Negara: Korea Utara

  • Diawasi Kim Jong Un, Korut Uji Coba Drone Bunuh Diri

    Diawasi Kim Jong Un, Korut Uji Coba Drone Bunuh Diri

    Jakarta

    Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un mengawasi uji coba drone bunuh diri dan pengintaian baru yang dilengkapi teknologi AI atau kecerdasan buatan. Media pemerintah Korut melaporkan uji coba ini digelar pada Kamis (27/3) waktu setempat, di tengah meningkatnya kerja sama militer dengan Rusia.

    Negara bersenjata nuklir tersebut telah meratifikasi pakta pertahanan penting dengan Moskow, dan dituduh mengerahkan ribuan pasukan untuk mendukung perang Rusia di Ukraina.

    Pemerintah Korea Selatan telah berulang kali memperingatkan tentang potensi transfer teknologi militer Rusia yang sensitif ke Korea Utara, sebagai imbalan atas pasukan dan senjata untuk mendukung perang Rusia dengan Ukraina.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (27/3/2025), Kim pada hari Kamis mengawasi uji coba “berbagai jenis drone pengintaian dan bunuh diri” yang diproduksi oleh Kompleks Teknologi Udara Tak Berawak Korea Utara, lapor kantor berita resmi Korut, KCNA.

    Drone pengintaian strategis jenis baru tersebut mampu “melacak dan memantau berbagai target strategis dan aktivitas pasukan musuh di darat dan laut”, tambah KCNA.

    Pesawat nirawak atau drone bunuh diri tersebut juga menunjukkan kemampuan menyerang “untuk digunakan dalam berbagai misi serangan taktis”, menurut KCNA.

    Kim mengevaluasi peningkatan kinerja pesawat nirawak ini, yang telah dilengkapi dengan “kecerdasan buatan baru”, KCNA melaporkan.

    Kim mengatakan, “bidang peralatan tak berawak dan kecerdasan buatan harus menjadi prioritas utama dan dikembangkan dalam memodernisasi angkatan bersenjata.”

    Ia juga menekankan pembuatan “rencana jangka panjang negara untuk mempromosikan pengembangan cepat pekerjaan untuk menggunakan pesawat nirawak cerdas”.

    Hal ini sejalan dengan “tren peperangan modern di mana persaingan untuk menggunakan pesawat nirawak cerdas sebagai sarana utama kekuatan militer.”

    Kim juga menyatakan “sangat puas” atas fakta bahwa “sistem pengacauan elektronik dan senjata serang baru mulai diproduksi”, demikian KCNA melaporkan.

    Sebelumnya, Korea Utara telah melancarkan serangan pengacauan GPS di Korea Selatan beberapa kali, sebuah operasi yang berdampak pada beberapa kapal dan puluhan pesawat sipil di negara tersebut.

    Empat bulan lalu, Kim memerintahkan “produksi massal” drone tempur yang dirancang untuk membawa bahan peledak dan sengaja ditabrakkan ke target musuh, yang secara efektif bertindak sebagai peluru kendali.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Data Intelijen AS Ungkap Ancaman Militer Terbesar Jatuh Pada China

    Data Intelijen AS Ungkap Ancaman Militer Terbesar Jatuh Pada China

    Jakarta

    Data intelijen Amerika Serikat (AS) mengungkap ancaman militer terbesar negaranya jatuh pada China. Pasalnya, Negeri Tirai Bambu itu telah membuat kemajuan dalam kemampuan militer hingga sibernya.

    Dirangkum detikcom, Rabu (26/3/2025), Laporan intelijen tersebut berjudul “Annual Threat Assessment” yang dirilis komunitas intelijen AS.

    Laporan tersebut, seperti dilansir AFP, menyebut “tekanan koersif” China terhadap Taiwan dan “operasi siber yang luas terhadap target AS” merupakan indikator meningkatnya ancaman terhadap keamanan nasional AS.

    Laporan tersebut memberikan gambaran umum tentang “wawasan kolektif” dari badan-badan intelijen AS tentang ancaman keamanan terhadap Washington yang ditimbulkan oleh negara-negara asing dan organisasi kriminal.

    “China menghadirkan ancaman militer yang paling komprehensif dan kuat terhadap keamanan nasional AS,” sebut laporan intelijen yang dirilis pada Selasa (25/3).

    Isi Laporan Intelijen AS: China Tak Terlihat Agresif Seperti Rusia-Korut

    Bendera China. Foto: Internet/ebcitizen.com

    Namun, disebutkan juga dalam laporan tersebut bahwa China lebih “berhati-hati” daripada Rusia, Iran, Korea Utara (Korut) agar tidak terlihat “terlalu agresif dan mengganggu”.

    Direktur Intelijen Nasional AS, Tulsi Gabbard, mengatakan dalam sidang Senat pada Selasa (25/3) bahwa “China adalah pesaing strategis kita yang paling mampu” berdasarkan intelijen saat ini.

    “Militer China mengerahkan kemampuan canggih, termasuk senjata hipersonik, pesawat siluman, kapal selam canggih, aset perang siber dan luar angkasa yang lebih kuat, dan persenjataan nuklir yang lebih besar,” sebut Gabbard.

    Laporan intelijen AS itu menyebut Beijing akan terus memperluas “kegiatan pengaruh jahat yang bersifat koersif dan subversif” untuk melemahkan AS secara internal dan global.

    Pemerintah China, menurut laporan intelijen AS, akan berusaha melawan apa yang dilihatnya sebagai “kampanye yang dipimpin AS untuk menodai hubungan global Beijing dan menggulingkan” Partai Komunis China.

    Selain China, penilaian intelijen itu juga menganalisis ancaman terhadap AS yang ditimbulkan oleh Rusia, Korut, Iran dan “para penjahat transnasional non-negara”, termasuk kartel narkoba Meksiko dan kelompok-kelompok ekstremis.

    Respons China

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun. Foto: REUTERS/Florence Lo/File photo Purchase Licensing Rights

    Pemerintah China menanggapi laporan intelijen terbaru AS yang menyebut negaranya sebagai ancaman militer dan siber terbesar bagi kepentingan AS secara global.

    Otoritas Beijing mendesak Washington untuk berhenti memandang China melalui “mentalitas hegemonik” mereka sendiri.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Rabu (26/3/2025), menuduh AS telah menyebarkan teori soal Beijing merupakan ancaman hanya untuk membendung dan menekan negara tersebut.

