Negara: Korea Utara

  • Joe Biden Dikecam Habis-habisan Usai Batasi Ekspor Chip ke RI

    Joe Biden Dikecam Habis-habisan Usai Batasi Ekspor Chip ke RI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden AS Joe Biden menetapkan kebijakan baru yang memperketat pembatasan ekspor chip ke berbagai negara, tak cuma China. Indonesia masuk dalam daftar negara yang dibatasi.

    Hanya negara-negara sekutu dekat AS yang masih dibebaskan untuk mengimpor chip dan alat pembuat chip dari AS.

    Proposal aturan itu memperkenalkan sistem peringkat tiga kelompok untuk mengatur ekspor perangkat keras AI.

    Negara-negara Tier 1 dapat terus melakukan bisnis seperti biasa dan bebas mengimpor hardware AI yang dikembangkan AS. Uni Eropa, Kanada, dan negara tetangga RI, Australia masuk dalam Tier 1.

    Negara Tier 2 menghadapi pembatasan dan dibatasi hingga maksimum 50.000 unit pemrosesan grafis (GPU) per negara antara tahun 2025 dan 2027. Jika dilihat dari petanya, Indonesia masuk dalam kelompok Tier 2 dalam aturan pembatasan ekspor chip AS beserta negara Asia Tenggara lain kecuali Kamboja.

    Kamboja masuk dalam Tier 3 bersama China, Rusia, Iran, dan Korea Utara, sehingga dilarang mengimpor perangkat keras dan bobot model yang berkaitan dengan AI.

    Menanggapi hal ini, sebagian pelaku industri semikonduktor dan manufaktur mengeluh. Mereka tergabung dalam Asosiasi Industri Semikonduktor yang mewakili pengusaha chip, serta SEMI yang mewakili pengusaha manufaktur chip. 

    Bersama-sama, mereka mengirimkan surat langsung ke Biden tertanggal 13 Januari 2025. Dalam suratnya, para pelaku industri mengingatkan dampak pada perusahaan AS terkait pengetatan tersebut.

    “Kami memahami aturan tambahan ini akan lebih ketat mengontrol memori bandwidth tinggi, tanpa mempertimbangkan dampaknya pada perusahaan AS. Hal ini akan menyerahkan pangsa pasar pada pesaing global,” kata surat itu, dikutip dari Reuters, Rabu (15/1/2025).

    Sebagai informasi, memori dengan bandwidth tinggi adalah bahan penting membuat chip AI canggih. Saat ini produksinya dilakukan perusahaan AS dan Korea Selatan, dan aturan terbaru akan membatasi penjualan ke China.

    Menurut asosiasi, pemerintah tidak berkonsultasi dengan industri meskipun hal itu berdampak jangka panjang.

    “Sekali lagi, aturan ini dikembangkan tanpa konsultasi industri yang tepat atau kesempatan komentar publik, meski berdampak jangka panjang dan signifikan pada ekonomi dan internasional,” tulis pelaku industri.

    Menteri Perdagangan AS Gina Raimondo mengatakan AS sudah menjadi pemimpin industri AI dan optimistis akan terus mempertahankan posisinya. 

    “AS memimpin AI sekarang, untuk pengembangan AI atau desain chip AI. Penting untuk kita untuk mempertahankannya seperti itu,” kata dia.

    (fab/fab)

  • Batas Usia Pensiun Indonesia Jauh Lebih Muda Ketimbang Malaysia hingga Amerika Serikat – Page 3

    Batas Usia Pensiun Indonesia Jauh Lebih Muda Ketimbang Malaysia hingga Amerika Serikat – Page 3

    Untuk kawasan ASEAN dan Asia saja, batas usia pensiun di Indonesia saat ini jauh lebih muda dibanding negara lain. Ambil contoh Malaysia dan Thailand dengan batas usia 60 tahun, Vietnam dengan 61 tahun, Singapura dengan 63 tahun, dan Filipina dengan 65 tahun.

    Begitu pun untuk negara kawasan Asia Timur seperti China, Korea Selatan dan Korea Utara dengan batas usia 60 tahun. Sementara Negeri Matahari Terbit Jepang punya batas usia pensiun hingga 64 tahun.

    Mengacu pada data OECD, formulasi batas usia pensiun di berbagai negara mengacu pada berragam faktor. Mulai dari kondisi ekonomi, perbedaan waktu awal kerja, hingga permintaan pasar dan kebijakan yang ada di negara bersangkutan.

    Atas dasar itu, beberapa negara Uni Eropa seperti Norwegia, Islandia, Denmark, hingga Belanda punya batas usia pensiun tertinggi, yakni 67 tahun. Beberapa negara maju seperti Amerika Serikat pun menetapkan batas di usia 66 tahun, dan Kanada di 65 tahun.

