Negara: Lebanon

  • Kecaman ke Israel Usai Larang Sekjen PBB Masuk Negaranya

    Kecaman ke Israel Usai Larang Sekjen PBB Masuk Negaranya

    Jakarta

    Kecaman datang ke Israel setelah melarang Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres berkunjung ke negara Yahudi tersebut. Larangan berkunjung diumumkan Tel Aviv saat mengkritik respons awal Guterres untuk serangan Teheran.

    Seperti dilansir AFP, Reuters, dan BBC, Jumat (3/10/2024), Pemerintah Israel menetapkan Antonio Guterres sebagai ‘persona non grata’ pada Rabu (2/10) waktu setempat, dan melarangnya untuk berkunjung ke negara tersebut. Penetapan ‘persona non grata’ ini diumumkan pemerintah Israel setelah Guterres mengomentari serangan rudal Iran terhadap negara Yahudi tersebut.

    Menurut kamus Merriam-Webster, istilah ‘persona non grata’ berarti orang yang tidak diterima atau tidak disambut baik. Dalam dunia diplomasi, hal ini mengacu pada praktik sebuah negara melarang diplomat asing untuk memasuki negaranya, atau mengusir diplomat asing yang sudah tinggal di negara tersebut.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Katz, dalam pernyataannya, menuduh Guterres gagal untuk secara tegas mengutuk serangan rudal Teheran terhadap Tel Aviv.

    “Siapa pun yang tidak bisa secara tegas mengutuk serangan keji Iran terhadap Israel, seperti yang dilakukan hampir semua negara di dunia, tidak pantas menginjakkan kaki di tanah Israel,” tegas Katz.

    Larangan itu dikecam. Baca halaman selanjutnya>>

    Antonio Guterres mengecam serangan Iran ke Israel, setelah ditetapkan ‘persona non grata’ dan dilarang berkunjung ke negara Yahudi tersebut. Larangan berkunjung diumumkan Tel Aviv saat mengkritik respons awal Guterres untuk serangan Teheran.

    “Seperti yang saya lakukan sehubungan dengan serangan Iran pada bulan April — dan seperti yang seharusnya terlihat jelas kemarin dalam konteks kecaman yang saya ungkapkan — saya sekali lagi mengutuk keras serangan rudal besar-besaran yang dilancarkan Iran terhadap Israel kemarin,” ucap Guterres saat berbicara dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB, seperti dilansir BBC, Jumat (4/10).

    “Serangan-serangan ini secara paradoks tampaknya tidak mendukung perjuangan rakyat Palestina, atau mengurangi penderitaan mereka,” sebutnya.
    Kecaman itu disampaikan Guterres saat berbicara di hadapan 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB yang menggelar pertemuan di New York, Amerika Serikat (AS), pada Rabu (2/10), atau sehari setelah rentetan serangan rudal Iran menghujani Israel pada Selasa (1/10) malam.

    Tidak hanya mengecam Iran, Guterres juga melontarkan kritikan untuk Israel saat berbicara dalam forum Dewan Keamanan PBB tersebut. Dia menyebut operasi militer Israel di Jalur Gaza sebagai “operasi militer paling mematikan dan paling menghancurkan selam saya menjawab sebagai Sekretaris Jenderal”.

    Dalam pernyataannya, Guterres menyerukan bahwa siklus kekerasan dan aksi saling membalas yang kini terjadi di Timur Tengah harus dihentikan. “Ini adalah waktu yang tepat untuk menghentikan siklus eskalasi demi eskalasi yang semakin memuakkan, hal ini membuat masyarakat Timur Tengah semakin terpuruk,” ucapnya.

    “Setiap eskalasi menjadi dalih untuk eskalasi berikutnya. Siklus kekerasan saling membalas yang mematikan ini harus dihentikan. Waktu hampir habis,” tegas Guterres.

    Iran meluncurkan lebih dari 180 rudal balistik ke wilayah Israel pada Selasa (1/10) malam, dengan Tel Aviv mengklaim sebagian besar rudal berhasil dicegat. Teheran menyebut serangannya sebagai respons atas pembunuhan tokoh penting dan kejahatan Israel di Palestina juga Lebanon.

    Dalam pernyataan singkat yang dirilis Selasa (1/10), Guterres hanya menyampaikan kecaman untuk “konflik yang meluas di Timur Tengah” dan menyerukan gencatan senjata, tanpa secara spesifik menyebut serangan rudal Iran terhadap Israel.

    Halaman 2 dari 2

    (whn/whn)

  • Israel Vs Hizbullah Makin Panas Bikin WNI di Lebanon Mulai Dievakuasi

    Israel Vs Hizbullah Makin Panas Bikin WNI di Lebanon Mulai Dievakuasi

    Jakarta

    Saling serang antara Israel dan Hizbullah membuat situasi di Lebanon semakin mengkhawatirkan. Pemerintah Indonesia pun mulai mengevakuasi warga negara Indonesia (WNI) dari Lebanon.

    Sebagai informasi, saling serang antara Hizbullah dan Israel sebenarnya sudah berlangsung lama. Namun, intensitasnya semakin meningkat sejak akhir September 2024.

    Serangan Hizbullah membuat warga di Israel utara dievakuasi. Israel pun melakukan serangan ke Lebanon dengan alasan menghancurkan Hizbullah agar warga mereka bisa kembali ke Israel utara.

    Konflik tersebut telah menyebabkan ribuan orang tewas di Lebanon, termasuk pimpinan Hizbullah Hassan Nasrallah. Korban tewas juga ada di pihak militer Israel.

    Situasi yang memanas itu membuat Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Kemlu untuk melakukan evakuasi terhadap WNI di Lebanon. Jokowi menegaskan keselamatan WNI di luar negeri merupakan prioritas pemerintah.

    “Kementerian luar negeri, Bu Menteri sudah saya perintahkan untuk menindaklanjuti apa yang sudah saya sampaikan agar keselamatan perlindungan warga negara kita dinomorsatukan, evakuasi disegerakan,” ujar Jokowi di RSUD Kefamenanu, Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, Rabu (3/10/2024).

    WNI di Lebanon Mulai Dievakuasi

    Menlu Retno Marsudi mengatakan 25 dari 159 orang WNI telah dievakuasi dari Lebanon. Dia mengatakan evakuasi dilakukan lewat jalur darat.

