Negara: Korea Utara

  • Pembelot Korut Nekat Berenang Lintasi Perbatasan Laut Demi Capai Korsel

    Pembelot Korut Nekat Berenang Lintasi Perbatasan Laut Demi Capai Korsel

    Seoul

    Seorang pembelot Korea Utara (Korut) nekat berenang melintasi perbatasan laut dengan Korea Selatan (Korsel). Sang pembelot Korut itu berhasil diselamatkan oleh militer Korsel dan kini dalam penahanan otoritas Seoul.

    Kepala Staf Gabungan Korsel (JCS) dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Kamis (7/8/2025), mengatakan bahwa seorang pembelot Korut itu berhasil berenang melintasi perbatasan maritim de-facto di lepas pantai barat Semenanjung Korea pada 30 Juli malam hari.

    Selama berenang, dia mengikatkan tubuhnya pada styrofoam yang mengapung.

    Perbatasan maritim itu dikenal sebagai Garis Batas Utara dan terkadang menjadi rute bagi para pembelot Korut yang nekat berenang ke Pulau Ganghwa yang ada di wilayah Korsel.

    Seorang pejabat militer Korsel, yang enggan disebut namanya, mengatakan kepada wartawan bahwa “militer mengidentifikasi invididu tersebut di dekat bagian utara batas tengah” perbatasan maritim kedua Korea.

    Menurut pejabat militer Korsel tersebut, pembelot Korut itu melambaikan tangan meminta bantuan dan mengatakan dirinya ingin membelot ke Korsel ketika ditanya oleh seorang perwira Angkatan Laut Korsel.

    Operasi penyelamatan pembelot Korut itu, menurut militer Seoul, memakan waktu sekitar 10 jam, dengan individu itu diselamatkan pada 31 Juli dini hari, sekitar pukul 04.00 waktu setempat.

    Kementerian Pertahanan Korsel menambahkan bahwa pembelot Korut itu kini dalam penahanan dan telah menyatakan keinginan untuk membelot.

    Pulau Ganghwa, yang terletak di barat laut Seoul, merupakan salah satu wilayah Korsel yang letaknya paling dekat dengan Korut, dengan beberapa bagian laut di sekitarnya hanya berjarak 10 kilometer dari perbatasan laut antara kedua negara.

    Puluhan ribu warga Korut telah melarikan diri ke wilayah Korsel sejak semenanjung tersebut terbagi akibat perang pada tahun 1950-an silam. Kebanyakan mereka yang kabur nekat melintasi jalur darat ke wilayah China terlebih dahulu, lalu memasuki negara ketiga seperti Thailand sebelum akhirnya tiba di Korsel.

    Pembelotan melintasi perbatasan darat antara kedua Korea relatif jarang terjadi, karena area tersebut diselimuti hutan lebat, dipenuhi ranjau, dan diawasi oleh pasukan militer kedua negara.

    Tonton juga Video: Pembelot Kirim Pesan Anti-Pyongyang-Flashdisk Isi Drakor ke Korut

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Kesaksian Pilu Penyintas Bom Hiroshima: Tubuh Cacat-Malu-Dilupakan

    Kesaksian Pilu Penyintas Bom Hiroshima: Tubuh Cacat-Malu-Dilupakan

    Jakarta

    Pada 6 Agustus 1945, pukul 08.15, sebuah bom atom jatuh di langit Hiroshima, Jepang. Saat itu, Lee Jung-soon sedang dalam perjalanan menuju sekolah dasar.

    Nenek berusia 88 tahun itu melambaikan tangannya seolah-olah berusaha mengusir kenangan pahit tersebut.

    “Ayah saya sudah mau berangkat kerja, tapi tiba-tiba dia lari kembali dan menyuruh kami segera mengungsi,” kenangnya.

    “Katanya, jalanan penuh dengan mayat, tapi saya sangat terkejut sampai yang saya ingat hanyalah menangis. Saya terus menangis.”

    Ledakan setara dengan 15.000 ton TNT melanda kota berpenduduk 420.000 orang itu.

    Lee mengatakan tubuh para korban “meleleh hingga hanya mata mereka yang terlihat.”

    Pascaledakan, banyak mayat tidak dapat dikenali karena kondisinya yang sudah rusak.

    Sudah 80 tahun sejak Amerika Serikat meledakkan ‘Little Boy’, bom atom pertama di dunia, di pusat kota Hiroshima.

    Ledakan itu menewaskan sekitar 70.000 orang dalam seketika, sementara puluhan ribu lainnya meninggal dalam beberapa bulan berikutnya akibat radiasi, luka bakar, dan dehidrasi.

    Dampak buruk dari pengeboman Hiroshima dan Nagasaki yang mengakhiri Perang Dunia II dan kekuasaan Jepang di sebagian besar wilayah Asia telah didokumentasikan selama delapan dekade terakhir.

    Namun, satu fakta yang kurang diketahui adalah bahwa sekitar 20% dari korban langsung pengeboman tersebut adalah orang Korea.

    Saat bom dijatuhkan, Korea sudah menjadi koloni Jepang selama 35 tahun.

    Diperkirakan 140.000 orang Korea tinggal di Hiroshima kala itu. Banyak dari mereka berada di sana karena mobilisasi kerja paksa atau untuk bertahan hidup di bawah eksploitasi kolonial.

