Negara: Korea Utara

  • Korea Utara Setop Operasional Reaktor Nuklir, Ekstraksi Bahan Bakar Bom?

    Korea Utara Setop Operasional Reaktor Nuklir, Ekstraksi Bahan Bakar Bom?

    Pyongyang

    Korea Utara (Korut) telah menghentikan operasional reaktor nuklir di kompleks nuklir utamanya. Langkah itu kemungkinan bertujuan untuk mengekstraksi plutonium yang bisa digunakan untuk persenjataan dengan memproses ulang bahan bakar bekas dari reaktor nuklir itu.

    Seperti dilansir Reuters, Kamis (5/10/2023), penilaian intelijen Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) yang diungkapkan oleh sumber pemerintahan Seoul menyebut bahwa operasional reaktor nuklir berkapasitas 5 megawatt di kompleks nuklir Yongbyon, Korut, telah dihentikan sejak akhir September lalu.

    “Korea Selatan dan AS meyakini hal ini bisa menjadi tanda pemrosesan ulang yang sedang dilakukan untuk mendapatkan plutonium level senjata,” sebut sumber pemerintahan itu, seperti dikutip surat kabar Korsel Donga Ilbo.

    Pemrosesan ulang batang bahan bakar bekas yang dikeluarkan dari reaktor nuklir merupakan langkah yang diambil sebelum plutonium diekstraksi. Kompleks nuklir Yongbyon adalah sumber utama plutonium bagi Pyongyang, yang kemungkinan besar digunakan untuk membuat senjata nuklir.

    Korut diketahui juga mengoperasikan fasilitas pengayaan uranium, yang merupakan sumber material terpisah yang bisa digunakan untuk senjata nuklir.

    “Kemungkinan uji coba nuklir oleh Korea Utara tidak dikesampingkan,” sebut surat kabar Donga Ilbo dalam laporannya, yang mengutip seorang pejabat senior pemerintah Korsel. Namun tidak dijelaskan lebih lanjut soal analisis apa yang menunjukkan penilaian bahwa langkah itu mungkin terkait dengan uji coba nuklir.

    Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan Korsel belum memberikan komentar resmi atas laporan tersebut.

  • ‘Perang Dingin Baru’, Kim Jong Un Minta Produksi Senjata Nuklir Ditingkatkan

    ‘Perang Dingin Baru’, Kim Jong Un Minta Produksi Senjata Nuklir Ditingkatkan

    Jakarta

    Media pemerintah Korea Utara, KCNA, melaporkan pada Kamis (28/09) bahwa Kim Jong Un telah menyerukan peningkatan produksi senjata nuklir secara eksponensial, dan agar Korea Utara memainkan peran yang lebih besar dalam koalisi negara-negara untuk menghadapi Amerika Serikat dalam sebuah “Perang Dingin baru”.

    Kim melontarkan komentar itu dalam sebuah sesi selama dua hari di parlemen, yang telah sepakat memasukkan kebijakan mengenai perluasan program senjata nuklir ke dalam konstitusi negara.

    Para anggota majelis setuju dengan suara bulat terhadap klausul baru dalam konstitusi, yaitu “menjamin hak negara untuk hidup dan berkembang, mencegah perang dan melindungi perdamaian regional dan global dengan mengembangkan senjata nuklir secara cepat ke tingkat yang lebih tinggi.”

    “Kebijakan pengembangan kekuatan nuklir Korea Utara telah dijadikan permanen sebagai hukum dasar negara, yang tidak boleh diabaikan oleh siapa pun,” kata Kim dalam pidatonya di sesi tersebut.

    Kim menekankan perlunya “mendorong upaya untuk meningkatkan produksi senjata nuklir secara eksponensial dan mendiversifikasi cara-cara serangan nuklir,” lapor KCNA.

    Amandemen konstitusi terkait kebijakan senjata nuklir itu dilakukan setahun setelah Korea Utara secara resmi mendeklarasikan dirinya sebagai negara nuklir dan secara hukum menetapkan hak untuk menggunakan serangan nuklir guna melindungi diri.

    “NATO versi Asia”

    Kim dalam kesempatan yang sama juga dilaporkan menuduh Amerika Serikat (AS), Korea Selatan dan Jepang menciptakan “NATO versi Asia, akar penyebab perang dan agresi.” Menurutnya, peningkatan kerja sama militer ketiga negara tersebut telah menimbulkan ancaman yang semakin besar.

