Negara: Kamboja

  • Deadline 1 Agustus, Airlangga Sebut Tarif 32% AS untuk RI Masih Nego

    Deadline 1 Agustus, Airlangga Sebut Tarif 32% AS untuk RI Masih Nego

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut proses negosiasi pemerintah Indonesia kepada pemerintah Amerika Serikat (AS) terkait dengan tarif impor sebesar 32% masih berproses jelang batas akhir 1 Agustus 2025. 

    Untuk diketahui, Airlangga baru saja selesai menemui Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick dan Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer untuk melanjutkan proses negosiasi di Washington DC. 

    Upaya negosiasi dilanjutkan usai Presiden AS Donald Trump menyampaikan surat kepada Presiden RI Prabowo Subianto melalui situs Truth Social miliknya, bahwa produk dan barang-barang dari Indonesia akan tetap dikenakan tarif impor 32%. 

    Airlangga menyebut pihak AS menyepakati bahwa proposal negosiasi dagang yang diajukan Indonesia masih berproses lanjutan. Harapannya, apa yang ditawarkan Indonesia di atas meja negosiasi itu bisa difinalisasi dalam waktu tiga pekan ke depan sebelum deadline awal bulan depan. 

    “Jadi kemarin dalam pertemuan di Amerika dengan Secretary Lutnick maupun Ambassador Greer dari USTR [United States Trade Representative] itu menyepakati bahwa apa yang diusulkan oleh Indonesia berproses lanjutan. Jadi tiga minggu ini diharapkan finalisasi daripada fine tuning daripada proposal, dan fine tuning daripada apa yang sudah dipertukarkan,” ujarnya di sela-sela kunjungan Presiden Prabowo di Brussel, Belgia, dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (13/7/2025). 

    Meski demikian, Airlangga tidak memerinci lebih lanjut apa saja yang ditawarkan Indonesia dalam proposal negosiasi guna menurunkan tarif impor 32% itu. 

    Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto menyebut angka 32% tersebut belum final karena masih ada ruang negosiasi yang terbuka, setidaknya sebelum berlaku pada 1 Agustus 2025 seperti yang diumumkan Trump. 

    “Targetnya kita [setara dengan yang] rendah di Asean atau mungkin lebih rendah,” ujar Haryo dalam keterangan pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025).

    Adapun Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi meyakini bahwa proposal negosiasi perdagangan yang dibawa Indonesia sudah cukup dan menjawab tuntutan dari pihak AS. 

    “Apa yang sejak beberapa waktu yang lalu disampaikan tawaran tersebut kita merasa sebenarnya itu sudah menjawab apa yang menjadi tuntutan dari atau kehendak dari teman-teman AS,” tuturnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (11/7/2025).

    Sebelumnya, Trump mengumumkan bahwa Indonesia akan tetap dikenakan tarif resiprokal sebesar 32% pada 1 Agustus 2025 melalui surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto yang diunggah di akun Truth Social @realDonaldTrump pada Selasa (8/7/2025).

    Sebagai perbandingan, Thailand dikenakan tarif 36%, Kamboja 36%, Bangladesh 35%, Myanmar 40%, Laos 40%. Sementara itu, Malaysia, Korea Selatan, Jepang dikenakan tarif 25%.

  • Rupiah bergerak stabil di tengah ketidakpastian perang dagang

    Rupiah bergerak stabil di tengah ketidakpastian perang dagang

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Rupiah bergerak stabil di tengah ketidakpastian perang dagang
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 11 Juli 2025 – 19:22 WIB

    Elshinta.com – Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menilai nilai tukar (kurs) Rupiah cenderung bergerak datar atau stabil (sideways) di tengah ketidakpastian terkait perang dagang.

    Bahkan, ketika Trump mengumumkan bahwa Indonesia dikenai tarif sebesar 32 persen pada 1 Agustus 2025, pergerakan Rupiah masih cukup stabil.

    “Sentimen menguat pada sesi Asia setelah Presiden AS (Amerika Serikat) Donald Trump mengancam akan memberikan blanket tariff sebesar 15-20 persen kepada mitra dagangnya,” kata dia kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.

    Mengutip Anadolu, Presiden AS Donald Trump pada Rabu (9/7), mengumumkan bahwa Washington akan mengenakan tarif sebesar 20-30 persen untuk barang-barang dari tujuh negara yang akan dimulai pada 1 Agustus 2025.

    Filipina akan dikenakan tarif sebesar 20 persen, Brunei dan Moldova 25 persen, sedangkan Sri Lanka, Irak, Aljazair, dan Libya akan dikenakan tarif 30 persen.

    Sebelumnya, Trump mengumumkan tarif 25 persen untuk Jepang dan Korea Selatan mulai 1 Agustus.

    Trump kemudian mengumumkan tarif untuk belasan negara, termasuk 25 persen untuk Malaysia, Kazakhstan, dan Tunisia. Lalu 30 persen untuk Afrika Selatan dan Bosnia dan Herzegovina, serta 32 persen untuk Indonesia.

    AS akan mengenakan tarif 35 persen untuk Serbia dan Bangladesh, lalu 36 persen untuk Kamboja dan Thailand, serta 40 persen untuk Laos dan Myanmar.

