Negara: Korea Utara

  • 2025 Bisa Jadi Tahun Petaka: di mana-mana Panas-Siaga Perang

    2025 Bisa Jadi Tahun Petaka: di mana-mana Panas-Siaga Perang

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – International Crisis Group atau ICG merilis daftar 10 potensi konflik yang harus diantisipasi masyarakat dunia. Berbagai konflik ini merupakan perpanjangan masalah dari konflik yang sudah panas pada tahun-tahun sebelum 2025.

    Konflik ini akan terjadi di berbagai belahan dunia, mulai dari kawasan Amerika, Timur Tengah, Asia Timur, hingga lintas kawasan. Bahkan, potensi konflik bisa makin buruk setelah makin rusaknya norma-norma perdamaian secara global.

    “Jika Israel mencaplok Tepi Barat dengan restu AS, atau Washington secara sepihak mengebom kartel Meksiko, norma-norma yang sudah melemah berisiko semakin hancur. Pihak yang berperang akan lebih sedikit memperhatikan penderitaan sipil,” tuis ICG dalam artikel berjudul 10 Conflicts to Watch in 2025, dikutip Sabtu (11/1/2025).

    Adapun 10 konflik yang perlu diwaspadai sepanjang 2025 menurut ICG sebagai berikut:

    1. Suriah

    Setelah jatuhnya rezim diktator Bashar al-Assad pada akhir tahun lalu, Suriah tampak mulai bangkit meredam perang internal di dalam negerinya sendiri. Namun, ICG menganggap, banyak risiko konflik kembali meletus di negara itu pada 2025.

    Kelompok milisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS), mantan afiliasi al-Qaeda memang telah berhasil mengalahkan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) setelah menyerang pemerintahan Bashar pada 27 November. Pemerintahan Assad pun jatuh dalam waktu kurang dari dua minggu setelah menguasai negara itu selama 54 tahun secara turun menurun.

    Menurut ICG, kekalahan tentara Suriah sebagian disebabkan oleh persiapan matang kekuatan HTS dan sebagian lagi karena pembusukan rezim itu sendiri. Assad, mengandalkan dukungan dari Hizbullah, Iran dan Rusia, mengabaikan pasukannya sendiri, mengandalkan wajib militer, cadangan bergaji rendah, dan milisi predator.

    Melihat kelemahannya, pendukung eksternal Assad berdiri saat pemberontak maju. Sebagian besar unit Hizbullah yang telah membela rezim itu, bagaimanapun, telah kembali ke Lebanon untuk memerangi Israel, di mana mereka menderita kerugian besar.

    Iran, yang tengah sibuk menghadapi Israel, tidak bisa membantu Assad. Rusia, yang kekuatan udaranya telah mengubah gelombang perang hampir satu dekade lalu, terjebak di Ukraina.

    Ketika pertahanan rezim runtuh, Moskow dan Teheran tampaknya telah menerima jaminan HTS bahwa Iran dapat dengan aman menarik aset-asetnya keluar secara aman, dan Rusia menarik kembali pasukannya ke pelabuhan Mediterania di Tartus atau pangkalan udara di Latakia.

    HTS dipimpin oleh Ahmed al-Sharaa menurut ICG sejauh ini hanya mengamankan kota-kota besar di Suriah, namun untuk di kawasan pedesaan tengah dan barat memiliki risiko konflik yang kacau ke depan. Sebab, pasukan HTS hanya 30.000, tak cukup untuk mengamankan negara seluas 185.180 kilometer persegi.

    Mantan pemberontak lainnya, termasuk beberapa di dalam Tentara Nasional Suriah (SNA) yang didukung Turki, lebih sulit diatur. Di Hama, Homs dan Latakia, orang-orang bersenjata telah menjarah, secara acak membunuh anggota kelompok minoritas yang dituduh mendukung rezim Assad, dan secara langsung mengeksekusi beberapa kaki tangannya.

    Bahaya lain berasal dari luar. Ketika Assad jatuh, bom Israel meratakan pangkalan angkatan udara Suriah, fasilitas angkatan laut dan depot senjata, termasuk, menurut Israel, fasilitas senjata kimia.

    Israel, yang mencaplok bagian dari Dataran Tinggi Golan pada 1981, juga mengirim pasukan ke zona demiliterisasi, termasuk posisi puncak bukit di Suriah, meskipun Sharaa, sambil mengkritik pemboman dan serangan, berjanji untuk mematuhi perjanjian yang ada dengan Israel.

    Di timur laut, SNA yang didukung Turki telah mengusir SDF dari beberapa kota, membuat ribuan orang mengungsi. Mereka sekarang mengancam Kobani, kota mayoritas Kurdi di perbatasan Turki.

    Ankara memandang SDF sebagai pelengkap Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang telah diperjuangkan di Turki dan Irak utara selama beberapa dekade. Lebih banyak pertempuran dapat mencabut ribuan nyawa orang lagi dan semakin membebani transisi Suriah.

    SDF menjaga ribuan mantan pejuang ISIS, yang pelariannya dapat memperkuat sisa-sisa kelompok yang sudah berkumpul kembali di padang pasir.

    Turki, harus membiarkan otoritas baru Suriah bernegosiasi dengan SDF tentang reintegrasi timur laut dengan persyaratan yang dapat diterima semua orang. Akhirnya, sanksi Barat dan PBB yang menghalangi bantuan dan investasi yang dibutuhkan Suriah setelah bertahun-tahun perang harus dilonggarkan.

    2. Sudan

    Perang Sudan, dengan jumlah pengungsi dan kelaparan, adalah yang paling menghancurkan di dunia. Sekitar 12 juta orang Sudan – lebih dari sepertiga dari populasi sebelum perang – telah meninggalkan rumah mereka.

    Lebih dari setengahnya menghadapi kekurangan pangan akut, dengan beberapa bagian wilayah Darfur menderita kelaparan. Pejabat PBB menggambarkan tingkat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan sebagai “mengejutkan”. Negara ini tampak menuju konflik kekerasan.

    Milisi Sudan, RSF yang dipimpin Mohamed “Hemedti” Hamdan Dagalo terus melawan tentara Sudan, yang dipimpin oleh Abdel Fattah al-Burhan. Setelah penggulingan Omar al-Bashir pada 2019, Hemedti dan Burhan mulanya berbagi kekuasaan dengan politisi sipil dan kemudian mengusir mereka sebelum saling berbalik.

    Angkatan darat, tanpa banyak infanteri, bergantung pada kekuatan udara, termasuk drone yang dipasok asing, dan tanpa pandang bulu mengebom daerah-daerah di bawah kendali RSF. Mereka telah beralih ke milisi, terutama yang dimobilisasi oleh kaum Islamis yang berpengaruh di bawah Bashir.

    Mantan pemberontak Darfuri telah membantu memukul mundur serangan RSF di ibu kota Darfur Utara, El Fasher. RSF berjuang untuk mempertahankan tanah di luar benteng baratnya tetapi tetap kuat ketika terlibat dalam serangan cepat. Pasukannya sering membawa pembantaian saat mereka maju.