    Kim pun memerintahkan para diplomatnya untuk “lebih meningkatkan solidaritas dengan negara-negara yang menentang strategi hegemoni AS dan Barat.”

    Kim sebelumnya telah melakukan kunjungan langka ke Rusia, di mana ia dan Presiden Rusia Vladimir Putin sepakat untuk meningkatkan kerja sama militer dan ekonomi.

    Terkait kunjungan ini, para pejabat AS dan Korea Selatan telah menyatakan kekhawatirannya. Pyongyang dituding mencari bantuan teknologi untuk kepentingan pengembangan program nuklir dan rudalnya, sementara Moskow dituding mencoba memperoleh amunisi dari Korea Utara guna menambah persediaan yang semakin menipis akibat perang di Ukraina.

    “Perang Dingin baru”

    Terkait amandemen konstitusi yang dilakukan Korea Utara, para analis mengatakan bahwa ini menandakan adanya percepatan lebih lanjut terkait upaya pengembangan senjata nuklir, yang kemungkinan akan diikuti oleh perluasan kerja sama militer dengan Moskow menyusul kunjungan langka Kim ke Rusia baru-baru ini.

    Sebelumnya pada Selasa (26/09), Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol juga telah memperingatkan Pyongyang agar tidak menggunakan senjata nuklir, yang disampaikan saat Seoul unjuk kekuatan dalam parade militer skala besar pertama dalam satu dekade.

    “Perang Dingin baru di kawasan Asia Timur Laut dan ketegangan militer di Semanjung Korea akan meningkat,” kata Yang Moo-jin, profesor di Universitas Studi Korea Utara di Seoul, seperti dilansir dari Reuters.

    gtp/ (AP, Reuters, AFP)

    (ita/ita)

  • Ada Bantuan China dalam Pembebasan Tentara AS yang Ditahan Korut

    Ada Bantuan China dalam Pembebasan Tentara AS yang Ditahan Korut

    Jakarta

    Otoritas Korea Utara (Korut) telah membebaskan seorang tentara Amerika Serikat yang ditahan sejak Juli lalu. Pemerintah China menyebut bahwa pihaknya telah menawarkan bantuan “kemanusiaan” dalam pembebasan tentara AS tersebut.

    Travis King, 23 tahun, telah ditahan di Korea Utara sejak Juli, ketika ia melintasi Zona Demiliterisasi dari Korea Selatan.

    Setelah hampir tiga bulan ditahan, dia akhirnya melewati perbatasan Korea Utara ke China dengan bantuan para diplomat Swedia, di mana ia diserahkan kepada duta besar AS dan seorang perwira militer senior AS pada hari Rabu (27/9) waktu setempat. Dia kemudian diterbangkan ke pangkalan militer AS.

    Kemudian, dalam contoh yang jarang terjadi dalam kerja sama AS-China, Beijing pada hari Kamis (28/9) mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menawarkan bantuan.

    “Atas permintaan pihak Korea Utara dan AS, China telah memberikan bantuan yang diperlukan dari sudut pandang kemanusiaan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning ketika ditanya tentang kasus tersebut, sebagaimana dilansir kantor berita AFP, Kamis (28/9/2023).

    Sebelumnya, penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan pada hari Rabu mengucapkan terima kasih kepada China “atas bantuannya dalam memfasilitasi transit Prajurit King”.

    Namun seorang pejabat senior pemerintah AS mengatakan, China tidak melakukan mediasi dengan Korea Utara terkait pembebasan King dan Amerika Serikat tidak memberikan konsesi apapun kepada Pyongyang untuk pembebasan itu.

    (ita/ita)

  • Sah! Korut Cantumkan Status Negara Nuklir dalam Konstitusi

    Sah! Korut Cantumkan Status Negara Nuklir dalam Konstitusi

    Jakarta

    Badan legislatif Korea Utara (Korut) secara resmi menetapkan status negara tersebut sebagai negara berkekuatan senjata nuklir dalam konstitusinya.

