Negara: Jerman

  • Tes Gen Picu Kehebohan Jelang Kejuaraan Dunia Atletik

    Tes Gen Picu Kehebohan Jelang Kejuaraan Dunia Atletik

    Jakarta

    “Filosofi kami di World Athletics adalah melindungi dan menjaga integritas olahraga perempuan,” jelas Presiden Federasi Atletik Dunia, Sebastian Coe. “Kami mengatakan: Di level elite, seseorang hanya boleh bertanding di kategori perempuan jika secara biologis adalah perempuan.”

    Federasi dunia menjelaskan bahwa itulah alasan diberlakukannya tes jenis kelamin wajib bagi atlet perempuan. Atlet-atlet ini harus menjalani tes untuk gen SRY, yang bertujuan memverifikasi jenis kelamin biologis dan dilakukan melalui pengambilan sampel dari bagian dalam pipi menggunakan kapas swab pada pipi atau pengambilan darah.

    Aturan ini mulai berlaku pada 1 September dan mencakup semua kompetisi yang masuk dalam peringkat dunia, termasuk Kejuaraan Dunia di Tokyo, Jepang (13–21 September).

    Mihambo: “Sumber daya besar untuk masalah yang sangat kecil”

    Penerapan mendadak tes genetik ini, hanya sekitar tiga minggu sebelum Kejuaraan Dunia, menimbulkan kegaduhan besar di dunia atletik — dan kritik dari para atlet.

    “Saya melihat kebijakan ini secara kritis,” kata pelompat jauh Malaika Mihambo kepada Sport-Informations-Dienst (SID). Peraih medali emas Olimpiade Tokyo 2021 dan juara dunia dua kali itu merasa kebijakan yang diumumkan pada akhir Juli ini tidak proporsional.

    “Untuk masalah yang sangat kecil, digunakan sumber daya yang sangat besar, sementara isu-isu penting seperti doping, pelecehan, dan kekerasan dalam olahraga masih terus terjadi. Jika kita berbicara tentang integritas, maka kita juga harus bertindak tegas terhadap masalah-masalah tersebut,” ujar atlet berusia 31 tahun itu.

    Mihambo menyebut kebijakan yang diumumkan itu “diragukan secara hukum, rumit secara etika, dan disederhanakan secara ilmiah.” Atlet-atlet lain dari Asosiasi Atletik Jerman (DLV) juga mengungkapkan kebingungannya.

    Tantangan moral, etika, dan logistik

    Asosiasi Atletik Jerman (DLV) juga menyatakan sikap kritis terhadap kebijakan ini. “Isu tes genetik untuk verifikasi jenis kelamin sangatlah sensitif, terutama di olahraga profesional. Penerapannya yang begitu mendadak menimbulkan tantangan besar — secara moral, etika, dan logistik — bagi para atlet maupun federasi,” kata dokter kepala DLV, Karsten Hollander.

    Pemicu dari diskusi ini adalah kasus seperti atlet Caster Semenya, peraih emas Olimpiade dua kali, yang diklasifikasikan sebagai orang dengan “perbedaan perkembangan seksual (DSD)”.

    Perhatian juga tertuju pada juara tinju Olimpiade Paris, Imane Khelif, dari Aljazair. Partisipasinya di Olimpiade memicu perdebatan sengit. Federasi Tinju Dunia kini juga memberlakukan tes jenis kelamin wajib dalam cabang tinju.

    Caster Semenya menang sebagian

    World Athletics sebelumnya juga sudah mewajibkan para atlet perempuan untuk menurunkan kadar testosteron mereka melalui obat-obatan agar bisa bertanding di kompetisi internasional.

    Semenya menggugat aturan testosteron ini hingga ke Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR), dan pada akhirnya hanya dikabulkan sebagian pada putusan pertengahan Juli lalu.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

    Editor: Rizki Nugraha

    (ita/ita)

  • IPC Nyatakan Gaza Resmi Dilanda Bencana Kelaparan

    IPC Nyatakan Gaza Resmi Dilanda Bencana Kelaparan

    GELORA.CO -Lembaga pemantau kelaparan global Integrated Food Security Phase Classification (IPC) menyatakan Kota Gaza dan sekitarnya secara resmi mengalami kelaparan. Jumlah warga yang terdampak diperkirakan akan terus meningkat.

    Dalam laporan yang dirilis Jumat, 22 Agustus 2025, IPC menyebutkan 514.000 orang, atau hampir seperempat penduduk Gaza, sudah mengalami kelaparan. Angka ini diperkirakan naik menjadi 641.000 pada akhir September.

    Dari jumlah itu, sekitar 280.000 orang berada di wilayah utara Gaza, termasuk Kota Gaza, yang disebut paling parah terdampak setelah hampir dua tahun perang antara Israel dan Hamas.

    Ini menjadi pertama kalinya IPC menetapkan status kelaparan di luar benua Afrika. Menurut IPC, kondisi kelaparan berpotensi menyebar ke wilayah tengah dan selatan, termasuk Deir al-Balah dan Khan Younis, pada akhir bulan depan.

    “Ini adalah bencana kelaparan yang sebenarnya bisa dicegah, seandainya bantuan diizinkan masuk,” kata Tom Fletcher, Kepala Kemanusiaan PBB, dikutip Reuters, Sabtu 23 Agustus 2025.

    Fletcher menegaskan makanan menumpuk di perbatasan Gaza akibat hambatan sistematis dari Israel.

    Namun, pemerintah Israel membantah laporan IPC. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyebut temuan itu “kebohongan nyata” dan menuding laporan tersebut bias karena datanya banyak bersumber dari Hamas. 

    Menurut Netanyahu, Israel tidak memiliki kebijakan kelaparan dan justru sejak awal perang sudah mengizinkan 2 juta ton bantuan masuk ke Jalur Gaza, atau setara lebih dari satu ton per orang.

    Sementara itu, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menilai Hamas sengaja memanfaatkan isu kelaparan untuk menekan Israel secara politik. Meski begitu, AS menegaskan tetap fokus menyalurkan bantuan kepada warga Gaza.

    IPC sendiri merupakan inisiatif gabungan 21 organisasi bantuan internasional, termasuk badan PBB dan lembaga regional yang didukung pendanaan dari Uni Eropa, Jerman, Inggris, dan Kanada. Sejak berdiri, IPC baru empat kali menetapkan status kelaparan: di Somalia pada 2011, Sudan Selatan pada 2017 dan 2020, serta Sudan pada 2024.

    Menurut IPC, suatu wilayah hanya bisa dikategorikan mengalami kelaparan jika setidaknya 20 persen penduduknya mengalami kekurangan pangan ekstrem, sepertiga anak-anak menderita gizi buruk akut, dan dua dari setiap 10.000 orang meninggal setiap hari akibat kelaparan atau penyakit terkait. 

