Negara: Malaysia

  • Pajak Pensiun dan Absennya Keadilan Fiskal

    Pajak Pensiun dan Absennya Keadilan Fiskal

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemajakan uang pensiun memicu perdebatan serius. Sembilan karyawan swasta bahkan mengajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi atas ketentuan Pasal 4 ayat 1 UU No. 7/1983 tentang Pajak Penghasilan dan Pasal 17 UU PPH juncto UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Regulasi tersebut menetapkan bahwa pendapatan pensiun dianggap sebagai tambahan kemampuan ekonomis sehingga dapat dikenai Pajak Penghasilan (PPh 21).

    Namun, Mahkamah Konsti tusi (MK) menolak permohonan uji materi terkait Pajak Penghasilan (PPh) atas pensiun dan pesangon. Hakim MK menilai permohonan yang disampaikan tidak jelas atau kabur (obs-cuur). Putusan ini tak ayal menimbulkan kegelisahan sekaligus pertanyaan mendasar, pantaskah pendapatan/uang pensiun yang sejatinya merupakan hasil tabungan dan jerih payah pekerja selama puluhan tahun kembali harus dibebani pajak?

    Dasar hukum yang mema-yungi pemajakan atas uang pensiun bisa saja dibaca secara formal dan literal, tetapi membaca hukum tanpa memperhatikan fungsi ekonomi dan sosial dari objek yang dipajaki adalah problematik, mengapa?

    Pertama, komponen uang pensiun sejatinya adalah pengembalian modal dari iuran yang dipotong dari upah pekerja selama bertahun-tahun. Secara fundamental uang pensiun sangat berbeda dari pendapatan rutin. Pensiun bukan windfall yang menambah kemampuan konsumsi berkelanjutan, melainkan bantalan hidup bagi pekerja di masa senja. Kedua, memajaki uang pensiun bersifat sangat regresif bagi kelompok rentan, kelas menengah-bawah dan pekerja yang hidup pas-pasan tidak punya tabungan lain, apalagi investasi, atau jaring pengaman finansial lainnya. Ketika negara memotong uang pensiun dengan logika pajak penghasilan, yang terjadi bukan redistribusi dari kaya ke miskin, melainkan menjadi beban bagi kelompok paling rentan dengan memangkas satu-satunya pengaman ekonomi mereka. Bagi banyak pensiunan, uang pensiun tidak sama dengan tambahan kemampuan ekonomis dalam bentuk penghasilan tambahan, melainkan menjadi satu-satunya pendapatan setelah berhenti bekerja.

    Ketiga, kebijakan semacam ini mengabaikan peran negara sebagai pelindung sosial. Negara yang bijak menata kebijakan fiskalnya tidak berorientasi pada penerimaan jangka pendek, tetapi juga menempatkan perlindungan sosial sebagai tujuan kebijak-an terutama ketika menyangkut kelompok yang rentan seperti pensiunan. Memperlakukan uang pensiun seolah-olah gaji aktif menunjukkan miskonsepsi serius terhadap fungsi sosial dari uang pensiun. Memajakinya justru akan mengikis bantalan tersebut, yang berarti negara mele-mahkan proteksi pensiunan yang semestinya menjadi hak mereka, terutama bagi mereka yang tidak lagi punya sumber penghasilan lain

    ANOMALI

    Dalam laporan berjudul Pensions at a Glance Asia/Pacific 2024 terbitan OECD, menyatakan sejumlah besar negara-negara di Asia sama sekali tidak mengenakan pajak atas pendapatan/uang pensiun. Singapura dan Malaysia menjadi contohnya.

    Berdasarkan laporan yang sama, Singapura menempatkan dana pensiun sebagai bagian dari sistem perlindung-an sosial dan bukan sebagai objek fiskal. Pendapatan pensiun yang bersumber dari Central Provident Fund (dana pensiun Singapura), sepenuhnya bebas pajak. Singapura tidak menganggap dana tersebut sebagai penghasilan baru, melainkan hasil tabungan sosial yang dikumpulkan pekerja selama masa produktifnya. Selanjutnya, Malaysia menjadi negara yang juga paling konsisten melindungi dana pensiun dari beban pajak. Sistemnya mengikuti pola Exempt–Exempt–Exempt (EEE), yang berarti iuran, hasil investasi/tabungan, dan pencairan pensiun semuanya bebas pajak. Sejak awal, iuran yang disetorkan ke Employees Provident Fund (dana pensiun Malaysia), tidak dianggap sebagai penghasilan kena pajak.