    Namun, perang di Sudan akan semakin kompleks setelah makin maraknya campur tangan asing, salah satunya Uni Emirat Arab melalui bisnis Emirates. Dukungan Emirat untuk RSF (yang dibantah Abu Dhabi, meskipun ada dokumentasi oleh PBB dan lainnya) mencerminkan upaya pencarian pengaruh dan keuntungannya di cekungan Laut Merah.

    Ethiopia, yang memiliki hubungan dekat dengan Uni Emirat Arab, telah berusaha untuk tetap netral, khawatir bahwa tentara Sudan akan membantu oposisi bersenjata Ethiopia, tetapi mungkin masih sebatas dugaan.

    Adapun tentara Sudan, mereka mengandalkan dukungan dari Mesir, terlepas dari hubungan Islamisnya, sebagai taruhan yang lebih baik daripada paramiliter RSF yang sulit diatur. Eritrea, yang curiga terhadap UEA dan ingin memiliki penyangga di perbatasan baratnya, sedang melatih kelompok-kelompok sekutu tentara Sudan. Iran dilaporkan telah memasok tentara dengan senjata termasuk drone canggih.

    Arab Saudi, yang memiliki hubungan dengan kedua belah pihak, telah menjadi tuan rumah pembicaraan perdamaian di Jeddah dengan sedikit keberhasilan.

    Setelah lebih dari setahun perang, Amerika Serikat akhirnya menunjuk utusan Sudan, sebuah langkah yang disambut baik.

    Sementara itu, Hemedti tampaknya bersedia untuk berbicara tetapi menginginkan tentara baru – dan peran komando di dalamnya untuk loyalis, sesuatu yang ditentang dengan keras oleh para kepala militer, Islamis, dan mantan pemberontak Darfuri. Politisi sipil yang berfaksi juga tidak dapat bersatu di belakang persyaratan gencatan senjata dan pengaturan tindak lanjut.

    Yang mengkhawatirkan, beberapa orang di Sudan, terutama di antara para pengikut rezim Bashir, berbicara tentang partisi, dengan alasan bahwa penyalahgunaan RSF mengesampingkan hidup berdampingan. Mereka menuntut pemotongan, meninggalkan tentara yang mengendalikan utara dan timur, termasuk Khartoum, dan RSF menguasai barat dan tambal sulam daerah-daerah lain.

    3. Ukraina dan Keamanan Eropa

    Presiden terpilih AS Donald Trump telah berjanji untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina dengan mengajukan negosiasi kepada Presiden Rusia Vladimir Putin. Pembicaraan gencatan senjata dalam negosiasi itu menurut ICG sulit terealisasi apalagi kesepakatan damai.

    Pertahanan Ukraina mungkin tidak akan runtuh dalam waktu dekat, sebab ICH memperoleh informasi dari sumber-sumber di Rusia yang mengatakan Putin cenderung mengharapkan keuntungan bertahap, bukan kekalahan mendadak Ukraina.

    Titik mencuatnya masalah adalah Putin menuntut agar Ukraina melakukan demiliterisasi, atau setidaknya membatasi ukuran tentaranya, dan melupakan jaminan keamanan. Kyiv dan ibukota Eropa, pada gilirannya, melihat bahaya eksistensial dalam kesepakatan semacam itu. karena pasukan Rusia akan maju lagi. bahkan berpotensi berani menakut-nakuti Moldova,

    4. Israel-Palestina

    Serangan Israel ke Gaza, yang diluncurkan sebagai tanggapan atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, telah menghancurkan jalur Gaza.

    Menewaskan lebih dari 45.000 warga Palestina. Sebagian besar adalah warga sipil – setidaknya sepertiga dari mereka anak-anak. Ribuan mayat lainnya hilang, mungkin di bawah puing-puing. Dua pertiga bangunan dan infrastruktur rusak atau hancur, dengan seluruh lingkungan diratakan.

    Sementara banyak pemimpin Hamas telah terbunuh dan aset militer kelompok itu hancur, pejabat Barat dan bahkan beberapa orang Israel diam-diam mengakui bahwa tidak ada otoritas yang dapat memerintah Gaza atau menjalankan fungsi sipil tanpa persetujuan Hamas.

    Perubahan apa yang akan dibawa oleh Presiden AS Donald Trump yang akan datang tidak jelas. Dia dilaporkan telah mengatakan kepada Netanyahu bahwa dia ingin perang Gaza berakhir sebelum dia menjabat tetapi tanpa mengisyaratkan syaratnya. Secara keseluruhan, pilihan kabinetnya sebagian besar tampaknya cenderung memberi Netanyahu keleluasaan yang lebih banyak.

    Pertempuran lain terletak di Tepi Barat, yang tampaknya siap untuk dianeksasi Israel. Di bawah Menteri Keuangan ultranasionalis Bezalel Smotrich, Israel mengalihkan pengelolaan wilayah dari militer ke kontrol sipil, memperluas kedaulatan, memerintahkan lebih banyak rumah Palestina dihancurkan, dan melegalkan pos-pos pemukim.

    Bahkan tanpa aneksasi formal, Israel dapat lebih mempercepat taktik yang telah digunakan selama bertahun-tahun: memindahkan lebih banyak pemukim dan memeras warga Palestina ke kantong-kantong yang lebih kecil dengan paksa.

    5. Iran vs AS dan Israel

    Serangan Israel terhadap Iran pada akhir Oktober menurunkan pertahanan udara dan simpanan rudalnya. Ketika pemberontak Suriah menggulingkan Presiden Bashar al-Assad pada awal Desember, Iran kehilangan sekutu yang telah dibiayai miliaran dolar untuk menopang Iran, serta rute udara dan darat utama yang digunakan untuk memasok kembali Hizbullah.

    Teheran masih memiliki ribuan rudal balistik (pada bulan Oktober, sekitar 30 dari 180 rudal Israel yang menembus pertahanan), ditambah milisi sekutu di Irak dan Houthi, yang terus menembaki Israel dari Yaman.

    Hizbullah mungkin masih bisa berkumpul kembali. Tetapi di sekitar perimeter Israel, Poros Perlawanan, yang dilihat Iran sebagai pencegah terhadap serangan Israel atau AS, rusak. Dari perspektif Teheran, juga mengkhawatirkan seberapa mampu badan-badan intelijen Israel dan seberapa tinggi toleransi risikonya.

    Pemimpin Tertinggi Iean Ayatollah Ali Khamenei tampaknya masih melihat konsesi nuklir sebagai tiket untuk mencabut sanksi dan memulai ekonomi yang terhenti. Dia mungkin juga khawatir bahwa badan intelijen Israel atau AS dapat mendeteksi upaya Iran untuk memprosuksi nuklir sebagai persenjataan.

