Negara: Korea Utara

  • Pangkalan Militer Rahasia Milik Korut Ketahuan

    Pangkalan Militer Rahasia Milik Korut Ketahuan

    Jakarta

    Pangkalan militer rahasia milik Korea Utara (Korut) ketahuan. Pangkalan militer itu berada di dekat perbatasan China.

    Dirangkum detikcom dilansir kantor berita AFP, Kamis (21/8/2025), hal tersebut didapat dari penelitian terbaru yang mengungkapkan bahwa Korut telah membangun pangkalan militer rahasia di dekat perbatasannya dengan China. Pangkalan rahasia itu diduga menampung rudal balistik antarbenua (ICBM) terbaru buatan Pyongyang.

    Keberadaan pangkalan rudal Korut itu, terungkap dalam laporan penelitian terbaru yang dirilis oleh Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) yang berbasis di Washington, Amerika Serikat (AS), pada Rabu (20/8) waktu setempat.

    Disebutkan laporan CSIS itu bahwa Pangkalan Operasi Rudal Sinpung-dong yang “tidak dideklarasikan” oleh Korut berada di area berjarak sekitar 27 kilometer dari perbatasan China.

    Fasilitas yang ada di Provinsi Pyongan Utara ini, menurut laporan penelitian CSIS, kemungkinan menampung enam hingga sembilan rudal ICBM yang berkemampuan nuklir beserta peluncur-peluncurnya.

    Disebutkan bahwa senjata-senjata tersebut “menimbulkan potensi ancaman nuklir bagi Asia Timur dan daratan Amerika Serikat”.

    Korut semakin meningkatkan program senjata nuklirnya sejak pertemuan puncak dengan AS yang berujung kegagalan mencapai kesepakatan pada tahun 2019 lalu. Pemimpin Korut Kim Jong Un baru-baru ini menyerukan “ekspansi cepat” kemampuan nuklir negaranya yang terisolasi secara diplomatis.

    CSIS menyebut laporan penelitian terbarunya ini sebagai konfirmasi mendalam dan sumber terbuka pertama mengenai Sinpung-dong.

    Laporan penelitian CSIS itu juga menyebutkan bahwa pangkalan tersebut merupakan salah satu dari sekitar “15-20 pangkalan rudal balistik, fasilitas pemeliharaan, dukungan, penyimpanan rudal, dan penyimpanan hulu ledak yang tidak pernah dideklarasikan oleh Korea Utara”.

    Disebutkan juga oleh CSIS dalam laporannya bahwa fasilitas tersebut “tidak diketahui pernah menjadi subjek negosiasi denuklirisasi apa pun yang sebelumnya dilakukan antara Amerika Serikat dan Korea Utara”.

    Mengutip penilaian para analis mereka saat ini, CSIS mengatakan bahwa peluncur dan rudal-rudal tersebut dapat meninggalkan pangkalan itu saat terjadi krisis atau perang, terhubung dengan unit-unit khusus, dan mampu melakukan peluncuran yang lebih sulit dideteksi dari area-area lainnya di dalam Korut.

    Pangkalan rahasia itu, bersama beberapa pangkalan lainnya, sebut CSIS dalam laporannya, “mewakili komponen utama dari apa yang dianggap sebagai strategi rudal balistik Korea Utara yang terus berkembang, serta kemampuan pencegahan dan serangan nuklir tingkat strategis yang terus berkembang”.

    Pertemuan puncak antara Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump di Hanoi, tahun 2019 lalu, gagal mencapai kesepakatan denuklirisasi karena kedua negara tidak sepakat mengenai apa yang akan diberikan oleh Pyongyang sebagai imbalan atas keringanan sanksi.

    Sejak saat itu, Korut berulang kali menyatakan tidak akan pernah menyerahkan senjatanya dan mendeklarasikan diri sebagai negara nuklir yang “tidak dapat diubah”.

    Lihat juga Video ‘Korsel Copot Pengeras Suara Anti-Korut di Perbatasan, Ingin Baikan?’:

    Halaman 2 dari 3

    (whn/wnv)

  • Pangkalan Militer Rahasia Milik Korut Ketahuan

    Terungkap! Korut Punya Pangkalan Militer Rahasia di Dekat Perbatasan China

    Pyongyang

    Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa Korea Utara (Korut) telah membangun pangkalan militer rahasia di dekat perbatasannya dengan China. Pangkalan rahasia itu diduga menampung rudal balistik antarbenua (ICBM) terbaru buatan Pyongyang.

    Keberadaan pangkalan rudal Korut itu, seperti dilansir AFP, Kamis (21/8/2025), terungkap dalam laporan penelitian terbaru yang dirilis oleh Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) yang berbasis di Washington, Amerika Serikat (AS), pada Rabu (20/8) waktu setempat.

    Disebutkan laporan CSIS itu bahwa Pangkalan Operasi Rudal Sinpung-dong yang “tidak dideklarasikan” oleh Korut berada di area berjarak sekitar 27 kilometer dari perbatasan China.

    Fasilitas yang ada di Provinsi Pyongan Utara ini, menurut laporan penelitian CSIS, kemungkinan menampung enam hingga sembilan rudal ICBM yang berkemampuan nuklir beserta peluncur-peluncurnya.

    Disebutkan bahwa senjata-senjata tersebut “menimbulkan potensi ancaman nuklir bagi Asia Timur dan daratan Amerika Serikat”.

    Korut semakin meningkatkan program senjata nuklirnya sejak pertemuan puncak dengan AS yang berujung kegagalan mencapai kesepakatan pada tahun 2019 lalu. Pemimpin Korut Kim Jong Un baru-baru ini menyerukan “ekspansi cepat” kemampuan nuklir negaranya yang terisolasi secara diplomatis.

    CSIS menyebut laporan penelitian terbarunya ini sebagai konfirmasi mendalam dan sumber terbuka pertama mengenai Sinpung-dong.

    Laporan penelitian CSIS itu juga menyebutkan bahwa pangkalan tersebut merupakan salah satu dari sekitar “15-20 pangkalan rudal balistik, fasilitas pemeliharaan, dukungan, penyimpanan rudal, dan penyimpanan hulu ledak yang tidak pernah dideklarasikan oleh Korea Utara”.

    Disebutkan juga oleh CSIS dalam laporannya bahwa fasilitas tersebut “tidak diketahui pernah menjadi subjek negosiasi denuklirisasi apa pun yang sebelumnya dilakukan antara Amerika Serikat dan Korea Utara”.