    Bagaimana dengan Indonesia? Secara format, skema perpajakan Indonesia kerap mengikuti pola Exempt–Exempt–Taxed (EET). Pada tahap awal iuran dan hasil investasi dana pensiun tidak dipajaki, tetapi dikenai pajak saat pencairan. Dalam praktiknya, logika itu tidak berjalan sebagai-mana mestinya. Pemerintah tidak membedakan asal-usul dana pensiun yang dicairkan, entah itu dari iuran jaminan hari tua karyawan ataupun dari yang ditanggung oleh pemberi kerja. Padahal, sebagian dana itu, khususnya iuran yang diambil dari kantong pekerja berasal dari gaji bulanan yang sebenarnya sudah dikenai PPh 21 pada saat pekerja masih aktif, tetapi ketika uang pensiun tersebut dicairkan, ia tetap dipungut pajak kembali. Dengan logika yang demikian, posisi Indonesia terlihat anomali. Ketika Malaysia dan Singapura membebaskan sepenuhnya manfaat pensiun dari pajak, Indonesia justru memperlakukan pendapatan pensiun layaknya penghasilan bulanan yang masih aktif diperoleh.

    Padahal, konteks ekonominya sama sekali berbeda. Seorang pensiunan tidak lagi punya kapasitas untuk menambal beban fiskal itu melalui kerja produk-tif, sehingga memungutnya dari uang pensiun hanya memperkecil bantalan ekono-mi mereka di masa tua.

    KEADILAN FISKAL

    Pajak yang ideal tidak hanya mengacu pada kemampuan membayar (ability to pay), tetapi juga mempertimbangkan fungsi sosial dari objek yang dipajaki. Dalam konteks ini, uang pensiun jelas tidak bisa disamakan dengan pendapatan aktif, dan bukan tambahan kemampuan ekonomis sebagaimana yang diasumsikan undang-undang. Dalam kon disi seperti ini, negara perlu meninjau ulang cara pandangnya terhadap pendapatan pensiun, bukan semata sebagai sumber penerimaan, tetapi sebagai hak pekerja. Salah satu langkah korektif yang paling rasional ialah, pertama, memasukkan pendapatan pensiun ke dalam negative list PPh, yaitu daftar penghasilan yang secara eks-plisit dikecualikan dari objek pajak.

    Pendekatan ini penting bukan hanya untuk memastikan negara hadir dalam menajamin fungsinya sebagai pe lindung sosial, tetapi juga untuk menegaskan posisi moral negara.

    Kedua, menetapkan ambang bebas pajak khusus bagi pensiunan, mirip dengan skema senior citizen allowance di beberapa negara yang menyesuaikan dengan biaya hidup lansia dan kebutuhan kesehatan mereka. Kebijakan ini penting karena struktur pengeluaran pensiunan berbeda dari kelompok usia produktif. Sebagian besar pendapatan mereka ter-serap untuk kebutuhan kesehatan, obat-obatan, dan biaya perawatan jangka panjang. Ketiga, pemerintah perlu mencari sumber penerimaan lain yang lebih progresif ketimbang terus menekan kelompok pensiunan. Basis pajak dapat diperluas melalui optimalisasi pajak kekayaan, pajak warisan, atau pajak orang superkaya yang selama ini cenderung belum tergarap maksimal.

    Langkah-langkah korektif ini tentunya membutuhkan keberanian politik dan kejelasan arah kebijakan. Reformasi yang berpihak pada keadilan tidak akan per nah lahir bila negara terus bertumpu pada logika penerimaan jangka pendek. Pada akhirnya, memajaki pendapatan pensiun berarti mengorbankan rasa keadil-lan demi penerimaan jangka pendek. Negara yang adil seharusnya hadir melindungi hari tua warganya, bukan seolah memungut kembali hasil kerja keras pekerjanya di masa muda. Pada titik ini, pemajakan atas pendapatan pensiun kehilangan orientasi keadilannya, dan berubah menjadi mekanisme fiskal yang dingin tanpa mempertimbangkan nasib kelompok pensiunan yang renta

  • BKHIT Sumsel fasilitasi ekspor kopi asal dua kabupaten ke Malaysia

    BKHIT Sumsel fasilitasi ekspor kopi asal dua kabupaten ke Malaysia

  • Daya Beli Masyarakat Lemah, Industri F&B Garap Pasar Konsumen Muda

    Daya Beli Masyarakat Lemah, Industri F&B Garap Pasar Konsumen Muda

    Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha masih optimistis terhadap prospek industri makanan dan minuman (food and beverages/F&B) dalam negeri di tengah tantangan daya beli masyarakat yang menurun dengan strategi beradaptasi terhadap pasar generasi muda yang besar.

