Negara: Kanada

  • Pesawat Ruang Angkasa yang Gagal Capai Venus Jatuh ke Bumi pada Mei: Seberapa Besar Risikonya?  – Halaman all

    Pesawat Ruang Angkasa yang Gagal Capai Venus Jatuh ke Bumi pada Mei: Seberapa Besar Risikonya?  – Halaman all

    Pesawat Ruang Angkasa yang Gagal Capai Venus Jatuh ke Bumi: Seberapa Besar Risikonya? 

    TRIBUNNEWS.COM – Bagian dari wahana antariksa buatan Soviet yang diluncurkan hampir 50 tahun lalu untuk mencapai Venus bisa jatuh ke Bumi minggu ini.

    Dilansir Anews, para ahli memperkirakan jatuhnya wahana tersebut akan terjadi sekitar pertengahan Mei.

    Wahana antariksa yang disebut “Kosmos 482” itu mungkin memiliki bagian yang menurut para ilmuwan merupakan kapsul pendaratan, meskipun bagian pastinya masih belum diketahui.

    Kapsul tersebut dirancang untuk menahan suhu dan tekanan ekstrem Venus, sehingga dapat tetap utuh saat melewati atmosfer Bumi.

    Menurut Dr Jonathan McDowell dari Pusat Astrofisika Harvard-Smithsonian, jika bagian ini memang kapsul pendaratan, pelindung panasnya dapat memungkinkannya bertahan dari benturan dengan Bumi.

    Namun, McDowell menambahkan, “Peluangnya jatuh ke tanah sangat kecil. Tidak ada alasan yang perlu dikhawatirkan, tetapi Anda tentu tidak ingin benda itu jatuh menimpa kepala Anda.”

    Gagal Capai Venus

    Kosmos 482 merupakan bagian dari program Venera Uni Soviet yang diluncurkan pada tahun 1972 untuk mencapai Venus. 

    Akan tetapi, wahana antariksa tersebut gagal meninggalkan orbit Bumi dan menuju Venus.

    Akibatnya, misi yang gagal pada saat itu dicatat dengan nama “Kosmos.”

    Wahana antariksa lain yang diluncurkan selama misi yang sama berhasil mencapai permukaan Venus dan mengirimkan data selama sekitar 50 menit.

    Namun, Kosmos 482 tetap berada di orbit.

    Berdasarkan perilaku orbitnya, para ahli kini yakin bahwa objek yang diperkirakan jatuh itu adalah kapsul yang padat dan kuat.

    PLANET VENUS – Gambar planet Venus. Sebuah wahana antariksa yang diluncurkan 50 tahun untuk mencapai planet ini, gagal dan kemungkinan akan jatuh ke bumi.

    Risiko Rendah, Tetapi Bukan Berarti Tak Ada

    Menurut Aerospace Corporation yang berpusat di AS, kemungkinan jatuhnya puing-puing tersebut dapat membahayakan manusia adalah 1 berbanding 25.000.

    Puing-puing antariksa dan bagian-bagian roket lama memasuki atmosfer dengan cara yang sama setiap tahun, dan sebagian besar terbakar.

    Namun, kapsul ini mungkin lebih tahan lama karena desainnya.

    Pakar lalu lintas antariksa Marco Langbroek dari Universitas Teknologi Delft menyatakan bahwa wilayah geografis tempat jatuhnya objek itu sangat luas, meliputi sebagian Afrika, Amerika Selatan, Australia, AS, Kanada, Eropa, dan berbagai wilayah Asia.

    Akan tetapi, karena 70 persen Bumi ditutupi oleh lautan, kemungkinan jatuhnya objek itu ke laut lebih tinggi.

    Jangan Disentuh

    Para ahli menekankan bahwa jika kapsul itu mendarat di daratan, orang harus menghindari mendekatinya, karena kendaraan luar angkasa lama mungkin mengandung bahan bakar berbahaya.

    Parker Wishik dari Aerospace Corporation mengemukakan bahwa berdasarkan Perjanjian Luar Angkasa 1967, kepemilikan puing yang jatuh masih menjadi milik Rusia, yang mungkin berupaya mengambil kembali reruntuhan wahana antariksa tersebut.

    Wishik juga menyoroti pentingnya tindakan terhadap sampah luar angkasa: “Apa pun yang Anda kirim ke luar angkasa dapat kembali kepada Anda beberapa dekade kemudian.”

  • Manipulasi Opini di Ruang Digital Ancam Demokrasi, Pengamat: Masyarakat Sipil Jadi Harapan
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        8 Mei 2025

    Manipulasi Opini di Ruang Digital Ancam Demokrasi, Pengamat: Masyarakat Sipil Jadi Harapan Regional 8 Mei 2025