    Mengutip penilaian para analis mereka saat ini, CSIS mengatakan bahwa peluncur dan rudal-rudal tersebut dapat meninggalkan pangkalan itu saat terjadi krisis atau perang, terhubung dengan unit-unit khusus, dan mampu melakukan peluncuran yang lebih sulit dideteksi dari area-area lainnya di dalam Korut.

    Pangkalan rahasia itu, bersama beberapa pangkalan lainnya, sebut CSIS dalam laporannya, “mewakili komponen utama dari apa yang dianggap sebagai strategi rudal balistik Korea Utara yang terus berkembang, serta kemampuan pencegahan dan serangan nuklir tingkat strategis yang terus berkembang”.

    Pertemuan puncak antara Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump di Hanoi, tahun 2019 lalu, gagal mencapai kesepakatan denuklirisasi karena kedua negara tidak sepakat mengenai apa yang akan diberikan oleh Pyongyang sebagai imbalan atas keringanan sanksi.

    Sejak saat itu, Korut berulang kali menyatakan tidak akan pernah menyerahkan senjatanya dan mendeklarasikan diri sebagai negara nuklir yang “tidak dapat diubah”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Penuturan Pekerja IT Asal Korut Dikirim ke Luar Negeri untuk Danai Rezim

    Penuturan Pekerja IT Asal Korut Dikirim ke Luar Negeri untuk Danai Rezim

    Pyongyang

    Selama bertahun-tahun Jin-su menggunakan ratusan identitas palsu untuk melamar pekerjaan di bidang Teknologi Informasi (Information Technology/IT) secara remote atau jarak jauh di perusahaan-perusahaan negara Barat.

    Hal ini rupanya bagian dari rencana penyamaran besar-besaran demi menghimpun dana untuk Korea Utara.

    Menjalankan beberapa pekerjaan di AS dan Eropa akan menghasilkan setidaknya US$50.000 atau setara Rp80 juta per bulan, kata Jin-su kepada BBC dalam sebuah wawancara.

    Beberapa rekannya, sambung Jin-su, bahkan bisa mendapatkan penghasilan yang jauh lebih besar.

    Sebelum membelot, Jin-su yang namanya telah diganti untuk melindungi identitasnya adalah salah satu dari ribuan orang yang diyakini dikirim ke China, Rusia, atau negara-negara di Afrika dan tempat lainnya, untuk ikut serta dalam operasi rahasia tertutup yang dijalankan oleh Korea Utara.

    Para pekerja IT asal Korea Utara diawasi secara ketat dan hanya sedikit yang berbicara kepada media, tapi Jin-su telah memberikan kesaksian kepada BBC.

    Kesaksian itu memberikan pemahaman yang mendalam tentang kehidupan sehari-hari para pekerja asal Korut dan bagaimana mereka beroperasi.

    Ia berkata 85% dari penghasilannya dikirim kembali untuk mendanai rezim Korea Utara. Sebab, negara itu mengalami kekurangan uang setelah dijatuhi sanksi internasional selama bertahun-tahun.

    “Kami tahu ini seperti perampokan, tetapi kami menerimanya sebagai takdir,” tutur Jin-su. “Masih jauh lebih baik daripada ketika kami berada di Korea Utara,” sambungnya.

    Siluet peretas Korea Utara dengan Bendera Korea Utara (Getty Images via Bill Hinton)

    Pekerja IT tersebut menghasilkan US$250 juta hingga US$ 600 juta per tahun untuk Korea Utara, menurut laporan Dewan Keamanan PBB yang diterbitkan pada Maret 2024.

    Aksi penipuan ini berkembang pesat selama pandemi, ketika kerja jarak jauh menjadi hal yang lumrah. Pihak berwenang maupun pakar pertahanan siber memperingatkan aktivitas mereka terus meningkat sejak saat itu.

    Sebagian besar pekerja menginginkan agar gaji tetap mereka dikirim kembali ke rezim Korea Utara, namun dalam beberapa kasus mereka mencuri data atau meretas perusahaan serta meminta tebusan.

    Tahun lalu, pengadilan AS mendakwa 14 warga Korea Utara yang diduga memperoleh US$ 88 juta dengan bekerja secara menyamar dan memeras perusahaan-perusahaan AS selama periode enam tahun.

    Empat warga Korea Utara lainnya didakwa bulan lalu karena diduga menggunakan identitas palsu untuk menjalankan pekerjaan IT jarak jauh di sebuah perusahaan mata uang kripto di AS.

    Bagaimana mereka mendapatkan pekerjaan itu?

    Jin-su adalah seorang pekerja IT untuk rezim Korea Utara di China selama beberapa tahun sebelum akhirnya membelot.

    Ia dan rekan-rekannya kebanyakan bekerja dalam tim yang terdiri dari 10 orang, katanya kepada BBC.

    Akses internet terbatas di Korea Utara, tapi di luar negeri para pekerja IT ini bisa beroperasi dengan lebih mudah.

    Mereka perlu menyamarkan kewarganegaraan, tidak hanya supaya bisa mendapatkan bayaran lebih tinggi, tetapi juga karena sanksi internasional yang meluas terhadap Korea Utara terkait program senjata nuklir dan rudal balistiknya.

    BBC berbicara dengan Jin-su melalui panggilan video dari London. Demi keselamatannya, kami melindungi identitasnya (BBC)

    Skema ini terpisah dari operasi peretasan Korea Utara yang juga dilakukan untuk menggalang dana untuk rezim tersebut.

    Pada awal tahun ini, Lazarus Group sebuah kelompok peretas terkenal yang diyakini bekerja untuk Korea Utara, meskipun mereka tidak pernah mengakuinya diduga telah mencuri US$1,5 miliar dari perusahaan mata uang kripto Bybit.

    Jin-su menghabiskan sebagian besar waktunya mencoba mendapatkan identitas palsu yang bisa digunakannya untuk melamar pekerjaan.

    Pertama-tama, dia berpura-pura menjadi orang China, lalu menghubungi orang-orang di Hongaria, Turki, dan negara-negara lain untuk meminta menggunakan identitas mereka dengan imbalan persentase dari penghasilannya, ungkap Jin-su kepada BBC.

    “Jika Anda mencantumkan ‘wajah Asia’ di profil, Anda tidak akan pernah mendapatkan pekerjaan.”

    Baca juga:

    Ia kemudian memakai identitas palsu tersebut untuk mendekati orang-orang di Eropa Barat demi mendapatkan identitas baru, yang selanjutnya dipakai buat melamar pekerjaan di AS dan Eropa.

    Jin-su, mengklaim, selalu berhasil menyasar warga negara UK.