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi berdasarkan produk domestik bruto (PDB) pada Kuartal III/2025 secara tahunan mencapai 5,04% secara tahunan. Pertumbuhan ekonomi ini lebih lambat bila dibandingkan kuartal II/2025 yang tumbuh 5,12% YoY.

    BPS mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025 didorong industri pengolahan, perdagangan, informasi dan komunikasi, serta pertanian.

    Industri pengolahan tercatat tumbuh 5,54% YoY di kuartal III/2025, melambat dari kuartal sebelumnya sebesar 5,68% YoY, dengan kontribusi sebesar 19,15% ke PDB. Lebih rinci, permintaan masyarakat paling banyak pada sektor industri makanan dan minuman yang tumbuh 6,48%. 

    Direktur Sales Tetra Pak Indonesia Hendra Wijaya mengatakan perubahan perilaku konsumen menjadi pendorong utama bagi industri F&B agar terus berinovasi.

    “Konsumen sekarang berbeda terutama dengan porsi generasi muda lebih besar. Mereka lebih peduli pada kesehatan, gaya hidup, dan keberlanjutan. Karena itu, produk-produk inovasi di industri F&B harus diarahkan untuk menjawab kebutuhan konsumen modern tersebut,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (12/11/2025).

    Hendra menjelaskan bahwa Tetra Pak saat ini juga telah merambah kemasan untuk berbagai kategori produk, mulai dari susu, santan, teh, kopi, hingga minuman berbasis nabati alias plant-based. Perusahaan juga berfokus pada pengembangan pasar baru, baik yang bersifat niche maupun massal, seiring perubahan tren konsumsi masyarakat.

    “Generasi muda sekarang lebih memilih produk yang sehat, rendah gula, dan berbasis tanaman. Kami mendukung produsen F&B untuk berinovasi menghadirkan produk seperti itu,” jelasnya.

    Meskipun pelemahan ekonomi berdampak pada hampir seluruh sektor, Hendra optimistis bahwa pertumbuhan industri F&B akan tetap positif seiring dengan meningkatnya populasi Indonesia.

    “Selama populasi naik, industri makanan dan minuman juga akan terus tumbuh,” tambahnya.

    Menurutnya, sektor makanan dan minuman Indonesia masih menjadi salah satu pasar paling dinamis di Asia Tenggara, didorong oleh pesatnya tingkat urbanisasi, meningkatnya pendapatan kelas menengah, dan perubahan gaya hidup konsumen.

    Selain itu, menurutnya inovasi menjadi kebutuhan bisnis yang mendesak, seiring meningkatnya permintaan konsumen terhadap pilihan makanan dan minuman lebih sehat, berkelanjutan, dan praktis. 

    “Pada pasar yang dinamis, seperti Indonesia, pertumbuhan bukan hanya soal volume, tapi juga tentang kemampuan beradaptasi, diferensiasi dan keberlanjutan” tekannya.

    Hendra menyebut pasca pandemi Covid-19 juga dapat menjadi momentum penting bagi para pelaku industri dalam calon pelanggan baru

    Marketing Director Tetra Pak Malaysia, Singapore, Philippines & Indonesia (MSPI)  John Jose juga memproyeksikan masa depan industri makanan dan minuman penuh peluang. 

    “Baik produsen yang sudah mapan maupun yang baru berkembang harus mampu mendukung dan mengadopsi inovasi untuk pertumbuhan berkelanjutan,” terangnya.

  • Bos Pabrik Elektronik RI Bilang Percuma Bersaing dengan China

    Bos Pabrik Elektronik RI Bilang Percuma Bersaing dengan China

    Jakarta, CNBC Indonesia – Industri elektronik dalam negeri menghadapi tantangan berat untuk bersaing dengan produk asal China. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Daniel Suhardiman menegaskan bahwa tanpa campur tangan pemerintah, industri lokal tidak akan mampu mengejar skala ekonomi raksasa produksi Negeri Tirai Bambu tersebut.