    Beberapa penasihat Trump, seperti beberapa orang Israel, melihat kelemahan Iran sebagai peluang untuk melumpuhkan program nuklirnya atau bahkan pemerintahnya. Mencoba menggulingkan rezim, yang tidak populer tetapi tidak rapuh.

    Kematiannya akan memicu kekacauan seperti yang terjadi di Irak pasca-2003, dengan Garda Revolusi garis keras kemungkinan akan menjadi yang teratas. Bahkan menghancurkan situs nuklir, yang terletak jauh di bawah tanah, akan membutuhkan kampanye udara yang melibatkan amunisi penghancur bunker.

    Serangan semacam itu mungkin mendorong rezim, melihat bahaya eksistensial, untuk menanggapi dengan semua yang dimilikinya. Sementara jangkauan Teheran sering dilebih-lebihkan, ribuan rudal yang ditembakkan ke Israel, bersama dengan serangan terhadap pasukan AS di Irak dan serangan Houthi di jalur pelayaran Laut Merah, dapat menyeret Amerika Serikat ke dalam perang yang tidak diinginkan Trump.

    6. Haiti

    Sejak pembunuhan Presiden Jovenel Moïse pada Juli 2021, geng-geng telah merebut sebagian besar Haiti.

    Pada awal 2024, aliansi geng yang sebelumnya bertikai, yang dikenal sebagai Viv Ansanm, mengepung ibu kota Port-au-Prince. Ariel Henry, seorang perdana menteri yang tidak populer yang mengambil alih setelah Moïse terbunuh, berada di Nairobi pada saat itu mengawasi pembentukan misi polisi dan tidak dapat terbang pulang.

    Henry mengundurkan diri, di bawah tekanan dari tetangga Karibia, Amerika Serikat dan lainnya.

    Pada bulan Juni, pasukan Kenya mulai berdatangan, diberi mandat untuk bekerja dengan polisi Haiti untuk memerangi geng-geng, yang anggotanya diperkirakan berjumlah 12.000 orang.

    Pada 2024 saja, kekerasan yang melibatkan geng menewaskan lebih dari 5.300 orang, membuat 700.000 orang mengungsi, dan menyebabkan hampir setengah dari warga Haiti menghadapi kerawanan pangan akut.

    7. AS-Meksiko

    Selama kampanye pemilu AS, Donald Trump – sekarang presiden terpilih – berjanji untuk mengenakan tarif tinggi pada Meksiko, mengirim kembali jutaan migran, dan bahkan mengebom kartel.

    Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum Pardo telah membalas ancaman Trump, menyarankan bahwa – tanpa kerja sama Meksiko – karavan migran menuju ke utara akan dilanjutkan. Dia telah meminta Washington untuk mendeportasi migran ke negara asal mereka, bukan Meksiko. Dia juga mungkin berharap bahwa memperkuat peran Meksiko sebagai penyangga migran atau koordinasi kontranarkotika yang lebih ketat akan menenangkan Trump.

    Aksi militer sepihak terhadap kartel hampir pasti akan menjadi bumerang. Menyingkirkan lebih banyak pemimpin geng akan memicu lebih banyak perang wilayah dan fragmentasi, sementara bila tidak melakukan apa pun untuk mengekang produksi narkoba, laboratorium fentanil berteknologi rendah dan mudah dibangun kembali.

    Meksiko akan membalas, mungkin dengan langkah melawan kepentingan ekonomi AS. Hubungan antara dua negara yang saling berhubungan dengan perdagangan, investasi, dan ikatan keluarga akan menimbulkan bencana bagi keduanya.

    8. Myanmar

    Pertengahan tahun 2024, rezim militer Myanmar tampaknya terhuyung-huyung, karena pemberontak telah merebut sebagian besar dataran tinggi serta pangkalan militer utama. Sejak itu, China, yang khawatir akan keruntuhan Myanmar, terlibat aktif di negara itu.

    Tetapi junta masih menghadapi perlawanan yang gigih. Pemungutan suara pada 2025, jika berjalan sesuai rencana, akan membawa pertumpahan darah lebih lanjut.

    Perang saudara yang telah merobek Myanmar sejak militer merebut kekuasaan pada 2021 telah membuat negara itu mundur beberapa dekade: Lebih dari 3 juta orang mengungsi secara internal, sistem kesehatan dan pendidikan telah runtuh, kemiskinan meroket, dan mata uang Myanmar, kyat, telah jatuh.

    9. Semenanjung Korea

    24 dimulai dengan pidato mengejutkan oleh pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, di mana ia membatalkan kebijakan penyatuan damai Korea Utara yang telah berlangsung selama beberapa dekade dengan Korea Selatan dan menyatakan Seoul sebagai musuh utama Pyongyang.

    Dalam pidatonya pada Januari, Kim bertujuan untuk lebih menutup Korea Utara, terutama dari ekspor budaya Korea Selatan – K-Pop, dengan kata lain – sambil memperketat cengkeramannya pada ekonomi.

    Tetapi memutuskan hubungan lebih lanjut, termasuk hampir semua komunikasi antar-Korea, membuat negara-negara itu memiliki sedikit pilihan untuk mengelola insiden pada saat gesekan meningkat.

    Kembalinya Trump menambah lapisan ketidakpastian lainnya. Terlepas dari ketidaksukaannya pada sekutu, dia tidak mungkin menarik Washington keluar dari perjanjian pertahanannya dengan Korea Selatan atau menarik pasukan AS.

    Tetapi dia mungkin menuntut agar Seoul membayar lebih banyak untuk perlindungan. Itu akan meningkatkan seruan, terutama di kalangan warga Korea Selatan biasa, agar Seoul memperoleh persenjataan nuklirnya sendiri. Setiap ambiguitas tentang komitmen Washington terhadap Seoul juga berisiko membuat Kim berani.

    Terlepas dari peringatan dari pengamat Korea, Kim tampaknya tidak mungkin meluncurkan perang besar-besaran, yang akan berisiko menjadi nuklir, menimbulkan bencana bagi Asia dan ekonomi dunia, dan kemungkinan berujung pada kematiannya sendiri.

    10. China-AS

    Orang-orang di lingkaran Trump berpikir Washington harus membatasi diri untuk menghalangi kekuatan Beijing di Asia. Eksekutif teknologi Elon Musk, yang melakukan bisnis di China, menginginkan hubungan yang lebih bersahabat.

    Trump sendiri telah mengirim sinyal yang beragam: konfrontatif dalam perdagangan, suam-suam kuku pada pertahanan Taiwan, tidak peduli tentang komitmen AS kepada sekutu Asia, dan sering mengagumi otoritas Xi.

    Janji kampanye Trump untuk mengenakan tarif setidaknya 60 persen pada barang-barang China – kenaikan tajam dari tarif masa jabatan pertamanya, yang sebagian besar dipertahankan Biden – tampaknya lebih mungkin menjadi salvo pembuka dalam pembicaraan daripada pendahuluan perang dagang.