    “Dengan sedikit komunikasi, orang-orang di UK bisa dengan mudah menyebarkan identitas mereka,” imbuhnya.

    Pekerja IT dengan kemampuan bahasa Inggris yang lebih baik sering kali ditugaskan untuk mengelola proses aplikasi.

    Tapi, pekerjaan di situs freelancer atau pekerja lepas, tidak selalu memerlukan wawancara tatap muka dan seringkali interaksi sehari-hari berlangsung di platform seperti Slack, sehingga lebih mudah untuk berpura-pura menjadi orang lain.

    Jin-su berkata kepada BBC, dia selalu menargetkan pasar AS, “karena gaji di perusahaan-perusahaan Amerika lebih tinggi”.

    Peretas dengan hoody merah tua di depan bendera Korea digital dan latar belakang aliran biner konsep keamanan siber (Getty Images via BeeBright)

    Ia mengklaim begitu banyak pekerja IT yang mendapatkan pekerjaan, dan seringkali perusahaan tersebut tanpa sengaja mempekerjakan lebih dari satu orang Korea Utara.

    “Itu sering terjadi,” akunya.

    Pekerja IT biasanya menerima penghasilan mereka melalui jaringan fasilitator yang berbasis di Barat dan China.

    Pekan lalu, seorang perempuan AS dijatuhi hukuman lebih dari delapan tahun penjara atas kejahatan yang terkait dengan membantu pekerja IT Korea Utara mendapatkan pekerjaan dan mengirimkan uang kepada mereka.

    BBC tidak bisa secara independen memverifikasi kesaksian Jin-su, namun melalui PSCORE, sebuah organisasi yang mengadvokasi hak asasi manusia untuk Korea Utara, kami telah membaca kesaksian dari pekerja IT lain yang membelot dan mendukung klaim Jin-su.

    BBC juga berbicara dengan pembelot lain, Hyun-Seung Lee, yang bertemu dengan warga Korea Utara lainnya dan bekerja di bidang IT saat dia bepergian sebagai pengusaha untuk rezim Korea Utara di China.

    Dia mengonfirmasi bahwa mereka memiliki pengalaman serupa.

    Penyamaran yang terbongkar

    BBC berbincang dengan beberapa manajer perekrutan di sektor keamanan siber dan pengembangan perangkat lunak.

    Mereka berkata, menemukan puluhan kandidat yang dicurigai sebagai pekerja IT asal Korea Utara selama proses perekrutan.

    Rob Henley, salah satu pendiri Ally Security di AS, baru-baru ini membuka lowongan untuk serangkaian posisi untuk bekerja jarak jauh di perusahaannya.

    Dia yakin telah mewawancarai hingga 30 pekerja IT Korea Utara dalam proses tersebut.

    “Awalnya seperti sebuah permainan, mencoba mencari tahu siapa yang asli dan siapa yang palsu, tetapi lama-lama menjadi sangat menjengkelkan,” katanya.

    Akhirnya, dia meminta kandidat tersebut melakukan panggilan video untuk menunjukkan suasana hari di tempat mereka berada.

    “Kami hanya merekrut kandidat dari AS untuk posisi-posisi ini. Seharusnya cuaca di Amerika cukup terang. Tapi saya tidak pernah melihat cahaya matahari.”

    Pada Maret lalu, Dawid Moczadlo, salah satu pendiri Vidoc Security Lab yang berbasis di Polandia, membagikan video wawancara kerja jarak jauh yang dilakukannya.

    Dalam video tersebut, kandidat yang diwawancarai tampak menggunakan perangkat lunak kecerdasan buatan untuk menyamarkan wajahnya.

    Ia bilang, setelah berkonsultasi dengan para ahli, dia yakin kandidat tersebut kemungkinan adalah seorang pekerja IT asal Korea Utara.

    BBC telah menghubungi Kedutaan Besar Korea Utara di London untuk menanyakan soal tuduhan itu. Namun, mereka tidak menanggapi.

    Pelarian

    Korea Utara telah mengirim pekerjanya ke luar negeri selama beberapa dekade untuk mendapatkan devisa negara.

    Lebih dari 10.000 orang dipekerjakan di luar negeri sebagai pekerja pabrik atau restoran, sebagian besar di China dan Rusia.

    Setelah beberapa tahun tinggal di China, Jin-su mengatakan “merasa terkekang” atas kondisi kerjanya yang semakin terasa menindas.

    “Kami tidak diizinkan keluar dan harus tinggal di dalam rumah sepanjang waktu,” imbuhnya.

    “Anda tidak bisa berolahraga, Anda tidak bisa melakukan apapun yang Anda inginkan.”

    Agen intelijen rahasia memberi hormat dengan gestur tangan ke arah bendera Korea Utara di ruang perang, menunjukkan rasa hormat (Getty Images via Dragos Condrea)

    Namun, pekerja IT Korea Utara memiliki lebih banyak kebebasan untuk mengakses media Barat ketika berada di luar negeri, kata Jin-su.

    “Anda seperti melihat dunia nyata. Ketika kami berada di luar negeri, kami menyadari ada sesuatu yang salah di Korea Utara.”

    Kendati begitu, Jin-su mengklaim hanya sedikit pekerja IT Korea Utara yang berpikir untuk melarikan diri seperti dirinya.

    “Mereka hanya mengambil uang dan pulang, sangat sedikit yang berpikir untuk membelot.”

    Meskipun mereka hanya menyimpan sebagian kecil dari penghasilannya, uang itu sangat berharga di Korea Utara.

    Baca juga:

    Membelot juga sangat berisiko dan sulit. Pengawasan di China berarti sebagian besar dari mereka bakal tertangkap.

    Beberapa orang yang berhasil membelot mungkin tidak akan pernah bertemu keluarga mereka lagi, dan kerabat mereka bisa menghadapi hukuman karena meninggalkan Korea Utara.

    Jin-su berkata masih bekerja di bidang IT setelah dia membelot.

    Ia mengatakan, keterampilan yang dia asah saat bekerja untuk rezim telah membantunya beradaptasi dengan kehidupan barunya.

    Karena dia tidak bekerja di banyak pekerjaan dengan identitas palsu, penghasilannya jadi lebih sedikit daripada saat bekerja untuk rezim Korea Utara.

    Namun, ia bisa menyimpan lebih banyak pendapatannya. Yang artinya, dia memiliki lebih banyak uang di dompetnya.

    “Saya terbiasa menghasilkan uang dengan melakukan hal-hal ilegal. Tapi sekarang saya bekerja keras dan mendapatkan uang yang pantas saya dapatkan,” ujar Jin-su.

