Negara: Jerman

  • Pilkada untuk Kesejahteraan Bersama

    Pilkada untuk Kesejahteraan Bersama

    Pilkada untuk Kesejahteraan Bersama
    Aktivis yang Nyambi Jadi Politisi. Selalu belajar dari sekitar. Politisi Partai Golkar, Anggota DPR RI, Koordinator Presidium MN KAHMI
    PRESIDEN
    Prabowo Subianto melempar wacana pentingnya kita mengkaji ulang sistem
    Pilkada langsung
    yang saat ini berjalan. Proposal itu disampaikan pada HUT ke-60 Tahun Partai Golkar, beberapa waktu lalu.
    Inti dari pesan Presiden bahwa
    demokrasi
    harus berjalan beriringan dengan kesejahteraan rakyat. Barangkali itu berbasis dari Pembukaan UUD 1945, “…untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum…”.
    Dalam konteks tersebut, pemborosan APBN untuk Pilkada harus dihindari.
    “Berapa puluh triliun (rupiah) habis dalam satu-dua hari, baik anggaran dari negara maupun dari masing-masing tokoh politik. Kalau dilakukan oleh DPRD, negara bisa hemat dan efisien seperti di Malaysia dan Singapura,” kata Presiden.
    Tak menunggu lama, isu ini menjadi debat publik dan memancing pro dan kontra.
    Jauh sebelum polemik tersebut muncul, penulis dalam Kolom di
    Kompas.com
    , beberapa waktu lalu, sudah mengulas
    pentingnya penyempurnaan sistem politik
    .
    Ibarat tubuh manusia, sistem politik merupakan jaringan yang hidup dan saling memengaruhi satu sama lain.
    Saat tangan kita tergores, misalnya, maka mulut dan otak akan merasakan sakit. Begitu juga dengan sistem politik, bila virus moral hazard seperti
    money politics
    menjalar “merata” ke seluruh tubuh, maka demokrasi akan menjerit. Tak hanya itu, keuangan negara akan terpukul dan inflasi melejit.
    Begitu juga dengan usia, di mana semakin lama (atau tua) sistem politik berlaku, maka perlu dilakukan penyempurnaan (evaluasi) untuk menjawab tantangan zaman yang terus berubah.
    Saat pertama kali digelar, Juni 2005, Pilkada langsung membawa semangat demokratisasi pemilihan, yaitu memindahkan
    votes right
    dari meja parlemen ke meja rakyat di TPS.
    Saat itu, konteks politiknya adalah bahwa kita baru keluar dari sistem Orde Baru yang otoriter, sehingga ruang untuk partisipasi publik di semua hal menjadi kebutuhan.
    DPR saat Orde Baru tak lebih dari ornamen politik yang sulit melakukan terobosan. Tentu saja image parlemen hari ini berbeda dengan dahulu.
    Setelah hampir dua dasawarsa berlangsung, benar bahwa Pilkada langsung menghasilkan kemajuan di beberapa daerah. Namun pada saat yang sama, terjadi penurunan kualitas demokrasi dan beban pembiayaan politik yang semakin besar.
    Dampak negatifnya lebih massif daripada kemajuan di sejumlah titik tadi. Itu juga bukan preseden yang baru, karena di medio 2010-2012, Pilkada langsung juga sempat mendapat gugatan dari berbagai pihak.
    Mengutip pandangan Ryas Rasyid, mantan Menteri Dalam Negeri, di
    Kompas
    tahun 2011, beliau mencatat setidaknya ada tiga dampak negatif Pilkada langsung yang memprihatinkan.
    Yaitu penggunaan uang yang semakin marak untuk membeli suara konstituen (
    vote buying
    ), tidak adanya jaminan pasangan calon terbaik akan menang, dan potensi perilaku koruptif kepala daerah terpilih akibat
    high costs
    politik.
    Kita harus berani mengakui bahwa tiga dampak negatif tersebut semuanya sudah terjadi hari ini.
    Vote buying
    misalnya, pada Pileg dan Pilpres lalu sebagian besar elite politik menyimpulkan bahwa praktik
    money politics
    tidak hanya terjadi, tapi dilakukan secara “ugal-ugalan”.
    Kurang tegasnya penyelenggara Pemilu dalam melakukan pengawasan, membuat banyak pihak “menormalisasi” politik sembako, bantuan,
    cash money
    dan sebagainya.
    Jumlahnya mencengangkan, mendekati Rp 1.000 Triliun di Pileg dan Pilpres lalu. Itu hitungan kasar dari penulis, yang terdiri dari Rp 200-an trilun biaya pelaksanaan dari APBN dan biaya yang dikeluarkan tiap caleg berjumlah ribuan.
    Imbasnya, parlemen didominasi oleh mereka yang berlatar belakang pebisnis. Sepintas tidak salah dengan praktik tersebut. Namun, bila menengok frasa “ugal-ugalan” di atas, maka yang sesungguhnya terjadi adalah
    unfairness competition
    , pihak yang memiliki logistik berlebih (pengusaha) akan diuntungkan dari proses ini.
    Hasilnya pun dapat dilihat pada Pileg terakhir (2024), di mana 61 persen anggota DPR terpilih terafiliasi dengan kelompok bisnis tertentu. Angka yang lebih besar bahkan terekam di Pemilu lima tahun sebelumnya.
    Sementara para aktivis dan akademisi yang memiliki komitmen perjuangan, sering kali kalah di TPS dalam Pileg maupun Pilkada langsung, karena sulit bersaing dengan para pengusaha dalam mobilisasi logistik.
    Di sisi lain, pemilih yang rata-rata lulusan SMP belum mencapai tahapan memilih secara rasional.
    Akibatnya, keprihatinan kedua terjadi, di mana pemilih tidak mendapatkan pemimpin ideal yang bersih dan berpihak ke rakyat, karena
    popular vote
    sangat rentan dengan mobilisasi suara melalui
    vote buying
    tersebut.
    Dampak lanjutannya, performance pembangunan di banyak daerah yang
    busines as usual
    selama rezim Pilkada langsung, menjadi bukti bahwa ada yang salah dengan sistem yang berlaku selama ini.
    Alih-alih membangun, ratusan kepala daerah hasil Pilkada langsung justru menjadi tersangka kasus korupsi.
    Data KPK menyebutkan, sejak 2004 hingga 2023, terdapat 601 kasus korupsi di pemerintah kabupaten, kota, melibatkan wali kota, bupati, dan jajarannya. Angka ini akan bertambah jika kasus di provinsi dimasukkan.
    Artinya, kita tidak bisa lagi menganggap kasus-kasus tersebut sebagai moral hazard personal. Bila kejadiannya massal, maka itu menggambarkan sistem politik yang sakit atau terganggu.
    Benar bahwa tidak selalu Pilkada langsung memacu seorang calon untuk melakukan korupsi. Namun, faktor politik biaya tinggi membuat mereka tidak punya pilihan. Ditambah hasrat berkuasa yang membuncah, maka korupsi tak terelakkan.
    Sekali lagi, baik Pilkada langsung maupun perwakilan, dua-duanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Lebih dari itu, keduanya harus
    relate
    dengan kultur politik aktual di negara tersebut.
    Menurut penulis, Pilkada langsung hanya akan efektif bila masyarakat imun terhadap
    money politics
    . Itu artinya pendapatan per kapita (IPC) warga negara harus meningkat dulu, sehingga roda demokrasi langsung akan berjalan di atas jalan pikiran, bukan di atas statistik kemiskinan dan pengangguran.
    Fenomena ini juga mengingatkan kita pada pidato Prof Dr Boediono, yang juga Wapres 2009-2014, pada pengukuhan Guru Besarnya di UGM, 2007.
    Beliau menganalisis bahwa
    based on
    pengalaman empiris di seluruh dunia selama 1950-1990, rezim demokrasi di negara-negara dengan IPC 1.500 dollar AS atau kurang hanya bertahan 8 tahun.
    Lalu, negara dengan IPC 1.500-3.000 dollar AS, demokrasinya
    average
    stabil hanya dalam 18 tahun.
    Baru pada negara dengan IPC di atas 6.000 dollar AS, daya tahan sistem demokrasi jauh lebih besar.
    Dalam hal ini, bila melihat IPC Indonesia saat ini sekitar 4.900 dollar AS, maka perlu strategi tertentu untuk mengawal demokrasi agar
    on the tracks
    dan memiliki daya tahan.
    Termasuk keberanian kita melakukan transisi dan modifikasi, agar tidak “plek-ketiplek” meng-
    copy
    demokrasi yang berlaku di negara maju. Misalnya, demokrasi liberal di negara Barat yang dianggap ideal di sana, belum tentu sesuai dengan kultur masyarakat di Timur.
    Pengalaman negara lain dalam Pilkada juga beragam, termasuk banyak juga yang memilih melalui parlemen, bahkan ditunjuk oleh kepala negara.
    Misalnya India, di mana gubernur negara bagian ditunjuk oleh PM. Lalu Jerman, yang gubernurnya atau
    Ministerpräsident
    dipilih oleh parlemen. Begitu juga Spanyol, Italia dan banyak negara lainnya.
    Memang sebagian negara-negara di atas menganut sistem parlementer. Namun, ada juga negara dengan sistem presidensial yang melakukannya.
    Termasuk AS di masa-masa awal, di mana gubernur di sejumlah negara bagian sempat dipilih oleh parlemen.
    Indonesia selama era Orde Baru menerapkan sistem presidensial. Saat itu pemilihan gubernur dilakukan melalui penunjukan oleh presiden. Terlepas dari image otoritarian, tapi semua mengakui bahwa pembangunan di era Orde Baru relatif lebih sistematis daripada era sekarang.
    Poinnya adalah, selama pemerintah dan DPR berkomitmen menjaga segala bentuk potensi pelanggaran, pemilihan kepala daerah melalui DPRD belum tentu lebih buruk dari Pilkada langsung.
    Begitu juga dengan
    Pilkada Langsung
    yang berjalan selama ini dan menghasilkan ratusan kasus korupsi.
    Bila memang kita ingin mempertahankan sistem langsung, maka perlu penyempurnaan sistem penyelenggaraan Pilkada secara ketat. Tujuannya agar virus lama dapat diminimalkan, khususnya
    money politics
    dan keterlibatan birokrasi.
    Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono beberapa tahun lalu juga memberikan 10 catatan dalam Perppu saat pembatalan Pilkada via DPRD. Pertanyaannya, apakah 10 catatan itu sudah dilaksanakan? Atau jangan-jangan kita tidak menghiraukannya?
    Di atas semuanya, penulis memberikan apresiasi kepada Presiden Prabowo yang membuka diskursus ini di awal-awal pemerintahannya. Sehingga tidak memancing spekulasi adanya
    vested interests
    , sebagaimana rencana amandemen UUD 1945 yang gagal tahun lalu, karena terlalu dekat dengan Pemilu.
    Dengan adanya perdebatan publik di awal pemerintahan, semua pihak dapat menyampaikan pikirannya, sehingga nantinya akan ditemukan formula terbaik untuk mendorong Pilkada yang prorakyat, prokesejahteraan, bukan hanya asal kelihatan demokratis.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Keamanan Publik Dipertanyakan Imbas Serangan di Magdeburg Jerman

