Negara: Jerman

  • PM Prancis Bayrou Sebut Elon Musk Ancaman Bagi Demokrasi

    PM Prancis Bayrou Sebut Elon Musk Ancaman Bagi Demokrasi

    Jakarta

    Perdana Menteri Prancis Francois Bayrou mengatakan Elon Musk selaku miliarder pemilik jaringan media sosial X dan sekutu dekat Presiden AS Donald Trump, menimbulkan ancaman bagi demokrasi. Menurutnya mestinya uang tidak memberikan hak untuk mengatur nurani.

    “Elon Musk menciptakan ancaman bagi demokrasi,” kata Bayrou dalam sebuah wawancara TV lokal, dilansir Reuters, Selasa (28/1/2025).

    “Uang seharusnya tidak memberikan hak untuk mengatur hati nurani,” sambungnya.

    Pernyataan Bayrou mengenai Elon Musk muncul pada minggu lalu usai ia memperingatkan bahwa Prancis dan Eropa secara keseluruhan harus menentang Trump dan kebijakannya, atau berisiko “didominasi … dihancurkan … dipinggirkan,” tutur Bayrou.

    Diketahui Musk sebagai CEO Tesla dan orang terkaya di dunia, telah menunjukkan keinginan untuk mempertimbangkan isu-isu politik asing. Ia telah mendukung partai anti-imigrasi Jerman menjelang pemilihan umum yang dijadwalkan pada bulan Februari, dan telah berulang kali mengomentari politik Inggris, menuntut Perdana Menteri Keir Starmer mengundurkan diri.

    Lihat juga Video: Macron Tunjuk Francois Bayrou Sebagai PM Baru Prancis

    (yld/gbr)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Adidas Tiba-Tiba Umumkan Bakal PHK 500 Karyawan, Mengapa?

    Adidas Tiba-Tiba Umumkan Bakal PHK 500 Karyawan, Mengapa?

    Bisnis.com, JAKARTA – Produsen pakaian olahraga terbesar kedua di dunia, Adidas, berencana untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap para pekerjanya di kantor pusat Herzogenaurach, Jerman.

    Reuters dalam laporannya seperti dikutip Selasa (28/1/2025) menyebut, CEO Bjoern Gulden berencana memangkas hingga 500 pekerjanya. Informasi tersebut diperoleh dari seorang sumber yang ikut serta dalam pertemuan di mana angka tersebut diumumkan.

    Adidas tercatat mempekerjakan sekitar 5.800 orang di kota Bavaria. Rencana PHK terhadap karyawan Adidas pertama kali diberitakan oleh majalah Manager Jerman. 

    Kendati begitu, seorang juru bicara Adidas enggan untuk mengonfirmasi jumlah tersebut. Dia mengatakan, struktur perusahaan itu terlalu rumit dalam dunia yang terus berubah.

    Sementara itu, CNBC melaporkan bahwa Adidas akan memutuskan jumlah akhir karyawan yang akan kena PHK usai perusahaan melakukan sejumlah proses lebih lanjut. 

    Karyawan Adidas sendiri mengetahui pemangkasan tersebut pada Rabu pekan lalu, hanya satu hari usai perusahaan mengumumkan laba awal untuk kuartal liburannya dan pertumbuhan penjualan sebesar 19%. 

    Perusahaan tersebut mengharapkan penjualan tumbuh menjadi 5,97 miliar euro, lebih tinggi dari 5,68 miliar euro yang diperkirakan analis sebelum pengumuman, menurut LSEG.

    Alasan Adidas PHK

    Dalam sebuah pernyataan kepada CNBC, seorang juru bicara mengatakan model operasi Adidas saat ini telah menjadi “terlalu rumit” dan pemangkasan tersebut dirancang untuk menyederhanakan operasi.

    “Untuk menyiapkan adidas meraih kesuksesan jangka panjang, kami kini mulai mencermati bagaimana kami menyelaraskan model operasi kami dengan realitas cara kerja kami,” kata juru bicara tersebut.

    Dalam hal ini, juru bicara itu menyebut bahwa pihaknya akan bekerja sama dengan Dewan Pekerja untuk memastikan bahwa setiap perubahan ditangani dengan rasa hormat dan perhatian penuh dari semua karyawan.

    Juru bicara Adidas juga menegaskan, PHK tersebut bukan bagian dari program pemangkasan biaya, tetapi lebih merupakan upaya untuk menyesuaikan bisnisnya dengan perubahan yang terjadi selama beberapa tahun terakhir.

    Adapun, Adidas telah merestrukturisasi bisnisnya dan menutup 2024 dengan catatan tinggi, yakni penjualan dan laba yang lebih tinggi dari perkiraan analis dan perusahaan. 