    “Jadi kita sudah mengevakuasi sebagian dari warga negara kita, jadi yang dievakuasi kali ini adalah melalui darat,” kata Retno di Grand Sahid Hotel, Jakarta Pusat, Kamis (3/10/2024).

    Retno telah menerima laporan WNI yang dievakuasi dalam keadaan selamat. WNI yang dievakuasi itu segera diterbangkan ke Indonesia.

    “Tadi pagi saya sudah mendapatkan laporan bahwa mereka sudah sampai melalui Suriah, melalui Damaskus dengan selamat, untuk kemudian kembali ke Indonesia. Totalnya 20-25 kalau nggak salah, sekitar segitu,” katanya.

    Retno mengatakan dirinya terus memonitor perkembangan proses evakuasi WNI dari Lebanon. Dia mengatakan ruang udara di sejumlah negara di Timur Tengah mulai buka-tutup.

    “Karena situasi yang sangat dinamis di lapangan, ruang udara bisa dibuka kemudian ditutup lagi. beberapa hari yang lalu, ruang udara di atas Jordan juga ditutup, kemudian dibuka lagi, jadi sangat dinamis, dan kita akan terus memantau perkembangan ini,” ujarnya.

    Retno mengatakan masih ada WNI yang bertahan di Lebanon. Dia menjelaskan alasan sejumlah WNI memutuskan bertahan di Lebanon.

    “Tentunya pada saat evakuasi ini kita mengimbau yang ingin dievakuasi, ada beberapa juga keluarga, yang karena urusan keluarga, ya memilih untuk tinggal,” katanya.

    “Sebenarnya tidak menolak ya, kita mengevakuasi, ada beberapa yang dengan pertimbangan keluarga dan sebagainya, mereka memilih untuk tetap tinggal di sana,” sambung Retno.

    Jumlah WNI Dievakuasi Bertambah

    Kemlu terus menyampaikan perkembangan evakuasi WNI dari Lebanon. Terbaru, Kemlu menyatakan ada 40 orang WNI yang telah dievakuasi dari Lebanon ke Yordania.

    Direktur Pelindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, awalnya menjelaskan pemerintah telah menyiapkan rencana evakuasi sejak perang meletus di Gaza, Palestina, pada 7 Oktober 2023. Dia mengatakan rencana evakuasi itu dibuat untuk melindungi WNI.

    “Dari situasi tersebut, kita kembali melakukan asesmen, dan berdasarkan asesmen kita bahwa seluruh wilayah Lebanon itu berbahaya bagi warga negara kita dan oleh karena itulah kemudian pada 4 Agustus 2024 KBRI Beirut meningkatkan status siaga I tidak terbatas di Lebanon selatan, namun kita perluas untuk wilayah Lebanon, artinya seluruh wilayah Lebanon kita pandang berbahaya bagi warga negara kita dan sejak saat itu kita melakukan memulai proses evakuasi bagi warga negara kita,” ujar Judha di Kemlu, Jakarta Pusat, Jumat (4/10/2024).

    Judha mengatakan masih banyak WNI yang tidak mau dievakuasi dengan alasan pribadi. Hanya 25 orang yang bersedia dievakuasi pada Agustus 2024.

    “Dari proses yang kita sudah lakukan selama tanggal 10, 18, 28 Agustus, ada 25 warga negara kita yang bersedia dievakuasi, dan kemudian sudah kita lakukan evakuasi melalui jalur udara, dan alhamdulillah 25 warga negara tersebut sudah tiba di Indonesia dengan selamat,” katanya.

    Judha menyebut proses evakuasi masih terus dilakukan terutama setelah tewasnya Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah. Setelah Hassan dinyatakan tewas dalam serangan Israel, 40 WNI bersedia dievakuasi.

    “Tanggal 29 September kami lakukan pertemuan virtual dengan seluruh warga negara di sana, menyampaikan update situasi terakhir, kami menyampaikan perkiraan kabar ke depan yang kami sampaikan bahwa ‘this is time for us to leave Lebanon’. Kami kembali menyampaikan ke WNI untuk mau dievakuasi, untuk dalam pertemuan kedua ini yang awalnya hanya enam yang bersedia dievakuasi, akhirnya ada 40 warga negara kita yang bersedia dievakuasi,” ujar Judha.

    Menurut Judha, ada 40 WNI plus satu orang WN Lebanon yang merupakan pasangan dari WNI dievakuasi ke Amman, Yordania. Proses evakuasi dilakukan melalui jalur darat.

    “40 orang tersebut selama tanggal 2 dan 3 (Oktober) kita sudah lakukan proses evakuasi melalui jalur darat, 40 ini ditambah satu WN Lebanon yang merupakan pasangan dari warga negara kita,” ucapnya.

    Ke-40 orang itu dievakuasi dalam dua gelombang. Gelombang pertama sudah berada di Amman, sedangkan gelombang kedua saat ini masih dalam perjalanan ke Amman dari Damaskus.

    “Saat ini mereka sedang di perbatasan antara Suriah dan Yordania, teman-teman KBRI Amman sudah standby di perbatasan untuk menjemput akan hangover dari Damaskus, dan akan dikawal menuju Amman bergabung dengan WNI sebelumnya,” jelasnya.

    Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Judha mengatakan para WNI ini akan dipulangkan ke Indonesia. WNI yang sudah dievakuasi akan dipulangkan via jalur udara pada 7 Oktober mendatang.

    Judha mengatakan masih ada 116 orang WNI yang berada di Lebanon. Angka itu disebut akan berubah sesuai dengan situasi di sana. Para WNI itu merupakan mahasiswa, pekerja migran, dan kawin campur.

    “Status terakhir per tanggal 4 Oktober mengenai jumlah WNI yang masih ada di Lebanon, ada 116. Kalau kemarin ada sekitar 159, angkanya memang naik turun ada beberapa yang sudah bisa keluar menggunakan penerbangan komersial, ada yang baru lapor diri, dan data itu menambah,” ujarnya.

    Imbauan Agar WNI Tak ke Lebanon-Israel

    Kemlu RI juga mengimbau WNI untuk tidak bepergian ke Lebanon ataupun Israel. Kemlu meminta WNI menghindari wilayah yang sedang berkonflik.