  • Korupsi, Amnesti, dan Hilangnya Rasa Bersalah
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        23 Agustus 2025

    Korupsi, Amnesti, dan Hilangnya Rasa Bersalah Nasional 23 Agustus 2025

    Korupsi, Amnesti, dan Hilangnya Rasa Bersalah
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    KORUPSI
    adalah luka yang tak kunjung sembuh dalam tubuh republik. Setiap kali luka itu mulai mengering, selalu ada tangan pejabat yang kembali mengupasnya.
    Luka itu bukan sekadar soal uang yang raib, tetapi juga tentang kepercayaan publik yang terkoyak.
    Kasus Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer menegaskan luka itu. Bukan saja karena dugaan pemerasan miliaran rupiah dari sertifikasi K3, tetapi karena keberaniannya meminta amnesti dari presiden.
    Luka publik makin perih: hukum seolah hanya formalitas, sementara pengampunan dianggap barang dagangan politik.
    Korupsi adalah salah. Kesalahan hukum, kesalahan moral, dan kesalahan politik. Namun, anehnya, di negeri ini, kata salah seakan kehilangan bobotnya.
     
    Orang bisa tersenyum di kamera setelah ditetapkan tersangka. Orang bisa menyebut dirinya korban, padahal ia sedang memakan uang rakyat.
    Lebih mengejutkan, kesalahan itu kadang justru dilihat sebagai peluang untuk menawar. Tersangka meminta amnesti, terdakwa berharap remisi, terpidana menanti grasi. Kata salah bukan lagi soal tanggung jawab, melainkan soal negosiasi
    Di sinilah amnesti berubah menjadi amnesia. Instrumen konstitusional yang semula dimaksudkan untuk kepentingan besar bangsa—rekonsiliasi politik, perdamaian, penyelesaian konflik—diselewengkan menjadi jalan pintas melupakan dosa korupsi.
    Permintaan amnesti Noel adalah contoh bagaimana hukum direduksi menjadi alat penghapusan ingatan.
    Padahal, korupsi justru harus diingat, agar publik tahu siapa yang mengkhianati amanah. Dengan amnesti, dosa hendak disapu bersih, seolah-olah tak pernah ada.
    Amnesti di sini bukan lagi pengampunan demi bangsa, melainkan penghapus rasa bersalah demi kepentingan pribadi.
    Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 memang menyebut presiden berhak memberi amnesti dengan pertimbangan DPR. Namun, legitimasi hukum tidak otomatis berarti legitimasi moral.
    Di sinilah letak persoalan: apakah konstitusi bisa dipakai sebagai selimut bagi pejabat yang merampas hak rakyat?
    Legitimasi hukum harus selaras dengan legitimasi moral. Hukum tanpa moral hanyalah topeng.
    Gustav Radbruch, filsuf hukum Jerman, mengingatkan: hukum yang kehilangan keadilan bukanlah hukum.
    Jika amnesti dipakai untuk melindungi koruptor, maka yang rusak bukan hanya hukum, tetapi juga legitimasi negara.
    Korupsi di Indonesia telah mencapai tingkat banalitas. Ia begitu biasa sehingga publik hampir tidak lagi kaget mendengar pejabat ditangkap. Yang mengejutkan justru bukan perkaranya, tetapi keberanian meminta amnesti setelah ditetapkan sebagai tersangka.
    Hannah Arendt menyebut istilah
    the banality of evil
    —kejahatan yang terasa lumrah karena dilakukan berulang-ulang tanpa rasa bersalah.
    Korupsi kita persis seperti itu. Ia tidak lagi dianggap kejahatan luar biasa, melainkan rutinitas birokrasi. Dan ketika tersangka masih punya nyali meminta amnesti, itu menandakan kejahatan sudah dianggap sebagai “hak istimewa jabatan.”
    Negara hukum hanya bisa tegak jika pejabat berani memikul tanggung jawab. Bukan hanya tanggung jawab politik, tetapi juga tanggung jawab hukum dan moral.
    Permintaan amnesti menunjukkan sebaliknya: lari dari tanggung jawab, mencari penghapusan dosa instan.
    Di negara dengan tradisi malu yang kuat, pejabat yang terseret kasus akan segera mundur. Di negeri ini, pejabat justru menantang publik dengan meminta pemaafan. Inilah krisis tanggung jawab yang sesungguhnya.
    Rakyat adalah korban utama. Mereka yang diperas lewat pungutan ilegal, mereka yang kehilangan layanan publik, mereka yang gajinya tergerus inflasi, mereka yang setiap hari dipaksa membayar pajak. Ketika seorang pejabat meminta amnesti, publik merasa dipermainkan.
    Survei Transparency International menempatkan Indonesia dengan skor 34/100 pada 2024. Itu artinya, publik menilai korupsi masih parah, dan penegakan hukumnya lemah.
    Permintaan amnesti hanya memperkuat kesan: di negeri ini, korupsi bukan kejahatan, tetapi negosiasi.
    Permintaan amnesti Noel tidak berdiri sendiri. Ia lahir dari politik patronase. Ia lahir dari keyakinan bahwa kedekatan dengan presiden bisa menjadi jalan keselamatan. Ini menegaskan bagaimana politik kita masih dikuasai logika balas budi dan loyalitas personal.
    Padahal, presiden bukanlah raja yang bisa seenaknya memberi pengampunan. Presiden adalah kepala negara yang terikat konstitusi, moral publik, dan akuntabilitas.
    Jika amnesti diberikan untuk kasus korupsi, maka rusaklah komitmen negara terhadap pemberantasan korupsi.
    Untuk memahami arti sejati amnesti, mari menengok ke luar negeri.
    Afrika Selatan pasca-Apartheid membentuk Truth and Reconciliation Commission (TRC). Amnesti diberikan bukan untuk melupakan kejahatan, melainkan dengan syarat pelaku menyatakan kebenaran di hadapan publik. Amnesti di sana adalah jalan untuk menyembuhkan luka bangsa.
    Spanyol pasca-Franco juga memberi amnesti bagi tahanan politik sebagai jalan transisi menuju demokrasi. Amnesti dimaknai sebagai jembatan agar bangsa bisa bergerak maju.
    Kedua kasus itu menunjukkan: amnesti adalah instrumen politik kebangsaan, bukan mekanisme untuk menghapus rasa bersalah pribadi.
    Dibandingkan itu, permintaan amnesti oleh pejabat korup di Indonesia justru menunjukkan penyalahgunaan makna.
    Apa jalan keluarnya? Pertama, presiden harus menutup rapat pintu amnesti untuk korupsi. Kedua, DPR harus berani menolak segala bentuk legitimasi politik atas penghapusan dosa pejabat.
    Ketiga, publik harus bersuara lantang agar kasus ini tidak menjadi preseden.
    Lebih jauh, bangsa ini perlu membangun kembali budaya malu. Malu adalah akar etika. Tanpa malu, hukum bisa ditawar. Tanpa malu, pejabat berani korupsi lalu minta amnesti. Tanpa malu, negara hukum tinggal nama.
    “Korupsi, Amnesti, dan Hilangnya Rasa Bersalah” adalah cermin kondisi bangsa. Korupsi yang banal, amnesti yang diselewengkan, rasa bersalah yang hilang.
    Afrika Selatan dan Spanyol memperlihatkan amnesti bisa menjadi jalan transisi politik yang bermartabat. Namun di Indonesia, bila amnesti dipakai untuk korupsi, ia akan menjadi amnesia kolektif, melupakan dosa yang seharusnya dipertanggungjawabkan.
    Republik ini bisa runtuh bukan karena serangan musuh luar, melainkan karena pejabat di dalam negeri yang kehilangan rasa bersalah. Jika amnesti untuk korupsi dibiarkan, maka bangsa ini sedang melegitimasi kejahatan.
    Hukum harus ditegakkan dengan nurani, bukan ditawar dengan kuasa. Dan pejabat publik hanya layak dihormati bila berani bertanggung jawab, bukan bila pandai mencari amnesti.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dony Oskaria Beberkan Peran Danantara Dorong UMKM Naik Kelas