    Mereka yang selamat dari bom atom dan keturunannya terus hidup dalam bayang-bayang peristiwa mengerikan itu.

    Mereka harus berjuang menghadapi cacat fisik, rasa sakit, dan perjuangan panjang selama puluhan tahun untuk mendapatkan keadilan yang belum terselesaikan.

    Hapcheon dijuluki “Hiroshima-nya Korea” karena banyaknya penyintas bom nuklir yang tinggal di sana setelah perang. (Getty Images)

    “Tidak ada yang mau bertanggung jawab,” kata Shim Jin-tae, penyintas berusia 83 tahun.

    “Baik negara yang menjatuhkan bom, maupun negara yang gagal melindungi kami. Amerika tidak pernah meminta maaf. Jepang pura-pura tidak tahu. Korea pun sama saja. Mereka hanya saling menyalahkan, dan kami dibiarkan sendirian.”

    Shim kini tinggal di Hapcheon, Korea Selatan, sebuah daerah kecil yang dijuluki “Hiroshima-nya Korea” karena telah menjadi rumah bagi puluhan penyintas bom Hiroshima, termasuk dia dan Lee.

    Bagi Lee, keterkejutan pada hari itu tidak memudar. Ledakan itu terukir di tubuhnya sebagai penyakit.

    Ia kini hidup dengan kanker kulit, penyakit Parkinson, dan angina (kondisi akibat aliran darah yang buruk ke jantung yang biasanya menimbulkan nyeri dada).

    Namun, yang lebih berat adalah rasa sakit itu tidak berhenti padanya. Putranya, Ho-chang, yang merawatnya, didiagnosis menderita gagal ginjal dan sedang menjalani cuci darah sambil menunggu transplantasi.

    “Saya yakin ini karena paparan radiasi, tapi siapa yang bisa membuktikannya?” kata Ho-chang Lee.

    “Sulit untuk memverifikasinya secara ilmiah. Anda memerlukan tes genetik yang melelahkan dan mahal.”

    Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korea mengatakan kepada BBC, mereka telah mengumpulkan data genetik antara tahun 2020 hingga 2024 dan akan melanjutkan penelitian itu hingga 2029.

    Kementerian akan “mempertimbangkan untuk memperluas definisi korban” ke penyintas generasi kedua dan ketiga hanya “jika hasilnya signifikan secara statistik.”

    Korban tewas dari Korea

    Dari 140.000 orang Korea yang ada di Hiroshima saat pengeboman, banyak di antaranya berasal dari Hapcheon.

    Daerah ini dikelilingi oleh pegunungan dengan sedikit lahan pertanian sehingga sulit untuk bertahan hidup.

    Tanaman disita oleh penjajah Jepang, kekeringan melanda, dan ribuan orang meninggalkan daerah pedesaan itu menuju Jepang selama perang.

    Sebagian dari mereka direkrut secara paksa, sementara yang lain tergiur janji bahwa “Anda bisa makan tiga kali sehari dan menyekolahkan anak-anak Anda.”

    Namun, di Jepang, orang Korea dianggap warga kelas dua. Mereka sering kali diberi pekerjaan yang paling berat, kotor, dan berbahaya.

    Shim mengatakan ayahnya bekerja sebagai buruh paksa di pabrik amunisi, sementara ibunya memalu paku pada peti amunisi kayu.

    Setelah bom atom dijatuhkan, pembagian kerja ini menjadi pekerjaan yang berbahaya dan sering kali berakibat fatal bagi warga Korea di Hiroshima.

    “Pekerja Korea harus membersihkan mayat-mayat itu,” kata Shim, direktur cabang Asosiasi Korban Bom Atom Korea di Hapcheon, kepada BBC Korean.

    “Awalnya mereka menggunakan tandu, tapi jumlah mayat terlalu banyak. Akhirnya, mereka menggunakan pengki untuk mengumpulkan mayat dan membakarnya di halaman sekolah.”

    “Sebagian besar pekerjaan ini dilakukan oleh orang Korea. Sebagian besar pembersihan pasca-perang dan pekerjaan amunisi dilakukan oleh kami.”

    Menurut penelitian dari Gyeonggi Welfare Foundation, beberapa penyintas bom atom dipaksa untuk membersihkan puing-puing dan mengevakuasi jenazah.

    Saat itu, pengungsi Jepang melarikan diri ke tempat sanak saudara mereka, sementara warga Korea yang tidak memiliki ikatan keluarga di sana tetap berada di kota.

    Akibatnya, mereka terpapar radioaktif dan memiliki akses terbatas ke layanan medis.

    Kondisi tersebut, perlakuan buruk, pekerjaan berbahaya, dan diskriminasi struktural berkontribusi pada tingginya angka kematian di kalangan warga Korea.

    Menurut Asosiasi Korban Bom Atom Korea, tingkat kematian di kalangan warga Korea mencapai 57,1%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kematian keseluruhan yang mencapai sekitar 33,7%.

    Sekitar 70.000 warga Korea terpapar bom tersebut. Pada akhir tahun, sekitar 40.000 di antaranya telah meninggal dunia.

