Negara: Kuba

  • Trump Hentikan Pendanaan VOA: Apa Dampaknya? – Halaman all

    Trump Hentikan Pendanaan VOA: Apa Dampaknya? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kebijakan terbaru Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang memutuskan untuk memangkas pendanaan untuk media yang didanai pemerintah, telah menuai kontroversi.

    Keputusan ini tidak hanya berdampak pada Voice of America (VOA), tetapi juga berpengaruh pada keberlangsungan berita dan informasi yang disampaikan kepada masyarakat.

    Mengapa Trump Memangkas Anggaran Media?

    Pada 15 Maret 2025, Kari Lake, penasihat senior yang ditunjuk oleh Trump, mengumumkan melalui platform X bahwa pemangkasan dana ini ditujukan untuk program-program prodemokrasi yang didanai pemerintah.

    Dalam video yang diunggahnya, Lake menyatakan bahwa lembaga-lembaga pemerintah, termasuk Badan Media Global AS, dianggap sebagai pemborosan anggaran.

    Lake berpendapat bahwa pemotongan anggaran bertujuan untuk memastikan bahwa pajak rakyat tidak lagi digunakan untuk apa yang ia sebut sebagai “propaganda radikal”.

    Dengan kebijakan ini, mereka berusaha untuk merampingkan organisasi yang dianggap tidak efisien.

    Dampak Pemangkasan Anggaran Terhadap Voice of America

    Akibat dari kebijakan ini, Voice of America, media kondang yang dikenal menyiarkan berita berbahasa Spanyol ke Kuba melalui TV dan Radio Marti, terpaksa memberhentikan 13.000 karyawan.

    Karyawan juga diminta untuk mengembalikan perangkat kerja, seperti ponsel dan laptop.

    Direktur VOA, Michael Abramowitz, mengungkapkan bahwa keputusan ini sangat menyedihkan, karena untuk pertama kalinya dalam 83 tahun, VOA mengalami pemutusan kegiatan. “Saya sangat sedih karena untuk pertama kalinya dalam 83 tahun Voice of America yang tersohor itu dibungkam,” ujar Abramowitz.

    Ia mengakui bahwa VOA memang membutuhkan reformasi, tetapi langkah yang diambil Trump justru menghambat misi lembaga untuk menyampaikan berita dan program budaya.

    Reaksi Terhadap Kebijakan Pemecatan

    Mantan Kepala Keuangan Badan Media Global AS, Grant Turnet, juga mengkritik keputusan ini, menyebutnya sebagai “Sabtu Berdarah” bagi lembaga pers.

    Menurutnya, pemangkasan anggaran ini tidak hanya akan mengganggu VOA, tetapi juga dapat mengakhiri kontrak dengan lembaga penyiaran internasional swasta lainnya, seperti Radio Free Europe dan Radio Free Asia.

    Turnet menekankan pentingnya VOA sebagai aset bagi Amerika Serikat dalam perang melawan komunisme, fasisme, dan penindasan.

    Ia mengungkapkan bahwa membangun kredibilitas media ini memerlukan waktu puluhan tahun dan mengkhawatirkan dampak kebijakan yang seolah membakar semua pencapaian tersebut.

    Kecaman dari Kelompok Advokasi

    Kelompok advokasi Reporters Without Borders juga mengecam keputusan Trump, dengan menyatakan bahwa kebijakan ini mengancam kebebasan pers di seluruh dunia.

    Mereka menilai bahwa hal ini akan meniadakan 80 tahun sejarah Amerika dalam mendukung arus informasi yang bebas dan akurat.

    Dengan segala dampak yang dihasilkan oleh kebijakan ini, banyak pihak berharap akan ada perubahan positif yang bisa menjaga integritas dan keberlangsungan media yang mendukung kebebasan informasi.

    Bagaimana langkah ke depan dalam menjaga kebebasan pers dan kualitas informasi di era yang penuh tantangan ini?

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Trump Larang Warga dari 41 Negara Datang ke AS, Indonesia Termasuk?

    Trump Larang Warga dari 41 Negara Datang ke AS, Indonesia Termasuk?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump sedang mempertimbangkan untuk mengeluarkan pembatasan perjalanan menyeluruh bagi warga negara dari puluhan negara sebagai bagian dari larangan baru, mengutip Reuters, Sabtu (15/3/2025).

    Memo tersebut mencantumkan total 41 negara yang dibagi menjadi tiga kelompok terpisah. Kelompok pertama yang terdiri dari 10 negara, termasuk Afghanistan, Iran, Suriah, Kuba, dan Korea Utara, akan ditetapkan untuk penangguhan visa penuh.

    Pada kelompok kedua, lima negara — Eritrea, Haiti, Laos, Myanmar, dan Sudan Selatan — akan menghadapi penangguhan sebagian yang akan memengaruhi visa turis dan pelajar serta visa imigran lainnya, dengan beberapa pengecualian.

    Pada kelompok ketiga, total 26 negara yang mencakup Belarus, Pakistan, dan Turkmenistan, akan dipertimbangkan untuk penangguhan sebagian penerbitan visa AS jika pemerintah mereka “tidak melakukan upaya untuk mengatasi kekurangan dalam waktu 60 hari”, kata memo tersebut.

    Seorang pejabat AS memperingatkan, mungkin ada perubahan pada daftar tersebut dan bahwa daftar tersebut belum disetujui oleh pemerintah, termasuk Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio.

    The New York Times pertama kali melaporkan daftar negara tersebut.

    Langkah tersebut mengingatkan kembali pada larangan masa jabatan pertama Presiden Donald Trump terhadap pelancong dari tujuh negara mayoritas Muslim, sebuah kebijakan yang mengalami beberapa iterasi sebelum ditegakkan oleh Mahkamah Agung pada tahun 2018.

    Trump mengeluarkan perintah eksekutif pada tanggal 20 Januari yang mengharuskan pemeriksaan keamanan intensif terhadap setiap orang asing yang ingin masuk ke AS untuk mendeteksi ancaman keamanan nasional.