    Perusahaan ini mengandalkan gaya klasik Samba dan Gazelle untuk mendongkrak penjualan dan juga diuntungkan oleh perlambatan penjualan Nike, pesaing terbesarnya.

  • Indonesia jadi Negara Ekonomi Terbesar ke-8 Dunia, Cuma Kalah dari Negara-Negara Ini – Page 3

    Indonesia jadi Negara Ekonomi Terbesar ke-8 Dunia, Cuma Kalah dari Negara-Negara Ini – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Pada tahun 2024, Indonesia mencatatkan prestasi yang mengesankan dengan menjadi ekonomi terbesar kedelapan di dunia, berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) yang disesuaikan dengan paritas daya beli (PPP).

    Data ini diperoleh dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dan menunjukkan posisi ekonomi negara tersebut yang cukup signifikan.

    Dalam peringkat tersebut, China menduduki posisi teratas dengan PDB mencapai USD37,07 Triliun, yang setara dengan Rp 600 Kuadriliun (1 USD = Rp 16.188,2). Ini menunjukkan dominasi ekonomi China yang sangat kuat di tingkat global.

    Di posisi kedua, Amerika Serikat berhasil mencapai PDB sebesar USD29,17 triliun atau setara dengan Rp472,2 Kuadriliun. Dalam hal ini, negeri Paman Sam harus mengakui bahwa mereka kalah dari Cina dalam hal capaian PDB.

    India menempati urutan ketiga dengan PDB yang mencapai USD16,02 triliun, setara dengan Rp259,3 kuadriliun. Sementara itu, Rusia berada di posisi keempat dengan PDB sebesar USD6,91 triliun atau setara Rp111,8 kuadriliun.

    Jepang berada di urutan kelima dengan PDB senilai USD6,57 triliun atau setara Rp106,3 kuadriliun. Di posisi keenam, Jerman mencatatkan PDB sebesar USD6,02 triliun, yang setara dengan Rp97,4 kuadriliun, menunjukkan kekuatan ekonomi Eropa.

    Brazil menempati posisi ketujuh dengan PDB mencapai USD4,7 triliun atau setara Rp76 kuadriliun. Sementara itu, Indonesia berada di urutan kedelapan dengan PDB senilai USD4,66 triliun, yang setara dengan Rp75,4 kuadriliun, sama dengan Brazil.

    Indonesia Kalahkan Prancis dan Inggris

    Di posisi kesembilan, Prancis mencatatkan PDB senilai USD4,36 triliun, yang setara dengan Rp70,5 kuadriliun. Sedangkan United Kingdom (UK) berada di posisi kesepuluh dengan PDB mencapai USD4,28 triliun atau setara Rp69,2 kuadriliun.

    Dengan pencapaian ini, Indonesia berhasil melampaui negara-negara maju seperti Prancis dan Inggris. Hal ini mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan di tengah berbagai tantangan global yang dihadapi saat ini.

     

  • Elon Musk Kirim Email ke Karyawan: X Belum Untung dan Pertumbuhan Stagnan – Page 3

    Elon Musk Kirim Email ke Karyawan: X Belum Untung dan Pertumbuhan Stagnan – Page 3

    Musk kemudian menggigit bibir bawahnya, menepuk tangan kanannya di dada, dengan jari-jari terbuka lebar.

    Setelah itu, dia mengulurkan tangan kanannya ke luar dengan sudut ke atas, telapak tangan menghadap ke bawah dan jari-jari rapat. Lalu, dia berbalik dan membuat gestur yang sama kepada kerumunan di belakangnya.

    “Hati saya bersama kalian. Terima kasih kepada kalian, masa depan peradaban sudah terjamin,” katanya saat menyelesaikan gesturnya.

    Gestur tersebut segera menarik perhatian banyak orang di media sosial.

    “Apakah Elon Musk melakukan sieg heil di pelantikan Trump?” tanya Jerusalem Post.

    Sieg heil adalah frasa dalam bahasa Jerman yang berarti “Salam kemenangan” atau “Kemenangan untuk (pemimpin)”. Frasa ini menjadi terkenal sebagai salam Nazi yang digunakan oleh para pendukung Partai Nazi di bawah kepemimpinan Adolf Hitler pada era Perang Dunia II.

  • Siapa Pemilik Unilever? Ini Profil dan Sejarah Perusahaannya

    Siapa Pemilik Unilever? Ini Profil dan Sejarah Perusahaannya

    Melansir laman resmi Unilever Global, sejarah berdirinya Unilever bermula dari penggabungan dua perusahaan, yaitu Margarine Unie dan Lever Brothers. Kedua perusahaan menandatangani perjanjian untuk mendirikan Unilever pada 2 September 1929 silam.