  • Kisah Kelam Presiden Korsel: Dipenjara, Dibunuh, hingga Bunuh Diri

    Kisah Kelam Presiden Korsel: Dipenjara, Dibunuh, hingga Bunuh Diri

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol resmi ditangkap, Rabu (15/1/2024). Ini terjadi setelah ratusan penyidik dari lembaga korupsi Korsel, CIO, beserta polisi menggerebek kediamannya sejak dini hari.

    Penangkapan ini terkait penyalahgunaan kekuasaan menyangkut pengumuman darurat militer. Ini merupakan yang kedua setelah gagal di 3 Januari.

    “Markas Besar Investigasi Gabungan melaksanakan surat perintah penangkapan untuk Presiden Yoon Suk Yeol hari ini (15 Januari) pukul 10:33 pagi ,” kata CIO dalam sebuah pernyataan.

    Penahanan Yoon sendiri menambah daftar panjang Presiden Korsel yang mengakhiri jabatannya dengan tidak mulus. Tercatat, sejumlah presiden negara itu seringkali menemui kondisi sulit, dengan ada yang ditahan setelah memimpin, dikudeta, hingga melakukan bunuh diri.

    Berikut daftarnya sebagaimana dirangkum dari AFP:

    1. Park Geun Hye

    Pada bulan Desember 2016, Park Geun Hye, presiden sejak 2013, dimakzulkan oleh Parlemen dalam sebuah keputusan yang dikonfirmasi pada bulan Maret 2017 oleh Mahkamah Konstitusi, yang menyebabkan dakwaan dan pemenjaraannya.

    Putri dari mantan diktator Park Chung Hee, ia adalah presiden wanita pertama Korea Selatan dan telah menampilkan dirinya sebagai orang yang tidak korup. Namun, ia dituduh menerima atau meminta puluhan juta dolar dari konglomerat, termasuk Samsung.

    Tuduhan tambahan termasuk berbagi dokumen rahasia. Ia juga tercatat menempatkan artis yang kritis terhadap kebijakannya dalam ‘daftar hitam’, dan memecat pejabat yang menentangnya.

    Park dijatuhi hukuman 20 tahun penjara pada tahun 2021 dan denda yang besar. Namun pada akhir tahun itu, ia diampuni oleh penggantinya, Moon Jae In.

    Yoon, presiden penerusnya, adalah seorang jaksa Seoul pada saat itu dan memainkan peran penting dalam pemecatan dan penahanannya selanjutnya.

    2. Lee Myung Bak

    Berkuasa dari tahun 2008 hingga 2013, Lee Myung Bak dijatuhi hukuman 15 tahun penjara pada bulan Oktober 2018 karena korupsi.

    Yang paling menonjol, ia dinyatakan bersalah menerima suap dari Samsung sebagai imbalan atas bantuan kepada ketua konglomerat itu saat itu, Lee Kun Hee, yang telah dihukum karena penggelapan pajak. Mantan pemimpin tersebut diampuni oleh Presiden Yoon pada bulan Desember 2022.

    3. Roo Moo Hyun

    Roo Moo Hyun memimpin dari tahun 2003 hingga 2008. Pendukung kuat perbaikan hubungan dengan Korea Utara (Korut) ini bunuh diri dengan melompat dari tebing pada bulan Mei 2009.

    Ia mendapati dirinya menjadi target penyelidikan atas pembayaran oleh seorang produsen sepatu kaya sebesar satu juta dolar kepada istrinya dan lima juta dolar kepada suami salah seorang keponakannya.

    4. Chun Doo Hwan

    Presiden Korsel satu ini dikenal sebagai ‘Penjagal Gwangju’ karena memerintahkan pasukannya untuk menghentikan pemberontakan terhadap kekuasaannya di kota barat daya Gwangju. Ia mengundurkan diri pada tahun 1987 dalam menghadapi demonstrasi massa dan menyerahkan kekuasaan kepada anak didiknya Roh Tae Woo.

    Roh dan Chun telah dekat selama beberapa dekade, pertama kali bertemu sebagai teman sekelas di akademi militer selama Perang Korea.

    Pada tahun 1996, kedua pria itu dihukum karena pengkhianatan atas kudeta tahun 1979 yang membawa Chun ke tampuk kekuasaan, pemberontakan Gwangju tahun 1980, korupsi, dan pelanggaran lainnya.

    Roh dijatuhi hukuman 22,5 tahun penjara, yang dikurangi menjadi 17 tahun. Sementara Chun dijatuhi hukuman mati, hukuman yang diringankan menjadi penjara seumur hidup.

    Mereka kemudian diberi amnesti pada tahun 1998 setelah hanya menghabiskan dua tahun di balik jeruji besi.