    China, sebut Guo dalam pernyataannya, mendesak AS untuk berhenti berkomplot dan mendukung aktivitas kemerdekaan Taiwan.

    Halaman 2 dari 3

    (taa/dek)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Disebut AS sebagai Ancaman Militer Terbesar, China Bilang Gini

    Disebut AS sebagai Ancaman Militer Terbesar, China Bilang Gini

    Beijing

    Pemerintah China menanggapi laporan intelijen terbaru Amerika Serikat (AS) yang menyebut negaranya sebagai ancaman militer dan siber terbesar bagi kepentingan AS secara global. Otoritas Beijing mendesak Washington untuk berhenti memandang China melalui “mentalitas hegemonik” mereka sendiri.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Rabu (26/3/2025), menuduh AS telah menyebarkan teori soal Beijing merupakan ancaman hanya untuk membendung dan menekan negara tersebut.

    China, sebut Guo dalam pernyataannya, mendesak AS untuk berhenti berkomplot dan mendukung aktivitas kemerdekaan Taiwan.

    Laporan intelijen terbaru AS, berjudul “Annual Threat Assessment” yang dirilis komunitas intelijen Washington pada Selasa (25/3), menyebut China sebagai ancaman terbesar bagi kepentingan AS secara global.

    Namun disebutkan juga dalam laporan intelijen itu bahwa Beijing telah membuat kemajuan dalam kemampuan militer dan sibernya.

    Menurut laporan intelijen AS tersebut, “tekanan koersif” China terhadap Taiwan dan “operasi siber yang luas terhadap target AS” merupakan indikator meningkatnya ancaman terhadap keamanan nasional AS.

    Laporan tersebut memberikan gambaran umum tentang “wawasan kolektif” dari badan-badan intelijen AS tentang ancaman keamanan terhadap Washington yang ditimbulkan oleh negara-negara asing dan organisasi kriminal.

    Namun, disebutkan juga dalam laporan tersebut bahwa China lebih “berhati-hati” daripada Rusia, Iran, Korea Utara (Korut) agar tidak terlihat “terlalu agresif dan mengganggu”.

    Direktur Intelijen Nasional AS, Tulsi Gabbard, mengatakan dalam sidang Senat pada Selasa (25/3) bahwa “China adalah pesaing strategis kita yang paling mampu” berdasarkan intelijen saat ini.

    “Militer China mengerahkan kemampuan canggih, termasuk senjata hipersonik, pesawat siluman, kapal selam canggih, aset perang siber dan luar angkasa yang lebih kuat, dan persenjataan nuklir yang lebih besar,” ujar Gabbard.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Data Intelijen AS Ungkap Ancaman Militer Terbesar Jatuh Pada China

    China Jadi Ancaman Militer Terbesar

    Washington DC

    Laporan intelijen terbaru Amerika Serikat (AS) menyebut China sebagai ancaman terbesar bagi kepentingan AS secara global. Disebutkan laporan intelijen itu bahwa Beijing telah membuat kemajuan dalam kemampuan militer dan sibernya.

    Laporan intelijen berjudul “Annual Threat Assessment” yang dirilis komunitas intelijen AS, seperti dilansir AFP, Rabu (26/3/2025), menyebut “tekanan koersif” China terhadap Taiwan dan “operasi siber yang luas terhadap target AS” merupakan indikator meningkatnya ancaman terhadap keamanan nasional AS.

    Laporan tersebut memberikan gambaran umum tentang “wawasan kolektif” dari badan-badan intelijen AS tentang ancaman keamanan terhadap Washington yang ditimbulkan oleh negara-negara asing dan organisasi kriminal.

    “China menghadirkan ancaman militer yang paling komprehensif dan kuat terhadap keamanan nasional AS,” sebut laporan intelijen yang dirilis pada Selasa (25/3).

    Namun, disebutkan juga dalam laporan tersebut bahwa China lebih “berhati-hati” daripada Rusia, Iran, Korea Utara (Korut) agar tidak terlihat “terlalu agresif dan mengganggu”.

    Direktur Intelijen Nasional AS, Tulsi Gabbard, mengatakan dalam sidang Senat pada Selasa (25/3) bahwa “China adalah pesaing strategis kita yang paling mampu” berdasarkan intelijen saat ini.

    “Militer China mengerahkan kemampuan canggih, termasuk senjata hipersonik, pesawat siluman, kapal selam canggih, aset perang siber dan luar angkasa yang lebih kuat, dan persenjataan nuklir yang lebih besar,” sebut Gabbard.

    Laporan intelijen AS itu menyebut Beijing akan terus memperluas “kegiatan pengaruh jahat yang bersifat koersif dan subversif” untuk melemahkan AS secara internal dan global.

    Pemerintah China, menurut laporan intelijen AS, akan berusaha melawan apa yang dilihatnya sebagai “kampanye yang dipimpin AS untuk menodai hubungan global Beijing dan menggulingkan” Partai Komunis China.

    Selain China, penilaian intelijen itu juga menganalisis ancaman terhadap AS yang ditimbulkan oleh Rusia, Korut, Iran dan “para penjahat transnasional non-negara”, termasuk kartel narkoba Meksiko dan kelompok-kelompok ekstremis.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Negara ini Mampu Hancurkan Pertahanan AS dan Unggul dalam AI pada 2030

    Negara ini Mampu Hancurkan Pertahanan AS dan Unggul dalam AI pada 2030

    GELORA.CO – Sebuah laporan intelijen menyebutkan bahwa Amerika tak lagi menjadi super power pada 2030. Keterangan lain di dalamnya juga menjelaskan bahwa Militer China mampu menyerang langsung Amerika dan merusak pertahanan dunia maya Paman Sam. Juga akan menjadi unggul dalam hal kecerdasan buatan di masa yang akan datang.

    Hal tersebut menandakan akan ada pergeseran poros kekuatan militer dan teknologi dunia. Hal itu terjadi karena semakin tumbuhnya kekuatan ekonomi dan pertahanan di negara lain, yaitu China. Negara tersebut menjadi tandingan Amerika dalam berbagai hal, mulai dari ekonomi, teknologi, hingga militer. Di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping, China melesat menjadi kekuatan baru dunia yang unggul dalam hal pertahanan militer, teknologi, dan ekonomi. 

