Negara: Kanada

  • Terungkap! Ini Alasan Furnitur RI Bebas dari Tarif Trump

    Terungkap! Ini Alasan Furnitur RI Bebas dari Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA – Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) mengungkap alasan produk furnitur asal Indonesia tak dikenakan tarif resiprokal atau bea masuk tambahan ke Amerika Serikat (AS) yang ditetapkan oleh Presiden Donald Trump.

    Adapun, AS merupakan pasar ekspor utama mebel dengan pangsa sebesar 53% dan kerajinan 44%. 

    Ketua Umum HIMKI Abdul Sobur mengatakan industri furnitur Indonesia tidak termasuk dalam daftar yang dikenai tarif tambahan karena beberapa faktor keamanan dan hubungan perdagangan yang terjalin baik. 

    “Berdasarkan informasi terakhir, tarif tambahan yang diberlakukan oleh pemerintahan Donald Trump lebih difokuskan pada produk-produk dari Tiongkok dan beberapa sektor strategis lainnya,” ujar Sobur kepada Bisnis, Minggu (13/4/2025). 

    Dia pun menerangkan bahwa produk furnitur asal Indonesia tidak dianggap sebagai ancaman perdagangan oleh AS. Produk ini juga telah dikenal memiliki nilai tambah tinggi berbasis material alami dan kerajinan tangan. 

    Terlebih, furnitur Indonesia tidak bersaing langsung dengan produk manufaktur massal dari China yang menjadi sasaran utama tarif. Selain itu, hubungan perdagangan antara Indonesia dan AS dalam sektor furnitur selama ini cukup stabil dan cenderung saling menguntungkan. 

    “Meskipun furnitur Indonesia tidak terdampak langsung oleh tarif tersebut, kita tetap perlu waspada terhadap dampak lanjutan dari ketegangan perdagangan global,” terangnya. 

    Adapun, ekspor mebel ke AS tercatat mencapai US$943,3 juta pada 2023 kemudian naik menjadi US$1,03 miliar pada 2024 atau naik 9,73% sepanjang tahun lalu. 

    Sobur melihat peluang ekspor furnitur ke AS masih sangat terbuka dan bahkan bisa meningkat. Dengan memanfaatkan momentum ini, HIMKI mendorong para pelaku industri untuk memperkuat branding produk Indonesia sebagai furnitur berkelas dunia dengan nilai budaya dan keberlanjutan.

    Di sisi lain, pihaknya melihat potensi relokasi permintaan dari buyer AS yang sebelumnya mengambil dari China, yang bisa menjadi peluang sekaligus tantangan bagi produsen Indonesia.

    Himki juga menyoroti fluktuasi biaya logistik internasional dan perubahan kebijakan bea masuk dari negara lain akibat efek domino dari perang dagang ini.

    Tak hanya itu, ketidakpastian ekonomi global, yang bisa mempengaruhi daya beli konsumen di pasar utama seperti AS dan Eropa.

    “Jadi, meskipun kita tidak terkena tarif langsung, industri furnitur tetap perlu meningkatkan efisiensi, kualitas, dan kecepatan respons terhadap perubahan pasar global,” pungkasnya. 

    Untuk diketahui, sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, furnitur tak akan terkena tarif impor timbal balik atau resiprokal sebesar 32% dari Amerika Serikat (AS). 

    Dengan kata lain, ekspor furnitur ke Negeri Paman Sam tidak akan dikenakan tarif resiprokal. Airlangga mengatakan, furnitur masuk pengecualian dari kebijakan Presiden AS Donald Trump lantaran AS masih membutuhkan pasar alternatif untuk pasokan komoditas tersebut. 

    “Furnitur tidak dikenakan tarif tinggi karena timber [kayu] AS sedang perang dengan Kanada sehingga butuh sumber alternatif,” kata Airlangga dalam acara Sarasehan Ekonomi 2025 di Jakarta.

  • Negara-negara Korban Tarif Trump Harus Ajukan Gugatan ke WTO

    Negara-negara Korban Tarif Trump Harus Ajukan Gugatan ke WTO

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Arrmanatha Nasir menyatakan kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sudah sewajarnya dibawa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) oleh negara-negara yang terkena dampaknya.