    “Sangat sulit bagi industri dalam negeri untuk bisa bersaing dengan Tiongkok tanpa campur tangan pemerintah, saya garis bawahi, kami gak akan bisa bersaing dengan Tiongkok tanpa campur tangan pemerintah karena skala ekonomi Tiongkok sudah jauh melampaui Indonesia,” ujar Daniel dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII di Gedung DPR, Rabu (12/11/2025).

    Ia menjelaskan bahwa ketimpangan kapasitas produksi antara kedua negara membuat industri lokal kesulitan bersaing secara harga maupun efisiensi.

    “Misal AC, pendingin udara atau pendingin ruangan, di Tiongkok permintaan pasar lebih dari 30 juta setahun, Indonesia sih 2,3-2,5 juta. Kalau industri komponen utamanya yaitu kompresor, Tiongkok 100 juta produksinya, jadi di luar kemampuan industri Indonesia untuk bersaing,” jelasnya.

    Perbedaan volume produksi ini membuat biaya produksi di Tiongkok jauh lebih murah dan tak terjangkau oleh pelaku usaha Indonesia. Kendati demikian, Daniel menilai bahwa posisi industri Indonesia sebenarnya masih cukup kuat jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.

    “Kalau apple to apple dengan negara ASEAN lain kami cukup kuat, hampir enggak ada produksi Vietnam, Malaysia yang mudah bisa unggul dibanding produk dalam negeri,” tuturnya.

    Namun, ia menegaskan bahwa kekuatan tersebut belum cukup untuk menandingi dominasi China di pasar global. Selain faktor skala produksi, Daniel juga menyoroti kebijakan fiskal yang membuat produk asal China makin kompetitif.

    “Ditambah lagi ekspor tax rebate setahu kami ada 13% yang dibuang ke harga, sehingga kalau bicara skala ekonomis maupun ditambah tax rebate, ini secara alami barang sama kualitas sama diproduksi Tiongkok dan Indo selisih 25%,” ungkapnya.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Thailand Tuntut Kamboja Minta Maaf Atas Ledakan Ranjau

    Thailand Tuntut Kamboja Minta Maaf Atas Ledakan Ranjau

    Bangkok

    Pemerintah Thailand menuntut permintaan maaf dari Kamboja setelah menuduh negara tetangganya itu memasang ranjau darat baru yang melukai tentara Thailand di perbatasan. Insiden itu mendorong Bangkok untuk menangguhkan pakta gencatan senjata yang dimediasi oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Kamboja membantah tuduhan bahwa mereka telah memasang ranjau yang meledak pada Senin (10/11) waktu setempat, dan melukai seorang tentara Thailand yang sedang berpatroli di sepanjang perbatasan yang disengketakan antara kedua negara.

    “Kami menuntut pihak Kamboja menyampaikan permintaan maaf,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand, Nikorndej Balankura, saat berbicara kepada wartawan, seperti dilansir Reuters, Rabu (12/11/2025).

    “Kami meminta mereka untuk mencari fakta tentang apa yang terjadi dan siapa yang bertanggung jawab, dan dengan itu, kami meminta mereka untuk mengambil langkah-langkah guna mencegah terulangnya situasi serupa di masa mendatang,” tegasnya.

    Juru bicara pemerintah Kamboja menolak berkomentar mengenai tuntutan Thailand tersebut.

    Insiden ranjau di perbatasan itu kembali mengobarkan ketegangan setelah konflik antara kedua negara berdarah selama lima hari pada Juli lalu.

    Pertempuran pada saat itu berakhir setelah Trump menelepon para pemimpin Thailand dan Kamboja. Trump juga menyaksikan langsung penandatanganan perjanjian gencatan senjata yang digelar di Malaysia bulan lalu.

    Setidaknya 48 orang tewas dan sekitar 300.000 orang terpaksa mengungsi sementara selama bentrokan yang diwarnai saling menembakkan roket, artileri berat, dan serangan udara itu terjadi.

    Kementerian Pertahanan Kamboja, pada Selasa (11/11), membantah pihaknya telah memasang ranjau dan menegaskan komitmen untuk bekerja sama dengan Thailand sesuai kesepakatan.

    Ledakan ranjau darat di sepanjang wilayah perbatasan kedua negara, yang menjadi sengketa, menjadi salah satu pemicu bentrokan di perbatasan, dengan setidaknya tujuh tentara Thailand mengalami luka parah dalam insiden serupa sejak 16 Juli.