    Presiden AS itu juga mengenakan tarif sebesar 35 persen atas barang-barang impor dari Kanada mulai 1 Agustus.

    “Di tengah sentimen perang dagang tersebut, Rupiah hanya bergerak dalam rentang Rp16.210-16.248 per dolar, dan ditutup menguat 0,04 persen (atau 6 poin) ke level Rp16.218 per dolar AS (dari sebelumnya Rp16.212 per dolar AS),” ujar Josua.

    Pada pekan depan, Rupiah akan dipengaruhi oleh rilis dari inflasi AS, pertumbuhan ekonomi Tiongkok, serta pengumuman Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia). Nilai tukar rupiah diperkirakan melemah terbatas pada perdagangan minggu depan dalam rentang Rp16.175-Rp16.275 per dolar AS.

    Adapun Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini justru melemah tipis ke level Rp16.221 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.220 per dolar AS.

    Sumber : Antara

  • Mensesneg Yakin Tarif Impor AS Tidak Ada Kaitannya Indonesia Gabung BRICS

    Mensesneg Yakin Tarif Impor AS Tidak Ada Kaitannya Indonesia Gabung BRICS

    Mensesneg Yakin Tarif Impor AS Tidak Ada Kaitannya Indonesia Gabung BRICS
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan, pengenaan
    tarif impor
    sebesar 32 persen dari Amerika Serikat (AS) tidak terkait dengan bergabungnya
    Indonesia
    dalam organisasi
    BRICS
    .
    Tarif itu dikenakan jauh-jauh hari oleh Presiden AS Donald Trump sebagai balasan atas tarif impor yang dikenakan Indonesia untuk produk-produk negeri Paman Sam.
    “Kalau menurut pendapat kami sesungguhnya tidak ada (kaitannya). Dan pengenaan tarif 32 persen itu pun kan jauh-jauh hari sebelum kita dinyatakan menjadi anggota penuh BRICS. Saya pikir nggak ada hubungannya,” kata Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (11/7/2025).
    Prasetyo menuturkan, tarif tersebut pun bukan hanya berlaku untuk Indonesia maupun negara anggota BRICS. Tarif dikenakan Trump kepada sekitar 180 negara di dunia.
    “Karena itu kan kalau saudara-saudara perhatikan kan tidak hanya berlaku untuk Indonesia,” ucap Prasetyo.
    Adapun saat ini, Indonesia tengah menegosiasi kembali besaran tarif tersebut, menyusul kebijakan AS yang bakal mematok tarif 32 persen kepada Indonesia per 1 Agustus 2025.
    Tenggat itu jauh lebih lama dari tenggat semula pada 9 Juli 2025.
    Pihak Indonesia menilai AS memberikan kelonggaran waktu untuk berunding lebih lanjut.
    “Minta doanya, tim ekonomi kita sedang berada di Amerika dipimpin oleh Pak Menko (Perekonomian) Airlangga untuk terus melakukan upaya negosiasi, supaya intinya adalah kita berharap apa yang menjadi kebijakan Pemerintah Amerika Serikat dapat ditinjau kembali sehingga memberikan keuntungan bagi perdagangan kita,” jelas Prasetyo.
    Ia pun berharap, AS dapat mempertimbangkan tarif lebih kecil bagi Indonesia.
    “Kita berharap, kita betul-betul berharap itu Pemerintah Amerika dapat mempertimbangkan. Tapi makanya kita tunggu, mohon doanya dari seluruh masyarakat Indonesia supaya tim negosiator dapat memberikan hasil yang terbaik bagi bangsa dan negara kita,” pinta Prasetyo.
    Sebelumnya diberitakan, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan hasil negosiasi tarif impor terhadap 14 negara. Indonesia termasuk dalam daftar dengan tarif sebesar 32 persen.
    Trump menyampaikan pengumuman itu lewat sejumlah unggahan di media sosial Truth Social, Senin (7/7/2025) waktu AS. CNBC melaporkan informasi tersebut pada Selasa (8/7/2025).
    Tarif baru akan berlaku mulai 1 Agustus 2025.
    Selain Indonesia, negara lain yang masuk daftar antara lain Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Kazakhstan, Afrika Selatan, Laos, dan Myanmar.
    Trump juga menyebut Bosnia dan Herzegovina, Tunisia, Bangladesh, Serbia, Kamboja, dan Thailand.
    Barang dari Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Kazakhstan, dan Tunisia akan dikenai tarif 25 persen.
    Produk asal Afrika Selatan dan Bosnia dikenai tarif 30 persen. Indonesia masuk kategori dengan bea impor 32 persen.
    Tarif untuk Bangladesh dan Serbia ditetapkan 35 persen. Kamboja dan Thailand dikenai 36 persen. Laos dan Myanmar terkena tarif tertinggi, 40 persen.
    Trump meminta 14 negara tersebut tidak membalas tarif itu dengan kenaikan bea serupa.
    “Jika karena alasan apa pun Anda memutuskan untuk menaikkan Tarif, maka, berapa pun jumlah yang Anda pilih untuk menaikkannya, akan ditambahkan ke 25 persen yang kami kenakan,” tulis Trump dalam surat yang diunggah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Trump Getok Tarif Tembaga 50%, Smelter RI Terdampak?