    “Bagi WN kita yang memiliki rencana berkunjung ke Lebanon, Suriah, Iran, Palestina, Israel, kami meminta untuk tidak dapat menunda perjalanan. Kami masih mencatat ada WN kita yang lakukan perjalanan ke Israel walaupun untuk tujuan situasi religi, dalam situasi saat ini kami sangat mengimbau perjalanan tersebut agar ditunda,” ucap Judha.

    Dia meminta WNI yang berada di wilayah konflik mematuhi imbauan evakuasi demi keselamatan. Dia mengatakan evakuasi harus segera dilakukan sebelum negara-negara di kawasan Timur Tengah menutup ruang udara karena konflik yang semakin memanas.

    “Terakhir, ketika ada serangan rudal antara Israel dan bebalas dan juga beberapa titik konflik yang lain kemungkinan beberapa negara di timur tengah melalukan penutupan wilayah udara sangat tinggi. Oleh karena itu, bagi warga negara kita yang memiliki rencana perjalanan dan akan menggunakan wilayah timteng untuk transit, seperti di Abu Dhabi, Dubai, kemudian Doha dan beberapa titik transit lain, please respect this instruction,” tuturnya.

    “Antisipasi kalau ada gangguan penerbangan, untuk menghindari warga negara kita stranded (terdampar) di beberapa titik penerbangan,” imbuhnya.

    Judha juga menyampaikan data keadaan kawasan Timur Tengah beserta jumlah WNI yang berada di sana:

    1. Palestina/Israel status siaga I. Jumlah WNI 4 di Palestina, 231 di Israel

    2. Lebanon status siaga I, jumlah WNI 116

    3. Iran status siaga II, jumlah WNI 391

    4. Suriah statusnya siaga III, dan siaga I di beberapa wilayah yakni Al Hasakeh, Ar Raqqah, Deir ez-Zur, dan Idlib. Jumlah WNI di Suriah 1.201.

    Pasukan TNI di Lebanon Siap Bantu Evakuasi

    TNI menyatakan prajurit yang berada di United Nations Interim Force In Lebanon (UNIFIL) siap membantu jika ada evakuasi. Kapuspen TNI Mayjen TNI Hariyanto mengatakan prajurit TNI yang ditugaskan di Lebanon bersama UNIFIL untuk misi perdamaian dalam kondisi baik.

    “TNI di Lebanon tetap berada di markas dan melakukan kegiatan seperti biasa,” kata Hariyanto di TMP Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (4/10/2024).

    “Yang disampaikan Panglima TNI kemarin juga seperti itu. Karena memang di sana aturan yang mengatur adalah commander UNIFIL itu pun harus koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri,” sambungnya.

    Hariyanto mengatakan pasukan TNI siap membantu jika ada perintah evakuasi. Hariyanto mengatakan pasukan TNI akan menunggu petunjuk yang dikoordinasikan oleh Kemlu.

    “TNI yang di homebase siap untuk membantu kapan saja dengan atas petunjuk atau perintah dari yang sudah dikoordinasikan oleh Kemlu. Kemlu juga akan berkoordinasi dengan situasi yang di sana commander UNIFIL untuk apa bila evakuasi dan sebagaimanya. Sementara sampai sekarang belum dan kita masih menunggu instruksi selanjutnya. Ini masih koordinasi,” tuturnya.

    Berdasarkan situs UNIFIL, ada 1.231 orang prajurit TNI yang menjadi bagian dari UNIFIL. Prajurit TNI itu bergabung bersama pasukan dari negara lain.

    UNIFIL sendiri dibentuk berdasarkan resolusi Dewan Keamanan 425 (1978) dan 426 (1978) tertanggal 19 Maret 1978. UNIFIL didirikan untuk memastikan penarikan pasukan Israel dari Lebanon selatan, memulihkan perdamaian dan keamanan internasional serta membantu Pemerintah Lebanon dalam memastikan kembalinya otoritas efektifnya di wilayah tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (haf/haf)

  • Khamenei Puji Serangan Rudal Iran ke Israel: Kinerja Brilian!

    Khamenei Puji Serangan Rudal Iran ke Israel: Kinerja Brilian!

    Teheran

    Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei memuji serangan rudal yang dilancarkan negaranya terhadap Israel sebagai “kinerja brilian Angkatan Bersenjata kita”. Khamenei menegaskan serangan semacam itu “sepenuhnya sah”.

    Pujian itu, seperti dilansir media lokal Iran, Press TV, Jumat (4/10/2024), dilontarkan Khamenei saat menyampaikan ceramah dalam salat Jumat di Masjid Agung Imam Khomeini Mosalla di pusat kota Teheran, yang dihadiri sejumlah besar jemaah.

    “Kinerja brilian Angkatan Bersenjata kita yang sepenuhnya legal dan sah. Apa yang dilakukan Angkatan Bersenjata kita adalah hukuman paling ringan bagi rezim Zionis perebut kekuasaan atas kejahatan luar biasa yang dilakukan rezim yang seperti serigala dan anjing gila Amerika ini,” ucap Khamenei.

    “Apa pun kewajiban Republik Islam dalam hal ini, akan dipenuhi dengan kekuatan dan ketabahan. Kita tidak akan menunda atau terburu-buru dalam melaksanakan tugas tersebut,” sebutnya.

    “Apa yang logis dan masuk akal serta opini para pengambil keputusan politik dan militer akan dilakukan di masa depan jika diperlukan seperti yang telah dilakukan,” imbuh Khamenei.

    Salat Jumat di Teheran ini dilakukan setelah seremoni peringatan kematian pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah, yang tewas dalam serangan udara Israel di pinggiran selatan Beirut, Lebanon, pada 27 September lalu.

    Khamenei terakhir kali memimpin salat Jumat pada Januari 2020 lalu, setelah Iran menembakkan rudal ke pangkalan militer Amerika Serikat (AS) di Irak untuk membalas serangan yang menewaskan jenderal Iran dan komandan Pasukan Quds Qassem Soleimani.

    Khamenei, dalam ceramahnya pada Jumat (4/10), menyebut Nasrallah sebagai “permata Lebanon yang bersinar”.

    Dikatakan Khamenei bahwa meskipun tubuh Nasrallah telah meninggalkan dunia ini, namun “kepribadian aslinya, jiwanya, jalannya dan suaranya yang ekspresif masih ada di antara kita dan akan bersama kita selamanya”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Jenazah Pemimpin Hizbullah Dikubur Sementara di Lokasi Rahasia, Kenapa?