    Keamanan Publik Dipertanyakan Imbas Serangan di Magdeburg Jerman

    Jakarta

    Pasukan keamanan Jerman menghadapi serangkaian pertanyaan sulit dalam konferensi pers pada hari Sabtu (21/12) di Magdeburg, Jerman.

    Terjadi serangan pada hari Jumat (20/12) malam, di mana Talib A.*, seorang pria asal Arab Saudi berusia 50 tahun menabrakkan mobilnya ke kerumunan di pasar Natal yang ramai di ibu kota Sachsen-Anhalt, dan menewaskan lima orang serta melukai sedikitnya 200 orang lainnya.

    Perwira kepolisian dan pejabat kota menghadapi tekanan pers yang tidak puas dengan jawaban atas pertanyaan: Bagaimana polisi bisa gagal mengamankan pasar Natal? Mengapa peringatan dari otoritas Arab Saudi diabaikan? Bagaimana unggahan di media sosial yang cukup mengkhawatirkan dari tersangka tidak memicu kewaspadaan?

    Meskipun polisi federal telah sepakat meningkatkan personelnya serta meninjau ulang langkah-langkah keamanan di ratusan pasar Natal di seluruh negeri, banyak dari pertanyaan itu masih sulit untuk dijawab.

    Keamanan pasar Natal di Jerman

    Tragedi ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Serangan di pasar Natal Berlin pada Desember 2016 yang menewaskan 13 orang, di mana seorang pencari suaka asal Tunisia menabrakkan truk ke kerumunan, telah memicu dua penyelidikan parlemen dan peningkatan keamanan mendesak di pasar natal seluruh Jerman dan Austria.

    Namun, tampaknya pasar-pasar yang tersebar di hampir setiap wilayah di kota-kota Jerman selama 5-6 pekan menjelang Natal dan menarik ribuan pengunjung itu tidak bisa sepenuhnya dilindungi dari ancaman serangan. Sebagian besar karena kendaraan darurat juga harus bisa mengakses lokasi pasar, dan perlu adanya beberapa pintu keluar darurat agar orang-orang bisa menyelamatkan diri.

    “Jalur yang digunakan pelaku adalah rute akses darurat dan pintu keluar darurat,” kata Pejabat Kota Magdeburg Ronni Krug kepada wartawan, Sabtu (21/12).

    “Hal yang paling jelas dan mencolok adalah penghalang fisik di pasar Natal. Itu seharusnya tidak boleh ada celah yang memungkinkan mobil untuk masuk begitu saja,” katanya kepada DW. “Bahkan, jika penghalang fisik itu hanya dibuka sementara, pelaku tampaknya mengetahui hal ini karena ia menyewa mobil dan pergi ke pasar Natal sehingga ia sadar akan bisa masuk ke sana dengan mobil itu.”

    Peringatan dan kegagalan intelijen

    Berbicara kepada lembaga penyiaran publik ZDF pada hari Sabtu (21/12) malam waktu setempat, Holger Mnch, Kepala Kepolisian Federal Jerman (BKA) menggambarkan pelaku sebagai orang “tidak biasa.”

    Unggahan media sosial Talib A. menunjukkan bahwa ia adalah penentang rezim Arab Saudi, dan merasa para pembangkang dianiaya oleh otoritas Jerman, tetapi juga tidak puas dengan kebijakan liberal Jerman terhadap para pencari suaka. Pelaku juga terlihat lebih mendukung partai ekstremis sayap kanan AfD di Jerman.

    Mengutip dari sumber keamanan anonim, kantor berita Jerman DPA melaporkan bahwa otoritas Arab Saudi telah memperingatkan Jerman mengenai sosok Talib A. tahun lalu.

    Menurut Schindler, “peringatan tidak selalu berbentuk peringatan tentang apa yang akan terjadi, itu bisa tentang banyak hal. Dalam suatu konteks, peringatan itu mungkin tidak seberat yang seharusnya.”