    Trump Getok Tarif Tembaga 50%, Smelter RI Terdampak?

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) menyebut kebijakan tarif impor tembaga yang masuk ke Amerika Serikat (AS) sebesar 50% tidak akan berdampak signifikan terhadap hasil produksi smelter nasional. 

    Ketua Umum AP3I Haykal Hubeis mengatakan, bagi produsen bijih tembaga nasional, pasar AS merupakan pilihan terakhir atau memiliki pangsa yang sangat kecil. Adapun, pasar utama tembaga nasional yakni Asia Timur dan Asia Tenggara. 

    “Mungkin di bawah 2% kalau enggak salah, kecil sekali,” kata Haykal kepada Bisnis, Jumat (11/7/2025). 

    Menurut Haykal, tarif tinggi untuk produk tembaga tersebut menyasar ke negara produsen di wilayah Amerika Latin. Sementara itu, ekspor dari Indonesia paling banyak ke China, Jepang, Korea Selatan, Vietnam, dan Kamboja. 

    Adapun, ekspor tembaga dan konsentrat (kode HS 2603) dari Indonesia ke AS mencapai US$1.517 pada 2024.

    Oleh karena itu, pengusaha smelter tidak begitu mempermasalahkan kebijakan Presiden AS Donald Trump tersebut. Namun, dia mulai memperhatikan perubahan perdagangan global. 

    “Cuma satu hal yang menjadi catatan bahwa ternyata negara-negara yang dulunya itu pionir untuk perdagangan bebas, free and fair trade itu sekarang sudah berubah 360 derajat,” jelasnya. 

    Dia menilai terdapat potensi negara-negara lain mengikuti AS untuk lebih proteksionis terhadap industri dalam negerinya. Haykal mendorong pemerintah untuk mewaspadai dampak dari perubahan pola perdagangan.

    “Pemerintah itu harus waspada untuk mengetahui mungkin enggak hanya Amerika yang akan menerapkan tarif juga atau proteksi juga akan menulari negara-negara terkait yang besar-besar yang merasa terancam Indonesia ini untuk menerapkan hal yang sama,” tuturnya.

    Haykal menuturkan, dalam hal ini, komoditas tembaga Indonesia masih diuntungkan lantaran tidak bergantung pada satu pasar. Pemerintah harus terus berupaya untuk mendiversifikasi pasar.

    “Yang paling bagus adalah pemerintah itu, membantu untuk membuka pangsa pasar di negara-negara lain. Menghindari praktik-praktik proteksionisme yang mungkin akan dilakukan oleh negara-negara lain juga,” tuturnya.

    Kedua, pemerintah harus terus mendorong industri hilir tembaga sehingga memperkuat ekosistem dalam negeri. 

    “Nah, industri hilir ini akan jadi solusi sehingga nilai tambahnya tidak kemana-mana, nilai tambahnya tetap di dalam negeri karena ketika ada nilai tambah di dalam negeri, otomatis skala ekonominya kan semakin besar,” terangnya. 

    Jika skala ekonomi dalam negeri makin besar, secara otomatis tingkat daya saing produk makin tinggi.  

    “Bahkan, kalau perlu memberikan karpet merah kepada investor dari industri tembaga yang mau investasi untuk mengolah mineral-mineral yang ada di Indonesia sampai pada titik yang paling hilir,” pungkasnya. 

  • Ahmad Muzani Belum Tahu Prabowo Bakal Temui Trump untuk Nego Tarif 32%

    Ahmad Muzani Belum Tahu Prabowo Bakal Temui Trump untuk Nego Tarif 32%

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal (Sekjen) Ahmad Muzani merespons soal kemungkinan Presiden RI Prabowo Subianto bertemu langsung dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk negosiasi tarif impor 32%.

    Muzani membeberkan bahwa dalam lawatan Prabowo kali ini ke luar negeri kelihatannya tidak ada jadwal pertemuan antara Prabowo dan Trump.

    “Kalau dalam perjalanan ini rasanya belum, karena Pak Prabowo akan kembali setelah dari prancis, sekarang di Brussel, sekarang ke Prancis, kemudian akan kembali ke Tanah Air. Setelah itu saya belum tahu agendanya,” katanya di Gedung MA, Jakarta, Jumat (11/7/2025).

    Sebelumnya, menurut Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengungkapkan ada kemungkinan bagi Prabowo untuk langsung bertemu dengan Trump guna menegosiasi kembali tarif impor timbal balik itu.

    “Ada [kemungkinan Prabowo bertemu Trump]. Ada, tapi saya belum bisa memastikan kapan,” ujarnya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (11/7/2025). 

    Prasetyo juga menuturkan, pemerintah belum mengatur jadwal kunjungan itu. Saat ini, Prabowo tengah berkunjung ke beberapa negara yang diawali sejak pekan lalu dari Arab Saudi, Brasil, Belgia dan Prancis.