    Laporan yang dikeluarkan oleh CIA itu mengungkapkan bahwa China “tetap menjadi ancaman terbesar bagi Amerika Serikat, baik secara militer maupun dunia maya,” lapor Reuters.

    Laporan tersebut, yang merupakan penilaian ancaman tahunan, menunjukkan bahwa China memiliki kemampuan untuk menargetkan Amerika Serikat melalui senjata konvensional dan serangan siber canggih yang menargetkan infrastrukturnya, serta kemampuannya untuk menargetkan aset luar angkasanya. Ditambahkannya bahwa “China bercita-cita untuk menggantikan Amerika Serikat dari posisi teratas dalam kecerdasan buatan pada tahun 2030.”

    Laporan tersebut mencatat bahwa “Rusia, bersama dengan Iran, Korea Utara, dan China, berusaha menantang Amerika Serikat melalui kampanye yang terencana untuk mencapai keunggulan militer,” seraya menambahkan bahwa perang Moskow di Ukraina telah memberinya “pelajaran berharga dalam menghadapi senjata dan intelijen Barat dalam perang berskala besar.”

    Laporan Komunitas Intelijen AS juga menyimpulkan bahwa Rusia memiliki keunggulan dalam konflik di Ukraina, dengan mencatat bahwa Rusia “sedang dalam perjalanan untuk mendapatkan pengaruh yang lebih besar guna menekan Kyiv dan para pendukung Baratnya agar berunding untuk mengakhiri perang yang akan memberi Moskow konsesi yang diinginkannya.”

    Laporan tersebut memperingatkan bahwa kelanjutan konflik di Ukraina akan memperpanjang risiko strategis bagi Amerika Serikat, dapat menyebabkan penggunaan senjata nuklir, dan dapat memperburuk ketidakamanan di antara negara-negara NATO, khususnya di Eropa Tengah, Timur, dan Utara.

    Ia melanjutkan, “Terlepas dari bagaimana dan kapan perang di Ukraina berakhir, tren geopolitik, ekonomi, militer, dan politik dalam negeri saat ini di Rusia menggarisbawahi kemampuannya untuk menahan dan memperpanjang potensi ancaman terhadap kekuatan, kehadiran, dan kepentingan global AS.”

    China terbuka

    Kementerian Luar Negeri China menyebut negaranya terbuka agar lebih banyak anggota parlemen maupun warga biasa dari Amerika Serikat datang ke Tiongkok.

    “China menyambut lebih banyak anggota parlemen dan warga Amerika Serikat dari berbagai lapisan untuk mengunjungi China agar dapat mempelajari China dengan cara yang lebih objektif serta memainkan peran yang konstruktif untuk pembangunan hubungan China-AS yang stabil, sehat, dan berkelanjutan,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam konferensi pers di Beijing pada Senin (24/3).

    Hal itu disampaikan usai pertemuan Perdana Menteri China Li Qiang dan Senator Partai Republik Amerika Serikat Steve Daines, yang juga pendukung Presiden Donald Trump, pada Ahad (23/3). Daines berada di Beijing untuk menghadiri Forum Pembangunan China 2025.

    “China percaya bahwa perkembangan hubungan China-AS yang stabil, sehat, dan berkelanjutan dapat memenuhi kepentingan bersama kedua bangsa maupun masyarakat internasional,” ungkap Guo Jiakun.

    Dalam keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri China disebutkan PM Li Qiang mengatakan bahwa saat ini, perkembangan hubungan China-AS memasuki titik kritis baru.

    “Sejarah telah membuktikan bahwa China dan AS sama-sama memperoleh keuntungan dari kerja sama dan mengalami kerugian bila terjadi konfrontasi. Kedua pihak harus memilih dialog dibanding konfrontasi dan kerja sama yang saling menguntungkan dari pada situasi yang tidak menguntungkan,” kata PM Li Qiang.

    PM Li juga menyampaikan harapan agar AS terlibat dalam komunikasi yang jujur, membangun kepercayaan, menghilangkan keraguan sesuai dengan prinsip saling menghormati, memperdalam kerja sama praktis, dan sama-sama berupaya untuk mempromosikan hubungan China-AS yang stabil, sehat dan berkelanjutan.

    Semakin banyak kesulitan yang dihadapi dalam hubungan China-AS, ungkap PM Li, semakin penting untuk menjaga dan mengembangkan kerja sama ekonomi dan perdagangan China-AS, dalam upaya untuk terus memberikan stabilitas ke dalam hubungan bilateral.

    “Perang dagang tidak akan menghasilkan pemenang. Tidak ada negara yang dapat mencapai pembangunan dan kemakmuran melalui penerapan tarif. Masalah seperti ketidakseimbangan perdagangan perlu diselesaikan dengan memperbesar kue kerja sama dan menciptakan lebih banyak manfaat tambahan,” jelas PM Li Qiang.

    China, kata PM Li Qiang, selalu menyambut perusahaan dari seluruh dunia, termasuk AS, untuk berbagi peluang pembangunan di China dan akan memperlakukan perusahaan dalam dan luar negeri secara setara serta terus membina lingkungan bisnis yang sehat.

    Dalam akun media sosialnya di X, Senator Daines mengungkapkan bahwa ia akan berbicara dengan pejabat di China soal pembatasan produksi dan distribusi fentanil dan “perlunya mengurangi defisit perdagangan dan memastikan akses pasar yang adil bagi para petani, peternak, dan produsen Montana”. Montana adalah negara bagian di AS yang diwakili Daines.

    Daines sebelumnya bekerja sebagai pekerja eksekutif di China dan bertindak sebagai perantara selama masa jabatan pertama Trump. Ia adalah anggota Kongres pertama yang mengunjungi Beijing sejak Trump menjabat pada Januari 2025.

    Hubungan AS-China kembali menghangat secara khusus terkait tarif impor setelah Trump mengenakan tarif sebesar 10 persen untuk hampir semua produk impor dari China sejak awal Februari dan menaikkan tarif menjadi 20 persen pada 4 Maret 2025. Ia mengatakan tindakan tersebut dimaksudkan untuk menekan China agar mengurangi distribusi fentanil ke AS.

    Sebagai balasan atas tindakan AS, China mengenakan tarif terhadap produk-produk pertanian asal AS mulai 10 Maret 2025, dengan rincian pungutan sebesar 15 persen untuk produk seperti ayam, gandum dan jagung, serta 10 persen pada produk-produk seperti kacang kedelai, daging babi, daging sapi dan buah-buahan.