    Tarif akan melemahkan perlambatan pertumbuhan China, tetapi Beijing dapat membalas – seperti yang sudah dimulai – dengan melarang ekspor mineral penting, misalnya, atau meluncurkan penyelidikan antimonopoli ke raksasa teknologi AS.

    Seberapa serius bahaya yang ditimbulkan Trump terhadap perdamaian yang rapuh di sekitar Taiwan tidak jelas. Selama beberapa dekade, Amerika Serikat telah bertujuan untuk mencegah Tiongkok menginvasi Taiwan dengan memperkuat pertahanan pulau itu, tanpa memperluas jaminan keamanan sambil mencegah Taipei untuk mendeklarasikan kemerdekaan atau memprovokasi Beijing.

    Tetapi presiden baru Taiwan, Lai Ching-te, lebih bermusuhan daripada pendahulunya. Tiongkok telah meningkatkan serangan ke wilayah udara Taiwan dan latihan agresif di sekitar pulau itu, termasuk latihan Desember baru-baru ini – operasi maritim terbesarnya dalam beberapa dekade menurut Taiwan – yang melibatkan hampir 90 kapal angkatan laut dan penjaga pantai.

    Begitu dia menjabat, Trump mungkin akan kembali mengungkapkan skeptisisme tentang apakah membela Taiwan layak atau mencoba membuat pulau itu, yang secara teratur dia tuduh menunggangi kemurahan hati AS, untuk batuk lebih banyak untuk pertahanannya. Atau dia juga dapat mengizinkan penjualan senjata ofensif yang lebih cepat ke Taiwan dan lebih banyak operasi angkatan laut AS di Selat Taiwan. Kedua jalur dapat meminta tanggapan.

    Yang lebih genting adalah Laut Cina Selatan, di mana klaim maritim Tiongkok tumpang tindih dengan klaim negara-negara lain (seperti yang dikonfirmasi oleh putusan pengadilan khusus tahun 2016 mengenai Filipina, meskipun Beijing menolak putusan tersebut). Di sekitar bebatuan dan terumbu karang yang disengketakan di lepas pantai Filipina, sekutu perjanjian A.S., gesekan telah meningkat menjadi bentrokan di laut.

    Presiden Ferdinand Marcos Jr. telah mengupayakan hubungan yang lebih dekat dengan Amerika Serikat, memberikan akses ke lebih banyak pangkalan militer Filipina, termasuk beberapa yang dekat dengan Taiwan, melakukan latihan bersama, dan bekerja sama lebih erat dengan sekutu AS lainnya. Xi menuduh Manila memainkan insiden untuk mendapatkan peralatan dan investasi militer AS tambahan, dan Washington, pada gilirannya, mengeksploitasi gesekan untuk menarik pemerintah Asia ke dalam jaringan anti-China.

    Bentrokan yang mengakibatkan kematian Filipina dapat menyebabkan Marcos meminta pakta pertahanan negaranya dengan Washington. Trump, bahkan jika enggan menanggapi dengan tegas, akan menghadapi tekanan dari pejabat Departemen Pertahanan untuk melakukannya. Triknya adalah menghindari spiral eskalasi tanpa menandakan kepasifan yang dapat membuat Beijing berani, terutama jika para pemimpin China melihat tanda-tanda lain dari hubungan AS dengan sekutu.

    Sekutu AS lainnya, termasuk Jepang dan Korea Selatan, telah meningkatkan pengeluaran pertahanan mereka, yang ketakutan oleh perilaku Tiongkok dan inkonsistensi AS. Konstituen besar di Tokyo dan Seoul percaya negara mereka harus memperoleh pencegah nuklir mereka sendiri. Spekulasi tentang tawar-menawar besar Trump-Xi hampir tidak menenangkan saraf, bahkan jika kesepakatan seperti itu tampak mengada-ada. Di tengah persaingan yang semakin intensif antara dua kekuatan besar dunia, pandangan redup Trump tentang aliansi mengguncang Asia hampir sama seperti halnya Eropa.

    (dce)

  • Putin Krisis Pasukan, AS Sebut 700.000 Tentara Rusia Tewas Jadi Korban Perang Ukraina – Halaman all

    Putin Krisis Pasukan, AS Sebut 700.000 Tentara Rusia Tewas Jadi Korban Perang Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – AS mengungkapkan bahwa Rusia kini tengah mengalami krisis pasukan setelah lebih dari 700.000 tentara menjadi korban sejak memulai invasi ke Ukraina pada tahun 2022.

    Hal itu diungkap oleh Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin melalui laman resmi Menhan AS.

    “Sejak 2022, Rusia telah menderita lebih dari 700.000 korban di Ukraina. Jumlah itu lebih banyak dari yang dialami Moskow dalam semua konfliknya sejak Perang Dunia II digabungkan,” imbuh Austin melansir Defense.gov.

    “Korban Rusia di Ukraina kini melebihi dua pertiga dari total kekuatan tentara Rusia pada awal perang yang dipilih Putin. Pada bulan November 2024 saja, Rusia kehilangan hampir 1.500 tentara per hari,” imbuhnya.

    Senada dengan proyeksi AS, Angkatan Bersenjata Ukraina memperkirakan 707.540 tentara Rusia tewas atau terluka hingga November 2024. 
     
    Sementara Pemerintah Inggris melaporkan sekitar 700.000 tentara Rusia tewas atau terluka pada November 2024.

    Rusia Rekrut Tentara Korut

    Mengantisipasi kurangnya pasukan di medan perang, Sekitar 10.000 tentara asal Korea Utara (Korut) dilaporkan tiba di Kursk, wilayah garda depan konflik Rusia dan Ukraina.

    Tak hanya pasukan tempur, Korut disebut turut mengirimkan sejumlah jenderal ke medan perang untuk membantu Rusia melawan Ukraina.

    Pengerahan puluhan ribu tentara Korea Utara itu merupakan eskalasi yang signifikan dari keterlibatan Pyongyang dalam invasi Rusia di Ukraina.

    Publik menuduh pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menjual pasukannya untuk perang agresi yang ilegal.

    Lantaran kehadiran tentara Korut hanya dianggap sebagai martir perang bagi Rusia dalam menghadapi serangan Ukraina.

    Sementara itu pemerintah Rusia diketahui menjanjikan bayaran sebesar 2.000 dolar AS atau sekitar Rp 31 Juta per bulan bagi tentara Korea Utara (Korut) yang bersedia untuk ditugaskan ke Kursk.

    Jumlah gaji yang dibayarkan oleh Moskow menunjukkan peningkatan fantastis hingga 10 kali lipat jika dibandingkan dengan gaji sebelumnya.

    Dimana pada bulan lalu, Radio Free Asia melaporkan bahwa gaji rata-rata untuk personel militer Korut hanya berkisar antara 100 dan 300 won.

    Rusia Krisis Populasi

    Terpisah, imbas perang yang tak kunjung rampung, kini Rusia dihadapkan masalah krisis populasi.