    Meski demikian, dia menyebut keinginan Prabowo untuk langsung bernegosiasi itu ada. “Ya, sebagai sebuah upaya tentu ada. Tapi belum dipastikan untuk akan adanya pertemuan dengan Presiden Trump,” ucap politisi Partai Gerindra itu.

    Sebelumnya, Trump mengumumkan bahwa Indonesia akan tetap dikenakan tarif resiprokal sebesar 32% pada 1 Agustus 2025 melalui surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto yang diunggah di akun Truth Social @realDonaldTrump pada Selasa (8/7/2025). 

    Sebagai perbandingan, Thailand dikenakan tarif 36%, Kamboja 36%, Bangladesh 35%, Myanmar 40%, Laos 40%. Sementara itu, Malaysia, Korea Selatan, Jepang dikenakan tarif 25%. 

    Menanggapi keputusan itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berada di Washington sejak Rabu (9/7/2025) waktu setempat untuk melanjutkan negosiasi tarif. Airlangga dijadwalkan akan bertemu dengan perwakilan USTR (Kantor Perwakilan Dagang AS), Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick, dan Menteri Keuangan AS Scott Bessent.

  • Mensesneg Sebut Prabowo Bakal Temui Trump untuk Nego Tarif Impor 32%

    Mensesneg Sebut Prabowo Bakal Temui Trump untuk Nego Tarif Impor 32%

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi membuka kemungkinan untuk Presiden Prabowo Subianto bertemu langsung dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk negosiasi tarif impor 32%.

    Untuk diketahui, Presiden Trump sebelumnya telah memutuskan bahwa akan tetap menerapkan tarif 32% atas produk maupun barang yang diimpor dari Indonesia. Keputusannya dimuat dalam surat yang ditujukan langsung ke Presiden Prabowo.

    Saat ini pun, tim negosiator yang dipimpin oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto tengah kembali melakukan proses negosiasi dengan regulator di Negara Paman Sam itu.

    Menurut Prasetyo, ada kemungkinan bagi Prabowo untuk langsung bertemu dengan Trump guna menegosiasi kembali tarif impor timbal balik itu.

    “Ada [kemungkinan Prabowo bertemu Trump]. Ada, tapi saya belum bisa memastikan kapan,” ujarnya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (11/7/2025).

    Prasetyo juga menuturkan, pemerintah belum mengatur jadwal kunjungan itu. Saat ini, Prabowo tengah berkunjung ke beberapa negara yang diawali sejak pekan lalu dari Arab Saudi, Brasil, Belgia dan Prancis.

    Meski demikian, dia menyebut keinginan Prabowo untuk langsung bernegosiasi itu ada.

    “Ya, sebagai sebuah upaya tentu ada. Tapi belum dipastikan untuk akan adanya pertemuan dengan Presiden Trump,” ucap politisi Partai Gerindra itu.

    Sebelumnya, Trump mengumumkan bahwa Indonesia akan tetap dikenakan tarif resiprokal sebesar 32% pada 1 Agustus 2025 melalui surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto yang diunggah di akun Truth Social @realDonaldTrump pada Selasa (8/7/2025).

    Sebagai perbandingan, Thailand dikenakan tarif 36%, Kamboja 36%, Bangladesh 35%, Myanmar 40%, Laos 40%. Sementara itu, Malaysia, Korea Selatan, Jepang dikenakan tarif 25%.

    Menanggapi keputusan itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berada di Washington sejak Rabu (9/7/2025) waktu setempat untuk melanjutkan negosiasi tarif. Airlangga dijadwalkan akan bertemu dengan perwakilan USTR (Kantor Perwakilan Dagang AS), Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick, dan Menteri Keuangan AS Scott Bessent.

    Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto menyampaikan bahwa pemerintah masih berupaya keras melobi AS untuk menurunkan tarif resiprokal 32% yang diumumkan Trump.

    Dia menegaskan bahwa angka 32% tersebut belum final karena masih ada ruang negosiasi yang terbuka, setidaknya sebelum berlaku pada 1 Agustus 2025 seperti yang diumumkan Trump.

    “Targetnya kita [setara dengan yang] rendah di Asean atau mungkin lebih rendah,” ujar Haryo dalam keterangan pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025)

  • Negosiasi Tarif 32% Trump, CSIS Dorong Pemerintah Tawarkan ‘Pemanis’ Non-Ekonomi

    Negosiasi Tarif 32% Trump, CSIS Dorong Pemerintah Tawarkan ‘Pemanis’ Non-Ekonomi

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dinilai perlu memperluas strategi negosiasi dengan Amerika Serikat terkait kebijakan tarif yang ditetapkan sebesar 32% per 1 Agustus 2025. Negosiasi bukan hanya mengandalkan insentif ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan instrumen non-ekonomi yang relevan dengan kepentingan Presiden AS Donald Trump.

    Peneliti Departemen Hubungan Internasional Center for Strategic and International Studies (CSIS) Muhammad Habib menilai bahwa selama ini Indonesia cenderung fokus pada economic sweetener atau insentif ekonomi semata dalam upaya menekan tarif AS.