    5. Park Chung Hee

    Park Chung Hee dibunuh pada bulan Oktober 1979 oleh kepala mata-matanya sendiri saat makan malam pribadi. Peristiwa malam itu telah lama menjadi subjek perdebatan sengit di Korsel, khususnya mengenai apakah pembunuhan itu direncanakan sebelumnya.

    Chun Doo Hwan dan Roh Tae Woo, yang saat itu menjabat sebagai jenderal angkatan darat, memanfaatkan kekacauan politik untuk melancarkan kudeta pada Desember 1979.

    6. Yun Po Sun

    Presiden Yun Po Sun digulingkan pada tahun 1961 dalam kudeta yang dipimpin oleh perwira angkatan darat Park Chung Hee. Park mempertahankan jabatan Yun tetapi secara efektif mengambil alih kendali pemerintahan. Park kemudian menggantikannya setelah memenangkan pemilihan umum pada tahun 1963.

    7. Syngman Rhee

    Presiden pertama Korsel, Syngman Rhee, yang terpilih pada tahun 1948, dipaksa mengundurkan diri oleh pemberontakan yang dipimpin mahasiswa pada tahun 1960. Pemberontakan terjadi setelah ia berupaya memperpanjang masa jabatannya melalui pemilihan umum yang curang.

    Rhee dipaksa mengasingkan diri di Hawaii, tempat ia meninggal pada tahun 1965.

    (luc/luc)

  • Penipu Berkeliaran Bobol Rekening Rp 10 Trliun Akhirnya Terungkap

    Penipu Berkeliaran Bobol Rekening Rp 10 Trliun Akhirnya Terungkap

    Jakarta, CNBC Indonesia – Aksi peretasan kian mengkhawatirkan. Laporan terbaru menunjukkan oknum penjahat siber berhasil mencuri hingga US$ 659 juta atau Rp 10,7 triliun. Ini dilakukan hacker yang didukung Korea Utara pada beberapa pencurian kripto sepanjang 2024 lalu.

    Laporan gabungan yang dirilis Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat (AS), mengungkapkan kelompok Lazarus melakukan rekayasa sosial dan menggunakan malware untuk aksi pencurian cryptocurrency seperti Tradertraitor.

    Salah satu modusnya adalah melakukan penyamaran dan menyusup sebagai pekerja IT pada perusahaan blockchain. Dengan begitu, pembobolan yang terjadi bisa dikatakan sebagai kasus ‘orang dalam’. 

    “Amerika Serikat, Jepang, dan Republik Korea memberi peringatan pada entitas sektor swasta, khususnya industri blockchain, untuk meninjau seluruh peringatan ancaman dan lebih menginformasikan langkah-langkah mitigasi ancaman siber,” ujar pernyataan itu, dikutip dari Tech Crunch, Rabu (15/1/2025).

    “Perlu juga mengurangi risiko dengan tidak memperkerjakan pekerja IT Korea Utara,” jelas tiga pemerintahan tersebut.

    Laporan tersebut mengonfirmasi Korea Utara bertanggung jawab atas beberapa serangan tahun lalu. Misalnya mencuri US$235 juta (Rp 3,8 triliun) pada Wazirx, sebuah pertukaran kripto terbesar di India, yang terjadi bulan Juli.

    Begitu juga serangan lain dari DMM Jepang senilai US$308 juta (Rp 5 triliun), Upbit dan Radiant Capital masing-masing US$50 juta (Rp 814 miliar) dan Rain Management sebesar US$16,13 juta (Rp 262,8 miliar).

    Dalam laporan AS sebelumnya, diperkirakan Korea Utara berhasil mencuri US$3 miliar (Rp 48,8 triliun) dalam kripto antara 2017-2023. Uang hasil curian itu dikatakan untuk mendanai program senjata nuklir.

    Sementara dari data lain terungkap para peretas dari Korea Utara bertanggung jawab dari 61% pencurian kripto tahun lalu. Total yang telah dicuri setara dengan US$1,34 miliar (Rp 21,8 triliun).

    (fab/fab)

  • Detik-detik Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Ditangkap, Petugas Pakai Tangga untuk Memanjat Penghalang – Halaman all

    Detik-detik Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Ditangkap, Petugas Pakai Tangga untuk Memanjat Penghalang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol telah ditangkap, Rabu (15/1/2025).

    Penangkapan tersebut dilakukan enam minggu setelah upayanya yang singkat untuk memberlakukan darurat militer.

    Adapun Yoon Suk Yeol telah dimakzulkan atas tuduhan pemberontakan terkait dengan pernyataan darurat militernya pada 3 Desember 2024.

    Dalam sebuah pernyataan, Yoon Suk Yeol mengatakan dia menyerahkan diri untuk diinterogasi guna menghindari kekerasan setelah lebih dari 3.000 petugas polisi berbaris di kediamannya untuk menangkapnya sejak Rabu dini hari.