    Tonton juga Video: Kim Jong Un Resmikan Wisata Pantai Megah di Korut, Tertarik Mampir?

    (nvc/nvc)

  • Kim Jong Un Puji Tentaranya yang Bertempur di Rusia: Pasukan Heroik!

    Kim Jong Un Puji Tentaranya yang Bertempur di Rusia: Pasukan Heroik!

    Jakarta

    Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, memuji tentaranya yang dikerahkan untuk membantu Rusia dalam perang melawan Ukraina. Dia mengatakan tentaranya adalah pasukan heroik.

    “Tentara kami adalah pasukan yang heroik,” kata Kim dalam pidatonya kepada anggota militer Korea Utara sebagaimana laporan Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) yang dilansir AFP, Kamis (21/8/2025).

    Kim menyampaikan dukungan hangat kepada para perwira dan tentara yang bertugas di wilayah Kursk Rusia. Badan Intelijen Pyongyang mengatakan mereka telah mengirimkan lebih dari 10.000 tentaranya ke Rusia.

    “Tentara kami sekarang melakukan apa yang seharusnya, dan apa yang perlu dilakukan. Kami juga akan melakukannya di masa depan,” ucap Kim.

    Pernyataan Kim muncul di tengah upaya Presiden AS Donald Trump untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina, setelah mengadakan pembicaraan tingkat tinggi dengan para pemimpin kedua negara dalam beberapa hari terakhir.

    Seperti diketahui, Presiden Rusia Vladimir Putin, yang pekan lalu juga memuji pasukan Korea Utara sebagai “heroik” hingga kini menghindari pertemuan dengan mitranya dari Ukraina, Volodymyr Zelensky, untuk perundingan damai.

    Pada April lalu, Korea Utara untuk pertama kalinya mengonfirmasi bahwa mereka telah mengerahkan satu kontingen tentaranya ke garis depan di Ukraina, bersama pasukan Rusia.

    Badan intelijen Korea Selatan mengatakan Pyongyang mengirim lebih dari 10.000 tentara ke wilayah Kursk Rusia pada tahun 2024, beserta peluru artileri, rudal, dan sistem roket jarak jauh. Sekitar 600 tentara Korea Utara telah tewas dan ribuan lainnya terluka saat bertempur untuk Rusia.

    (zap/yld)

  • Sentilan Korut ke Korsel yang Katanya Ingin Baikan

    Sentilan Korut ke Korsel yang Katanya Ingin Baikan

    Jakarta

    Wacana normalisasi hubungan dua negara bersaudara di Semenanjung Korea masih terbilang jauh. Pasalnya, Korea Utara (Korut) mengecam Korea Selatan (Korsel) dengan anggapan bermuka dua karena menggelar latihan militer gabungan dengan Amerika Serikat (AS).

    Korut menilai kepemimpinan Korsel memiliki karakter ganda. Alasannya Korsel mengupayakan pendekatan diplomatik dengan Pyongyang, sekaligus latihan militer bareng dengan AS.

    Dilansir AFP, Rabu (20/8), sentilan itu dilontarkan oleh Kim Yo Jong, adik perempuan dari pemimpin Korut Kim Jong Un, saat Seoul dan Washington memulai latihan gabungan tahunan pada Senin (18/8) waktu setempat.

    “Latihan militer gabungan terkini (Korea Selatan), yang kembali dilakukan dengan kedok isyarat rekonsiliasi, melibatkan peninjauan rencana operasional baru yang bertujuan untuk segera menghapus kemampuan nuklir dan rudal kami,” kata Kim Yo Jong seperti dikutip kantor berita resmi Korean Central News Agency (KCNA).

    Latihan gabungan itu, sebut Kim Yo Jong, juga mengungkapkan niat Seoul untuk memperluas “serangan ke wilayah republik kami”.

    “Ini adalah bagian yang dengan jelas menunjukkan karakter ganda dari otoritas Seoul, yang bermuka dua di balik layar,” cetusnya, merujuk pada Presiden Korsel Lee Jae Myung dan pemerintahannya.

    Korut Tak Ingin Perbaiki Hubungan

    Pada pekan lalu, militer Korsel menyatakan Pyongyang telah mencopot pengeras suara propaganda di sepanjang perbatasan dalam upaya perbaikan hubungan. Membantah, Korut menegaskan tidak akan pernah mencopot pengeras suara itu.

    “Kami tidak pernah mencopot pengeras suara yang terpasang di wilayah perbatasan dan tidak bersedia mencopotnya,” kata Kim Yo Jong, adik perempuan penguasa Korea Utara Kim Jong Un, sebagaimana laporan KCNA yang dilansir AFP, Kamis (14/8).

    Namun, Kim Yo Jong menegaskan upaya Korsel untuk ‘meredakan ketegangan’ antara Korut dan Korsel melalui kabar penyingkiran pengeras suara propaganda di sisi perbatasan adalah sia-sia. Dia mengatakan hubungan Korut dan Korsel akan tetap seperti ini di masa mendatang.

    Kim Jong Un meminta tentara Korut mempersiapkan diri untuk perang. (AFP)

    “Baru-baru ini, Korea Selatan telah mencoba menyesatkan opini publik dengan mengatakan bahwa ‘tindakan niat baik’ dan ‘kebijakan peredaan’-nya mendapat respons, serta menciptakan opini publik bahwa hubungan DPRK-Korea Selatan sedang ‘dipulihkan’,” katanya.

    “Kami telah mengklarifikasi pada beberapa kesempatan bahwa kami tidak memiliki keinginan untuk memperbaiki hubungan dengan Korea Selatan, dan pendirian serta sudut pandang yang konklusif ini akan ditetapkan dalam konstitusi kami di masa mendatang,” sambungnya.

    Sejak terpilih pada Juni lalu, Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung telah berjanji untuk mendekati Korea Utara yang bersenjata nuklir dan mengupayakan dialog tanpa prasyarat, hal berbeda dari pendahulunya yang keras kepala.

    Kata Presiden Korsel soal Korut Ogah Baikan

    Presiden Lee Jae Myung berjanji untuk menghormati sistem politik Korut. Lee juga bertekad untuk membangun kepercayaan militer antara Seoul dan Pyongyang.

    Janji tersebut, seperti dilansir AFP, Jumat (15/8), disampaikan Lee sehari setelah Korut menyatakan mereka tidak berminat untuk memperbaiki hubungan dengan Korsel, negara tetangganya.

    Lee telah berjanji untuk membangun hubungan dengan Korut dan mengupayakan dialog tanpa prasyarat sejak terpilih menjadi Presiden Korsel pada Juni lalu. Langkah ini berkebalikan dengan kebijakan pendahulunya, mantan Presiden Yoon Suk Yeol, yang agresif.