    Awalnya, kedua perusahaan tersebut bertujuan untuk bernegosiasi agar tidak saling bertentangan dalam hal produksi sabun dan margarin. Namun, akhirnya sepakat untuk bergabung.

    The Economist menggambarkan penggabungan dua perusahaan itu merupakan salah satu yang terbesar dalam sejarah Eropa. Adapun Unilever resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1930.

    Penjualan margarin melejit

    Pada 1938, Unilever mengeluarkan kampanye untuk meningkatkan persepsi publik terhadap margarin dan pertumbuhan merek yang diperkaya vitamin. Seperti Stork di Inggris dan Blue Band di Belanda, dengan penjualan margarin naik ke tingkat yang mendekati titik tertingginya pada 1929.

    Kemudian, selama tahun-tahun perang atau tepatnya pada 1940, Unilever secara efektif terpecah dengan bisnis-bisnis di wilayah pendudukan Jerman dan Jepang, serta terputus dari London dan Rotterdam. Hal ini mengarah pada pengembangan struktur perusahaan di mana bisnis-bisnis Unilever lokal bertindak dengan tingkat independensi yang tinggi dan berfokus pada kebutuhan pasar lokal.

    Berikan layanan mandi gratis 

    Saat serangan bom di Inggris pada 1941 (Blitz), Unilever lewat produk sabun Lifebuoy menyediakan layanan cuci darurat gratis bagi warga London. Unilever menyediakan mobil van yang dilengkapi pancuran air panas, sabun, dan handuk.

    Mereka mengunjungi daerah-daerah yang terkena bom di ibu kota untuk menyediakan fasilitas bersih-bersih bagi warga sekitar.

    Merambah ke bisnis produk beku

    Pada 1943, Unilever merambah ke produk beku dan mengakuisisi Batchelors. Unilever menjadi pemegang saham mayoritas di Frosted Foods. Sementara itu, Inggris memiliki hak atas metode pengawetan makanan yang baru untuk pasar massal, yakni deep-freezing.

    Dua tahun berikutnya atau tepatnya pada 1946, merk Birds Eye menambah portofolio makanan Unilever. Merk Birds Eye meluncurkan kacang polong beku pertama di Inggris. Namun, kini daging, ikan, es krim, dan makanan kaleng hanya menyumbang 9 persen dari total omzet Unilever.

  • Lukashenko Menangi Pemilu Belarusia, Negara Eropa “Meradang”

    Lukashenko Menangi Pemilu Belarusia, Negara Eropa “Meradang”

    JAKARTA – Pemimpin Belarusia yang juga sekutu Rusia Alexander Lukashenko memperpanjang kekuasaannya selama 31 tahun pada Senin setelah pejabat pemilu menyatakan dia sebagai pemenang pemilihan presiden yang ditolak oleh pemerintah Barat karena dianggap palsu.

    Lukashenko yang tidak menghadapi tantangan serius dari empat kandidat lainnya dalam pemungutan suara, memperoleh 86,8 persen suara, menurut hasil awal penghitungan.

    Politikus Eropa mengatakan pemungutan suara tersebut tidak bebas dan tidak adil karena media independen dilarang di bekas republik Soviet tersebut dan semua tokoh oposisi terkemuka telah dipenjara atau terpaksa melarikan diri ke luar negeri.

    “Rakyat Belarusia tidak punya pilihan. Ini adalah hari yang pahit bagi semua orang yang mendambakan kebebasan dan demokrasi,” Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock menulis di X dilansir Reuters, Senin, 27 Januari.

    Pemimpin oposisi di pengasingan Sviatlana Tsikhanouskaya menyerukan perluasan sanksi Barat terhadap perusahaan-perusahaan Belarusia dan individu-individu yang terlibat dalam menindas penentang Lukashenko dan memasok amunisi untuk upaya perang Rusia di Ukraina.

    “Selama Belarus berada di bawah kendali Lukashenko dan Putin, akan ada ancaman terus-menerus terhadap perdamaian dan keamanan seluruh kawasan,” katanya.

    Kepala Urusan Luar Negeri Uni Eropa Kaja Kallas dan Komisaris Perluasan Marta Kos mengatakan blok tersebut akan terus menerapkan “langkah-langkah pembatasan dan sasaran terhadap rezim” sambil mendukung masyarakat sipil dan oposisi di pengasingan.

    Ditanya tentang pemenjaraan lawan-lawannya, Lukashenko mengatakan mereka telah “memilih” nasib mereka sendiri.

    Dia membantah keputusannya untuk membebaskan lebih dari 250 orang yang dihukum karena aktivitas “ekstremis” adalah sebuah pesan kepada Barat untuk mengupayakan pelonggaran isolasinya.

