Negara: Kanada

  • Saingi Starlink, Amazon Percepat Proyek Internet Satelit Kuiper dengan Roket Baru – Page 3

    Saingi Starlink, Amazon Percepat Proyek Internet Satelit Kuiper dengan Roket Baru – Page 3

    Menurut Ricky Freeman, layanan internet Project Kuiper ditargetkan mulai bisa dinikmati pelanggan pada akhir kuartal pertama (Q1) 2026.

    Untuk tahap awal, ada lima negara yang akan kebagian akses yaitu Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Prancis, dan Jerman.

    Soal perangkat kerasnya, Amazon sudah menyiapkan terminal standar khusus untuk pelanggan rumah tangga.

    Harganya diperkirakan sekitar USD 400 atau sekitar Rp 6,6 juta, lebih mahal USD 50 (sekitar Rp 833 ribu) jika dibandingkan dengan perangkat serupa milik Starlink.

    Namun Amazon tidak hanya menargetkan pengguna individu. Perusahaan juga mulai menjajaki pasar bisnis.

    Salah satu langkah konkretnya adalah kesepakatan dengan maskapai penerbangan JetBlue untuk menghadirkan layanan Wi-Fi di dalam pesawat.

  • Bos NASA Pede 2035 Bangun Kampung di Bulan

    Bos NASA Pede 2035 Bangun Kampung di Bulan

    Jakarta

    NASA akan menempatkan seluruh ‘desa’ di Bulan pada 2035. Hal ini dengan percaya diri disampaikan pimpinan badan antariksa Amerika Serikat tersebut.

    Administrator NASA Sean Duffy, telah mengungkapkan rencana untuk membangun pos terdepan yang berkelanjutan dan permanen di permukaan Bulan dalam dekade berikutnya. Duffy berbicara di sebuah panel di International Aeronautical Congress (IAC) di Sydney, Australia bersama para kepala badan antariksa internasional lainnya.

    Selama panel tersebut, ia berkata: ‘Kita akan memiliki kehidupan manusia yang berkelanjutan di Bulan. Bukan sekedar pos terdepan, tetapi sebuah perkampungan.”

    Pada awal Februari tahun depan, NASA akan meluncurkan misi Artemis II dan mengirim empat astronaut dalam perjalanan ke Bulan pertama dalam lebih dari 50 tahun. Meskipun Artemis II tidak akan mendarat di permukaan Bulan, tujuan akhir NASA adalah membangun pangkalan jangka panjang di Bulan.

    Pangkalan itu kemungkinan bertenaga nuklir, mampu menampung astronaut secara permanen, dan dibangun dari bahan-bahan yang ditemukan di permukaan Bulan.

    Tahun ini, tema konferensi IAC adalah ‘Sustainable Space: Resilient Earth’ (Ruang Angkasa Berkelanjutan: Bumi yang Tangguh), yang menurut Duffy berarti bagaimana NASA dapat mempertahankan kehidupan di ruang angkasa.

    Sementara para pimpinan badan antariksa Eropa, Kanada, dan Jepang membicarakan bagaimana satelit mereka membantu penelitian iklim, NASA berfokus secara eksklusif pada eksplorasi antariksa.

    Selain mengungkap rencananya untuk eksplorasi Bulan, Duffy juga membuat klaim berani tentang ambisi AS untuk Mars. Ketika ditanya seperti apa keberhasilan NASA dalam satu dekade, Duffy mengatakan bahwa badan tersebut membuat kemajuan pesat dalam misi untuk mencapai Mars. Ia juga meramalkan bahwa AS akan menjadi yang terdepan dalam hal menempatkan manusia di Mars.

    Namun, tujuan NASA yang lebih mendesak adalah untuk menempatkan manusia kembali di Bulan untuk pertama kalinya sejak misi Apollo berakhir pada 1972. Selama misi Artemis II Februari mendatang, para astronaut akan menguji roket Sistem Peluncuran Luar Angkasa dan pesawat ruang angkasa Orion yang pada akhirnya akan membawa manusia ke Bulan.

    Seperti dikutip dari Daily Mail, s2elama 10 hari, kru akan menempuh jarak 9.200 km melewati Bulan, menguji sistem di pesawat dan mengumpulkan data tentang reaksi tubuh mereka, sebelum kembali ke Bumi.

    Namun ujian besar bagi NASA akan terjadi pada pertengahan tahun 2027 dengan peluncuran Artemis III, yang berencana mendaratkan dua astronaut di lokasi dekat kutub selatan Bulan.

    Tidak seperti misi Apollo yang menghabiskan waktu hingga 22 jam di permukaan Bulan, Artemis III mengharuskan astronaut untuk tinggal di Bulan selama sekitar tujuh hari. Data yang mereka kumpulkan tentang geologi dan kondisi di sekitar Kutub Selatan semuanya akan digunakan untuk mempersiapkan tujuan akhir membangun pangkalan permanen di Bulan, meskipun rincian teknisnya masih belum jelas.

