Negara: Kanada

  • Persyaratan Bahasa Inggris untuk Mengajukan Visa Australia Jadi Sorotan

    Persyaratan Bahasa Inggris untuk Mengajukan Visa Australia Jadi Sorotan

    Apsara Raj fasih berbahasa Inggris, tetapi pemerintah Australia tampaknya tidak mempercayai kemampuannya.

    Tidak peduli kalau bahasa Inggris adalah bahasa pertamanya, atau ia sudah tinggal dan bekerja di Australia selama 13 tahun.

    Aspara tetap harus membuktikan kemampuan bahasanya setiap kali mengajukan visa baru di Australia.

    “Saya menghabiskan hampir tiga ribu dolar hanya untuk mengikuti tes bahasa Inggris,” katanya, yang mengatakan sudah ikut sebanyak enam tes.

    “Bagaimana mungkin ketika skor saya selalu tertinggi tapi saya harus terus-menerus membuktikan fasih berbahasa Inggris?” jelasnya.

    Aspara mengatakan seringkali ia mengalami kerumitan untuk mendapatkan visa Australia, seperti dialami juga oleh banyak migran lainnya.

    Perlunya mengikuti tes bahasa Inggris sampai berulang-ulang sebagian besar disebabkan karena sertifikat memiliki batas waktu atau “kedaluwarsa”, begitu juga dokumen visa lainnya, seperti laporan kesehatan dan surat keterangan baik polisi, yang hanya berlaku beberapa tahun.

    “Beberapa di antaranya memang masuk akal,” kata Asdpara, yang berkewarganegaraan Malaysia.

    “Tapi kalau kamu bisa berbicara bahasanya [Inggris] dan menguasainya dengan sangat baik, dan sudah menyatakan kalau itu bahasa pertama kita, seharusnya kita tidak harus terus-menerus melakukan tes.”

    Tegang, stres, dan penundaan

    Menurut pemerintah Australia, sertifikat bahasa Inggris diwajibkan saat mengajukan berbagai jenis visa, seperti visa kerja dan visa pelajar.

    Pemerintah Australia mengatakan syarat ini dibutuhkan untuk mengatur kemungkinan “risiko imigrasi” dan memastikan warga negara asing dapat berpartisipasi penuh dalam kehidupan bermasyarakat Australia.

    Setiap visa memerlukan standar atau nilai bahasa Inggris yang berbeda, dan untuk membutikannya pemohon butuh keluar uang lebih dari AU$400 lewat salah satu dari sembilan tes yang diakui di Australia.

    Kementerian Dalam Negeri Australia tidak secara langsung menjawab pertanyaan tentang mengapa sertifikat bahasa Inggris bisa ada batas waktu.

    Tapi “kedaluwarsa” bukan satu-satunya kekhawatiran yang disampaikan para migran kepada ABC.

    Pakar bidang Hukum di Curtin University, Dr. Dominic Dagbanja, sudah banyak menulis soal sistem migrasi Australia dan memberikan bukti kepada Senat yang melakukan penyelidikan soal tes bahasa Inggris.

    “[Tes-tes tersebut] memberikan beban finansial yang besar bagi para migran. Tes-tes tersebut membebani mereka. Tes-tes tersebut menghalangi mereka untuk memasuki dunia kerja,” ujarnya.

    “Sementara itu, tes-tes ini menjadi sumber keuntungan ekonomi bagi para pelaku industri yang terlibat dalam melakukan tes tersebut.”

    Menurutnya juga ada perbedaan dalam kemampuan berbahasa Inggris sehari-hari dan apa yang sebenarnya dites.

    Ini artinya peserta tes bahasa Inggris bisa saja lulus tes, “tanpa harus memiliki tingkat kemampuan berbahasa Inggris yang memadai”.

    Apakah tes Inggris dengan AI bisa dipercaya?

    Tuduhan adanya teknik untuk memanipulasi sistem penilaian pernah terungkap pada salah satu tes paling populer, Pearson Test of English (PTE).

    Banyak migran mengatakan mereka lebih suka PTE karena berbasis komputer dan dinilai dengan kecerdasan buatan (AI), yang dapat mengurangi risiko bias manusia.

    Namun, AI bukannya tanpa masalah, menurut Varun Dhawan, pengelola Language Academy Australia dan kanal YouTube pendidikan dengan lebih dari 540.000 pengikutnya.

    “AI memang cerdas, tetapi tidak secerdas manusia,” kata Varun.

    “Saya pernah melihat orang-orang yang menguasai bahasa dengan sangat baik tetapi tidak mampu meraih skor.”

    Varun berfokus pada pendidikan bahasa dan persiapan ujian, tapi beberapa kreator konten menyebarkan “hack” atau cara mengelabui sistem penilaian yang dilakukan AI.

    Metode umum yang konon bisa meningkatkan skor antara lain meniru aksen Inggris, berbicara “seperti robot”, berbicara tanpa henti, dan memberikan respons sesuai “template”.

    Perombakan besar-besaran sistem penilaian

    Maraknya teknik-teknik “hack” ini menjadi perhatian serius sehingga Pearson meningkatkan sistem penilaian otomatisnya pada tahun 2022 dan memperkenalkan “jaminan kualitas yang melibatkan manusia untuk terlibat dalam penilaian” pada tahun 2024.