    Dony Oskaria Beberkan Peran Danantara Dorong UMKM Naik Kelas

    Jakarta

    Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) memastikan perannya untuk mendorong UMKM naik kelas. Pasalnya, Danantara memiliki program strategis yang disiapkan untuk UMKM, seperti pembiayaan, perluasan pasar, hingga pembinaan berkelanjutan.

    Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus Chief Operation Officer (COO) BPI Danantara, Dony Oskaria, menyebut perusahaan dibawah naungan pihaknya telah menyalurkan pembiayaan bagi pelaku UMKM. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) misalnya, tercatat menyalurkan pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp 184,98 triliun sepanjang tahun 2024.

    Selain itu, pembiayaan juga dilakukan oleh PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Hingga Juni 2025, PNM memiliki 15 juta nasabah melalui Program Mekaar. Adapun dana yang telah disalurkan tercatat sebanyak Rp 337 triliun.

    “PMN itu kurang lebih 15 juta, saya yakin salah satu daripada ibu-ibu yang ada disini merupakan nasabah mungkin dari PMN atau nasabah daripada BRI. Nah kalau belum menjadi nasabah nanti juga bisa langsung menjadi nasabah, butuh permodalan, butuh support. Kita ada program KUR, ada program Mekaar yang bisa kita manfaatkan untuk penambahan daripada modal kita,” terang Dony dalam acara Pesta Rakyat, di Gedung Smesco Indonesia, Jakarta, Jumat (22/8/2025).

    Dari sisi pemasaran, Danantara juga mendorong perluasan pasar bagi UMKM melalui kolaborasi dengan BUMN. Dony menjelaskan, kolaborasi UMKM dengan BUMN bisa dilakukan melalui penyediaan merchandise di hotel, toko di kereta, hingga event souvenir.

    “Di dalam Danantara BUMN akan terjadi proses konsolidasi daripada BUMN kita. Dari jumlah yang sekian banyak kemudian akan berkurang, tujuannya apa? Memberikan kesempatan kepada UMKM-UMKM untuk tadi, satu menjadi supplier dan juga mitra bisnis bagi Danantara,” ungkapnya.

    Selain itu, Danantara juga memberikan pembinaan yang menjadi fokus utama melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), pelatihan sumber daya manusia, serta pendampingan bisnis dan digital. Program kewirausahaan seperti Wirausaha Muda Mandiri, BRIncubator, dan PADI UMKM Telkom turut digerakkan untuk memperkuat kapasitas pelaku UMKM.

    Ke depan, Dony juga memperluas kerja sama dengan perusahaan swasta untuk mendorong UMKM naik kelas, salah satunya dengan menggandeng PT HM Sampoerna Tbk (HMSP). Kerja sama ini dimungkinkan mengingat Sampoerna memiliki UMKM binaan.

    “Kita juga bisa sebagai pembinaan, sekarang kita punya program TJSL yang nanti saya harapkan juga program ini bisa bekerjasama dengan Sampoerna supaya lebih real dan lebih konkret. Kita punya budget untuk itu yang cukup lumayan besar untuk pembinaan daripada UMKM kita,” pungkasnya.

    Tonton juga video “Menlu Sugiono Ajak Jerman Perbanyak Investasi Lewat Danantara” di sini:

    (kil/kil)

  • Ratusan Warga Palestina di Gaza Unjuk Rasa Minta Israel Hentikan Serangan

    Ratusan Warga Palestina di Gaza Unjuk Rasa Minta Israel Hentikan Serangan

    Warga Palestina di Kota Gaza turun ke jalan menuntut diakhirinya perang Israel di Jalur Gaza, setelah PM Benjamin Netanyahu menyetujui mengambil alih sepenuhnya kota Gaza.

    Dikelilingi gedung-gedung yang hancur, ratusan warga Palestina yang terjebak menuntut diakhirnya perang dan serangan Israel.

    Kota Gaza termasuk wilayah yang tersisa di Jalur Gaza yang tidak berada di bawah kendali Israel.

    Unjuk rasa dilakukan beberapa jam setelah Israel mengumumkan sudah memulai misinya untuk menduduki wilayah tersebut, dalam upayanya merebut apa yang diklaimnya sebagai salah satu benteng terakhir Hamas.

    “Protes ini merupakan ekspresi kemarahan rakyat atas kondisi tragis yang dihadapi di Jalur Gaza,” ujar Abu Al-Waleed Al-Zaq, 70 tahun, kepada ABC.

    “Kami menyerukan agar tragedi ini diakhiri, agar serangan yang dilakukan terhadap rakyat kami dihentikan.

    “Gaza telah hancur total,” tegasnya.

    “Kita semua harus bersatu dan mengatakan hentikan serangan mengerikan ini cukup, cukup, cukup.”

    Militer Israel sudah menguasai lebih dari 75 persen Jalur Gaza, tetapi belum menduduki Kota Gaza.

    Perintah untuk evakuasi diberlakukan di lebih dari 80 persen wilayah Gaza yang diserang Israel.