    Presiden Korsel Lee Jae-myung dan istrinya Kim Hye-kyung. (REUTERS/Lee Jin-man)

    Berbicara dalam acara peringatan pembebasan Korsel dari penjajahan Jepang, Lee mengatakan bahwa pemerintah Korsel “akan mengambil langkah-langkah konsisten untuk secara substansial mengurangi ketegangan dan memulihkan kepercayaan” dengan Korut.

    Peringatan pembebasan Korsel dari Jepang yang jatuh pada 15 Agustus ini, menurut Institut Nasional untuk Pendidikan Unifikasi Seoul, menjadi satu-satunya hari libur umum yang dirayakan di Korut dan Korsel.

    “Kami menegaskan rasa hormat kami terhadap sistem Korea Utara saat ini,” kata Lee, sembari menambahkan bahwa Seoul “tidak berniat melakukan tindakan-tindakan permusuhan”.

    “Saya berharap Korea Utara akan membalas upaya kami untuk memulihkan kembali kepercayaan dan menghidupkan kembali dialog,” ucapnya.

    Halaman 2 dari 3

    (rfs/lir)

  • Kim Jong Un Puji Tentaranya yang Bertempur di Rusia: Pasukan Heroik!

    Kim Jong Un Serukan Peningkatan Kemampuan Senjata Nuklir Korut!

    Jakarta

    Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un menyerukan “perluasan cepat” kemampuan senjata nuklir negaranya. Dia pun menyinggung tentang latihan militer Amerika Serikat-Korea Selatan yang sedang berlangsung, yang menurutnya dapat “memicu perang”.

    “Hubungan militer AS-Korea Selatan yang semakin intensif dan aksi pamer kekuatan merupakan manifestasi paling jelas dari keinginan mereka untuk memicu perang,” kata Kim seperti dikutip kantor berita resmi Korut, KCNA, dilansir AFP, Selasa (19/8/2025).

    “Situasi yang ada saat ini mengharuskan kita untuk membuat perubahan radikal dan cepat dalam teori dan praktik militer yang ada serta perluasan nuklirisasi yang cepat,” ujarnya.

    Komentar tersebut disampaikan saat Kim melihat kapal perusak angkatan laut, Choe Hyon, pada hari Senin (18/8) dan menerima laporan tentang sistem persenjataan kapal perang tersebut.

    Ia menyatakan kepuasannya bahwa “tugas-tugas utama untuk menjadikan angkatan laut berteknologi tinggi dan bersenjata nuklir berjalan sesuai rencana” menjelang target penilaian pada bulan Oktober, demikian menurut KCNA.

    Diketahui bahwa Amerika Serikat dan Korea Selatan pada hari Senin (18/8) memulai latihan gabungan tahunan, yang bertujuan untuk mempersiapkan diri menghadapi potensi ancaman dari Korea Utara yang bersenjata nuklir.

    Latihan selama 11 hari tersebut mencakup “beberapa acara latihan tembak langsung berskala besar,” demikian pernyataan Angkatan Darat AS. Latihan gabungan itu disebut sebagai “latihan yang berorientasi pertahanan”.

    Sebelumnya, Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung pada hari Jumat lalu berjanji untuk “menghormati” sistem politik Korea Utara dan membangun “kepercayaan militer”. Ini disampaikannya sehari setelah Pyongyang mengatakan tidak berminat untuk memperbaiki hubungan dengan Seoul.

    Lee telah berjanji untuk mengupayakan dialog dengan Korea Utara tanpa prasyarat sejak terpilih pada bulan Juni, sebuah perubahan sikap dari presiden Korsel sebelumnya yang berpandangan keras.

    Pidato Lee disampaikan sehari setelah adik perempuan Kim Jong Un, Kim Yo Jong, mengatakan Korea Utara “tidak memiliki keinginan untuk memperbaiki hubungan” dengan Korea Selatan.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Kesaksian Pilu Pekerja Korea Utara Bagai Budak di Rusia

    Kesaksian Pilu Pekerja Korea Utara Bagai Budak di Rusia

    Jakarta

    Ribuan warga Korea Utara dikirim untuk bekerja seperti budak di Rusia. Mereka dibawa untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja akibat invasi Rusia ke Ukraina yang masih berlangsung, seperti dilaporkan BBC.

    Bantuan Pyongyang kepada Moskow semula berupa penggunaan misil, peluru artileri, dan tentara untuk melawan Ukraina.

    Kini, banyaknya pria Rusia yang tewas, masih berperang, atau melarikan diri dari negara itu membuat Moskow makin bergantung pada pekerja Korea Utara, kata pejabat intelijen Korea Selatan pada BBC.

    Enam pekerja yang namanya diubah untuk menyamarkan identitasnya menggambarkan hari kerja yang melelahkan.

    Mereka bangun pukul enam pagi dan dipaksa bekerja membangun gedung apartemen hingga pukul dua pagi, dengan hanya dua hari libur setahun.

    Harapan para pekerja ini menerima pekerjaan ke Rusia karena dijanjikan upah yang besar ketimbang di kampung halamannya. Dengan hasil kerja itu, mereka ingin lepas dari kemiskinan, membeli rumah untuk keluarga, dan memulai usaha sekembalinya dari Rusia.

    Akan tetapi, rencana itu sirna. Pendapatan mereka langsung disetor ke Korea Utara dan kehidupan selama di Rusia sama tersiksanya. “Saya merasa seperti berada di kamp kerja paksa; penjara tanpa dinding,” katanya.

    Kerja paksa, lumpuh, hingga tak boleh ke rumah sakit

    Mereka menjelaskan bagaimana para pekerja tersebut dipaksa bekerja dalam kondisi yang “mengenaskan”, dan bagaimana otoritas Korea Utara memperketat kontrol atas para pekerja untuk mencegah mereka melarikan diri.

    Salah satu pekerja, Jin, mengatakan kepada BBC ketika tiba di bagian timur Rusia, dia dikawal dari bandara ke lokasi konstruksi oleh agen keamanan Korea Utara.

    Sepanjang perjalanan, ia diperintahkan untuk tidak berbicara dengan siapa pun atau melihat apa pun.

    “Dunia luar adalah musuh kita,” kata agen tersebut kepadanya.

    Dia langsung dipaksa bekerja membangun gedung apartemen bertingkat tinggi selama lebih dari 18 jam sehari, katanya.