    Diabaikan di kampung halaman

    Setelah pengeboman yang mengakhiri Perang Dunia II dan membebaskan Korea dari penjajahan Jepang, sekitar 23.000 penyintas Korea kembali ke kampung halaman. Namun, kepulangan mereka tidak disambut baik.

    Mereka dicap sebagai orang yang cacat atau terkutuk, dan menghadapi prasangka buruk di negara sendiri.

    “Hapcheon sudah memiliki koloni penderita kusta,” jelas Shim.

    “Karena citra itu, orang-orang mengira para penyintas bom juga memiliki penyakit kulit.”

    Shim menambahkan, stigma tersebut membuat para penyintas bungkam tentang penderitaan mereka.

    Ia menyiratkan, “bertahan hidup lebih penting daripada harga diri.”

    Lee mengatakan dia menyaksikan penderitaan itu “dengan mata kepalanya sendiri”.

    “Orang-orang yang luka bakar parah atau sangat miskin diperlakukan dengan sangat buruk,” kenangnya.

    “Di desa kami, beberapa orang memiliki punggung dan wajah yang sangat terluka hingga hanya mata mereka yang terlihat. Mereka ditolak untuk menikah dan dijauhi.”

    Stigma ini membawa kemiskinan dan kesulitan hidup. Setelahnya, muncul penyakit tanpa penyebab yang jelas: penyakit kulit, kondisi jantung, gagal ginjal, kanker.

    Gejalanya ada di mana-mana, tetapi tidak ada yang bisa menjelaskannya.

    Seiring waktu, fokus bergeser ke generasi kedua dan ketiga.

    Han Jeong-sun, generasi kedua penyintas bom Hiroshima, menderita nekrosis avaskular di pinggulnya, sehingga tidak bisa berjalan tanpa menyeret dirinya. Putra pertamanya lahir dengan cerebral palsy.

    “Anak saya tidak pernah berjalan selangkah pun seumur hidupnya,” katanya.

    “Dan mertua saya memperlakukan saya dengan sangat buruk. Mereka berkata, ‘Kamu melahirkan anak cacat dan kamu juga cacat, apakah kamu di sini untuk menghancurkan keluarga kami?’”

    “Masa itu benar-benar seperti di neraka.”

    Selama beberapa dekade, bahkan pemerintah Korea tidak memperhatikan para korban bom Hirashima di negara mereka. Penyebabnya adalah perang dengan Korea Utara dan masalah ekonomi dianggap sebagai prioritas yang lebih utama.

    Baru pada tahun 2019lebih dari 70 tahun setelah pengeboman, Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korea merilis laporan pencarian fakta pertamanya. Survei itu sebagian besar didasarkan pada kuesioner.

    Menanggapi pertanyaan BBC, kementerian menjelaskan bahwa sebelum tahun 2019, “Tidak ada dasar hukum untuk pendanaan atau investigasi resmi.”

    Namun, dua penelitian terpisah menemukan bahwa korban generasi kedua lebih rentan terhadap penyakit.

    Salah satunya, penelitian pada 2005 yang menunjukkan bahwa korban generasi kedua jauh lebih mungkin menderita depresi, penyakit jantung, dan anemia daripada populasi umum.

    Sementara penelitian lain dari tahun 2013 menemukan bahwa tingkat disabilitas mereka hampir dua kali lipat rata-rata nasional.

    Dalam situasi ini, Han tidak percaya bahwa pihak berwenang terus meminta bukti untuk mengakui dia dan putranya sebagai korban Hiroshima.

    “Penyakit saya adalah buktinya. Cacat anak saya adalah buktinya. Rasa sakit ini diturunkan dari generasi ke generasi, dan itu terlihat,” katanya.

    “Tapi mereka tidak mau mengakuinya. Jadi, apa yang harus kami lakukan, mati begitu saja tanpa pernah diakui?”

    Perdamaian tanpa permintaan maaf

    Baru bulan lalu, pada 12 Juli, para pejabat Hiroshima mengunjungi Hapcheon untuk pertama kalinya dan meletakkan bunga di sebuah monumen peringatan.

    Meskipun mantan Perdana Menteri Jepang, Yukio Hatoyama, dan tokoh-tokoh swasta lainnya pernah datang ke kota itu, ini adalah kunjungan resmi pertama oleh pejabat Jepang yang sedang menjabat.

    “Sekarang pada 2025, Jepang berbicara tentang perdamaian. Tapi perdamaian tanpa permintaan maaf tidak ada artinya,” kata Junko Ichiba, aktivis perdamaian Jepang yang telah menghabiskan sebagian besar hidupnya mengadvokasi korban Hiroshima asal Korea.

    Dia menunjukkan bahwa para pejabat yang berkunjung tidak menyebutkan atau meminta maaf atas bagaimana Jepang memperlakukan orang Korea sebelum dan selama Perang Dunia Kedua.

    Meskipun beberapa mantan pemimpin Jepang telah menyampaikan permintaan maaf dan penyesalan mereka, banyak warga Korea Selatan menganggap sentimen ini tidak tulus atau tidak cukup tanpa pengakuan formal.

    Ichiba mencatat bahwa buku-buku pelajaran di Jepang masih menghilangkan sejarah masa lalu kolonial Korea serta korban bom atomnya.