    Israel sudah memanggil 60.000 tentara cadangan untuk memperkuat barisan sebelum menduduki Kota Gaza, yang akan memaksa ratusan ribu orang mengungsi ke Selatan Gaza.

    Perdana Menteri Benjamin Netanyahu melakukan perjalanan ke perbatasan Israel dan Gaza untuk bertemu dengan para pemimpin militer.

    Kabinet keamanan Isrel sudah menyetujui rencana militer di wilayah tersebut, sebagai bentuk formalitas.

    Warga Palestina mendesak negosiator

    Warga Palestina dari berbagai kalangan bergabung dalam protes di Kota Gaza untuk mengungkapkan kemarahan mereka, karena kemungkinan akan diusir lagi.

    “Dunia harus menyadari jika warga Palestina bukan hanya kematian dan kehancuran, mereka mempertahankan hak mereka untuk tetap tinggal dan berjuang melawan perang penggusuran yang sedang berlangsung, dan perang genosida,” ujar aktivis hak asasi manusia dan analis politik Mustafa Ibrahim, 63 tahun, kepada ABC.

    “Penting juga untuk menunjukkan jika persatuan adalah jalan menuju keselamatan, terlepas dari semua kehancuran dan pembunuhan ini,” tambahnya.

    “Ini penting untuk melawan pendudukan dan memberi tahu dunia bahwa kita akan tetap di sini.”

    “Kita masih hidup dalam kelaparan dan perang yang terus berlanjut, ini penting bagi dunia untuk menyadari bahwa Palestina tidak tinggal diam.”

    “Keteguhan dan kesabaran mereka dalam menghadapi semua kejahatan ini menentang kebijakan genosida, penggusuran, dan kelaparan yang direkayasa ini.”

    Para pengunjuk rasa membawa bendera Palestina dan spanduk-spanduk bertuliskan pesan-pesan seperti “hentikan genosida.”

    Beberapa pengunjuk rasa yang berbicara kepada ABC juga mengkritik Hamas, menuntut kelompok militan tersebut mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Israel.

    Mereka mendesak Otoritas Palestina di Tepi Barat untuk campur tangan.

    “Kami, di tengah kehancuran dan genosida Gaza, menyerukan kepada para negosiator Palestina untuk segera mengakhiri perang,” kata Mohamed Al-Aswad, 60 tahun.

    “Cukup pertumpahan darah, cukup pertumpahan darah, cukup pertumpahan darah!

    “Rakyat Palestina kami ingin hidup dalam damai dan aman.”

    “Kepada dunia bebas yang berdiri bersama rakyat kami, kepada dunia dan para pemimpin Arab, kepada Presiden Abu Mazen [Mahmoud Abbas], Anda adalah ayah kami dan Gaza adalah bagian dari Anda.”

    Ziad Al-Najjar, 55 tahun, sekretaris Serikat Pengacara, mengatakan Israel sudah bertindak melampaui jauh dari menargetkan Hamas.

    “Proyek Zionis untuk mengusir paksa rakyat Palestina ini harus diakhiri telah menjadi jelas bahwa ini adalah perang sepihak untuk membasmi orang-orang Palestina dan merebut tanah kosong,” katanya.

    “Kependudukan Israel sudah menyebabkan banyak ancaman, dan memasuki seluruh Jalur Gaza, menghancurkan sebagian besarnya, hanya menyisakan manusia yang sudah kehilangan begitu banyak, jadi kami tidak takut dengan ancaman ini, tetapi tetap menyerukan agar invasi ini dihentikan.

    “Hamas harus berupaya untuk mengakhiri perang ini, karena Hamas adalah penyebabnya, dan Hamas harus segera menghentikannya serta mengakhiri kekuasaannya di Jalur Gaza dan memberikan kekuasaan kepada Otoritas Palestina.”

    Meskipun aksi miiter Israel di Kota Gaza masih dalam tahap awal, serangan sudah dimulai di beberapa wilayah pinggiran Kota Gaza, termasuk permukiman Sabra, Zeitoun, dan Tuffah.

    Militer Israel, atau IDF, mengatakan sudah memberi tahu badan-badan kemanusiaan internasional dan otoritas medis lokal yang beroperasi di Gaza utara soal rencananya untuk menduduki wilayah tersebut pada hari Selasa, dan meminta mereka untuk mengevakuasi pasien ke wilayah selatan Jalur Gaza.

    Hal ini memicu respons keras dari otoritas kesehatan Palestina.

    “Kementerian Kesehatan menyatakan penolakannya terhadap langkah apa pun yang akan merusak sistem kesehatan yang tersisa setelah penghancuran sistematis yang dilakukan oleh otoritas pendudukan Israel,” demikian pernyataan Kementerian Kesehatan.

    “Langkah ini akan merampas hak lebih dari 1 juta orang untuk mendapatkan perawatan dan membahayakan nyawa penduduk, pasien, dan korban luka.”

    Israel mengatakan tidak akan tinggalkan Gaza

    PM Netanyahu mengatakan ia telah mengarahkan para negosiator Israel untuk terus menuntut pembebasan semua sandera, sebagai bagian dari negosiasi gencatan senjata dengan Hamas.

    Awal pekan ini, Hamas menyetujui proposal yang disusun oleh mediator Mesir dan Qatar untuk gencatan senjata selama 60 hari, dengan separuh dari sandera yang tersisa akan dibebaskan.

    Ada 50 warga Israel yang masih ditawan di Gaza oleh Hamas dan Jihad Islam Palestina (PIJ), 20 di antaranya diyakini masih hidup.

    Instruksi kepada para negosiator tersebut pada dasarnya merupakan penolakan terhadap proposal tersebut, sebuah perkembangan yang tidak mengejutkan, mengingat retorika seputar perundingan sejak gencatan senjata terakhir digagalkan pada bulan Maret.

    Sebelumnya, PM Netanyahu mengatakan kepada kantor berita Sky News jika Israel “hampir mengakhiri perang ini.”

    Selama berbulan-bulan, ia bersikeras kemenangan di Gaza sudah di depan mata, atau setidaknya, pertempuran sengit akan segera berakhir. Tapi perang dengan cepat mendekati tahun kedua yang suram tanpa akhir yang jelas.

    Dalam sebuah wawancara panjang, dengan banyak merujuk pada pemimpin Inggris di masa perang, Winston Churchill, Netanyahu juga mengatakan rencana gencatan senjata dan kesepakatan sandera dengan Hamas tidak akan menghalanginya untuk terus menyerang Kota Gaza.

    “Kami akan tetap melakukannya, itu tidak pernah menjadi pertanyaan, bahwa kami tidak akan meninggalkan Hamas di sana,” katanya.