    “Akan lebih baik apabila misalnya pemerintah juga mempertimbangkan aspek-aspek non-ekonomi untuk bernegosiasi dengan Trump. Ada aspek kebijakan luar negeri, beberapa area kerjasama, yang mungkin kita bisa tawarkan,” ujarnya dalam media briefing di Kantor CSIS, Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025).

    Habib mencontohkan, sejumlah isu non-ekonomi yang menjadi perhatian utama Trump yaitu imigrasi, pemberantasan narkotika seperti fentanyl, transshipment, serta sikap terhadap kebijakan anti-AS di kawasan. Menurutnya, isu-isu itu bisa dijadikan pintu masuk untuk negosiasi.

    Dia mendorong pemerintah menawarkan kerja sama di bidang-bidang tersebut kepada AS, asalkan tidak menomorduakan kepentingan nasional.

    “Apa yang sangat dipedulikan oleh Trump tentunya adalah konstituennya, maka kita juga harus melakukan pendekatan untuk memahami apa yang sebenarnya bisa menjual di hadapan konstituennya Trump,” paparnya.

    Di luar isu non-ekonomi, Habib juga menyoroti potensi besar Indonesia dalam perdagangan mineral kritis, khususnya timah, yang bisa menjadi instrumen tawar-menawar penting dalam negosiasi dagang dengan AS.

    Menurutnya, timah dari Indonesia sebenarnya sudah menjadi bahan baku penting bagi perusahaan-perusahaan teknologi besar asal AS seperti Apple, Microsoft, hingga Nvidia meski tanpa adanya perjanjian khusus terkait mineral kritis.

    Dia juga mencatat bahwa Executive Order terkait tarif yang diterbitkan AS secara spesifik mengecualikan mineral kritis mentah dari pengenaan tarif tinggi.

    “Ini yang kemudian perlu dikomunikasikan lebih lanjut bagaimana misalnya Indonesia dan AS bisa bekerjasama untuk eksplorasi soal critical mineral ini,” ungkapnya.

    Indonesia Kena Tarif 32%

    Adapun Trump mengumumkan bahwa Indonesia akan tetap dikenakan tarif resiprokal sebesar 32% pada 1 Agustus 2025 melalui surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto yang diunggah di akun Truth Social @realDonaldTrump pada Selasa (8/7/2025).

    Sebagai perbandingan, Thailand dikenakan tarif 36%, Kamboja 36%, Bangladesh 35%, Myanmar 40%, Laos 40%. Sementara itu, Malaysia, Korea Selatan, Jepang dikenakan tarif 25%.

    Tanggapi keputusan itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berada di Washington sejak Rabu (9/7/2025) waktu setempat untuk melanjutkan negosiasi tarif. Airlangga dijadwalkan akan bertemu dengan perwakilan USTR (Kantor Perwakilan Dagang AS), Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick, dan Menteri Keuangan AS Scott Bessent.

    Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto menyampaikan bahwa pemerintah masih berupaya keras melobi AS untuk menurunkan tarif resiprokal 32% yang diumumkan Trump.

    Dia menegaskan bahwa angka 32% tersebut belum final karena masih ada ruang negosiasi yang terbuka, setidaknya sebelum berlaku pada 1 Agustus 2025 seperti yang diumumkan Trump.

    “Targetnya kita [setara dengan yang] rendah di Asean atau mungkin lebih rendah,” ujar Haryo dalam keterangan pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025).

  • Penemuan Ular Kepala Merah, Spesies Langka di Kawasan Hutan Sumatera Barat

    Penemuan Ular Kepala Merah, Spesies Langka di Kawasan Hutan Sumatera Barat

    JAKARTA – Penemuan ular langka selalu menjadi momen penting dalam dunia konservasi, terlebih ketika spesies tersebut jarang terlihat di habitat alaminya. Salah satu temuan langka itu baru-baru ini terjadi di kawasan hutan Cagar Alam Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

    Seekor ular kepala merah (Bungarus flaviceps) sepanjang dua meter berhasil didokumentasikan oleh tim patroli dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat.

    Ular dengan ciri khas kepala berwarna merah mencolok tersebut ditemukan pada Rabu, 9 Juli 2025, oleh tim patroli gabungan BKSDA Sumbar dan anggota Polsek Palembayan saat menyusuri kawasan konservasi di Nagari Sungai Pua, Kecamatan Palembayan.

    Kepala Resor Konservasi II Maninjau, Ade Putra, menceritakan bahwa saat sedang berjalan menyusuri jalur hutan, ia mendapati ular tersebut dalam posisi diam hanya berjarak sekitar 50 sentimeter dari kakinya.

    “Beruntung ular tidak terinjak. Ini kali pertama saya melihat langsung spesies ini setelah lebih dari dua dekade bertugas di kawasan konservasi Sumatera Barat dan Taman Nasional Kerinci Seblat,” ujarnya di Lubuk Basung, seperti dikutip ANTARA.

    Menurut Ade, Bungarus flaviceps merupakan ular yang sangat jarang dijumpai dan tergolong dalam kelompok katang, yang merupakan ular berbisa. Ular ini dikenal dengan warna kepala dan ekor merah cerah, sementara bagian tubuhnya didominasi warna hitam dengan garis putih kebiruan di samping tubuh.