    Namun Trump juga mengenakan tarif 25 persen atas semua impor baja dan alumunium ke AS, termasuk asal China, mulai 12 Maret 2025.

    Tak kirim pasukan perdamaian

    China membantah soal pemberitaan yang menyebut negara tersebut mempertimbangkan untuk bergabung dalam pasukan penjaga perdamaian di Ukraina.

    “Pemberitaan itu sama sekali tidak benar, sikap China atas krisis di Ukraina selalu konsisten dan jelas,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam konferensi pers di Beijing pada Senin (24/3).

    Sebelumnya satu media Jerman mengutip sumber diplomatik Uni Eropa mengatakan China sedang mempertimbangkan partisipasinya untuk masuk dalam pasukan penjaga perdamaian di Ukraina.

    Diplomat China diberitakan mendekati pejabat di Brussels untuk menjajaki apakah langkah tersebut diinginkan oleh Eropa.

    Hal tersebut menyusul pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang mengatakan pertemuan puncak lanjutan untuk membahas konflik Ukraina akan dilakukan pada 25 Maret 2025 dengan tujuan untuk menentukan komitmen dukungan jangka pendek bagi Ukraina setelah pertemuan antara delegasi Ukraina dan Amerika Serikat di Arab Saudi pada awal Maret.

    Guo Jiakun hanya menyebut “Group of Friends for Peace” (Sahabat untuk Perdamaian) yang dibentuk China dengan negara-negara berkembang lainnya baru saja bertemu di New York, AS.

    “Mereka membahas perkembangan terbaru krisis Ukraina dan prospek untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan. Pertemuan itu berhasil dan menegaskan kembali penyelesaian konflik melalui jalur politik melalui negosiasi,” ungkap Guo Jiakun.

    “Sahabat untuk Perdamaian” dibentuk oleh China dan Brasil pada 27 September 2024 saat Sidang Umum PBB ke-79 di New York dengan tujuan mendukung upaya global untuk perdamaian berkelanjutan melalui jalur negosiasi.

    Anggota kelompok tersebut adalah China, Brasil, Indonesia, Afrika Selatan, Aljazair, Bolivia, Kazakhstan, Kolombia, Mesir, Meksiko, Kenya, Turki dan Zambia.

    “Para anggota menekankan bahwa konflik mungkin mendekati titik balik dan menyambut baik dinamika terkini menuju perundingan damai. Mereka mendesak semua pemangku kepentingan untuk memainkan peran konstruktif, menemukan solusi yang adil dan berkelanjutan,” tambah Guo Jiakun.

    Kelompok tersebut, menurut Guo Jiakun, juga berkomitmen untuk tetap menjaga komunikasi yang erat dengan semua pihak terkait agar suara-suara dari negara berkembang lebih diperhatikan dan berkontribusi pada penyelesaian konflik secara damai untuk masa depan yang lebih baik bagi semua.

    “Sejak didirikan September lalu, sikap ‘Sahabat untuk Perdamaian’ soal krisis Ukraina konsisten untuk menganjurkan penyelesaian damai dan menggalang kekuatan untuk penyelesaian politik. China akan terus bekerja sama dengan komunitas internasional untuk menyampaikan suara-suara yang lebih rasional sehingga aspirasi atas perundingan damai didengar,” jelas Guo Jiakun.

    Perkembangan terakhir dari konflik Ukraina, Kantor Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada 11 Maret 2025 menyatakan bahwa Kiev siap menerima proposal Amerika Serikat untuk gencatan senjata selama 30 hari dengan Rusia, dengan kemungkinan perpanjangan berdasarkan kesepakatan bersama.

    Selain itu, AS juga akan melanjutkan bantuan ke Ukraina serta mencabut jeda dalam berbagi intelijen.

    Presiden Ukraina dan AS sepakat untuk segera menyelesaikan perjanjian komprehensif secepatnya mengenai sumber daya mineral penting Ukraina guna memperluas ekonomi Ukraina dan menjamin kemakmuran dan keamanan jangka panjang Ukraina.

  • Batal Dimakzulkan, Han Duck Soo Kembali Menjabat Presiden Sementara Korea Selatan – Halaman all

    Batal Dimakzulkan, Han Duck Soo Kembali Menjabat Presiden Sementara Korea Selatan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Mahkamah Konstitusi Korea Selatan (MK Korsel) membatalkan pemakzulan Perdana Menteri Han Duck Soo.

    Keputusan ini pun mengembalikan Han ke tampuk kekuasaan sebagai Presiden sementara Korea Selatan.

    Han berjanji akan fokus mengarahkan ekonomi terbesar keempat di Asia di tengah ketidakstabilan politik dan perang dagang Amerika Serikat (AS).

    Putusan tersebut diumumkan pada Senin (24/3/2025) dan segera mengakhiri ketidakpastian politik yang berlangsung selama berbulan-bulan.

    Mahkamah Konstitusi Korea Selatan memutuskan dengan suara tujuh banding satu untuk membatalkan pemakzulan Han.

    Han kembali menjalankan tugas kepresidenan selama Presiden Yoon Suk Yeol, yang dimakzulkan karena penerapan darurat militer pada Desember lalu, masih menunggu keputusan final Mahkamah Konstitusi.

    “Saya yakin rakyat menegaskan dengan satu suara bahwa konfrontasi ekstrem dalam politik harus dihentikan,” ujar Han dalam komentar yang disiarkan televisi, seperti dikutip dari Reuters, Senin (24/3/2025).

    Sebagai penjabat presiden, ia berjanji akan menjaga kestabilan administrasi negara dan berupaya melindungi kepentingan nasional dalam perang dagang.

    Putusan ini menandai perubahan signifikan dalam ketidakstabilan politik Korsel dalam beberapa bulan terakhir.

    Mengutip The Straits Times, Han, yang kini berusia 75 tahun, memiliki pengalaman lebih dari tiga dekade di bawah lima presiden dari berbagai latar belakang politik.

    Meskipun dianggap sebagai tokoh bipartisan, oposisi menuduhnya tidak berbuat cukup untuk mencegah Yoon menerapkan darurat militer.

    Tuduhan tersebut telah dibantah oleh Han, yang menghadiri satu-satunya sidang dalam kasusnya pada 19 Februari lalu.