    Seorang pekerja konstruksi lain, Tae, mengaku tangannya kaku, tidak bisa dibuka, dan lumpuh di pagi hari setelah pekerjaan hari sebelumnya.

    “Bangun tidur terasa menakutkan, menyadari bahwa kamu harus mengulang hari yang sama lagi,” kata Tae, yang berhasil melarikan diri dari Rusia tahun lalu.

    Pekerja lain, Chan, bercerita mereka akan dipukul oleh para pengawas saat kedapatan curi-curi tidur berdiri di siang hari. “Benar-benar seperti kita sedang mati,” kata pekerja lain, Chan.

    Kang Dong-wan, seorang profesor di Universitas Dong-A Korea Selatan yang telah berkali-kali bepergian ke Rusia untuk mewawancarai pekerja Korea Utara, mengungkapkan “kondisi yang mengerikan”.

    “Para pekerja terpapar situasi yang sangat berbahaya. Pada malam hari lampu dimatikan dan mereka bekerja dalam kegelapan, dengan sedikit peralatan keselamatan.”

    Para pekerja yang berhasil melarikan diri ini juga menceritakan para pekerja dikurung di lokasi konstruksi siang dan malam dan diawasi oleh agen dari departemen keamanan negara Korea Utara.

    Kim Jong Un telah mengirimkan senjata dan tentara kepada Vladimir Putin untuk berperang di Ukraina (Getty Images)

    Mereka tidur di dalam peti kemas yang kotor, sempit, dan dipenuhi serangga. Kadang mereka juga tidur di lantai blok apartemen yang belum selesai, dengan terpal ditarik di atas kusen pintu untuk menahan dingin.

    Seorang pekerja, Nam, mengatakan pernah jatuh empat meter dari lokasi konstruksinya dan “menghancurkan” wajahnya hingga membuatnya tidak bisa bekerja. Namun, atasan mereka tidak mengizinkannya meninggalkan lokasi untuk pergi ke rumah sakit.

    Sejak kapan pekerja Korea Utara masuk ke Rusia?

    Di masa lalu, puluhan ribu warga Korea Utara bekerja di Rusia dan menghasilkan jutaan poundsterling per tahun untuk pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, dan rezimnya yang kekurangan dana.

    Pada 2019, PBB melarang negara-negara menggunakan pekerja-pekerja Korut untuk memotong aliran dana Kim dan menghentikan pembangunan senjata nuklirnya, sehingga kebanyakan pekerja Korut dikirim pulang.

    Namun, menurut seorang pejabat intelijen Korea Selatan, tahun lalu lebih dari 10.000 pekerja dikirim ke Rusia. Bahkan rencananya lebih dari 50.000 pekerja akan dikirim dari Pyongyang.

    Artinya, pekerja Korea Utara saat ini “ada di setiap penjuru Rusia”, kata pejabat tersebut.

    Mayoritas bekerja di proyek konstruksi berskala besar. Sebagian lainnya ditugaskan ke pabrik pakaian dan pusat IT. Hal ini melanggar larangan PBB terkait penggunaan tenaga kerja Korea Utara.

    BBC

    Data pemerintah Rusia menunjukkan bahwa lebih dari 13.000 warga Korea Utara masuk ke negara tersebut pada tahun 2024, meningkat 12 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.

    Hampir 8.000 di antaranya masuk dengan visa pelajar, tapi menurut pejabat intelijen dan para ahli, ini merupakan taktik yang digunakan Rusia untuk menghindari larangan PBB.

    Pada bulan Juni, pejabat Rusia senior, Sergei Shoigu, untuk pertama kalinya mengakui bahwa 5.000 warga Korea Utara akan dikirim untuk membangun kembali Kursk, wilayah Rusia yang sempat direbut oleh pasukan Ukraina tahun lalu.

    KCNABunga-bunga ini dikirimkan kepada Kim Jong Un oleh berbagai perusahaan konstruksi Rusia pada bulan April, menurut media pemerintah Korea Utara

    Pejabat Korea Selatan juga mengatakan “sangat mungkin” beberapa warga Korea Utara akan segera dikerahkan untuk bekerja pada proyek rekonstruksi di wilayah Ukraina yang diduduki Rusia.

    “Rusia saat ini mengalami kekurangan tenaga kerja yang parah, dan warga Korea Utara menawarkan solusi yang sempurna. Mereka murah, pekerja keras, dan tidak menimbulkan masalah,” kata Andrei Lankov, profesor di Universitas Kookmin di Seoul dan pakar terkemuka dalam hubungan Korea Utara-Rusia.

    Berharap hidup lebih baik

    Pekerjaan konstruksi di luar negeri ini sangat diminati di Korea Utara karena menjanjikan gaji yang lebih baik daripada pekerjaan di dalam negeri.

    Para pekerja pergi dengan harapan lepas dari kemiskinan, mampu membeli rumah untuk keluarga mereka, atau memulai usaha saat kembali. Hanya pria-pria terpilih yang berangkat meninggalkan keluarga setelah melalui seleksi ketat.

    Namun, sebagian besar penghasilan mereka langsung dikirim ke negara Korea Utara sebagai “biaya loyalitas”. Sisa penghasilan biasanya antara US$100-US$200 (Rp1,6 juta-Rp3,2 juta) per bulan dicatat dalam buku besar.

    Pekerja hanya menerima kumpulan sisa penghasilan ini saat kembali ke rumah. In taktik baru, kata para ahli, untuk mencegah mereka melarikan diri.

    Ketika para pekerja menyadari kenyataan kerja yang keras dan kurangnya upah, hal itu sangat menghancurkan.

    Tae mengatakan dia merasa “malu” ketika mengetahui bahwa pekerja konstruksi lain dari Asia Tengah dibayar lima kali lipat lebih banyak darinya untuk sepertiga pekerjaan.

    Pekerja Jin masih kesal ketika mengingat bagaimana pekerja lain menyebut mereka budak. “Kalian bukan manusia, hanya mesin yang bisa bicara,” mereka mengejek.

    Pada suatu saat, manajer Jin memberitahunya bahwa dia mungkin tidak akan menerima uang saat kembali ke Korea Utara karena negara membutuhkannya. Saat itulah dia memutuskan untuk mempertaruhkan nyawanya untuk melarikan diri.

    Tae memutuskan untuk kabur setelah menonton video YouTube yang menunjukkan seberapa besar gaji pekerja di Korea Selatan.

    Suatu malam, ia mengemas barang-barangnya ke dalam kantong plastik, menyembunyikan selimut di bawah seprai tempat tidurnya agar terlihat seolah-olah ia masih tidur, dan diam-diam keluar dari lokasi konstruksi.