    Angka kelahiran Rusia diketahui telah mencapai titik terendah dalam sejarah. Menurut laporan terakhir, hanya ada sekitar 599.600 anak yang lahir pada paruh pertama tahun 2024. Jumlah tersebut menjadi yang terendah selama 25 tahun.

    Angka ini bahkan 16 ribu lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023. 

    Pemerintah Rusia menyebut situasi ini sebagai ‘bencana besar bagi masa depan bangsa’.

    Untuk mengatasi ancaman krisis populasi, Salah satu kota di Rusia mengeluarkan aturan baru yaitu memberikan hadiah insentif uang pada wanita muda di bawah usia 25 tahun yang mau memiliki anak. 

    Mengutip laporan Money Control, jumlah hadiah insentif yang ditawarkan sejumlah 100 ribu rubel Rusia (Rp 15,8 juta). 

    Uang tersebut diberikan khusus untuk wanita berusia di bawah 25 tahun yang masih terdaftar sebagai mahasiswa universitas atau perguruan tinggi yang tinggal di wilayah Karelia.

    Selain pemberian insentif tersebut, nantinya ibu juga bakal mendapatkan dukungan tambahan untuk perawatan anak dan pemulihan pasca persalinan.

    Hal ini dilakukan untuk mendorong angka kelahiran di Rusia yang perlahan menurun.

    Karelia bukan menjadi satu-satunya daerah yang menerapkan program insentif untuk mendorong angka kelahiran. 

    Setidaknya ada 11 pemerintah daerah di Rusia yang menawarkan insentif serupa, salah satunya di Tomsk.

    Sementara itu Pemerintah pusat Rusia sendiri dilaporklan turut meningkatkan anggaran tunjangan bersalin untuk para ibu hamil. 

    Menurut informasi yang beredar mulai tahun 2025, ibu yang pertama kali melahirkan akan menerima insentif akan menerima sekitar 677 ribu rubel Rusia (Rp 101,5 juta),.

    Jumlah tersebut meningkat dari 630.400 (Rp 94,5 juta) rubel pada tahun 2024.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1049: Zelensky Klaim 15.000 Tentara Rusia Tewas di Kursk – Halaman all

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1049: Zelensky Klaim 15.000 Tentara Rusia Tewas di Kursk – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berikut update perang Rusia vs Ukraina hari ke-1049.

    Presiden Ukraina, Voldymyr Zelensky mengklaim selama 5 bulan perang, sekitar 15.000 tentara Rusia tewas di Kursk.

    Rusia mengklaim merebut kota Kurakhove.

    Utusan presiden terpilih AS Donald Trump untuk Ukraina tunda perjanalan ke Kyiv.

    Selengkapnya, berikut update perang Rusia vs Ukraina hari ke-1049 dikutip dari TheGuardian:

    Klaim Zelensky soal Tentara Rusia

    Zelensky mengatakan bahwa jumlah tentara Rusia yang tewas karena berperang di Kursk mencapai hampir 15.000 orang.

    Tidak hanya itu, ia juga mengatakan bahwa pasukannya telah menciptakan zona penyanggah di wilayah Kursk.

    “Langkah ini mencegah Rusia untuk mengarahkan kekuatan ke arah lain, khususnya ke wilayah Donetsk, Sumy, wilayah Kharkiv, atau Zaporizhzia,” kata Zelensky.

    Rusia Klaim Dapat Keuntungan di Wilayah Ukraina

    Kementerian pertahanan Rusia mengatakan bahwa pasukannya telah memperolah keuntungan di wilayah Ukraina.

    Di mana pihaknya telah merebut kota Kurakhove, 32 km (20 mil) selatan Pokrovsk, pusat logistik Ukraina.

    Kota ini telah menjadi tempat persinggahan tentara Rusia selama berperang melawan Ukraina beberapa bulan ini.

    Dengan merebut kota Kurakhove, kemenhan Rusia mengklaim ini dapat memudahkan mereka dalam merebut wilayah Donsetsk.

    “Penangkapan tersebut akan memungkinkan pasukan Rusia untuk merebut sisa wilayah Donetsk dengan kecepatan yang lebih cepat,” katanya.

    Utusan Trump Tunda Perjalanan ke Kyiv

    Utusan presiden terpilih AS Donald Trump untuk Ukraina telah menunda perjalanan pencarian fakta ke Kyiv dan ibu kota Eropa lainnya.

    Nantinya, perjalanan akan dijadwalkan kembali setelah Trump dilantik pada 20 Januari 2025.

    Perjalanan ini menjadi pertama kalinya untuk pemerintahan Trump berkunjung ke Kyiv.

    Sementara itu, Trump pada saat kampanye bersikeras mengatakan akan menyelesaikan perang di Ukraina.

    Macron Dorong Ukraina untuk Pertimbangkan Konsesi Teritorial

    Presiden Prancis, Emmanuel Macron mengatakan bahwa Ukraina perlu mempertimbangkan konsensi teritorial.

    Tidak hanya itu, Macron meminta kepada AS untuk membuat Rusia setuju berdiskusi dengan Ukraina.

    Pasalnya, jika diskusi atau perundingan tidak terjadi, maka kemungkinan AS tidak dapat menang karena Ukraina tidak berhasil memenangkan peperangan melawan Rusia.

    “Presiden Amerika yang baru sendiri tahu bahwa Amerika Serikat tidak akan menang jika Ukraina kalah,” katanya.

    AS Klaim Rusia Perluas Kerja Sama dengan Korea Utara

    Menteri Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan bahwa Rusia telah memperluas kerjasama dengan Korea Utara.

    Kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama antariksa yang menjadi imalan atas dukungan militer Korea Utara terhadap Rusia.

    “DPRK sudah menerima peralatan dan pelatihan militer Rusia. Sekarang kami punya alasan untuk percaya bahwa Moskow bermaksud untuk berbagi teknologi antariksa dan satelit canggih dengan Pyongyang,” kata Blinken dalam konferensi pers. 

    Kematian Warga Skotlandia di Barisan Depan

    Seorang keluarga dari Skotlandia mengatakan bahwa salah satu anggota keluarganya yaotu Jordan Maclachlan, 26 meninggal saat betugas sebagai petugas medis di Ukraina.

    Pihak keluarga mengatakan pria dari Ardnamurchan di Dataran Tinggi Skotlandia ini meninggal pada hari Jumat (3/1/2025).

    “Jordan selalu percaya bahwa ia membuat perbedaan dan kami semua sangat bangga padanya karena telah membantu orang lain,” kata pernyataan keluarga kepada BBC.

    Masalah dalam Satuan Angkatan Darat Ukraina

    Komandan angkatan darat Ukraina, Mykhailo Drapaty mengatakan bahwa satuannya yang sebagian dilatih di Prancis mengalami masalah.

    Di mana beberapa prajurit dilaporkan membelot.

    Biro Investigasi Negara Ukraina sedang menyelidiki pembelotan di satuan tersebut dan “penyalahgunaan kekuasaan” oleh seorang pejabat militer.  

    (Tribunnews.com/Farrah Putri)

    Artikel Lain Terkait Perang Rusia vs Ukraina

  • Korut Uji Coba Rudal Hipersonik yang Mampu Tangkal Musuh di Pasifik

    Korut Uji Coba Rudal Hipersonik yang Mampu Tangkal Musuh di Pasifik

    Pyongyang

    Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un mengklaim sistem rudal hipersonik terbaru yang diuji coba pada Senin (6/1) akan membantu dalam menangkal musuh negaranya di kawasan Pasifik. Uji coba itu dilakukan saat Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengunjungi Korea Selatan (Korsel).

    “Sistem rudal hipersonik dapat diandalkan untuk menangkal musuh di kawasan Pasifik yang dapat mempengaruhi keamanan negara kita,” ucap Kim Jong Un, yang mengawasi peluncuran tersebut, seperti dikutip kantor berita Korean Central News Agency (KCNA) dan dilansir AFP, Selasa (7/1/2025).

    Uji peluncuran rudal hipersonik itu dilakukan Korut saat Blinken mengunjungi Korsel, yang merupakan sekutu strategis AS dan rival utama Korut. Kedua negara itu secara teknis masih berperang.

    Kim Jong Un, dalam pernyataannya, mengklaim rudal hipersonik yang diuji coba itu mampu mengudara sejauh 1.500 kilometer — melampaui angka 1.100 kilometer yang dilaporkan militer Korsel — dan melesat dengan kecepatan 12 kali kecepatan suara sebelum jatuh ke lautan.

    “Ini jelas merupakan rencana dan upaya untuk mempertahankan diri, bukan rencana dan tindakan ofensif,” sebut Kim Jong Un dalam pernyataannya.

    Namun, dia menambahkan bahwa kinerja sistem rudal tersebut “tidak dapat diabaikan di dunia”. Dia menyebut sistem rudal itu mampu “memberikan serangan militer yang serius terhadap musuh sekaligus secara efektif menembus penghalang pertahanan yang ketat”.

    “Pengembangan kemampuan pertahanan DPRK yang bertujuan menjadi kekuatan militer akan semakin dipercepat,” ujar Kim Jong Un menggunakan nama resmi Korut, Republik Demokratik Rakyat Korea.

    Lihat Video ‘Korut Tembakan Rudal Balistik saat Menlu AS Kunjungi Korsel’:

  • Korut Uji Coba Rudal Hipersonik Saat Menlu AS Kunjungi Korsel

    Korut Uji Coba Rudal Hipersonik Saat Menlu AS Kunjungi Korsel

    Jakarta

    Korea Utara (Korut) telah melakukan uji coba peluncuran sistem rudal hipersonik. Pemimpin Korut, Kim Jong Un, mengatakan sistem rudal canggih itu digunakan sebagai upaya menjaga keamanan negaranya di kawasan Pasifik.

    “Sistem rudal hipersonik dapat diandalkan untuk menahan musuh di kawasan Pasifik yang dapat mempengaruhi keamanan negara kita,” kata Kim dalam komentar yang disampaikan oleh kantor berita KCNA, dilansir AFP, Selasa (7/1/2025).

    Uji coba tersebut dilakukan pada Senin (6/1) waktu setempat. Kegiatan itu terjadi saat Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengunjungi sekutu strategisnya, Korea Selatan, yang merupakan saingan berat Korea Utara.

    Kim Jong Un mengatakan rudal hipersonik itu mampu terbang sejauh 1.500 km. Angka itu melampaui capaian milik militer Korea Selatan di kisaran 1.100 km. Rudal Korut ini melaju dengan kecepatan 12 kali kecepatan suara sebelum mendarat di air.

    “Ini jelas merupakan rencana dan upaya untuk membela diri, bukan rencana dan tindakan ofensif,” kata Kim.

    Dia mengatakan kinerja sistem rudal tersebut “tidak dapat diabaikan di seluruh dunia”. Kim juga menyebut sistem tersebut dapat menimbulkan serangan militer yang serius terhadap lawannya sekaligus secara efektif menembus penghalang pertahanan yang ketat.

    “Pengembangan kemampuan pertahanan DPRK yang bertujuan menjadi kekuatan militer akan semakin dipercepat,” kata Kim, menggunakan akronim nama resmi Korea Utara.

    Peluncuran sebelumnya dilakukan pada bulan November, ketika negara tersebut melakukan uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) berbahan bakar padat yang paling canggih dan kuat.

    Lihat Video ‘Korut Tembakan Rudal Balistik saat Menlu AS Kunjungi Korsel’:

    (ygs/isa)

  • Menlu Korsel-AS Ketemu, Bahas Korut Sampai Isu Pemakzulan

    Menlu Korsel-AS Ketemu, Bahas Korut Sampai Isu Pemakzulan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Luar Negeri (Menlu) Korea Selatan Cho Tae Yul dan Menlu Amerika Serikat (AS) Antony Blinken akan mengadakan pembicaraan di Seoul pada Senin (6/1/2025). Menurut para pejabat yang mengetahui masalah tersebut, seperti dilaporkan Yonhap, keduanya akan fokus membahas aliansi bilateral negara, upaya untuk mencegah ancaman Korea Utara, dan isu-isu utama lainnya.

    Kunjungan Blinken menandai perjalanan pertama pejabat tinggi AS. Sementara pembicaraan yang direncanakannya dengan Cho akan menjadi keterlibatan tingkat tinggi pertama sekutu tersebut sejak pemakzulan Yoon. Blinken sendiri telah tiba di Korsel pada Minggu malam.

    Pembicaraan dilakukan saat Korea Selatan berupaya memastikan aliansinya dengan AS tetap kuat meskipun ada ketidakpastian politik menyusul pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol atas upaya darurat militernya yang gagal.

    Pemberlakuan darurat militer yang mengejutkan oleh Yoon memicu kekhawatiran bahwa hal itu dapat merusak aliansi dengan Washington dan koordinasi kebijakan mengenai isu-isu Korea Utara, terutama menjelang peluncuran pemerintahan Donald Trump yang kedua.

    Foto: Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, (kiri), dan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Cho Tae-yul, (kanan), berjabat tangan selama jamuan makan siang di Kementerian Luar Negeri di Seoul, Korea Selatan, Senin, 6 Januari 2025. (Lee Jin-man/Pool via REUTERS)
    Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, (kiri), dan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Cho Tae-yul, (kanan), berjabat tangan selama jamuan makan siang di Kementerian Luar Negeri di Seoul, Korea Selatan, Senin, 6 Januari 2025. (Lee Jin-man/Pool via REUTERS)

    AS telah menegaskan kembali dukungannya yang kuat terhadap aliansi “kuat” dengan Korea Selatan dan menyuarakan kepercayaannya pada kepemimpinan sementara negara itu, meskipun mantan Presiden sementara Han Duck Soo dimakzulkan oleh parlemen hanya kurang dari dua minggu setelah pemakzulan Yoon.

    Sekutu telah sepakat untuk sepenuhnya melanjutkan jadwal diplomatik dan keamanan bilateral yang ditunda setelah bencana darurat militer. Pembicaraan Senin kemungkinan akan difokuskan pada penegasan kembali komitmen mereka terhadap aliansi dan pencegahan Washington terhadap Pyongyang meskipun situasi politiknya seperti itu.

    Cho dan Blinken juga diharapkan untuk membahas kerja sama militer yang semakin dalam antara Korea Utara dan Rusia, serta pengerahan pasukan Pyongyang ke Rusia untuk mendukung perangnya melawan Ukraina.

    Mereka juga diharapkan untuk menggarisbawahi komitmen mereka untuk memajukan kerja sama trilateral dengan Jepang, sebuah pencapaian diplomatik utama bagi pemerintahan Biden yang akan berakhir dan dua sekutunya di Asia.

    Pembicaraan tersebut juga akan membahas upaya penguatan untuk mempromosikan Indo-Pasifik yang bebas, terbuka, dan makmur, serta upaya trilateral dengan Jepang. Blinken akan melakukan lawatan ke tiga negara minggu ini, dengan rencana singgah di Jepang dan Prancis. Perjalanan tersebut secara luas diperkirakan akan menjadi kunjungan luar negeri terakhirnya sebagai diplomat tertinggi AS di bawah pemerintahan Biden.

    (tfa/wur)

  • Ada di Korsel Saat Korut Luncurkan Rudal, Menlu AS Lontarkan Kecaman

    Ada di Korsel Saat Korut Luncurkan Rudal, Menlu AS Lontarkan Kecaman

    Seoul

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Antony Blinken sedang berkunjung ke Korea Selatan (Korsel) ketika Korea Utara (Korut) meluncurkan rudal balistik dari wilayahnya yang kemudian jatuh ke lautan. Blinken mengecam keras peluncuran rudal Pyongyang tersebut.

    Kecaman itu, seperti dilansir AFP, Senin (6/1/2025), disampaikan Biden bersama-sama dengan Menlu Korsel Cho Tae Yul saat menggelar konferensi pers gabungan di Seoul pada Senin (6/1) waktu setempat.

    “Kami mengecam peluncuran rudal DPRK hari ini, yang merupakan pelanggaran lainnya terhadap banyak resolusi Dewan Keamanan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)” ucap Blinken dalam konferensi pers tersebut, menggunakan nama resmi Korut, Republik Rakyat Demokratik Korea.

    Militer Korsel sebelumnya melaporkan Korut meluncurkan rudal balistik dari wilayahnya pada Senin (6/1) waktu setempat. Disebutkan bahwa rudal yang itu jatuh ke perairan Laut Timur, atau yang juga disebut sebagai Laut Jepang.

    Aktivitas peluncuran rudal itu merupakan yang pertama dilakukan Pyongyang pada tahun ini.

    Laporan militer Korsel menyebut rudal Korut itu mengudara sejauh 1.100 kilometer sebelum jatuh ke lautan. Seoul mengatakan pihaknya “memperkuat pengintaian dan kewaspadaan” untuk aktivitas peluncuran lebih lanjut.

    Militer Korsel menambahkan bahwa pihaknya juga “berkoordinasi erat dengan AS dan Jepang” mengenai peluncuran rudal Korut tersebut.

    Lihat Video ‘Korut Tembakan Rudal Balistik saat Menlu AS Kunjungi Korsel’:

  • Inggris dalam Bahaya, Bisa Hancur dalam Hitungan Menit

    Inggris dalam Bahaya, Bisa Hancur dalam Hitungan Menit

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sistem pertahanan Inggris memiliki celah yang besar dalam menangani serangan udara. Hal ini diketahui saat London dan pakta pertahanannya, NATO, sedang dalam ketegangan yang tinggi dengan Rusia akibat serangan Moskow ke Ukraina.

    Sebuah panel independen Inggris yang memimpin tinjauan pertahanan strategis Inggris menyebut keadaan perisai rudal negara itu dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Panel, yang terdiri dari sejumlah anggota militer itu, meminta agar adanya investasi tambahan untuk memperkuat perisai rudal.

    “Beberapa anggota blok militer yang dipimpin Amerika Serikat (AS) juga baru-baru ini menyatakan rasa frustasi bahwa Inggris tidak cukup berkontribusi pada perisai pertahanan untuk melindungi Eropa dari kemungkinan serangan jarak jauh,” tulis laporan panel itu yang dikutip New York Times dan dilansir Russia Today (RT), Senin (6/1/2025).

    “NATO akhir tahun ini akan meminta Perdana Menteri Inggris Keir Starmer untuk secara signifikan meningkatkan pengeluaran untuk pertahanan udara berbasis permukaan (SBAD) untuk mempertahankan infrastruktur penting Inggris, termasuk pembangkit listrik tenaga nuklir dan pangkalan militer,” katanya.

    Panel tersebut juga menggarisbawahi ketegangan yang terjadi antara Inggris dan Rusia bersama sejumlah sekutunya seperti China dan Iran. Ketiga rival London itu disebutkan telah mengembangkan rudal balistik yang dapat melintasi benua dengan kecepatan berkali-kali kecepatan suara.

    “Inggris dalam bahaya sekarang. Tetapi dalam 15 tahun, rudal balistik akan dapat menghantam Inggris dari mana saja di dunia,” tambah laporan itu.

    Laporan itu juga menuturkan bahwa kapal perang Angkatan Laut Inggris, yang mengambil bagian dalam operasi yang dipimpin AS melawan milisi pro Iran, Houthi Yaman, berada dalam bahaya diserang oleh rudal balistik yang lebih canggih. Ini kemudian menggarisbawahi penggunaan rudal oleh aktor non negara.

    “Kelompok militan di negara-negara Timur Tengah seperti Libya berpotensi menargetkan London jika mereka mampu memperoleh rudal jarak jauh,” ujar laporan tersebut.

    Analisis panel ini muncul saat Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan peringatan keras kepada AS dan Inggris, yang terus membantu Ukraina dengan persenjataan. Orang nomor satu Rusia itu mengatakan manuver ini membuat Moskow berhak untuk menyerang fasilitas militer negara-negara itu.

    Putin juga mengatakan bahwa Moskow dapat memberikan respons asimetris terhadap tindakan tersebut dengan mempersenjatai kelompok atau negara yang memusuhi Barat, seperti Korea Utara, dengan persenjataan canggih.

    (sef/sef)

  • Antony Blinken Kunjungi Seoul, Korea Utara Tembakkan Rudal Balistik – Halaman all

    Antony Blinken Kunjungi Seoul, Korea Utara Tembakkan Rudal Balistik – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Korea Utara menembakkan rudal balistik ke laut di lepas pantai timurnya pada Senin (6/1/2025).