    Perubahan lebih lanjut pada tes PTE Academic dilakukan pada tahun 2025, dengan perpaduan manusia dan AI digunakan untuk menilai sekitar sepertiga soal ujian.

    Juru bicara Pearson mengatakan PTE sudah diakui oleh pemerintah Inggris, Kanada, Selandia Baru, dan Australia, serta 3.500 universitas di seluruh dunia.

    “Tes kami menantang secara akademis dan didasarkan pada kemampuan bahasa Inggris di dunia nyata yang dibutuhkan oleh mahasiswa dan migran,” ujar juru bicara tersebut.

    “Pengujian dan penilaian berbasis komputer dengan pengawasan manusia berarti peserta tes dinilai secara objektif dan konsisten, dan pendekatan berlapis kami terhadap keamanan ujian di pusat-pusat tes kami memberikan keyakinan kepada institusi terhadap hasil PTE.”

    Dalam laporan tahun 2024, Pearson menyatakan akan berfokus pada “pemeliharaan dan perluasan integritas pengujian, di samping ukuran reliabilitas, validitas, dan kewajaran”.

    Varun mengatakan siswa yang hanya mengandalkan “strategi atau jalan pintas” kini kesulitan untuk mendapatkan nilai tinggi.

    “Siswa yang benar-benar menguasai bahasa Inggris dengan baik-lah yang akhirnya benar-benar mendapatkan nilai,” ujarnya.

    Kementerian Dalam Negeri Australia mengatakan pihaknya “memantau kualitas layanan untuk memastikan masalah penipuan dan integritas dilacak dan diminimalkan”.

    Mereka juga mulai menerima empat tes baru dan merombak skor yang akan diterima dari berbagai ujian untuk membuktikan standar bahasa Inggris tertentu.

    “Beberapa kesetaraan skor ditingkatkan dan yang lainnya diturunkan agar lebih akurat memenuhi persyaratan kecakapan departemen dan memastikan konsistensi antara semua penyedia tes,” kata juru bicara kementerian.

    Paspor negara barat ‘dibebaskan’ dari beberapa tes

    Dr Dominic tetap khawatir jika orang-orang yang sudah menyelesaikan gelar di universitas-universitas Australia atau bahkan sudah bekerja di Australia, sering kali harus mengikuti tes ulang.

    Ia juga mempertanyakan mengapa orang yang memegang paspor dari Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Irlandia, dan Selandia Baru dianggap memiliki standar bahasa Inggris yang “kompeten” sehingga dibebaskan dari tes untuk visa tertentu.

    Mereka yang berasal dari negara-negara barat menggunakan bahasa Inggris yang aktif, namun, Pew Research Centre menemukan 9 persen orang Amerika berusia di atas lima tahun tidak mahir berbahasa Inggris dan 14 persen berbicara bahasa lain di rumah.

    “Di negara-negara Asia di mana bahasa Inggris adalah bahasa resmi pengajaran dan lainnya, Anda tetap harus mengikuti tes terlepas dari kenyataan kalau semua pendidikan dan pengalaman kerja semuanya dilakukan dalam bahasa Inggris,” kata Dr Dominic.

    Kementerian Dalam Negeri Australia mengatakan mereka menerapkan “sistem visa universal non-diskriminatif” dan pemohon visa “harus memenuhi semua kriteria legislatif untuk mendapatkan visa, terlepas dari kewarganegaraan atau negara asal mereka”.

    “Kementerian mengelola berbagai pengecualian tes bahasa Inggris di berbagai subkelas visa. Pengecualian yang dipertimbangkan oleh departemen mencakup, namun tidak terbatas pada, kewarganegaraan, tetapi juga dapat mencakup pendidikan, yang materinya disampaikan dalam bahasa Inggris.”

    Mengapa orang gagal dalam tes bahasa Inggris?

    Chintan Ray mengikuti empat tes bahasa Inggris, dengan dua penyedia berbeda, sejak pindah dari India bagian barat ke Australia pada tahun 2022.

    Ia yakin dengan kemampuan bahasa Inggris-nya, tapi mengatakan akan sulit untuk mengikuti tes di ruangan yang dipenuhi belasan orang yang berbicara bersamaan.

    “Mungkin ada sekitar 12 hingga 20 orang,” katanya.

    “Mungkin kita hanya terganggu oleh kebisingan di ruang tes, sehingga tidak dapat berkonsentrasi dengan baik pada tes.”

    Chintan mengatakan untuk tes seharga AU$475, “headphone-nya sangat buruk”.

    “Saya mungkin kehilangan nuansa-nuansa seperti itu dalam tes karena kebisingan yang ada di sekitar dan alat yang rusak,” katanya.

    Oscar Ibarra, yang menjalankan bisnis bimbingan belajar Best English Coach, mengatakan sebagian besar migran perlu mengikuti tes beberapa kali sebelum mereka lulus.

    “Salah satu alasan utama siswa kesulitan lulus ujian adalah persiapan yang dilakukan di menit-menit terakhir,” katanya.

    Terkadang mereka mungkin tidak menyadari persyaratan ujian, atau pemerintah mungkin mengubah aturan mengenai waktu dan skor yang dibutuhkan untuk berbagai visa.

    Aturan dan jangka waktu ini dapat berbeda-beda di setiap negara bagian dan sering berubah.