    “Kalau kita masih berkomitmen kepada sistem multilateral, semestinya kita (negara-negara korban tarif AS) ramai-ramai membawa AS ke WTO karena yang dilakukan oleh Presiden Trump melanggar prinsip-prinsip WTO,” ungkap Wamenlu di Jakarta, Minggu (13/4/2025), dilansir dari Antara.

    Alih-alih menempuh jalur multilateral, negara-negara yang terancam tarif tinggi dari AS justru memilih pendekatan bilateral. Contohnya, Vietnam memberikan konsesi berupa tarif 0%, dan Indonesia sendiri berencana mengirim delegasi untuk bernegosiasi langsung dengan pihak AS.

    Arrmanatha menilai bahwa tindakan AS juga melanggar prinsip perlakuan yang sama bagi seluruh anggota WTO (most-favoured nation), terutama karena Washington menerapkan tarif yang sangat tinggi terhadap produk asal Tiongkok.

    Tak hanya itu, permintaan AS agar Indonesia menurunkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) guna memperoleh keringanan tarif dinilai bertentangan dengan prinsip national treatment WTO, yang menjunjung kesetaraan perlakuan antara produk domestik dan impor.

    Menurutnya, pendekatan kolektif untuk menggugat AS akan lebih kuat secara hukum dan politis karena mencerminkan solidaritas antarnegara dan komitmen pada sistem perdagangan global yang adil.

    Pada awal April, Presiden Trump menandatangani dekrit yang menetapkan tarif resiprokal kepada sejumlah negara, termasuk Indonesia yang dikenakan tarif hingga 32%. Namun, saat aturan ini seharusnya mulai berlaku pada 9 April, hanya tarif dasar sebesar 10% yang akhirnya diterapkan untuk sementara selama 90 hari.

    Meski demikian, AS tetap memberlakukan tarif tambahan hingga 145% terhadap produk dari Tiongkok, yang dibalas Beijing dengan tarif hingga 125% atas barang asal AS.

    Sementara itu, dalam pertemuan Dewan Perdagangan Barang WTO, sekitar 20 negara anggota telah mengkritik kebijakan tarif impor Trump. Negara-negara tersebut termasuk Tiongkok, Kanada, Jepang, Inggris, Norwegia, Australia, Selandia Baru, Singapura, dan Swiss.

  • Tupperware Resmi Tutup di RI Usai 33 Tahun Beroperasi

    Tupperware Resmi Tutup di RI Usai 33 Tahun Beroperasi

    Jakarta

    Produsen wadah penyimpanan makanan asal Amerika Serikat (AS), Tupperware mengumumkan untuk menutup bisnisnya di Indonesia usai 33 tahun beroperasi. Keputusan itu telah dilakukan per 31 Januari 2025.

    Melalui pengumuman resminya, Tupperware Brands Corporation memutuskan untuk menghentikan aktivitasnya di sebagian besar negara, termasuk Indonesia. Keputusan ini merupakan bagian dari langkah global perusahaan.

    “Dengan berat hati, kami mengumumkan bahwa Tupperware Indonesia secara resmi telah menghentikan operasional bisnisnya sejak 31 Januari 2025. Keputusan ini adalah bagian dari langkah global perusahaan,” tulis pengumuman di Instagram resmi @tupperwareid, Minggu (13/4/2025).

    Perusahaan menyebut sepanjang 33 tahun beroperasi di Indonesia bukanlah waktu yang singkat. Dalam kurun waktu itu, Tupperware telah menjadi bagian dari dapur, meja makan dan momen berharga keluarga Indonesia.

    “Dari bekal si kecil hingga hantaran penuh cinta, kami bangga telah menemani perjalanan Anda dengan produk yang dirancang untuk menginspirasi gaya hidup sehat, praktis dan modern,” ujar Tupperware Indonesia.

    Tupperware Indonesia juga menyampaikan rasa terima kasih atas kepercayaan dan dukungan yang telah diberikan selama ini kepada perusahaan.

    “Setiap perjalanan pasti memiliki akhir. Perjalanan luar biasa kami bersama keluarga Indonesia kini tiba di penghujung jalan,” imbuhnya.

    Sebelumnya berdasarkan catatan detikcom, Tupperware Brands sedang mempersiapkan pengajuan pailit. Rencana tersebut menyusul upaya perusahaan selama bertahun-tahun untuk bertahan di tengah pelemahan permintaan.