    Berdasarkan analisis ahli atas materi yang dibagikan oleh militer Thailand, seperti dilaporkan Reuters, beberapa ranjau itu kemungkinan baru saja ditanam.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Probabilitas ditemukan migas dari kegiatan eksplorasi capai 30 persen

    Probabilitas ditemukan migas dari kegiatan eksplorasi capai 30 persen

    Di Indonesia yang tadi indeksnya adalah 1 banding 10, sekarang sudah 30 persen. Jadi, probabilitas untuk ditemukannya migas itu sudah 30 persen dari kegiatan eksplorasi…,

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Djoko Siswanto mengatakan, probabilitas ditemukan migas dari kegiatan eksplorasi sudah mencapai 30 persen.

    “Di Indonesia yang tadi indeksnya adalah 1 banding 10, sekarang sudah 30 persen. Jadi, probabilitas untuk ditemukannya migas itu sudah 30 persen dari kegiatan eksplorasi. Kalau misalnya kita ngebornya sumur 10, Insya Allah tiga discovery (ditemukan migas),” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XII DPR RI di Jakarta, Rabu.

    Dalam kesempatan tersebut, dia melaporkan bahwa Indonesia masih memiliki banyak cekungan migas yang belum dieksplorasi. Salah satu kendala yang menyebabkan hal tersebut terkait perizinan dan terutama anggaran eksplorasi.

    Saat ini, anggaran eksplorasi masih hanya sekitar lebih dari 1 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Padahal, pihaknya mengaku sudah berusaha memperbaiki aspek fiskalnya.

    “Perizinan juga kita upayakan untuk mempersingkat dan mempercepat proses perizinan dan yang paling penting adalah anggaran untuk eksplorasi karena tidak satupun bank dalam negeri yang mau membiayai untuk eksplorasi karena risikonya besar,” ungkap Djoko.

    SKK Migas mengusulkan, di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Migas yang sedang disusun, Indonesia bisa belajar dari Inggris melalui British Petroleum dan Malaysia melalui Petronas untuk mendanai kegiatan eksplorasi.

    Di Inggris, lanjutnya, pernah suatu ketika seluruh pendapatan dari hulu migas digunakan untuk eksplorasi, sehingga ditemukan ladang gas di kawasan Inggris Timur Laut yang cukup besar.

    Begitu pula dengan sebagian dari hasil Kontrak Bagi Hasil Petronas yang dipakai untuk kegiatan eksplorasi.

    “Di kita, beberapa tahun yang lalu produksi kita mencapai 1,6 juta (barel setara minyak per hari. Konsesi kita saat itu 600 ribu, sehingga kita ekspor 1 juta lebih kurang, maka kita menjadi negara OPEC (Organisasi Petroleum Exporter Country). Sekarang kebalikan, kita impor banyak, kita impor terus, kemudian impor LPG (Liquefied Petroleum Gas) cukup besar hampir 80 persen dan impor bensin,” ucap dia.

    “Alhamdulillah untuk solar kita sudah B30, B35. Nanti ke depan Pak Menteri (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia) sudah menyampaikan (bahwa) gak impor lagi solar. Tetapi bensin, Pak Menteri sudah menyampaikan, nanti akan ada bio etanol, bio fuel dan juga kendaraan listrik, hidrogen atau hibrid, dan sebagainya,” kata Kepala SKK Migas.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • SKK Migas Usul Penerimaan Hulu Migas Dialihkan untuk Eksplorasi

    SKK Migas Usul Penerimaan Hulu Migas Dialihkan untuk Eksplorasi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengusulkan agar seluruh penerimaan dari kegiatan hulu migas dapat dialokasikan untuk memperkuat kegiatan eksplorasi. Langkah ini dilakukan guna menggenjot cadangan dan produksi minyak dan gas nasional.

    Kepala SKK Migas Djoko Siswanto mengatakan anggaran untuk eksplorasi migas saat ini masih sangat terbatas. Ditambah lagi, tidak ada satupun bank dalam negeri yang mau membiayai kegiatan eksplorasi karena risikonya besar.

    Padahal tingkat keberhasilannya di Indonesia saat ini sudah meningkat dari 10 persen menjadi sekitar 30 persen. Oleh sebab itu, ia mengusulkan agar Indonesia dapat meniru model pembiayaan yang diterapkan oleh Inggris dan Malaysia.