  • 80 Tahun Setelah Peristiwa Auschwitz: Budaya Mengenang di Jerman – Halaman all

    80 Tahun Setelah Peristiwa Auschwitz: Budaya Mengenang di Jerman – Halaman all

    Di luar gedung Bundestag Jerman, bendera berkibar setengah tiang. Karangan bunga diletakkan di mimbar pembicara. Banyak anggota parlemen yang berpakaian hitam, begitu juga dengan para tamu. Pidato-pidato disampaikan, dan tepuk tangan meriah terdengar.

    Sejak 1996, inilah cara warga Jerman mengenang korban-korban Nazi yang diadakan di Bundestag pada 27 Januari – tanggal yang secara internasional dikenal sebagai Hari Peringatan Holocaust. Tanggal tersebut menandai peringatan pembebasan kamp konsentrasi dan pemusnahan Auschwitz pada 1945. Peringatan ini merupakan inti dari “budaya mengenang” Jerman.

    Di Jerman, ada lebih dari 300 tempat peringatan dan pusat dokumentasi tentang Nazi. Anak-anak sekolah diajarkan tentang sejarah Nazi dalam pelajaran sejarah. Beberapa dari mereka juga mengunjungi bekas kamp konsentrasi, di mana monumen-monumen sejarah mengajarkan mereka tentang kekejaman yang dilakukan oleh Nazi.

    Sebagai sebuah negara, Jerman mengalami pengadilan kejahatan perang berskala besar, seperti pengadilan Auschwitz. Perusahaan-perusahaan Jerman telah menelusuri keterlibatan historis mereka dalam kejahatan Nazi. Bahkan hingga hari ini, para sipir tua di pusat-pusat pembantaian Nazi masih diadili.

    Hari Peringatan Holokaus merupakan pengingat akan babak paling kelam dalam sejarah Jerman. Nazi Jerman memicu Perang Dunia II, dengan jutaan korban jiwa, dan bertanggung jawab atas pembunuhan sistematis terhadap enam juta orang Yahudi Eropa, serta ratusan ribu korban teror Nazi lainnya: Orang Sinti dan Roma menjadi sasaran, begitu pula lawan politik, homoseksual, dan penyandang disabilitas.

    Apa yang dimaksud dengan ‘budaya mengenang’ Jerman?

    Ilmuwan politik dan jurnalis Saba-Nur Cheema menjelaskannya sebagai berikut: “Budaya mengenang adalah pengetahuan kolektif tentang masa lalu. Dalam kasus Jerman, ingatan akan Holokaus merupakan hal yang utama, begitu juga dengan pemeriksaan terhadap Sosialisme Nasional.”

    Tema-tema lain menjadi semakin penting dalam beberapa tahun terakhir, seperti kediktatoran pascaperang Jerman Timur dan peran Jerman sebagai kekuatan kolonial.

    Kaum muda mungkin berpikir bahwa Jerman selalu mengembangkan budaya mengenang tersebut. Namun, jaksa agung yang membawa tindakan kriminal di Auschwitz ke pengadilan di Frankfurt, Fritz Bauer, pernah berkata pada tahun 1960-an: “Wilayah musuh dimulai ketika saya meninggalkan kantor saya.”

    Bauer adalah seorang Yahudi. Dia selamat dari era Nazi dengan melarikan diri ke Swedia.

    Hari Peringatan Holocaust untuk para korban Sosialisme Nasional baru ditetapkan di Jerman pada tahun 1996. Hari itu tidak pernah ditetapkan sebagai hari libur nasional.

    Peringatan dan perayaan: terancam oleh kelompok sayap kanan

    Peringatan kejahatan Nazi sering kali menjadi sasaran permusuhan – terutama oleh kelompok ekstrem kanan dan populis sayap kanan di Jerman. Jens Christian Wagner, Direktur Buchenwald and Mittelbau-Dora Memorial, bekas kamp konsentrasi Nazi di dekat Weimar, telah mengambil sikap yang jelas untuk menentang partai Alternative for Germany (AfD) di Thuringia. Dia mengatakan di masa lalu bahwa partai tersebut memiliki elemen-elemen sayap kanan – dan telah menulis di X bahwa dia menerima ancaman.

    “Hampir semua situs peringatan menghadapi vandalisme dan penyangkalan terhadap Holocaust. Namun, Anda juga melihat perdebatan yang semakin meningkat di tingkat lokal,” kata Veronika Hager dari Yayasan Remembrance, Responsibility and Future (EVZ).