    Seiring berjalannya proses bisnis, Tupperware Brands tidak jadi bangkrut karena menempuh opsi menjual bisnisnya kepada kreditur senilai US$ 23,5 juta atau setara Rp 369,68 miliar (kurs Rp15.731). Perusahaan juga melepas bisnisnya kepada kreditur dalam bentuk keringanan utang senilai US$ 63 juta atau setara Rp 990,73 miliar.

    Adapun kreditur utama Tupperware itu ialah Alden Global Capital, Stonehill Institutional Partners dan Bank of America. Mereka akan mendapatkan nama merek Tupperware dan asetnya di pasar inti termasuk AS, Kanada, Meksiko, Brasil, Tiongkok, Korea, India dan Malaysia.

    “Perusahaan berencana untuk menghentikan operasinya di pasar tertentu dan beralih ke model bisnis yang mengedepankan teknologi serta tidak terlalu bergantung pada aset,” kata CEO Tupperware Laurie Ann Goldman dikutip dari Reuters, Sabtu (2/11/2024).

    (aid/rrd)

  • Wamenlu: Trump Langgar Aturan WTO!

    Wamenlu: Trump Langgar Aturan WTO!

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dianggap telah melanggar sistem multilateral dan berbagai aturan World Trade Organization atau Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pelanggaran itu menyusul kenaikan tarif barang impor puluhan negara yang masuk ke AS.

    Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Arrmanatha Christiawan Nasir mengungkap, proteksionisme yang diadopsi Trump menimbulkan ketidakpastian pada sistem perdagangan dunia.

    “Satu lagi building blocks yang ditaruh untuk meng-undermind sistem multilateral. Kebijakan Presiden Trump melanggar berbagai aturan WTO,” kata Arrmanatha dalam acara The Yudhoyono Institute di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Minggu (13/4/2025).

    Diketahui, eskalasi perang dagang kian meningkat usai Trump menetapkan tarif tambahan ke puluhan negara. Perang dagang kembali memanas kala tarif Trump dibalas oleh Presiden China Xi Jinping, di mana Tiongkok menetapkan tarif impor untuk barang AS sebesar 125%, setelah Trump menetapkan tarif 145% ke Negeri Tirai Bambu tersebut.

    Sementara di ASEAN, tercatat beberapa negara yang dipatok tarif tinggi oleh AS, yakni Kamboja 49%, Vietnam 46%, Thailand 36%, Indonesia 32%, dan Malaysia 24%. Namun, Arrmanatha mengatakan tidak ada negara yang hendak melaporkan kebijakan Trump ke WTO.

    “Tidak ada negara yang niat untuk membawa Amerika, kecuali China, Kanada, dan EU, ke WTO. Justru negara-negara lain ramai-ramai ingin memberikan over kepada Donald Trump untuk tidak dikenakan tarif yang memang secara aturan akan melanggar WTO,” tegasnya.

    Arrmanatha menilai, saat ini sistem multilateral gagal menjaga stabilitas dunia sebagaimana menjadi komitmen dari perang dunia kedua. “Liga Bangsa-Bangsa yang dibentuk paska perang dunia pertama yang bertujuan untuk mencegah perang dunia kembali, justru gagal dan berakibat pada perang dunia kedua. Ini yang tidak kita harapkan terjadi,” tegasnya.

    Ia menambahkan, Global Risk Report World Economic Forum 2025 mencatat ancaman bagi stabilitas dunia berkaitan erat dengan geo-ekonomi, resesi, stagnansi ekonomi, inflasi, pengangguran, perubahan iklim, hingga krisis pangan.

    Di sisi lain, Arrmanatha menyebut dunia juga terancam kemajuan teknologi, di mana saat ini terjadi berbagai macam bias informasi dan polarisasi sosial. Sementara konflik bersenjata kian memanas karena beberapa negara mulai mengadopsi senjata nuklir.

    Arrmanatha mengatakan, negara-negara ASEAN sendiri menempatkan perubahan iklim sebagai ancaman utama. Setelahnya, persoalan dan persaingan ekonomi antara negara-negara besar dunia.

    “Mayoritas ancaman terhadap stabilitas dunia di masa depan tidak hanya bersumber dari konflik bersenjata,” tutupnya.

    (rrd/rrd)

  • Tupperware Resmi Angkat Kaki dari Indonesia – Page 3

    Tupperware Resmi Angkat Kaki dari Indonesia – Page 3

    Sebelumnya, Tupperware comeback setelah menghentikan produksinya tahun lalu. Selama beberapa dekade, wadah merek tersebut bukan hanya tentang menyimpan makanan, tapi juga barang yang wajib dimiliki di rumah.