    “Kendalanya adalah anggaran, nah kami mengusulkan ke depan mungkin barangkali nanti ada pembahasan RUU, bagaimana belajar dari Inggris dan Malaysia, di sini ada BP dan ada Petronas,” ujar Djoko dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (12/11/2025).

    Djoko membeberkan di Inggris, pernah seluruh revenue hulu migasnya digunakan untuk eksplorasi hingga akhirnya ditemukan ladang gas besar di North Sea. Hal serupa juga dilakukan oleh Petronas di Malaysia, di mana sebagian hasilnya dikembalikan untuk kegiatan eksplorasi.

    Menurut Djoko Indonesia sejatinya pernah menjadi pengekspor minyak dan gas (migas) yang signifikan, bahkan pernah mengekspor hingga 1 juta barel per hari. Sementara kondisi saat ini beralih menjadi pengimpor yang cukup besar.

    “Di kita beberapa tahun yang lalu produksi kita mencapai 1,6-1,7 juta barel, konsumsi kita saat itu 600 ribu barel sehingga kita ekspor 1 juta barel lebih kurang maka kita menjadi negara OPEC,” katanya.

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tidak Hanya Dolar, Rupiah Keok di Hadapan Ringgit Jadi Rp4 Ribu per Ringgit

    Tidak Hanya Dolar, Rupiah Keok di Hadapan Ringgit Jadi Rp4 Ribu per Ringgit

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Nilai tukar rupiah makin terpuruk. Tidak hanya melemah terhadap dolar Amerika Serikat, kini rupiah juga “keok” di hadapan Ringgit Malaysia. Per Selasa (11/11/2025), nilai tukar 1 ringgit menembus Rp4.011.

    Angka itu menjadi yang terlemah sepanjang sejarah kurs antara rupiah dan ringgit. Sebagai perbandingan, awal tahun ini posisi ringgit masih di kisaran Rp3.400–Rp3.500 per ringgit.

    Artinya, rupiah sudah melemah lebih dari 15 persen hanya dalam beberapa bulan.
    Kenaikan nilai ringgit tidak lepas dari penguatan ekonomi Malaysia yang lebih stabil dan terkendalinya inflasi di negara tersebut.

    Selain itu, ekspor Malaysia yang meningkat membuat arus devisa mereka lebih kuat.

    Sementara di dalam negeri, rupiah juga tertekan terhadap dolar AS. Berdasarkan catatan Antara pada Rabu pagi (12/11/2025), rupiah dibuka di level Rp16.716 per dolar AS, turun sekitar 0,13 persen dibanding hari sebelumnya.

    Melemahnya rupiah ini menjadi tanda tekanan ganda terhadap mata uang nasional. Dolar terus menguat di tengah kebijakan moneter ketat The Fed, sementara ringgit menguat berkat prospek ekonomi yang lebih baik di kawasan Asia Tenggara.

    Ekonom menilai, tekanan terhadap rupiah disebabkan oleh kombinasi faktor eksternal dan domestik. Dari luar negeri, ketidakpastian global dan tingginya imbal hasil obligasi AS membuat investor menarik dana dari pasar berkembang, termasuk Indonesia.

    Sementara dari dalam negeri, faktor defisit transaksi berjalan dan ketergantungan pada impor bahan baku masih menjadi beban. Kondisi ini membuat rupiah sulit menahan tekanan saat investor global memilih aset yang dianggap lebih aman.

  • Kata Pemerintah Malaysia soal Usul Durian Jadi Buah Nasional

    Kata Pemerintah Malaysia soal Usul Durian Jadi Buah Nasional

    Jakarta

    Asosiasi produsen mengusulkan agar pemerintah Malaysia menetapkan durian sebagai buah nasional. Lalu seperti apa tanggapan pemerintah Malaysia?

    Dilansir The Star dan Straits Times, Selasa (11/11/2025), usulan itu disampaikan oleh Asosiasi Produsen Durian Malaysia (ADM). Presiden DMA Eric Chan mengatakan bahwa pihaknya telah secara resmi mengajukan permohonan kepada Kementerian Pertanian dan Ketahanan Pangan untuk menetapkan durian, yang dijuluki “raja buah-buahan”, sebagai buah nasional Malaysia.

    DMA juga meminta supaya tanggal 7 Juli ditetapkan sebagai Hari Durian Nasional.

    “Durian bukan sekadar buah biasa. Durian merupakan bagian dari identitas nasional kita,” kata Eric dalam pernyataannya.