    Ia memanggil taksi dan menempuh ribuan kilometer melintasi negara untuk bertemu dengan seorang pengacara yang membantu mengatur perjalanannya ke Seoul.

    Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah kecil pekerja berhasil merencanakan pelarian mereka menggunakan ponsel bekas yang dilarang. Mereka membelinya dengan menabung dari uang saku harian yang mereka terima untuk rokok dan alkohol.

    BBCSejumlah buruh berhasil melarikan diri dari Rusia selama perang dan mencapai Seoul.

    Dalam upaya untuk mencegah pelarian ini, beberapa sumber memberitahu otoritas Korea Utara kini memperketat pembatasan terhadap kebebasan pekerja yang sudah terbatas.

    Menurut Prof Kang dari Universitas Dong-A, salah satu cara rezim tersebut mencoba mengendalikan pekerja selama setahun terakhir adalah dengan memaksa mereka mengikuti pelatihan ideologis dan sesi kritik diri yang lebih sering. Selama pelatihan, mereka diwajibkan menyatakan loyalitas kepada Kim Jong Un dan mencatat kelemahan mereka.

    Kesempatan langka untuk meninggalkan lokasi konstruksi juga telah dikurangi. “Para pekerja dulu bisa keluar berkelompok sekali sebulan, tetapi belakangan ini perjalanan tersebut hampir tidak ada lagi,” tambah Prof Kang.

    Kim Seung-chul, seorang aktivis berbasis di Seoul yang membantu menyelamatkan pekerja Korea Utara dari Rusia, mengatakan bahwa perjalanan tersebut kini dikontrol lebih ketat.

    “Dulu mereka diizinkan keluar berpasangan, tetapi sejak 2023 mereka harus bepergian dalam kelompok lima orang dan diawasi lebih ketat.”

    Dalam situasi ini, semakin sedikit pekerja yang berhasil melarikan diri. Pemerintah Korea Selatan memberitahu jumlah warga Korea Utara yang berhasil keluar dari Rusia setiap tahun dan tiba di Seoul telah berkurang setengah sejak 2022 – dari sekitar 20 orang per tahun menjadi hanya 10 orang.

    Andrei Lankov, pakar hubungan Korea Utara-Rusia, mengatakan tindakan ini kemungkinan sebagai persiapan untuk kedatangan lebih banyak pekerja.

    “Para pekerja ini akan menjadi warisan abadi persahabatan Kim dan Putin selama perang,” katanya, sambil menjelaskan bahwa para pekerja akan terus datang setelah perang berakhir dan penempatan pasukan serta senjata dihentikan.

    Laporan tambahan oleh Jake Kwon dan Hosu Lee

    (ita/ita)

  • Ramai-ramai Blokir WhatsApp, Simak Daftar Lengkapnya

    Ramai-ramai Blokir WhatsApp, Simak Daftar Lengkapnya

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Rusia resmi memberlakukan pembatasan terhadap layanan panggilan WhatsApp mulai Rabu (14/8). Pemerintah menuduh platform milik Meta itu gagal membagikan informasi penting yang dibutuhkan aparat dalam penyelidikan kasus penipuan dan terorisme.

    Langkah Rusia ini menambah panjang daftar negara yang memilih memblokir atau membatasi akses WhatsApp, baik secara penuh maupun sebagian. Alasan pembatasan umumnya karena keamanan nasional, pengendalian arus informasi, hingga regulasi komunikasi digital.

    Berikut daftar negara yang membatasi WhatsApp, dikutip dari Reuters, Jumat (15/8/2025).

    Blokir Penuh WhatsApp

    China yang mulai memblokir WhatsApp pada 2017 melalui sistem sensor internet ketat yang dikenal sebagai Great Firewall. Sistem ini menyaring dan memblokir lalu lintas data yang terhubung ke server luar negeri. Akibatnya, warga China beralih menggunakan aplikasi lokal seperti WeChat untuk komunikasi sehari-hari.

    Korea Utara yang sejak 2016 melarang WhatsApp bersama platform besar lainnya seperti Facebook, YouTube, dan Twitter. Negara ini memiliki salah satu sistem internet paling tertutup di dunia, di mana akses informasi dikontrol ketat oleh pemerintah.

    Blokir Sebagian WhatsApp

    Beberapa negara tidak memblokir WhatsApp secara total, tetapi membatasi fitur tertentu seperti panggilan suara atau video berbasis internet (Voice over Internet Protocol/VoIP).

    Rusia menjadi anggota terbaru kelompok ini dengan mulai membatasi WhatsApp sejak Rabu. Kebijakan ini muncul setelah bertahun-tahun berselisih dengan perusahaan teknologi asing terkait isu konten dan penyimpanan data pengguna.

    Uni Emirat Arab (UEA) melarang sebagian besar layanan VoIP sejak 2017, sehingga panggilan suara dan video gratis antar-internet tidak bisa digunakan. Meski demikian, pesan teks WhatsApp tetap berfungsi. Pada 2020, pemerintah setempat sempat membuka akses panggilan internet, termasuk WhatsApp, selama penyelenggaraan Expo Dubai.

    Qatar menerapkan pembatasan serupa terhadap panggilan VoIP, tetapi masih mengizinkan penggunaan pesan teks WhatsApp.

    Mesir tidak memberlakukan larangan penuh, namun beberapa kali memperlambat akses atau kualitas panggilan melalui WhatsApp.

    Yordania juga memiliki pembatasan terhadap layanan panggilan VoIP.

    Larangan Sesekali (Pernah Memblokir) WhatsApp

    Sejumlah negara tidak menetapkan larangan permanen, namun pernah memblokir WhatsApp dalam kondisi tertentu.

    Iran mencabut larangan WhatsApp pada tahun lalu sebagai langkah awal untuk melonggarkan pembatasan internet yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun.

    Turki saat ini tidak melarang WhatsApp, tetapi dalam beberapa kesempatan di masa lalu, pemerintah memblokir layanan ini untuk meredam gejolak politik domestik.

    Uganda pada 2021 melarang WhatsApp dan platform media sosial lain sebagai bentuk protes setelah Facebook memblokir akun-akun pro-pemerintah. Kebijakan ini kini telah dicabut.

    Kuba juga pernah membatasi akses ke media sosial dan aplikasi pesan instan, termasuk WhatsApp, pada 2021 di tengah situasi politik yang memanas.