    Namun pada akhir 2024, melansir Says, Rabu (2/4/2025), perusahaan menghentikan operasinya, membuat para penggemar setianya kecewa. Setelah bertahun-tahun mengalami kesulitan keuangan akibat meningkatnya persaingan dan perubahan preferensi konsumen, perusahaan tersebut resmi mengajukan kebangkrutan pada September 2024.

    Pihaknya melaporkan utang yang melebihi 1 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Setelah kebangkrutan tersebut, Tupperware mengumumkan rencana restrukturisasi, mengalihkan fokus ke pasar-pasar utama, seperti Brasil, Kanada, China, India, Malaysia, Meksiko, Korea Selatan, dan AS. Sementara itu, operasi di beberapa negara Eropa ditutup karena meningkatnya utang, menurut The Brussels Times.

    Kini, pengusaha Prancis Cédric Meston telah mengakuisisi Tupperware Prancis dan memimpin upaya meluncurkan kembali merek tersebut di seluruh Eropa. Rencananya meliputi pemasaran dan strategi produk baru, serta kembali ke daya tahan khas merek tersebut dalam jangka waktu paling cepat bulan ini. Prancis, Belgia, Jerman, Italia, dan Polandia berada di urutan pertama untuk kembali memproduksi Tupperware.

    Meston menargetkan pendapatan yang besar, yaitu 100 juta euro (sekitar Rp1,8 triliun) pada akhir 2025. Perusahaan juga menargetkan 20 ribu tenaga penjualan independen yang membantu memperkenalkan kembali merek wadah makanan tersebut pada konsumen.

    Negosiasi dengan perusahaan induk AS sedang berlangsung untuk mengamankan hak lisensi. Meston yakin bahwa persetujuan akan segera datang. “Hanya tinggal hitungan jam atau hari sebelum kami mendapatkan lampu hijau,” katanya, menurut East Coast Radio.

  • Tarif Trump Jadi Bumerang, Korban Berjatuhan di Negeri Sendiri

    Tarif Trump Jadi Bumerang, Korban Berjatuhan di Negeri Sendiri

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah pebisnis Amerika Serikat (AS) mulai merasakan dampak nyata dari kebijakan tarif impor Presiden AS Donald Trump. Meski ada jeda 90 hari untuk sebagian negara, kenaikan tarif tetap menekan banyak sektor, mulai dari mainan anak-anak hingga industri hiburan.

    Dilansir Reuters, Minggu (13/4/2025), belasan pemilik bisnis menyampaikan tarif ini langsung meningkatkan biaya operasional. Kenaikan juga bahkan memaksa mereka membatalkan pesanan, menghentikan ekspansi, hingga menunda rekrutmen.

    Produsen lip balm memperkirakan lonjakan harga pokok sebesar US$5 juta. Seorang pengusaha tempat konser yang melihat kenaikan harga mengejutkan sebesar US$140.000 untuk memasang kursi baru di gedung pertunjukan.

    CEO Eco Lips, produsen produk kecantikan organik di Iowa, Steve Shriver, memperkirakan biaya produksinya akan melonjak US$5 juta dalam 12 bulan ke depan akibat tarif baru. Padahal, bahan utama perusahaannya seperti vanila, minyak kelapa, dan kakao tidak bisa diproduksi di dalam negeri.

    “Kami berhadapan dengan ketidakpastian rantai pasok di masa depan,” ujar Shriver.

    Perusahaannya membuat produk kesehatan dan kecantikan organik dengan bahan-bahan yang bersumber dari lebih dari 50 negara dan dijual di 40.000 toko di seluruh dunia. Perusahaan ini memiliki penjualan tahunan sekitar US$30 juta.

    Ia bahkan telah mengirim surat ke 300 kliennya untuk mengabarkan adanya kenaikan harga dan keterlambatan pengiriman. Shriver juga bilang, jeda 90 hari tarif ini belum menjadi solusi permanen. “Ini bisa berubah dalam 10 hari lagi,” katanya.

    Sementara itu, pemilik toko mainan Into the Wind di Colorado, Paul Kusler, mengeluhkan tarif 145% untuk produk dari China. Hampir seluruh barang dagangannya, mulai dari layang-layang hingga boneka, berasal dari China.