    Pada Agustus lalu, Duffy meluncurkan arahan yang menyerukan AS untuk menjadi negara pertama yang menempatkan reaktor nuklir di Bulan. Setelah itu, NASA kini telah mengeluarkan Request For Information (RFI), meminta perusahaan untuk mendaftarkan minat mereka dalam membangun reaktor.

    Dijuluki Fission Surface Power System, NASA mengatakan reaktor ini perlu berbobot kurang dari 15 ton dan mampu menghasilkan daya 100kWe. Itu adalah energi yang cukup untuk memberi daya pada pangkalan Bulan selama 14 hari malam lunar, mengingat panel surya tidak akan efektif.

    Reaktor apa pun yang terbukti berguna di Bulan juga akan berharga untuk misi eksplorasi Mars di masa mendatang, dengan jarak yang ekstrem mengharuskan manusia untuk tinggal di permukaan untuk waktu yang lama.

    NASA juga telah mulai meneliti bahan-bahan yang dapat digunakan untuk membuat struktur pangkalan. Dalam percobaan baru-baru ini, para astronaut di ISS mempraktikkan teknik pencampuran semen untuk melihat seberapa baik hasilnya dalam kondisi di luar gravitasi Bumi.

    Dalam sebuah pernyataan, pejabat NASA mengatakan salah satu pilihan untuk membangun pangkalan Bulan adalah menggunakan lingkungan gravitasi mikro untuk mencampur tanah Bulan dengan material lain untuk membuat semen dan membangun struktur layak huni di Bulan.

    Jika terbukti layak, pangkalan tersebut dapat dicetak 3D oleh mesin yang dikirim ke Bulan dengan roket, hanya menggunakan tanah dan air Bulan yang ditemukan di lokasi Kutub Selatan.

    Meskipun ada kekhawatiran bahwa Presiden AS Donald Trump akan kehilangan minat dalam misi ke Bulan, di bawah pimpinan Duffy, NASA telah mengambil sikap yang semakin berani terhadap eksplorasi Bulan.

    Dalam pernyataan baru-baru ini, Duffy mengatakan bahwa NASA akan memenangkan perlombaan luar angkasa kedua melawan China melalui program Artemis. “Kami akan kembali ke Bulan, dan kali ini, saat kami menancapkan bendera, kami tinggal di sana,” tutupnya.

    (rns/rns)

  • Suara Medan Magnet Bumi Berputar Ternyata Mengerikan

    Suara Medan Magnet Bumi Berputar Ternyata Mengerikan

    Jakarta

    Medan magnet Bumi berubah drastis sekitar 41 ribu tahun yang lalu. Kini, kita benar-benar dapat ‘mendengar’ pergolakan dahsyat ini, berkat interpretasi cerdas atas informasi yang dikumpulkan oleh misi satelit Swarm milik Badan Antariksa Eropa (ESA).

    Dengan menggabungkan data satelit dengan bukti pergerakan garis medan magnet di Bumi, para ahli geosains memetakan peristiwa Laschamps dan menggambarkannya menggunakan suara-suara alam seperti derit kayu dan benturan batu.

    Hasilnya, yang diluncurkan pada 2024 oleh Technical University of Denmark dan German Research Center for Geosciences, adalah sebuah trek audio yang terdengar aneh, seperti sebuah dunia lain yang belum pernah manusia dengar sebelumnya.

    Dihasilkan oleh logam cair yang berputar di inti planet kita, medan magnet Bumi mencapai puluhan hingga ratusan ribu kilometer ke luar angkasa, melindungi kita semua dengan menangkis partikel Matahari yang merusak atmosfer.

    Seiring bergesernya besi dan nikel di dalam planet kita, medan magnet Bumi pun ikut bergeser, yang berarti Kutub Utara (dan Selatan) juga terus bergerak. Baru-baru ini, posisi Kutub Utara magnetis resmi berubah, seiring pergeserannya menjauhi Kanada dan menuju Siberia.

    Dalam orientasinya saat ini, garis-garis medan magnet membentuk lingkaran tertutup yang mengarah dari selatan ke utara di atas permukaan planet, dan kemudian dari utara ke selatan jauh di dalamnya.

    Namun, terkadang medan magnet ini secara acak membalik polaritasnya. Jika hal ini terjadi lagi hari ini, kompas penunjuk utara kita akan menunjuk ke Kutub Selatan.

    Peristiwa dahsyat terakhir terjadi sekitar 41 ribu tahun yang lalu, meninggalkan jejak di aliran lava Laschamps di Prancis. Ketika medan lava melemah hingga hanya 5% dari kekuatannya saat ini, proses pembalikan memungkinkan kelebihan sinar kosmik masuk ke atmosfer Bumi.