    Perintah tersebut mengarahkan beberapa anggota kabinet untuk menyerahkan daftar negara-negara yang perjalanannya harus ditangguhkan sebagian atau seluruhnya sebelum 21 Maret karena “informasi pemeriksaan dan penyaringan mereka sangat kurang.”

    Arahan Trump merupakan bagian dari tindakan keras imigrasi yang ia luncurkan pada awal masa jabatan keduanya.

    Ia memaparkan rencananya dalam pidatonya pada Oktober 2023, berjanji untuk membatasi orang-orang dari Jalur Gaza, Libya, Somalia, Suriah, Yaman, dan “tempat mana pun yang mengancam keamanan kita.”

    Daftar Negara yang bakal masuk dalam daftar pembatasan masuk AS, seperti dilansir Reuters:

    Afghanistan
    Kuba
    Iran
    Libya
    Korea Utara
    Somalia
    Sudan
    Syria
    Venezuela
    Yaman

    rencana pembatasan visa sebagian (turis, pelajar bisa terkena dampak)

    Eritrea
    Haiti
    Laos
    Myanmar
    Sudan Selatan

    rencana pembatasan sebagian jika tak mampu mengatasi kekurangannya:

    Angola
    Antigua and Barbuda
    Belarus
    Benin
    Bhutan
    Burkina Faso
    Cabo Verde
    Kamboja
    Kamerun
    Chad
    Republik Demokratik Kongo
    Dominika
    Guinea Ekuatorial
    Gambia
    Liberia.

    (dce)

  • Gerhana Bulan Total Malam Ini 13-14 Maret 2025, Cek Lokasi-Waktunya!

    Gerhana Bulan Total Malam Ini 13-14 Maret 2025, Cek Lokasi-Waktunya!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Fenomena Gerhana Bulan Total menghiasi langit Bumi di pertengahan Ramadan ini, mulai 13 Maret 2025 hingga 14 Maret 2025. Ini merupakan Gerhana Bulan Total pertama sejak 2022 silam. 

    Gerhana Bulan Total akan membuat BUlan tampak merah selama 65 menit, sebuah fenomena yang sering dijuluki sebagai Bulan Darah atau Blood Moon.

    Meskipun tidak memiliki signifikansi astronomi khusus, pemandangan di langit sangat mencolok karena bulan yang biasanya berwarna putih berubah menjadi merah atau cokelat kemerahan.

    Sayangnya, fenomena Blood Moon ini hanya bisa disaksikan di sebagian sisi Bumi pada malam hari. Selain itu, Indonesia tak kebagian untuk menyaksikan fenomena langka tersebut.

    Lalu, di mana bisa menyaksikannya?

    Mengutip laporan Space.com, meskipun titik gerhana terbesar akan terjadi di Samudra Pasifik, Amerika Utara dan Amerika Selatan akan mendapatkan pemandangan terbaik.

    Beberapa daerah di Eropa akan mendapatkan sedikit pemandangan blood moon. Sementara Asia Timur hanya akan melihat sekilas pemandangan saat Bulan terbit.

    Berikut daftar lokasi lengkapnya:

    Casablanca, Maroko
    Dublin, Irlandia
    Lisbon, Lisbon, Portugal
    Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat
    São Paulo, São Paulo, Brasil
    Buenos Aires, Argentina
    New York, New York, Amerika Serikat
    Guatemala City, Guatemala
    Los Angeles, California, Amerika Serikat
    Rio de Janeiro, Rio de Janeiro, Brasil
    Toronto, Ontario, Kanada
    Caracas, Venezuela
    San Salvador, El Salvador
    Montréal, Quebec, Kanada
    Santo Domingo, Republik Dominika
    Chicago, Illinois, Amerika Serikat
    St. John’s, Newfoundland dan Labrador, Kanada
    Ottawa, Ontario, Kanada
    New Orleans, Louisiana, Amerika Serikat
    Mexico City, Ciudad de México, Meksiko
    Asuncion, Paraguay
    Santiago, Chili
    Brasilia, Distrito Federal, Brasil
    Washington DC, Distrik Columbia, Amerika Serikat
    Auckland, Auckland, Selandia Baru
    San Francisco, California, Amerika Serikat
    Suva, Fiji
    Lima, Lima, Peru
    Detroit, Michigan, Amerika Serikat
    Havana, Kuba

    Sementara itu, terdapat juga sejumlah kota yang dapat menyaksikan sebagian Gerhana Bulan yang terjadi di bulan Maret 2025. Berikut ini daftar kotanya:

    Khartoum, Sudan
    Ankara, Turki
    Johannesburg, Afrika Selatan
    Kairo, Mesir
    Bukares, Rumania
    Sofia, Bulgaria
    Athena, Yunani
    Warsawa, Polandia
    Budapest, Hungaria
    Stockholm, Swedia
    Wina, Wina, Austria
    Zagreb, Kroasia
    Roma, Italia
    Berlin, Berlin, Jerman
    Kopenhagen, Denmark
    Oslo, Norwegia
    Lagos, Lagos, Nigeria
    Amsterdam, Belanda
    Brussels, Brussels, Belgia
    Aljir, Aljazair
    Paris, Paris, Prancis
    London, Inggris, Inggris Raya
    Madrid, Madrid, Spanyol
    Brisbane, Queensland, Australia
    Sydney, New South Wales, Australia
    Melbourne, Victoria, Australia
    Tokyo, Jepang
    Seoul, Korea Selatan

    Tidak seperti saat Gerhana Matahari, melihat Bulan selama Gerhana Bulan adalah hal yang aman. Fenomena ini juga akan berlangsung selama berjam-jam. Ahli memprediksi gerhana bulan akan terjadi total selama 6 jam, antara pukul 23:57 dan 06:00 EDT.

    Gerhana bulan total kali ini akan dimulai dengan gerhana penumbra, ketika bulan memasuki bayangan luar Bumi yang kabur dan kehilangan kecerahannya, yang dimulai pukul 23:57 hingga 01:09 EDT.

    Kemudian akan terjadi fase parsial, yakni ketika bulan mulai memasuki bayangan umbra Bumi yang lebih gelap dan mulai berubah menjadi merah, dari pukul 01:09 hingga 02:26 EDT dini hari.

    Dan fase totalitas, ketika seluruh bulan berada di dalam umbra Bumi, akan berlangsung selama 65 menit, dari pukul 02:26 hingga 03:31 EDT.

    Pemandangannya kemudian berbalik, dengan totalitas diikuti oleh fase parsial dari pukul 3:31 hingga 4:47 pagi dan fase penumbra dari pukul 4:47 hingga 6 pagi EDT.

    Di Amerika Utara, semua fase gerhana dapat diamati di seluruh 50 negara bagian, termasuk Alaska, Hawaii, Kanada, dan Meksiko. Sebagian besar Amerika Selatan, termasuk Brasil, Argentina, dan Chili, juga dapat menyaksikan gerhana secara penuh.

    Di Eropa, wilayah barat seperti Spanyol, Prancis, dan Inggris dapat melihat gerhana sebelum bulan terbenam pada pagi hari 14 Maret. Dan Afrika bagian barat, termasuk Maroko dan Senegal, juga berkesempatan menyaksikan totalitas. Sementara itu, di Oseania, Selandia Baru dapat melihat fase akhir gerhana saat bulan terbit.

    (fab/fab)

  • AS Kontak Rusia Bahas Usulan Gencatan Senjata yang Disetujui Ukraina

    AS Kontak Rusia Bahas Usulan Gencatan Senjata yang Disetujui Ukraina

    JAKARTA – Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan pihaknya akan menghubungi Rusia pada Rabu waktu setempat, mengenai kesepakatan yang dicapai dengan Ukraina terkait gencatan senjata selama 30 hari. Akan dibahas juga langkah-langkah untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina.

    Tidak ada tanggapan resmi dari Moskow sejak perundingan AS-Ukraina berakhir di Arab Saudi setelah lebih dari delapan jam, dengan Kyiv menyetujui gencatan senjata selama 30 hari dan AS memulihkan bantuan militer dan pembagian intelijen.

    Presiden Vladimir Putin disebut kemungkinan tidak akan menyetujui usulan AS untuk gencatan senjata selama 30 hari di Ukraina, kata sumber-sumber di Rusia.

    Kesepakatan apa pun ditekankan harus memperhitungkan kemajuan Rusia di medan perang dan mengatasi kekhawatiran Moskow.

    Invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022 telah menyebabkan ratusan ribu orang tewas dan terluka, membuat jutaan orang mengungsi, dan memicu konfrontasi terbesar antara Moskow dan Barat sejak Krisis Rudal Kuba tahun 1962.

    Presiden AS Donald Trump telah membalikkan kebijakan AS sebelumnya terhadap Rusia, membuka pembicaraan bilateral dengan Moskow dan menangguhkan bantuan militer dan pembagian intelijen dengan Ukraina, dengan mengatakan Ukraina harus menyetujui persyaratan untuk mengakhiri perang.

    Amerika Serikat setuju pada Selasa untuk melanjutkan bantuan militer dan pembagian intelijen setelah Kyiv mengatakan siap mendukung proposal gencatan senjata.

    Sumber senior Rusia mengatakan kepada Reuters, Rusia perlu membahas persyaratan gencatan senjata dan mendapatkan semacam jaminan.

    “Sulit bagi Putin untuk menyetujui hal ini dalam bentuknya saat ini,” kata sumber tersebut yang berbicara dengan syarat anonim karena sensitivitas situasi, kepada Reuters dilansir Rabu, 12 Maret.

    “Putin memiliki posisi yang kuat karena Rusia sedang maju,” katanya.

    Rusia menguasai hampir seperlima wilayah Ukraina, sekitar 113.000 km persegi (43.630 mil) dan telah bergerak maju selama berbulan-bulan.

    Ukraina merebut sebagian kecil wilayah Rusia barat pada Agustus sebagai alat tawar-menawar, tetapi cengkeramannya di sana melemah, menurut peta sumber terbuka perang dan perkiraan Rusia.

    Sumber Rusia mengatakan tanpa jaminan di samping gencatan senjata, posisi Rusia dapat dengan cepat menjadi lebih lemah dan Rusia kemudian dapat disalahkan oleh Barat karena gagal mengakhiri perang.

  • Trump Makin Beringas, Ancam Bakal Deportasi 240 Ribu Warga Ukraina yang Cari Perlindungan ke AS – Halaman all

    Trump Makin Beringas, Ancam Bakal Deportasi 240 Ribu Warga Ukraina yang Cari Perlindungan ke AS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam akan mendeportasi atau mencabut status hukum sementara untuk sekitar 240.000 orang Ukraina yang melarikan diri ke AS.

    Rencana Trump diungkap seorang pejabat senior Trump dan tiga sumber yang akrab dengan masalah tersebut pada Kamis (6/3/2025).

    Deportasi massal akan mulai dilakukan Trump paling cepat pada April 2025, sebagai bagian dari kebijakan luas pemerintahan Trump untuk mengakhiri program pembebasan bersyarat kemanusiaan yang diberikan Presiden  sebelumnya Joe Biden terhadap warga Ukraina.

    “Ini bagian dari upaya pemerintahan Trump untuk mencabut status hukum lebih dari 1,8 juta migran yang diizinkan memasuki AS di bawah program pembebasan bersyarat kemanusiaan sementara yang diluncurkan di bawah pemerintahan Biden,” kata salah satu sumber, dikutip dari New York Post.

    Sebelum kebijakan deportasi diberlakukan, pada era presiden Joe Biden, Gedung Putih sempat membuka program pembebasan bersyarat bagi warga Ukraina yang ingin tinggal sementara di AS selama perang dengan Rusia berlangsung.

    Program ini mulai dibuka sejak 2022 silam, memungkinkan lebih dari 1,8 juta warga Ukraina untuk memasuki AS dengan status perlindungan sementara.

    Joe Biden merancang program pembebasan bersyarat ini untuk memberikan jalur hukum sementara guna mencegah imigrasi ilegal dan memberikan bantuan kemanusiaan. 

    Alasan Trump Depak Warga Ukraina

    Akan tetapi buntut perseteruan panas yang terjadi antara Presiden Trump dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada pekan lalu, Trump kini semakin keras dengan Ukraina.