    “Kebijakan pembangunan kekuatan nuklir DPRK telah dijadikan permanen sebagai hukum dasar negara, yang tidak boleh diabaikan oleh siapa pun,” kata pemimpin Kim Jong Un pada pertemuan Majelis Rakyat Negara yang diadakan pada Selasa dan Rabu,” lapor kantor berita resmi Korut, KCNA, dikutip AFP, Kamis (28/9/2023).

    DPRK adalah singkatan dari nama resmi negara tersebut.

    Korea Utara telah melakukan sejumlah uji coba senjata pada tahun ini. Hubungan negeri komunis itu dengan Korea Selatan dan Amerika Serikat sangat tegang, di tengah kekhawatiran bahwa Pyongyang akan melakukan uji coba nuklir pertamanya sejak tahun 2017. Diketahui bahwa Korea Utara telah melakukan enam uji coba nuklir sejak tahun 2006.

    Setahun yang lalu, majelis tersebut mengesahkan undang-undang yang menyatakan Korea Utara sebagai negara senjata nuklir dan Kim mengatakan status ini “tidak dapat diubah.” Undang-undang baru tersebut juga mengizinkan penggunaan senjata nuklir secara preventif.

    Kini, majelis telah melangkah lebih jauh dengan menetapkan status senjata nuklir tersebut dalam konstitusi negara tersebut.

    “Ini adalah peristiwa bersejarah yang memberikan pengaruh politik yang kuat untuk memperkuat kemampuan pertahanan nasional,” kata Kim, menurut KCNA.

    (ita/ita)

  • Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB Tak Akan Tercapai?

    Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB Tak Akan Tercapai?

    New York

    Pada tahun 2015, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyepakati 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang dirangkum dalam Agenda 2030.

    Berdasarkan tujuan tersebut, dunia harus terbebas dari kelaparan dan kemiskinan pada tahun 2030 dan semua orang harus memiliki akses terhadap pendidikan, air bersih, dan energi yang dapat diandalkan. Kesetaraan gender dan membatasi kenaikan suhu global tidak lebih dari 1,5 derajat Celsius juga termasuk dalam daftar.

    Saat ini, sudah jelas bahwa sebagian besar dari tujuan tersebut tidak akan tercapai. Sebuah laporan khusus PBB menemukan bahwa sekitar 30% dari target yang ditetapkan tidak mengalami peningkatan atau malah sebaliknya. Jika dunia tetap berada dalam kondisi saat ini, PBB memperkirakan lebih dari 600 juta orang akan menderita kelaparan pada tahun 2030.

    Johannes Varwick, ilmuwan politik dan pakar hubungan internasional di Universitas Halle, berbicara kepada DW tentang tantangan yang dihadapi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB.

    “Tujuan-tujuan itu memang ambisius, tapi bisa dicapai dengan kemauan politik yang tepat,” katanya. “Namun, tidak cukup banyak negara yang menanggapi komitmen mereka dengan serius.”

    Satu masalah lain yang ia lihat adalah bahwa hubungan internasional selalu bersifat “jangka pendek dan dipicu oleh konflik.” Ia menambahkan bahwa “krisis seperti krisis keuangan global 2008, pandemi COVID-19, atau perang di Ukraina telah mengubah prioritas. Meskipun hal ini dapat dimengerti, tetapi hal ini juga merupakan cara pandang yang picik.”

    Pemerintah Jerman mengeluarkan banyak uang

    Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan “rencana penyelamatan” untuk SDGs.

    Pemerintah Jerman juga telah membuat seruan yang semakin mendesak. “Waktu hampir habis,” kata kanselir Jerman Olaf Scholz dalam pidatonya di hadapan Majelis Umum PBB pada hari Selasa (20/09).

    Ia menambahkan bahwa Jerman menganjurkan agar “tujuan-tujuan tersebut tetap berada di puncak agenda internasional.” Menteri Pembangunan Jerman Svenja Schulze juga meminta negara-negara untuk meningkatkan tempo.

    Namun, para kritikus percaya bahwa Berlin turut bertanggung jawab atas kurangnya kemajuan tersebut. Organisasi bantuan Katolik Jerman, Misereor, misalnya, mengatakan bahwa “bukan tanda yang menggembirakan”, bahwa anggaran federal yang akan datang mengalokasikan dana 15% lebih rendah untuk bantuan pembangunan.

    Lembaga bantuan Protestan, Bread for the World (Brot fr die Welt), juga mengkritik rencana pemerintah federal untuk memangkas anggaran.