    “Saya pikir Presiden Trump mengatakannya dengan tepat, dia mengatakan Hamas harus menghilang dari Gaza.

    “Ini seperti meninggalkan SS di Jerman. Kita membersihkan sebagian besar Jerman, tetapi ap akita meninggalkan Berlin dengan SS dan korps Nazi di sana? Tentu saja tidak.”

    PM Netanyahu jarang berbicara kepada media, dan ketika berbicara, ia lebih menyukai media berita bersayap konservatif yang secara umum mendukung pemerintah Israel.

    Keluarga sandera Israel menuntut diakhirinya perang

    Ucapan PM Netanyahu yang menolak menghentikan kependudukan di Kota Gaza kemungkinan besar ditujukan kepada anggota kabinet koalisinya sendiri.

    Seperti yang sudah terjadi berulang kali, menteri keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich dilaporkan mengancam akan mengundurkan diri dari pemerintahan jika PM Netanyahu menyetujui kesepakatan gencatan senjata.

    Bezalel telah membuat ancaman serupa di masa lalu tetapi gagal menindaklanjutinya, meskipun Channel 12 Israel melaporkan ia memberi tahu keluarga sandera jika ia mengeluarkan ultimatum kepada perdana menteri secara pribadi.

    Hamas menangkap 251 sandera pada 7 Oktober 2023, dalam serangan yang menewaskan sekitar 1.200 warga Israel, sebagian besar warga sipil.

    Lebih dari 62.000 warga Palestina tewas dalam perang udara dan darat sejak saat itu, menurut pejabat kesehatan Gaza, dengan lebih dari separuhnya adalah perempuan, dan anak-anak.

    Keluarga dan pendukung 50 sandera yang masih berada dalam tahanan Hamas menuntut agar pemerintah Netanyahu menerima kesepakatan untuk mengakhiri perang, serta menuduh perdana menteri yang lebih mengutamakan ambisi politiknya sendiri daripada memastikan kebebasan sandera.

    Forum Sandera dan Keluarga Hilang mengatakan hampir setengah juta orang turun ke jalan di Tel Aviv akhir pekan lalu untuk menuntut pemerintah mengubah arah, karena khawatir penundaan kesepakatan dengan Hamas dan perluasan serangan ke Kota Gaza akan mengancam nyawa para sandera.

    Lihat Video ‘Korban Tewas Akibat Serangan Israel di Gaza Mencapai 62.192 Jiwa’:

  • Israel Berulah Lagi Lewat Operasi Caplok Kota Gaza

    Israel Berulah Lagi Lewat Operasi Caplok Kota Gaza

    Jakarta

    Israel kembali berulah dengan memulai operasi mengambil alih Kota Gaza. Militer Israel mengklaim sudah menguasai pinggiran Kota Gaza.

    Militer Israel sejak Rabu (20/8) telah mengerahkan puluhan ribu pasukan cadangan untuk menyiapkan serangan. Kabinet keamanan Israel, yang diketuai Netanyahu, menyetujui rencana bulan ini untuk memperluas kampanye di Gaza dengan tujuan merebut Kota Gaza. Sebanyak 60.000 prajurit cadangan dikerahkan melakukan operasi tersebut.

    Dilansir Reuters, Kamis (21/8/2025), Juru Bicara Militer Israel, Brigadir Jenderal Effie Defrin mengatakan operasi tahap awal yakni dengan melakukan serangan ke Kota Gaza.

    Defrin mengatakan pasukan sudah beroperasi di pinggiran Kota Gaza. Dia mengklaim Hamas telah ‘babak belur’.

    “Kami telah memulai operasi awal dan tahap pertama serangan terhadap Kota Gaza, dan saat ini pasukan IDF telah menguasai pinggiran Kota Gaza,” ujar Defrin.

    Hamas, dalam sebuah pernyataan di Telegram, menuduh Netanyahu menghalangi kesepakatan gencatan senjata demi melanjutkan ‘perang brutal terhadap warga sipil tak berdosa di Kota Gaza’.

    “Pengabaian Netanyahu terhadap proposal para mediator… membuktikan bahwa dialah yang sebenarnya menghalangi kesepakatan apa pun,” kata Hamas.

    Hamas Beri Peringatan

    Kelompok Hamas bereaksi keras terhadap pengumuman militer Israel yang memulai operasi mencaplok Gaza. Hamas menuduh Israel mengabaikan upaya mediasi menghentikan pertempuran dan pembebasan sandera.

    “Pengumuman hari ini oleh tentara pendudukan teroris tentang dimulainya operasi terhadap Kota Gaza dan hampir satu juta penduduk serta pengungsi di sana…menunjukkan…pengabaian secara terang-terangan terhadap upaya-upaya yang dilakukan oleh para mediator,” kata Hamas dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Kamis (21/8/2025).

    Hamas juga mengkritik kurangnya tanggapan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu terhadap proposal gencatan senjata terbaru yang diajukan para mediator. Hamas telah memberikan persetujuan untuk proposal terbaru yang diajukan Qatar dan Mesir sebagai mediator.

    Hamas menuduh Netanyahu sebagai ‘penghalang nyata bagi kesepakatan apa pun’. Hamas juga menuding Netanyahu tidak peduli dengan nyawa para sandera Israel.

    Israel Dikecam

    Langkah Israel mencaplok Gaza menuai kecaman dunia. Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut langkah Tel Aviv itu hanya akan semakin memicu ‘bencana’ dan membawa wilayah itu ke “perang permanen”.

    Macron mengatakan bahwa serangan militer Israel untuk menaklukkan Kota Gaza hanya akan menyebabkan bencana total bagi kedua bangsa. Macron menyebut rencana Israel itu “akan menyeret kawasan tersebut ke dalam perang permanen”. Dia juga menegaskan kembali seruannya untuk “misi stabilisasi internasional”.

    Pernyataan Macron itu disampaikan setelah Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyetujui rencana militer untuk menaklukkan Kota Gaza. Dia mengizinkan pemanggilan sekitar 60.000 tentara cadangan Israel.

    Kecaman juga disampaikan oleh Jerman, yang menyatakan ‘penolakan eskalasi’ dari operasi militer Israel di Kota Gaza. Juru bicara pemerintah Berlin Steffen Meyer mengatakan kepada wartawan bahwa Jerman merasa “semakin sulit untuk memahami bagaimana tindakan ini akan mengarah pada pembebasan semua sandera, atau gencatan senjata” di Jalur Gaza.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Yordania, Ayman Safadi, mengatakan dalam kunjungan ke Moskow bahwa operasi militer Israel yang semakin meluas di Jalur Gaza telah “membunuh semua prospek” perdamaian di Timur Tengah. Dia juga menyebut serangan Tel Aviv menyebabkan “pembantaian dan kelaparan” di Jalur Gaza.