    Ia mengatakan bahwa “ketidakjelasan ini hanya memperdalam ketidakadilan.”

    Ini menambah apa yang banyak orang pandang sebagai kurangnya akuntabilitas yang lebih luas atas warisan kolonial Jepang.

    Heo Jeong-gu, direktur divisi dukungan Palang Merah, mengatakan, “Masalah-masalah ini harus ditangani selagi para penyintas masih hidup. Untuk generasi kedua dan ketiga, kita harus mengumpulkan bukti dan kesaksian sebelum terlambat.”

    Bagi para penyintas seperti Shim, ini bukan hanya soal kompensasi tapi tentang pengakuan.

    “Ingatan lebih penting daripada kompensasi,” katanya. “Tubuh kami mengingat apa yang kami alami. Jika kami lupa, itu akan terjadi lagi. Dan suatu hari, tidak akan ada orang yang tersisa untuk menceritakan kisah ini.”

    Tonton juga video “Hiroshima-Nagasaki Setelah Serangan Bom Atom AS pada 1945” di sini:

    (ita/ita)

  • Pelan-pelan Korsel Ajak Korut Baikan

    Pelan-pelan Korsel Ajak Korut Baikan

    Jakarta

    Korea Selatan (Korsel) mengajak Korea Utara (Korut) baikan. Korsel melangkah pelan-pelan demi berbaikan dengan tetangganya itu.

    Dirangkum detikcom, Senin (4/8/2025), Korsel pelan-pelan mengajak baikan Korut dengan mencopot speaker atau pengeras suara propaganda. Di mana pengeras suara itu menyiarkan berita dan musik K-pop, di area perbatasan dengan Korut.

    Kedua Korea secara teknis masih berperang karena Perang Korea tahun 1950-1953 silam diakhiri dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.

    Militer Korsel dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, menyebut kedua negara telah menghentikan siaran propaganda di area perbatasan, tepatnya di sepanjang zona demiliterisasi setelah terpilihnya Presiden Lee Jae Myung dalam pemilu awal Juni lalu.

    Disebutkan oleh militer Korsel, pada Juni lalu, bahwa Pyongyang telah berhenti menyiarkan suara-suara aneh dan meresahkan di sepanjang perbatasan, yang selama ini menjadi gangguan besar bagi penduduk lokal Korsel, sehari setelah speaker Korsel tidak lagi berfungsi.

    “Mulai hari ini, militer telah mulai mencopot pengeras suara,” ucap juru bicara Kementerian Pertahanan Korsel, Lee Kyung Ho, kepada wartawan pada Senin (4/8) waktu setempat.

    “Ini adalah langkah praktis yang bertujuan untuk membantu meredakan ketegangan dengan Korea Utara, asalkan tindakan tersebut tidak membahayakan kesiapan militer,” imbuhnya.

    Lee mengatakan bahwa semua pengeras suara yang dipasang di sepanjang perbatasan kedua Korea akan dibongkar pada akhir minggu ini. Namun dia tidak mengungkapkan jumlah pasti pengeras suara yang dibongkar.

    Presiden Lee Jae Myung telah memerintahkan militer Korsel untuk menghentikan siaran propaganda di perbatasan dalam upaya untuk “memulihkan kepercayaan”.

    Hubungan antara kedua Korea berada di salah satu titik terendah dalam beberapa tahun terakhir, dengan Seoul mengambil sikap keras terhadap Pyongyang, yang semakin dekat dengan Moskow setelah invasi militer Rusia ke Ukraina.

    Pemerintah Korsel sebelumnya memulai siaran propaganda di perbatasan sejak tahun lalu sebagai tanggapan atas rentetan balon berisi sampah yang diterbangkan ke selatan oleh Korut.

    Namun, Presiden Lee Jae Myung berjanji untuk memperbaiki hubungan dengan Korut dan mengurangi ketegangan di Semenanjung Korea.

    Terlepas dari upaya diplomatik Korsel, Korut menolak untuk berdialog dengan negara tetangganya itu.

    “Jika ROK (Republik Korea-nama resmi Korsel)… berharap dapat membalikkan semua hasil yang telah dicapainya hanya dengan beberapa kata sentimental, tidak ada kesalahan perhitungan yang lebih serius daripada itu,” tegas Kim Yo Jong, adik perempuan pemimpin Korut Kim Jong Un, pekan lalu.

    Presiden Lee Jae Myung mengatakan dirinya akan mengupayakan perundingan dengan Korut tanpa prasyarat, menyusul pembekuan yang mendalam di bawah pendahulunya.

    Halaman 2 dari 3

    (whn/dek)

  • Pelan-pelan Korsel Ajak Korut Baikan

    Ingin Baikan dengan Korut, Korsel Copot Speaker Propaganda di Perbatasan

    Seoul

    Otoritas Korea Selatan (Korsel) mulai mencopot speaker atau pengeras suara propaganda, yang menyiarkan berita dan musik K-pop, di area perbatasan dengan Korea Utara (Korut). Langkah ini menyusul tekad pemerintahan baru Korsel untuk meredakan ketegangan dengan negara tetangganya tersebut.

    Kedua Korea secara teknis masih berperang karena Perang Korea tahun 1950-1953 silam diakhiri dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.