    Manipulasi Opini di Ruang Digital Ancam Demokrasi, Pengamat: Masyarakat Sipil Jadi Harapan
    Tim Redaksi
    SEMARANG, KOMPAS.com –
    Wakil Rektor Riset, Inovasi, Kerja Sama, dan Komunikasi Publik Universitas Diponegoro (
    Undip
    ) sekaligus pengamat politik, Wijayanto mengungkap, gerakan masyarakat sipil menjadi satu-satunya harapan yang bisa menjawab tantangan
    demokrasi
    di era digital.
    Pasalnya ketimbang memperluas partisipasi, saat ini
    media sosial
    justru dimanfaatkan penguasa untuk membungkam suara, menyebar propaganda, dan membentuk “enklave algoritmik” yang memperkuat polarisasi emosional di masyarakat.
    “Ironisnya, apa yang dulu dianggap sebagai ruang bebas kini menjadi arena represi digital,” tutur Wijayanto dalam kuliah umum dan diskusi publik bertema “Memahami Politik Algoritma Sosial Media” di Ruang Teater FISIP
    UNDIP
    pada Kamis, (7/5/2025).
    Terlepas dari besarnya tantangan dan polarisasi di dunia digital, ia tetap optimistis dengan kekuatan masyarakat sipil yang menjadi pilar penting dalam menjaga ruang publik yang sehat.
    “Dalam menghadapi tsunami disinformasi dan manipulasi opini publik, masa depan demokrasi digital sangat bergantung pada siapa yang mengendalikan teknologi, serta sejauh mana masyarakat mampu membangun institusi dan norma yang menjunjung deliberasi terbuka dan inklusif,” ujar dia.
    Dosen Tamu dari Universitas Carleton Kanada, Prof. Merlyna Lim, membahas dalam bukunya bahwa algoritma media sosial telah menciptakan jebakan kapitalisme komunikasi yang membuat ekspresi personal diperdagangkan demi likes dan shares.
    “Saya juga membahas politik algoritmis yaitu politik yang memanipulasi alat-alat digital terutama algoritma media sosial dan AI dan lain-lain untuk manuver-manuver politik dalam dan memanipulasi opini publik di Asia Tenggara. Ini adalah politik yang bergerak secara tak kasatmata, lewat sistem digital yang mengatur apa yang kita lihat dan rasakan,” tutur Merlyna.
    Merlyna memaparkan bahwa algoritma media sosial dikendalikan politisi atau penguasa yang memiliki modal besar. Kondisi ini disebut mengancam kesehatan demokrasi digital di Asia Tenggara.
    Ia mengungkap terdapat pergeseran persebaran konten digital dari yang semula negatif disinformasi atau manipulasi informasi negatif kepada publik menjadi disinformasi positif.
    Bila dalam politik amerika dikenal dengan manuver algoritma white branding, ia menyebutnya politik sundel bolong di Indonesia. Yaitu menampakkan citra cantik di dunia diigital, tapi belakangnya bolong atau memiliki rekam jejak yang suram.
    “Ini penggunaan alat-alat digital ya, medsos, algoritma, AI, deep fake dan lain-lain secara profesional dan didukung oleh sumber finansial yang mumpuni untuk memanipulasi pencitraan dan memainkan emosi masyarakat. Untuk mencuci citra bagi para-para political figure dan kandidat yang punya masa lalu suram atau abu-abu diciptakan (dikemas) secara baru,” beber dia.
    Menurutnya netralitas teknologi adalah ilusi, sehingga masyarakat sipil dan akademisi perlu terus mengkritisi dan mendorong penguatan literasi digital yang lebih transformatif.
    Merlina menilai pentingnya membuka ruang dialog dan membongkar ilusi-ilusi digital agar masyarakat secara umum dapat lebih kritis dalam membaca teks-teks di media sosial.
    “Di luar si algoritmanya, sebetulnya membangun nalar kritis ya. Itu semua mungkin bisa ditanamkan di dalam sistem pendidikan baik formal maupun informal, sehingga itu bisa menjadi counter dari manipulasi algoritmis tadi. Jangan terbajak oleh algoritmic virality ya,” harap dia.
    Peneliti sosiologi media dan politik, Nurul Hasfi, meyakini pendekatan Merlyna dalam buku tersebut menjadi refleksi kritis komunikasi politik di era digital.
    “Buku ini mengingatkan para elit dan negara agar lebih etis dalam menggunakan media sosial, bukan sekadar alat kampanye, tetapi juga sarana mendidik masyarakat demokratis,” tutur Nurul.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Arti Kemenangan Partai Buruh di Australia Bagi Warga Indonesia

    Arti Kemenangan Partai Buruh di Australia Bagi Warga Indonesia

    Sudah hampir sepekan hasil pemilu Australia diumumkan, dengan hasil yang masih sama: Partai Buruh menang telak dan Anthony Albanese mempertahankan kursi perdana menteri.

    Penghitungan suara masih dilakukan di sejumlah daerah pemilihan (dapil) atau, istilahnya di Australia, ‘electorate’.

    Seiring dengan lebih banyak hasil yang masuk, semakin menarik juga untuk diamati karena ada sejumlah hasil yang mengejutkan.

    Peter Dutton, pemimpin oposisi Australia, kehilangan kursinya di parlemen, menyebabkan krisis kepemimpinan dalam Partai Liberal.

    Kejutan lainnya baru terjadi Rabu kemarin (07/05), ketika pemimpin Partai Hijau atau ‘Greens’, yakni Adam Bandt, kehilangan kursinya karena kalah di dapil Melbourne.

    Padahal Partai Hijau, yang mengklaim lebih mengedepankan isu-isu lingkungan dan keadilan sosial, adalah salah satu partai yang populer bagi warga Australia yang tak ingin pemerintahnya dikuasai dua partai besar, yakni Partai Buruh dan Partai Liberal.

    Apa artinya bagi warga Indonesia?

    Sangat menarik untuk melihat dinamika politik dan demokrasi Australia, sebagai salah satu negara tetangga terdekat Indonesia yang bisa jadi sering tidak kita perhatikan.

    Padahal hasil pemilu dan iklim politik di Australia secara tidak langsung berdampak bagi warga Indonesia yang semakin berminat untuk belajar, juga bekerja di Australia lewat program ‘Work and Holiday Visa’ (WHV).

    Partai Buruh, yang dipastikan membentuk kelompok mayoritas di parlemen Australia, akan lebih mudah meloloskan kebijakan dan peraturan yang dibuatnya tanpa terlalu banyak tekanan dari pihak oposisi.

    Itu artinya, kita harus melihat lebih jauh apa kebijakan-kebijakan yang ditawarkan oleh Partai Buruh.