    Es dan sedimen laut melestarikan tanda-tanda isotop dari pemboman Matahari yang lebih tinggi dari biasanya ini, dengan kadar isotop berilium-10 meningkat dua kali lipat selama peristiwa Laschamps, menurut sebuah studi yang diterbitkan tahun lalu.

    Atom-atom yang berubah ini terbentuk ketika sinar kosmik bereaksi dengan atmosfer kita, mengionisasi udara dan merusak lapisan ozon. Dengan potensi konsekuensi perubahan iklim global, diperkirakan kepunahan megafauna Australia serta perubahan pemanfaatan gua oleh manusia mungkin terkait dengan peristiwa ini.

    “Memahami peristiwa ekstrem ini penting untuk mengetahui kejadiannya di masa mendatang, prediksi iklim antariksa, dan menilai dampaknya terhadap lingkungan dan sistem Bumi,” jelas ahli geofisika dari German Research Center for Geosciences, Sanja Panovska, saat itu, dikutip dri Live Science.

    Pembalikan Laschamps membutuhkan waktu 250 tahun dan tetap berada dalam orientasi yang tidak biasa tersebut selama sekitar 440 tahun. Paling lama, medan magnet Bumi mungkin tetap berada pada 25% dari kekuatannya saat ini karena polaritas utara bergeser ke selatan.

    Anomali medan magnet baru-baru ini seperti melemahnya lautan Atlantik telah menimbulkan pertanyaan tentang pembalikan yang akan terjadi saat ini, tetapi penelitian terbaru menunjukkan anomali ini tidak selalu terkait dengan peristiwa pembalikan. Namun, anomali Atlantik Selatan membuat satelit di area tersebut terpapar radiasi tingkat tinggi.

    Sejak 2013, konstelasi Swarm milik ESA telah mengukur sinyal magnetik dari inti, mantel, kerak, lautan, ionosfer, dan magnetosfer Bumi sehingga kita dapat lebih memahami medan geomagnetik planet kita dan memprediksi fluktuasinya.

    (rns/rns)

  • Video: Dongkrak Penjualan, Starbucks Tutup Ratusan Gerai AS & Kanada

    Video: Dongkrak Penjualan, Starbucks Tutup Ratusan Gerai AS & Kanada

    Jakarta, CNBC Indonesia – Starbucks bakal menutup ratusan gerai berkinerja buruk di Amerika Utara. Langkah ini jadi bagian restrukturisasi besar-besaran senilai USD 1 miliar, atau sekitar Rp 16,7 triliun.

    Selengkapnya dalam program Power Lunch CNBC Indonesia (Selasa, 30/09/2025) berikut ini.

  • Respons Hamas-Israel soal Rencana Trump Akhiri Perang Gaza

    Respons Hamas-Israel soal Rencana Trump Akhiri Perang Gaza

    Jakarta

    Janji terbaru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk segera mengakhiri perang di Gaza tampaknya disambut skeptis oleh sebagian besar pengamat. Penilaian tersebut tak lepas dari klaim palsu Trump baru-baru ini yang mengatakan bahwa dia telah mengakhiri tujuh perang.

    “Kita punya peluang nyata untuk mencapai KEJAYAAN DI TIMUR TENGAH. SEMUA PIHAK SIAP UNTUK SESUATU YANG ISTIMEWA, UNTUK PERTAMA KALINYA. KITA AKAN WUJUDKAN!!!” tulis Donald Trump di platform Truth Social-nya, Minggu (28/09).

    Trump merujuk pada rencana 21 poin miliknya, yang rinciannya mulai terungkap akhir pekan lalu, menjelang pertemuannya di Gedung Putih dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Senin (29/09), pertemuan keempat mereka tahun ini.

    Namun, apa sebenarnya yang tercantum dalam rencana tersebut?

    Menuju pembentukan negara Palestina

    Yang paling penting, rencana ini membuka jalan menuju pembentukan negara Palestina, sesuatu yang secara konsisten dan tegas ditentang oleh Israel, serta peta jalan masa depan untuk Gaza. Rencana tersebut juga menuntut pembebasan 20 sandera yang masih hidup di Gaza dan sejumlah sandera yang telah meninggal untuk ditukar dengan pembebasan ratusan warga Palestina yang ditahan di Israel. Hal ini harus dilakukan dalam 48 jam setelah kesepakatan dicapai.

    “Setelah semua sandera dibebaskan, Israel akan membebaskan 250 tahanan yang menjalani hukuman seumur hidup, serta 1.700 warga Gaza yang ditahan setelahserangan 7 Oktober. Untuk setiap sandera Israel yang jasadnya dikembalikan, Israel akan menyerahkan jasad 15 warga Gaza yang telah meninggal,” demikian laporan dari The Washington Post.