    Di Berlin, pria 50 tahun itu sempat didakwa menyalahgunakan nomor telepon darurat setelah berselisih dengan petugas di kantor polisi pada Februari 2024. Talib A. seharusnya menghadiri sidang pengadilan bandingnya, sehari sebelum serangan di Magdeburg terjadi, tetapi ia tidak hadir di pengadilan.

    Peringatan soal sosok Talib A. ini juga telah dikirim dari seorang warga negara tahun lalu ke Kantor Federal untuk Migrasi dan Pengungsi (BAMF) Jerman. Peringatan itu telah ditanggapi serius, kata BAMF, dan bahkan diteruskan ke otoritas terkait.

    Kurangnya moderasi media sosial

    Fakta bahwa Talib A. begitu aktif di media sosial dalam beberapa tahun terakhir telah memunculkan pertanyaan baru tentang peran platform media sosial seperti X dan Facebook dalam melacak dan mendorong radikalisasi.

    Beberapa media Jerman melaporkan bahwa unggahan pelaku, yang kini telah dihapus di X, mencakup pernyataan bahwa ia memperkirakan akan meninggal pada tahun 2024, dan mengancam akan membunuh 20 warga Jerman, serta ia mengira pemerintah Jerman berusaha membuat Eropa lebih Islami.

    “Anda tidak perlu menjadi pendukung keras kelompok ISIS. Dalam lingkungan konspiratif ini, setiap narasi ekstremis, ketika Anda menyimpulkannya, pasti akan mengarah pada tindak kekerasan,” kata Schindler.

    Schindler juga menambahkan, “Kita harus berhenti menerima bahwa industri (media sosial) ini, salah satu yang paling menguntungkan dalam sejarah manusia, tidak memiliki tanggung jawab hukum atas konten di platform mereka dan secara proaktif seharusnya bekerja sama dengan pasukan keamanan.”

    Namun, peraturan semacam itu akan membutuhkan waktu untuk terwujud. Untuk saat ini, otoritas keamanan Jerman sedang menghadapi pertanyaan langsung tentang apakah dan bagaimana mereka dapat menghentikan penyerang Magdeburg.

    *DW mengikuti kode etik pers Jerman, yang melindungi privasi pelaku atau korban, dengan tidak mengungkapkan nama lengkap terduga pelaku kriminal.

    Artikel ini diadaptasi dari bahasa Inggris

    Lihat juga video: Penabrak Kerumunan di Pasar Natal Jerman Diduga Tak Puas soal Imigran

    (ita/ita)

  • TikTok Aplikasi Pembunuh, Negara Ini Langsung Blokir

    TikTok Aplikasi Pembunuh, Negara Ini Langsung Blokir

    Jakarta, CNBC Indonesia – Albania mengumumkan larangan terhadap aplikasi video pendek, TikTok, selama satu tahun. Keputusan itu diambil menyusul pembunuhan seorang remaja bulan lalu yang menimbulkan kekhawatiran atas pengaruh media sosial terhadap anak-anak.

    Larangan yang merupakan bagian dari rencana yang lebih luas untuk membuat sekolah-sekolah menjadi lebih aman, akan mulai berlaku pada awal tahun depan.

    Perdana Menteri Edi Rama mengatakan hal tersebut setelah bertemu dengan kelompok orang tua dan guru-guru dari seluruh negeri.

    “Selama satu tahun, kami akan benar-benar menutup (TikTok) untuk semua orang. Tidak akan ada TikTok di Albania,” kata Rama, dikutip dari Reuters, Senin (23/12/2024).

    Rama menyalahkan media sosial, khususnya TikTok, yang memicu kekerasan di kalangan anak muda, baik di dalam maupun di luar sekolah.

    Keputusan pemerintah Albania diambil setelah seorang siswa sekolah berusia 14 tahun ditikam hingga tewas pada November lalu oleh sesama siswa.

    Media lokal telah melaporkan bahwa insiden tersebut terjadi setelah pertengkaran antara kedua anak laki-laki tersebut di media sosial. Video-video juga muncul di TikTok yang menunjukkan anak-anak di bawah umur mendukung pembunuhan itu.

    “Masalahnya hari ini bukanlah anak-anak kita, masalahnya hari ini adalah kita, masalahnya hari ini adalah masyarakat kita, masalahnya hari ini adalah TikTok dan yang lainnya yang menyandera anak-anak kita,” ujar Rama.

    TikTok mengatakan pihaknya sedang mencari kejelasan dari pemerintah Albania mengenai larangan tersebut.

    “Kami tidak menemukan bukti bahwa pelaku atau korban memiliki akun TikTok, dan beberapa laporan telah mengonfirmasi bahwa video yang mengarah ke insiden ini diposting di platform lain, bukan di TikTok,” kata juru bicara TikTok.

    Penggunaan media sosial bagi anak-anak sudah banyak diatur oleh negara-negara Eropa termasuk Prancis, Jerman dan Belgia. Mereka telah memberlakukan pembatasan penggunaan media sosial untuk anak-anak.

    Sementara Australia, pada November lalu menyetujui larangan penggunaan media sosial untuk anak-anak di bawah 16 tahun.

    (fab/fab)

  • Siapa Pelaku Tabrak Pasar Natal di Jerman yang Akui Keluar Islam?

    Siapa Pelaku Tabrak Pasar Natal di Jerman yang Akui Keluar Islam?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Imigran asal Arab Saudi, Taleb Al Abdulmohsen, menjadi perbincangan usai dirinya menjadi pelaku yang menabrak pasar Natal di Magdeburg, Jerman pekan lalu.

    Al Abdulmohsen dilaporkan menabrakkan mobilnya ke sebuah pasar Natal di Jerman hingga menyebabkan satu orang dan puluhan warga lainnya luka-luka.

    Pelaku juga pernah mengaku sudah keluar dari agama Islam yang ia yakini sebelumnya.

    Ia juga kerap menyuarakan simpati terhadap partai sayap kanan Jerman, Alternative for Germany (AfD) yang terkenal anti-Islam. Abdulmohsen bahkan menuduh pemerintahan Kanselir Jerman Olaf Scholz mempromosikan Islamisasi di negara tersebut.

    “Saat ini layanan darurat mengonfirmasi angka-angka berikut: satu orang meninggal, 15 orang luka serius, 37 orang luka sedang, dan 16 orang luka ringan,” ujar otoritas kota dalam sebuah unggahan Facebook, seperti dilansir AFP.

    Televisi NTV menunjukkan beberapa ambulans dan mobil pemadam kebakaran berseliweran di lokasi yang kacau itu. Orang-orang yang terluka dilarikan ke rumah sakit dan yang lainnya dirawat saat mereka tergeletak di tanah.

    Profil Taleb Al Abdulmohsen

    Taleb Al Abdulmohsen merupakan seorang imigran asal Arab Saudi yang berusia 50. Ia bekerja sebagai seorang psikiater di Bernburg, sebuah kota yang terletak sekitar 40 kilometer di selatan Magdeburg.

    Al Abdulmohsen bekerja sebagai psikiater di Bernburg sejak Maret 2020, tetapi tidak masuk kerja sejak Oktober 2024 karena cuti dan sakit.

    Al Abdulmohsen dilaporkan pindah ke Jerman dari Arab Saudi pada 2006. Setelah menetap di Jerman, ia mulai berbagi saran daring kepada orang-orang lain tentang cara melarikan diri dari rezim represif di Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya melalui platform wearesaudis.net yang ia dirikan.