    “Ketika saya melihat mereka menerobos masuk ke area keamanan menggunakan peralatan pemadam kebakaran hari ini, saya memutuskan untuk menanggapi penyelidikan CIO – meskipun itu adalah penyelidikan ilegal – untuk mencegah pertumpahan darah yang tidak menyenangkan,” kata Yoon dalam sebuah pernyataan, Rabu, dilansir Reuters.

    Para penyidik ​​memasuki kediaman Yoon Suk Yeol pada Rabu pagi dalam upaya baru untuk melaksanakan surat perintah penangkapannya.

    Pengacara Yoon sebelumnya telah mencoba membujuk para penyelidik agar tidak melaksanakan surat perintah penangkapan, dengan mengatakan presiden akan hadir secara sukarela untuk diinterogasi, tetapi lembaga tersebut menolak.

    Diberitakan Sky News, polisi berupaya mengakses kantor resmi presiden untuk menahan Yoon Suk Yeol, tetapi mereka terlibat dalam kebuntuan dengan dinas keamanan Yoon.

    Beberapa jam kemudian, ratusan petugas berhasil memasuki area properti dengan menggunakan tangga untuk memanjat penghalang.

    Polisi mengatakan mereka telah mengerahkan 3.200 petugas untuk melaksanakan surat perintah penangkapan.

    Satu orang yang pingsan di tengah kebuntuan, telah diangkut dari tempat kejadian oleh pemadam kebakaran, kata media setempat.

    Ribuan orang, termasuk para pendukungnya, diketahui berkumpul di luar rumah Yoon Suk Yeol.

    Sementara, sekelompok anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat konservatif yang berkuasa dan pengacara Yoon juga berusaha mencegah penangkapan di dalam kompleks perumahan.

    Setelah penangkapan, iring-iringan mobil kepresidenan Yoon Suk Yeol terlihat meninggalkan kediamannya di lereng bukit dengan pengawalan polisi.

    Sebuah kendaraan yang tampaknya membawa Yoon Suk Yeol kemudian tiba di Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi di kota terdekat, Gwacheon.

    Patrick Fok, melaporkan untuk Al Jazeera dari Seoul, mengatakan sekitar 1.000 petugas polisi terlibat dalam operasi penangkapan di kediaman presiden.

    Operasi pada hari Rabu itu adalah upaya kedua yang dilakukan oleh penyidik ​​untuk menangkap Yoon, setelah upaya sebelumnya yang gagal berakhir setelah kebuntuan selama berjam-jam dengan tim keamanannya di dalam kompleks kepresidenan pada awal Januari 2025.

    Sejak itu, Yoon tetap berada di dalam vilanya di lereng bukit di Seoul selama berminggu-minggu dalam upaya untuk menghindari penangkapan.

    Pengacara Yoon berpendapat bahwa upaya untuk menahan Yoon Suk Yeol adalah ilegal dan dirancang untuk mempermalukannya di depan umum.

    Surat perintah yang diperoleh penyidik ​​untuk menangkapnya adalah yang pertama kali dikeluarkan terhadap Presiden Korea Selatan yang sedang menjabat.

    Presiden Korsel, Yoon Suk Yeol ditangkap di kediamannya di Seoul pada Rabu (15/1/2025) terkait kasus deklarasi darurat militer yang diumumkannya pada awal Desember 2024 lalu. (Yonhap News)

    Saat penyiar berita lokal melaporkan bahwa penahanan Yoon akan segera dilakukan, beberapa perkelahian kecil terjadi antara pengunjuk rasa pro-Yoon yang menangis dan polisi di dekat kediaman tersebut, menurut seorang saksi mata Reuters di tempat kejadian.

    Selama dua minggu terakhir, ribuan pengunjuk rasa anti dan pro-Yoon berkumpul setiap hari dalam unjuk rasa yang bersaing di dekat kantornya di Seoul, untuk mengantisipasi penahanannya.

    Sebelumnya, pernyataan darurat militer Yoon mengejutkan warga Korea Selatan dan menjerumuskan salah satu negara demokrasi paling dinamis di Asia ke dalam periode kekacauan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya.

    Yoon berpendapat bahwa deklarasi darurat militer yang diberlakukannya adalah tindakan pemerintahan yang sah, dan menyebutnya sebagai peringatan bagi partai oposisi liberal utama, Partai Demokrat, yang ia gambarkan sebagai “pasukan anti-negara pro-Korea Utara yang tercela”.

    Ia mengklaim partai tersebut menggunakan mayoritas legislatifnya untuk memakzulkan pejabat tinggi dan melemahkan anggaran pemerintah.

    Tak lama setelah Yoon membuat pengumumannya, orang-orang mulai berkumpul di luar gedung parlemen, beberapa dari mereka berteriak agar darurat militer dicabut.

    Pasukan militer juga terlihat berusaha memasuki parlemen.

    Ketika itu, para pembantu parlemen terlihat mencoba memukul mundur tentara tersebut dengan menyemprotkan alat pemadam kebakaran.

    Militer mengatakan kegiatan parlemen dan partai politik akan dilarang, dan media serta penerbit akan berada di bawah kendali komando darurat militer.

    Ini adalah pertama kalinya sejak 1980 darurat militer diberlakukan di Korea Selatan.

    Namun, Yoon Suk Yeol mengumumkan mencabut darurat militer, beberapa jam setelah Korea Selatan memberlakukannya.

    Di sisi lain, anggota parlemen memilih untuk memakzulkan Yoon dan mencopotnya dari jabatan pada 14 Desember 2024.

    Mahkamah Konstitusi juga sedang mempertimbangkan untuk menguatkan pemakzulan Yoon itu dan memberhentikannya secara permanen dari jabatan Presiden Korea.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Krisis Korea

  • Dramatisnya Penangkapan Presiden Korsel, Pendukungnya Hadang Polisi

    Dramatisnya Penangkapan Presiden Korsel, Pendukungnya Hadang Polisi

    Yoon mengejutkan negara pada akhir tanggal 3 Desember ketika ia mengumumkan darurat militer. Saat itu dia mengklaim bahwa ia perlu melindungi Korea Selatan “dari ancaman yang ditimbulkan oleh pasukan komunis Korea Utara dan melenyapkan elemen-elemen anti-negara”.

    Ia mengerahkan pasukan ke gedung parlemen. Namun, para anggota parlemen menentang mereka dan memberikan suara menolak darurat militer. Yoon mencabut darurat militer setelah hanya enam jam.

    Yoon dapat ditahan hingga 48 jam setelah penangkapannya ini. Penyelidik perlu mengajukan surat perintah penangkapan baru untuk menahannya lebih lama.

    Tim hukum Yoon telah berulang kali mengecam surat perintah penangkapan itu sebagai tindakan ilegal.

    Dalam penyelidikan paralel, Mahkamah Konstitusi pada hari Selasa meluncurkan persidangan untuk memutuskan pemakzulan Yoon oleh parlemen.

    Jika pengadilan menyetujui pemakzulan tersebut, Yoon akhirnya akan kehilangan kursi kepresidenan dan pemilihan umum baru harus diadakan dalam waktu 60 hari.

    Sidang ditunda pada hari Selasa setelah sidang yang sangat singkat karena Yoon menolak untuk hadir. Sidang berikutnya ditetapkan pada hari Kamis, meskipun prosesnya bisa berlangsung selama berbulan-bulan.

    “Penangkapan Yoon Suk Yeol adalah langkah pertama menuju pemulihan ketertiban konstitusional, demokrasi, dan supremasi hukum,” kata pemimpin fraksi Park Chan-dae kepada partai tersebut dalam sebuah pertemuan.

    (ita/ita)

  • Ukraina Tangkap Tentara Korut, Terungkap Fakta Mengerikan Baru

    Ukraina Tangkap Tentara Korut, Terungkap Fakta Mengerikan Baru

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut pasukannya berhasil menangkap dua tentara Korea Utara (Korut) yang terluka pekan lalu. Terungkap fakta mengerikan terkait pasukan Kim Jong Un tersebut.

    Keduanya menjadi tawanan perang oleh pasukan Ukraina di Oblast Kursk Rusia. Zelensky mengatakan mereka menerima “bantuan medis yang diperlukan” dan berada dalam tahanan Dinas Keamanan Ukraina (SBU) di Kyiv.

    “Ini bukan tugas yang mudah”, kata Zelensky, seperti dikutip BBC International, Selasa (14/1/2025). Ia mengklaim bahwa tentara Rusia dan Korut biasanya mengeksekusi warga Korea Utara yang terluka “untuk menghapus bukti keterlibatan Korea Utara dalam perang melawan Ukraina”.

    “Dunia perlu mengetahui kebenaran tentang apa yang sedang terjadi,” imbuhnya.

    Zelensky juga mengunggah empat foto di samping pernyataannya. Dua foto memperlihatkan orang-orang yang terluka. Salah satu foto memperlihatkan kartu militer Rusia berwarna merah.

    Badan intelijen Ukraina mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa para tahanan tersebut ditangkap pada tanggal 9 Januari dan segera setelah itu “diberi semua perawatan medis yang diperlukan sebagaimana ditetapkan oleh Konvensi Jenewa” dan dibawa ke Kyiv.

    “Mereka ditahan dalam kondisi yang sesuai dengan persyaratan hukum internasional,” demikian bunyi pernyataan dinas intelijen tersebut.

    Dinas intelijen tersebut mengatakan para tahanan tersebut tidak berbicara bahasa Ukraina, Inggris, atau Rusia, “jadi komunikasi dengan mereka dilakukan melalui penerjemah bahasa Korea, bekerja sama dengan NIS (Badan Intelijen Nasional) Korea Selatan”.