    Anthony Albanese perlu mewujudkan janji-janjinya, seperti meningkatkan pelayanan kesehatan dengan menyediakan lebih banyak kesempatan bagi warga Australia untuk mendapatkan akses ‘bulk billing’, di mana biaya kunjungan ke dokter umum dibayar belakangan oleh negara dan tidak ditanggung sepenuhnya oleh pasien.

    Ia juga berjanji mempermudah mereka yang akan membeli rumah untuk pertama kalinya, dengan cukup membayar uang muka 5 persen dari harga rumah.

    Selain itu, masih ada sederet janji lainnya-janjinya yang lebih fokus untuk meringankan biaya hidup yang semakin mahal di Australia.

    Tapi dalam anggaran yang diajukan bulan Maret lalu, terungkap juga kalau pemerintahan di bawah Partai Buruh akan memangkas jumlah pendatang, memangkas jumlah siswa internasional dengan menaikkan biaya ‘student visa’, hingga peraturan yang lebih ketat bagi warga asing yang ingin membeli properti.

    Tak ada suara yang terbuang

    Meski Indonesia dan Australia sama-sama negara demokrasi, tapi baik sistem pemerintahannya dan praktik pemilunya berbeda.

    Terlibat secara aktif dalam demokrasi adalah hal yang diwajibkan di Australia, sehingga mereka yang tidak memilih bisa terkena denda.

    Kebijakan partai dan para pemimpinnya lebih menjadi fokus dalam kampanye mereka, dan kampanye, sementara bagaimana mereka bisa menjawab masalah warga menjadi nilai jualnya.

    Di jalan raya, tak ada kesemrawutan spanduk dan foto politisi lengkap dengan gelar akademik dan nama orangtua atau anak-anaknya.

    Meski spanduk partai dan kandidat independen masih diperbolehkan untuk dipajang di hari pemilihan, setidaknya tidak ada laporan soal “serangan fajar” dalam bentuk uang atau bantuan sosial.

    “Democracy sausage” yaitu, roti isi sosis, menjadi salah satu ikon demokrasi di Australia, meski tidak semua gratis mendapatkannya

    Biasanya roti sosis yang disiapkan oleh sukarelawan ini dijual untuk kepentingan amal, yang hasil penjualannya didonasikan untuk sekolah atau gedung tempat pemungutan suara berlangsung.

    Tapi yang paling menarik adalah kertas suara, karena pemilih bukan mencoblos satu pilihan saja, melainkan menuliskan nomor sesuai urutan preferensinya atau istilahnya ‘prefential voting’.

    Cara penghitungan ‘preferential voting’ sedikit kompleks dan butuh waktu untuk memahaminya.

    Tapi dengan cara ini, Australia memastikan suara warganya tidak terbuang, selain karena kandidat harus punya lebih dari 50 persen pemilih jika ingin memenangi pertarungan politik.

    Cara ini juga memberikan kesempatan kepada partai-partai kecil dan kandidat independen untuk unggul dalam perolehan suara, jika mereka mendapat urutan pertama atau kedua dalam preferensi pemilih.

    Untuk gambaran mudahnya kita menggunakan skenario Prabowo Subianto, Anies Baswedan, dan Ganjar Pranowo, yang seandainya, bersaing memperebutkan daerah pemilihan Melbourne untuk duduk di parlemen Australia.

    Maka kita wajib menuliskan nomer 1, 2, dan 3 di samping nama mereka, sesuai urutan preferensi, bukan hanya memilih salah satu di antaranya.

    Dengan mengikuti hasil Pilpres 2025, yakni Ganjar Pranowo yang mendapatkan suara paling sedikit, maka suara untuk Ganjar akan didistribusikan ke Prabowo dan Anies, tergantung siapa yang menjadi preferensi selanjutnya dari para pemilih.

    Demikian seterusnya, hingga kemenangan Prabowo bisa jadi karena “swing” atau pengalihan suara dari Anies dan Ganjar.

    ‘Trumpisme’ mewarnai pemilu Australia

    Kembali ke hasil pemilu Australia, setidaknya ada dua teori mengapa Partai Liberal bisa kalah telak dalam pemilu Australia tahun ini.

    Pertama, sejumlah warga di dapil Dickson, yang jadi daerah pemilihan Peter Dutton, menjelaskan alasan mereka tidak lagi mendukung sosok yang sudah mewakili mereka selama 24 tahun.

    Kampanye Partai Liberal yang buruk adalah salah satunya, yang juga sudah diakui sendiri oleh Peter Dutton sesaat sebelum pemilu digelar.

    Menurut warga di dapil Dickson, ide-ide dan kebijakan yang ditawarkan pemimpin Partai Liberal tersebut sebenarnya bagus, tapi mereka ingin “sesuatu yang berbeda” setelah aspirasi mereka diwakili orang yang sama selama lebih dari dua dekade.

    Tapi yang paling menonjol adalah teori kedua, yakni Peter Dutton identik dengan Donald Trump dalam sejumlah kebijakannya.

    Di kalangan pengkritiknya, Dutton mendapat sebutan “Temu Trump”, yang merujuk versi murah dari Donald Trump setelah slogan andalannya “Let’s get Australia back on track” dianggap mirip dengan “Make America Great Again” milik Trump.

    Dalam kampanye-nya, Dutton dicap anti-migran setelah berencana memangkas jumlah migrasi hingga demi menyelamatkan warga Australia dari krisis lapangan kerja dan kepemilikan rumah.

    Ia juga akan memangkas layanan publik, termasuk jumlah pegawai sipil, yang dianggapnya sebagai pemborosan.

    Kebijakan ini dianggap mirip dengan efisiensi yang dilakukan Trump dengan membentuk Department of Government Efficiency, yang tak jelas dipimpin siapa, meski Elon Musk dipastikan sebagai ‘person in charge’.