    “Tarif ini mengancam bisnis kami secara serius,” kata Kusler.

    Ia mencatat kenaikan harga 7%-10% untuk barang-barang yang sudah diterima di tokonya, dan memperkirakan permintaan konsumen akan terus menurun karena kekhawatiran atas inflasi bahan pokok.

    Sementara itu, pemilik Simplified di Florida yang menjual planner kantor mewah untuk wanita, Emily Ley, mengaku telah membayar lebih dari US$1 juta dalam pajak perdagangan sejak tarif China pertama kali diterapkan pada 2017. Dengan tarif baru, Ley memperkirakan jumlah itu akan bertambah dalam 12 bulan ke depan.

    “Kami sedang berjuang. Ini bisa membuat kami gulung tikar,” ungkapnya.

    Saat ini, Ley yang tengah menggugat pemerintah AS, menyatakan, pajak tersebut melanggar konstitusi.

    Dampak tarif juga dirasakan Direktur Eksekutif Newman Center for the Performing Arts di University of Denver, Aisha Ahmad-Post. Ia memesan 971 kursi baru dari Kanada seharga lebih dari US$560.000.

    Namun, setelah pengumuman tarif, harga proyeknya melonjak US$140.000 karena beban pajak tambahan 25%.

    “Kursi-kursi itu sudah dalam produksi. Kami tidak bisa mengubah vendor begitu saja,” kata dia. Kini, Ahmad-Post harus mencari cara untuk menutupi biaya tambahan tersebut di tengah upaya lembaga untuk memulihkan dana darurat pascapandemi Covid-19.

    (luc/luc)

  • Dampak Tarif AS ke Industri Padat Karya Indonesia, Pemerintah Siapkan Antisipasi

    Dampak Tarif AS ke Industri Padat Karya Indonesia, Pemerintah Siapkan Antisipasi

    PIKIRAN RAKYAT – Pemerintah terus berupaya melindungi industri padat karya dari dampak kebijakan tarif timbal balik atau resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS). Industri padat karya tidak hanya berfokus pada ekspor, tetapi juga memiliki peran besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

    Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri menyampaikan keprihatinannya terhadap kebijakan tarif tersebut. “Kami prihatin terhadap dampak tarif resiprokal AS terhadap industri padat karya, meliputi tekstil dan garmen, alas kaki, serta industri kelapa sawit dan produk turunannya,” ujarnya dalam acara “Public Forum: Regional Response to Trump 2.0” di Jakarta, Kamis (10/4/2025).

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

    Ia menjelaskan bahwa industri padat karya juga punya peran penting dalam pembangunan ekonomi di wilayah pedesaan. Oleh karena itu, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan para menteri untuk menyiapkan strategi jangka panjang menghadapi kebijakan AS tersebut.

    Strategi yang disiapkan pemerintah berfokus pada penguatan diplomasi, kerja sama regional, dan diversifikasi pasar ekspor agar Indonesia tidak bergantung pada satu negara tujuan.

    “Kami menghargai hubungan bilateral dan perdagangan dengan Amerika Serikat. Kami pun meyakini bahwa dialog terbuka adalah jalan terbaik untuk menghindari meningkatnya ketegangan perdagangan untuk kemudian hari,” ujar Dyah Roro.

    Melalui dialog tersebut, pemerintah ingin memperjelas cakupan kebijakan tarif resiprokal AS sekaligus membahas dampaknya. “Kerugian tidak hanya untuk eksportir Indonesia, tetapi juga untuk importir dan konsumen di Amerika Serikat,” tambahnya.

    Perluas pasar ekspor

    Dyah menyampaikan, Indonesia kini aktif memperluas pasar ekspor ke beberapa negara seperti Kanada, Uni Eropa, Iran, Jepang, dan Peru. Negara-negara tersebut dianggap penting untuk membuka akses pasar baru.

    Langkah tersebut ditandai dengan finalisasi beberapa perjanjian perdagangan bebas, yaitu Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA-CEPA), Indonesia-Peru CEPA, Indonesia-EU CEPA, Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), dan Indonesia-Iran Preferential Trade Agreement (II-PTA).

    Pasar Kanada dinilai potensial karena meningkatnya permintaan terhadap produk halal, makanan laut, hasil pertanian, dan tekstil dari Indonesia. Sementara itu, kerja sama dengan Peru dianggap sebagai pintu masuk ke pasar Amerika Latin.