    Awalnya, Al Abdulmohsen menunjukkan apresiasi terhadap Jerman. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ia tampak semakin kecewa terhadap negara tersebut karena kebijakan imigrasinya. Sebab, pada 2015, Jerman menerima lebih dari satu juta pengungsi dari Timur Tengah, tetapi kemudian memperketat pengawasan perbatasan.

    Awal tahun ini, ia mengeluarkan ancaman gelap terhadap Jerman dan rakyatnya secara daring. Pada Mei, di akun X-nya yang memiliki 50 ribu pengikut, ia menulis “Terorisme Jerman akan diadili. Sangat mungkin saya akan mati tahun ini demi keadilan,” kata dia.

    Pernyataan serupa ia buat pada Agustus.

    “Saya pastikan, jika Jerman ingin perang, kami akan melawan. Jika Jerman ingin membunuh kami, kami akan membantai mereka, mati, atau masuk penjara dengan kebanggaan,” jelas Al Abdulmohsen.

    Ia juga terlihat berselisih dengan Atheist Refugee Relief, sebuah NGO Jerman yang mendukung perempuan pelarian Saudi sambil menunggu klaim suaka mereka diproses.

    Sementara itu, Arab Saudi telah memperingatkan otoritas Jerman tentang Al Abdulmohsen sejak 2007, menyebutnya sebagai buronan dan meminta ekstradisinya. Namun, permintaan tersebut ditolak dengan alasan kekhawatiran atas keselamatannya jika kembali ke Saudi.

    Otoritas Saudi memberikan empat peringatan resmi ke intelijen Jerman dan Kementerian Luar Negeri Jerman terkait pandangan ekstremis Al Abdulmohsen. Namun, semua peringatan tersebut diabaikan.

    (gas/bac)

  • Albania Larang TikTok Mulai Awal 2025, Apa Alasannya?

    Albania Larang TikTok Mulai Awal 2025, Apa Alasannya?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Albania resmi melarang TikTok selama satu tahun ke depan mulai Januari 2025, imbas kematian seorang remaja bulan lalu yang menimbulkan kekhawatiran atas pengaruh media sosial terhadap anak-anak.

    Perdana Menteri Albania Edi Rama mengatakan larangan tersebut mulai berlaku tahun depan setelah pemerintah bertemu dengan kelompok-kelompok orang tua dan guru-guru dari seluruh negeri.

    “Selama satu tahun, kami akan benar-benar menutupnya untuk semua orang. Tidak akan ada TikTok di Albania,” kata Rama, mengutip Reuters, Minggu (22/12).

    Rama menyalahkan media sosial, khususnya TikTok, yang memicu kekerasan di kalangan anak muda, baik di dalam maupun di luar sekolah.

    Keputusan melarang TikTok ini diambil setelah seorang siswa sekolah berusia 14 tahun ditikam hingga tewas pada bulan November oleh sesama siswa. Media lokal melaporkan bahwa insiden tersebut terjadi setelah pertengkaran antara kedua anak laki-laki tersebut di media sosial.

    Video-video juga muncul di TikTok yang menunjukkan anak-anak di bawah umur mendukung pembunuhan tersebut.

    “Masalahnya hari ini bukanlah anak-anak kita, masalahnya hari ini adalah kita, masalahnya hari ini adalah masyarakat kita, masalahnya hari ini adalah TikTok dan yang lainnya yang menyandera anak-anak kita,” kata Rama.

    Sementara itu, TikTok mengaku masih meminta penjelasan dari pemerintah Albania terkait keputusan tersebut. Perusahaan mengaku tidak menemukan bukti bahwa baik pelaku dan korban sama-sama tidak memiliki akun TikTok.

    “Kami tidak menemukan bukti bahwa pelaku atau korban memiliki akun TikTok, dan beberapa laporan telah mengonfirmasi bahwa video yang mengarah ke insiden ini diposting di platform lain, bukan di TikTok,” kata juru bicara perusahaan.

    Sebelumnya. beberapa negara Eropa termasuk Prancis, Jerman, dan Belgia telah memberlakukan pembatasan penggunaan media sosial untuk anak-anak. Sedangkan, Amerika Serikat juga berencana memblokir platform media sosial asal China tersebut.

    Peraturan mengenai media sosial yang lebih ketat bahkan dikeluarkan oleh pemerintah Australia. Pada bulan lalu, Australia resmi menyetujui larangan bermain media sosial untuk anak di bawah 16 tahun.

    Sebuah penelitian terbaru mengungkap efek mengerikan media sosial seperti TikTok, Facebook, Instagram, hingga X untuk perkembangan otak remaja.

    Penelitian tersebut berjudul ‘Interconnected Dynamics of Sleep Duration, Social Media Engagement, and Neural Reward Responses in Adolescents’ dan telah tayang di Jurnal SLEEP 2024 pada 20 April lalu.

    Studi tersebut menemukan hubungan nyata antara durasi tidur, penggunaan media sosial dan penggunaan seluruh bagian otak yang menjadi kunci untuk kontrol eksekutif dan pengolahan informasi.

    Hasil penelitian menunjukkan korelasi antara durasi tidur yang lebih singkat dan penggunaan media sosial yang lebih besar pada remaja. Analisis tersebut mengungkap keterlibatan area di daerah otak frontlimbik, seperti girus frontal inferior dan tengah, dalam hubungan ini.

    Psikolog Mira Amir juga bicara soal dampak buruk media sosial buat anak hingga remaja. Ia bercerita, salah satu kliennya yang masih duduk di kelas 1 SD memiliki dua gawai dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk scrolling TikTok.

    Sulit dibayangkan apa yang dikonsumsi anak terlebih anak belum bisa menentukan konten apa yang bermanfaat buatnya. Belum lagi yang usia remaja di mana kepribadiannya belum matang.

    “Kepribadian belum matang, media sosial masuk, dia makin goyah. Sampai mana anak bisa melihat bahwa apa yang ada di media sosial itu tidak semuanya riil?” kata Mira.

    Sementara itu, saat anak mengakses media sosial di usia 16 ke atas, usia ini dianggap lebih dewasa. Mira berkata kemampuan kognitif anak sudah lebih matang.

    Anak pun memiliki kepribadian yang lebih ‘ajeg’, lebih solid dan memiliki kemampuan berpikir kritis.

    “Kalau umur kurang dari itu ya kepribadian belum matang. Ikut ini ditanya buat apa, ya ikut aja,” imbuh Mira.

    (tim/dmi)

    [Gambas:Video CNN]

  • Mengapa Kim Jong-un Abaikan Cita-cita Penyatuan Korut dengan Korsel?

    Mengapa Kim Jong-un Abaikan Cita-cita Penyatuan Korut dengan Korsel?

    Jakarta

    Kim Jong-un mengumumkan pergeseran ideologis terbesar dalam 77 tahun sejarah Korea Utara. Reunifikasi dua negara di Semenanjung Korea merupakan tujuan utama Korea Utara yang didirikan Kim Il-sung, kakek Kim Jong-un, pada tahun 1947.

    Cita-cita satu Korea, di bawah Kim Jong-un, sekarang sudah ditinggalkan sepenuhnya. Dan pengabaian ini bukan sekadar penurunan prioritas seperti yang sebelumnya terjadi.

    Dalam deklarasinya, Kim Jong-Un menyebut reunifikasi tidak lagi menjadi tujuan negara komunis itu. Dia mengatakan Korea Selatan telah menjadi “musuh utama”.

    Julukan ini sebelumnya hanya ditujukan terhadap Amerika Serikat.