    “Akibatnya, siswa sering kali hanya memiliki sedikit waktu untuk mempersiapkan diri, ada yang hanya punya waktu 15 hari, ada yang sebulan, dan ada yang bahkan kurang, terutama jika mereka harus mengerjakan satu atau dua pekerjaan sekaligus.”

    Nilai tes yang lebih tinggi penting untuk “visa berbasis poin”, di mana lebih banyak poin diberikan berdasarkan kemampuan bahasa Inggris.

    Oscar mengatakan persiapan bisa jadi lebih menantang karena tiap-tiap negara bagian dan jalur visa yang berbeda memiliki “ekspektasi yang sedikit berbeda”.

    Dr Dominic ingin melihat reformasi lebih lanjut.

    “Nilai-nilai Australia seputar keadilan, kesetaraan perlakuan, egalitarianisme, dan semua itu seharusnya tercermin dalam cara Australia memperlakukan para migran yang memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian Australia,” ujarnya.

  • Diguncang Dugaan Penipuan KPR, Menkeu AS Tekan Bos The Fed Gelar Audit Internal

    Diguncang Dugaan Penipuan KPR, Menkeu AS Tekan Bos The Fed Gelar Audit Internal

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan AS Scott Bessent kembali mendesak Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell untuk melakukan tinjauan internal terhadap bank sentral.

    Melansir Bloomberg pada Kamis (28/8/2025), Bessent juga meminta Powell untuk segera menyelidiki dugaan penipuan kredit kepemilikan rumah (KPR) yang menyeret anggota Dewan Gubernur The Fed Lisa Cook.

    “Saya mendorong Ketua Powell agar melakukan ini secara internal sebelum ada tinjauan eksternal. Ini [kasus Cook] merupakan jenis masalah yang harus segera ditangani,” kata Bessent.

    Bessent menilai bahwa tidak mendengar Cook berkata ‘saya tidak melakukannya’, melainkan Cook hanya berkata bahwa presiden tidak bisa memecatnya. 

    Menurutnya, jika seorang pejabat The Fed terbukti melakukan penipuan KPR, maka mereka tidak layak menduduki posisi di salah satu lembaga regulator keuangan utama AS.

    “The Fed adalah institusi yang tidak akuntabel. Hubungannya dengan rakyat Amerika bergantung pada tingkat kepercayaan yang tinggi, dan insiden seperti ini merusak kepercayaan itu,” tambahnya.

    Ketika ditanya apakah langkah memecat Cook merupakan strategi Trump untuk menguasai mayoritas kursi di Dewan Gubernur, Bessent menegaskan bahwa semua gubernur The Fed bersifat independen.

    Awal pekan ini, Presiden AS Donald Trump berupaya mencopot Cook dari jabatannya setelah pemerintahan menudingnya terlibat dalam penipuan KPR. Pihak pengacara Cook berencana menggugat langkah tersebut melalui jalur hukum.

    Suksesi Powell dan Dewan The Fed

    Saat ini, dewan The Fed beranggotakan Christopher Waller dan Michelle Bowman yang merupakan nominasi Trump pada periode pertama. Trump juga mencalonkan kepala ekonom Gedung Putih, Stephen Miran, untuk mengisi kursi kosong dalam dewan beranggotakan tujuh orang tersebut.

    Menurut Bessent, pemerintahan tidak mengatur cara Waller dan Bowman memberikan suara. Kedua gubernur itu bahkan berbeda pendapat dalam keputusan kebijakan bulan lalu dengan mendukung pemangkasan suku bunga, sementara mayoritas anggota memilih menahan suku bunga.

    Bessent juga mengungkapkan proses pencarian pengganti Powell yang masa jabatannya berakhir Mei 2025 masih berlangsung. Ia berencana mewawancarai kandidat setelah libur panjang Labor Day, sebelum mengajukan 3—4 nama kepada Trump.

    “Nama pengganti Powell hampir pasti sudah diketahui pada musim gugur ini,” ujarnya.

    Menurut Bessent, sejak krisis keuangan 2008, The Fed menyimpang dari misi inti kebijakan moneter dan perlu kembali pada mandat utamanya.

    Fannie Mae, Freddie Mac, dan Rencana IPO

    Bessent menambahkan, pemerintah sedang menyiapkan rencana penjualan saham Fannie Mae dan Freddie Mac, dua raksasa pembiayaan hipotek yang diambil alih pemerintah sejak krisis 2008.

    “Saya bayangkan sekitar September atau awal Oktober kami akan membuat keputusan mengenai bank yang mengatur penawaran saham ini,” katanya. Dia memperkirakan penjualan 3%—6% saham dapat menghasilkan dana sedikitnya US$30 miliar.

    Bessent menekankan bahwa salah satu pertimbangan penting adalah memastikan tidak ada kenaikan premi pada suku bunga hipotek dibandingkan imbal hasil obligasi pemerintah AS.

    Perdagangan dan Tarif

    Terkait perdagangan, Bessent mengatakan akan bertemu dengan Wakil Perdana Menteri China He Lifeng pada akhir Oktober atau awal November 2025. Sementara kunjungan Wakil Menteri Perdagangan Li Chenggang ke Washington pekan ini disebutnya hanya bersifat teknis dan tidak terkait langsung dengan negosiasi dagang.