    Pemimpin AfD, Alice Weidel, baru-baru ini membuat pernyataan berikut ini dalam sebuah wawancara TV: “Tidak diragukan lagi bahwa Adolf Hitler adalah seorang sosialis antisemit – dan antisemitisme pada dasarnya adalah sayap kiri.”

    Hal ini sejalan dengan pernyataan sebelumnya yang dibuat oleh rekan-rekan AfD, seperti mantan ketua Alexander Gauland, yang terkenal meremehkan era Nazi sebagai “kotoran burung dalam sejarah”.

    “Tujuannya adalah untuk memperhalus situasi, sehingga kita akhirnya tidak membicarakan apa yang terjadi. Bahayanya adalah ancaman yang ditimbulkan oleh kelompok nasionalis sayap kanan bisa menjadi tidak berwujud dan tidak lagi konkret,” kata ilmuwan politik dan jurnalis Saba-Nur Cheema.

    Apakah budaya mengenang telah gagal?

    Michel Friedman adalah salah satu dari sekian banyak jurnalis yang selama bertahun-tahun menarik perhatian pada meningkatnya antisemitisme dan rasisme. Dia sangat kritis terhadap “budaya mengenang” yang dilakukan selama ini. Dalam sebuah wawancara di media Jerman, Der Spiegel, ia mengatakan: “Jika kita melakukan pekerjaan rumah kita, kebencian yang tidak tahu malu dan brutal terhadap orang Yahudi tidak akan merajalela.”

    Baginya, dan juga bagi organisasi dan asosiasi Yahudi di Jerman, “budaya mengenang” terlalu diritualkan, terlalu terpaku pada masa lalu: “Sama pentingnya dengan berurusan dengan orang-orang Yahudi yang sudah meninggal: Tanggung jawab kita harus terletak pada orang-orang Yahudi yang masih hidup. Dan kehidupan di Jerman tidak baik bagi mereka.”

    Budaya itu tidak (secara otomatis) memerangi antisemitisme. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah insiden dan serangan yang dikaitkan dengan antisemitisme meningkat di Jerman. Bagi sebagian orang, hal ini membuktikan bahwa budaya itu telah gagal. Budaya mengingat dan perlindungan terhadap kehidupan Yahudi di negara ini sering dianggap saling berkaitan: Pelajaran dari masa lalu dimaksudkan untuk menghasilkan tanggung jawab di masa kini.

    Namun, Joseph Wilson, seorang pakar “Bertindak melawan antisemitisme” di EVZ Foundation mengatakan bahwa anggapan seperti itu mengharapkan hari peringatan sejarah menghasilkan sesuatu yang tidak dapat dilakukan.

    “Budaya mengenang bukanlah hal yang sama dengan mencegah dan memerangi antisemitisme,” kata Wilson. Rasa iba yang mungkin dirasakan seseorang ketika mengunjungi situs peringatan tidak secara otomatis diterjemahkan ke masa kini, dan hal itu tidak membuat orang mengenali kode antisemitisme dan teori konspirasi di masyarakat.

    “Sebaliknya, kita harus menyadari bahwa konsep pencegahan antisemitisme kita telah gagal di beberapa bagian,” katanya.

    Banyak aspek dari budaya peringatan di Jerman telah dibahas dan diperdebatkan. Para sejarawan memperdebatkan keunikan kejahatan Nazi, misalnya, dengan banyaknya diskusi di media. Pembantaian oleh Hamas pada 7 Oktober 2023, dan perang di Gaza yang terjadi setelahnya, dengan puluhan ribu korban jiwa, mewakili perpecahan lain – peristiwa-peristiwa ini menunjukkan adanya keretakan dalam masyarakat Jerman.

    Sebagai contoh, frasa “Tidak akan ada lagi sekarang” dapat memiliki arti yang sangat berbeda di Jerman saat ini. Slogan ini umumnya digunakan untuk mengekspresikan sentimen bahwa kejahatan Nazi tidak boleh terjadi lagi. Banyak orang menafsirkannya sebagai ungkapan solidaritas terhadap orang Yahudi dan Israel. Namun begitu, slogan yang sama juga diteriakkan sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Palestina dalam demonstrasi pro-Palestina.

    Dukungan untuk Israel sering dipahami sebagai bagian dari tanggung jawab Jerman

    Sejak pidato terkenal Angela Merkel di parlemen Israel pada tahun 2008, ketika ia menyatakan bahwa keamanan Israel adalah “alasan negara bagi Jerman”, dukungan untuk Israel sering kali dipahami sebagai bagian dari tanggung jawab Jerman – bagian dari budaya peringatannya. Bagi sebagian orang di Jerman, hal itu berarti budaya mengingatnya tidak inklusif, tidak dirancang untuk masyarakat imigran yang beragam saat ini.