    Bagian bawah tubuh berwarna putih, berbeda dengan spesies serupa seperti ular cabai besar (Calliophis bivirgatus) yang memiliki bagian ventral berwarna merah.

    Spesies ini tersebar di beberapa wilayah Asia Tenggara seperti Myanmar bagian selatan, Thailand, Kamboja, Vietnam, Malaysia, serta di berbagai pulau di Indonesia, termasuk Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Habitat utamanya adalah hutan dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian maksimal sekitar 900 meter.

    Ular kepala merah biasanya memiliki panjang tubuh antara 1,2 hingga 1,5 meter, namun individu yang ditemukan kali ini memiliki panjang mencapai dua meter, mendekati ukuran maksimum spesies tersebut. Sisik dorsal ular ini tersusun dalam 13 baris dengan sisik punggung (vertebral) berukuran lebih besar. Sisik bagian bawah (ventral) dan ekor (subkaudal) juga memiliki jumlah yang khas untuk jantan dan betina.

    “Ular ini bukan hanya langka, tetapi juga sangat berbahaya. Racunnya tergolong mematikan, sehingga kehadirannya di hutan perlu dicermati dengan kewaspadaan,” jelas Ade.

    Briptu Jefri Januardi, anggota Polsek Palembayan yang turut dalam patroli, juga mengungkapkan kekagumannya terhadap temuan tersebut.

    “Sepanjang saya bertugas, belum pernah melihat ular seperti ini. Warna dan ukurannya sangat mencolok. Rasanya seperti melihat king cobra, tapi dengan tampilan berbeda,” ujarnya.

    Penemuan ini menjadi catatan penting bagi dunia konservasi satwa liar, sekaligus pengingat bahwa masih banyak keanekaragaman hayati Indonesia yang belum sepenuhnya terungkap. Kehadiran spesies langka ini menegaskan pentingnya menjaga kawasan hutan agar tetap menjadi habitat aman bagi fauna endemik yang terancam keberadaannya.

  • 5 Update Aksi Trump dalam 24 Jam: Tambah Musuh Lagi-Sanksi Pejabat PBB

    5 Update Aksi Trump dalam 24 Jam: Tambah Musuh Lagi-Sanksi Pejabat PBB

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump masih terus mengambil sejumlah kebijakan yang kontroversial. Tak cuma dalam bidang ekonomi dan perdagangan, orang nomor satu AS itu juga mengambil manuver yang memicu polemik dari segi politik.

    Berikut sejumlah kebijakan Trump sebagaimana dikutip CNBC Indonesia dari berbagai sumber, Kamis (10/7/2025):

    1. Beri Sanksi Pejabat PBB

    Trump menjatuhkan sanksi kepada Pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Francesca Albanese. Hal ini dilakukan atas dokumentasi Albanese mengenai pelanggaran Israel terhadap Palestina selama perang di Gaza.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengumumkan sanksi tersebut pada hari Rabu (9/7/2025). Ia menuduh Albanese melancarkan sejumlah aksi yang menyudutkan AS dan Israel dan mengutip dorongan figur asal Italia itu untuk penuntutan pejabat Israel di Mahkamah Internasional (ICC) sebagai dasar hukum untuk sanksi tersebut.

    “Albanese telah melancarkan kampanye perang politik dan ekonomi melawan AS dan Israel,” ucapnya dikutip Al Jazeera.

    “Bias tersebut telah terlihat jelas sepanjang kariernya, termasuk merekomendasikan agar ICC, tanpa dasar yang sah, mengeluarkan surat perintah penangkapan yang menargetkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.”

    Rubio juga menyoroti laporan terbaru Albanese yang mendokumentasikan peran perusahaan internasional, termasuk perusahaan AS, dalam serangan Israel di Gaza, yang ia gambarkan sebagai genosida.

    “Kami tidak akan menoleransi kampanye perang politik dan ekonomi ini, yang mengancam kepentingan dan kedaulatan nasional kami,” ujar diplomat tinggi AS tersebut.

    2. Jatuhkan Tarif 50% ke Brasil, Presiden Balas Dendam

    Trump menjatuhkan tarif 50% kepada ekonomi terbesar Amerika Selatan, Brasil, mulai 1 Agustus mendatang. Hal ini tercantum dalam sebuah surat yang dikirimkan Trump kepada Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva, Rabu (9/7/2025).

    Mengutip Reuters, Trump melampiaskan kemarahan atas apa yang disebutnya sebagai persidangan “Perburuan Penyihir” terhadap pendahulu Lula yang berhaluan kanan, Jair Bolsonaro. Ia juga memerintahkan penyelidikan praktik perdagangan tidak adil yang dapat menyebabkan tarif yang lebih tinggi lagi.

    Trump kemudian juga mengkritik “Perintah Sensor yang RAHASIA dan MELANGGAR HUKUM terhadap platform Media Sosial AS,” yang merujuk pada putusan Mahkamah Agung Brasil baru-baru ini yang dapat meminta pertanggungjawaban platform media sosial atas konten penggunanya.

    “Serangan licik Brasil terhadap Pemilu Bebas, dan Hak Kebebasan Berbicara fundamental warga Amerika,” tuturnya dalam surat tersebut.