    Gejolak Politik dan Respons Internasional

    Korea Selatan merupakan salah satu eksportir teratas dunia.

    Kini Seoul tengah bersiap menghadapi dampak dari berbagai kebijakan tarif yang diterapkan Presiden AS Donald Trump.

    Korsel telah menerapkan tarif untuk baja dan aluminium serta tengah berupaya mendapatkan pengecualian dari tarif balasan AS yang akan berlaku bulan depan.

    Krisis politik di negara itu bermula ketika Presiden Yoon Suk Yeol mendeklarasikan darurat militer pada 3 Desember 2024.

    Keputusan tersebut memicu gejolak besar, termasuk pemakzulan dan pengunduran diri beberapa pejabat tinggi.

    Deklarasi darurat militer Yoon hanya bertahan enam jam sebelum parlemen menolaknya dan anggota parlemen terpaksa melompati pagar untuk menghindari penjagaan keamanan.

    Parlemen kemudian memakzulkan Han Duck Soo pada 27 Desember 2024, setelah ia menolak menunjuk tiga hakim baru di Mahkamah Konstitusi.

    Selama pemakzulan Han, Menteri Keuangan Choi Sang-mok sempat menjabat sebagai presiden sementara.

    Darurat militer yang sempat diterapkan oleh Yoon memicu ketegangan tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di kalangan sekutu Korea Selatan, termasuk Amerika Serikat.

    Washington mengkhawatirkan dampaknya terhadap stabilitas kawasan, terutama dalam hubungannya dengan Tiongkok dan Korea Utara.

    Dengan kembalinya Han ke kursi kepemimpinan, Korea Selatan kini menghadapi tantangan besar dalam menstabilkan politik domestik serta mengatasi tekanan ekonomi global.

    Keputusan Mahkamah Konstitusi ini diharapkan dapat mengakhiri ketidakpastian politik dan membawa pemerintahan Korea Selatan kembali ke jalur stabilitas.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani) 

  • 7 Update Perang Rusia: Putin-Trump Mesra, Ukraina-AS Ketemu di Arab

    7 Update Perang Rusia: Putin-Trump Mesra, Ukraina-AS Ketemu di Arab

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perang antara Rusia dan Ukraina memasuki babak baru. Amerika Serikat (AS), yang berperan menjadi pengenah, telah melakukan pertemuan dengan Kyiv terkait gencatan senjata di Arab Saudi.

    Berikut update terbaru terkait perang Rusia-Ukraina, sebagaimana dihimpun CNBC Indonesia dari berbagai sumber pada Senin (24/3/2025).

    Pertemuan AS dan Ukraina di Arab Saudi

    Delegasi Ukraina dan AS dilaporkan telah melakukan pertemuan di Arab Saudi pada Minggu waktu setempat. Rapat tersebut dilakukan AS sebelum pertemuan dengan delegasi Rusia pada Senin (24/3/2025).

    Melansir Reuters, pejabat Ukraina menyebut negaranya dan AS membahas proposal untuk melindungi fasilitas energi dan infrastruktur penting. Ini dilakukan sebagai bagian dari dorongan diplomatik Presiden AS Donald Trump untuk mengakhiri perang selama tiga tahun.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mengatakan delegasi negaranya dalam perundingan hari Minggu bekerja dengan “cara yang sepenuhnya konstruktif”.

    “Perbincangan ini cukup bermanfaat, pekerjaan delegasi terus berlanjut. Tetapi apa pun yang kita katakan kepada mitra kita hari ini, kita perlu membuat Putin memberikan perintah nyata untuk menghentikan serangan,” katanya dalam pernyataan yang disiarkan televisi.

    Delegasi Ukraina, yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan Rustem Umerov, mengatakan tujuan dari kontak tersebut adalah membantu “membawa perdamaian yang adil lebih dekat dan memperkuat keamanan”. Meskipun Zelensky juga mengatakan perundingan tersebut pada dasarnya “teknis”.

    Serangan Ukraina Bakar Depot Minyak Rusia

    Sebuah kebakaran hebat yang terjadi di fasilitas penyimpanan minyak di Rusia selatan makin memburuk setelah produk minyak tumpah dari salah satu tangki yang terbakar. Otoritas Rusia mengungkapkan bahwa kebakaran ini kemungkinan besar memperlambat upaya pemadaman yang telah berlangsung selama beberapa hari di lokasi tersebut.

    Dilansir Newsweek, pejabat Rusia menyatakan bahwa kebakaran di depot minyak Kavkazskaya di wilayah Krasnodar dipicu oleh puing-puing yang jatuh akibat serangan drone Ukraina. Tim pemadam kebakaran setempat masih belum mampu mengendalikan api yang terus berkobar.

    Beberapa hari sebelumnya, drone Ukraina juga menyerang kilang minyak Tuapse, yang juga terletak di Krasnodar. Menargetkan infrastruktur minyak Rusia telah menjadi strategi utama Kyiv dalam upayanya untuk menghentikan aliran pendapatan dan sumber daya yang mendukung perang Moskow.

    Baik Rusia maupun Ukraina telah menyatakan kesepakatan prinsip mengenai gencatan senjata parsial yang dimediasi oleh AS untuk melindungi infrastruktur energi. Namun, detail perjanjian ini masih belum jelas.

    Ukraina mengeklaim bahwa serangan Rusia terhadap infrastruktur kritis di negaranya belum berhenti, sementara Kremlin mengatakan bahwa mereka telah menghentikan serangan terhadap fasilitas energi, tetapi masih menyerang target lainnya.

    Ukraina Tembak Jatuh 57 Pesawat Nirawak Rusia

    Angkatan udara Ukraina mengatakan 99 pesawat nirawak jenis Shahed diluncurkan dari Rusia selama serangan semalam.

    Dikatakan di Telegram bahwa 57 dari pesawat nirawak tersebut ditembak jatuh di seluruh negeri, sementara 36 pesawat nirawak tiruan tidak mencapai target mereka.

    Angkatan udara tidak merinci apa yang terjadi pada enam pesawat nirawak yang tersisa tetapi mengatakan serangan Rusia tersebut memengaruhi wilayah Kyiv, Kharkiv, Sumy, Kirovohrad, dan Zaporizhzhia.

    Kim Jong Un Dukung Serangan Rusia ke Ukraina

    Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menunjukkan kedekatannya dengan Rusia. Dia bahkan memberikan dukungan penuhnya kepada Moskow dalam sebuah pertemuan dengan seorang pejabat tinggi Rusia di Pyongyang, kata media pemerintah Korea Utara pada Sabtu (22/3/2025).