    Pernyataan ini muncul di hari ketika tarif sekunder AS mulai berlaku terhadap impor dari India. Trump sebelumnya menaikkan tarif tambahan 25% atas India karena pembelian minyak Rusia, sehingga total bea masuk mencapai 50%.

    Menurut Bessent, sebagian besar respons New Delhi atas langkah AS lebih bersifat simbolis.

    “Yang seharusnya khawatir adalah negara surplus. India menjual kepada kami dengan tarif tinggi, sementara kami mengalami defisit besar dengan mereka,” ujarnya.

    Bessent juga menegaskan kembali keluhannya terhadap negara-negara Eropa yang enggan menjatuhkan sanksi sekunder atas invasi Rusia ke Ukraina. Dalam pertemuan G7 awal tahun ini, hanya Kanada yang siap ikut serta, sementara negara lain menolak, katanya.

  • Trump Ancam Tarif Tambahan untuk Negara dengan Pajak Digital

    Trump Ancam Tarif Tambahan untuk Negara dengan Pajak Digital

    JAKARTA  – Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada  Senin 25 Agustus mengancam negara-negara yang menerapkan pajak digital dengan balasan “tarif tambahan yang substansial”. Taris ini akan dikenakan pada barang ekspor mereka jika negara-negara tersebut tidak mencabut undang-undang tersebut.

    Sumber mengatakan bahwa pemerintahan Trump sedang mempertimbangkan untuk memberlakukan sanksi terhadap pejabat Uni Eropa atau negara anggotanya yang bertanggung jawab atas penerapan Undang-Undang Layanan Digital yang menjadi tonggak sejarah di blok tersebut.

    Banyak negara, terutama di Eropa, telah mengenakan pajak atas pendapatan penjualan penyedia layanan digital, termasuk Google milik Alphabet, Facebook milik Meta, Apple, dan Amazon. Isu ini telah menjadi masalah perdagangan yang berkepanjangan bagi beberapa pemerintahan AS.

    “Dengan pernyataan ini, saya memperingatkan semua negara dengan Pajak Digital, Undang-Undang, Aturan, atau Regulasi, bahwa kecuali tindakan diskriminatif ini dihapus, saya, sebagai Presiden Amerika Serikat, akan memberlakukan tarif tambahan yang signifikan pada ekspor negara tersebut ke AS, dan menerapkan pembatasan ekspor pada Teknologi dan Chip yang sangat dilindungi milik kami,” kata Trump dalam unggahan media sosial.

    Dalam unggahan tersebut, Trump mengklaim bahwa undang-undang semacam itu “dirancang untuk merugikan atau mendiskriminasi Teknologi Amerika” dan memberikan keleluasaan kepada perusahaan dari rival teknologi AS, yaitu China.

    Trump sebelumnya juga telah mengancam akan memberlakukan tarif pada negara-negara seperti Kanada dan Prancis terkait perbedaan mengenai pajak layanan digital.

    Pada bulan Februari, Trump memerintahkan kepala perdagangannya untuk menghidupkan kembali penyelidikan yang bertujuan untuk memberlakukan tarif pada impor dari negara-negara yang mengenakan pajak layanan digital pada perusahaan teknologi AS.

  • Trump Ancam Perang Tarif Baru, Indonesia Bisa Kena

    Trump Ancam Perang Tarif Baru, Indonesia Bisa Kena

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden AS Donald Trump kembali mengumumkan ‘perang’ tarif bagi negara-negara yang memiliki regulasi terkait pajak digital. Negara-negara yang dimaksud akan diganjar tarif tambahan lanjutan.

    Menurut beberapa sumber sebelumnya, pemerintahan Trump mempertimbangkan sanksi terhadap Uni Eropa atau pejabat negara anggota yang bertanggung jawab untuk melaksanakan Undang-Undang Layanan Digital (Digital Services Act) di kawasan tersebut.

    Banyak negara, terutama di Eropa, yang mengenakan pajak atas pendapatan penjualan penyedia layanan digital dari Google milik Alphabet, Facebook milik Meta, Apple dan Amazon. Masalah ini telah lama menjadi hambatan perdagangan bagi pemerintahan AS.

    “Dengan ini, saya memberi tahu semua negara yang memiliki pajak, undang-undang, aturan, atau regulasi digital bahwa kecuali tindakan diskriminatif ini dihapuskan, saya, sebagai Presiden Amerika Serikat, akan mengenakan tarif tambahan yang substansial terhadap ekspor negara tersebut ke AS, dan menerapkan pembatasan ekspor terhadap teknologi dan chip kami yang sangat dilindungi,” ujar Trump dalam sebuah unggahan di media sosial, dikutip dari Reuters, Selasa (26/8/2025).

    Trump mengklaim aturan pajak digital dirancang untuk membahayakan dan mendiskriminasi teknologi AS. Hal tersebut juga dinilai memuluskan langkah China untuk menyaingi teknologi AS.

    Sebelumnya, Trump juga sudah mengancam pengenaan tarif untuk negara-negara seperti Kanada dan Prancis terkait kasus berbeda, tetapi masih berhubungan dengan pajak layanan digital.

    Pada Februari lalu, Trump memerintahkan kepala perdagangannya untuk menghidupkan kembali penyelidikan yang bertujuan mengenakan tarif impor dari negara-negara yang mengenakan pajak layanan digital pada perusahaan teknologi AS.