    Jenazah Pemimpin Hizbullah Dikubur Sementara di Lokasi Rahasia, Kenapa?

    Beirut

    Jenazah pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah yang tewas digempur Israel, telah dimakamkan untuk sementara di sebuah lokasi yang dirahasiakan. Pemakaman rahasia ini dilakukan karena Israel dikhawatirkan akan menggempur pemakaman besar-besaran.

    Dituturkan seorang sumber yang dekat dengan Hizbullah, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Jumat (4/10/2024), bahwa situasi Lebanon yang masih digempur militer Israel belum memungkinkan digelarnya pemakaman publik.

    “Hassan Nasrallah dimakamkan untuk sementara, hingga keadaannya memungkinkan untuk dilakukannya pemakaman publik,” ucap sumber yang dikutip AFP tersebut, setelah serangan udara Israel menewaskan pemimpin Hizbullah itu pekan lalu.

    Dijelaskan oleh sumber tersebut bahwa pemakaman publik tidak mungkin digelar “karena takut akan ancaman Israel, mereka akan menargetkan para pelayat dan lokasi pemakamannya”.

    Ritual Muslim Syiah mengatur penguburan sementara ketika keadaan menghalangi dilakukannya pemakaman yang layak atau orang yang meninggal tidak bisa dimakamkan di tempat yang mereka inginkan.

    Seorang pejabat Lebanon, yang enggan disebut namanya, mengungkapkan bahwa Hizbullah, melalui para pejabat tinggi Beirut, telah berusaha mendapatkan “jaminan” dari Amerika Serikat (AS), sekutu dekat Israel, agar Tel Aviv tidak menyerang pemakaman publik, namun upaya itu gagal.

    Di tengah intensifnya pengeboman Israel terhadap Hizbullah, serangan besar-besaran terhadap markas kelompok itu yang ada di pinggiran selatan Beirut pada 27 September lalu telah menewaskan Nasrallah bersama dengan seorang jenderal Garda Revolusi Iran.

    Militer Israel mengklaim serangannya pada saat itu menewaskan sekitar 20 anggota Hizbullah. Klaim itu telah dibantah kelompok yang didukung Iran tersebut.

    Sepekan usai Nasrallah terbunuh, Hizbullah hingga kini belum memiliki penggantinya. Hashem Safieddine, sepupu Nasrallah dan tokoh Hizbullah terkemuka, disebut-sebut sebagai calon pemimpin baru Hizbullah.

    Safieddine dilaporkan menjadi target serangan udara terbaru Israel di pinggiran selatan Beirut pada Jumat (4/10).

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • AS Tetap Setia Dukung Israel, Apa Alasannya?

    AS Tetap Setia Dukung Israel, Apa Alasannya?

    Jakarta

    Presiden AS Joe Biden mengonfirmasi dukungan AS untuk Israel pada Rabu (02/10), ketika ia menulis di platform media sosial X, “Saya menegaskan kembali komitmen kuat Amerika Serikat terhadap keamanan Israel” dalam sebuah pertemuan dengan para pemimpin negara-negara G7.

    Dukungan Biden ini muncul pada saat Timur Tengah berada dalam kondisi pergolakan yang dimulai ketika kelompok Islam militan Hamas, yang dianggap sebagai kelompok teroris oleh AS, Inggris, Jerman, Uni Eropa, dan beberapa negara lainnya, menyerang Israel pada 7 Oktober 2023. Hamas membunuh sekitar 1.200 orang dan menyandera hampir 250 orang, sekitar 100 orang sandera masih disekap di Gaza.

    Sebagai pembalasan, Israel lalu melancarkan operasi militer berskala besar di wilayah Palestina yang tujuan utamanya adalah untuk memusnahkan Hamas dan membebaskan para sandera. Sejak awal operasi tersebut, lebih dari 40.000 orang di Gaza, kebanyakan dari mereka adalah warga sipil, telah terbunuh.

    Pertempuran antara pasukan Israel dan Hizbullah, sekutu Hamas yang berbasis di Lebanon, yang telah menembakkan rudal ke Israel dari seberang perbatasan utara Israel dengan Lebanon, juga meningkat. Pada Senin (30/09), Israel melancarkan serangan darat terhadap Lebanon, setelah membunuh pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah dalam serangan udara akhir pekan lalu.

    Para pejabat AS telah menekankan bahwa mereka ingin menghindari perang skala besar di wilayah tersebut dan mencapai gencatan senjata di Gaza sebagai imbalan atas pembebasan para sandera. Namun pada Selasa (01/10), Iran meluncurkan rentetan rudal ke Israel dan makin meningkatkan eskalasi dalam skala lebih luas.

    Biden-Netanyahu, dinamika hubungan yang kompleks

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menghadapi rangkaian aksi protes di dalam negeri mengenai cara dia menangani perang dengan Hamas. Para pengkritiknya khawatir bahwa tindakan keras Netanyahu justru memperkecil kemungkinan Hamas akan membebaskan para sandera yang tersisa.

    AS telah menggunakan statusnya sebagai sekutu terbesar Israel untuk mencoba mempengaruhinya agar mengizinkan lebih banyak bantuan masuk ke Gaza. Sejauh ini, kebanyakan permintaan AS ditolak Netanyahu. Namun, seperti yang ditegaskan kembali oleh Biden pada Rabu (02/10), dukungan Washington untuk Israel tetap tak tergoyahkan. Tetapi bukan berarti kedua pemimpin negara tersebut selalu akur.

    Komitmen tersebut, kata Panikoff, terlihat ketika AS dengan kekuatan penuh membantu melindungi Israel dari rudal yang ditembakkan oleh Iran pada hari Selasa. Pada saat yang sama, pemerintahan Biden “merasa frustrasi dengan pengambilan keputusan Perdana Menteri Netanyahu,” kata Panikoff, seorang mantan perwira intelijen AS.

    Kepercayaan AS terhadap Netnyahu ‘berkurang secara signifikan’

    Salah satu contoh dari pengambilan keputusan ini adalah pembunuhan pimpinan Hizbullah Hassan Nasrallah oleh Israel. “Tidak ada kepercayaan pribadi yang luar biasa antara Biden dan Netanyahu,” kata William Wechsler, kolega Panikoff di Atlantic Council dan direktur senior Rafik Hariri Center dan Program Timur Tengah di lembaga think tank yang berbasis di Washington tersebut.