    Laporan AP News menyebut diktator Korea Utara tersebut mendukung penuh serangan yang dilancarkan Rusia ke Ukraina.

    Pertemuan antara Kim dan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Sergei Shoigu pada Jumat ini mengonfirmasi penilaian intelijen Korea Selatan pada akhir Februari yang menyebut Korea Utara kemungkinan telah mengirim pasukan untuk membantu Rusia dalam perang yang sedang berlangsung melawan Ukraina.

    Baik media pemerintah Rusia maupun Korea Utara mengatakan kedua pejabat tersebut membahas berbagai masalah termasuk dialog Moskow dengan pemerintahan Trump dan situasi keamanan di semenanjung Korea.

    Kantor Berita Pusat Korea Utara mengatakan bahwa selama pertemuan tersebut Kim mengatakan pemerintahnya akan “selalu mendukung Rusia dalam perjuangan untuk mempertahankan kedaulatan nasional, integritas teritorial, dan kepentingan keamanan.”

    AS Mau Akui Krimea Bagian dari Rusia

    AS saat ini dilaporkan mempertimbangkan untuk mengakui bahwa Krimea adalah bagian dari Rusia. Hal ini terjadi saat Presiden AS Donald Trump terus mendorong diskusi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di tengah hubungan kedua negara yang sedang buruk akibat serangan Moskow ke Ukraina.

    Situs berita AS, Semafor, mengutip dua orang yang mengetahui masalah tersebut, mengatakan bahwa sejatinya Trump belum membuat keputusan apa pun. Walau begitu, diskusi tentang status Krimea sejalan dengan “banyak pilihan yang diajukan saat Trump mendorong diakhirinya perang.”

    Walau begitu, Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Brian Hughes mengatakan kepada Semafor bahwa Gedung Putih “tidak membuat komitmen semacam itu, dan kami tidak akan menegosiasikan kesepakatan (perdamaian) melalui media.”

    “Tujuannya tetap sama: menghentikan pembunuhan dan menemukan penyelesaian damai untuk konflik ini,” kata Hughes.

    Krimea, yang sebagian besar dihuni oleh etnis Rusia, memilih untuk meninggalkan Ukraina dan bergabung dengan Rusia pada tahun 2014, menyusul revolusi yang menggulingkan Presiden Ukraina Viktor Yanukovich. PBB terus memandang wilayah tersebut sebagai wilayah Ukraina.

    Trump Incar Harta Karun Langka Rusia

    Jurnalis pemenang Penghargaan Pulitzer Seymour Hersh melaporkan, mengutip seorang pejabat Gedung Putih, bahwa Presiden Donald Trump sedang memiliki tujuan untuk meningkatkan hubungan AS-Rusia melalui kerja sama ekonomi.

    Presiden Trump berusaha untuk mencabut sanksi yang diberlakukan sejak tahun 2014 dan 2022 dan “membentuk kemitraan dengan Putin yang bertujuan untuk mengubah Krimea menjadi resor internasional utama,” kata seorang sumber pada Hersh.

    Sumber resmi yang dikutip dalam laporan Hersh menambahkan bahwa “mereka mungkin melakukan hal yang sama di Donbass.”

    Jurnalis tersebut mencatat bahwa pendekatan Trump sangat berbeda dari pendekatan pemerintahan Joe Biden, dengan sumber anonimnya menggambarkan presiden saat ini sebagai ‘pemenang ekonomi’. Ketertarikan Trump pada aset energi dan sumber daya alam Rusia dilaporkan meliputi minyak, gas, dan logam tanah jarang yang belum ditambang.

    Sejak menjabat pada bulan Januari, Trump telah mengubah beberapa posisi kebijakan luar negerinya terkait Moskow. Setelah melakukan panggilan telepon dengan Putin pada bulan Februari, delegasi AS dan Rusia bertemu di Arab Saudi, dengan kedua belah pihak sepakat untuk memulihkan hubungan diplomatik dan menjajaki usaha patungan setelah konflik Ukraina terselesaikan.

    Rubel Rusia Menguat di Tengah Pembicaraan dengan AS

    Rubel Rusia menguat karena pembicaraan antara pejabat AS dan Rusia di Arab Saudi sedang berlangsung. Hingga pukul 09:30 GMT, mata uang Rusia naik satu persen terhadap dolar AS di pasar bebas.

    Terhadap yuan China, yang merupakan mata uang asing yang paling banyak diperdagangkan di Rusia, rubel naik 0,5% pada 11,41 di Bursa Efek Moskow.

    Sejak awal tahun, rubel menguat karena ekspektasi kesepakatan damai dengan Ukraina dan meredanya ketegangan dengan AS.

    (fab/fab)

  • Diplomasi Asia: Momen Penting bagi Jepang, China, dan Korea Selatan – Halaman all

    Diplomasi Asia: Momen Penting bagi Jepang, China, dan Korea Selatan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Jepang, China, dan Korea Selatan mengadakan pertemuan tatap muka di Tokyo untuk memperkuat kerja sama di tengah tantangan geopolitik yang meningkat dan ketidakpastian ekonomi global.

    Pertemuan trilateral ini dipimpin oleh Menlu Jepang, Iwaya Takeshi, yang menekankan pentingnya kerja sama di antara ketiga negara.

    Dalam keterangan resminya, Iwaya menyatakan bahwa pertemuan ini menjadi kesempatan bagi mereka untuk bertukar pandangan tentang isu-isu regional dan internasional yang menjadi kepentingan bersama.

    Pertemuan ini dijadwalkan berlangsung pada Sabtu, 22 Maret 2025.

    Apa Saja Topik yang Dibahas?

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, menjelaskan bahwa ketiga Menlu akan membahas berbagai isu, termasuk promosi pertukaran antarmasyarakat dan transformasi hijau.

    Salah satu fokus utama dari pertemuan ini adalah situasi di Korea Utara dan upaya untuk memperkuat kerja sama di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi global, terutama setelah kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh Donald Trump.

    Meskipun tarif AS tidak termasuk dalam agenda resmi pertemuan, Mao mengungkapkan bahwa isu tersebut mungkin tetap muncul dalam diskusi.