    RI Dorong Penerimaan Pajak Digital

    Sebagai informasi, pemerintah Indonesia tengah mendorong penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital yang pertumbuhannya makin pesat. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal menjelaskan bahwa ekonomi digital bahkan kini menjadi salah satu penggerak utama perekonomian nasional.

    Berdasarkan data yang diolah oleh Kementerian Keuangan, nilai transaksi ekonomi digital meningkat pesat dalam 5 tahun terakhir. Pada tahun 2019, nilai ekonomi digital mencapai Rp 556 triliun atau hanya 3,5% terhadap Produk Domestik Bruto.

    Sementara pada tahun 2024, nilai transaksi ekonomi digital mencapai Rp 1.454,6 triliun atau mencapai 6,6% terhadap PDB.

    Kendati demikian, pajak digital yang dicanangkan ini tak secara spesifik menyasar raksasa teknologi AS seperti Facebook dan Google. Sebab, pemerintah Indonesia lebih fokus pada pajak digital yang transaksinya tercatat. Sementara untuk aplikasi seperti Facebook dan Google tidak memiliki proses transaksi di Indonesia layaknya e-commerce. 

    Yon menyoroti tiga kebijakan baru untuk mendukung penerimaan negara, masing-masing melalui pajak digital, pajak kripto, dan pajak minimum global.

    Dalam implementasinya, pajak digital diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025. Platform e-commerce (PMSE) baik dalam maupun luar negeri, ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari peredaran bruto penjualan oleh pedagang dalam negeri.

    “Sebenarnya bukan suatu jenis pajak yang baru juga sehingga ini hanya mengatur cara laporan pajaknya dan ini memberikan kemudahan bagi wajib pajak yang ingin memenuhi kewajiban perpajakannya,” kata Yon.

    Selain itu, pemerintah juga mulai mengatur perpajakan untuk aset kripto melalui PMK 50 tahun 2025. Khusus untuk ketentuan PPN, aset kripto dipersamakan dengan surat berharga, sehingga tidak dikenakan PPN.

    Namun, atas penyerahan jasa kena pajak berupa jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk memfasilitasi transaksi perdagangan aset kripto oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) maupun jasa kena pajak berupa jasa verifikasi transaksi aset kripto oleh penambang aset kripto tetap dikenakan PPN.

    Mulai tahun lalu, pemerintah juga menerapkan PMK Nomor 136 Tahun 2024 terkait pajak minimum global 15% bagi perusahaan multinasional dengan omzet konsolidasi lebih dari €750 juta yang berlaku mulai 2025.

    Yon Arsal menjelaskan bahwa lebih dari 50 negara juga sudah mengumumkan akan menerapkan global minimum tax.

    “Saat ini sedang dalam diskusi mencari sebuah skema insentif yang paling tepat yang bisa memberikan tadi untuk tetap mendorong atau meningkatkan daya beli masyarakat di sisi lain mendorong juga investasi tetap masuk ke Indonesia,” ujarnya.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Trump Bakal ‘Hukum’ Negara yang Pungut Pajak Digital!

    Trump Bakal ‘Hukum’ Negara yang Pungut Pajak Digital!

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berjanji akan mengenakan tarif baru kepada negara-negara yang memungut pajak digital. Hal itu sebagai ‘hukuman’ karena telah menerapkan kebijakan yang dianggap merugikan atau mendiskriminasi teknologi AS.

    “Saya sebagai Presiden AS akan mengenakan tarif tambahan yang substansial pada ekspor negara tersebut ke AS,” tulis Trump dalam platform Truth Social miliknya, dikutip dari Reuters, Selasa (26/8/2025).

    Selain itu, AS juga disebut akan memberlakukan pembatasan ekspor pada komoditas teknologi dan chip. “Tunjukkan rasa hormat kepada Amerika dan perusahaan teknologi kami yang luar biasa, atau pertimbangkan konsekuensinya!” tulis Trump.

    Trump telah lama berupaya menekan mitra dagang AS agar mencabut pajak digital, yang biasanya dirancang hanya untuk perusahaan teknologi terbesar di dunia seperti Meta, Alphabet dan Amazon. Kebetulan, mereka juga merupakan perusahaan asal AS.

    Pajak layanan digital telah menjadi isu penentu keberhasilan atau kegagalan Trump dalam negosiasi perdagangan yang sedang berlangsung di pemerintahannya. Pada Juni 2025, ia menyatakan akan menghentikan semua perundingan perdagangan dengan Kanada terkait pajak tersebut.

    Pajak layanan digital seperti yang diberlakukan Kanada telah menuai beberapa kritik di AS, tempat sebagian besar perusahaan teknologi besar dikenai pungutan tersebut.

    Tonton juga video “Trump Desak Akhiri Perang di Gaza, Dorong Jalur Diplomatik” di sini:

    (aid/rrd)

  • Trump Ancam Tarif Tambahan ke Negara yang Pungut Pajak Digital

    Trump Ancam Tarif Tambahan ke Negara yang Pungut Pajak Digital

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam “tarif tambahan” terhadap negara-negara yang memungut pajak digital. Tarif tambahan itu akan diberlakukan untuk barang-barang yang berasal dari negara-negara yang tidak mau mencabut aturan yang mengatur pajak digital.