    Erosi kekuatan Barat

    Sementara Kanselir Scholz berbicara di hadapan ruangan yang hampir kosong, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy membuat semua mata tertuju padanya di Majelis Umum PBB. Dia menggunakan pidatonya untuk mengeluarkan peringatan yang mengerikan tentang agresi Rusia.

    Namun, jumlah perhatian yang diberikan PBB terhadap perang di Ukraina masih menjadi perdebatan. Banyak negara dari Global South menuduh Barat terlalu serius menanggapi perang ini dan mengabaikan isu-isu penting seperti pengurangan kemiskinan global dalam prosesnya.

    “KTT G77+ China di Havana juga menunjukkan meningkatnya klaim Global South,” tambah Varwick. Namun, ia juga menyatakan bahwa ia tidak melihat adanya alternatif yang layak selain PBB. “Kami tidak memiliki sesuatu yang lebih baik dari PBB.”

    Inisiatif Jerman

    Apa yang akan terjadi selanjutnya terhadap SDGs? Pemerintah Jerman telah meluncurkan beberapa inisiatif.

    Di New York, Kanselir Scholz dan Menteri Pembangunan Schulze mengundang para tamu ke Konferensi Keberlanjutan Hamburg pada bulan Juni 2024, “untuk mempertemukan perwakilan pemerintah dari Global North dan Global South, serta para pemimpin pemikiran dari sektor swasta, ilmu pengetahuan, masyarakat sipil, dan organisasi internasional untuk mengembangkan solusi bersama bagi transformasi sosial-ekologis yang sangat dibutuhkan,” seperti yang dinyatakan oleh lembaga yang dipimpin Schulze.

    Jerman saat ini merayakan 50 tahun keanggotaannya di PBB, dan bersama dengan rekan fasilitatornya, Namibia, sedang merencanakan KTT PBB Masa Depan untuk tahun depan. Mungkin kerja sama antara kedua negara ini akan menandakan bahwa Korea Utara dan Korea Selatan dapat mendefinisikan dan mengejar tujuan bersama.

    (bh/ha)

    (nvc/nvc)

  • Kim Jong Un Tur ke Pabrik Jet Tempur Rusia yang Disanksi Barat

    Kim Jong Un Tur ke Pabrik Jet Tempur Rusia yang Disanksi Barat

    Moskow

    Kunjungan pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un di Rusia masih berlanjut. Pemimpin negeri komunis itu melakukan tur ke pabrik jet tempur Moskow yang sebelumnya dijatuhi sanksi oleh negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat (AS).

    Seperti dilansir Reuters, Jumat (15/9/2023), dengan didampingi oleh Wakil Perdana Menteri (PM) Rusia Denis Manturov, Kim Jong Un mengunjungi dua pabrik perakitan jet tempur Sukhoi buatan Rusia yang ada di kota Komsomolsk-on-Amur, wilayah Timur Jauh Rusia, pada Jumat (15/9) waktu setempat.

    Kedua pabrik itu adalah Pabrik Pesawat Yuri Gagarin dan Pabrik Yakovlev, yang sama-sama merupakan unit Perusahaan Pesawat Bersatu (UAC), yang dijatuh sanksi oleh negara-negara Barat terkait invasi Rusia ke Ukraina. Pabrik Gagarin juga dijatuhi sanksi khusus oleh AS.

    Bersama Wakil PM Manturov, Kim Jong Un mengamati bagian bengkel perakitan pesawat di Pabrik Pesawat Yuri Gagarin, yang menjadi lokasi jet tempur multirole Sukhoi Su-35 dan jet tempur Su-57 diproduksi.

    “Kim Jong Un dan Denis Manturov mengamati pabrik perakitan jet tempur dan bengkel perakitan akhir jet tempur Su-35 dan sistem penerbangan generasi kelima Su-57,” demikian pernyataan pemerintah Rusia membahas kunjungan Kim Jong Un itu.

    “Delegasi tersebut juga mengamati kemampuan teknologi pabrik tersebut, yang telah dimodernisasi dan dilengkapi kembali — produksi pemesinan dan bengkel pelapisan khusus,” imbuh pernyataan tersebut.