    Kim Jong-un tidak berhenti di deklarasi itu saja.

    Dia membongkar badan dialog dan kerja sama antar-Korea, menghancurkan Gapura Reunifikasi yang menjadi simbol, serta menghancurkan jalan dan rel kereta api yang dirancang untuk menghubungkan kedua negara ketika mereka menjadi satu.

    BBC

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Istilah reunifikasi, atau tongil dalam bahasa Korea, juga dihapus dari surat kabar dan buku pelajaran sekolah.

    Kata itu bahkan dihapus dari satu stasiun kereta bawah tanah di Pyongyangnamanya diganti menjadi Moranbong.

    Semua ini terjadi di tengah ketegangan antara Korea Utara dan Korea Selatan.

    Sebelumnya, meski fase konflik dan fase pemulihan hubungan terjadi silih berganti dalam beberapa dekade terakhir, kedua Korea tidak pernah sekalipun mempertanyakan tujuan suci reunifikasi.

    Jadi, ada apa di balik perubahan paradigma Kim yang radikal?

    Pentingnya reunifikasi

    Semenanjung Korea, dan rakyat Korea, telah terbagi menjadi Utara dan Selatan selama hampir delapan dekade.

    Barangkali 80 tahun terlihat seperti waktu yang lama.

    Akan tetapi, periode ini relatif sebentar jika dibandingkan dengan masa bersatunya wilayah Korea selama lebih dari 12 abad di bawah dinasti dan kekaisaran yang berbeda dari tahun 668 hingga 1945.

    Ketika Amerika Serikat dan Uni Soviet memecah belah Korea setelah Perang Dunia II Utara yang komunis dan Selatan yang kapitalis pemisahan Korea dipandang sebagai anomali sejarah yang harus diperbaiki sesegera mungkin.

    Kim Il-sung, pendiri Korea Utara dan kakek dari pemimpin saat ini, mencoba melakukannya dengan kekerasan dan hampir berhasil ketika ia menginvasi Korea Selatan pada tahun 1950.

    Getty ImagesKim menghancurkan Gapura Reunifikasi yang dibangun di selatan Pyongyang pada tahun 2001.

    “Kim memberikan banyak tekanan kepada Stalin dan Mao untuk mengizinkannya menginvasi Korea Selatan hingga berhasil pada 1950, dengan tujuan utama untuk mencapai reunifikasi sesuai keinginannya dengan mengambil alih kendali atas Korea Selatan,” jelas akademisi Sung-Yoon Lee, profesor kajian Korea di Wilson Center di Washington DC, kepada BBC Mundo.

    Akan tetapi, Perang Korea (1950-1953) menewaskan lebih dari dua juta orang di kedua belah pihak. Hal ini kemudian mengkonsolidasikan pembagian Korea.

    Gencatan senjata yang mengakhiri konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan tidak pernah dilanjutkan dengan perjanjian damai.

    Secara teknis, Korea Utara dan Selatan masih dalam keadaan perang dan dipisahkan Zona Demiliterisasi (DMZ) yang hampir tidak dapat dilewati.

    Baca juga:

    Sejak itu, dua sistem yang tidak dapat didamaikan mempertahankan cita-cita yang sama: penyatuan kembali alias reunifikasi.

    Di Korea Selatan, Pasal 4 Konstitusi 1948 yang masih berlaku hingga saat ini menetapkan tujuan “penyatuan kembali bangsa di bawah prinsip-prinsip kebebasan dan demokrasi yang damai.”

    Di sisi lain, Korea Utara, mengusulkan “penyatuan kembali bangsa berdasarkan kemerdekaan, unifikasi damai dan persatuan nasional yang besar,” menurut Pasal 9 Konstitusi mereka.

    Konstitusi mereka juga menyebutkan “kemenangan sosialisme” sebagai tujuan.

    Penyatuan kembali secara damai atau dipaksakan?

    Akan tetapi, bagaimana caranya agar negara dan rakyat Korea dapat bersatu kembali?

    Di sinilah kedua negara berbeda pendapatmasing-masing ingin melakukan reunifikasi dengan caranya sendiri.

    Di Korea Selatan, dengan jumlah penduduk dua kali lipat lebih banyak dari Korea Utara dan PDB hampir 60 kali lebih besar menurut data pada 2023, pilihan yang paling banyak diminati dalam beberapa dekade terakhir adalah model Jerman: menyerap tetangganya di bawah sistem pasar bebas yang demokratis.

    Adapun Pyongyang secara tradisi berkeinginan untuk menerapkan sosialisme di seluruh semenanjung.

    Sejak 1980-an, mereka juga sempat mengajukan gagasan tentang negara konfederasi tunggal dengan dua sistem, seperti China dan Hong Kong.

    Getty Images Kim Il-sung menginvasi Korea Selatan dengan tujuan menyatukan semenanjung ini ke dalam sistem komunis di bawah komandonya.

    Penyatuan kembali secara damai dengan koeksistensi dua sistem merupakan tujuan yang dinyatakan dalam deklarasi bersama yang ditandatangani pada Juni 2000.

    Pemimpin Korea Utara saat itu, Kim Jong-il (ayah Kim Jong-un) dan Kim Dae-jung dari Korea Selatan menandatangani deklarasi bersejarah tersebut.

    Tahun demi tahun berlalu dan deklarasi menjelma menjadi surat mati.

    “Penyatuan secara paksa, tidak peduli berapa banyak nyawa yang hilang, selalu menjadi tujuan nasional tertinggi rezim Kim, dari Kim Il-sung hingga Kim Jong-un,” kata Profesor Lee.

    Getty Images Pemimpin Korea Selatan dan Utara saat itu, Kim Dae-jung dan Kim Jong-il, berjanji untuk menyatukan kembali semenanjung tersebut pada pertemuan bersejarah di tahun 2000.

    Cendekiawan dari Wilson Center ini meyakini bahwa, pada intinya, “metodologi prioritas Pyongyang selalu menjadi ‘model Vietnam’, yaitu memaksa Amerika Serikat untuk meninggalkan Korea Selatan melalui kombinasi kekuatan dan diplomasi.”

    Kim Jong-un telah menyerukan agar Konstitusi Korea Utara diamandemen untuk menghapus referensi tentang reunifikasi dan menyebut Korea Selatan sebagai “negara yang tidak bersahabat”.

    Hal ini menandai pergeseran ideologi yang mengejutkan di negara komunis tersebut sekaligus menimbulkan pertanyaan tentang apa yang sebenarnya dicari oleh pemimpin Korea Utara.

    Kami menganalisis berbagai hipotesis yang mencoba menjawabnya.

    Apa motif Kim?

    Kim mengaitkan pergeseran ideologinya dengan “provokasi” yang dilakukan oleh Korea Selatan dan Amerika Serikat.

    Beberapa bentuk “provokasi” yang dimaksud antara lain memperkuat kerja sama dengan Jepang, membentuk grup untuk melakukan koordinasi menanggapi serangan nuklir, atau memperluas Komando PBB.

    Akan tetapi, ketegangan di semenanjung Korea bahkan yang lebih serius sudah sering terjadi dalam beberapa dekade terakhir.

    Baru kali ini Korea Utara mempertimbangkan untuk meninggalkan cita-cita reunifikasi.

    Mengapa hal ini bisa terjadi?

    Getty Images Kim Jong-un mungkin mencoba mengacaukan stabilitas Korea Selatan tanpa meninggalkan ide unifikasi dengan paksaan, menurut beberapa ahli.