    Meski begitu, Juru bicara Departemen Keamanan Dalam Negeri AS Tricia McLaughlin dengan tegas menolak pernyataan yang menyebut Trump melakukan deportasi karena ada kaitannya dengan adu mulut yang terjadi dengan Zelensky.

    Lantaran pencabutan perlindungan bagi warga Ukraina sedang berlangsung sebelum Trump secara terbuka berselisih dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky minggu lalu.

    Hal tersebut dilakukan sesuai perintah eksekutif Trump yang dikeluarkan pada tanggal 20 Januari, meminta Departemen Keamanan Dalam Negeri AS untuk menghentikan semua program yang terkait perlindungan era Biden.

    Termasuk mencabut pembebasan bersyarat bagi warga Ukraina.

    Tak hanya itu deportasi juga akan diberlakukan bagi 530.000 warga Kuba, Haiti, Nikaragua, dan Venezuela yang tiba di AS pada Mei 2023 dan menetap di DeWitt, Iowa.

    Menurut email internal Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE), migran yang kehilangan status pembebasan bersyaratnya dapat menghadapi deportasi cepat tanpa batasan waktu tertentu.

    Adapun imigran yang dimaksud ialah mereka Mereka yang memasuki AS melalui jalur resmi tetapi tanpa status penerimaan resmi.

    Kebijakan Trump Picu Kekhawatiran

    Keputusan ini memicu kekhawatiran di kalangan imigran yang sebelumnya dilindungi oleh kebijakan Biden.

    Bahkan banyak dari mereka kini menghadapi ketidakpastian mengenai status hukum mereka di AS.

    Seperti Liana Avetisian, salah satu warga Ukraina yang kabur ke AS bersama suaminya, dan putrinya yang berusia 14 tahun.

    Avetisian kini tengah dibayangi ketidakpastian. Avetisian yang bekerja di bidang real estate di Ukraina dan suaminya bekerja konstruksi melarikan diri dari Kyiv pada Mei 2023.

    Ia memutuskan untuk memulai kehidupan baru di AS dan membeli rumah di kota kecil DeWitt, Iowa.

    Namun saat ini mereka terancam harus angkat kaki dari AS padahal telah menghabiskan sekitar 4.000 dolar AS untuk biaya pendaftaran guna memperbarui pembebasan bersyarat dan mencoba mengajukan program lain yang dikenal sebagai Status Perlindungan Sementara.

    “Kami tidak tahu harus berbuat apa, saya merasa pusing karena khawatir dengan situasi ini,” kata Avetisian.

    Kekhawatiran serupa juga diungkap Rafi, mantan perwira intelijen Afghanistan yang memasuki AS secara legal pada Januari 2024 melalui aplikasi CBP One.

    Ia memperoleh status pembebasan bersyarat selama dua tahun. Namun, pada 13 Februari, saat menghadiri pertemuan rutin di kantor ICE, statusnya dicabut dan ia langsung ditahan.

    Rafi telah mengajukan permohonan suaka dan dijadwalkan menghadiri sidang pada April.

    Pengacaranya meminta ICE untuk membebaskannya, menekankan bahwa ia tidak memiliki catatan kriminal dan memiliki kasus suaka aktif terkait pekerjaannya dengan militer AS di Afghanistan. 

    Namun, ICE menolak permintaan tersebut, dengan menyatakan bahwa kebijakan prioritas imigrasi saat ini berakhir pada 20 Januari 2025, bertepatan dengan pelantikan Trump.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Jalan Rusak Nggak Dibetulin Malah Tumbuh Pohon Pisang yang Berbuah

    Jalan Rusak Nggak Dibetulin Malah Tumbuh Pohon Pisang yang Berbuah

    Jakarta

    Jalan rusak yang tidak diperbaiki mendadak jadi kebun pisang. Aspal rusak itu kini menjadi taman kota yang tidak biasa.

    Dikutip dari , sebenarnya warga sekitar tidak menanam pisang dengan sengaja. Lokasinya berada di El Cerro, Havana, Kuba.

    Pohon itu tiba-tiba muncul di lubang jalan sejak tiga tahun lalu. Tepat setelah pihak berwenang memperbaiki pipa bocor, namun tidak menutup kembali permukaan jalan.

    “Sepertinya hujan membawa tanaman pisang dan membuatnya tumbuh,” kata Carmen Rosa Guzman kepada Reuters.

    “Kami ingin mereka datang dan mengaspal jalan, tetapi sementara itu, tanaman pisang malah berbuah, jadi kami memanfaatkannya untuk memakannya karena makanan (harganya) sangat mahal,” tambahnya.

    Cerita pohon pisang yang berada di jalan juga datang dari Indonesia. Warga Dusun Yudomulyo, Desa Ringintelu, Bangorejo, Banyuwangi protes jalan rusak. Caranya, mereka menanam pohon pisang di sepanjang jalan yang rusak.

    Aksi menanam pohon pisang ini dilakukan di jalan yang rusak sepanjang 10 kilometer. Mereka melakukan protes itu sejak sepekan ini.

    Bukan hanya satu batang pohon, dalam satu lubang bahkan muat untuk ditanam dua hingga tiga batang pohon.

    Salah satu pengguna jalan Akbar mengungkapkan jalan tersebut rusak sudah sejak 5 tahun ini. Karena hal itu, pengendara kerap mengalami kecelakaan akibat banyaknya jalan berlubang besar.

    “Sudah lama sekali itu, ada kalau 5 tahun itu. Sejak waktu masih Bupati Anas,” kata Akbar, Kamis (27/2/2025).

    Seorang warga Desa Ringintelu, Sumarmi mengaku setuju dengan penanaman pohon pisang tersebut, menurutnya itu bisa jadi tanda kalau ada lubang.

    “Nggak apa-apa, ditanami jadi tahu kalau ada lubang,” jelasnya.

    (riar/rgr)

  • Fakta Baru Perang Rusia-Ukraina: Trump-Putin Mesra, Goob Bye Zelensky

    Fakta Baru Perang Rusia-Ukraina: Trump-Putin Mesra, Goob Bye Zelensky

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perang antara Rusia dan Ukraina masih terus terjadi hingga hari ini. Meski begitu, mulai ada tanda-tanda kelemahan dari Kyiv, khususnya setelah penyokong nomor satunya, Amerika Serikat (AS), mengambil langkah untuk menghentikan intervensinya dalam perang itu.

    Rusia melancarkan serangan skala besar terhadap Ukraina Timur atau Donbass pada 24 Februari 2024. Moskow berupaya merebut wilayah itu dengan alasan diskriminasi rezim Kyiv terhadap wilayah itu, yang mayoritas dihuni etnis Rusia, serta niatan Ukraina untuk bergabung bersama aliansi pertahanan Barat, NATO.

    Hingga saat ini, peperangan masih terus terjadi. Berikut perkembangan terbarunya sebagaimana dirangkum dari berbagai sumber oleh CNBC Indonesia, Jumat (21/2/2025):

    1. Zelensky Tipu Trump?

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dilaporkan menipu Presiden AS Donald Trump. Hal ini terkait dengan potensi mineral yang ada di Ukraina, yang sempat dijadikan bahan jaminan Kyiv untuk membayar senjata yang diberikan Washington untuk perangnya dengan Rusia.

    Mengutip Russia Today, Zelensky mengklaim bahwa Ukraina memiliki deposit titanium terbesar di Eropa, sementara Perdana Menteri Denis Shmigal menulis dalam sebuah opini untuk Politico bahwa lapisan tanah bawah negara itu mengandung “22 dari 30 mineral yang terdaftar sebagai penting bagi Uni Eropa.

    Namun hal ini tidaklah benar menurut anggota Verkhovna Rada Ukraina, Artyom Dmitruk. Ia menjelaskan bahwa taktik Zelensky itu menipu.

    “Ini adalah masalah di mana Zelensky sekali lagi membodohi seluruh dunia, dan, lebih khusus lagi, Donald Trump dan timnya,” kata Dmitruk.

    “Pertama, semua sumber daya ini, mineral tanah jarang, saat ini terletak di wilayah dengan pertempuran aktif. Kedua, tidak seorang pun dapat mengatakan berapa harga untuk mengekstraksi sumber daya ini,” imbuhnya.

    “Jika sumber daya berharga ini dapat ditambang dengan mudah dan dalam skala besar seperti yang dijanjikan Zelensky, dan jika itu menguntungkan, perusahaan-perusahaan di Ukraina pasti sudah mulai melakukannya sejak lama. Itu adalah kebohongan lain, lelucon lain yang coba dieksploitasi Zelensky.”

    2. Trump Bekukan Senjata ke Ukraina

    AS telah menghentikan penjualan senjata ke Ukraina. Hal ini dilaporkan oleh anggota parlemen senior Roman Kostenko, yang menjabat sebagai sekretaris Komite Pertahanan Verkhovnaya Rada.

    Washington telah menjadi sumber bantuan militer terbesar bagi Ukraina sejak meningkatnya konflik dengan Rusia pada awal tahun 2022, termasuk melalui pengiriman senjata dan peralatan serta dukungan finansial. Sebagian dari bantuan finansial tersebut telah digunakan untuk membayar produsen senjata AS untuk mendapatkan senjata baru bagi tentara Ukraina atau mengganti senjata lama yang sebelumnya disediakan.

    “Menurut informasi saya, senjata yang akan dijual telah dihentikan. Perusahaan-perusahaan yang siap mentransfer senjata ini sekarang menunggu karena belum ada keputusan (dari Washington),” kata jurnalis Natalia Moseychuk.

    Ia mengklaim bahwa penangguhan tersebut terkait dengan pemulihan hubungan yang sedang berkembang antara Washington dan Moskow, yang mengadakan negosiasi langsung pertama mereka di tingkat senior dalam tiga tahun di Arab Saudi minggu ini. Menurut Kostenko, fakta bahwa Ukraina tidak diundang ke pembicaraan tersebut telah memicu ketidakpastian di antara produsen senjata AS tentang pengiriman ke Kyiv.

    3. Potensi Perdamaian

    Gencatan senjata di Ukraina dapat dicapai tahun ini meskipun posisi kedua belah pihak ‘sangat bertentangan’. Hal ini disampaikan Kepala Direktorat Intelijen Utama (HUR) Ukraina, Kirill Budanov.

    Dalam pernyataannya, Budanov menyebut potensi itu sangat terbuka. Ia menambahkan bahwa dirinya tidak dapat mengingat satu pun konflik di mana pengerahan pasukan penjaga perdamaian, seperti yang sebelumnya diusulkan Inggris, terbukti efektif.

    “Ini adalah situasi yang paradoks: meskipun posisi awal kedua belah pihak sangat bertentangan, saya percaya bahwa kita akan mencapai gencatan senjata tahun ini. Berapa lama itu akan berlangsung dan seberapa efektif itu adalah pertanyaan lain,” kata Budanov kepada kantor berita Hromadske pada hari Kamis.

    Bulan lalu, laporan media menyebutkan bahwa Budanov mengatakan dalam sebuah rapat tertutup di parlemen bahwa Ukraina mungkin tidak akan bertahan kecuali perundingan dengan Rusia dimulai pada musim panas ini. HUR telah membantah klaim tersebut, dengan mengatakan bahwa pernyataan yang dituduhkan itu salah dan diambil di luar konteks.

    Menurut Budanov, tidak ada kerangka kerja, selain keanggotaan NATO, yang dapat dianggap sebagai jaminan keamanan sejati bagi Ukraina. Menurutnya, semua pilihan lain harus dianggap hanya sebagai “komitmen untuk mendukung”.

    4. Putin Mesra dengan Trump soal Ukraina

    Kremlin menawarkan dukungan kepada Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam pertikaiannya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Rusia menuduh presiden Ukraina itu melontarkan pernyataan yang “tidak dapat diterima” tentang para pemimpin dunia.

    “Retorika Zelensky dan banyak perwakilan rezim Kyiv masih jauh dari kata memuaskan. Fakta bahwa peringkat Zelensky menurun adalah tren yang sangat jelas,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan, seperti dikutip Reuters.