    Menurut NIS, kedua tentara yang ditangkap itu adalah anggota Biro Umum Pengintaian, badan intelijen militer Korea Utara.

    Para tentara bersaksi bahwa mereka dikirim ke medan perang tanpa dijanjikan gaji, tetapi sebaliknya diberitahu bahwa mereka akan diperlakukan sebagai pahlawan, kata NIS.

    Perintah Bunuh Diri

    Menurut penilaian badan mata-mata Korea Selatan, tentara Korea Utara yang dikerahkan untuk berperang melawan Ukraina telah diperintahkan untuk bunuh diri agar tidak ditangkap.

    Badan Intelijen Nasional Korea Selatan memberi tahu anggota parlemen pada Senin bahwa lebih dari 300 tentara Korea Utara telah tewas bersama dengan lebih dari 2.700 orang terluka saat mendukung upaya perang Rusia. Seorang anggota parlemen kemudian memberikan ringkasan pengarahan tersebut kepada wartawan.

    Di antara tentara yang tewas, ditemukan catatan yang menunjukkan bahwa rezim menekan pasukan untuk bunuh diri daripada ditawan. Beberapa catatan berisi harapan untuk bergabung dengan Partai Pekerja Korea yang berkuasa atau diampuni.

    Dalam satu cerita, seorang tentara yang hampir ditangkap mencoba meledakkan dirinya dengan granat sambil berteriak “Jenderal Kim Jong Un.” Tentara itu ditembak mati sebelum melakukan tindakan itu, kata NIS.

    (luc/luc)

  • Badan Intelijen Sebut Donald Trump dan Kim Jong-un Mungkin Dapat Mencapai Kesepakatan

    Badan Intelijen Sebut Donald Trump dan Kim Jong-un Mungkin Dapat Mencapai Kesepakatan

    JAKARTA – Badan intelijen Korea Selatan pada Hari Senin mengatakan, Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dapat melakukan pembicaraan langsung, menambahkan, kemungkinan adanya ‘kesepakatan kecil’ mengenai program nuklir Pyongyang.

    Jika AS menyadari bahwa tujuan denuklirisasi penuh Korea Utara tidak dapat dicapai dalam jangka pendek, AS dapat melanjutkan dengan kesepakatan yang lebih kecil, seperti kesepakatan pengendalian senjata atau perjanjian pelucutan senjata dengan Pyongyang, kata Badan Intelijen Nasional (NIS), melansir The Korea Times 13 Januari.

    Trump yang memenangi Pemilu November lalu, mengungguli petahana Wakil Presiden Kamala Harris, akan mengambil sumpah sebagai presiden pada 20 Januari mendatang.

    NIS membagikan informasi tersebut kepada anggota parlemen selama rapat subkomite parlemen tertutup, menurut anggota parlemen Lee Seong-kweun dari Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa, serta Park Sun-won dari oposisi utama Partai Demokrat Korea, keduanya adalah pemimpin Komite Intelijen Majelis Nasional.

    “Trump telah menggembar-gemborkan pembicaraannya dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un sebagai salah satu pencapaian utamanya dari masa jabatan pertamanya, jadi ada kemungkinan untuk melanjutkan dialog dengan Kim,” kata NIS seperti dikutip oleh para anggota parlemen.

    Lebih lanjut badan mata-mata itu mengatakan, beberapa penunjukan Trump baru-baru ini menunjukkan kemungkinan dialog.

    Diketahui, Trump menunjuk mantan Duta Besar untuk Jerman Richard Grenell, yang dikenal karena sikapnya yang pro-dialog tentang isu-isu Korea Utara, sebagai utusan presidennya untuk misi-misi khusus.

    Berikutnya, ada Alex Wong, yang terlibat dalam pembicaraan nuklir tingkat kerja dengan Korea Utara selama masa jabatan pertama Trump, ditunjuk sebagai wakil penasihat keamanan nasional utama Trump.

    NIS mengatakan, Korea Utara diperkirakan akan fokus pada pengamanan manfaat militer dan ekonomi dengan mengirimkan lebih banyak pasukan dan senjata untuk mendukung perang Rusia di Ukraina.

    Badan itu juga mengatakan, mereka memantau dengan saksama tanda-tanda kemungkinan kunjungan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un ke Rusia.

    “Kim mungkin akan mengunjungi Rusia pada paruh pertama tahun ini,” kata Park.

    Sejumlah analis meyakini kunjungan tersebut bertepatan dengan Hari Pembela Tanah Air Rusia, yang jatuh pada tanggal 23 Februari. Hari libur tahunan tersebut menghormati pasukan militer negara tersebut.