    Jika Anda mengenal Voice of America (VOA), yang siaran dan kontennya juga tersedia dalam bahasa Indonesia, dan kini menyadari sudah lama tak mendengar atau melihat VOA Indonesia di jejaring sosial, ini tak lepas karena pengaruh DOGE, seperti dikatakan Ami Bera, representatif US Congressional.

    Gaya Trump lainnya yang juga dituduh ditiru oleh Dutton adalah saat ia menyebut anak-anak sekolah di Australia telah didoktrin dengan “woke agenda” dalam kurikulum mereka, juga ketika Dutton lebih memilih tenaga nuklir untuk sumber energi terbarukan.

    Hasil pemilu di Australia kemarin menunjukkan, sama seperti Kanada, Australia tak ingin memiliki sosok yang menyerupai Donald Trump sebagai pemimpinnya.

    Tetapi sejumlah kritik juga menyertai kemenangan Partai Buruh.

    Salah satunya yang menganggap kemenangan Partai Buruh dan Anthony Albanese bukan sebuah kemenangan murni, namun “terbantu” warga yang menolak Dutton dan Trump.

    Namun, Partai Buruh yakin fokusnya untuk memerangi biaya hidup yang mahal dan mengembalikan layanan kesehatan yang mendasar adalah alasan warga Australia kembali mempercayakan partainya untuk memimpin.

  • Campak Kembali Mengganas di Seluruh Dunia

    Campak Kembali Mengganas di Seluruh Dunia

    Jakarta

    Campak sejatinya merupakan penyakit yang sangat memungkinkan untuk diberantas. Virus ini hanya menular antar manusia dan tidak bisa bertahan lama di lingkungan. Vaksinnya pun tergolong murah dan sangat efektif. Jika 95 persen populasi mendapatkan imunisasi, penyakit mematikan ini bisa sepenuhnya menghilang dari muka bumi.

    Pada tahun 2000, sebanyak 82 negara, termasuk Amerika Serikat, telah berhasil mengeliminasi campak di wilayahnya. Namun kini, campak kembali merebak di seluruh dunia.

    Di Yaman, tercatat lebih dari 10.000 kasus pada April 2025. Sementara India melaporkan lebih dari 7.000 kasus, menjadikan campak sebagai penyebab kematian tertinggi akibat penyakit menular pada anak-anak di negara tersebut.

    Amerika Serikat pun mengalami salah satu wabah campak terburuk dalam beberapa dekade. Virus ini bahkan telah menyeberang ke negara tetangga, Meksiko dan Kanada. Sejak awal 2025, ketiga negara ini telah mencatatkan 2.500 kasus dan empat kematian akibat campak.

    Eropa juga tidak luput, di mana kasus campak meningkat dua kali lipat antara 2023 dan 2024, mencapai angka tertinggi sejak 1997 dengan 127.350 kasus tercatat pada 2024.

    Mengapa campak kembali aktif?

    Penyebab utama merebaknya kembali campak adalah turunnya tingkat vaksinasi. Menurut Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC), 87 persen kasus campak pada 2024 terjadi pada orang yang belum divaksinasi.

    “Campak kembali, dan ini adalah alarm peringatan,” kata Direktur Regional WHO untuk Eropa, Hans P. Kluge, dalam pernyataannya. “Tanpa tingkat vaksinasi yang tinggi, tidak ada keamanan kesehatan. Setiap negara harus memperkuat upaya menjangkau komunitas yang belum divaksinasi.”

    WHO memperkirakan vaksinasi telah mencegah 60 juta kematian akibat campak di seluruh dunia antara tahun 2000 hingga 2023.

    Herd immunity butuh 95 persen vaksinasi

    Untuk mengendalikan campak, tingkat cakupan vaksinasi harus melampaui 95 persen yang merupakan ambang kekebalan kelompok atau herd immunity. “Namun seperti yang kita lihat dalam beberapa tahun terakhir, ini sangat sulit dicapai secara global,” ujar Helen Bedford, pakar kesehatan anak dan imunisasi dari University College London. Inggris.

    Campak juga merupakan salah satu penyakit paling menular di dunia. “Jika satu orang tertular, 90 persen orang rentan di sekitarnya bisa ikut terinfeksi,” jelas Bedford.

    Dampak tren penurunan vaksinasi

    Analisis ECDC menunjukkan bahwa cakupan vaksinasi rutin anak terhadap campak di banyak negara masih di bawah standar eliminasi. Hanya empat negara di Eropa yang mencapai ambang ≥95 persen untuk dosis kedua vaksin campak pada 2024.

    Campak dapat dengan mudah menyeberang batas negara dan menyebabkan wabah di komunitas dengan cakupan vaksinasi yang rendah. Bahkan jika cakupan nasional tinggi, komunitas dengan angka imunisasi rendah tetap berisiko tinggi.

    “Kita sudah tidak lagi memiliki herd immunity terhadap campak di banyak negara,” tegas Bedford.

    Biang kerok kampanye anti-vaksin

    Penurunan kepercayaan terhadap vaksin dipicu oleh disinformasi, salah satunya berasal dari mantan dokter Inggris Andrew Wakefield pada akhir 1990-an. Dia memalsukan studi yang mengaitkan vaksin MMR dengan autisme, klaim yang kemudian terbukti keliru.

    Studi Wakefield yang sempat diterbitkan di jurnal The Lancet menyebabkan penurunan signifikan cakupan vaksinasi. Di Inggris, vaksinasi anak menurun 8 persen hingga 2002. Di AS, penurunan mencapai 2 persen pada 1999 dan 2000.