    Rencana ini juga menuntut penggulingan Hamas, yang diakui sebagai organisasi teroris oleh Jerman, Uni Eropa, AS, dan beberapa negara Arab, serta komitmen dari Hamas untuk melucuti senjata.

    Poin lainnya mencakup rencana ekonomi untuk pertumbuhan Gaza, jaminan keamanan untuk Gaza yang dijaga oleh AS dan negara-negara kawasan, kesempatan bagi warga yang telah meninggalkan Gaza untuk kembali, tanpa ada pemaksaan bagi siapa pun yang masih tinggal di sana untuk pergi.

    Gaza nantinya akan dikelola oleh pemerintahan transisi. Mantan anggota Hamas bisa memilih untuk tetap tinggal dan ikut serta dalam rencana baru ini, atau diberi jalan aman untuk pindah ke negara lain yang tidak disebutkan.

    Selain itu, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) harus segera menghentikan semua operasinya setelah kesepakatan dan menyerahkan wilayah yang telah direbut. Israel juga harus berjanji tidak akan menduduki atau mencaplok wilayah Gaza. Komisi Penyelidikan di bawah Dewan HAM PBB (UNHRC) baru-baru ini menyatakan bahwa Israel telah melakukan genosida terhadap warga Palestina.

    Rencana ini juga mencakup jaminan bahwa bantuan dari lembaga internasional bisa masuk ke Gaza tanpa hambatan dari kedua pihak, meskipun tidak disebutkan soal Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang didukung oleh Israel dan AS.

    Asal-usul rencana 21 poin Trump

    Pada Senin (23/09), utusan AS Steve Witkoff mengatakan bahwa Donald Trump mengajukan rencana tersebut dalam sebuah pertemuan dengan para pemimpin dari negara-negara Arab dan Islam, yaitu Qatar, Arab Saudi, Indonesia, Turki, Pakistan, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Yordania di PBB. Saat itu Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas tidak diizinkan menghadiri Sidang Umum PBB, tempat pertemuan sela itu berlangsung, setelah pemerintah AS menolak memberinya visa.

    Dalam sebuah pernyataan bersama, negara-negara yang terlibat dalam pertemuan tersebut menyatakan bahwa mereka “menegaskan kembali komitmen untuk bekerja sama dengan Presiden Trump dan menekankan pentingnya kepemimpinannya untuk mengakhiri perang.”

    Rencana itu kabarnya juga mendapat dukungan dari Tony Blair Institute for Global Change yang dipimpin mantan perdana menteri Inggris tersebut. Beberapa laporan menyebut Blair akan memimpin Gaza International Transitional Authority (GITA) berdasarkan rencana ini. Namun, Blair dinilai tidak populer di Timur Tengah karena dukungannya terhadap invasi AS ke Irak tahun 2003. GITA bisa memegang kendali selama beberapa tahun hingga Otoritas Palestina dinilai memenuhi syarat yang diperlukan untuk menjalankan pemerintahan.

    Rencana ini muncul di tengah meningkatnya jumlah negara Barat, seperti Inggris, Prancis, dan Kanada, yang mengakui negara Palestina. Namun, Netanyahu menyebut keputusan itu sebagai “tindakan tercela.”

    Respons Hamas dan Israel

    Sementara Trump sangat percaya diri dengan rencananya, Netanyahu jauh lebih berhati-hati, meski tidak menolaknya. “Kami sedang mengerjakannya,” katanya kepada Fox News, Minggu (28/09). “Ini belum final, tapi kami sedang bekerja sama dengan tim Presiden Trump saat ini.”

    Pada Jumat (26/09), kepada kantor berita Reuters, seorang pejabat Hamas yang tidak disebutkan namanya mengatakan bahwa Hamas belum pernah menerima pemaparan soal rencana tersebut.

    Kelompok itu kemudian merilis pernyataan pada hari Minggu (28/09) mengatakan “Hamas siap untuk mempertimbangkan secara positif dan bertanggung jawab setiap proposal yang datang dari para mediator, asalkan proposal itu melindungi hak-hak nasional rakyat Palestina.”

    Sementara itu, Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, menguraikan kesulitan yang akan dihadapi Netanyahu, meski dia mendukung rencana tersebut. Hal itu disampaikannya lewat akun X, Senin (29/09).