  • Heboh Paspampres Korut Semprot Kursi Kim Jong Un Saat Ketemu Putin

    Heboh Paspampres Korut Semprot Kursi Kim Jong Un Saat Ketemu Putin

    Moskow

    Pengawal keamanan atau paspampres untuk pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un tampak menyemprotkan cairan pada kursi yang akan diduduki pemimpin Pyongyang itu dalam pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pekan ini. Kenapa?

    Seperti dilansir Reuters, Jumat (15/9/2023), rekaman video yang dipublikasikan oleh surat kabar Rusia, Kommersant, pada Kamis (14/9), menunjukkan seorang pengawal keamanan Korut yang mengenakan sarung tangan warna putih dengan hati-hati menyeka kursi warna hitam yang akan diduduki Kim Jong Un.

    Pengawal keamanan itu juga menyemprotkan zat tak teridentifikasi, yang diduga disinfektan, ke sekeliling kursi tersebut. Momen itu disebut berlangsung selama beberapa menit sebelum pertemuan Kim Jong Un dan Putin digelar.

    Laporan Kommersant menyebut bahwa pengawal keamanan Korut itu menyemprot dan menyeka bagian bantalan kursi, pegangan tangan dan kaki kursi, bahkan area di sekitar kursi dengan disaksikan oleh pengawal keamanan Kremlin yang tampak sedikit bingung dengan pemandangan itu.

    Seorang pengawal keamanan Korut lainnya kemudian memberikan semacam perintah kepada pengawal yang sedang menyeka kursi Kim Jong Un untuk melakukan disinfeksi. Sifat perintahnya tidak diketahui secara jelas.

    “Kursi tersebut ternyata menjadi perhatian terbesar pihak Korea Utara,” tulis koresponden surat kabar Kommersant, Andrei Kolesnikov.

    Tampaknya, menurut laporan Kommersant, para pengawal keamanan Kim Jong Un — yang jumlahnya mencapai 100 orang lebih — tidak senang dengan kursi pertama dan kursi berikutnya yang disediakan oleh pihak Rusia. Disebutkan Kommersant bahwa bentuk kedua kursi itu persis sama.

    Saksikan juga ‘Momen Kim Jong Un Naik Limosin Antiledak Milik Putin’:

  • Kim Jong Un Inspeksi Satelit Mata-mata Pertama Korut

    Kim Jong Un Inspeksi Satelit Mata-mata Pertama Korut

    Pyongyang

    Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un melakukan inspeksi terhadap satelit mata-mata militer pertama buatan negara terisolasi itu. Dalam inspeksinya, Kim Jong Un memberikan persetujuan atas ‘rencana aksi di masa depan’.

    Seperti dilansir Reuters, Rabu (17/5/2023), Kim Jong Un bertemu dengan Komisi Persiapan Peluncuran Satelit Non-permanen pada Selasa (16/5) waktu setempat, sebelum memeriksa langsung satelit buatan Pyongyang.

    Sebulan lalu, Kim Jong Un menyebut perakitan satelit telah diselesaikan dan memberikan lampu hijau untuk peluncurannya. Laporan pada 18 April itu disampaikan seminggu setelah Pyongyang meluncurkan apa yang disebut sebagai rudal balistik antarbenua (ICBM) berbahan bakar solid, yang menandai terobosan besar dalam program senjata yang dilarang itu.

    Para analis menilai ada tumpang tindih teknologi yang signifikan antara pengembangan ICBM dan kemampuan peluncuran ke luar angkasa.

    “Setelah mengetahui secara detail pekerjaan komisi, (Kim Jong Un) menginspeksi satelit pengintaian nomor 1, yang siap diluncurkan setelah menjalani pemeriksaan perakitan akhir dan uji coba lingkungan luar angkasa,” sebut kantor berita Korean Central News Agency (KCNA) dalam laporannya.

    Kim Jong Un sebelumnya menuduh Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) telah meningkatkan apa yang disebutnya sebagai ‘langkah konfrontatif’ terhadap Korut. Dia menegaskan Pyongyang akan menggunakan haknya untuk mempertahankan diri.

    Dalam inspeksi itu, sebut KCNA, Kim Jong Un ‘menyetujui rencana aksi mendatang dari komisi persiapan’.