    Menurut sejumlah sumber, seperti dilansir Reuters, Selasa (26/8/2025), pemerintahan Trump sedang mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi kepada pejabat Uni Eropa atau pejabat negara anggota blok Eropa tersebut yang bertanggung jawab atas implementasi Undang-undang Layanan Digital.

    Undang-undang tersebut sangat penting bagi blok Uni Eropa. Banyak negara, terutama di Eropa, telah mengenakan pajak terhadap pendapatan penjualan penyedia layanan digital, termasuk Alphabet yang merupakan induk perusahaan Google, Meta selaku induk perusahaan Facebook, Apple, dan Amazon.

    Persoalan ini telah sejak lama menjadi hambatan perdagangan bagi banyak pemerintahan AS.

    Trump, dalam pernyataan terbaru via media sosial Truth Social, mengklaim undang-undang yang mengatur pajak digital “dirancang untuk merugikan, atau mendiskriminasi, teknologi Amerika”. Dia juga menyebutnya menguntungkan perusahaan-perusahaan China yang menjadi pesaing teknologi AS.

    “Sebagai Presiden Amerika Serikat, saya akan melawan negara-negara yang menyerang perusahaan teknologi Amerika kita yang luar biasa,” kata Trump.

    “Pajak digital, Undang-undang Layanan Digital, dan Regulasi Pasar Digital semuanya dirancang untuk merugikan, atau mendiskriminasi, teknologi Amerika. Itu juga, secara keterlaluan, memberikan kelonggaran penuh kepada perusahaan teknologi terbesar di China. Ini harus diakhiri, dan berakhir SEKARANG!” ujarnya.

    “Dengan KEBENARAN ini, saya memberitahu semua negara yang memungut pajak digital, memiliki undang-undangnya, aturannya, atau regulasinya bahwa kecuali tindakan diskriminatif ini dihapuskan, saya, sebagai Presiden Amerika Serikat, akan mengenakan tarif tambahan yang substansial terhadap ekspor negara tersebut ke AS, dan menerapkan pembatasan ekspor terhadap teknologi dan chip kami yang sangat dilindungi,” tegas Trump dalam pernyataannya.

    “Amerika, dan perusahaan teknologi Amerika, bukan lagi ‘celengan’ atau ‘keset’ dunia,” ujarnya.

    “Tunjukkan rasa hormat kepada Amerika dan perusahaan teknologi kami yang luar biasa, atau pertimbangkan konsekuensinya!” tegas Trump memberikan peringatan.

    Trump sebelumnya juga mengancam akan mengenakan tarif kepada negara-negara lainnya, seperti Kanada dan Prancis, atas perbedaan soal pajak layanan digital.

    Pada Februari lalu, Trump memerintahkan otoritas perdagangan AS untuk melanjutkan investigasi yang dimaksudkan untuk mengenakan tarif terhadap impor dari negara-negara yang mengenakan pajak layanan digital kepada perusahaan teknologi AS.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Indonesia Lanjut Kirim Bantuan ke Gaza Hari Ini
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 Agustus 2025

    Indonesia Lanjut Kirim Bantuan ke Gaza Hari Ini Nasional 26 Agustus 2025

    Indonesia Lanjut Kirim Bantuan ke Gaza Hari Ini
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pemerintah Indonesia kembali mengirimkan bantuan untuk warga Gaza Palestina lewat penerbangan satu pesawat Hercules C-130 A-1343 tambahan.
    Pesawat berangkat dari Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Selasa (26/8/2025), membawa 26 personel tambahan Satgas Garuda Merah Putih-II.
    Pesawat kargo itu membawa 1.200 payung udara untuk mendistribusikan bantuan melalui jalur udara (airdrop) 
    Keberangkatan ini merupakan tindak lanjut arahan Presiden Prabowo Subianto yang meminta durasi misi kemanusiaan diperpanjang demi menjangkau lebih banyak warga Gaza.
    “Arahan tersebut sejalan dengan upaya dan komitmen pemerintah dalam memastikan distribusi bantuan dapat menjangkau lebih banyak warga yang membutuhkan sehubungan dengan penetapan bencana kelaparan di Gaza oleh PBB,” kata Kepala Biro Informasi Pertahanan (Infohan) Setjen Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang dalam keterangannya, Selasa.
    Penambahan pesawat ini diharapkan dapat mengoptimalkan kelancaran misi airdrop yang telah berlangsung sejak 13 Agustus 2025.
    Indonesia juga memanfaatkan
    window time
    yang tersedia bersama negara-negara mitra seperti Yordania, Kanada, Jerman, dan Singapura.
    Selain melalui Yordania, pemerintah juga menyiapkan opsi jalur Mesir.
    Rencananya, tiga pesawat Hercules TNI AU akan bergeser dari Yordania menuju Mesir pada akhir Agustus 2025.