    “Harap dipahami bahwa angka 50% jauh lebih rendah daripada yang dibutuhkan untuk mencapai Kesetaraan yang harus kita miliki dengan Negara Anda. Dan ini diperlukan untuk memperbaiki ketidakadilan yang parah dari rezim saat ini.”

    Atas manuver ini, Lula kemudian mengunggah balasan di akun X-nya. Dalam unggahan tersebut, Lula mengatakan Brasil adalah negara berdaulat yang tidak akan menerima kendali siapa pun.

    Ia juga dengan tegas mengatakan bahwa dalam hal ini, setiap kenaikan tarif sepihak akan direspons berdasarkan Undang-Undang Timbal Balik Ekonomi Brasil. Ia mengancam pembalasan dilakukan tanpa kompromi.

    “Kedaulatan, rasa hormat, dan pembelaan tanpa kompromi terhadap kepentingan rakyat Brasil adalah nilai-nilai yang memandu hubungan kita dengan dunia,” ujar Lula.

    3. Jatuhkan Tarif ke Negara Lain, Ada Tetangga RI

    Selain Brasil, Trump juga mengunggah tujuh surat terkait tarif melalui Truth Social, seperti ke pemimpin Aljazair, Brunei, Filipina, Irak, Libya, Moldova dan Sri Lanka. Rentang tarif yang dijatuhkan berkisar antara 20% hingga 30%.

    Mengutip CNBC International, surat-surat dua halaman tersebut sebenarnya hampir identik yang ditandatangani Trump Senin. Selain Indonesia, surat sebelumnya dikirimkan ke Jepang, Korea Selatan (Korsel), Malaysia, Kazakhstan, Afrika Selatan, Laos, Myanmar, Bosnia dan Herzegovina, Tunisia, Bangladesh, Serbia, Kamboja, dan Thailand.

    Surat-surat tersebut mencatat bahwa AS “mungkin” akan mempertimbangkan penyesuaian tarif baru. “Tergantung pada hubungan kami dengan negara Anda,” tulis Trump, Kamis (10/7/2025).

    Semua surat tersebut menyatakan bahwa tarif tersebut “jauh lebih rendah daripada yang dibutuhkan untuk menghilangkan disparitas Defisit Perdagangan yang kami miliki dengan negara Anda”. Trump sendiri sering mengklaim bahwa defisit perdagangan menunjukkan “AS sedang dimanfaatkan” meskipun banyak pakar tidak sependapat.

    4. Tetapkan Tarif 50% pada Primadona RI

    Trump mengatakan akan mengenakan tarif 50% pada impor tembaga mulai 1 Agustus mendatang. Hal ini didasari penilaian potensi ancaman keamanan nasional mengingat pentingnya logam tersebut dalam rantai pasok industri strategis.

    “Saya mengumumkan TARIF 50% untuk Tembaga, berlaku efektif 1 Agustus 2025, setelah menerima PENILAIAN KEAMANAN NASIONAL yang kuat,” tulis Trump di akun media sosialnya, Truth Social, dikutip Kamis (9/7/2025).

    “Tembaga diperlukan untuk Semikonduktor, Pesawat Terbang, Kapal, Amunisi, Pusat Data, Baterai Litium-ion, Sistem Radar, Sistem Pertahanan Rudal, dan bahkan Senjata Hipersonik, yang banyak di antaranya sedang kami produksi. Tembaga adalah material kedua yang paling banyak digunakan oleh Departemen Pertahanan,” jelasnya lagi.

    Pengumuman ini membuat harga tembaga naik 2,62%. Hal tersebut memperpanjang kenaikannya dari sesi sebelumnya ketika melonjak 13,12% dan mencatat kenaikan satu hari terbaiknya sejak 1989.

    Harga tembaga berjangka acuan tiga bulan di London Metal Exchange turun 1,63% menjadi US$9.630,50 per ton pada pukul 09.20 waktu Singapura. Angka tersebut mencerminkan premi yang luar biasa lebar yang berkembang antara tembaga AS dan logam di tempat lain.

    Sementara itu, menurut lembaga Benchmark Mineral Intelligence yang berbasis di London, konsumen AS kemungkinan membayar sekitar US$15.000 per metrik ton untuk tembaga. Di data yang sama, seluruh dunia membayar sekitar US$10.000 pada bulan Agustus.

    Mengutip CNBC International, tembaga adalah logam ketiga yang paling banyak dikonsumsi secara global, setelah besi dan aluminium. Menurut data dari Survei Geologi AS, negeri itu mengimpor hampir setengah dari tembaga yang digunakannya, dengan sebagian besar berasal dari Chili, diikuti Kongo, Peru, China, dan Indonesia.

    5. Mau Bom Moskow dan Beijing

    Trump dilaporkan sempat memberikan ancaman bagi Rusia dan China. Ancaman ini muncul di sebuah rekaman yang direkam tahun lalu di depan pertemuan tertutup dengan para donor.

    Saat itu, Trump mengatakan berusaha menghalangi Presiden Rusia Vladimir Putin menyerang Ukraina dengan mengancam akan “mengebom habis-habisan Moskow” sebagai balasan.

