan Kepala UPT 3 dengan total mencapai Rp1,25 miliar, di antaranya dialirkan untuk Abdul Wahid melalui Arief senilai Rp450 juta, serta diduga mengalir Rp800 juta yang diberikan langsung kepada Abdul Wahid.

    Sehingga, total penyerahan pada Juni-November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp7 miliar. Khusus untuk Abdul Wahid, menerima Rp2,25 miliar.

  • Kemenhub Ungkap Ongkos Mahal Tantangan Utama Logistik Indonesia

    Kemenhub Ungkap Ongkos Mahal Tantangan Utama Logistik Indonesia

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengungkapkan tantangan besar logistik yang masih Indonesia hadapi, dan perlu penyelesaian secara bersama-sama seluruh stakeholder. 

    Direktur Jenderal Integrasi Transportasi dan Multimoda Kemenhub Risal Wasal menuturkan, saat ini, potensi Indonesia sangat besar dalam mobilitas dan angkutan barang, dengan memiliki 391 terminal, 669 stasiun, 353 pelabuhan, dan 257 bandara. 

    Meski demikian, masih menjadi tantangan dalam mengangkut dan mendistribusikan barang ke seluruh wilayah Nusantara. Termasuk soal biaya yang lebih efisien dan murah.

    “Tantangan pertama kita, bagaimana mobilitas barang dan orang yang efisien terhubung berkelanjutan,” ujarnya dalam malam penghargaan BILA 2025 di Hotel Borobudur, Rabu (5/11/2025). 

    Padahal, sektor transportasi dan pergudangan tumbuh rata-rata 19,07% selama 5 tahun terakhir. Capaian tersebut jauh ebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Ini bukti nyata bahwa sektor logistik merupakan salah satu tulang punggung perekonomian di Indonesia. Namun demikian, kita juga masih menghadapi tantangan yang harus kita jawab bersama,” tambah Risal. 

    Saat ini pun, Indonesia memiliki 10 kota metropolitan, 71 daerah 3TP (tertinggal, terdepan, terluar, dan perbatasan), 17 kawasan industri, 25 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), 10 Kawasan Sentra Produksi Pangan (KSPP), yang perlu dihubungkan. 

    Tantangan lainnya, yakni dalam pengembangan sektor transportasi multimoda untuk industri logistik. 

    Dirinya tidak menampik, bahwa saat ini infrastruktur multimoda yang ada belum betul-betul terintegrasi pada moda-moda lainnya, seperti darat, laut, maupun udara. 

    Sementara Tol Laut, yang digadang-gadang bakal mempermudah arus barang di wilayah 3T, justru mengalami masalah baru. Tak jarang kapal-kapal yang beroperasi sebagai Tol Laut tidak tepat waktu, sehingga barang yang diangkut terbengkalai. 

    Di samping itu, Logistic Performance Index (LPI) pun masih menjadi pekerjaan rumah yang menjadi perhatian besar. LPI Indonesia masih berada di angka 3,0. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan beberapa negara Asean, misalnya Singapura 4,3, Malaysia 3,6, Thailand 3,5, Filipina 3,3, dan Vietnam 3,3. 

    “Ini tantangan kita bersama bagaimana kita menaikkan daripada logistik performance index Indonesia,” tambahnya. 

    Risal menegaskan bahwa Kementerian Perhubungan berkomitmen untuk menjawab tantangan tersebut, sekaligus mendorong sisi transportasi yang efisien, terhubung, terindikasi, berdaya saing di seluruh Indonesia.

    Kementerian Perhubungan pun terus mendorong langkah-langkah transformasi logistik nasional dengan lima pilar utama integrasi multimoda.

    Pertama, melalui integrasi kelembagaan antara stakeholder terkait. Kedua, integrasi fisik dari simpul logistik, mulai dari pelabuhan, bandara, dry port, dan terminal multimoda. Ketiga, Integrasi pembayaran pengangkutan hingga karantina dan pajak. 

    Keempat, integrasi jaringan berupa jaringan transportasi darat, kereta api barang, laut, dan udara. Terakhir, integrasi infromasi. 

  • Parah, Gubernur Riau Korupsi Demi Liburan ke Inggris-Brasil

    Parah, Gubernur Riau Korupsi Demi Liburan ke Inggris-Brasil

    Bisnis.com, JAKARTA – Gubernur Riau Abdul Wahid menggunakan uang hasil pemerasan untuk pergi ke luar negeri mulai dari ke Inggris hingga Brasil. 

    Hal itu terungkap usai Abdul Wahid ditangkap dalam operasi tangkap tangan hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik lembaga antirasuah. 

    Adapun uang tersebut diperoleh dari fee 5% atau Rp7 miliar atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP. Fee tersebut naik satu kali lipat dari kesepakatan awal sebesar 2,5%.

    Namun, total uang penyerahan pada Juni – November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal.

    “Ada beberapa ini keperluan ke luar negeri, ke Inggris, ini mengapa ada uang Poundsterling karena salah satu kegiatannya itu adalah pergi atau lawatan ke luar negeri, ke Inggris, ada juga ke Brasil. Yang terakhir itu mau ke Malaysia,” kata Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers, Rabu (5/11/2025).

    Asep mengatakan uang yang diminta Abdul Wahid dikumpulkan melalui tenaga ahli yang bernama Dani M Nursalam. 

    Di sisi lain, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan bahwa pemberian fee telah direncanakan sejak bulan Mei 2025. Fee 2,5% saat Ferry Yunanda selaku Sekretaris Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau bertemu dengan 6 kepala UPT wilayah I-VI. 

    Hasil pertemuan disampaikan kepada Kepala Dinas PUPR PKPP M. Arief Setiawan, di mana kemudian Arief sebagai representasi Abdul Wahid menaikan fee sebesar 5%.

    Johanis menuturkan bahwa Abdul Wahid memberikan ancaman pencopotan jabatan bagi pejabat yang tidak memberikan fee tersebut.

    “Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah jatah preman,” ujarnya.

    Setelah mengumpulkan barang bukti, KPK menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR PKPP M. Arief Setiawan, dan Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau Dani M Nursalam.

    Diketahui, Dani berperan menginstruksikan Ferry untuk mengumpulkan uang dari para Kepala UPT. Kendati demikian, KPK masih melakukan pendalaman terhadap Ferry untuk menemukan barang bukti yang cukup.

    KPK juga telah mengamankan uang senilai Rp800 juta. Kemudian melakukan penggeledahan di rumah Abdul Wahid di Jakarta Selatan dan mengamankan 9.000 poundsterling serta US$3.000 atau jika dirupiahkan sebesar Rp800 juta. Sehingga hasil penyitaan dari hasil tangkap tangan, KPK mengamankan Rp1,6 miliar.