    “Satu minggu yang lalu, AS memfokuskan semua upaya mereka untuk menegosiasikan gencatan senjata selama 21 hari di bagian utara” di perbatasan Israel-Lebanon, kata Wechsler. “Mereka melakukan pembicaraan setiap hari dengan pihak Israel mengenai ide ini, namun ketika mereka melakukan pembicaraan ini, pihak Israel merencanakan operasi untuk membunuh Nasrallah. Dan mereka tidak mengatakan kepada pemerintahan Biden bahwa mereka melakukan hal ini. Tingkat kepercayaan yang ada di sana telah berkurang secara signifikan oleh pengalaman baru-baru ini.”

    Keterlibatan AS dalam potensi perang Timur Tengah

    Setelah serangan rudal Iran ke Israel pada Selasa (30/09) Netanyahu mengatakan bahwa “Iran melakukan kesalahan besar malam ini – dan mereka akan membayarnya.”

    Para pengamat khawatir bahwa Israel dapat membalas dengan menembakkan rudal ke target-target di wilayah Iran. Konflik ini dan eskalasi lebih lanjut dalam pertempuran dengan Lebanon dapat berubah menjadi perang berskala besar dengan konsekuensi yang berpotensi menimbulkan bencana bagi wilayah tersebut dan sekitarnya.

    Wechsler mengatakan bahwa perang seperti itu akan melibatkan Hizbullah yang mengirimkan ratusan ribu rudal ke Israel, cukup untuk membuat sistem pertahanan Iron Dome yang terkenal itu kewalahan. Selain itu, lanjutnya, Iran juga akan menembakkan cukup banyak rudal ke Israel, cukup untuk membuat pertahanan udara Amerika Serikat yang ditempatkan di kawasan kewalahan.

    Perang juga bisa berarti “Israel mencoba mendahului kedua serangan ini, mencoba mengambil sejumlah besar senjata dan menempatkan sejumlah besar orang tak berdosa dalam bahaya, yang dengan sengaja disisipkan Hizbullah di antara mereka,” kata Wechsler.

    Jika hal itu terjadi, ada kemungkinan besar Amerika Serikat akan terlibat lebih jauh, tambah Wechsler – karena “banyak orang Amerika yang akan terancam: Warga Amerika yang tinggal di Israel, [pasukan] Amerika di pangkalan-pangkalan kami di seluruh wilayah, mitra-mitra Amerika di bagian lain Teluk.”

    Dukungan AS untuk Israel berpotensi rugikan Harris dalam pemilu?

    Meskipun isu-isu domestik memainkan peran yang lebih besar bagi sebagian besar pemilih, dukungan AS terhadap Israel juga dapat mempengaruhi pemilihan presiden AS yang akan datang. Beberapa orang Amerika merasa bersemangat tentang peran AS dalam konflik Timur Tengah, seperti yang dapat dilihat dengan protes pro-Palestina yang menyebar di kampus-kampus di seluruh AS pada musim semi lalu.

    Dan di Michigan, sebuah negara bagian dengan populasi Arab-Amerika yang signifikan, lebih dari 100.000 anggota Partai Demokrat memilih opsi “tidak berkomitmen” daripada memilih Joe Biden (yang saat itu menjadi kandidat) dalam pemilihan pendahuluan Partai Demokrat. Dorongan untuk membuat orang memilih “tidak berkomitmen” datang dari para penentang pemerintahan Biden-Harris yang mendukung perang Israel di Gaza. Pada pemilihan presiden tahun 2020, Biden hanya memenangkan Michigan dengan 154.000 suara.

    Panikoff melihat kemungkinan bahwa cukup banyak pemilih yang beralih ke kandidat pihak ketiga karena dukungan Kamala Harris terhadap Israel sehingga dapat membuat perbedaan di negara-negara bagian tertentu yang memiliki swing state – dan dengan demikian mempengaruhi hasil pemilihan secara keseluruhan.

    “Apakah mungkin para pemilih di Michigan yang sangat marah atas konflik di Gaza… mendukung Jill Stein atau Cornel West sampai pada tingkat yang cukup tinggi sehingga dapat mengubah pemilihan untuk Donald Trump di Michigan? Ya,” kata Panikoff. “Saya pikir ada kemungkinan Anda bisa melihat hasil yang sama di Pennsylvania. Dan jika hal tersebut terjadi di keduanya, maka akan sangat, sangat sulit untuk melihat jalur di mana Wakil Presiden Harris bisa menang.”

    Artikel ini diadaptasi dari bahasa Inggris

    (ita/ita)

  • Kecaman ke Israel Usai Larang Sekjen PBB Masuk Negaranya

    Sekjen PBB Kecam Serangan Iran Usai Dilarang Masuk ke Israel

    New York

    Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengecam serangan Iran ke Israel, setelah ditetapkan “persona non grata” dan dilarang berkunjung ke negara Yahudi tersebut. Larangan berkunjung diumumkan Tel Aviv saat mengkritik respons awal Guterres untuk serangan Teheran.

    “Seperti yang saya lakukan sehubungan dengan serangan Iran pada bulan April — dan seperti yang seharusnya terlihat jelas kemarin dalam konteks kecaman yang saya ungkapkan — saya sekali lagi mengutuk keras serangan rudal besar-besaran yang dilancarkan Iran terhadap Israel kemarin,” ucap Guterres saat berbicara dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB, seperti dilansir BBC, Jumat (4/10/2024).

    “Serangan-serangan ini secara paradoks tampaknya tidak mendukung perjuangan rakyat Palestina, atau mengurangi penderitaan mereka,” sebutnya.

    Kecaman itu disampaikan Guterres saat berbicara di hadapan 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB yang menggelar pertemuan di New York, Amerika Serikat (AS), pada Rabu (2/10), atau sehari setelah rentetan serangan rudal Iran menghujani Israel pada Selasa (1/10) malam.

    Tidak hanya mengecam Iran, Guterres juga melontarkan kritikan untuk Israel saat berbicara dalam forum Dewan Keamanan PBB tersebut. Dia menyebut operasi militer Israel di Jalur Gaza sebagai “operasi militer paling mematikan dan paling menghancurkan selam saya menjawab sebagai Sekretaris Jenderal”.