    Safadi mengatakan dirinya berharap dapat membahas “upaya untuk mengakhiri agresi di Gaza, serta pembantaian dan kelaparan yang ditimbulkannya”. Dia menyebut hal itu semakin menambah “tindakan ilegal yang terus merusak solusi dua negara dan mematikan semua prospek perdamaian di kawasan”.

    “Kami menghargai posisi Anda yang jelas terhadap perang dan tuntutan Anda untuk mencapai gencatan senjata permanen,” ujar Safadi.

    Reaksi keras lainnya disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, yang menyerukan gencatan senjata segera di Jalur Gaza setelah Israel mengumumkan dimulainya langkah pertama operasi untuk merebut Kota Gaza.

    “Sangat penting untuk segera mencapai gencatan senjata di Gaza,” tegasnya, sembari mengingatkan bahwa gencatan senjata diperlukan “untuk menghindari kematian dan kehancuran yang tidak terelakkan akibat operasi militer terhadap Kota Gaza”.

    Israel Ajak Hamas Berunding

    Netanyahu telah memerintahkan negosiasi segera untuk membebaskan sandera Israel yang tersisa di Gaza. Hal itu diumukan usai dimulainya operasi merebut Kota Gaza.

    “Saya datang untuk menyetujui rencana IDF (militer) untuk menguasai Kota Gaza dan mengalahkan Hamas,” kata Netanyahu dilansir AFP, Jumat (22/8/2025).

    “Pada saat yang sama, saya telah menginstruksikan untuk segera memulai negosiasi untuk pembebasan semua sandera kami dan mengakhiri perang dalam kondisi yang dapat diterima oleh Israel,” imbuhnya.

    Para mediator telah menunggu berhari-hari terkait gencatan senjata kedua pihak.

    “Saya sangat menghargai komitmen tentara cadangan, dan tentu saja tentara reguler, untuk misi vital ini,” kata Netanyahu.

    “Kedua hal ini -mengalahkan Hamas dan membebaskan semua sandera kami- berjalan beriringan,” sambungnya.

    Lihat Video ‘Korban Tewas Akibat Serangan Israel di Gaza Mencapai 62.192 Jiwa’:

    Halaman 2 dari 4

    (idn/idn)

  • Remaja di Skotlandia Dihukum 10 Tahun Bui karena Berencana Bakar Masjid

    Remaja di Skotlandia Dihukum 10 Tahun Bui karena Berencana Bakar Masjid

    London

    Seorang remaja berusia 17 tahun yang merencanakan aksi pembakaran masjid di Skotlandia berujung dijatuhi hukuman 10 tahun penjara. Dia mengaku terinspirasi Adolf Hitler ketika berniat menyerang masjid tersebut.

    Dilansir AFP, Kamis (21/8/2025), kepolisian setempat menangkap remaja itu pada Januari lalu. Remaja tersebut membawa ransel bergaya militer saat mencoba masuk ke gedung di Greenock, di pesisir barat Skotlandia.

    “Di dalam tas tersebut, petugas menemukan pistol angin Glock buatan Jerman, amunisi, lakban, kartrid gas, dan kaleng aerosol,” kata jaksa penuntut.

    Remaja itu telah memetakan interior gedung di ponselnya. Penyelidik juga menemukan daftar orang-orang yang telah menginspirasi keyakinan politiknya, termasuk Hitler, Benito Mussolini, dan pembunuh massal Norwegia, Anders Behring Breivik.

    Penggeledahan di rumahnya menemukan buku Hitler “Mein Kampf”, pisau dan topeng, serta instruksi dan bahan-bahan untuk pembuatan bahan peledak.

    “Pengadilan Tinggi di Glasgow menjatuhkan hukuman kepadanya setelah ia mengaku bersalah atas dua tuduhan terorisme,” kata Kantor Mahkota Skotlandia.

    Dia akan diawasi selama delapan tahun setelah dibebaskan.

    Lihat juga Video ‘Depresi Ditinggal Istri, Pria di Maros Nekat Bakar Rumah’:

    (fas/eva)

  • Hizbullah Tolak Letakkan Senjata, Lebanon di Ambang Perang Saudara?

    Hizbullah Tolak Letakkan Senjata, Lebanon di Ambang Perang Saudara?

    Beirut

    Sejak puluhan tahun Hizbullah dituntut meletakkan senjata, termasuk dalam sejumlah resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

    Perlucutan senjata secara konkret juga tercantum dalam perjanjian yang dimediasi Amerika Serikat dan Prancis, yang disetujui Israel dan Lebanon pada November lalu, untuk mengakhiri serangan terhadap wilayah selatan Lebanon.

    Kabinet Lebanon pada awal bulan ini mulai membahas rancangan undang-undang, untuk menegakkan monopoli negara atas kepemilikan senjata hingga akhir tahun. Namun, milisi yang oleh banyak negara Barat digolongkan sebagai organisasi teroris itu menolak perlucutan senjata.

    Hizbullah menafsirkan seruan yang tertuang dalam perjanjian itu “hanya berlaku di Lebanon selatan”, demikian menurut analisis International Crisis Group pada awal Agustus.

    Pemimpin Hizbullah, Naim Kassim, pekan lalu kembali menegaskan penolakannya dengan kata-kata tajam. Menurutnya, perlucutan senjata hanya melayani kepentingan AS dan Israel dan akan menjerumuskan Lebanon ke dalam “krisis berat.”

    Jika pemerintah mencari konfrontasi dengan Hizbullah, “maka tidak akan ada kehidupan di Lebanon.”

    Kassim secara gamblang memperingatkan akan terjadi “perang saudara” – yang membuat Perdana Menteri Lebanon, Nawaf Salam, menyatakan ancaman itu setara dengan deklarasi perang. Di platform X dan dalam wawancara surat kabar berbahasa Arab, dia menegaskan “setiap ancaman atau upaya intimidasi terkait perang saudara benar-benar tidak dapat diterima.”

    Perjuangkan kelangsungan politik

    “Tidak ada yang tahu berapa banyak senjata yang masih dimiliki milisi itu. Misteri ini adalah satu-satunya kartu yang bisa mereka mainkan. Dengannya mereka bisa mencoba meningkatkan pengaruh politik. Karena pada akhirnya, segalanya adalah soal kelangsungan politik Hizbullah,” ujar Abbass.

    Namun, milisi Syiah yang disokong Iran itu telah banyak kehilangan kekuatan dan pengaruh usai digempur Israel tahun lalu. Serangan Israel bukan hanya menghancurkan gudang senjata, tapi jajaran kepemimpinan – terutama Hassan Nasrallah yang tewas dalam serangan udara Israel pada September 2024.

    Dukungan internasional bagi Hizbullah juga menurun, ketika misalnya pada Desember tahun lalu sekutu dekatnya Bashar Assad di Suriah tumbang. Bahkan Iran, sponsor utama Hizbullah selama puluhan tahun, kini tak lagi bisa leluasa menyuplai senjata karena terputusnya jalur darat melalui Suriah.

    Keterlibatan Iran?

    “Secara prinsip, perlucutan Hizbullah bukan hal mustahil, meski sulit secara politik,” kata analis politik Lebanon Ronnie Chatah kepada DW. Dia menyinggung contoh sukses di negara lain, seperti kelompok pemberontak IRA di Irlandia, FARC di Kolombia atau ETA di Spanyol.

    Menurut Chatah, syarat utama perlucutan senjata adalah perundingan internasional dengan melibatkan Iran sebagai pendukung utama Hizbullah. “Bisa dikatakan Iran kini memimpin Hizbullah. Karena itu Ali Larijani, kepala keamanan resmi Iran, baru saja mengunjungi Lebanon.”

    Kesepakatan dengan Iran adalah prasyarat perlucutan Hizbullah. Secara politik, hal itu sulit dibayangkan saat ini, namun Chatah tetap melihat peluang di masa depan, yakni “melalui keterlibatan AS, atau lewat pembukaan jalur lain,” ujarnya.

    “Mayoritas warga Lebanon sebenarnya mendukung perlucutan senjata Hizbullah,” kata Merin Abbass menambahkan. “Tapi dari sudut pandang sebagian besar warga, integritas teritorial Lebanon masih menjadi ancaman terbesar – terutama dari Israel. Tentara Israel sering melanggar kedaulatan nasional Lebanon.”

    Sejak gencatan senjata November lalu, Israel berkali-kali melanggar perjanjian, termasuk melancarkan banyak pembunuhan terarah. “Selain itu, Israel masih menduduki lima pos di dalam wilayah Lebanon, yang tentu memberi Hizbullah legitimasi besar,” kata Abbass.

    Israel bersikeras tumpas Hizbullah

    Walau begitu, pendapat warga Lebanon sendiri terbelah soal perlucutan senjata Hizbullah. Seorang perempuan, yang tak ingin disebutkan namanya, mengatakan dia menolak perlucutan, dengan alasan agresi militer Israel.

    “Karena itu saya menolak perlucutan Hizbullah. Tentara reguler Lebanon tidak punya cukup kemampuan untuk mempertahankan wilayah negara.”

    Warga lain menuntut hal yang lebih mendesak: “Negara ini bangkrut dan hancur. Perlucutan senjata harus dilakukan setelah rekonstruksi – bukan di awal.”

    Seorang warga Lebanon lainnya merujuk pada situasi di selatan, yang sejak puluhan tahun berada di bawah tekanan Israel. “Karena itu mereka merasa lebih aman jika Hizbullah masih bersenjata.”

    Namun dia pribadi mendukung perlucutan, karena “dengan begitu Israel tidak punya alasan lagi untuk memulai perang baru.”

    Israel sendiri menegaskan, operasi militer terhadap Hizbullah sejak musim gugur 2023 dipicu serangan roket Hizbullah. Tembakan salvo dari selatan Lebanon muncul sebagai reaksi atas perang yang dilancarkan Israel di Jalur Gaza. Setelah gencatan senjata pun, Hizbullah masih menyerang wilayah Israel.

    Penguatan struktur negara

    “Dalam situasi saat ini, Lebanon harus memperkuat kewenangan negara di semua lini,” kata Merin Abbass. “Strategi kedaulatan yang kredibel harus dimulai dari titik terlemah Lebanon: legitimasi dan kapasitas. Hal ini mencakup reformasi politik menuju sistem sekuler, pemulihan kedaulatan fiskal dan berkurangnya ketergantungan pada pendanaan asing, serta pemulihan peran negara sebagai penyedia utama layanan dasar.”

    Namun, Abbass mewanti-wanti terhadap sulitnya situasi, khususnya pada aspek militer. Hingga kini, tentara Lebanon dinilai masih lebih lemah dibandingkan Hizbullah.

    “Karena itu kehadiran pasukan pengamat PBB (UNIFIL) di Lebanon selatan tetap sangat penting,” katanya, merujuk pada pembahasan tentang perpanjangan mandat UNIFIL. “Tentara Lebanon tidak akan mampu menjalankan tugas itu sendirian. Mereka akan kewalahan.”

    Hal itu bisa membuat Israel sewaktu-waktu kembali masuk ke Lebanon selatan jika merasa kepentingannya terancam oleh aktivitas Hizbullah.

    Di sisi lain, Hizbullah sendiri sudah menegaskan belum siap untuk meletakkan senjata.

    “Lebanon memiliki masalah mendasar,” kata analis Ronnie Chatah, yakni perpecahan sektarian yang kuat, disertai pola pikir berbasis kelompok. “Masalah ini akan terus berlangsung. Dan akan terus melemahkan negara.”

    Meski begitu, Hizbullah harus berkembang menjadi partai politik murni, lanjutnya. Jika tidak, risiko serangan Israel maupun perpecahan baru di masyarakat akan tetap ada – “dengan kualitas yang belum pernah kita kenal sebelumnya.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Agus Setiawan

    Lihat juga Video ‘Hizbullah Ancam Bakal Serang Israel Jika Perang Lebanon Berlanjut’:

    (nvc/nvc)

  • Israel Setujui Rencana Permukiman Kontroversial di Tepi Barat

    Israel Setujui Rencana Permukiman Kontroversial di Tepi Barat

    Tepi Barat

    Sebuah komite perencanaan Israel memberikan persetujuan akhir soal rencana kontroversial pembangunan permukiman baru di wilayah Tepi Barat.

    Persetujuan itu diumumkan pada Rabu (20/08) kemarin. Rencana itu mencakup pengembangan lahan terbuka di sebelah timur Yerusalem, yang dikenal dengan istilah E1. Pemerintah Israel akan membangun sekitar 3.500 unit apartemen baru demi memperluas permukiman Maale Adumin, yang berdekatan dengan E1.

    “Dengan bangga saya umumkan bahwa beberapa saat lalu, administrasi sipil telah menyetujui perencanaan pembangunan kawasan E1,” kata Wali Kota Maale Adumin, Guy Yifrach, dalam sebuah pernyataan.

    Permukiman Tepi Barat memperumit proses damai

    Rencana pembangunan Israel di wilayah Tepi Barat ini sejatinya banyak dikecam dan dianggap sebagai hal ilegal menurut hukum internasional. PBB dan pegiat HAM Palestina memperingatkan bahwa proyek ini akan memecah wilayah Palestina dan membuat solusi dua negara menjadi tidak memungkinkan.

    Israel nantinya akan menggarap area seluas 12 kilometer persegi. Namun, karena lokasinya, perluasan ini akan membuat mustahil terbentuknya negara Palestina yang terhubung secara geografis dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

    Kepada DW, seorang peneliti dari organisasi Ir Amim, Aviv Tatarsky, mengatakan kalau rencana ini membuat negara Palestina “tidak mungkin terwujud.” Dia menentang rencana perluasan permukiman tersebut.

    “Rencana ini memecah wilayah Tepi Barat menjadi bagian utara dan selatan,” jelasnya.

    Dalam sebuah kunjungan politik ke Indonesia pada Rabu (20/08), Menteri Luar Negeri Jerman Johann Wadephul mengatakan bahwa “rencana seperti ini, jika dilaksanakan, akan bertentangan dengan hukum internasional dan akan membuat solusi dua negara menjadi mustahil.”

    Pada pekan lalu, Kementerian Luar Negeri Jerman juga telah mendesak Israel untuk “menghentikan pembangunan permukiman,” dan menegaskan bahwa Jerman hanya akan mengakui perubahan batas wilayah 4 Juni 1967. Batas ini telah disepakati oleh kedua pihak yang tengah berkonflik.

    “Pembangunan permukiman melanggar hukum internasional dan resolusi relevan dari Dewan Keamanan PBB,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman. “Hal tersebut memperumit solusi dua negara yang sedang dibahas dan mengakhiri pendudukan Israel di Tepi Barat, seperti yang diminta oleh Mahkamah Internasional atau International Court of Justice.”

    Sayap kanan Israel beri dukungan

    Menteri Keuangan Israel dari kelompok sayap kanan, Bezalel Smotrich, yang mengumumkan rencana tersebut pekan lalu, mengatakan persetujuan yang dilakukan pada Rabu (20/08) itu menjadi momen “bersejarah” dan menyebutnya sebagai teguran terhadap negara-negara Barat seperti Prancis dan Inggris, yang belakangan ini berencana untuk mengakui negara Palestina pada September 2025 mendatang.

    “Negara Palestina sedang dihapus dari meja, bukan dengan slogan tetapi dengan tindakan,” kata Bezalel Smotrich, Rabu (20/08).

    Sebelumnya lewat sebuah pernyataan, Kementerian Keuangan Israel mengatakan bahwa rencana permukiman baru itu “mengubur ide akan negara Palestina.”

    Israel telah mengkritik negara-negara yang berkomitmen untuk mengakui Palestina sebagai negara. Mereka menyebut pengakuan itu sebagai “hadiah untuk Hamas” menyusul serangan teror 7 Oktober 2023.

    Tulisan ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh: Muhammad Hanafi

    Editor: Rahka Susanto dan Hani Anggraini

    Lihat Video ‘Militer Israel Mulai Bergerak untuk Rencana Ambil Alih Gaza’:

    (nvc/nvc)

  • Kecaman Hujani Israel yang Mulai Operasi Caplok Kota Gaza

    Kecaman Hujani Israel yang Mulai Operasi Caplok Kota Gaza

    Paris

    Kecaman menghujani Israel yang baru saja mengumumkan dimulainya operasi militer untuk mengambil alih kendali Kota Gaza, kota terbesar di Jalur Gaza. Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut langkah Tel Aviv itu hanya akan semakin memicu “bencana” dan membawa wilayah itu ke “perang permanen”.

    Macron dalam pernyataannya via media sosial, seperti dilansir AFP dan Reuters, Kamis (21/8/2025), mengatakan bahwa “serangan militer” Israel untuk menaklukkan Kota Gaza “hanya akan menyebabkan bencana total bagi kedua bangsa”.

    Disebutkan oleh Macron bahwa rencana Israel itu “akan menyeret kawasan tersebut ke dalam perang permanen”. Dia juga menegaskan kembali seruannya untuk “misi stabilisasi internasional”.

    Pernyataan Macron itu disampaikan setelah Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, pada Rabu (20/8) menyetujui rencana militer untuk menaklukkan Kota Gaza. Dia mengizinkan pemanggilan sekitar 60.000 tentara cadangan Israel.

    Setelah mendapatkan persetujuan Katz tersebut, militer Israel mengumumkan bahwa langkah pertama operasi untuk merebut Kota Gaza telah dimulai. Tel Aviv mengklaim saat ini pasukannya telah menguasai pinggiran Kota Gaza, dengan para petempur Hamas disebut telah menjadi pasukan gerilya yang “babak belur”.

    Namun di sisi lain, operasi militer Israel terhadap Kota Gaza itu memaksa ribuan orang mengungsi.

    Kecaman juga disampaikan oleh Jerman, yang menyatakan “penolakan eskalasi” dari operasi militer Israel di Kota Gaza.

    Juru bicara pemerintah Berlin Steffen Meyer mengatakan kepada wartawan bahwa Jerman merasa “semakin sulit untuk memahami bagaimana tindakan ini akan mengarah pada pembebasan semua sandera, atau gencatan senjata” di Jalur Gaza.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Yordania, Ayman Safadi, mengatakan dalam kunjungan ke Moskow bahwa operasi militer Israel yang semakin meluas di Jalur Gaza telah “mematikan semua prospek” perdamaian di Timur Tengah. Dia juga menyebut serangan Tel Aviv menyebabkan “pembantaian dan kelaparan” di Jalur Gaza.

    Berbicara kepada Menlu Rusia Sergei Lavrov dalam kunjungan itu, Safadi mengatakan dirinya berharap dapat membahas “upaya untuk mengakhiri agresi di Gaza, serta pembantaian dan kelaparan yang ditimbulkannya”.

    Dia menyebut hal itu semakin menambah “tindakan ilegal yang terus merusak solusi dua negara dan mematikan semua prospek perdamaian di kawasan”.

    “Kami menghargai posisi Anda yang jelas terhadap perang dan tuntutan Anda untuk mencapai gencatan senjata permanen,” ujar Safadi.

    Reaksi keras lainnya disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, yang menyerukan gencatan senjata segera di Jalur Gaza setelah Israel mengumumkan dimulainya langkah pertama operasi untuk merebut Kota Gaza.

    “Sangat penting untuk segera mencapai gencatan senjata di Gaza,” tegasnya, sembari mengingatkan bahwa gencatan senjata diperlukan “untuk menghindari kematian dan kehancuran yang tidak terelakkan akibat operasi militer terhadap Kota Gaza”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)