  • Friendly Fire Lagi, Rusia Tak Sengaja Ledakkan Sistem Rudal yang Dikirim oleh Korea Utara – Halaman all

    Friendly Fire Lagi, Rusia Tak Sengaja Ledakkan Sistem Rudal yang Dikirim oleh Korea Utara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Rusia dilaporkan secara tidak sengaja meledakkan salah satu sistem rudal permukaan-ke-udara (SAM) yang diyakini dikirim oleh Korea Utara.

    Insiden friendly fire ini terjadi di wilayah perbatasan Kursk, yang menjadi titik pertempuran terbaru antara pasukan Rusia dan Ukraina.

    Dilansir Newsweek, para blogger militer Rusia di Telegram, awalnya menyatakan bahwa pasukan Rusia menghancurkan sistem yang dipasok ke Ukraina oleh negara-negara Barat.

    Namun, menurut analisis Alexander Kovalenko, seorang analis militer dan politik terkemuka Ukraina, Rusia tampaknya menghancurkan SAM Korea Utara secara tidak sengaja. 

    Laporan ini pertama kali disampaikan oleh Badan Informasi Independen Ukraina.

    Korea Utara dilaporkan telah memasok Rusia dengan rudal balistik berkemampuan nuklir jarak pendek, self-propelled artillery, dan bahkan mengirimkan pasukan untuk digunakan dalam konflik yang sedang berlangsung.

    Kovalenko menyatakan, pengiriman SAM tersebut, tidak dilaporkan oleh intelijen Barat atau Korea Selatan.

    Hal ini menunjukkan bahwa ada rantai pasokan logistik antara Korea Utara dan Rusia yang belum terdeteksi oleh intelijen dari Barat maupun Korea Selatan.

    “Ini sangat, sangat mengkhawatirkan,” katanya.

    Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengendarai mobil limusin Aurus di Pyongyang, Korea Utara pada 19 Juni 2024. (KCNA)

    Kovalenko, yang memiliki lebih dari 100.000 pengikut di Telegram, mengatakan bahwa seorang operator drone Rusia secara keliru menyerang SAM buatan Korea Utara di wilayah Kursk, karena ia menyangka bahwa sistem tersebut, adalah SAM milik Barat.

    Surat kabar Ukraina, Militarnyi, melaporkan bahwa analisis rekaman dan foto medan perang menunjukkan bahwa sistem Korea Utara yang dihancurkan oleh pasukan Rusia memiliki siluet dan bentuk yang mirip sistem milik Barat yang digunakan oleh pasukan Ukraina di wilayah tersebut.

    Ini bukan pertama kalinya insiden friendly fire terjadi antara pasukan Rusia-Korea Utara melawan pasukan Ukraina.

    Desember tahun lalu, Ukraina mengatakan, pasukan Korea Utara secara tidak sengaja menewaskan 8 tentara Rusia di Kursk, mengutip Business Insider.

    Intelijen Ukraina mengatakan, insiden itu adalah insiden friendly fire yang disebabkan oleh kendala bahasa.

    Ukraina telah berulang kali menuduh Korea Utara memasok Rusia dengan peralatan dan personel untuk membantu dalam perang.

    Pada bulan November, Intelijen Pertahanan Ukraina melaporkan bahwa Rusia menerima lebih dari 100 rudal balistik jarak pendek berkemampuan nuklir KN-23 dan KN-24 dari Korea Utara.

    “Negara agresor Rusia telah menerima lebih dari 100 rudal semacam itu dari DPRK. Musuh pertama kali menggunakan senjata ini dalam perang melawan Ukraina pada akhir tahun 2023,” ungkap laporan dari Intelijen Pertahanan Ukraina.

    “Bersamaan dengan pengiriman rudal tersebut, Korea Utara juga mengirimkan spesialis militernya ke Rusia untuk memperbaiki peluncur dan berpartisipasi dalam kejahatan perang terhadap Ukraina,” tambahnya.

    Dalam pernyataan di Telegram, Alexander Kovalenko mengatakan:

    “Rusia telah menerima sistem pertahanan udara dari Korea Utara dan menggunakannya.”

    “Hal ini menunjukkan bahwa Rusia sedang menghadapi masalah serius dengan sistem pertahanan udaranya.”

    Sistem rudal permukaan-ke-udara (SAM) Korea Utara, pertama kali terlihat di Pyongyang selama parade ulang tahun ke-75 WPK pada tahun 2020. (X/Osinttechnical)

    “Kita sudah mengetahui bahwa pasukan pendudukan Rusia kekurangan sistem pertahanan udara, dan sekarang kategori ini menjadi salah satu yang paling drastis kekurangannya.”

    “Rusia meminta Korea Utara untuk mengirimkan apa yang paling dibutuhkan, dan pasokan ini mencerminkan kesulitan dalam mengganti kerugian.”

    “Pertama kekurangan peluru, kemudian kekurangan personel, lalu artileri, balistik, dan sekarang pertahanan udara.”