    Meskipun studi Wakefield telah dibantah, dampaknya masih terasa hingga kini. “Dan sekarang, pada 2025, kita melihat tokoh seperti Menteri Kesehatan AS Robert F. Kennedy kembali menyuarakan klaim palsu ini. Disinformasi seperti ini membahayakan dan merenggut nyawa,” ujar Michael Head, ahli epidemiologi dari Universitas Southampton.

    Harapan pemberantasan campak

    Kampanye anti-vaksin bukan satu-satunya penyebab penurunan imunisasi. Pandemi COVID-19 juga berdampak besar terhadap layanan kesehatan, termasuk program vaksinasi rutin.

    “Selama pandemi, layanan kesehatan kewalahan dan banyak orang tidak sadar bahwa vaksinasi rutin seharusnya tetap berjalan,” kata Bedford.

    Faktor sosial juga dinilai memainkan peran. Orang yang tinggal di wilayah tertinggal seringkali kesulitan mengakses fasilitas kesehatan. Sebuah studi terbaru menemukan bahwa wabah campak di Birmingham, Inggris, pada 2023–2024, sebagian besar terjadi di komunitas miskin dan kelompok minoritas yang memiliki angka vaksinasi rendah.

    “Solusinya sederhana: tingkatkan cakupan vaksinasi, dan setelah itu, jaga agar tetap tinggi. Tidak ada kata terlambat untuk divaksinasi, bahkan bagi orang dewasa,” tambah Bedford, menekankan bahwa program imunisasi campak membutuhkan komitmen politik dan investasi berkelanjutan.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha

    Editor: Yuniman Farid

    Sumber:

    Measles: Annual Epidemiological Report for 2024, European Centre for Disease Prevention and Control

    Sociodemographic inequalities in the epidemiology and vaccine uptake within a large outbreak of measles in Birmingham, England, 2023 to 2024. Published in Eurosurveillance, April 2025

    Lihat juga Video ‘Beda Monkeypox dengan Cacar Air dan Campak’:

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Hari Kedua Pemilihan Paus, Semua Mata Tertuju ke Cerobong Asap Kapel Sistina

    Hari Kedua Pemilihan Paus, Semua Mata Tertuju ke Cerobong Asap Kapel Sistina

    Jakarta

    Dunia Katolik dilanda harap-harap cemas pada hari Kamis (8/5), saat para kardinal yang bertugas memilih paus baru bersiap di Kapel Sistina, Vatikan untuk memulai hari kedua pemungutan suara mereka. Semua mata tertuju ke cerobong asap Kapel Sistina.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (8/5/2025), sebelumnya, gumpalan asap hitam mengepul di atas kerumunan yang memadati Lapangan Santo Petrus pada Rabu (7/5) malam waktu setempat. Hal ini mengonfirmasi bahwa pemungutan suara hari pertama konklaf belum memperoleh mayoritas dua pertiga suara untuk menunjuk pengganti mendiang Paus Fransiskus.

    Ke-133 kardinal menghabiskan malam di wisma tamu Santa Marta, dan akan melakukan misa private pada Kamis pagi waktu setempat, sebelum memulai hari kedua pemungutan suara.

    Jika pemungutan suara rahasia pertama pagi hari gagal lagi untuk mengidentifikasi pemenang yang jelas, maka pemungutan suara kedua akan diadakan. Jika tidak ada konsensus lagi, dua pemungutan suara lagi akan diadakan di sore hari.

    Para kardinal akan tetap berada di balik pintu tertutup sampai paus ke-267 yang baru terpilih mendapat berkat yang jelas untuk memimpin 1,4 miliar umat Katolik di dunia. Mereka disumpah untuk merahasiakan proses yang telah berlangsung berabad-abad itu.

    – ‘Asap hitam’ –
    Ruangan dikunci untuk menghindari gangguan dan kebocoran, satu-satunya cara para kardinal mengomunikasikan hasil suara mereka adalah dengan membakar surat suara mereka dengan bahan kimia untuk menghasilkan asap. Surat suara berwarna hitam jika tidak ada keputusan, atau putih jika mereka telah memilih paus baru.

    Dua pemilihan paus sebelumnya pada tahun 2005 dan 2013 berlangsung selama dua hari, tetapi beberapa pemilihan pada abad sebelumnya berlangsung selama lima hari. Yang terlama berlangsung hampir tiga tahun, antara November 1268 dan September 1271.

    Sebelum asap muncul, puluhan ribu orang — peziarah, turis, dan warga Roma yang penasaran — telah berkumpul di Lapangan Santo Petrus.

    “Saya tidak keberatan dengan asap hitam, itu menunjukkan Roh Kudus sedang bekerja. Akan ada pemungutan suara lainnya segera, kita akan mendapatkan paus kita,” kata James Kleineck, 37 tahun, dari Texas, Amerika Serikat saat melihat asap hitam dari Kapel Sistina pada Rabu (7/5).

    Barbara Mason, 50 tahun, melakukan perjalanan dari Kanada untuk konklaf tersebut, berharap untuk melihat seorang paus yang akan melanjutkan jejak progresif Paus Fransiskus.

    “Saya senang mereka meluangkan banyak waktu karena itu berarti mereka berpikir dengan saksama tentang siapa yang akan menjadi Paus,” katanya.

    Konklaf 2025 adalah yang terbesar dan paling internasional yang pernah ada, yang mempertemukan para kardinal dari sekitar 70 negara — banyak di antaranya sebelumnya tidak saling mengenal.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pemilihan Paus Baru: Asap Hitam Muncul Tanda Berakhirnya Hari Pertama Konklaf – Halaman all

    Pemilihan Paus Baru: Asap Hitam Muncul Tanda Berakhirnya Hari Pertama Konklaf – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Asap hitam muncul lewat cerobong asap di atas Kapel Sistina, Vatikan, Rabu (7/5/2025). 

    Asap hitam ini menjadi tanda berakhirnya Konklaf pemilihan Paus ke-267 pada hari pertama. 