    Kembalinya Trump ke kursi kepresidenan telah mulai menghangatkan hubungan AS-Rusia yang sedang sekarat, yang jatuh ke titik terendah sejak krisis rudal Kuba tahun 1962 di bawah Joe Biden, pendahulu Trump, karena perang Moskow di Ukraina.

    Sebaliknya, hubungan Kyiv dengan Washington, yang penting untuk pertahanan medan perangnya melawan Rusia, telah mulai retak di bawah Trump. Ketegangan muncul pada potensi kesepakatan AS untuk mengeksploitasi sumber daya alam Ukraina dan atas keputusan AS untuk mengadakan pembicaraan dua arah dengan Rusia tentang Ukraina tanpa Kyiv.

    Zelensky pada hari Rabu menuduh Trump hidup dalam “gelembung disinformasi” setelah Trump menyebutnya “seorang diktator” dan menepis klaim Trump bahwa peringkat popularitasnya hanya 4% sebagai pernyataan yang salah. Kremlin pun mendukung Trump.

    Peskov mengatakan dia tidak ingin membahas detail angka ketika membahas popularitas Zelensky, yang menurut jajak pendapat diUkraina menunjukkan di atas 50%. Ia menuduh Ukraina menghabiskan uang pembayar pajak asing dengan cara yang tidak terkendali dan menolak upaya untuk meminta pertanggungjawaban atas dana yang dihabiskan di masa lalu.

    “Sering kali perwakilan rezim Ukraina, terutama dalam beberapa bulan terakhir, membiarkan diri mereka mengatakan hal-hal yang sama sekali tidak dapat diterima tentang kepala negara lain,” kata Peskov, tanpa memberikan contoh.

    “Kami melihat ada perbedaan tertentu antara Washington dan Kyiv,” imbuhnya. 

    5. Trump Ultimatum Eropa

    Trump memberi Eropa waktu tiga minggu untuk menandatangani persyaratan “penyerahan” Ukraina kepada Rusia. Klaim ini disampaikan oleh seorang anggota Parlemen Eropa (MEP).

    Dalam sebuah unggahan di X, Mika Aaltola dari Partai Rakyat Eropa dari Finlandia mengklaim bahwa AS “telah memberi kami waktu tiga minggu untuk menyetujui persyaratan penyerahan Ukraina,” mengacu pada kesepakatan damai yang diusulkan yang bertujuan untuk mengakhiri perang.

    “Amerika Serikat telah memberi kita waktu tiga minggu untuk menyetujui persyaratan penyerahan Ukraina. Jika tidak, Amerika Serikat akan menarik diri dari Eropa. Trump memprioritaskan masalah keamanan Rusia sekarang dan di masa mendatang. Biarkan mereka mengakui kekacauan mereka. Kita punya waktu tiga minggu untuk tumbuh dewasa,” katanya.

    “Jika kami tidak melakukannya, Amerika Serikat akan menarik diri dari Eropa,” tambah Aaltola, tetapi tidak memberikan bukti untuk klaimnya.

    6. AS Tolak Resolusi PBB 

    AS menolak menjadi sponsor bersama dalam rancangan resolusi PBB yang memperingati tiga tahun invasi Rusia ke Ukraina. Ini menjadi sebuah langkah yang menandai perubahan sikap signifikan dari sekutu utama Kyiv.

    Menurut tiga sumber diplomatik yang dikutip oleh Reuters, Washington juga menolak frasa dalam pernyataan yang direncanakan oleh negara-negara G7 yang mengutuk agresi Rusia, menambah ketegangan antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Presiden AS Donald Trump, yang telah berusaha menyelesaikan perang dengan cepat melalui negosiasi langsung dengan Rusia tanpa keterlibatan Kyiv.

    Keputusan ini menimbulkan kekhawatiran besar di antara sekutu Ukraina, mengingat AS sebelumnya selalu mendukung resolusi serupa dalam dua peringatan tahunan sebelumnya. Dengan pemungutan suara Majelis Umum PBB dijadwalkan pada Senin depan, sikap AS masih belum jelas, tetapi langkah ini dapat mengurangi tekanan internasional terhadap Moskow.

    Rancangan resolusi yang disponsori lebih dari 50 negara ini menegaskan kembali dukungan terhadap integritas wilayah Ukraina dan menuntut Rusia menarik pasukannya secara penuh, segera, dan tanpa syarat. Namun, seorang diplomat yang mengetahui proses ini mengatakan, AS tidak akan menandatangani resolusi tersebut.

    Sumber lain menyatakan bahwa negara-negara pendukung Ukraina kini mencari dukungan dari negara-negara Global South untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh AS. Selain itu, AS juga menolak untuk menyetujui penggunaan frasa ‘agresi Rusia’ dalam pernyataan yang akan dikeluarkan oleh G7 pekan depan, sesuatu yang sebelumnya selalu muncul dalam dokumen resmi sejak 2022.

    Seorang diplomat menyebutkan bahwa pernyataan terakhir G7 hanya menyebut ‘perang Rusia yang menghancurkan di Ukraina’, tanpa menyebut agresi. Penolakan AS ini mengundang tanda tanya besar di kalangan diplomat dan analis politik, terutama karena dukungan diplomatik dan militer AS selama ini menjadi faktor kunci dalam ketahanan Ukraina terhadap invasi Rusia.

    7. Good Bye Zelensky?

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky akan kalah dari mantan panglima tertingginya, Valery Zaluzhny, dengan selisih suara yang besar jika pemilihan umum diadakan di Ukraina hari ini. Hal ini terungkap dari jajak pendapat yang dilakukan The Economist.

    “Banyak orang Ukraina jelas frustrasi dengan pemimpin perang mereka,” tulis laman itu.

    “Menurut data yang dikutip dalam laporan tersebut, Zelensky akan kalah dalam pemilihan umum mendatang sebesar 30% hingga 65% dari Valery Zaluzhny, jika mantan komandan tersebut mencalonkan diri untuk jabatan. Zaluzhny saat ini menjabat sebagai duta besar Ukraina untuk Inggris,” lapor media itu dikutip RT.