    Panglima Komando Operasi Udara Nasional (Pangkoopsudnas) Marsdya TNI Minggit Tribowo yang memimpin upacara pelepasan menekankan pentingnya profesionalisme prajurit dalam menjalankan misi kemanusiaan ini.
    “Upaya misi kemanusiaan ini menjadi bagian dari langkah strategis untuk memperluas jangkauan distribusi bantuan, sekaligus memastikan misi kemanusiaan Indonesia bagi rakyat Gaza dapat berjalan lebih optimal dan berkesinambungan,” tutur Frega.
    Diberitakan sebelumnya, Satuan Tugas Garuda Merah Putih II dilepas oleh pemerintah RI pada Rabu (13/8/2025).
    Satgas tersebut berangkat ke Gaza, Palestina, untuk menjalankan misi kemanusiaan dengan membawa bantuan kemanusiaan berupa bahan makanan, obat-obatan, hingga selimut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Trump Ancam Tarif Tambahan Bagi Negara yang Terapkan Pajak Digital

    Trump Ancam Tarif Tambahan Bagi Negara yang Terapkan Pajak Digital

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif tambahan pada negara-negara yang memberlakukan pajak digital, kecuali aturan tersebut segera dicabut.

    “Dengan ini, saya menegaskan kepada semua negara dengan Pajak Digital, Undang-Undang, Aturan, atau Regulasi, bahwa kecuali tindakan diskriminatif ini dihapuskan, saya sebagai Presiden AS akan mengenakan tarif tambahan yang substansial atas ekspor negara tersebut ke AS, serta membatasi ekspor teknologi dan chip berstandar tinggi milik kami,” tulis Trump dalam unggahan di media sosialnya dikutip dari Reuters, Selasa (26/8/2025).

    Trump menilai aturan pajak digital dirancang untuk merugikan dan mendiskriminasi perusahaan teknologi AS, sembari memberi kelonggaran kepada perusahaan asal China yang menjadi pesaing utama.

    Sejumlah negara, khususnya di Eropa, selama ini mengenakan pajak atas pendapatan penjualan perusahaan penyedia layanan digital, termasuk Alphabet (Google), Meta (Facebook), Apple, dan Amazon. Isu ini telah lama menjadi sumber ketegangan dagang lintas pemerintahan AS.

    Sebelumnya, Trump juga pernah mengancam Kanada dan Prancis terkait perselisihan pajak digital. Pada Februari lalu, dia bahkan memerintahkan Perwakilan Dagang AS untuk melanjutkan investigasi dengan tujuan mengenakan tarif atas impor dari negara-negara yang menerapkan pajak digital terhadap perusahaan teknologi Amerika.

    Seorang sumber juga menyebutkan bahwa pemerintahan Trump juga mempertimbangkan sanksi terhadap pejabat Uni Eropa maupun negara anggotanya yang terlibat dalam penerapan Digital Services Act, aturan yang menjadi dasar pungutan pajak digital di kawasan tersebut.

    Pejabat senior Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) belum mengambil keputusan akhir terkait rencana sanksi terhadap pejabat Uni Eropa (UE) atau negara anggotanya yang memberlakukan pajak digital, menurut sejumlah sumber yang mengetahui isu tersebut.

    Sumber itu menyebutkan, sanksi tersebut kemungkinan besar akan berbentuk pembatasan visa, meskipun belum jelas pejabat mana yang akan menjadi target. Pejabat AS dilaporkan telah menggelar rapat internal pekan lalu untuk membahas langkah tersebut.

    Meski mitra dagang kerap mengeluhkan regulasi domestik yang dinilai merugikan, penggunaan sanksi terhadap pejabat pemerintah karena sebuah kebijakan fiskal merupakan langkah yang sangat jarang terjadi.

    Hubungan pemerintahan Trump dan Uni Eropa sendiri sudah terjalin renggang akibat ancaman tarif, negosiasi perdagangan yang alot, serta kritik Washington atas perlakuan terhadap perusahaan teknologi AS.

  • Nego Dagang Berlanjut, Kanada Siap Temui AS Usai Cabut Tarif Balasan

    Nego Dagang Berlanjut, Kanada Siap Temui AS Usai Cabut Tarif Balasan

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Kabinet Kanada Dominic LeBlanc, yang memimpin pembicaraan dagang dengan Amerika Serikat (AS), dijadwalkan bertolak ke Washington untuk bertemu dengan Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick. 

    Melansir Bloomberg pada Selasa (26/8/2025), pertemuan ini berlangsung hanya beberapa hari setelah Kanada berkomitmen mencabut sebagian besar tarif balasan atas produk-produk asal AS.

    “Kami berharap dapat mencapai kesepakatan yang menempatkan posisi kami lebih baik dari kondisi sekarang,” ujar LeBlanc dalam wawancara radio berbahasa Prancis di penyiar publik Kanada.

    LeBlanc menyebut kedua pihak telah membahas situasi yang sangat menarik bagi pemerintah AS, tanpa merinci lebih jauh. Namun, dia menegaskan Kanada juga menginginkan perbaikan dalam hubungan dagang dengan AS sebagai imbalannya.

    Kantor LeBlanc menyampaikan bahwa dia berangkat ke Washington pada Senin malam dan pertemuan dijadwalkan berlangsung dalam beberapa hari ke depan.

    Sebelumnya, pada Jumat pekan lalu, Perdana Menteri Mark Carney mengumumkan Kanada akan mencabut tarif balasan terhadap sejumlah besar produk AS yang sesuai dengan perjanjian dagang Amerika Utara (USMCA). Tarif balasan itu diberlakukan sejak Maret lalu oleh mantan Perdana Menteri Justin Trudeau.

    Adapun, Lutnick sebelumnya telah menekan pemerintah Kanada untuk mencabut tarif tersebut agar pembicaraan dagang dapat berlanjut.