    “Setiap warga Malaysia, apa pun latar belakangnya, memiliki kisah dengan durian — sebuah kenangan, sebuah tradisi. Itulah satu hal yang menyatukan kita semua,” sebutnya.

    Varietas premium durian seperti Musang King (D197), Black Thorn (D200), dan D24 telah menjadi sensasi global, yang menempatkan Malaysia di peta dunia sebagai rumah durian kelas dunia.

    Status Indikasi Geografis (IG) untuk durian Musang King, yang dikeluarkan Badan Kekayaan Intelektual Malaysia, baru-baru ini diperpanjang selama 10 tahun hingga Maret 2034.

    Eric mengatakan hal itu menegaskan status Musang King sebagai produk nasional yang sangat dilindungi, dan mencegah negara lain mengklaim atau menggunakan nama tersebut.

    “Pembaruan IG ini seperti stempel paspor untuk Musang King. Ini membuktikan bahwa ini benar-benar asli Malaysia. Ini adalah sesuatu yang bisa kita semua banggakan, dan ini menunjukkan bahwa para petani dan produsen kita telah membangun merek global dari akar lokal,” sebutnya.

    Eric menambahkan bahwa status durian sebagai buah nasional akan mendorong inovasi, penelitian dan agrowisata.

    Respons Pemerintah Malaysia

    Direktur Jenderal Departemen Pertanian Malaysia, Nor Sam Alwi, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima permohonan resmi dari DMA, yang diajukan melalui Kementerian Pertanian dan Ketahanan Pangan pada 8 September lalu.

    Nor menjelaskan bahwa setiap keputusan untuk menetapkan suatu buah sebagai buah nasional akan memerlukan kajian komprehensif dan pertimbangan matang oleh berbagai instansi pemerintah.

    “Faktor-faktor seperti dampak sosial-ekonomi, nilai ekspor, warisan budaya, penerimaan publik, dan pentingnya buah tersebut bagi industri pertanian nasional, semuanya akan dipertimbangkan,” jelasnya.

    “Kementerian saat ini sedang meninjau masalah ini bersama dengan departemen dan instansi terkait untuk memastikan setiap keputusan dibuat secara bijaksana dan secara holistik,” ujar Nor kepada The Star.

    Lihat juga Video ‘Wisata Petik Durian dari Pohonnya Langsung di Lubuklinggau’:

    Halaman 2 dari 2

    (lir/lir)

  • JMFW 2026 Raup US,51 Juta, Lampaui Target dan Tunjukkan Daya Saing Modest Fashion Indonesia

    JMFW 2026 Raup US$19,51 Juta, Lampaui Target dan Tunjukkan Daya Saing Modest Fashion Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Perdagangan Budi Santoso secara resmi menutup perhelatan Jakarta Muslim Fashion Week (JMFW) 2026 pada Minggu, (9/11/2025) di Kartika Expo Center, Balai Kartini, Jakarta. Pameran modest fashion berskala internasional yang berlangsung pada 6-9 November ini berhasil mencatatkan total transaksi sebesar US$19,51 juta atau setara Rp 321,88 miliar, melampaui target awal sebesar US$10 juta.

    “Total transaksi dari 6-9 November 2025 tercatat sebesar US$19,51 juta atau sekitar Rp 321,88 miliar. Capaian ini melebihi target yang ditetapkan yaitu sebesar US$10 juta,” ujar Mendag Busan.

    Mendag Busan merinci, transaksi JMFW 2026 berasal dari beberapa sumber, yakni penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) senilai US$15,30 juta, transaksi fairground atau langsung di tempat selama pameran sebesar US$436,28 ribu, dan transaksi hasil business matching senilai US$3,77 juta.

    “Sekitar Rp 122,23 miliar atau 37,97 persen dari total transaksi dicatatkan oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Capaian ini tidak hanya mencerminkan kreativitas desainer Indonesia, tetapi juga hasil kerja sama yang solid antara pemerintah, pelaku usaha, dan seluruh pemangku kepentingan dalam memperkuat ekosistem industri modest fashion nasional,” ungkap Mendag Busan.

    Selama empat hari pelaksanaan, JMFW 2026 yang mengusung tema “Essential Lab” dikunjungi oleh 11.459 orang. JMFW 2026 juga diikuti oleh 242 jenama kebanggaan tanah air yang menampilkan beragam karya kreatif dari desainer serta pelaku usaha modest fashion dan industri penunjang fesyen lainnya.