  • Kesalnya Warga Korut karena Harus Panggil ‘Ayah’ Kim Jong Un

    Kesalnya Warga Korut karena Harus Panggil ‘Ayah’ Kim Jong Un

    Jakarta

    Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un mengeluarkan aturan agar warga memanggil dirinya sebagai ‘Ayah yang Terhormat.’ Namun, aturan itu ditentang oleh warga Korut.

    Warga disebut kekesalan bahkan kebencian di kalangan kaum muda Korut. Mereka menganggap Kim Jong Un seumuran dengan mereka dan tidak layak mendapatkan kehormatan seperti itu.

    Seperti dilansir Radio Free Asia (RFA), Selasa (16/5/2023), publik Korut menilai pemujaan semacam itu seperti tidak memahami situasi. Mengingat, masih ada kelaparan yang meluas dihadapi banyak warga negara terisolasi itu.

    Dituturkan sejumlah warga Korut, yang tidak disebut namanya karena alasan keamanan, kepada RFA, keputusan tertuang dalam materi pendidikan baru yang didistribusikan untuk organisasi-organisasi pemuda yang wajib dihadiri oleh warga Korut berusia 35 tahun atau lebih muda.

    “Sampai sekarang, otoritas setempat tengah mengatakan (di media) bahwa hati rakyat mengagumi dan mematuhi Sekretaris Jenderal … seperti mereka mengikuti dan mematuhi ayah mereka sendiri,” tutur seorang warga Provinsi Hamgyong Utara kepada RFA.

    “Menurut kuliah pendidikan bulan ini, anak muda yang berusia antara 14 tahun hingga 35 tahun sekarang harus memanggil Sekretaris Jenderal sebagai ayah mereka, meskipun usianya diperkirakan 38 tahun,” ungkap warga Korut itu.

    “Meskipun Kim Jong Un seumuran dengan beberapa di antara mereka, mereka harus memanggilnya ayah, dan itu memiliki arti politis,” imbuhnya.

    Lihat juga Video ‘Gaya Kim Jong Un Awasi Uji Rudal Sebelum ‘Perang Nyata”:

    Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

  • Sindiran Keras Adik Kim Jong Un ke Biden Presiden AS

    Sindiran Keras Adik Kim Jong Un ke Biden Presiden AS

    Kim Yo Jong Sewot AS-Korsel Sepakat Perkuat Pertahanan

    Kim Yo Jong juga melontarkan peringatannya atas kesepakatan AS dan Korsel untuk memperkuat komitmen pertahanan dalam menghadapi ancaman Pyongyang. Kim Yo Jong menilai hal itu akan memicu ‘bahaya yang lebih serius’.

    “Semakin banyak musuh yang mati-matian menggelar latihan perang nuklir, dan semakin banyak aset nuklir yang mereka kerahkan ke sekitar Semenanjung Korea, akan semakin kuat kami mempraktikkan hak untuk mempertahankan diri,” tegas Kim Yo Jong seperti dilansir Korean Central News Agency (KCNA).

    Kim Yo Jong, yang merupakan salah satu pejabat tinggi kebijakan luar negeri saudara laki-lakinya, mengatakan bahwa pertemuan AS dan Korsel tersebut semakin memperkuat keyakinan Korea Utara untuk meningkatkan kemampuan senjata nuklirnya. Dia mengatakan akan sangat penting bagi Korea Utara untuk menyempurnakan “misi kedua dari pencegah perang nuklir”.

    “Semakin banyak musuh mati-matian dalam melakukan latihan perang nuklir, dan semakin banyak aset nuklir yang mereka gunakan di sekitar Semenanjung Korea, semakin kuat hak kami untuk membela diri,” ujar Kim Yo Jong.

    Diberitakan sebelumnya, Yoon dan Biden, pada Rabu (26/4) waktu setempat, merilis kesepakatan yang disebut ‘Deklarasi Washington’ yang isinya memperkuat payung nuklir AS atas Korsel. Kesepakatan itu dicapai saat Seoul semakin mengkhawatirkan postur agresif Pyongyang.

    Dituturkan seorang pejabat AS yang enggan disebut namanya kepada AFP bahwa kesepakatan itu akan mencakup ‘pengerahan aset-aset strategis secara rutin’, termasuk kunjungan pertama ke pelabuhan Korsel oleh sebuah kapal selam balistik nuklir dalam beberapa dekade terakhir.

    (mae/lir)