    Di wilayah Amerika Latin, Indonesia berpeluang memperluas ekspor produk seperti kelapa sawit, karet, farmasi, makanan olahan, dan tekstil. “Tak kalah penting, juga ada Indonesia-EU CEPA. Ini kerja sama perdagangan yang paling ambisius,” kata Dyah.

    Uni Eropa, dengan proyeksi PDB mencapai 18,6 triliun dolar AS, merupakan salah satu pasar konsumen terbesar di dunia. Indonesia menargetkan peningkatan ekspor produk furnitur, tekstil, energi terbarukan, dan produk ramah lingkungan melalui kerja sama ini.

    Di kawasan Asia Pasifik, Indonesia menjalin kemitraan ekonomi dengan Jepang. Menurut Dyah, Jepang masih sangat bergantung pada impor bahan baku dan barang setengah jadi. “Ini menjadi peluang yang ingin kami eksplor lebih jauh,” ujarnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Korban Baru Tarif Trump, “Kiamat” Ancam Bayi-Bayi di Amerika

    Korban Baru Tarif Trump, “Kiamat” Ancam Bayi-Bayi di Amerika

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Donald Trump kembali memicu gejolak dengan kebijakan tarif yang tidak menentu, kali ini berdampak besar pada produk kebutuhan bayi. Di tengah masa jeda 90 hari yang diumumkan Rabu lalu terhadap tarif di lebih dari 75 negara, tarif universal 10% tetap berlaku dan beberapa negara seperti China tidak masuk dalam pengecualian.

    China kini dikenakan tarif impor sebesar 145%, angka yang dinilai menyulitkan berbagai industri termasuk produsen kebutuhan anak. Kondisi ini memperberat anggaran rumah tangga orang tua di AS yang rata-rata sudah menghabiskan lebih dari US$29.000 per tahun per anak, menurut laporan LendingTree.

    Kebutuhan dasar seperti popok, susu formula, tisu basah, pakaian bayi, nutrisi, hingga car seat menjadi beban tambahan yang makin berat di tengah lonjakan harga. Tanpa adanya pengecualian untuk produk bayi dalam kebijakan tarif, harga-harga diperkirakan akan segera meningkat.

    Sebelumnya, AS sempat mencabut tarif impor susu formula pada tahun 2022 melalui Formula Act, sebagai respons terhadap kelangkaan nasional. Namun kali ini, belum ada langkah serupa yang diambil untuk melindungi ketersediaan dan keterjangkauan produk bayi.

    Menurut laporan BabyCenter yang dikutip dari USA TODAY, Sabtu (12/4/2025), kenaikan harga kemungkinan besar akan terjadi, meski kelangkaan barang secara langsung belum diprediksi. Meski begitu, dampak tarif diperkirakan tidak merata bagi semua produsen dan jenis produk.

    Produsen besar kemungkinan masih mampu menyerap atau mendistribusikan beban biaya tambahan. Namun produsen kecil terancam kesulitan menjaga ketersediaan produk serta kestabilan harga di pasaran.

    Orang tua yang mengandalkan susu formula khusus-terutama yang diimpor karena alasan medis seperti alergi-akan terkena dampak lebih besar. Sebagian besar formula khusus ini diproduksi di Eropa, yang sempat ditetapkan tarif 20% sebelum jeda diberlakukan, tetapi kini tetap dikenakan tarif dasar 10%.

    David Warrick, EVP di perusahaan manajemen risiko rantai pasok Overhaul, menyebut bahwa formula impor biasanya datang dalam volume kecil dan biaya distribusinya sudah tinggi sejak awal. Penambahan tarif akan makin membebani harga jual di tingkat konsumen.

    Sektor susu formula AS sangat terpusat dan rentan terhadap gangguan. Sekitar separuh dari pasokan nasional dibeli oleh program bantuan pangan WIC, yang memiliki pembatasan merek dan jenis formula yang bisa dibeli.

    Tahun 2022, penutupan pabrik Abbott di Michigan menyebabkan gangguan 20% dari pasokan nasional, hingga pemerintah mencabut tarif impor demi mendatangkan formula dari Irlandia. Sebelum krisis itu, AS bahkan mengekspor lebih banyak formula dibanding mengimpor, dengan Kanada sebagai pembeli terbesar.