    Mendag Busan menyampaikan, JMFW 2026 berhasil menarik perhatian buyer luar negeri, meskipun tahun ini tidak diselenggarakan bersamaan dengan Trade Expo Indonesia (TEI) seperti pada tahun- tahun sebelumnya. Kehadiran para buyer tersebut merupakan hasil penjaringan aktif yang dilakukan oleh perwakilan perdagangan Indonesia di luar negeri serta kerja sama dengan sejumlah jenama peserta JMFW.

    “Tahun ini, JMFW kembali membuktikan modest fashion Indonesia memiliki daya tarik kuat di mata dunia. Tercatat, buyer internasional yang hadir dalam JMFW 2026 berasal dari Malaysia, Prancis, Italia, Singapura, Uni Emirat Arab, Jepang, dan Sudan. Kehadiran mereka menunjukkan besarnya minat pasar global terhadap produk modest fashion Indonesia yang semakin inovatif dan berdaya saing tinggi,” kata Mendag Busan

    Mendag Busan mengajak seluruh pihak untuk terus menjaga semangat kolaborasi dan inovasi. Menurutnya, keberhasilan penyelenggaraan JMFW 2026 ini menjadi bukti nyata bahwa sinergi lintas sektor dapat melahirkan karya dan peluang baru bagi industri fesyen tanah air.

    “Tujuan utama JMFW adalah menggaungkan kembali bahwa Indonesia adalah pusat modest fashion dunia. Saya mengajak seluruh pihak untuk terus menjaga semangat kolaborasi dan inovasi agar tahun depan JMFW dapat terselenggara lebih besar dan berdampak lebih luas,” ujar Mendag Busan.

    Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia Imam Hartono menyampaikan apresiasinya kepada Kemendag beserta seluruh kementerian, lembaga, dan mitra terkait yang telah bersinergi dengan baik dalam mendorong perkembangan industri modest fashion nasional.

    “Modest fashion global saat ini mengalami tren yang positif, Indonesia tidak boleh ketinggalan. Oleh karena itu, kita harus mengambil inisiatif dan memanfaatkan peluang besar ini untuk mendorong peningkatan ekonomi, khususnya di sektor modest fashion,” ujar Imam.

    Sementara itu, pemilik jenama Kami, Istafiana Candarini atau Irin, menyampaikan tahun ini merupakan tahun kelimanya bergabung dengan JMFW. Pada pergelaran kali ini, Kami menampilkan koleksi bertajuk “Kami’s Love for Wastra”. Menurutnya, partisipasi dalam JMFW tidak hanya menjadi ajang untuk menampilkan karya, tetapi juga membuka peluang baru.

    “Kemarin kami berkesempatan bertemu dengan salah satu buyer dari Milan, Italia yang tertarik pada koleksi sportswear dan basic wear dari Kami. Pertemuan ini masih dalam tahap penjajakan, dan mudah-mudahan bisa berlanjut ke kerja sama,” ujar Irin.

    Penutupan JMFW 2025 menampilkan parade fashion show jenama kebanggaan Indonesia yang meliputi Unique Indonesia x Kantor Perwakilan (KPw) BI Jawa Barat, Rumah Kebaya Velga x KPw BI DKI Jakarta, Tarasari x KPw BI Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Pelanusa x KPw BI Malang, Visa Cottonbatik x KPw BI Solo, Nora Indonesia x KPw BI Malang, Kami, PUTHIC By Nissa Khoirina x KPW BI DIY, dan Nina Nugroho.

    JMFW 2026 terlaksana berkat dukungan dan sinergi berbagai pihak, antara lain Bank Indonesia, Kementerian Ekonomi Kreatif, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah Istimewa Yogyakarta (Disperindag DIY), Sarinah, Pegadaian, PT ΚΑΙ, Bank Syariah Indonesia, Wardah, Shopee Indonesia, Ditali Cipta Kreatif, dan Balai Kartini.

    Selanjutnya, Kementerian Perdagangan juga menyampaikan apresiasi atas dukungan yang diberikan oleh Asia Pacific Rayon, UBS, Google Indonesia, Panasonic, Century Textile Industry, dan Deatextile. Kolaborasi ini turut diperkuat dengan partisipasi Indonesia Fashion Chamber (IFC) dan Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicraft Indonesia (ASEPHI) yang turut berperan penting memajukan industri modest fashion Indonesia.