    Dalam pernyataannya, Guterres menyerukan bahwa siklus kekerasan dan aksi saling membalas yang kini terjadi di Timur Tengah harus dihentikan. “Ini adalah waktu yang tepat untuk menghentikan siklus eskalasi demi eskalasi yang semakin memuakkan, hal ini membuat masyarakat Timur Tengah semakin terpuruk,” ucapnya.

    “Setiap eskalasi menjadi dalih untuk eskalasi berikutnya. Siklus kekerasan saling membalas yang mematikan ini harus dihentikan. Waktu hampir habis,” tegas Guterres.

    Iran meluncurkan lebih dari 180 rudal balistik ke wilayah Israel pada Selasa (1/10) malam, dengan Tel Aviv mengklaim sebagian besar rudal berhasil dicegat. Teheran menyebut serangannya sebagai respons atas pembunuhan tokoh penting dan kejahatan Israel di Palestina juga Lebanon.

    Dalam pernyataan singkat yang dirilis Selasa (1/10), Guterres hanya menyampaikan kecaman untuk “konflik yang meluas di Timur Tengah” dan menyerukan gencatan senjata, tanpa secara spesifik menyebut serangan rudal Iran terhadap Israel.

    Hal itu menuai reaksi keras Israel, dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Katz menetapkan Guterres sebagai “persona non grata” pada Rabu (2/10) waktu setempat, dan melarangnya untuk berkunjung ke negara tersebut.

    Katz, dalam pernyataannya, menuduh Guterres gagal untuk secara tegas mengutuk serangan rudal Teheran terhadap Tel Aviv. Dia juga menyebut Guterres sebagai “Sekretaris Jenderal yang anti-Israel, yang memberikan dukungan kepada teroris, pemerkosa dan pembunuh”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Konflik Israel-Hizbullah dalam Peta, Melacak Jejak Kekerasan di Lebanon

    Konflik Israel-Hizbullah dalam Peta, Melacak Jejak Kekerasan di Lebanon

    Jakarta

    Israel telah menginvasi Lebanon selatan dengan alasan menargetkan kelompok Hizbullah.

    Operasi darat Israel di Lebanon bermula pada Senin (30/09) malam, beberapa hari setelah serangan udara yang menewaskan pemimpin Hizbullah, kelompok milisi sokongan Iran di Lebanon.

    Hizbullah telah menembakkan ratusan roket ke Israel utara. sementara Lebanon telah menanggung gempuran Israel selama dua pekan,

    Lebih dari 1.000 orang tewas dan hampir satu juta warga meninggalkan rumah mereka, menurut otoritas Lebanon.

    Israel dan Hizbullah memiliki sejarah konflik selama beberapa dekade. Namun, pertempuran lintas batas antara Israel dan Hizbullah di Lebanon selama hampir setahun terakhir dipicu pertikaian di Gaza.

    Kami akan terus memperbarui peta-peta di artikel ini untuk menjelaskan konflik antara Israel dan Hizbullah serta jejak kekerasan di Lebanon imbas dari konflik tersebut.

    Di mana letak Lebanon?

    Lebanon adalah negara kecil dengan populasi sekitar 5,5 juta orang yang berbatasan dengan Suriah di utara dan timur, Israel di selatan, dan Laut Mediterania di barat.

    BBC

    Apa yang terbaru dari konflik Israel dan Hizbullah?

    Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan pihaknya tengah melakukan “serangan darat terbatas, terlokalisasi, dan terarah” di Lebanon selatan untuk menghancurkan apa yang mereka klaim sebagai “infrastruktur teroris” milik Hizbullah.

    Pada hari kedua invasi mereka ke Lebanon, Rabu (02/10), pasukan Israel bertemu dengan anggota Hizbullah untuk pertama kalinya, kata Nick Beake dari BBC yang melaporkan di Israel utara.

    IDF menyebut pasukannya telah “melenyapkan teroris dan membongkar infrastruktur teroris melalui amunisi berpemandu dan pertempuran jarak dekat” di beberapa wilayah Lebanon selatan.

    Kemudian, IDF mengumumkan bahwa delapan tentaranya tewas dalam pertempuran. Enam orang dilaporkan disergap oleh anggota Hizbullah dan dua lainnya tewas oleh tembakan mortir.

    ReutersTank-tank Israel berada kawasan Israel utara pekan lalu

    Hizbullah mengatakan para anggotanya telah menembakkan rudal antitank ke arah pasukan komando Israel selama bentrokan di sebuah desa yang terletak di perbatasan.

    Hizbullah juga mengeklaim bahwa pasukan lain menjadi sasaran bahan peledak dan tembakan di pinggiran Kafr Kila, tiga tank Merkava Israel dihancurkan oleh rudal di dekat Maroun al-Ras, dan mengeklaim terjadi bentrokan di Adaisseh dan Yaroun.

    Operasi darat di Lebanon selatan amat berisiko bagi pasukan Israel. Tidak seperti wilayah pesisir Gaza yang datar, Lebanon selatan adalah wilayah perbukitan dan beberapa daerah pegunungan yang membuat tank sulit bergerak dan rentan disergap.

    Hizbullah juga diduga memiliki jaringan terowongan di wilayah tersebut. Kelompok itu telah mempersiapkan diri untuk menghadapi peperangan terbuka dengan Israel sejak perang 34 hari pada 2006.

    BBC

    IDF telah memerintahkan evakuasi warga yang tinggal di beberapa desa di Lebanon selatan. IDF mengatakan warga yang hingga kini masih tinggal di rumah mereka untuk “segera menuju ke utara Sungai Awali”yang bermuara sekitar 50 km dari perbatasan dengan Israel.

    Warga sipil Lebanon juga telah diperingatkan oleh IDF untuk tidak menggunakan kendaraan untuk bepergian ke selatan menyeberangi Sungai Litani, yang terletak sekitar 30 km di utara perbatasan.

    Sekitar satu juta orang tinggal di Lebanon selatan sebelum konflik meningkat hampir setahun yang lalu.

    Baca juga:

    Puluhan ribu orang telah melarikan diri ke utara sejak serangan udara Israel meningkat di wilayah tersebut pada akhir September.

    Sistem pertahanan udara Israel juga beraksi lagi pada Rabu (02/10), sehari setelah menangkis sebagian besar dari 180 rudal balistik yang diluncurkan Iran ke Israel sebagai balasan atas serangan yang menewaskan pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, serta seorang komandan tinggi Iran.