    Pembicaraan Bilateral yang Penting

    Selain pertemuan trilateral, Menlu Iwaya juga dijadwalkan untuk bertemu secara bilateral dengan Menlu Wang Yi dari China.

    Pertemuan ini bertujuan untuk membahas larangan impor makanan laut Jepang yang diterapkan oleh China, yang terkait dengan pembuangan air limbah dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima.

    Mao Ning menekankan bahwa hubungan antara China dan Jepang telah menunjukkan kemajuan dan mereka berharap bisa bekerja sama untuk mengatasi masalah serta kekhawatiran yang ada.

    “Kami berharap Jepang dapat bekerja sama dengan China ke arah yang sama dan mengikuti arahan dari pemahaman bersama yang penting antara para pemimpin kedua negara,” kata Mao.

    Mengapa Penting untuk Merayakan Hubungan Diplomatik?

    Dalam konteks hubungan antara Jepang dan Korea Selatan, Menlu dari kedua negara diharapkan akan membahas persiapan untuk merayakan 60 tahun normalisasi hubungan diplomatik mereka yang akan jatuh pada Juni tahun ini.

    Ini merupakan momen penting yang dapat menjadi landasan untuk memperkuat hubungan bilateral yang telah mengalami berbagai tantangan.

    Dengan mempertemukan para pemimpin dan diplomat dari ketiga negara, diharapkan akan tercipta saluran komunikasi yang lebih terbuka dan produktif.

    Hal ini sangat penting bagi Jepang, China, dan Korea Selatan sebagai kekuatan ekonomi utama di Asia, karena kerja sama yang lebih erat dapat membawa manfaat yang signifikan bagi kawasan.

    Dengan upaya kolaborasi ini, diharapkan ketiga negara dapat mengatasi tantangan yang dihadapi secara lebih efektif.

    Dalam konteks global yang semakin kompleks, dialog dan kerja sama antar negara menjadi sangat penting untuk menjaga stabilitas dan kemakmuran kawasan Asia.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Hari ke-1123 Perang Rusia-Ukraina: Zaporizhzhia Diserang Lagi – Halaman all

    Hari ke-1123 Perang Rusia-Ukraina: Zaporizhzhia Diserang Lagi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perang Rusia-Ukraina yang dimulai pada 24 Februari 2022 telah memasuki hari ke-1123 pada Sabtu, 22 Maret 2025.

    Konflik ini semakin memanas dengan serangan terbaru yang menargetkan kota Zaporizhzhia di tengara Ukraina.

    Apa yang terjadi di sana dan bagaimana dampaknya terhadap situasi keamanan Ukraina?

    Apa Yang Terjadi di Zaporizhzhia?

    Pada Jumat malam, 21 Maret 2025, serangan Rusia di kota Zaporizhzhia mengakibatkan tewasnya dua orang dan melukai sembilan lainnya.

    Gubernur Zaporizhzhia, Ivan Fedorov, mengonfirmasi bahwa kota tersebut mengalami lebih dari 10 serangan dalam waktu singkat.

    Di antara korban luka, terdapat seorang bayi berusia sembilan bulan dan seorang wanita yang mengalami cedera serius.

    Gambar yang beredar di media menunjukkan tim penyelamat mencari korban di antara puing-puing bangunan.

    Blok apartemen dan rumah-rumah di lokasi serangan mengalami kerusakan parah dengan jendela yang hancur dan fasad bangunan yang runtuh.

    Kobaran api juga terlihat membakar reruntuhan, memperparah kehancuran akibat serangan tersebut.

    Bagaimana Dampak Serangan Lainnya di Wilayah Ukraina?

    Serangan tidak hanya terbatas di Zaporizhzhia.

    Di wilayah Sumy, dua orang dilaporkan tewas setelah enam bom berpemandu dijatuhkan di desa Krasnopillia, yang terletak dekat perbatasan utara Ukraina dengan Rusia.

    Selain itu, di wilayah Donetsk, serangan udara di kota Kostiantynivka menyebabkan satu orang tewas akibat tiga bom yang dijatuhkan.

    Kekerasan ini semakin memperburuk situasi keamanan di Ukraina, yang terus menghadapi eskalasi serangan dari Rusia di berbagai wilayah.

    Apa Tuduhan Ukraina Terhadap Rusia?

    Ukraina juga menuduh Rusia melakukan tekanan ilegal terhadap warga Ukraina di wilayah pendudukan, dengan memaksa mereka untuk mengubah status hukum atau meninggalkan daerah tersebut.

    Pemerintah Ukraina berencana untuk melaporkan praktik ini ke Pengadilan Pidana Internasional (ICC).

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina, Heorhii Tykhyi, mengungkapkan bahwa Rusia tengah melakukan pengusiran paksa warga Ukraina dari tanah air mereka atau memaksa mereka untuk memperoleh status orang asing.

    Dekrit yang dikeluarkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin baru-baru ini mewajibkan warga Ukraina yang tinggal di Rusia tanpa dasar hukum untuk menyesuaikan status mereka paling lambat 10 September 2024.

    Dukungan Internasional: Apa yang Dikatakan Kim Jong-un?

    Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, juga memberikan dukungan yang tak tergoyahkan terhadap Rusia dalam perang di Ukraina.

    Dalam pertemuannya dengan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia, Sergei Shoigu, Kim menegaskan bahwa pemerintahannya akan selalu mendukung Rusia dalam mempertahankan kedaulatan nasional dan integritas teritorial.

    Shoigu juga menyampaikan rasa terima kasih atas solidaritas Korea Utara terhadap posisi Rusia dalam berbagai isu geopolitik global.

    Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara kedua negara semakin erat di tengah ketegangan yang terus berlangsung.

    Perjanjian Damai: Apa Kata Stephen Witkoff?

    Stephen Witkoff, utusan khusus Presiden AS, mengemukakan bahwa keanggotaan Ukraina di NATO tidak sejalan dengan potensi perjanjian damai dengan Rusia.

    Dalam wawancaranya, ia menyatakan bahwa meskipun Ukraina tidak akan menjadi anggota NATO, masih ada kemungkinan untuk membahas jaminan keamanan alternatif.

    Witkoff menegaskan bahwa Ukraina tidak akan bergabung dengan NATO, meskipun terdapat diskusi tentang perlindungan keamanan dari AS atau negara-negara Eropa.

    Secara umum, diterima bahwa jika ada perjanjian damai antara Ukraina dan Rusia, Ukraina tidak boleh menjadi anggota NATO.