    Bagi Ellen Kim, peneliti senior di Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang berbasis di Washington DC, “rezim Korea Utara tidak lagi menginginkan reunifikasi khususnya demi mempertahankan sistemnya sendiri.”

    “Mereka khawatir akan popularitas film, musik, dan serial televisi Korea Selatan di kalangan generasi muda di Korea Utara,” kata akademisi tersebut kepada BBC Mundo.

    Dia menjelaskan bahwa “dengan semakin banyaknya informasi yang dikirim ke Korea Utara dari luar, meningkatnya kesadaran publik akan kemakmuran ekonomi Korea Selatan dan seluruh dunia kemungkinan akan membuat kepemimpinan Kim Jong-un dipertanyakan.”

    “Cara yang paling efektif bagi rezim untuk membuat warga Korea Utara berbalik melawan Korea Selatan adalah dengan menjadikan Korea Selatan sebagai musuh utama,” paparnya.

    Getty ImagesAmerika Serikat saat ini memiliki 28.500 tentara yang dikerahkan di Korea Selatan, sekutu yang sering melakukan latihan militer bersama.

    Christopher Green, seorang konsultan untuk semenanjung Korea di lembaga wadah pemikir International Crisis Group (ICG), menyatakan pendapat yang sama: Kim Jong-un mencoba untuk mengekang “pengaruh budaya dan politik Korea Selatan yang semakin besar” terhadap penduduk Korea Utara.

    “Selama 30 tahun terakhir, budaya pop Korea Selatan sebagian besar K-pop, opera sabun dan film menerobos masuk ke Korea Utara dan menantang kontrol rezim atas aliran informasi.”

    “Pyongyang sudah berupaya menghalangi agar konten semacam itu tidak masuk ke perbatasannya, tetapi mereka tidak begitu berhasil,” jelasnya dalam sebuah kolom yang diterbitkan di situs web ICG.

    Baca juga:

    Green menggarisbawahi bahwa Kim sebelumnya sudah memperberat hukuman bagi yang menjual atau mengonsumsi konten asing sejak 2020.

    “Langkah baru Kim merupakan cerminan institusional dari tren yang telah berkembang selama beberapa tahun terakhir,” ujar pakar itu.

    Dia menambahkan bahwa langkah ini bertujuan untuk “melestarikan narasi yang melegitimasi rezim dan mempertahankan kontrol ideologis.”

    Getty ImagesHingga saat ini, Korea Utara mengibarkan bendera reunifikasi, lambang netral semenanjung Korea yang dirancang pada tahun 1990-an.

    Rezim Korea Utara “unggul tidak hanya dari segi provokasi yang diperhitungkan terhadap AS dan Korea Selatan, atau dalam mencuci otak penduduknya, tetapi juga dalam manipulasi psikologis rakyat Korea Selatan,” kata akademisi tersebut.

    Dia menambahkan bahwa “gagasan untuk meninggalkan reunifikasi damai menciptakan ketegangan politik dan sosial di Korea Selatan”.

    “Tidak ada alasan untuk percaya bahwa Kim Jong-un benar-benar putus asa dalam keinginannya merebut wilayah Korea Selatan dan rakyatnya secara paksa,” ujar Lee.

    Pakar ini juga percaya bahwa dengan memandang negara Korea Selatan sebagai “musuh”, pemimpin komunis itu berada dalam posisi yang lebih nyaman untuk membenarkan tindakan permusuhan.

    “Mulai dari menerbangkan balon berisi tinja ke arah Selatan hingga mengirim pasukan tempur ke Rusia untuk memerangi Ukraina, atau terus-menerus mengancam untuk ‘memusnahkan’ Korea Selatan,” ujarnya.

    Sebuah momen penting

    Bagaimanapun, pergeseran ideologi Kim terjadi pada saat yang krusial di panggung regional dan internasional.

    Korea Utara dan Rusia telah menunjukkan pemulihan hubungan terdekat mereka sejak Perang Dingin, dengan Pyongyang memasok senjata, sesuatu yang bertentangan dengan sanksi internasional yang juga disetujui Moskow pada saat itu, dan masuknya pasukannya ke dalam konflik di Ukraina.

    Getty ImagesHubungan antara Kim dan Putin berada dalam kondisi terbaiknya di tengah-tengah perang di Ukraina

    Ditambah lagi dengan ketidakpastian seputar pergantian pemerintahan di Washington setelah kemenangan Donald Trump pada November, yang pada masa jabatan sebelumnya menjadi presiden AS pertama yang bertemu dengan pemimpin Korea Utara.

    Di sisi lain, rezim Kim Jong-un, terus memperkuat teknologi dan persenjataan militernya dalam beberapa tahun terakhir dengan rudal dan hulu ledak nuklir yang semakin banyak, kuat, dan canggih.

    Menurut para ahli, semua ini adalah bagian dari strategi pemimpin Korea Utara untuk memperkuat posisinya di panggung internasional, mencari sekutu strategis yang memungkinkannya untuk melawan tekanan Barat dan memproyeksikan pengaruhnya di luar semenanjung Korea.

    Lihat juga Video ‘Bertemu Menhan Belousov, Kim Jong Un ‘Bersumpah’ Korut Selalu Dukung Rusia’:

    (haf/haf)

  • Penjualan Mobil Listrik di Eropa Nyungsep, Mobil Hybrid Malah Naik!

    Penjualan Mobil Listrik di Eropa Nyungsep, Mobil Hybrid Malah Naik!

    Jakarta

    Penjualan mobil listrik di Eropa selama November 2024 mengalami penurunan drastis. Sementara di periode yang sama, penjualan mobil hybrid justru melonjak cukup signifikan!

    Disitat dari data yang dihimpun European Automobile Manufacturers’ Association, Sabtu (21/12), penjualan mobil di Eropa selama November 2024 secara umum turun 1,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada periode tersebut ada 1,06 juta mobil yang terjual di Benua Biru.

    Penurunan tersebut merupakan dampak dari merosotnya penjualan di Prancis sebesar 12,7 persen dan di Italia sebesar 10,8 persen.

    Penjualan mobil di Eropa. Foto: Doc. ACEA

    Penjualan mobil listrik di Eropa selama November 2024 turun 9,5 persen menjadi hanya 130.757 unit. Penurunan paling parah terlihat di Jerman (21,8 persen) dan Prancis (24,4 persen). Padahal, pada awal tahun, penjualan kendaraan bersuara senyap itu diprediksi akan terus meningkat.

    Di saat yang sama, penjualan mobil hybrid mengalami peningkatan yang sangat impresif. Bahkan, market share-nya meningkat dari 27,5 persen menjadi 33,2 persen. Bukan hanya itu, kendaraan tersebut menjadi kontributor utama di Eropa dengan mengalahkan penjualan mobil bensin!

    Kini, market share mobil bensin hanya 30,6 persen atau 2,6 persen lebih rendah dibandingkan mobil hybrid. Hal itu membuktikan, penduduk Eropa mulai ‘hijrah’ ke kendaraan hibrida tersebut.

    Cas mobil listrik di rumah. Foto: Doc. EV Life.

    Penjualan mobil bensin mengalami penurunan di Prancis hingga 31,5 persen, di Italia sebesar 12,3 persen dan di Jerman senilai 5,3 persen. Bukan tak mungkin, angkanya makin merosot seiring kemunculan mobil-mobil hybrid baru di Eropa.

    Penjualan kendaraan diesel juga turun 15,3 persen, sehingga pangsa pasarnya berkurang dari 12,3 persen menjadi hanya 10,6 persen.