    Peluncuran rudal tersebut, bertepatan dengan kunjungan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, ke Seoul di tengah situasi politik yang kacau di Korea Selatan.

    Dilansir Reuters, militer Korea Selatan mengonfirmasi peluncuran tersebut.

    Penjaga pantai Jepang juga melaporkan bahwa sebuah proyektil, yang diyakini sebagai rudal yang ditembakkan oleh Korea Utara, telah jatuh di laut.

    Peluncuran ini merupakan yang pertama dilakukan oleh Korea Utara sejak 5 November, ketika negara tersebut menembakkan sedikitnya tujuh rudal balistik jarak pendek di lepas pantai timurnya.

    Sebelumnya, Blinken bertemu Penjabat Presiden Korea Selatan, Choi Sang-mok.

    Choi Sang-mok menggantikan Presiden Yoon Suk Yeol, yang dimakzulkan setelah pemberlakuan darurat militer pada 3 Desember.

    Blinken menekankan komitmen pertahanan AS terhadap Korea Selatan.

    Ia juga menyerukan komunikasi diplomatik dan keamanan yang erat untuk mencegah kemungkinan provokasi dari Korea Utara, menurut pernyataan resmi.

    Nasib Y

    Yoon Suk Yeol menjadi presiden Korea Selatan pertama yang menghadapi penangkapan atas tuduhan pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan. (Yonhap/Korea Herald)

    Dilaporkan Yonhap, tim kuasa hukum Yoon Suk Yeol telah mengajukan pengaduan kepada jaksa penuntut terhadap kepala badan antikorupsi negara dan 10 orang lainnya atas upaya mereka minggu lalu untuk melaksanakan surat perintah penahanan terhadap presiden yang dimakzulkan tersebut.

    Upaya Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) untuk melaksanakan surat perintah penahanan Yoon pada Jumat (3/1/2025) gagal karena staf keamanan dan para pendukung sang presiden mengerubungi kediamannya.

    Pengacara Yoon mengajukan pengaduan terhadap Oh Dong-woon, kepala CIO, dan beberapa lainnya ke Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul pada Senin (6/1/2025).

    CIO dituduh secara ilegal melaksanakan surat perintah untuk menahan Yoon dan menggeledah kediamannya.

    Tim hukum Yoon berpendapat bahwa CIO tidak memiliki kewenangan untuk memobilisasi petugas polisi dalam upaya penahanan tersebut.

    Tim tersebut, juga mengajukan pengaduan terhadap Pelaksana Tugas Komisaris Jenderal Badan Kepolisian Nasional, Lee Ho-young, dan Pelaksana Tugas Menteri Pertahanan, Kim Seon-ho.

    Keduanya dituduh lalai dalam tugas serta menyalahgunakan wewenang dengan menolak permintaan dinas keamanan presiden untuk menambah personel keamanan.

    Pada hari Minggu (5/1/2025), pengacara Yoon menyatakan bahwa mereka akan mengajukan pengaduan terhadap semua personel kepolisian dan Kementerian Pertahanan yang terlibat dalam pelaksanaan surat perintah tersebut.

    Mereka juga berencana untuk mengajukan lebih banyak pengaduan setelah mengonfirmasi rincian orang-orang yang terlibat.

    Penangkapan yang Gagal pada 6 Januari 2025
    lihat foto
    Pendukung Yoon Suk Yeol di luar kediamannya di Seoul pada 3 Januari 2025

    Pada 6 Januari lalu, ketika Yoon Suk Yeol akan ditangkap, lebih dari 100 petugas polisi hadir membawa surat perintah penangkapan.

    Namun, mereka gagal menangkap Yoon Suk Yeol setelah kebuntuan selama enam jam di luar rumahnya, lapor BBC News.

    Petugas polisi terlibat konfrontasi dengan tim keamanan Yoon, yang membentuk barikade manusia dan menggunakan kendaraan untuk menghalangi tim penangkapan, menurut laporan media lokal.

    Dua bulan terakhir menjadi momen yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam politik Korea Selatan.

    Perintah darurat militer yang dikeluarkan oleh Yoon pada 3 Desember 2024, langsung diganjar oleh pemungutan suara pemakzulan terhadapnya.

    Setelah itu, muncul penyelidikan kriminal, penolakan Yoon untuk hadir dalam interogasi, hingga akhirnya surat perintah penangkapannya.

    Pemimpin sayap kanan tersebut masih memiliki basis pendukung yang kuat.

    Itulah mengapa ribuan pendukungnya berkumpul di luar rumahnya pada Jumat pagi untuk menghalangi penangkapannya.

    Namun, menurut banyak laporan, Yoon kini dianggap sebagai pemimpin yang dipermalukan, setelah dimakzulkan oleh parlemen dan diskors dari jabatannya.

    Ia kini sedang menunggu keputusan pengadilan konstitusi, yang dapat memberhentikannya secara resmi dari jabatannya sebagai presiden.

    (Tribunnews.com)

  • Korut Tes Perdana Rudal Balistik Tahun Ini, Jatuh Dekat Jepang

    Korut Tes Perdana Rudal Balistik Tahun Ini, Jatuh Dekat Jepang

    Jakarta, CNN Indonesia

    Korea Utara kembali melancarkan uji coba rudal balistik ke arah Laut Timur, sebagai tes perdana rudal tahun ini.

    Militer Korea Selatan menyebut rudal balistik yang jatuh di Laut Timur dekat Jepang.

    “Korea Utara meluncurkan rudal balistik yang belum teridentifikasi ke Laut Timur,” demikian pernyataan militer Korsel seperti dikutip dari AFP.

    Peluncuran rudal balistik oleh Korut dilakukan setelah kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken ke Seoul, untuk bertemu sejumlah menteri Korsel.

    Rudal balistik yang diluncurkan Korut merupakan uji coba perdana tahun ini. Pada November tahun lalu, Korut melancarkan uji coba rudal balistik yang disebut-sebut merupakan jenis rudal antarbenua (Inter Continental Balistic Missile/ICBM) dengan bahan bakar oksigen padat.

    Uji coba itu merupakan yang perdana dilakukan pemimpin Korut Kim Jong Un sejak mengirimkan para tentaranya ke Rusia untuk memerangi pasukan Ukraina.

    Rudal itu dilaporkan jatuh dekat wilayah Korsel. Seoul kemudian merespons dengan melakukan uji coba rudal balistik ke laut.

    Belakangan, situasi politik di Korsel memanas setelah Presiden Yoon Suk Yeol dimakzulkan parlemen pada awal Desember tahun lalu.

    Media Korut pun menyebut bahwa situasi politik Korsel sedang kacau dan lumpuh setelah tim penyelidik Korsel berupaya menangkap Presiden Yoon setelah dimakzulkan.

    (bac/bac)

    [Gambas:Video CNN]