    The Economist lebih lanjut mengklaim bahwa, sangat kontras dengan popularitas 90% yang konon dinikmatinya selama hari-hari awal konflik pada tahun 2022, peringkat kepercayaan Zelensky mencapai titik terendah sebesar 52% bulan lalu.

    Pada hari Kamis, media Ukraina Strana UA, yang dianggap beroposisi terhadap pemerintah, mengutip survei terbaru yang dilakukan oleh Socis yang menunjukkan bahwa hanya 15,9% yang akan memilih Zelensky. Sementara Zaluzhny memperoleh dukungan dari 27,2% responden.

    (sef/sef)

  • AS Deportasi 177 Migran dari Guantanamo ke Venezuela

    AS Deportasi 177 Migran dari Guantanamo ke Venezuela

    Jakarta

    Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendeportasi 177 migran dari pangkalan militernya di Guantanamo, Kuba ke tanah air mereka di Venezuela.

    Dilansir kantor berita AFP, Jumat (21/2/2025), para pejabat di Washington dan Caracas mengonfirmasi bahwa sebuah pesawat meninggalkan pangkalan AS di Kuba tersebut pada Kamis (20/2) waktu setempat, menurunkan 177 orang tersebut di Honduras, tempat mereka dijemput oleh pemerintah Venezuela.

    Operasi yang direncanakan dengan cermat itu, tampaknya mustahil dilakukan beberapa minggu yang lalu, ketika Amerika Serikat menuduh Presiden Nicolas Maduro mencurangi pemilu.

    Namun, sejak Presiden AS Donald Trump menjabat empat minggu lalu, hubungan telah mencair, dengan Gedung Putih memprioritaskan kerja sama imigrasi.

    Utusan Trump, Richard Grenell melakukan perjalanan ke Caracas, ibu kota Venezuela pada 31 Januari lalu dan bertemu Maduro.

    Grenell menjadi perantara pembebasan enam tahanan AS. Sehari kemudian Trump mengumumkan Venezuela telah setuju untuk menerima migran ilegal yang dideportasi dari Amerika Serikat.

    Venezuela mengatakan telah “meminta pemulangan sekelompok rekan senegaranya yang secara tidak adil dibawa ke pangkalan angkatan laut Guantanamo.”

    “Permintaan ini telah diterima dan warga negara telah dipindahkan ke Honduras, dari sana mereka akan dipulangkan,” kata pemerintah Venezuela dalam sebuah pernyataan.

    Badan Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai AS mengonfirmasi bahwa mereka telah mengangkut “177 imigran ilegal Venezuela dari Teluk Guantanamo ke Honduras hari ini, untuk diambil oleh pemerintah Venezuela.”

    Sebelumnya, Caracas memutuskan hubungan dengan Washington pada Januari 2019, setelah Amerika Serikat mengakui pemimpin oposisi saat itu, Juan Guaido sebagai “presiden sementara” setelah pemilihan umum 2018, yang ditolak secara luas karena dianggap tidak bebas dan tidak adil.

    Pada Oktober 2023, Maduro mengizinkan pesawat AS yang membawa migran yang dideportasi untuk terbang ke Venezuela, tetapi mencabut izin tersebut empat bulan kemudian.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pecat 8 Inspektur Jenderal AS, Trump Digugat

    Pecat 8 Inspektur Jenderal AS, Trump Digugat

    Jakarta

    Delapan inspektur jenderal (IG) Amerika Serikat (AS) mengajukan gugatan terhadap Presiden Donald Trump dan pemerintahannya atas pemecatan mereka. IG mengatakan, mereka memainkan peran pengawasan nonpartisan atas pengeluaran federal triliunan dolar dan mengawasi jutaan pegawai federal.

    “Pemecatan ini melanggar undang-undang federal yang jelas, yang disetujui oleh mayoritas bipartisan di Kongres dan ditandatangani oleh Presiden. Undang-undang ini melindungi inspektur jenderal dari campur tangan dalam tugas pengawasan kritis dan non-partisan mereka,” kata gugatan tersebut.

    Trump memecat IG dari Departemen Pertahanan, Urusan Veteran, Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan, Luar Negeri, Pertanian, Pendidikan, Tenaga Kerja, dan Administrasi Bisnis Kecil. Menurut Undang-Undang Inspektur Jenderal, presiden harus memberi Kongres pemberitahuan 30 hari sebelum memberhentikan inspektur jenderal.

    Gugatan ini merupakan tantangan hukum terbaru terhadap tindakan eksekutif Trump dalam minggu-minggu pertama pemerintahannya.

    Hakim AS mengizinkan program pembelian pegawai Trump

    Sementara itu, seorang hakim distrik AS memutuskan, pemerintahan Trump dapat melanjutkan program pembelian pekerja federal sebagai bagian dari rencana Gedung Putih untuk merombak pemerintah federal.

    Serikat pekerja, yang mewakili lebih dari 800.000 pegawai federal menyatakan, tawaran “penundaan pengunduran diri” dari pemerintah kepada pegawai sipil federal adalah melanggar hukum.

    Rencana ini dijalankan melalui email yang dikirim ke hampir semua pegawai federal pada 28 Januari dengan judul “Persimpangan Jalan.” Kantor Personalia dan Manajemen (OPM) menyebutkan, pegawai dapat memilih untuk mengundurkan diri sekarang dan mempertahankan semua gaji dan tunjangan hingga 30 September, atau menghadapi masa depan yang tidak pasti. Pegawai yang berminat hanya perlu membalas dengan kata “mengundurkan diri” untuk ikut serta.

    Serikat pekerja berpendapat, arahan pembelian OPM adalah “sewenang-wenang” dan melanggar Undang-Undang Antidefisiensi, yang melarang lembaga membelanjakan lebih banyak uang daripada yang dianggarkan Kongres. Menurut serikat pekerja, OPM mengabaikan dampak buruk dari pengunduran diri, terhadap kemampuan pemerintah untuk tetap bisa berfungsi.

    Hakim Pengadilan Distrik AS, George O’Toole, menunda batas waktu awal 6 Februari bagi karyawan untuk mengundurkan diri hingga 10 Februari. Namun, pada hari Rabu (12/02), O’Toole membatalkan perintahnya sendiri, menyimpulkan bahwa serikat pekerja tidak memiliki kedudukan hukum untuk menentang program tersebut.