    Perincian penjualan menurut produsen mobil menunjukkan beberapa merek mengalami nasib baik. Misalnya, penjualan VW selama periode Januari-November di UE naik 2,2 persen, sementara penjualan Renault naik 1,9 persen menjadi 1.152.424 unit. Toyota termasuk di antara produsen mobil dengan kinerja terbaik, yakni melonjak 12,4 persen.

    (sfn/dry)

  • Kepemilikan Senjata di Bawah Kendali Negara

    Kepemilikan Senjata di Bawah Kendali Negara

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pemimpin baru Suriah Ahmed al-Sharaa mengatakan semua senjata akan berada di bawah kendali negara termasuk yang dimiliki oleh pasukan pimpinan Kurdi.

    Faksi-faksi bersenjata akan mulai mengumumkan pembubaran mereka dan bergabung dengan tentara, kata Sharaa dalam konferensi pers dengan Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan.

    “Kami sama sekali tidak akan mengizinkan adanya senjata di negara itu di luar kendali negara, baik dari faksi revolusioner maupun faksi yang ada di wilayah SDF”, merujuk pada Pasukan Demokratik Suriah yang dipimpin Kurdi, dikutip dari AFP, Minggu (22/12).

    Al-Sharaa menyebut pemerintahannya berupaya melindungi kaum minoritas, menekankan pentingnya hidup berdampingan di negara multietnis dan multiagama setelah kelompok Islamisnya menggulingkan Bashar al-Assad.

    “Kami berupaya melindungi sekte dan kelompok minoritas dari segala serangan yang terjadi di antara mereka” dan dari aktor “eksternal” yang mencoba memanfaatkan situasi “untuk menimbulkan perselisihan sektarian”, kata Sharaa

    “Suriah adalah negara untuk semua dan kita dapat hidup berdampingan bersama,” ujarnya menambahkan.

    Sebagai informasi, Al-Sharaa, pemimpin kelompok Islamis Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang merebut kekuasaan di Damaskus, sebelumnya menjadi target sanksi AS.

    Namun, setelah komunikasi formal pertama mereka di Damaskus pada Jumat lalu, pemerintah AS mengumumkan bahwa mereka telah membatalkan pemberian hadiah senilai US$10 juta atau setara Rp162 miliar bagi siapa pun yang berhasil menangkap Al-Sharaa.

    “Berdasarkan diskusi kami, saya mengatakan kepadanya bahwa kami membatalkan tawaran hadiah,” kata Leaf.

    Menurut Leaf, ia telah memberitahu Al-Sharaa tentang ‘kebutuhan penting untuk memastikan bahwa kelompok-kelompok teroris tidak dapat menimbulkan ancaman di dalam Suriah atau di luar, termasuk kepada AS dan mitra-mitra kami di wilayah tersebut.

    Leaf mengklaim bahwa Al-Sharaa berkomitmen untuk melakukan hal tersebut.

    HTS, yang memimpin koalisi kelompok-kelompok bersenjata yang menang di Damaskus, mengklaim telah memutuskan hubungan dengan jihadisme dan telah berusaha meyakinkan masyarakat akan kemampuannya menghidupkan kembali negara itu setelah hampir 14 tahun perang saudara.

    Prancis, Jerman, Inggris, dan PBB juga telah mengirimkan utusan ke Damaskus dalam beberapa hari terakhir untuk menjalin komunikasi dengan pihak berwenang yang baru.

    Barat mewaspadai risiko perpecahan negara dan kebangkitan kelompok jihadis ISIS, yang tidak pernah sepenuhnya diberantas di sana.

    (AFP/fra)

    [Gambas:Video CNN]

  • Cara Baru Ukraina Samai Rusia, Pakai Robot Walau Kalah Jumlah dari Pasukan Putin – Halaman all

    Cara Baru Ukraina Samai Rusia, Pakai Robot Walau Kalah Jumlah dari Pasukan Putin – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Angkatan Bersenjata Ukraina melakukan serangan darat tanpa mengerahkan infanteri, hanya mengandalkan kendaraan darat tak berawak (UGV) dan drone pandangan orang pertama (FPV) untuk pertama kalinya.

    Operasi terobosan terjadi di dekat Lyptsi di wilayah Kharkiv, menurut siaran pers dari Brigade ke-13 Garda Nasional Ukraina.

    Serangan itu melibatkan puluhan sistem robot yang dilengkapi dengan senapan mesin, yang digunakan untuk menyerang posisi Rusia.

    UGV juga melakukan tugas-tugas teknik penting, seperti memasang dan membersihkan ranjau di area operasional.

    Juru bicara brigade Ukraina yang beroperasi di arah Kharkiv mengonfirmasi keberhasilan operasi tersebut.

    “Pasukan Ukraina melancarkan serangan dengan puluhan UGV yang dilengkapi senapan mesin dan berhasil menghancurkan posisi Rusia selama serangan tersebut,” kata juru bicara tersebut dikutip dari Defence Blog.

    Ini menandai salah satu contoh pertama dalam sejarah manusia di mana konflik bersenjata bergantung sepenuhnya pada sistem robotik untuk serangan darat, yang menunjukkan komitmen Ukraina untuk memanfaatkan teknologi canggih dalam upaya pertahanannya.

    Meningkatnya ketergantungan Ukraina pada robotika merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mengatasi keterbatasan tenaga kerjanya, berbeda dengan pendekatan Rusia yang ditandai dengan tingginya angka korban dan serangan massal.

    Pejabat Ukraina sering menekankan pentingnya peperangan asimetris dan inovasi teknologi untuk mengimbangi kesenjangan ini.

    Ukraina lebih mengandalkan robotika untuk menyamai jumlah pasukan Rusia yang sangat banyak.

    Pendekatan ini dirancang untuk melawan taktik Rusia, yang telah disamakan dengan serangan gelombang manusia dalam Perang Korea dan Perang Dunia II.

    Zona Abu-abu

    Vadym Krykun, komandan Batalyon ke-5 Brigade Azov ke-12 Ukraina, mengatakan kepada Radio NV bahwa menciptakan “zona abu-abu” di sepanjang garis depan untuk melenyapkan penjajah Rusia menggunakan pesawat tak berawak merupakan tujuan strategis.

    Dalam wawancara dengan Radio NV, Krykun menjelaskan, unit Azov telah membangun zona seperti itu, mencegah pasukan Rusia mendekati unit infanteri dengan mendeteksi dan menghancurkan mereka.

    “Saya yakin ini adalah sebuah keharusan. Ini bukan lagi sesuatu yang baru atau inovasi, tetapi sebuah persyaratan. Perang adalah tentang evolusi — Anda menggunakan apa yang berhasil dan memberikan hasil. Menyebarkan drone dengan cara ini efektif. Menciptakan zona ini mengurangi ketergantungan pada faktor manusia sampai batas tertentu, dan itu membuahkan hasil. Haruskah pendekatan ini diperluas ke unit dan lini lain? Saya pikir ini menjadi tugas strategis kita,” kata Krykun.

    Ia juga menekankan bahwa drone dapat mengimbangi “kekurangan dan kekurangan tenaga kerja.”

    Sebelumnya, analis militer Azerbaijan Agil Rustamzade mengatakan kepada NV bahwa untuk secara efektif melawan taktik Rusia yang bergerak maju dalam kelompok kecil, Ukraina membutuhkan “senjata jarak dekat” seperti senapan mesin kaliber NATO dan peluncur granat genggam.

     Ia juga mencatat bahwa menggunakan pesawat nirawak kamikaze untuk menargetkan musuh secara individu sangatlah mahal.