    Untuk produk popok, tidak semua komponen dibuat di AS meskipun produknya mengklaim “Made in USA.” Plastik, kemasan, dan bahan penyerap seperti bubur kayu atau serat bambu banyak diimpor dari negara seperti China, Vietnam, dan India.

    Sebelum masa jeda, impor dari Vietnam dikenakan tarif 46%, sementara dari India 26%, dan China tetap pada angka 145%. Kenaikan tarif terhadap bahan baku ini secara langsung menaikkan ongkos produksi dan akhirnya harga di pasaran.

    Warrick mengatakan, orang tua mungkin akan melihat bentuk penghematan terselubung dari produsen, seperti pengurangan isi kemasan atau hilangnya promo dan diskon. Harga yang sama untuk jumlah produk yang lebih sedikit menjadi cara umum perusahaan menyiasati kenaikan biaya.

    Namun kabar baiknya, kekurangan produk secara nasional belum diperkirakan terjadi untuk popok. Produsen besar seperti Huggies dan Pampers diyakini masih memiliki kapasitas untuk menstabilkan pasokan meski biaya naik.

    Kategori produk yang paling terancam adalah car seat dan stroller, yang sebagian besar dibuat di China. Karena sangat bergantung pada rantai pasok global dan regulasi keamanan dari Consumer Product Safety Commission (CPSC), gangguan tarif bisa menghambat ketersediaannya.

    Asosiasi Produsen Produk Anak (JPMA) sudah mengirim surat kepada pemerintah AS sejak Februari, meminta agar seluruh produk anak dikecualikan dari tarif. Mereka menekankan bahwa produk seperti car seat dan crib sangat penting untuk keselamatan bayi dan tidak boleh terganggu oleh kebijakan perdagangan.

    JPMA menyebut bahwa keluarga AS bisa terpaksa membeli produk bekas yang tidak sesuai standar keamanan bila harga produk baru melambung. “Kematian satu anak akibat tidak tersedianya produk penyelamat jiwa dengan harga terjangkau sudah terlalu banyak,” tulis JPMA dalam suratnya.

    (dce)

  • Fakta Baru Titanic Terungkap! Pemindaian 3D Bongkar Misteri Detik-detik Kapal Legendaris Tenggelam

    Fakta Baru Titanic Terungkap! Pemindaian 3D Bongkar Misteri Detik-detik Kapal Legendaris Tenggelam

    Jakarta: Sudah lebih dari seabad sejak tenggelamnya R.M.S. Titanic, namun kisahnya terus membuat dunia penasaran. 
     
    Kini, teknologi canggih kembali membongkar misteri besar dalam sejarah pelayaran itu. Lewat pemindaian 3D bawah laut terbaru, kita bisa melihat Titanic dengan cara yang belum pernah ada sebelumnya, lengkap hingga ke setiap paku kelingnya!
     
    National Geographic, bekerja sama dengan pembuat film Anthony Geffen dan perusahaan pemetaan laut dalam Magellan, baru saja merilis temuan mengejutkan lewat dokumenter spesial. 

    Tayangan ini hadir tepat di momen peringatan 113 tahun tragedi Titanic, dan menawarkan perspektif baru yang bikin bulu kuduk merinding.
     

    Titanic dipindai ulang
    Proyek ambisius ini dimulai pada tahun 2022, dan memakan waktu hampir dua tahun untuk menyelesaikan analisisnya. 
     
    Hasilnya? Sebuah model digital Titanic dalam bentuk 3D super detail, yang membuat kita seolah berada langsung di dasar laut, melihat bangkai kapal bersejarah itu dengan mata kepala sendiri.
     
    Yang paling mencengangkan, pemindaian ini menantang teori lama soal bagaimana kapal itu pecah dan tenggelam setelah menabrak gunung es.
     

    Tragedi dingin di tengah samudra
    Titanic menabrak gunung es sekitar pukul 11:40 malam pada 14 April 1912, kurang dari 400 mil dari pantai Kanada. Dalam waktu kurang dari tiga jam, kapal mewah itu tenggelam ke dasar Samudra Atlantik.
     
    Dari total 2.240 penumpang dan kru, lebih dari 1.500 orang kehilangan nyawa, kebanyakan akibat hipotermia karena suhu air yang hanya sekitar -2 derajat Celsius.
    Teknologi membuka luka lama
    Lewat teknologi pemindaian mutakhir ini, banyak yang berharap misteri-misteri kecil yang selama ini belum terjawab dari tragedi Titanic bisa sedikit demi sedikit terkuak. 
     