    Amerika Serikat melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melarang penggunaan WhatsApp pada seluruh perangkat resmi sejak Juni 2025, mengacu pada memo internal yang dikirim ke seluruh staf.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Korut Tak Minat Berbaikan, Presiden Korsel Bilang Gini

    Korut Tak Minat Berbaikan, Presiden Korsel Bilang Gini

    Seoul

    Presiden Korea Selatan (Korsel), Lee Jae Myung, berjanji untuk “menghormati” sistem politik Korea Utara (Korut). Lee juga bertekad untuk membangun “kepercayaan militer” antara Seoul dan Pyongyang.

    Janji tersebut, seperti dilansir AFP, Jumat (15/8/2025), disampaikan Lee sehari setelah Korut menyatakan mereka tidak berminat untuk memperbaiki hubungan dengan Korsel, negara tetangganya.

    Lee telah berjanji untuk membangun hubungan dengan Korut dan mengupayakan dialog tanpa prasyarat sejak terpilih menjadi Presiden Korsel pada Juni lalu. Langkah ini berkebalikan dengan kebijakan pendahulunya, mantan Presiden Yoon Suk Yeol, yang agresif.

    Berbicara dalam acara peringatan pembebasan Korsel dari penjajahan Jepang, Lee mengatakan bahwa pemerintah Korsel “akan mengambil langkah-langkah konsisten untuk secara substansial mengurangi ketegangan dan memulihkan kepercayaan” dengan Korut.

    Peringatan pembebasan Korsel dari Jepang yang jatuh pada 15 Agustus ini, menurut Institut Nasional untuk Pendidikan Unifikasi Seoul, menjadi satu-satunya hari libur umum yang dirayakan di Korut dan Korsel.

    “Kami menegaskan rasa hormat kami terhadap sistem Korea Utara saat ini,” kata Lee, sembari menambahkan bahwa Seoul “tidak berniat melakukan tindakan-tindakan permusuhan”.

    “Saya berharap Korea Utara akan membalas upaya kami untuk memulihkan kembali kepercayaan dan menghidupkan kembali dialog,” ucapnya.

    Pidato Lee itu disampaikan sehari setelah Kim Yo Jong, adik perempuan pemimpin Korut Kim Jong Un, mengatakan Pyongyang “tidak memiliki keinginan untuk memperbaiki hubungan” dengan Seoul.

    Dia juga membantah laporan yang menyebut Korut sedang mencopot pengeras suara atau speaker propaganda di perbatasan kedua negara.

    Militer Korsel mengatakan pada Juni lalu bahwa kedua negara telah menghentikan siaran propaganda di sepanjang zona demiliterisasi. Pekan lalu, militer Seoul menambahkan bahwa pihaknya mendeteksi pasukan Korut sedang mencopot pengeras suara yang ada di perbatasan.

    Lihat juga Video ‘Korsel Bongkar Pengeras Suara Anti-Korut di Perbatasan’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Uluran Tangan Korsel Agar Baikan Ditepis Adik Kim Jong Un

    Uluran Tangan Korsel Agar Baikan Ditepis Adik Kim Jong Un

    Jakarta

    Uluran tangan Korea Selatan (Korsel) ditepis Korea Utara (Korut). Adik pimpinan Korut Kim Jong Un, Kim Yo Jong, bersikeras tidak mau berbaikan dengan tetangganya itu.

    Dirangkum detikcom dilansir kantor berita AFP, Kamis (14/8/2025), Korut dalam pernyataan barunya membantah laporan militer Korsel yang menyatakan Pyongyang telah mencopot pengeras suara propaganda di sepanjang perbatasan. Korut menegaskan tidak akan pernah mencopot pengeras suara itu.

    “Kami tidak pernah mencopot pengeras suara yang terpasang di wilayah perbatasan dan tidak bersedia mencopotnya,” kata Kim Yo Jong, adik perempuan penguasa Korea Utara Kim Jong Un, sebagaimana laporan KCNA.

    Namun, Kim Yo Jong menegaskan upaya Korsel untuk ‘meredakan ketegangan’ antara Korut dan Korsel melalui kabar penyingkiran pengeras suara propaganda di sisi perbatasan adalah sia-sia. Dia mengatakan hubungan Korut dan Korsel akan tetap seperti ini di masa mendatang.

    “Baru-baru ini, Korea Selatan telah mencoba menyesatkan opini publik dengan mengatakan bahwa ‘tindakan niat baik’ dan ‘kebijakan peredaan’-nya mendapat respons, serta menciptakan opini publik bahwa hubungan DPRK-Korea Selatan sedang ‘dipulihkan’,” katanya.

    “Kami telah mengklarifikasi pada beberapa kesempatan bahwa kami tidak memiliki keinginan untuk memperbaiki hubungan dengan Korea Selatan, dan pendirian serta sudut pandang yang konklusif ini akan ditetapkan dalam konstitusi kami di masa mendatang,” sambungnya.

    Diketahui, sejak terpilih pada Juni lalu, Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung telah berjanji untuk mendekati Korea Utara yang bersenjata nuklir dan mengupayakan dialog tanpa prasyarat, sebuah pembalikan dari pendahulunya yang keras kepala.

    Korea Selatan telah menyiarkan K-pop dan laporan berita dengan keras ke Korea Utara sebagai tanggapan terhadap Pyongyang yang menyiarkan suara-suara aneh dan meresahkan di sepanjang perbatasan yang telah menjadi gangguan besar bagi penduduk lokal Korea Selatan.

    Sebelumnya, militer Korsel beberapa waktu lalu melaporkan kedua negara telah menghentikan siaran propaganda di sepanjang zona demiliterisasi. Kementerian Pertahanan Korea Selatan mengatakan pada 5 Agustus mereka telah mulai menyingkirkan pengeras suara dari sisi perbatasannya sebagai “langkah praktis yang bertujuan untuk membantu meredakan ketegangan dengan Korea Utara”.

    Mengenai pencopotan pengeras suara yang dilakukan Korsel itu, Kim Yo Jong mengaku tidak peduli. Dia menegaskan hubungan Korsel dan Korut tidak akan berubah.

    “Terlepas dari apakah Korea Selatan menarik pengeras suaranya atau tidak, menghentikan siaran atau tidak, menunda latihan militernya atau tidak, dan mengurangi skalanya atau tidak, kami tidak peduli dan tidak tertarik pada mereka,” kata Kim.

    “Saya yakin bahwa kebijakan Seoul terhadap DPRK tetap tidak berubah dan tidak akan pernah berubah,” imbuhnya.

    Kedua negara secara teknis masih berperang karena Perang Korea 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.

    Simak juga Video: Korsel Copot Pengeras Suara Anti-Korut di Perbatasan, Ingin Baikan?

    Halaman 2 dari 3

    (whn/ygs)