    Korea Selatan, Ukraina, dan Amerika Serikat memperkirakan, Korea Utara telah mengerahkan lebih dari 10.000 tentara untuk memperkuat pasukan Rusia.

    Mengingat hubungan dekat antara kedua negara, dukungan Korea Utara terhadap Rusia dalam perang ini diperkirakan akan terus berlanjut.

    Kedua negara telah menandatangani perjanjian pertahanan bersama tahun lalu, yang menyatakan bahwa mereka akan saling membantu jika salah satu pihak diserang.

    (Tribunnews.com)

  • Kim Jong Un Perintahkan Tentara Korut Akhiri Hidup Ketimbang Ditangkap Pasukan Ukraina – Halaman all

    Kim Jong Un Perintahkan Tentara Korut Akhiri Hidup Ketimbang Ditangkap Pasukan Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Korea Utara (Korut) Kim Jong Un mendesak para tentaranya yang  yang membantu Rusia untuk akhiri hidup demi menghindari penangkapan oleh pasukan Ukraina di medan perang.

    Hal itu diungkap Anggota Parlemen Korea Selatan Lee Seong-kweun mengutip laporan Badan Intelijen Nasional (NIS).

    Dalam keterangan tertulisnya Lee Seong-kweun, menjelaskan bahwa pihaknya menemukan sebuah memo dari tentara Korea Utara yang tewas di medan pertempuran Kursk saat melawan Ukraina.

    Adapun dalam isi memo tersebut memerintahkan para tentara Korea Utara untuk segera mengakhiri hidup mereka sebelum ditangkap.

    “Ditemukan sebuah memo yang dibawa oleh mereka (tentara Korea Utara) yang terbunuh bahwa otoritas Korea Utara memerintahkan penghancuran dan mengakhiri hidup menggunakan granat sebelum ditangkap,” ujar Lee Seong-kweun dikutip dari Euro News.

    Laporan itu muncul bertepatan dengan pernyataan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, yang mengklaim telah menahan dua tentara Korea Utara yang terluka.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pun merilis video yang menunjukkan kedua tentara itu terlihat terluka dan menjalani interogasi.

    “Ukraina siap menyerahkan tentara Kim Jong-un kepadanya jika ia dapat mengatur pertukaran mereka dengan para prajurit kami yang ditawan di Rusia,” ujar Zelensky melalui unggahan di media sosial X.

    300 Pasukan Elite Korut Tewas saat Bantu Rusia

    Sejauh ini jumlah tentara Korut yang tewas saat membantu Rusia di medan perang telah mencapai 300 orang, sementara 2.700 lainnya terluka imbas berperang di Ukraina.

    “Penempatan pasukan Korea Utara ke Rusia dilaporkan telah meluas hingga mencakup wilayah Kursk, dengan perkiraan yang menunjukkan bahwa korban di antara pasukan Korea Utara telah melampaui 3.000,” ujar Lee dalam konferensi pers, seperti diberitakan AFP.

    Jumlah korban tersebut meningkat lantaran pasukan Korea Utara sering terbunuh oleh drone atau pesawat tak berawak yang tampaknya tidak mereka anggap berbahaya atau mematikan.

    Laporan tersebut, menunjukkan adanya kesenjangan pengetahuan mengenai pasukan yang dikirim oleh Kim Jong Un untuk mendukung invasi Rusia.

    Bahkan salah satu tentara Korut yang ditangkap Ukraina, mengklaim bahwa dia tidak tahu akan berperang,.

    Ia menambahkan bahwa komandannya telah mengatakan kepadanya bahwa itu “hanya pelatihan”.

    Tentara Korut di Iming-Imingi Gaji Fantastis

    Rusia diketahui menjanjikan bayaran sebesar 2.000 dolar AS atau sekitar Rp 31 Juta per bulan bagi tentara Korea Utara (Korut) yang bersedia untuk ditugaskan ke Kursk garda depan konflik Rusia dan Ukraina.

    Jumlah gaji yang dibayarkan oleh Moskow menunjukkan peningkatan fantastis hingga 10 kali lipat jika dibandingkan dengan gaji sebelumnya.

    Dimana pada bulan lalu, Radio Free Asia melaporkan bahwa gaji rata-rata untuk personel militer Korut hanya berkisar antara 100 dan 300 won.

    Namun demi memikat prajurit Korut agar mau bergabung ke garda depan konflik Rusia, Presiden Vladimir Putin mulai menaikkan gaji para tentara bayaran asal Korut.

    Badan Intelijen Nasional Korea Selatan, atau NIS, mencatat sejauh ini lebih dari 3.000 tentara Korea Utara telah dikirim ke Rusia.

    Jumlah tersebut diperkirakan bertambah, mencapai 10.000 prajurit pada bulan Desember 2024.

    (Tribunnews.com / Namira)