    National Geographic menyebut proyek ini sebagai “pandangan ulang paling akurat dan manusiawi” terhadap kapal legendaris itu.
     
    Kini, Titanic bukan hanya sekadar kisah dalam buku sejarah, tetapi kembali hidup lewat visual digital yang menggugah rasa penasaran dan empati kita terhadap salah satu tragedi paling menyayat hati di dunia pelayaran.
     

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Wall Street Menguat Akhiri Pekan yang Penuh Gejolak

    Wall Street Menguat Akhiri Pekan yang Penuh Gejolak

    Jakarta, Beritasatu.com – Indeks utama Wall Street melonjak tajam pada Jumat (11/4/2025), mengakhiri pekan yang penuh gejolak akibat memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

    Indeks S&P 500 menguat 1,8% setelah sempat berfluktuasi. Dow Jones Industrial Average juga bangkit dari penurunan awal hampir 340 poin menjadi naik 619 poin atau 1,6%. Sementara itu, indeks Nasdaq melonjak 2,1%.

    Secara keseluruhan, indeks S&P 500 naik 95,31 poin menjadi 5.363,36. Indeks Dow Jones Industrial Average naik 619,05 poin menjadi 40.212,71, dan indeks Nasdaq Composite naik 337,14 poin menjadi 16.724,46.

    Dilansir dari AP, kenaikan indeks utama Wall Street terjadi di tengah meredanya tekanan dari pasar obligasi AS, yang selama sepekan ini memberikan sinyal kekhawatiran serius sehingga menarik perhatian para investor dan Presiden Donald Trump.

    Imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun sempat menembus 4,58% pada pagi hari, naik tajam dari 4,01% sepekan sebelumnya. Kenaikan imbal hasil ini bisa berdampak pada suku bunga KPR dan pinjaman lainnya, memperlambat ekonomi dan mengindikasikan tekanan pada sistem keuangan.

    Namun, imbal hasil tersebut turun kembali ke level 4,48% pada sore hari. Meski masih lebih tinggi dari sehari sebelumnya, penurunan ini meredakan ketegangan pasar.

    Kenaikan imbal hasil obligasi selama sepekan ini tergolong tidak biasa, karena biasanya terjadi penurunan saat sentimen pasar memburuk. Investor global diduga mulai melepas obligasi AS akibat kekhawatiran perang dagang dan tindakan Trump yang tidak konsisten soal tarif impor. Bahkan, muncul keraguan terhadap citra AS sebagai tempat paling aman menyimpan dana.

    Nilai tukar dolar AS juga terus melemah terhadap berbagai mata uang utama seperti euro, yen Jepang, dan dolar Kanada. Di sisi lain, harga emas mencetak rekor baru, memperkuat reputasinya sebagai aset lindung nilai di tengah ketidakpastian.

    Gejolak pasar juga kembali memanas setelah China mengumumkan kenaikan tarif balasan atas produk-produk AS hingga 125%, menyusul eskalasi tarif oleh Trump.

    “Tarif-tarif AS terhadap China kini menjadi permainan angka tanpa makna ekonomi, dan akan menjadi bahan tertawaan dalam sejarah ekonomi dunia,” ujar juru bicara Kementerian Keuangan China.

    Ketegangan antara dua ekonomi terbesar dunia ini dinilai bisa memicu resesi global, meski Trump sebelumnya telah mengumumkan jeda 90 hari untuk sebagian tarif, kecuali untuk China.

    Sementara itu, lonjakan saham pada Jumat juga didorong laporan keuangan sejumlah bank besar AS yang melampaui ekspektasi. JPMorgan Chase, Morgan Stanley, dan Wells Fargo membukukan laba kuartal pertama yang kuat. Saham JPMorgan naik 4%, Morgan Stanley naik 1,4%, sementara Wells Fargo turun 1%.

    Pada saat Wall Street menguat, di pasar internasional, pergerakan indeks saham cenderung bervariasi. Indeks DAX Jerman turun 0,9%, sementara FTSE 100 Inggris naik 0,6%. Nikkei 225 Jepang anjlok 3%, sedangkan Hang Seng Hong Kong naik 1,1%.