    Militer Korsel dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Senin (4/8/2025), menyebut kedua negara telah menghentikan siaran propaganda di area perbatasan, tepatnya di sepanjang zona demiliterisasi setelah terpilihnya Presiden Lee Jae Myung dalam pemilu awal Juni lalu.

    Disebutkan oleh militer Korsel, pada Juni lalu, bahwa Pyongyang telah berhenti menyiarkan suara-suara aneh dan meresahkan di sepanjang perbatasan, yang selama ini menjadi gangguan besar bagi penduduk lokal Korsel, sehari setelah speaker Korsel tidak lagi berfungsi.

    “Mulai hari ini, militer telah mulai mencopot pengeras suara,” ucap juru bicara Kementerian Pertahanan Korsel, Lee Kyung Ho, kepada wartawan pada Senin (4/8) waktu setempat.

    “Ini adalah langkah praktis yang bertujuan untuk membantu meredakan ketegangan dengan Korea Utara, asalkan tindakan tersebut tidak membahayakan kesiapan militer,” imbuhnya.

    Lee mengatakan bahwa semua pengeras suara yang dipasang di sepanjang perbatasan kedua Korea akan dibongkar pada akhir minggu ini. Namun dia tidak mengungkapkan jumlah pasti pengeras suara yang dibongkar.

    Presiden Lee Jae Myung telah memerintahkan militer Korsel untuk menghentikan siaran propaganda di perbatasan dalam upaya untuk “memulihkan kepercayaan”.

    Hubungan antara kedua Korea berada di salah satu titik terendah dalam beberapa tahun terakhir, dengan Seoul mengambil sikap keras terhadap Pyongyang, yang semakin dekat dengan Moskow setelah invasi militer Rusia ke Ukraina.

    Pemerintah Korsel sebelumnya memulai siaran propaganda di perbatasan sejak tahun lalu sebagai tanggapan atas rentetan balon berisi sampah yang diterbangkan ke selatan oleh Korut.

    Namun, Presiden Lee Jae Myung berjanji untuk memperbaiki hubungan dengan Korut dan mengurangi ketegangan di Semenanjung Korea.

    Terlepas dari upaya diplomatik Korsel, Korut menolak untuk berdialog dengan negara tetangganya itu.

    “Jika ROK (Republik Korea-nama resmi Korsel)… berharap dapat membalikkan semua hasil yang telah dicapainya hanya dengan beberapa kata sentimental, tidak ada kesalahan perhitungan yang lebih serius daripada itu,” tegas Kim Yo Jong, adik perempuan pemimpin Korut Kim Jong Un, pekan lalu.

    Presiden Lee Jae Myung mengatakan dirinya akan mengupayakan perundingan dengan Korut tanpa prasyarat, menyusul pembekuan yang mendalam di bawah pendahulunya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Korut Minta Warganya Setia pada Kim Jong Un Jelang HUT ke-80

    Korut Minta Warganya Setia pada Kim Jong Un Jelang HUT ke-80

    Jakarta, CNBC Indonesia – Surat kabar milik pemerintah Korea Utara, Rodong Sinmun merilis sebuah artikel yang menyerukan kesetiaan kepada Kim Jong Un, pemimpin absolut negara tersebut. Seruan itu terbit jelang peringatan 80 tahun pembebasan Semenanjung Korea dari penjajahan Jepang tahun 1910-1945.

    Kim Il Sung, Presiden Pertama Korut, yang juga merupakan kakek dari Kim Jong Un, disebut dalam artikel itu sebagai pejuang kemerdekaan, dan memujinya sebagai “pahlawan legendaris dalam melawan penjajahan Jepang” hingga “patriot bersejarah”.

    Dilansir dari Korea JoongAng Daily, surat kabar itu juga mengingatkan soal pawai berkuda Kim Jong Un ke Gunung Paektu yang tertutup salju pada Desember 2019, membandingkannya dengan momen perjuangan kemerdekaan pendiri negara, yang dikatakan didasarkan pada gunung tersebut.

    Dalam artikel terpisah, surat kabar itu juga menyerukan kesetiaan kepada Kim Jong-un, menggambarkannya sebagai “kehadiran seperti langit, yang harus dijunjung tinggi oleh rakyat dengan sepenuh hati dan pengabdian yang tulus.”

    Artikel-artikel itu diterbitkan menjelang peringatan 80 tahun pembebasan Semenanjung Korea dari 35 tahun penjajahan Jepang pada 15 Agustus. Perang Korea 1950-53 berikutnya membuat semenanjung itu terbagi menjadi Korea Selatan dan Korea Utara.

    (hsy/hsy)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 3 Jalan Terpanjang di Dunia, Ada yang Nyambung 100% Ujung ke Ujung

    3 Jalan Terpanjang di Dunia, Ada yang Nyambung 100% Ujung ke Ujung

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Di muka Bumi, ternyata memiliki beberapa jalanan yang sangat panjang. Bahkan ada yang panjangnya membentang dari ujung Benua ke ujung lainnya.

    Berikut tiga jalanan terpanjang di dunia, dirangkum dari IFL Science, Sabtu (2/8/2025):

    1. Pan-America Highway

    Jalan raya ini memegang rekor dengan panjang mencapai 30 ribu kilometer. Jalanan terbentang dari Alaska hingga mencapai Argentina di sebelah selatan.