    Meski demikian, Kanada tetap mempertahankan bea impor sebesar 25% terhadap baja dan aluminium asal AS, serta sebagian tarif untuk mobil dan truk. Presiden Donald Trump sendiri telah menetapkan tarif impor bagi seluruh sektor tersebut.

    Menurut LeBlanc, pencabutan sebagian tarif balasan akan membuka jalan menuju kesepakatan dagang yang lebih luas dengan pemerintahan Trump. Langkah itu juga bisa menjadi fondasi bagi kemungkinan renegosiasi perjanjian United States-Mexico-Canada Agreement (USMCA) yang akan ditinjau bersama pada tahun depan.

    Namun, sejauh ini Kanada belum mendapat sinyal bahwa Trump bersedia menurunkan tarif impor baja dan aluminium asing yang saat ini masih dipatok di level 50%, tambah LeBlanc.

  • Monyet di Ubud Masturbasi Pakai Batu Bikin Ilmuwan Penasaran

    Monyet di Ubud Masturbasi Pakai Batu Bikin Ilmuwan Penasaran

    Jakarta

    Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis ) di Bali, Indonesia, menjadi perhatian ilmuwan karena perilaku aneh yang diperlihatkannya. Hewan itu terekam kamera memperlakukan batu sebagai mainan seks (sex toys) dan menggunakannya untuk masturbasi.

    Para peneliti menemukan bahwa monyet-monyet tersebut berulang kali mengetuk dan menggosok alat kelamin mereka dengan batu untuk memuaskan diri. Studi mengenai perilaku aneh ini dipublikasikan pada 4 Agustus 2022 di jurnal Ethology.

    Temuan ini memberikan bukti lebih lanjut terkait hipotesis mainan seks yang diajukan oleh peneliti yang sama dalam studi sebelumnya, yang menggambarkan aktivitas tersebut sebagai bentuk masturbasi pada hewan dengan bantuan alat.

    Tim menemukan bahwa monyet jantan dan betina dari berbagai kelompok usia menggunakan batu untuk bermain, tetapi terdapat beberapa variasi di antara kelompok-kelompok tersebut. Monyet betina lebih pemilih dalam memilih batu yang mereka gunakan, sementara monyet jantan muda paling banyak terlibat. Para peneliti yang mengamati monyet-monyet tersebut biasanya tidak perlu menunggu lama untuk mengamati perilaku tersebut.

    “Anda akan melihat mereka menggunakan batu ini untuk digosok-gosokkan secara teratur,” ujar penulis utama Camilla Cenni, kandidat doktor di Lethbridge University di Alberta, Kanada, dikutip dari Live Science. “Mereka memang tidak melakukannya terus-menerus, tetapi jika Anda berhenti dan melihat mereka mulai bermain-main dengan batu, kemungkinan besar mereka akan melakukannya.”

    Cenni menyebutkan, beberapa populasi kera secara teratur memanipulasi batu sebagai bagian dari perilaku mereka, seolah-olah sebagai bentuk permainan. Mereka membawa batu, menggosokkannya ke permukaan, dan membenturkannya. Manipulasi batu ini kemungkinan merupakan budaya, karena hanya terlihat pada populasi tertentu.

    ‘Masturbasi dengan bantuan alat’ yang dijelaskan dalam studi ini kemungkinan besar berasal dari penggunaan batu yang lebih luas. Namun, praktik ini hanya didokumentasikan pada satu populasi monyet di Bali.

    “Ketika kita berbicara tentang penggunaan alat pada hewan, kita biasanya berpikir tentang kejadian-kejadian yang bergantung pada kelangsungan hidup,” kata Cenni.

    Misalnya, simpanse (Pan troglodytes) menggunakan batu untuk memecahkan kacang agar bisa dimakan. “Semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa menggunakan benda sebagai alat tidak harus menjadi masalah kelangsungan hidup. Ini jelas sebuah contoh,” jelasnya.

    Penelitian ini didasarkan pada studi yang dipimpin oleh Cenni dan diterbitkan dalam jurnal Physiology & Behavior pada 2020. Studi ini pertama kali mengajukan hipotesis mainan seks pada monyet jantan, sementara penelitian baru mengamati monyet jantan dan betina serta potensi motivasi mereka.

    Monyet jantan muda menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan aktivitas ini dibandingkan monyet jantan dewasa. Faktanya, monyet jantan dewasa cenderung tidak terlalu tertarik dengan masturbasi menggunakan batu, mungkin karena mereka memiliki ‘akses’ ke monyet betina dewasa. Namun, terdapat banyak variasi penggunaan batu di antara masing-masing monyet, baik jantan maupun betina.

    “Dalam kelompok-kelompok tersebut, terdapat monyet yang melakukannya jauh lebih sering daripada yang lain,” kata Cenni.

    Monyet-monyet tersebut adalah monyet perkotaan yang tinggal di dalam dan sekitar Suaka Hutan Monyet Suci di Ubud, Bali. Mereka hidup bebas dan diberi makan oleh manusia.

    Para peneliti berpendapat bahwa pemberian makan dapat mengurangi tekanan pada monyet untuk mencari makan, sehingga mereka lebih banyak terlibat dalam perilaku yang memanfaatkan batu. Dengan kata lain, mereka memiliki lebih banyak waktu luang daripada monyet lain, dan emilih untuk menghabiskannya bersama batu.

    (rns/afr)