    Dia menulis bahwa keamanan Israel bergantung pada “tindakan, kendali kami atas wilayah, dan penegakan tanpa kompromi yang hanya bergantung pada (militer Israel) dan aparat pertahanan kami.” Bezalel juga menolak segala bentuk keterlibatan Otoritas Palestina, yang pernah memerintah Gaza hingga Hamas mengambil alih pada 2007.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Algadri Muhammad dan Muhammad Hanafi

    Editor: Hani Anggraini

    Lihat juga Video: Ini Isi 20 Poin Proposal Trump terkait Penyelesaian Perang di Gaza

    (ita/ita)

  • Trump Akan Terapkan Tarif Impor 10% untuk Kayu dan 25% untuk Produk Mebel

    Trump Akan Terapkan Tarif Impor 10% untuk Kayu dan 25% untuk Produk Mebel

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden AS Donald Trump kembali mengeluarkan tarif terbarunya, kali ini mengincar produk kayu dan mebel. Trump memerintahkan penerapan tarif impor sebesar 10% untuk kayu lunak dan produk kayu gergajian, serta tarif sebesar 25% untuk lemari dapur, meja rias, dan produk kayu berlapis.

    Tarif ini dijadwalkan mulai berlaku pada 14 Oktober 2025, dengan beberapa kenaikan tambahan akan diberlakukan mulai 1 Januari 2026 sesuai dengan dokumen yang ditandatangani pada Senin (29/9/2025). Kebijakan ini merupakan jawaban dari investigasi Departemen Perdagangan AS atas impor kayu, produk kayu, dan produk turunannya.

    “[Kebijakan ini akan] memperkuat rantai pasok, meningkatkan ketahanan industri, menciptakan lapangan kerja berkualitas tinggi, dan meningkatkan pemanfaatan kapasitas produksi dalam negeri untuk produk kayu,” kata Trump, dikutip Bloomberg, Selasa (30/9/2025).

    Namun, para pengembang perumahan memperingatkan bahwa tarif ini juga bisa menghambat investasi dalam pembangunan rumah baru maupun renovasi. Hal ini juga bisa mengurangi efektivitas kampanye Trump yang selama ini mendorong pembelian rumah melalui desakan kepada The Fed untuk menurunkan suku bunga.

    Kanada berpotensi terdampak berat oleh kebijakan ini, mengingat negara tersebut merupakan pemasok kayu terbesar ke AS. Kanada saat ini telah dikenakan bea masuk sebesar 35,2% untuk mengimbangi dugaan subsidi dan praktik harga yang tidak adil. Meskipun Trump mengklaim AS tidak membutuhkan kayu dari Kanada, kenyataannya, pasokan dari Kanada menyumbang sekitar seperlima dari pasar AS.

    Sementara untuk negara-negara yang telah menandatangani perjanjian perdagangan terpisah dengan Trump, akan dikenakan tarif yang lebih rendah. Misalnya, tarif atas produk kayu dari Inggris tidak akan melebihi 10% dan untuk Uni Eropa serta Jepang, tarif secara efektif dibatasi hingga 15%.

    Beberapa tarif akan meningkat pada 1 Januari 2026, sesuai perintah Trump. Produk kayu berlapis tertentu akan dikenakan tarif hingga 30%, sedangkan lemari dapur dan meja rias akan dikenakan pajak impor sebesar 50%. 

    Meski demikian, Trump mendapat tekanan dari beberapa anggota Partai Republik di Kongres untuk mengenakan tarif atas furnitur, lemari, dan produk kayu lainnya demi mendukung industri di negara bagian asal mereka.

    Beberapa bahkan mendorong agar tarif mencapai 100%. Trump juga menyampaikan dukungannya kepada para produsen furnitur di North Carolina — yang dulunya merupakan pusat industri furnitur domestik AS di wilayah selatan — di mana mereka kini menghadapi persaingan ketat dari produsen luar negeri yang disubsidi.

    Meskipun tarif baru atas lemari dan furnitur bisa meningkatkan daya saing produsen dalam negeri, para pengecer memperingatkan bahwa kebijakan ini akan meningkatkan biaya operasional mereka.

    Peritel furnitur yang kemungkinan terdampak mencakup Wayfair Inc., Arhaus Inc., Williams-Sonoma Inc., dan RH yang sebelumnya dikenal sebagai Restoration Hardware. Sementara itu, perusahaan dengan rantai pasokan domestik yang lebih kuat, seperti Ethan Allen dan La-Z-Boy Inc., justru bisa mendapat keuntungan dari kebijakan ini.

  • Pesawat Diserang Maling, Nasib Penumpang Memprihatinkan

    Pesawat Diserang Maling, Nasib Penumpang Memprihatinkan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Insiden penyerangan siber kembali menimpa industri penerbangan. Kali ini maskapai Kanada, WestJet, yang menjadi korban.

    Pada Senin (29/9)kemarin, WestJet mengumumkan ‘maling’ siber telah mencuri informasi pribadi para penumpang dalam serangan keamanan siber pada awal tahun ini.

    Kendati demikian, tidak ada data pembayaran yang dikompromikan. WestJet mengatakan pihaknya sudah mendeteksi aktivitas mencurigakan pada 13 Juli 2025.