     

    Serangan yang terjadi di Zaporizhzhia dan lokasi lainnya menunjukkan bahwa konflik Rusia-Ukraina masih jauh dari akhir.

    Dalam situasi yang terus berkembang ini, dukungan internasional dan negosiasi untuk mencapai kedamaian menjadi semakin penting.

    Namun, langkah-langkah yang diambil oleh Rusia dan respons Ukraina akan terus menentukan jalannya konflik ini.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Putin Ucapkan Selamat Nowruz kepada Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei dan Presiden Pezeshkian – Halaman all

    Putin Ucapkan Selamat Nowruz kepada Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei dan Presiden Pezeshkian – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan ucapan selamat kepada Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, pada perayaan Nowruz.

    Putin juga mengucapkan selamat kepada Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, Kremlin mengumumkan pada Jumat (21/3/2025).

    Mengutip Tehran Times, dalam pesannya, Putin menyatakan, “Iran adalah teman yang dapat diandalkan dan tetangga yang baik bagi Rusia. Kami akan terus mengembangkan hubungan berdasarkan kemitraan strategis yang komprehensif demi kepentingan kedua negara serta untuk mendukung stabilitas dan keamanan regional.”

    Menurut PressTV, Nowruz, yang berarti “Hari Baru,” menandai hari pertama bulan Farvardin dalam kalender Persia.

    Perayaan ini biasanya jatuh pada 20 Maret, namun dalam tahun kabisat bertepatan dengan 21 Maret.

    Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengakui Nowruz sebagai Hari Nowruz Internasional pada tahun 2010.

    PBB menggambarkannya sebagai festival musim semi asal Iran yang telah dirayakan selama lebih dari 3.000 tahun.

    Media Rusia juga melaporkan bahwa Putin mengirim pesan ucapan selamat secara terpisah kepada para pemimpin Azerbaijan, Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan, yang turut merayakan Nowruz.

    PEMIMPIN IRAN – Pemimpin Tertinggi Iran, Ali Khamenei menyapa hadirin yang datang dalam acara peringatan dakwah Nabi Muhammad SAW, dengan sekelompok pejabat Iran, perwakilan dan duta besar negara-negara Islam di Teheran, Iran pada Selasa (28/1/2025). (Kantor berita resmi negara Iran, IRNA)

    Hubungan Rusia dan Iran

    Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Iran Masoud Pezeshkian menandatangani perjanjian kerja sama pada 17 Januari 2025.

    Namun, perjanjian tersebut tidak membentuk aliansi militer maupun menciptakan kewajiban langsung bagi kedua negara.

    Sebaliknya, perjanjian ini hanya meresmikan hubungan erat antara Iran dan Rusia yang semakin berkembang sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada tahun 2022, menurut analisis dari Carnegie Politika.

    Gagasan perjanjian kemitraan strategis tersebut pertama kali muncul pada tahun 2020.

    Saat itu, Presiden Iran yang akan lengser, Hassan Rouhani, berupaya meraih pencapaian dalam kebijakan luar negeri setelah gagal memperbaiki hubungan dengan Barat.

    Ia kemudian mencari berbagai perjanjian kerja sama besar dengan mitra internasional.

    Perjanjian pertama ditandatangani dengan China pada Maret 2021.

    Perjanjian 25 tahun tersebut sempat menimbulkan spekulasi luas, termasuk rumor mengenai investasi China senilai $400 miliar dan penyewaan pulau-pulau di Teluk Persia oleh China.

    Namun, kenyataannya perjanjian itu tidak membawa perubahan signifikan, bahkan perdagangan antara kedua negara justru mengalami penurunan dalam beberapa tahun berikutnya.

    Setelah Iran menandatangani perjanjian serupa dengan Venezuela dan Suriah, Rusia menjadi mitra logis berikutnya.

    Sebelum invasi besar-besaran ke Ukraina, hubungan Rusia dengan Iran masih terbatas.

    Namun, ketika tentara Rusia sangat membutuhkan dukungan militer Iran—terutama pesawat nirawak—pada tahun pertama pertempuran, hubungan kedua negara berkembang pesat.

    Akibatnya, perjanjian yang ditandatangani oleh Putin dan Pezeshkian pada akhirnya tidak lebih dari sekadar formalitas birokrasi yang merangkum keadaan hubungan yang telah terjalin.

    Jika perjanjian ini ditandatangani pada tahun 2021, mungkin perjanjian itu bisa berfungsi sebagai dasar untuk mempererat hubungan Rusia-Iran.

    Namun, saat ini perjanjian tersebut lebih sekadar meresmikan hal yang sudah ada tanpa menambahkan kewajiban baru.

    Hampir semua bidang kerja sama—termasuk energi, transportasi, dan organisasi regional—yang disebut dalam perjanjian ini sudah menjadi subjek kesepakatan baru antara Iran dan Rusia dalam tiga tahun terakhir.

    Padahal, salah satu aspek yang paling banyak dispekulasikan dalam perjanjian itu adalah kemungkinan adanya soal keamanan.

    Pakta yang ditandatangani tahun lalu antara Korea Utara dan Rusia, yang mencakup klausul bantuan timbal balik jika salah satu negara diserang, sempat menimbulkan harapan bahwa perjanjian Rusia-Iran akan memiliki ketentuan serupa.

    Namun, hal itu tidak terwujud.

    Sebaliknya, kedua negara hanya sepakat untuk tidak membantu negara mana pun yang menyerang pihak lain.

    Ini menegaskan bahwa Moskow dan Teheran tidak berniat membentuk aliansi militer.

    Hal ini juga dinilai bahwa Kremlin tetap enggan membantu Iran jika diserang oleh Amerika Serikat atau Israel.

    Hubungan antara Iran dan Rusia saat ini berada di titik tertinggi, bukan karena adanya perjanjian terobosan, melainkan karena Rusia semakin terisolasi dari Barat akibat perang di Ukraina.

    Kerja sama antara kedua negara semakin dalam, tetapi dengan kecepatan yang lambat dan dalam batasan tertentu.

    Tujuan utama dari perjanjian 2025 ini adalah untuk meresmikan pencapaian dalam beberapa tahun terakhir serta mengirimkan pesan kepada dunia—terutama kepada elite Rusia dan Iran—bahwa Moskow dan Teheran berkomitmen untuk kerja sama jangka panjang.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)