    Artinya belum ada paus yang terpilih setelah pemungutan suara pertama konklaf.

    Diketahui asap hitam muncul dari cerobong asap di atas Kapel Sistina pada pukul 21.00 pada Rabu malam. 

    Sekitar 45.000 orang berkumpul di Lapangan Santo Petrus untuk menunggu pengumuman, yang diperkirakan akan terjadi setelah pukul 7 malam. 

    Akhirnya, mereka harus menunggu hingga pukul 9 malam, mengutip Vatikan News. 

    Di antara mereka yang berada di alun-alun tersebut adalah Diakon Nicholas Nkoronko dari Tanzania. 

    “Peran kami di sini adalah berdoa dan bergabung dengan umat Kristen lainnya, umat Katolik lainnya, untuk berdoa agar Roh Kudus membimbing seluruh proses ini,” ujarnya. 

    Diakon Nicholas Nkoronko menyebut dari manapun Paus baru itu berasal, darimana pun itu dari Afrika, Asia, Amerika, menurutnya yang dibutuhkan adalah seorang Paus yang suci.

    “Kita membutuhkan seorang Paus yang akan membimbing Gereja dan akan menjadi gembala Gereja.”

    10 Kardinal Potensi Jadi Kandidat Terkuat Paus

    1. Kardinal Peter Erdo, Uskup Agung Budapest, Hungaria

    Kardinal Peter Erdo, seorang ahli hukum yang menurut laporan berusia 72 tahun.

    Dirinya pemimpin Katolik dengan jabatan tertinggi di Hongaria.

    2. Kardinal Fridolin Ambongo, Uskup Agung Kinshasa, Republik Demokratik Kongo 

    Kardinal Fridolin Ambongo, merupakan presiden Simposium Konferensi Episkopal Afrika dan Madagaskar, dilansir CBS News.

    Jika terpilih, ia akan menjadi orang Afrika pertama yang dipilih untuk memimpin Gereja Katolik dalam lebih dari 1.500 tahun. 

    3. Kardinal Mario Grech, sekretaris jenderal Sinode Uskup

    Kardinal Mario Grech, berusia 68 tahun, adalah seorang ahli hukum yang memiliki pengaruh besar terhadap cara sinode di gereja dijalankan. 

    Grech berasal dari Malta, yang merupakan salah satu negara terkecil di dunia. 

    4. Kardinal Pietro Parolin, sekretaris negara Vatikan 

    Kardinal Pietro Parolin (70), adalah orang kedua di Vatikan dan seorang diplomat karier yang secara konsisten bangkit mengatasi segala turbulensi yang menandai masa kepausan. 

    Ia dianggap sebagai seorang moderat yang, jika terpilih, dapat memperbaiki keretakan di dalam gereja. Ia juga dianggap sebagai seorang progresif dengan visi global. 

    5. Kardinal Pierbattista Pizzaballa, Patriark Latin Yerusalem 

    Kardinal Pierbattista Pizzaballa (60), adalah seorang kandidat pastoral yang telah berbicara di tengah perang Israel-Hamas dan mengunjungi Gaza selama konflik tersebut. 

    Ia adalah pendukung keadilan sosial dan memandang dirinya sebagai pelayan rakyat. 

    6. Kardinal Luis Tagle dari Filipina

    Kardinal Luis Tagle (67), dikenal sebagai “Fransiskus Asia” karena semangat misionarisnya serta penekanannya pada kepedulian terhadap kaum miskin dan penerimaan terhadap kaum LGBTQ serta umat Katolik yang bercerai dan menikah lagi.

    Ia adalah mantan uskup agung Manila, Filipina. 

    7. Kardinal Matteo Zuppi, Uskup Agung Bologna, Italia 

    Kardinal Matteo Zuppi (69) adalah presiden konferensi para uskup Italia.

    Paus Fransiskus pernah memilih Zuppi sebagai utusannya ke Rusia dan Ukraina, serta ke Tepi Barat dan Beijing, untuk memajukan perdamaian.  

    8. Kardinal Anders Arborelius, Uskup Agung Stockholm 

    Kardinal Anders Arborelius (75) adalah kardinal pertama dari Skandinavia. 

    Ia juga seorang tradisionalis pada ajaran gereja tentang etika seksual dan gender, dan memiliki kepedulian yang kuat terhadap lingkungan. 

    9. Kardinal Gerald Cyprien Lacroix dari Quebec

    Kardinal Gérald Cyprien Lacroix, Uskup Agung Metropolitan Quebec, Kanada (67) tahun. 

    Sebelumnya dalam kariernya, ia menghabiskan waktu bertahun-tahun sebagai misionaris dan profesor seminari di Kolombia. 

    10. Kardinal Peter Turkson dari Ghana

    Kardinal Peter Turkson (76) dari Ghana akan menjadi paus Afrika kontemporer pertama di Gereja Katolik jika terpilih.

    Dirinya menentang kriminalisasi hubungan homoseksual di Afrika, termasuk di negara asalnya.

    (Tribunnews.com/Garudea Prabawati) 

     

  • Video: Bill Gates Beri Dana Hibah Untuk RI – PM Kanada Tolak Tawaran A

    Video: Bill Gates Beri Dana Hibah Untuk RI – PM Kanada Tolak Tawaran A

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menggelar pertemuan dengan tokoh filantropi dunia sekaligus pendiri Gates Foundation Bill Gates di Istana Merdeka.

    Sementara itu, Perdana Menteri Kanada Mark Carney dengan tegas menyampaikan kepada Presiden Amerika Serikat Donald Trump bahwa negaranya “Tidak Akan Pernah Dijual. Hal itu disampaikan Carney langsung dihadapan Trump saat berkunjung ke gedung putih.