    Saba-Nur Cheema tidak setuju: “Saya tidak akan mengatakan bahwa budaya mengenang tidak dirancang untuk masyarakat. Karena masyarakat sipil sendiri membentuk budaya mengenang.”

    “Namun, dukungan penuh Jerman terhadap Israel pada awal perang Gaza, yang dibenarkan dengan sejarahnya sendiri, dikritik dengan tajam, “termasuk oleh banyak imigran muda.” Cheema mengatakan bahwa mereka mengajukan pertanyaan seperti: “Mengapa orang Palestina menderita seperti ini sekarang?” Memang, “itu bukan pertanyaan yang buruk untuk ditanyakan,” tambahnya.

    Cheema percaya bahwa slogan “Bebaskan Palestina dari Rasa Bersalah Jerman!”, yang sering diteriakkan dalam aksi-aksi protes, pada dasarnya merupakan pesan politik dan bukan serangan terhadap budaya mengenang.”

    Momen peringatan tetaplah penting

    Veronika Hager dari EVZ Foundation menyarankan satu cara untuk melangkah maju: “Ada begitu banyak hal yang dapat kita teliti secara khusus di lingkungan kita sehari-hari. Misalnya, para peserta pelatihan perusahaan dapat meninjau kembali kegiatan perusahaan mereka sendiri selama era Nazi, atau seseorang dapat mencari tahu siapa saja penghuni rumah tertentu yang dibunuh. Kegiatan semacam itu dapat dilakukan bersama anak muda, baik yang memiliki latar belakang internasional maupun tidak.”

    Yang jarang dibicarakan di Jerman adalah biografi para pelaku pembunuhan dalam keluarga sendiri. Wartawan Michel Friedman, seorang Yahudi, pernah berkata, “Anda tahu, ada jutaan saksi hidup! Lihatlah apa yang dilakukan oleh kakek-nenek, buyut, dan paman buyut Anda!”

    Hal itu mungkin bisa menjadi langkah berikutnya dalam pengembangan budaya mengenang Jerman. “Saya tidak ingin sampai pada titik di mana kita berkata: ‘Jadi, sekarang kita memiliki budaya yang sempurna,’ dan memberi tanda centang di sampingnya,” kata Veronika Hager. “Bagi saya, hal ini selalu merupakan sesuatu yang bersifat diskursif yang bergerak dan berkembang.”

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

  • Eropa Peringati 80 Tahun Pembebasan Kamp Konsentrasi Auschwitz – Halaman all

    Eropa Peringati 80 Tahun Pembebasan Kamp Konsentrasi Auschwitz – Halaman all

    Auschwitz adalah kamp pemusnahan terbesar yang menjadi simbol genosida di era Nazi Jerman, Holocaust. Dari enam juta warga Yahudi yang dibantai di seluruh Eropa, satu juta di antaranya tewas di Auschwitz antara tahun 1940 dan 1945, bersama dengan lebih dari 100.000 orang non-Yahudi.

    Pada hari Senin (27/1) pagi, para mantan narapidana, bersama dengan Presiden Polandia Andrzej Duda, meletakkan bunga di Tembok Kematian di Auschwitz.

    Sekitar 50 penyintas Holocaust yang masih hidup bergabung bersama puluhan pemimpin, termasuk Raja Inggris Charles III dan Presiden Prancis Emmanuel Macron.

    Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier dan Kanselir Olaf Scholz juga turut diundang, begitu pula Menteri Pendidikan Israel Yoav Kisch. “Tahun ini kami fokus pada para penyintas dan pesan mereka,” kata juru bicara Museum Auschwitz Pawel Sawicki kepada AFP. “Tidak ada pidato dari politisi.”

    Generasi terakhir saksi sejarah

    Berbicara kepada AFP menjelang peringatan tersebut, para penyintas Holocaust di seluruh dunia berbicara tentang perlunya melestarikan memori tentang sejarah kelam di masa lalu, ketika nantinya tidak ada lagi saksi hidup.

    Mereka juga memperingatkan tentang meningkatnya kebencian dan anti-Semitisme di seluruh dunia dan berbicara tentang ketakutan mereka akan terulangnya sejarah.

    Penyelenggara mengatakan bahwa peringatan Holocaust di Auschwitz kali ini bisa menjadi peringatan besar terakhir yang dihadiri sejumlah besar penyintas. “Kita semua tahu bahwa dalam 10 tahun, mungkin tidak ada lagi saksi sejarah dalam peringatan 90 tahun,” kata Sawicki.

    Auschwitz didirikan pada tahun 1940 di Oswiecim, Polandia selatan. Nama desa itu kemudian diubah menjadi Auschwitz oleh Nazi Jerman. Sebanyak 728 tahanan politik Polandia pertama tiba pada tanggal 14 Juni tahun itu.