    Pengacara serikat pekerja belum mengomentari keputusan tersebut, tetapi mereka masih dapat mengajukan kasus ke pengadilan banding. Sekitar 75.000 pekerja federal telah menerima program pembelian yang ditangguhkan, menurut media Semafor.

    ACLU menggugat pemerintahan Trump atas migran Guantanamo

    Di sisi lain, American Civil Liberties Union (ACLU) menuntut akses pengacara ke puluhan migran yang diterbangkan ke pangkalan angkatan laut AS di Teluk Guantanamo, Kuba.

    Trump mengumumkan pada akhir Januari bahwa ia akan memerintahkan militer AS dan pejabat Keamanan Dalam Negeri untuk mempersiapkan pangkalan Guantanamo guna menerima hingga 30.000 migran. Penerbangan pertama tiba minggu lalu.

    Namun, menurut gugatan ACLU, para migran ditolak haknya untuk didampingi pengacara. Organisasi tersebut menggugat atas nama anggota keluarga tahanan, karena para migran itu telah terputus kontak dari dunia luar sejak mereka tiba di Guantanamo.

    “Mengirim imigran ke Guantanamo tanpa akses ke pengacara atau akses ke dunia luar tidak sesuai dengan hukum atau prinsip negara kita,” kata Lee Gelernt, pengacara ACLU. “Sekarang terserah kepada pengadilan untuk menegaskan kembali bahwa supremasi hukum mengatur negara kita,” tambahnya.

    Gedung Putih hanya memberikan sedikit rincian tentang status para tahanan, selain mengatakan penerbangan pertama membawa anggota geng Venezuela Tren de Aragua.

    Juru bicara Departemen Keamanan Dalam Negeri, Tricia McLaughlin, mempertanyakan ACLU yang menyuarakan kekhawatiran tentang “imigran kriminal yang sangat berbahaya termasuk pembunuh dan anggota geng yang kejam” daripada keamanan warga negara AS. McLaughlin menegaskan, tempat penahanan di Guantanamo memiliki sistem bagi para migran untuk menelepon pengacara.

    ha/as (AFP, dpa, AP, Reuters)

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Ancaman AS Tak Mempan, Afrika Selatan Terus Seret Israel ke Pengadilan atas Kasus Genosida Gaza – Halaman all

    Ancaman AS Tak Mempan, Afrika Selatan Terus Seret Israel ke Pengadilan atas Kasus Genosida Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Afrika Selatan bersikeras menolak mencabut gugatan kasus dugaan genosida oleh Israel di Jalur Gaza.

    Meski Amerika Serikat (AS) sudah menyampaikan ancaman berupa penghentian bantuan, Afrika Selatan tetap kokoh dalam pendiriannya.

    Menteri Luar Negeri Afrika Selatan Ronald Lamola mengatakan “tidak ada kemungkinan” negaranya bakal mencabut gugatan yang diajukan di Mahkamah Internasional pada bulan Desember 2023 itu.

    “Teguh pada prinsip kami terkadang ada konsekuensinya, tetapi kami tetap tegas bahwa ini penting bagi dunia dan supremasi hukum,” kata Lamola kepada Financial Times, dikutip dari TRT World.

    Afrika Selatan menjadi negara pertama yang menyeret Israel ke Mahkamah Internasional atas kasus dugaan genosida di Gaza.

    Tekanan AS

    Pekan lalu Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang menghentikan pengiriman bantuan ke Afrika Selatan.

    Langkah itu diambil sebagai balasan atas gugatan kasus genosida dan  undang-undang pertanahan yang menurut AS merampas tanah minoritas warga kulit putih di Afrika Selatan.

    AS juga menuding Afrika Selatan bekerja sama dengan Iran untuk mengembangkan rencana dagang, militer, dan nuklir dengan Iran.

    “AS tidak bisa mendukung pelanggaran hak oleh pemerintah Afrika Selatan di negaranya atau kebijakan luar negerinya yang mengganggu AS, yang memberikan ancaman keamanan nasional kepada negara kita, sekutu kita, rekan kita di Afrika, dan kepentingan kita,” demikian perintah itu.

    Sementara itu, Lamola membantah tudingan AS mengenai kerja sama nuklir dengan Iran.

    “Meski kami punya hubungan baik dengan Iran, kami tidak punya program nuklir apa pun dengan Iran, tidak punya pula perdagangan untuk dibicarakan,” ujar Lamola.

    Mengenai undang-undang bidang pertanahan, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mengatakan undang-undang itu ditujukan untuk menangani ketidakadlian apartheid pada masa lalu.

    Ramaphosa lalu menganggap tudingan AS adalah kebohongan dan misinformasi. Dia menyebut Afrika Selatan hanya menerima dana pencegahan HIV/AIDS dari AS.

    Afrika Selatan menjadi pelopor dalam gugatan kasus genosida Israel. Negara itu menuding Israel telah melanggar Konvensi Genosida 1948.

    Setelah Afrika Selatan, beberapa negara lain yang turut menggugat Israel adalah Nikaragua, Kolombia, Kuba, Libya, Meksiko, Spanyol, Belize, dan Turki.

    Sementara itu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan eks Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant atas kejahatan perang di Gaza.

    BBC melaporkan Trump membela Israel dengan cara menjatuhkan sanksi kepada para staf ICC.

    Puluhan negara, termasuk Inggris, Jerman, dan Prancis, kemudian bereaksi dengan cara mengungkapkan dukungannya kepada ICC. Menurut banyak negara itu, ICC adalah pilar penting dalam sistem pengadilan internasional.

    Adapun AS dan Israel tidak mengakui otoritas ICC yang punya kekuasaan untuk mengadili para individu atas kejahatan genosida, kemanusiaan, dan kejahatan perang.

    Saat ini ICC memiliki 125 anggota di seluruh dunia. ICC pekan lalu meminta para anggotanya untuk bersatu demi keadilan dan hak dasar umat manusia.

    ICC juga berjanji untuk terus menghadirkan keadilan dan harapan kepada jutaan korban kejabatan di seluruh dunia.

    (*)