    Selengkapnya saksikan di Program Evening Up CNBC Indonesia, Rabu (07/05/2025).

  • 10 Kardinal Potensi Jadi Kandidat Terkuat Paus: Ada yang dari Filipina, Kongo, Yerusalem  – Halaman all

    10 Kardinal Potensi Jadi Kandidat Terkuat Paus: Ada yang dari Filipina, Kongo, Yerusalem  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Siapa saja tokoh pemuka agama Katolik yang akan menjadi Paus baru?

    Diketahui beberapa Kardinal disebut menjadi kandidat Paus baru dalam konklaf.

    Mereka ada yang berasal dari Filipina, Kongo, Italia, bahkan Yerusalem.

    Lantas, berikut 10 Kardinal yang mungkin menjadi kandidat Paus:

    1. Kardinal Peter Erdo, Uskup Agung Budapest, Hungaria

    Kardinal Peter Erdo, seorang ahli hukum yang menurut laporan berusia 72 tahun.

    Dirinya pemimpin Katolik dengan jabatan tertinggi di Hongaria.

    2. Kardinal Fridolin Ambongo, Uskup Agung Kinshasa, Republik Demokratik Kongo 

    Kardinal Fridolin Ambongo, merupakan presiden Simposium Konferensi Episkopal Afrika dan Madagaskar, dilansir CBS News.

    Jika terpilih, ia akan menjadi orang Afrika pertama yang dipilih untuk memimpin Gereja Katolik dalam lebih dari 1.500 tahun. 

    3. Kardinal Mario Grech, sekretaris jenderal Sinode Uskup

    Kardinal Mario Grech, berusia 68 tahun, adalah seorang ahli hukum yang memiliki pengaruh besar terhadap cara sinode di gereja dijalankan. 

    Grech berasal dari Malta, yang merupakan salah satu negara terkecil di dunia. 

    Kardinal Pietro Parolin (70), adalah orang kedua di Vatikan dan seorang diplomat karier yang secara konsisten bangkit mengatasi segala turbulensi yang menandai masa kepausan. 

    Ia dianggap sebagai seorang moderat yang, jika terpilih, dapat memperbaiki keretakan di dalam gereja. Ia juga dianggap sebagai seorang progresif dengan visi global. 

    5. Kardinal Pierbattista Pizzaballa, Patriark Latin Yerusalem 

    Kardinal Pierbattista Pizzaballa (60), adalah seorang kandidat pastoral yang telah berbicara di tengah perang Israel-Hamas dan mengunjungi Gaza selama konflik tersebut. 

    Ia adalah pendukung keadilan sosial dan memandang dirinya sebagai pelayan rakyat. 

    6. Kardinal Luis Tagle dari Filipina

    Kardinal Luis Tagle (67), dikenal sebagai “Fransiskus Asia” karena semangat misionarisnya serta penekanannya pada kepedulian terhadap kaum miskin dan penerimaan terhadap kaum LGBTQ serta umat Katolik yang bercerai dan menikah lagi.

    Ia adalah mantan uskup agung Manila, Filipina. 

    7. Kardinal Matteo Zuppi, Uskup Agung Bologna, Italia 

    Kardinal Matteo Zuppi (69) adalah presiden konferensi para uskup Italia.

    Paus Fransiskus pernah memilih Zuppi sebagai utusannya ke Rusia dan Ukraina, serta ke Tepi Barat dan Beijing, untuk memajukan perdamaian.  

    8. Kardinal Anders Arborelius, Uskup Agung Stockholm 

    Kardinal Anders Arborelius (75) adalah kardinal pertama dari Skandinavia. 

    Ia juga seorang tradisionalis pada ajaran gereja tentang etika seksual dan gender, dan memiliki kepedulian yang kuat terhadap lingkungan. 

    9. Kardinal Gerald Cyprien Lacroix dari Quebec

    Kardinal Gérald Cyprien Lacroix, Uskup Agung Metropolitan Quebec, Kanada (67) tahun. 

    Sebelumnya dalam kariernya, ia menghabiskan waktu bertahun-tahun sebagai misionaris dan profesor seminari di Kolombia. 

    10. Kardinal Peter Turkson dari Ghana

    Kardinal Peter Turkson (76) dari Ghana akan menjadi paus Afrika kontemporer pertama di Gereja Katolik jika terpilih.

    Dirinya menentang kriminalisasi hubungan homoseksual di Afrika, termasuk di negara asalnya.

    Konklaf Paus Baru 

    Diketahui proses pemilihan paus baru atau konklaf akan dilakukan pada Rabu (7/5/2025) hari ini.

    Konklaf akan berlangsung di Kapel Sistina Vatikan.

    Pemilihan Paus baru akan berjalan dalam prosesi rahasia, lokasi juga akan ditutup untuk pengunjung selama hari-hari.

    Konklaf untuk memilih Paus ke-267 ini dilakukan usai berakhirnya Misa Novemdiales untuk berdoa bagi ketenangan abadi mendiang Paus Fransiskus, dilansir Vatican News.

    (Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

  • Kanada Tidak Akan Pernah Dijual!

    Kanada Tidak Akan Pernah Dijual!

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Kanada Mark Carney bertemu dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Gedung Putih di tengah ketegangan tarif dan kedaulatan. Mark Carney mengatakan kepada Trump bahwa negaranya tidak untuk dijual.

    Dilansir AFP, Rabu (7/5/2025), berbicara di Ruang Oval, Trump menegaskan kepada Carney yang baru terpilih bahwa akan menjadi “pernikahan yang indah” jika Kanada menyetujui seruannya yang berulang untuk menjadi negara bagian AS ke-51.

    Namun Carney menepis saran Trump, dengan mengatakan: “Ada beberapa tempat yang tidak pernah dijual … tidak untuk dijual. Tidak akan pernah dijual.”