    WestJet kemudian memastikan bahwa aksi kejahatan canggih dari pihak ketiga telah berhasil membuat maling mendapat akses tak resmi ke dalam sistem maskapai, dikutip dari Reuters, Selasa (30/9/2025).

    Industri penerbangan makin bergantung ke sistem digital kompleks yang menyimpan data-data penumpang. Hal ini membuat para penjahat siber makin tertarik untuk menargetkan serangan ke maskapai penerbangan.

    Pada awal bulan ini, penyerangan ransomware juga menimpa Collins Aerospace, unit dari RTX. Dampaknya fatal karena melumpuhkan operasional di bandara-bandara besar Eropa, terutama pada sistem check-in dan pemrosesan bagasi.

    Kembali ke insiden WestJet, perusahaan mengatakan tipe data pribadi penumpang yang bocor termasuk nama, detail kontal, informasi perjalanan, dan dokumen-dokumen terkait pemesanan.

    Namun, nomor kartu kredit dan debut, tanggal kedaluwarsa, dan nomor CVV, tak turut dirampok maling.

    Dalam pemberitahuan ke warga AS pada Senin (29/9) kemarin, WestJet mengatakan pihaknya bekerja sama dengan lembaga penegakkan hukum, termasuk FBI dan Pusat Keamanan Siber Kanada, dalam mengusut kasus ini.

    WestJet juga memberi tahu beberapa otoritas terkait, termasuk Jaksa Agung negara bagian AS yang penduduknya terdampak.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kiamat Sopir Truk Makin Dekat, Tandanya Sudah Bermunculan di Amerika

    Kiamat Sopir Truk Makin Dekat, Tandanya Sudah Bermunculan di Amerika

    Jakarta, CNBC Indonesia – Industri kendaraan otomatis tanpa sopir (autonomous vehicle/AV) masih jauh dari tingkat kematangan. Namun, raksasa teknologi dan perusahaan otomotif makin kencang memamerkan inovasi terbaru mereka.

    Hal ini terlihat dari maraknya perusahaan yang meluncurkan taksi otomatis (robotaxi) di Amerika Serikat (AS), China, hingga negara-negara lain termasuk Singapura. Kemunculan robotaxi akan mengancam eksistensi profesi driver online, dengan maraknya layanan ride-hailing yang mulai menjajal robotaxi.

    Tak cuma itu, profesi sopir truk juga sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kepunahan, meski belum dalam waktu dekat. Setidaknya ada dua perusahaan yang pekan ini mengeluarkan pengumuman penting.

    Pertama adalah Gatik, startup AV dan logistik yang hendak meluncurkan truk otomatis tanpa sopir jarak menengah. Startup tersebut mengumumkan kemitraan jangka panjang dengan peritel terbesar di Kanada, Loblaw.

    Dalam kesepakatan tersebut, Gatik akan menyediakan 20 truk otomatis pada akhir 2025, untuk mengantar paket ke jaringan toko Loblaw di area Toronto, dikutip dari TechCrunch, Senin (29/9/2025).

    Co-founder dan CEO Gatik, Gautam Narang, mengatakan pihaknya akan meluncurkan 30 truk otomatis pada akhir 2026 mendatang.

    Truk-truk tanpa sopir akan beroperasi secara otomatis dalam menjemput produk dan mendistribusikannya ke lebih dari 300 toko ritel.

    Bukan cuma itu, startup Kodiak Robotics asal AS juga tengah mengembangkan truk otomatis untuk penggunaan di jalan raya, industrial, dan pertahanan. Perusahaan akan mulai melantai di bursa Nasdaq pada pekan ini di bawah nama KDK dan KDKRW.

    Perusahaan yang kini bernama Kodiak AI akan go public melalui merger dengan perusahaan akuisisi tujuan khusus Ares Acquisition Corporation II, afiliasi Ares Management. Kesepakatan ini menilai startup tersebut sekitar US$2,5 miliar.

    “Seperti yang bisa Anda bayangkan, membangun dan meningkatkan skala perusahaan mobil otomatis yang transformatif membutuhkan modal yang sangat besar, dan kami ingin mengakses pasar publik sebagai jalur ke depan bagi perusahaan,” kata CEO Kodiak AI Don Brunette kepada TechCrunch.

    “Saya pikir kendaraan otomatis adalah masa depan transportasi darat secara luas,” ujarnya.

    Belum jelas kapan industri robotaxi dan truk tanpa sopir akan meluas hingga ke Tanah Air dan berdampak pada profesi-profesi yang saat ini masih ada. Tentu penerapan teknologi baru harus disertai dengan regulasi yang tepat dalam melindungi pekerjaan, agar tidak terjadi PHK massal. Kita tunggu saja!