    Keinginan Damai

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada hari Minggu (22/12/2024) menyampaikan pidato di hadapan para diplomat negaranya di ibu kota Kyiv, dan mengatakan bahwa mereka harus melakukan segala hal untuk menjadikan tahun depan sebagai “tahun perdamaian yang adil” bagi Ukraina.

    “Kita membutuhkan perdamaian yang adil, dan setiap orang dari Anda harus bekerja keras untuk mencapai tujuan ini… Tahun mendatang akan menjadi tahun yang menentukan dalam hal misi ini. Kita harus melakukan segalanya untuk menjadikan tahun 2025 sebagai tahun perdamaian yang adil bagi Ukraina,” kata Zelenskyy, dikutip dari AA.

    Menyatakan bahwa banyak perubahan akan terjadi dalam urusan internasional setelah pelantikan Presiden terpilih AS Donald J. Trump pada bulan Januari, Zelenskyy mencatat bahwa pemilihan umum juga akan diadakan di “beberapa negara utama” seperti Jerman dan Polandia.

    Zelenskyy berpendapat keseimbangan kekuatan di banyak kawasan seperti Timur Tengah, Teluk, Afrika Utara, Sahel, dan Amerika Latin terus berubah, dan sangat penting untuk memajukan kepentingan Ukraina dalam hubungan dengan China, India, dan negara Asia lainnya, serta memperdalam hubungan dengan Jepang dan Korea Selatan.

    Presiden Ukraina selanjutnya menguraikan keanggotaan negaranya di Uni Eropa dan NATO sebagai prioritas utama untuk tahun mendatang, seraya mencatat bahwa ia mengharapkan “kemajuan substansial lebih lanjut” berkenaan dengan kerja sama Kyiv dengan NATO.

    “Para mitra perlu memahami apa yang dapat ditawarkan Ukraina kepada Aliansi, mengapa hal ini akan menguntungkan semua pihak, dan bagaimana hal ini akan menstabilkan hubungan global. Aliansi untuk Ukraina dapat dicapai, tetapi hanya jika kita memperjuangkan keputusan ini di setiap level yang diperlukan,” imbuh Zelenskyy.

    Ia mengatakan bahwa sanksi terhadap Moskow harus tetap dilaksanakan “selama kita perlu mempertahankan tekanan terhadap Rusia.”

    (Tribunnews.com/ Chrysnha)

  • Hal-hal tentang Sosok Pria Anti-Islam yang Tabrak Pasar Natal Jerman

    Hal-hal tentang Sosok Pria Anti-Islam yang Tabrak Pasar Natal Jerman

    Berlin

    Otoritas Jerman menangkap pelaku penabrakan ke kerumunan di pasar Natal Magdeburg. Setelah diselidiki, pelaku ternyata punya riwayat anti-Islam dan merupakan buronan Arab Saudi.

    Peristiwa itu terjadi pada Jumat (20/12/2024) waktu setempat. Pelaku yang diketahui bernama Taleb al-Abdulmohsen (50) menabrakkan mobil BMW jenis SUV hitam dengan kecepatan tinggi ke kerumunan di pasar itu.

    Peristiwa itu menyebabkan lima orang tewas dan 200 orang terluka. Abdulmohsen pun telah ditangkap dan menghadapi lima dakwaan pembunuhan serta 205 dakwaan percobaan pembunuhan.

    Pria itu diidentifikasi sebagai seorang dokter yang telah tinggal di Jerman sejak 2007. Selain itu, Abdulmohsen juga disebut telah meninggalkan Islam dan punya riwayat anti-Islam.

    Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Sosok Anti-Islam

    TKP penabrakan pasar Natal di Jerman (Foto: AFP/JOHN MACDOUGALL)

    Abdulmohsen telah tinggal di Jerman sekitar satu dekade. Dia juga punya riwayat membuat pernyataan anti-Islam.

    Abdulmohsen menyatakan dirinya telah membantu orang-orang, khususnya perempuan, melarikan diri dari Arab Saudi. Kepala kantor Kejaksaan Umum Magdeburg, Horst Walter Nopens, mengatakan tersangka diduga tidak senang dengan perlakuan Jerman terhadap pengungsi Saudi.

    Menteri Dalam Negeri Negara Bagian Saxony-Anhalt, Tamara Zieschang, mengatakan tersangka pertama kali datang ke Jerman pada tahun 2006 dan memiliki tempat tinggal tetap di negara tersebut. Dia menyebut Abdulmohsen bekerja sebagai dokter di Bernburg, sebuah kota kecil sekitar 25 mil selatan Magdeburg.

    Kantor berita Reuters telah merilis gambar tersangka, yang bersumber dari kelompok aktivis RAIR Foundation USA yang berbasis di AS. RAIR Foundation USA mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dibagikan oleh Reuters bahwa mereka melakukan wawancara dengan Abdulmohsen pada 12 Desember, di mana dia memperkenalkan dirinya sebagai seseorang yang membantu ‘mantan pengungsi Muslim yang melarikan diri dari penganiayaan dari Arab Saudi’.

    Media Jerman menyebut tersangka sebagai Taleb A, mengikuti konvensi di Jerman yang tidak menyebutkan nama lengkap tersangka dalam kasus pidana. Menurut otoritas Jerman, tersangka ditangkap dan diduga bertindak sendiri.

    Dalam feed yang sekarang dihapus pada X yang tampaknya milik tersangka berisi pernyataan anti-Islam. Dia juga mengidentifikasi dirinya sebagai pembangkang Saudi.

    Dia berbicara terbuka tentang meninggalkan keyakinan Islamnya, menyatakan simpati kepada partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD) dan menuduh Jerman mempromosikan Islamisasi negara tersebut. Jerman menyambut lebih dari 1 juta pengungsi dan pencari suaka pada tahun 2015 dan 2016, sebagian besar dari Timur Tengah.

    Saudi Pernah Minta Abdulmohsen Dipulangkan

    Foto: REUTERS/Axel Schmidt

    Otoritas Saudi telah memperingatkan rekan-rekan mereka di Jerman tentang tersangka penyerang pada beberapa kesempatan. Sumber CNN menyebut peringatan pertama disampaikan Saudi pada tahun 2007.

    Saudi saat itu mengingatkan Jerman terkait dengan kekhawatiran yang dimiliki oleh otoritas Saudi bahwa Abdulmohsen telah mengungkapkan pandangan radikal dari berbagai jenis. Saudi menganggap tersangka sebagai buronan dan meminta ekstradisinya dari Jerman antara tahun 2007 dan 2008.

    Namun, Jerman menolak. Alasannya, Jerman khawatir akan keselamatan pria itu jika dia dipulangkan ke Saudi.

    Saudi telah memberi tahu Jerman tentang orang tersebut dalam empat pemberitahuan resmi. Tiga dari pemberitahuan tersebut, yang dikenal sebagai ‘Catatan Verbal’ dikirim ke dinas intelijen Jerman dan satu ke kementerian luar negeri negara tersebut, namun semua peringatan diabaikan.

    Pihak berwenang Saudi menduga Abdulmohsen telah melecehkan warga Saudi di luar negeri yang menentang pandangan politiknya. Mereka juga mencatat tersangka menjadi pendukung AfD dan telah mengembangkan pandangan anti-Islam yang radikal.

    Menteri Dalam Negeri Jerman, Nancy Faeser, menggambarkan pria itu sebagai ‘seorang Islamofobia’. Dia memberikan sedikit rincian lain dan mengatakan bahwa penyelidikan masih dalam tahap awal, dengan otoritas keamanan menyelidiki latar belakang serangan tersebut.

    Halaman 2 dari 3

    (haf/haf)