    Pemimpin Liberal berusia 60 tahun itu memenangkan pemilihan Kanada dengan janji untuk melawan Trump dari Partai Republik, memperingatkan bahwa hubungan antara negara-negara tetangga Amerika Utara itu tidak akan pernah sama lagi.

    Trump, 78 tahun, telah memicu perang dagang besar dengan Kanada dengan tarifnya sementara berulang kali membuat seruan luar biasa bagi sekutu utama NATO dan mitra dagang utama untuk menjadi negara bagian AS ke-51.

    Kedua pemimpin memulai pertemuan mereka dengan kata-kata hangat, dengan Trump yang terpilih 2 kali memuji Carney, yang Partai Liberal-nya melesat dari posisi tertinggal dalam jajak pendapat, untuk “salah satu kebangkitan terbesar dalam sejarah politik, bahkan mungkin lebih hebat dari saya.”

    “Tidak. Hanya begitulah adanya,” kata Trump ketika ditanya apakah ada sesuatu yang bisa dikatakan Carney dalam pertemuan itu yang akan membujuknya untuk mencabut tarif mobil khususnya.

    Dan ketika Trump menyebutkan bahwa warga Kanada mungkin setuju untuk bergabung dengan Amerika Serikat “dalam jangka waktu tertentu,” Carney mengangkat tangannya dan menyela.

    Trump yang tampak tegang kemudian merujuk pada pertengkaran yang panas di Ruang Oval dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada bulan Februari–hanya untuk menegaskan bahwa hal itu tidak akan terulang.

    “Kami bertengkar lagi dengan orang lain, itu sangat berbeda–ini adalah percakapan yang sangat bersahabat,” kata Trump.

    Trump sebelumnya mengecam Kanada di Truth Social karena secara efektif memanfaatkan Amerika Serikat, beberapa menit sebelum berjabat tangan dengan Carney di luar West Wing.

    Pertemuan itu sangat dinanti-nantikan setelah pemilihan umum Kanada di mana Carney bersumpah bahwa Amerika Serikat tidak akan pernah “memiliki kita”.

    Sejak itu Carney bersumpah untuk membangun kembali hubungan Kanada sebagai anggota NATO dengan Amerika Serikat dalam perubahan politik dan ekonomi terbesarnya sejak Perang Dunia II.

    Trump telah mengenakan tarif umum sebesar 25% pada Kanada dan Meksiko dan pungutan khusus sektor pada mobil, beberapa di antaranya telah ditangguhkan sambil menunggu negosiasi. Trump juga telah mengenakan bea serupa pada baja dan aluminium.

    (rfs/rfs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Rusia dan Iran Perkuat Kemitraan Strategis

    Rusia dan Iran Perkuat Kemitraan Strategis

    JABAR EKSPRES – Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Iran Masoud Pezeshkian membahas penguatan hubungan bilateral berdasarkan Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif yang telah mereka sepakati sebelumnya, demikian pernyataan resmi dari Kremlin pada Selasa.

    Kedua kepala negara melakukan pembicaraan melalui sambungan telepon di hari yang sama, di mana Pezeshkian juga mengucapkan selamat kepada Putin dan rakyat Rusia atas peringatan 80 tahun Hari Kemenangan (Victory Day).

    Percakapan tersebut membahas secara mendalam langkah-langkah untuk memperkuat hubungan Rusia-Iran sesuai perjanjian strategis yang ditandatangani saat kunjungan Presiden Iran ke Moskow pada 17 Januari.

    “Pembahasan secara rinci mencakup isu-isu pengembangan lebih lanjut kerja sama Rusia-Iran berdasarkan Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif yang ditandatangani saat kunjungan resmi Presiden Iran ke Rusia pada 17 Januari lalu.” tulis pernyataan Kremlin.

    BACA JUGA: Eropa Masih Andalkan F-35 hingga Satu Dekade ke Depan

    BACA JUGA: Trump Tegaskan Target Pelucutan Total Program Nuklir Iran

    Fokus utama diskusi adalah pengembangan kerja sama dagang dan investasi, termasuk pelaksanaan proyek besar di sektor transportasi dan energi.

    “Perhatian khusus diberikan pada perluasan hubungan dagang dan investasi yang saling menguntungkan, termasuk melalui pelaksanaan proyek-proyek besar bersama di bidang transportasi dan energi,” sambungnya.

    Keduanya juga menyinggung perkembangan perundingan nuklir Iran dengan Amerika Serikat yang dimediasi oleh Oman. Dalam hal ini, Presiden Putin menyatakan kesiapan Rusia untuk mendorong tercapainya kesepakatan yang adil dan seimbang mengenai program nuklir Iran.

    Kremlin menambahkan bahwa kedua pemimpin sepakat untuk memperluas kolaborasi di berbagai bidang serta meningkatkan koordinasi kebijakan luar negeri.

    BACA JUGA: Zelenskyy Sindir Tokoh Eropa yang Hambat Keanggotaan Ukraina di Uni Eropa

    BACA JUGA: Kunjungan Bersejarah Raja Charles ke Kanada, Tegaskan Kedaulatan

    “Para presiden sepakat untuk meningkatkan kerja sama dalam rangka memperkuat hubungan praktis Rusia-Iran secara menyeluruh serta mempererat koordinasi di bidang kebijakan luar negeri,” sambung pernyataan tersebut.

    Sebagai tambahan, Presiden Putin menyampaikan belasungkawa atas korban jiwa akibat ledakan di Pelabuhan Shahid Rajaee, Iran, pada 26 April lalu. Pezeshkian pun menyampaikan apresiasi atas dukungan yang diberikan Rusia dalam menghadapi dampak insiden tersebut.*