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Atlantik Utara Gonjang Ganjing, Ilmuwan Beri Peringatan Waspada

    Atlantik Utara Gonjang Ganjing, Ilmuwan Beri Peringatan Waspada

    Jakarta

    Wilayah Atlantik Utara menjadi perhatian ilmuwan dalam beberapa tahun terakhir. Mereka menyoroti aktivitas Atlantic Meridional Overturning Circulation (AMOC) yang kian mengkhawatirkan, dan menjadi alarm bahaya bagi Bumi.

    Apa itu AMOC?

    Atlantic Meridional Overturning Circulation atau disingkat AMOC adalah jaringan arus laut raksasa yang bergerak melalui Samudra Atlantik. AMOC sering diibaratkan seperti ban berjalan raksasa. Ia membawa air hangat dan kaya nutrisi ke utara dari dekat khatulistiwa, dan air dingin ke selatan dari dekat kutub.

    Namun, ini bukan jenis arus yang akan kita alami saat berada di pantai. Mengutip National Ocean and Atmospheric Administration (NOAA), arus pasang surut terjadi di dekat pantai dan dipengaruhi oleh Matahari dan Bulan, sedangkan arus permukaan seperti AMOC dipengaruhi oleh angin.

    “Namun, arus lain yang jauh lebih lambat yang terjadi dari permukaan ke dasar laut didorong oleh perubahan kadar garam dan suhu laut, sebuah proses yang disebut sirkulasi termohalin,” catat NOAA.

    Arus-arus terakhir inilah yang membentuk AMOC, dan bertanggung jawab atas beberapa keanehan di Samudra Atlantik dan iklim. Itulah sebabnya, misalnya, suhu di Tromsø, di Arktik Norwegia, bisa mencapai rata-rata -3°C bahkan di bulan Januari. Sementara, Pulau Southampton di Kanada misalnya, sekitar 591 kilometer lebih dekat ke khatulistiwa, mengalami suhu rata-rata -29°C.

    “Dan inilah alasan utama mengapa iklim Eropa telah stabil selama ribuan tahun,” tulis Robert Marsh, Profesor Oseanografi dan Iklim di Southampton University, dalam sebuah artikel di 2023 yang diterbitkan di The Conversation.

    Paradoksnya, inilah pula alasan mengapa cuaca di Eropa begitu tidak stabil. “Cuaca dan iklim Eropa, khususnya Eropa utara, sangat bervariasi dari hari ke hari, minggu ke minggu, dan tahun ke tahun. Dengan massa udara yang bersaing (hangat dan lembap, dingin dan kering, dan sebagainya) yang berpengaruh, seringkali dipengaruhi oleh jet stream di ketinggian,” Marsh menjelaskan.

    Secara keseluruhan, ini cukup penting dan berpengaruh. Jadi, kita perlu khawatir karena tampaknya sistem ini mulai rusak dan menuju keruntuhan.

    Proses yang Lambat dan Goyah

    AMOC bergerak dengan kecepatan yang secara bebas digambarkan ‘santai’. Artinya, dibutuhkan sekitar 1.000 tahun bagi setiap bidang air untuk menyelesaikan perjalanannya mengelilingi sabuk. Namun, ada beberapa bukti bahwa kecepatannya semakin melambat. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin sedikit panas yang datang ke Eropa, dengan aliran AMOC saat ini lebih lemah daripada titik mana pun dalam milenium terakhir.

    Apakah ini akan berakhir total? Tidak dalam waktu dekat. Tapi bukan itu masalahnya. Ketakutan yang sesungguhnya di kalangan ilmuwan iklim adalah, ia terombang-ambing antara stabilitas dan ketidakstabilan. Jika manusia tidak segera bertindak, ia mungkin akan runtuh total.

    “Kekhawatiran umum akan risiko keruntuhan AMOC sudah ada sejak lebih dari setengah abad,” jelas Stefan Rahmstorf, seorang ahli oseanografi yang memimpin departemen analisis sistem Bumi di Potsdam Institute for Climate Impact Research di Jerman, pada 2024.

    “Fakta bahwa AMOC memiliki titik kritis pertama kali dijelaskan dalam sebuah studi terkenal oleh ahli oseanografi Amerika Henry Stommel pada 1961, ia menunjukkan bahwa sistem tersebut tidak stabil karena adanya sistem umpan balik yang memperkuat dirinya sendiri,” ujarnya.

    Ia menambahkan, hal ini sudah diketahui sejak lama, namun baru sekarang dianggap memiliki probabilitas rendah berdampak tinggi. Ini seperti memberi tahu seseorang yang naik pesawat bahwa kemungkinannya jatuh adalah 5%.

    “Namun sekarang, mengingat bukti baru, saya rasa banyak rekan saya, termasuk saya sendiri, tidak lagi menganggapnya sebagai kemungkinan kecil,” kata Rahmstorf.