    Sebenarnya hingga kini pembangunan Pan-America Highway tak pernah selesai. Jalanan tersebut dibuat visinya pertama kali pada 1923 dan setahun kemudian promosi dilakukan pejabat AS kepada 37 delegasi Amerika Latin di Washigtin DC.

    Kemudian 50 tahun berlalu tidak ada kemajuan berarti. Pada awal 1970, Presiden Nixon mengklaim jalanan lintas benua itu akan segera selesai.

    Faktanya hingga kini belum terhubung seluruhnya. Pada Celah Derien sepanjang 160 km yang menghubungkan Panama dan Kolombia masih tertutupi hutan lebat dan hujan musiman, tidak ada jalan sama sekali.

    Terdapat desakan untuk meneruskannya. Namun ditentang keras pegiat lingkungan karena bisa membahayakan keanekaragaman hayati dan masyarakat wilayah itu.

    2. Asian Highway 1

    Di Asia juga terdapat jalanan terpanjang mencapai 20.557 km. Jalanan tersebut berada di Tokyo hingga perbatasan Turki-Bulgaria, melewati sejumlah wilayah yakni Korea, China, Asia Tenggara, Bangladesh, India, Pakistan dan Iran.

    Namun kembali jalanan itu masih terpotong, yakni lebih dari 942 kilometer laut memisahkan Jepang dan Korea Selatan. Selain itu banyak warga sipil yang tidak mungkin melintas di Zona Demiliterisasi antara Korea Selatan dan Korea Utara.

    3. Highway 1 Australia

    Terakhir adalah jalanan di Australia yang 100% mengitari tepi luar seluruh benua. Berbeda dengan dua jalan lainnya, Highway 1 Australia tersambung 100%.

    Panjang jalanan ini mencapai 14.500 kilometer dan memegang rekor dunia untuk jalanan terpanjang berkesinambungan.

    Sebuah kelompok bernama Highway 1 to Hell pernah menyelesaikan rute ini selama 5 hari, 13 jam dan 43 menit.

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Adik Kim Jong Un Beri Pesan ke Trump, Sebut Hubungan Pribadi & Nuklir

    Adik Kim Jong Un Beri Pesan ke Trump, Sebut Hubungan Pribadi & Nuklir

    Jakarta, CNBC Indonesia – Saudari perempuan pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un, Kim Yo Jong, kembali memberikan pesan kepada negara rivalnya, Amerika Serikat (AS). Hal ini terkait kekuatan nuklir negara itu.

    Mengutip AFP, Selasa (29/7/2025), dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh media pemerintah, Kim memperingatkan AS agar tidak mengejar denuklirisasi. Ia meminta Washington untuk segera mengakui Pyongyang sebagai negara berkekuatan nuklir.

    “Setiap upaya untuk menyangkal posisi DPRK sebagai negara bersenjata nuklir… akan ditolak mentah-mentah,” kata Kim Yo Jong, merujuk Korut dengan akronim nama resminya.

    Kim mengatakan “hubungan pribadi” antara saudara laki-lakinya dan Trump berada dalam situasi yang baik buruk. Tetapi ia memperingatkan bahwa hal itu tidak boleh digunakan untuk menekan Korut dalam melakukan denuklirisasi.

    “Saya tidak ingin menyangkal fakta bahwa hubungan pribadi antara kepala negara kita dan presiden AS saat ini tidaklah buruk. Namun, saya menghimbau dan memperingatkan Washington agar tidak mencoba memanfaatkannya untuk mencapai denuklirisasi.”

    Pernyataan ini dilontarkan Kim setelah seorang pejabat Gedung Putih dikutip mengatakan bahwa Presiden Donald Trump terbuka untuk berdialog dengan Kim Jong Un terkait denuklirisasi. Menurutnya, hal ini justru mendiskreditkan dan meremehkan kekuatan negara pimpinannya.

    “Jika digunakan untuk tujuan tersebut, hal itu dapat diartikan sebagai ejekan terhadap pihak lain,” ujarnya.

    Trump dan Pemimpin Tertinggi Korut Kim Jong Un bertemu tiga kali selama masa jabatan pertama presiden AS dalam upaya mencapai kesepakatan tentang denuklirisasi Korut. Dalam seluruh pertemuan itu, keduanya terlihat berada dalam situasi yang sejuk tanpa ketegangan, menghadirkan harapan perdamaian di Semenanjung Korea.

    Namun, sejak pertemuan puncak kedua mereka di Hanoi pada tahun 2019 gagal karena kegagalan menyepakati imbalan yang akan diterima Korut, Pyongyang telah mempercepat program nuklirnya. Ini sekaligus memutus interaksi langsung antara Trump dan Kim.

    (tps/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kecelakaan Pesawat Jatuh di Hutan Rimba, 48 Orang Tewas

    Kecelakaan Pesawat Jatuh di Hutan Rimba, 48 Orang Tewas

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sebuah pesawat penumpang Antonov An-24 yang mengangkut 48 orang jatuh di timur jauh Rusia, Kamis (26/7/2025) lalu. Pesawat tersebut jatuh saat bersiap untuk mendarat dan menewaskan semua orang di dalamnya.

    Dilansir Reuters, badan pesawat tersebut merupakan pabrikan tua yakni tahun 1976, namun masih digunakan. Kantor Kejaksaan Transportasi Timur Jauh mengungkapkan pesawat itu mencoba mendarat untuk kedua kalinya setelah gagal pada pendaratan pertamanya.

    Pesawat yang dioperasikan oleh maskapai penerbangan regional Siberia milik pribadi Angara, itu tengah dalam perjalanan dari kota Blagoveshchensk dekat perbatasan Cina ke Tynda, persimpangan kereta api penting di wilayah Amur.

    Penyelidik mengatakan bahwa mereka menjadikan insiden tersebut sebagai kasus kriminal atas dugaan pelanggaran lalu lintas udara dan peraturan transportasi udara, yang mengakibatkan kematian lebih dari dua orang karena kelalaian.

    Sementara itu, kantor berita Rusia melaporkan pesawat itu baru-baru ini melewati pemeriksaan keamanan teknis dan telah terlibat dalam empat insiden ‘kecil’ sejak 2018.

    Kecelakaan itu kemungkinan akan menimbulkan kekhawatiran baru tentang kelayakan penerbangan dengan pesawat tua. Di sisi lain, Rusia juga saat ini tengah dihadapkan dengan Sanksi Uni Eropa yang menekan kemampuan Moskow untuk mengakses investasi dan suku cadang.

    Hal itu dinilai dapat mendorong negara-negara lain yang mengoperasikan pesawat untuk meninjau armada mereka. Termasuk Korea Utara, Kazakhstan, Laos, Kuba, Ethiopia, Myanmar, dan Zimbabwe dalam mengoperasikan An-24.

    Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan belasungkawanya kepada keluarga mereka yang tewas dalam insiden tersebut. Putin terpantau diam selama satu menit di awal pertemuan pemerintah.

    Dengan begitu, Pemerintahan Rusia mengatakan telah membentuk sebuah komisi untuk menangani akibatnya selain investigasi kriminal dan keselamatan udara. Seorang perwakilan Angara mengatakan bahwa mereka tidak dapat memberikan rincian lebih lanjut.

    (fsd/fsd)

    [Gambas:Video CNBC]

  • BKKBN Bicara Alasan Wajah Warga +62 Kurang Glowing, Stres Kebanyakan Beban

    BKKBN Bicara Alasan Wajah Warga +62 Kurang Glowing, Stres Kebanyakan Beban

    Jakarta

    Ada alasan medis di balik warga negara Eropa kebanyakan lebih glowing dan charming ketimbang warga Indonesia. Hal ini disinggung Sekretaris Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Sekretaris Utama BKKBN Prof Budi Setiyono.

    Pria yang juga memiliki pengalaman di berbagai organisasi profesional termasuk UNDP dan UNFPA tersebut menyinggung pengaruh hormon stres atau kortisol pada penampilan wajah kebanyakan warga Indonesia.

    “Kenapa orang Eropa, atau warga negara di negara maju lebih banyak warga yang charming, glowing? Itu dipastikan mereka tidak ada kekhawatiran menghadapi disrupsi kehidupan,” sorot Prof Budi dalam diskusi bersama media di perjalanan menuju Ambarawa, Semarang, Jumat (25/11/2025).

    Berbanding terbalik dengan beban yang dihadapi warga Indonesia, banyak kekhawatiran terkait finansial dan keberlangsungan masa depan. Bahkan, untuk sekadar mencukupi kebutuhan dasar sehari-hari pun sulit.

    “Jadi sebenarnya tidak melulu karena DNA-nya, di kita pengaruhnya adalah hormon stres atau hormon kortisol, yang otomatis keluar dari tubuh saat menghadapi adanya ancaman, kelaparan, ketidakpastian, saat itulah hormon kortisol bergerak,” sorot dia.

    Semakin banyak hormon kortisol yang keluar, semakin besar berpengaruh pada penampilan. Sesederhana seperti melihat seseorang tengah stres, sakit, dan menghadapi beban masalah yang menumpuk.

    “Itu yang terjadi, wajah orang Indonesia sehari-hari dipenuhi dengan kortisol. Kalau kita ingin wajah kita berubah, maka kita harus mengikuti pola penjaminan hidup di atas garis kesejahteraan benar-benar terjamin,” kata dia.

    Itu pula yang disebutnya tengah diupayakan pemerintah dengan menyediakan program makan bergizi gratis, pengadaan koperasi merah putih, serta berdirinya sekolah rakyat. Meski menurutnya, belum banyak masyarakat yang benar-benar memahami program pemerintah tengah berjalan ke target tersebut.

    Prof Budi juga membandingkan tampilan wajah Korea Utara dan Korea Selatan. Meski etnik, bahasa, dan kulturnya sama, perbandingan wajah populasi umum kedua negara tersebut jelas berbeda, dengan mengesampingkan maraknya juga tren operasi plastik.

    “Lebih enak dilihat Korsel bukan karena oplas tapi Korsel itu secara hukum sudah terbebas dari kebutuhan dasar, Korea Utara belum, sehingga wajahnya berbeda,” tandasnya.

    Hal yang sama juga diklaim terjadi di masa Jerman Barat dan Timur saat dipisahkan oleh tembok Berlin. Penampilan orang Jerman timur sama seperti Korut, sementara Jerman barat seperti Korsel.

    “Jerman Barat cantik-cantik, Jerman Timur tidak, seperti kita, itu bukti keterjaminan, ketakutan, pemenuhan dasar itu berpengaruh kepada ada tidaknya hormon kortisol,” pungkasnya.

    Hal yang kemudian bisa dipelajari untuk merubah wajah penduduk Indonesia adalah jaminan hidup layak. Memperbaiki keturunan tidak selalu harus menikah dengan orang Eropa, tapi yang utama adalah memperbaiki kesejahteraan hidup atau setidaknya ansuransi hingga hari tua.

    Seluruh penduduk disebutnya perlu diupayakan mendapatkan penghasilan yang sesuai minimal dengan kebutuhan dasar, pendidikan dasar 12 tahun terpenuhi, dan hadirnya sertifikat kompetensi yang menjadi bekal ‘market’ pekerjaan banyak warga negara Indonesia.

    Belum lagi dengan persoalan prevalensi stunting yang perlu ditekan seminimal mungkin bahkan bila memungkinkan hingga zero case. Ia berharap ke depan 70 persen penduduk usia produktif Indonesia benar-benar memastikan kesehariannya produktif alias memiliki pekerjaan yang kemudian bisa ikut mengcover tanggungan 30 persen penduduk non-produktif di tengah aging population. Perhitungannya, pada 2045 sekitar 30 persen warga Indonesia berusia lansia.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)

  • Hacker Thailand vs Kamboja, Siapa Unggul?

    Hacker Thailand vs Kamboja, Siapa Unggul?

    Jakarta

    Konflik antara Thailand dan Kamboja memanas, bahkan sudah melibatkan persenjataan berat dan canggih. Namun di sisi lain, kedua negara juga terlibat perang di dunia maya alias perang cyber. Hacker kedua negara dikabarkan saling menyerang satu sama lain.

    Awal Juni silam Thailand menuduh Kamboja melibatkan hacker Korea Utara untuk melancarkan serangan terhadap beberapa institusi Thailand. Itu di samping Kamboja dituding mengerahkan hacker sendiri.

    Polisi cyber di Thailand pun mendapat surat perintah penangkapan untuk kelompok hacker Kamboja yang merusak situs pemerintah Thailand terkait sengketa perbatasan. Mereka bekerja sama dengan badan internasional untuk menemukan dan mengekstradisi para tersangka yang bersembunyi secara anonim, untuk dituntut hukum Thailand.

    Peristiwa itu membuktikan ketegangan berlangsung di ruang digital antara kedua Kerajaan tetangga tersebut. Media Thailand melaporkan hacker Kamboja yang dikenal sebagai kelompok AnonsecKh, meluncurkan serangan Distributed Denial of Service (DDoS) terhadap situs web pemerintah, militer, dan lembaga sektor swasta Thailand.

    Tudingan itu pun dibantah Kamboja. “Pemerintah Kerajaan Kamboja tidak memiliki hubungan apa pun dengan kelompok hacker Korea Utara,” kata Kementerian Pos dan Telekomunikasi Kamboja.

    “Kami menganggap tuduhan ini sebagai upaya jahat Thailand untuk mencoreng reputasi Kamboja di panggung internasional,” tambah mereka yang dikutip detikINET dari CNA, Jumat (25/7/2025).

    Kementerian itu juga mengeluarkan klaim balasan bahwa kelompok hacker Thailand yang dikenal sebagai BlackEye-Thai menyerang hampir semua sistem online pemerintah Kamboja selama dua minggu, tapi upaya mereka digagalkan.

    “Kementerian lebih lanjut mengungkapkan bahwa, bertentangan dengan klaim Thailand, kelompok hacker Thailand yang diidentifikasi sebagai BlackEye-Thai secara teratur melancarkan serangan cyber terhadap hampir semua sistem pemerintah Kamboja selama dua minggu terakhir,” cetus pernyataan tersebut.

    Di sisi lain, pemerintah Thailand juga memperingatkan warga tentang berita palsu online, termasuk yang mengklaim Thailand akan merebut Kamboja jika Kamboja tidak menarik pasukannya. Adapun pemerintah Kamboja juga memperingatkan warganya tentang berita palsu online dari sumber asing. Beberapa berita palsu ini dilaporkan dibuat pakai AI dan meniru lembaga Kamboja serta suara pemimpin Kamboja.

    Siapa yang lebih unggul dalam peperangan cyber ini? Belum diketahui dengan pasti dan kedua belah pihak saling jual beli serangan digital. Namun dampaknya bisa merugikan tak hanya bagi kedua negara, tapi juga ASEAN secara keseluruhan.

    “Ketegangan bilateral antara Kamboja dan Thailand di dunia maya, jika terus berlanjut, dapat menandakan dimulainya kontestasi cyber terbuka atau rahasia antara negara-negara anggota ASEAN. Masalah ini tidak hanya akan menciptakan dilema politik bagi ASEAN tapi juga berdampak besar pada arsitektur keamanan siber regional,” sebut pengamat.

    (fyk/fay)