    Pada tanggal 17 Januari 1945, saat pasukan Uni Soviet kian mendekat, serdadu Nazi memaksa 60.000 tahanan yang sudah kurus kering untuk melakukan mars dalam apa yang kemudian dikenal sebagai “Pawai Kematian”.

    Dari tanggal 21-26 Januari, Jerman meledakkan kamar gas dan krematorium di Birkenau dan menarik serdadunya. Pada tanggal 27 Januari, pasukan Soviet tiba di Oswiecim dan hanya menemukan 7.000 orang yang selamat.

    Hari pembebasan Kamp Auschwitz telah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai Hari Peringatan Holocaust.

    Peringatan dari masa lalu

    Sekitar 40 penyintas Auschwitz yang masih hidup setuju untuk berbicara dengan AFP menjelang peringatan tersebut. Di 15 negara, dari Israel hingga Polandia, Rusia hingga Argentina, Kanada hingga Afrika Selatan, mereka menceritakan kisahnya, sembari dikelilingi oleh anak-anak, cucu, dan cicit mereka, sebagai bukti kemenangan atas kejahatan genosida.

    “Bagaimana dunia membiarkan Auschwitz terjadi?” tanya Marta Neuwirth yang berusia 95 tahun dari Santiago, Chili. Dia berusia 15 tahun ketika dikirim dari Hongaria ke Auschwitz. Julia Wallach, yang hampir berusia 100 tahun, kesulitan berbicara tentang apa yang terjadi tanpa menangis.

    “Terlalu sulit untuk dibicarakan, terlalu sulit,” katanya. Warga Paris itu diseret keluar dari truk yang akan membawanya ke kamar gas di Birkenau pada menit terakhir.

    Namun, meskipun sulit untuk menghidupkan kembali kengerian itu, dia bersikeras akan terus memberikan kesaksian. “Selama saya bisa melakukannya, saya akan melakukannya.” Di sampingnya, cucunya Frankie bertanya “spakah mereka akan percaya saat kita membicarakan hal ini saat dia sudah tidak ada?”

    Sebabnya Esther Senot, 97, kembali ke Birkenau bersama siswa sekolah menengah Prancis. Dia menepati janji yang dibuatnya pada tahun 1944 kepada saudara perempuannya yang sedang sekarat, Fanny, yang — terbaring di atas jerami sambil batuk darah — memintanya dengan napas terakhirnya untuk “menceritakan apa yang terjadi pada kami agar kami tidak dilupakan oleh sejarah.”

    rzn/hp (afp,dpa)

  • Mimpi Buruk Sering Berulang? Ada Penjelasan Ilmiahnya

    Mimpi Buruk Sering Berulang? Ada Penjelasan Ilmiahnya

    Jakarta

    Mimpi buruk kerap datang berulang, terkadang bahkan sama persis. Para ilmuwan berusaha memecahkan misteri di balik fenomena tersebut.

    Sebuah penelitian menunjukkan bahwa 75 persen orang dewasa pernah mengalami mimpi berulang. Ada yang temanya saja yang serupa, atau lokasi dan karakternya, tetapi ada juga yang setiap detailnya benar-benar mirip setiap kali mimpi berulang.

    Penelitian lain mengungkap, mimpi yang berulang kerap kali, meski tidak selalu, bernuansa negatif. Hal ini terungkap dalam sebuah survei tahun 2022 oleh Michael Schredl, kepala laboratorium tidur di Central Institute of Mental Health di Jerman.

    Alasan di balik fenomena tersebut belum benar-benar dipahami oleh para ahli. Namun menurut Schredl, mimpi biasanya mengover-dramatisasi sesuatu di dunia nyata.

    “Di dalam mimpi, sesuatu menjadi emosi yang jauh lebih besar, meski hubungannya tidak selalu jelas dan straightforward,” jelasnya, dikutip dari Livescience.

    Penjelasan psikologis dan neurosains juga memberikan petunjuk lebih lanjut. Sebagai contoh, seseorang rentan mengalami yang disebut bias negativitas, yakni kecenderungan untuk terpaku pada pikiran, emosi, dan interaksi sosial yang tidak nyaman, dibanding yang lebih positif.

    Perilaku ini mengakar pada alam bawah sadar sebagai tuntutan untuk mengatasi situasi negatif yang mengancam keberlangsungan hidup. Bias ini juga bisa bertambah parah saat tidur karena otak yang sedang bermimpi melemahkan area yang terkait logika linear dan mengaktifkan bagian emosi, sehingga sulit memilah antara pikiran dan perasaan.