    Lebih dari 240 roket ditembakkan dari Lebanon selatan ke Israel utara sepanjang hari, menurut IDF.

    BBC

    Apa yang menjadi sasaran Israel?

    Invasi Israel di Lebanon selatan terjadi hampir dua pekan setelah serangan udara yang menyasar basis Hizbullah di negara itu.

    Lebanon selatan menjadi wilayah yang paling terdampak.

    Israel juga menargetkan bagian timur Lembah Bekaa dan wilayah pinggiran Beirut bagian selatan.

    BBC

    Israel mengeklaim telah menghantam lokasi-lokasi Hizbullah, termasuk tempat penyimpanan senjata dan amunisi. Nmun pejabat Lebanon berkata lebih dari 100 perempuan dan anak-anak tewas akibat serangan itu.

    Bagi warga sipil Lebanon yang mencoba melarikan diri dari Lebanon selatan, rute utama ke utara adalah jalan pesisir yang membentang di sepanjang negara itutapi daerah-daerah di sepanjang rute itu menjadi sasaran serangan udara dalam beberapa hari terakhir.

    Baca juga:

    Sebagian besar roket yang baru-baru ini ditembakkan oleh Hizbullah telah menargetkan daerah utara Israel. Tetapi beberapa roket telah mencapai lebih jauh ke selatan dan merusak rumah-rumah di dekat kota pesisir Haifa.

    Serangan Israel di Beirut telah difokuskan pada Dahieh, wilayah pinggiran selatan yang merupakan daerah padat penduduk dan dihuni pendukung Hizbullah.

    BBC

    Apa yang mungkin terjadi nanti?

    Israel kini terlibat dalam permusuhan dengan kelompok bersenjata dan militer beberapa negara di kawasan tersebut, termasuk Iran, Suriah, dan kelompok-kelompok sokongan Iran yang beroperasi di Lebanon, Gaza, Irak, Suriah, dan Yaman.

    Serangan rudal balistik Iran terhadap Israel merupakan eskalasi besar terbaru.

    Belum jelas apa yang akan terjadi selanjutnya, namun Israel berjanji untuk memberikan balasan atas serangan rudal balistik Iran.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menggambarkan serangan itu sebagai “kesalahan besar” yang “akan dibayar Iran”.

    BBC

    (ita/ita)

  • 3 Tentara Lebanon Tewas Akibat Serangan Udara Israel

    3 Tentara Lebanon Tewas Akibat Serangan Udara Israel

    Beirut

    Sedikitnya tiga tentara Lebanon tewas dalam rentetan serangan udara Israel yang melanda wilayah selatan negara tersebut. Militer Lebanon juga mengumumkan pasukannya untuk pertama kali membalas secara langsung serangan Israel yang menghantam salah satu pos militer mereka.

    Kematian tentara-tentara Lebanon itu terjadi saat kelompok Hizbullah terlibat pertempuran sengit dengan militer Israel dalam beberapa pekan terakhir. Hizbullah dalam pernyataan terbaru mengklaim kelompoknya berhasil memukul mundur pasukan Israel yang berupaya menyusup ke perbatasan Lebanon.

    Diketahui bahwa militer Lebanon, secara historis, tidak pernah terlibat langsung dalam konflik besar antara Hizbullah dan Israel. Sebelum serangan langsung dilancarkan pekan ini, militer Lebanon sudah setahun terakhir tidak pernah melepas tembakan apa pun ke posisi militer Israel.

    Satu tentara Lebanon, menurut militer Beirut dalam pernyataannya seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Jumat (4/10/2024), tewas dalam serangan Israel yang menghantam sebuah pos militer mereka di area Bint Jbeil pada Kamis (3/10) waktu setempat.

    Disebutkan juga oleh militer Lebanon bahwa tentaranya telah membalas serangan itu dengan melepas tembakan ke sumber serangan.

    Seorang pejabat militer Lebanon, yang enggan disebut namanya, menuturkan kepada AFP bahwa itu menjadi respons pertama yang diberikan militer Beirut terhadap serangan Tel Aviv sejak Oktober tahun lalu saat ketegangan di perbatasan meningkat.

    Dijelaskan oleh pejabat militer Lebanon tersebut bahwa serangan balasan dilancarkan terhadap Israel karena pos militer Lebanon “dihantam” serangan secara langsung.

    Satu tentara Lebanon lainnya tewas dalam serangan Israel yang menghantam desa Taybeh pada Kamis (3/10) waktu setempat. Ini berarti, ada dua tentara Lebanon yang terbunuh akibat serangan udara Israel dalam 24 jam terakhir.

    Diumumkan militer Israel, secara terpisah, bahwa seorang tentaranya “tewas dan seorang lainnya terluka akibat agresi musuh Israel selama operasi evakuasi dan penyelamatan dengan Palang Merah Lebanon di desa Taybeh”.

    Satu lagi tentara Lebanon tewas dalam serangan Israel pada Senin (30/9). Dalam pengumumannya, militer Lebanon menyebut satu tentaranya tewas dalam serangan drone Israel yang menargetkan sepeda motor yang melewati pos pemeriksaan di area Wazzani, Lebanon bagian selatan.

    Dengan demikian, total sudah tiga tentara Lebanon yang tewas akibat serangan udara Israel sejak eskalasi konflik berlangsung dengan Hizbullah pekan lalu.

    Sejauh ini, belum ada tanggapan militer Israel atas laporan kematian tentara-tentara Lebanon ini.

    Lihat video ‘Israel Incar Hashem Safieddine, Calon Pemimpin Hizbullah Selanjutnya’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Ternyata, Pasukan Israel Sudah Berbulan-bulan Beroperasi di Lebanon

    Ternyata, Pasukan Israel Sudah Berbulan-bulan Beroperasi di Lebanon

    Tel Aviv

    Pasukan khusus Israel ternyata sudah berbulan-bulan melancarkan operasi militer di dalam wilayah Lebanon bagian selatan. Dalam operasinya, pasukan khusus Israel telah menemukan dan menghancurkan terowongan bawah tanah, serta menghancurkan gudang senjata milik kelompok Hizbullah.