    Jika AMOC Runtuh

    Jika AMOC runtuh, manusia akan mengantisipasi suhu yang lebih ekstrem di Eropa, lebih banyak banjir dan kekeringan terjadi, serta iklim yang lebih dingin dan kering di tempat-tempat seperti Irlandia dan Skandinavia, yang sejauh ini telah menjadi subur oleh arus Atlantik.

    Perbedaan suhu yang lebih besar di seluruh Eropa, pada gilirannya, akan mendorong lebih banyak peristiwa cuaca ekstrem, lebih banyak badai, badai yang lebih kuat, dan badai tropis muncul di tempat yang seharusnya tidak mereka datangi.

    Ini juga menjadi berita buruk bagi lautan di Bumi secara keseluruhan. Permukaan laut akan naik jauh lebih tinggi daripada yang sudah terjadi, dan ekosistem laut maupun darat akan menderita.

    “AMOC mengangkut oksigen ke laut dalam. Ini juga berita buruk, jika proses ini berhenti, karena jika terjadi kekurangan oksigen di lautan, seluruh jaringan kehidupan di Atlantik utara akan terganggu,” tegas Rahmstorf.

    Oksigen tersebut membawa banyak sekali CO2, hingga 25% dari jumlah yang kita hasilkan, ke dasar lautan. Oksigen telah menjadi penyelamat kita sejak lama, dan jika AMOC berhenti beraktivitas, banyak sekali gas rumah kaca tersebut yang akan tetap berada di atmosfer, yang semakin berkontribusi terhadap pemanasan global.

    Apa yang Bisa Manusia Lakukan?

    Apakah ada harapan bagi AMOC? Ilmuwan menjawab, mungkin. Tetapi itu membutuhkan kekuatan dan tekad politik yang sangat besar. Rahmstorf menyebutkan, hal utama adalah memprioritaskan kepatuhan terhadap apa yang disepakati dalam Perjanjian Paris.

    “Yaitu, membatasi pemanasan global hingga 1,5°C jika memungkinkan, tetapi tentu saja jauh di bawah 2 °C. Artinya 1,7 °C atau mungkin 1,8 °C,” ujarnya.

    Menurutnya, jika kita berhasil melakukannya, dan semua negara telah berkomitmen untuk melakukannya, maka kita benar-benar dapat meminimalkan risiko melewati titik kritis.

    “Tidak ada jaminan, tetapi saya pikir sangat mungkin kita akan terhindar dari titik kritis tersebut jika kita tetap berpegang pada Perjanjian Paris,” tutupnya.

    (rns/rns)

  • Ekspor Indonesia Panen Tarif 0 Persen: Biskuit hingga Suku Cadang RI Siap Banjiri Pasar Kanada – Page 3

    Ekspor Indonesia Panen Tarif 0 Persen: Biskuit hingga Suku Cadang RI Siap Banjiri Pasar Kanada – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengumumkan kabar gembira bagi pelaku usaha di Tanah Air. Sebanyak 5.441 produk Indonesia dipastikan akan menikmati tarif 0 persen saat masuk ke Kanada. Produk-produk ini mencakup beragam sektor, mulai dari makanan olahan, biskuit, hingga suku cadang dan dekorasi rumah.

    Direktur Jenderal Perundingan Perjanjian Internasional (PPI) Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono, menjelaskan bahwa pemberlakuan tarif impor istimewa ini akan dimulai saat perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif Indonesia-Kanada (ICA-CEPA) resmi diimplementasikan, yang diperkirakan terjadi pada pertengahan tahun 2026.

    “Produk makanan olahan, kue, biskuit, roti, kemudian produk manufaktur seperti kabel, kemudian serak optik, peralatan dekorasi rumah, suku cadang, aksesoris, otomotif, itu semua akan 0 persen. Tidak cuma itu saja, banyak sekali, ada 5.441,” ujar Djatmiko dalam panel diskusi ICA-CEPA di kantor Kemendag, Jakarta, Senin.

    Tarif 0 Persen Berlaku Bertahap: Target 95 Persen Produk

    Pemberlakuan tarif 0 persen ini tidak dilakukan sekaligus, melainkan secara bertahap. Dalam lima tahun pertama implementasi, sektor lain seperti kayu, buah-buahan, dan olahan kelautan akan menyusul menikmati tarif rendah ini.

    Djatmiko menambahkan, dalam 10 tahun berikutnya, cakupan produk yang menikmati tarif 0 persen akan semakin meluas, termasuk ban, alas kaki, tekstil, audio, peralatan rumah tangga, dan furnitur.

    “All in all, hampir mungkin 95 persen semua produk Indonesia itu akan menikmati tarif 0 persen ke pasar Kanada,” jelasnya optimis.