    “Dengan Putin, saya berkata, ‘Jika Anda pergi ke Ukraina, saya akan mengebom habis-habisan Moskow’. Saya katakan, ‘saya tidak punya pilihan’,’” kata Trump dalam sebuah penggalangan dana untuk tahun 2024, menurut rekaman audio tersebut, dikutip dari CNN International dan CNBC International, Kamis (10/7/2025).

    “Lalu (Putin) berkata, seperti, ‘Saya tidak percaya Anda.’ Tapi dia hanya percaya 10%.”

    Trump kemudian mengklaim bahwa ia menyampaikan peringatan serupa kepada Presiden China, Xi Jinping tentang potensi invasi ke Taiwan. Ia mengatakan kepadanya bahwa AS akan mengebom Beijing sebagai balasannya.

    “Saya mengatakan hal yang sama kepada (Presiden China Xi Jinping). Saya bilang, Anda tahu, kalau Anda masuk ke Taiwan, saya akan mengebom Beijing habis-habisan,” tambah Trump. “Saya bilang, saya tak punya pilihan lain, saya harus mengebom Anda,” tegasnya.

    (tps/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tangkal Tarif Trump, Menko Airlangga Tawarkan Mineral Kritis RI untuk Negosiasi

    Tangkal Tarif Trump, Menko Airlangga Tawarkan Mineral Kritis RI untuk Negosiasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa Indonesia akan berupaya bernegosiasi ulang dengan Amerika Serikat agar pemberlakukan tarif 32% dapat ditekan. Komunikasi yang dibangun dalam konsep kerja sama yang terbentuk memberikan manfaat yang nyata bagi kedua negara.

    Airlangga menyampaikan niat Indonesia itu kepada Howard Lutnick, U.S. Secretary of Commerce dan United States Trade Representative Jamieson Greer, Rabu (9/7/2025) waktu setempat. Selain perdagangan bermanfaat, Airlangga juga merundingkan agar Indonesia terhidar dari kebijakan hambatan non-tarif. Selain itu juga dibahas mengenai ekonomi digital, keamanan ekonomi, serta kerja sama komersial dan investasi. Selain itu, Airlangga turut menuturkan bahwa kedua negara melihat potensi besar untuk memperluas kerja sama di sektor strategis seperti mineral kritis.  

    “AS menunjukkan ketertarikan yang kuat untuk memperkuat kemitraan di bidang mineral kritis. Indonesia memiliki cadangan besar nikel, tembaga, dan kobalt, dan kita perlu mengoptimalkan potensi kerja sama pengolahan mineral kritis tersebut,”  ungkapnya dalam keterangan resmi, Kamis (10/7/2025). 

    Dalam pertemuan tersebut, Airlangga menyampaikan Indonesia dan AS sepakat untuk mengintensifkan perundingan tarif dalam tiga minggu ke depan untuk memastikan hasil terbaik bagi kedua belah pihak. 

    “Ke depan, kita akan terus berupaya menuntaskan negosiasi ini dengan prinsip saling menguntungkan,” ujar Airlangga. 

    Menko Airlangga juga menegaskan bahwa hubungan Indonesia dan AS selama ini terjalin sangat baik dan perlu terus diperkuat. 

    Bahkan perusahaan-perusahaan Indonesia di bidang pertanian dan energi telah menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan perusahaan-perusahaan AS untuk pembelian produk unggulan AS dan meningkatkan investasi. 

    Adapun, pertemuan ini menjadi langkah penting dalam melakukan pembahasan lanjutan terkait kebijakan tarif pemerintahan Presiden Trump, pascaterbitnya Surat Presiden Trump kepada Presiden Prabowo Subianto tanggal 7 Juli 2025, yang menyampaikan besaran tarif resiprokal untuk Indonesia sebesar 32% dan masa pemberlakuan yang akan mulai pada tanggal 1 Agustus 2025.

    Merespon penyampaian besaran tarif melalui Surat Presiden Trump tersebut, Airlangga segera menuju Washington DC—usai menemani Prabowo di Brasil—untuk menemui dan melakukan pembahasan dengan Pemerintah AS. 

    Trump sebelumnya mengumumkan bahwa Indonesia akan tetap dikenakan tarif resiprokal sebesar 32% melalui surat terbuka yang diunggah di akun Truth Social @realDonaldTrump pada Selasa (8/7/2025). Trump juga mengunggah surat terbuka penetapan tarif ke berbagai negara.  

    Sebagai perbandingan, Thailand dikenakan tarif 36%, Kamboja 36%, Bangladesh 35%, Myanmar 40%, Laos 40%. Sementara itu, Malaysia, Korea Selatan, Jepang dikenakan tarif 25%.

    Untuk Indonesia, Trump menegaskan penerapan tarif ini bertujuan untuk meningkatkan hubungan perdagangan yang adil antara kedua negara. Menurutnya, tarif 32% tersebut jauh lebih sedikit dari apa yang dibutuhkan untuk menghilangkan kesenjangan defisit perdagangan AS dengan RI, sementara Indonesia menikmati surplus.