    Hal tersebut diungkapkan oleh juru bicara militer Israel Daniel Hagari dalam pernyataannya, seperti dilansir Al Arabiya, Rabu (2/10/2024). Dia mengatakan bahwa rincian soal operasi tersebut sedang dideklasifikasi, beberapa jam setelah Tel Aviv mengumumkan operasi darat menargetkan Hizbullah di wilayah Lebanon bagian selatan.

    Lusinan operasi semacam itu, menurut Hagari, juga berhasil mengungkap rencana detail Hizbullah untuk menginvasi atau memasuki wilayah Israel dan melancarkan serangan yang mirip dengan serangan mematikan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.

    “Pasukan kami telah memasuki infrastruktur bawah tanah Hizbullah; menemukan gudang senjata tersembunyi milik Hizbullah dan menyita serta menghancurkan senjata-senjata tersebut, termasuk senjata canggih buatan Iran,” ujar Hagari dalam pernyataannya.

    Hagari menyatakan bahwa temuan dan bukti yang didapat dalam operasi di desa-desa yang ada di wilayah Lebanon bagian selatan itu akan disampaikan kepada komunitas internasional.

    Dia juga menunjukkan beberapa video yang direkam dengan body-camera, atau kamera yang menempel pada tubuh tentara Israel, yang disebutnya menunjukkan terowongan Hizbullah di bawah tiga desa di Lebanon bagian selatan, yang berseberangan dengan tiga kota di perbatasan Israel.

    Disebutkan oleh Hagari bahwa pasukan Israel dalam operasinya juga menemukan peta-peta yang menandai komunitas dan pos militer Israel.

    “Operasi-operasi yang kami deklasifikasi malam ini hanyalah sebagian kecil dari puluhan operasi yang akan kami ungkap ke depan, termasuk penghancuran aset dan kemampuan strategis Hizbullah,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Hagari menegaskan bahwa operasi darat Israel akan terus berlanjut hingga puluhan ribu warganya yang tinggal di dekat perbatasan Lebanon bisa kembali dengan selamat dan aman ke rumah-rumah mereka usai mengungsi beberapa bulan terakhir akibat serangan Hizbullah.

    Namun, imbuh Hagari, tujuan militer Israel adalah mencapai target tersebut secepat mungkin.

    “Kami tidak akan mendatangi Beirut. Kami tidak akan mendatangi kota-kota di Lebanon bagian selatan. Kami fokus pada wilayah desa-desa di sekitar perbatasan kami,” ucapnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Iran Ancam Serangan Dahsyat Jika Israel Balas Serangan Rudalnya

    Iran Ancam Serangan Dahsyat Jika Israel Balas Serangan Rudalnya

    Teheran

    Garda Revolusi Iran (IRGC) mengancam akan melancarkan serangan lebih dahsyat jika Israel membalas serangan rudal yang diluncurkan pada Selasa (1/10) malam. Teheran menegaskan serangannya itu mengenai sebagian besar target militer dan keamanan penting di jantung wilayah Israel.

    “Jika rezim Zionis bereaksi secara militer terhadap operasi ini, yang sesuai dengan hak legal negara ini dan hukum internasional, mereka akan menghadapi serangan yang dahsyat dan menghancurkan,” cetus IRGC dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP dan kantor berita ISNA, Rabu (2/10/2024).

    Diklaim oleh Iran bahwa serangan rudalnya itu “sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa”, terutama soal hak untuk mempertahankan diri.

    IRGC dalam pernyataannya menjelaskan bahwa rentetan serangan rudal itu merupakan pembalasan atas pembunuhan tiga tokoh penting oleh Israel dan atas rentetan kejahatan Tel Aviv di wilayah Palestina dan Lebanon.

    Ketiga tokoh yang dimaksud adalah pemimpin biro politik Hamas Ismail Haniyeh, pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah dan komandan senior IRGC Abbas Nilforoushan. Haniyeh tewas dalam serangan di Teheran pada akhir Juli, sedangkan Nasrallah dan Nilforoushan tewas dalam serangan di Lebanon pekan lalu.

    “Sebagai respons atas kematian syahid Ismail Haniyeh, Hassan Nasrallah dan komandan IRGC Abbas Nilforoushan, kami menargetkan jantung wilayah pendudukan,” sebut IRGC dalam pernyataannya.

    Dalam pernyataannya, IRGC juga memperingatkan negara-negara lainnya untuk tidak melakukan intervensi militer langsung untuk mendukung Israel. Diperingatkan Teheran bahwa “kepentingan mereka di kawasan juga akan menghadapi serangan yang kuat” jika ada intervensi militer.

    Iran Klaim 90 Persen Rudal Hantam Target di Israel

    IRGC dalam pernyataannya menyebut rentetan serangan rudal Iran ditargetkan terhadap “tiga pangkalan militer” di sekitar Tel Aviv, juga terhadap pangkalan udara dan pangkalan radar Israel. Pusat konspirasi dan perencanaan pembunuhan terhadap para pemimpin Poros Perlawanan dan komandan IRGC juga disebut menjadi target serangan.

    Diklaim oleh IRGC, seperti dilansir Press TV, bahwa ketiga pangkalan militer Israel itu dihantam serangan rudal Iran.

    Menurut IRGC dalam pernyataannya, meskipun area-area tertentu dilindungi oleh sistem pertahanan udara yang canggih, sebanyak “90 persen” dari rudal-rudal yang diluncurkan itu berhasil “mengenai target-targetnya” di Israel.

    “Rezim Zionis sangat ketakutan dengan intelijen dan dominasi operasional Republik Islam (Iran),” sebut IRGC.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran, Abbas Araghchi, dalam pernyataan terpisah mengatakan serangan Teheran “akan selesai kecuali rezim Israel memutuskan untuk melakukan pembalasan lebih lanjut”.

    Sementara Presiden Masoud Pezeshkian memuji serangan itu sebagai “respons tegas” negaranya terhadap apa yang disebutnya sebagai “agresi” Israel.

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, sebelumnya menegaskan akan membuat Iran membayar atas rentetan serangan rudalnya. Netanyahu menyebut serangan rudal besar-besaran Teheran itu sebagai kesalahan besar.

    “Iran membuat kesalahan besar malam ini dan akan membayarnya,” kata Netanyahu beberapa jam setelah serangan rudal terjadi pada Selasa (1/10) malam.

    “Siapa pun yang menyerang kami, kami serang mereka,” tegasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)