    (up/up)

  • Eropa Peringati 80 Tahun Pembebasan Kamp Konsentrasi Auschwitz

    Eropa Peringati 80 Tahun Pembebasan Kamp Konsentrasi Auschwitz

    Jakarta

    Auschwitz adalah kamp pemusnahan terbesar yang menjadi simbol genosida di era Nazi Jerman, Holocaust. Dari enam juta warga Yahudi yang dibantai di seluruh Eropa, satu juta di antaranya tewas di Auschwitz antara tahun 1940 dan 1945, bersama dengan lebih dari 100.000 orang non-Yahudi.

    Pada hari Senin (27/1) pagi, para mantan narapidana, bersama dengan Presiden Polandia Andrzej Duda, meletakkan bunga di Tembok Kematian di Auschwitz.

    Sekitar 50 penyintas Holocaust yang masih hidup bergabung bersama puluhan pemimpin, termasuk Raja Inggris Charles III dan Presiden Prancis Emmanuel Macron.

    Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier dan Kanselir Olaf Scholz juga turut diundang, begitu pula Menteri Pendidikan Israel Yoav Kisch. “Tahun ini kami fokus pada para penyintas dan pesan mereka,” kata juru bicara Museum Auschwitz Pawel Sawicki kepada AFP. “Tidak ada pidato dari politisi.”

    Generasi terakhir saksi sejarah

    Berbicara kepada AFP menjelang peringatan tersebut, para penyintas Holocaust di seluruh dunia berbicara tentang perlunya melestarikan memori tentang sejarah kelam di masa lalu, ketika nantinya tidak ada lagi saksi hidup.

    Mereka juga memperingatkan tentang meningkatnya kebencian dan anti-Semitisme di seluruh dunia dan berbicara tentang ketakutan mereka akan terulangnya sejarah.

    Penyelenggara mengatakan bahwa peringatan Holocaust di Auschwitz kali ini bisa menjadi peringatan besar terakhir yang dihadiri sejumlah besar penyintas. “Kita semua tahu bahwa dalam 10 tahun, mungkin tidak ada lagi saksi sejarah dalam peringatan 90 tahun,” kata Sawicki.

    Pada tanggal 17 Januari 1945, saat pasukan Uni Soviet kian mendekat, serdadu Nazi memaksa 60.000 tahanan yang sudah kurus kering untuk melakukan mars dalam apa yang kemudian dikenal sebagai “Pawai Kematian”.

    Dari tanggal 21-26 Januari, Jerman meledakkan kamar gas dan krematorium di Birkenau dan menarik serdadunya. Pada tanggal 27 Januari, pasukan Soviet tiba di Oswiecim dan hanya menemukan 7.000 orang yang selamat.

    Hari pembebasan Kamp Auschwitz telah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai Hari Peringatan Holocaust.

    Peringatan dari masa lalu

    Sekitar 40 penyintas Auschwitz yang masih hidup setuju untuk berbicara dengan AFP menjelang peringatan tersebut. Di 15 negara, dari Israel hingga Polandia, Rusia hingga Argentina, Kanada hingga Afrika Selatan, mereka menceritakan kisahnya, sembari dikelilingi oleh anak-anak, cucu, dan cicit mereka, sebagai bukti kemenangan atas kejahatan genosida.

    “Bagaimana dunia membiarkan Auschwitz terjadi?” tanya Marta Neuwirth yang berusia 95 tahun dari Santiago, Chili. Dia berusia 15 tahun ketika dikirim dari Hongaria ke Auschwitz. Julia Wallach, yang hampir berusia 100 tahun, kesulitan berbicara tentang apa yang terjadi tanpa menangis.

    “Terlalu sulit untuk dibicarakan, terlalu sulit,” katanya. Warga Paris itu diseret keluar dari truk yang akan membawanya ke kamar gas di Birkenau pada menit terakhir.

    Namun, meskipun sulit untuk menghidupkan kembali kengerian itu, dia bersikeras akan terus memberikan kesaksian. “Selama saya bisa melakukannya, saya akan melakukannya.” Di sampingnya, cucunya Frankie bertanya “apakah mereka akan percaya saat kita membicarakan hal ini saat dia sudah tidak ada?”

    Sebabnya Esther Senot, 97, kembali ke Birkenau bersama siswa sekolah menengah Prancis. Dia menepati janji yang dibuatnya pada tahun 1944 kepada saudara perempuannya yang sedang sekarat, Fanny, yang — terbaring di atas jerami sambil batuk darah — memintanya dengan napas terakhirnya untuk “menceritakan apa yang terjadi pada kami agar kami tidak dilupakan oleh sejarah.”

    rzn/hp (afp,dpa)

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu