Negara: Jalur Gaza

  • Houthi Balas Pengeboman Pesawat Haji, Targetkan Pesawat Sipil Israel

    Houthi Balas Pengeboman Pesawat Haji, Targetkan Pesawat Sipil Israel

    GELORA.CO –  Kelompok Ansarullah Houthi dari Yaman menyatakan akan  meningkatkan serangan mereka terhadap Israel dengan menargetkan pesawat milik El Al dan maskapai penerbangan sipil Israel lainnya. Hal ini disampaikan selepas serangan Israel ke Bandara Internasional Sanaa menghancurkan pesawat sipil pengangkut jamaah haji awal pekan ini 

    Hal itu disampaikan sumber dari kelompok Yaman mengatakan kepada surat kabar Lebanon Al-Akhbar pada Jumat. Sejak 18 Maret, ketika IDF melanjutkan serangannya terhadap Hamas di Jalur Gaza, Houthi telah meluncurkan 42 rudal balistik dan setidaknya 10 drone ke Israel. 

    Sebuah rudal pada tanggal 4 Mei menghantam area Bandara Ben Gurion, menyebabkan sebagian besar maskapai penerbangan asing menunda penerbangan mereka ke Israel dan meningkatkan ketergantungan Israel pada El Al dan maskapai penerbangan lainnya. 

    IDF mencegat rudal terbaru Houthi pada Kamis malam. Ancaman baru Houthi untuk menargetkan pesawat sipil Israel muncul setelah jet tempur Israel mengebom Bandara Internasional Sanaa yang dikuasai Houthi awal pekan ini. Serangan itu menghancurkan pesawat sipil terakhir milik Yemeni Airlines yang sedianya akan digunakan mengangkut 800 jamaah haji ke Arab Saud.

    Sebagai pembalasan atas serangan tersebut, sumber-sumber Houthi mengatakan kepada Al-Akhbar bahwa “operasi yang akan datang akan berbeda dalam kuantitas dan substansi dari operasi sebelumnya” terhadap Israel, dan kelompok pemberontak akan “menambahkan pesawat sipil milik entitas Israel ke dalam daftar target.” 

    Dalam beberapa bulan terakhir, mereka telah menembak jatuh setidaknya tujuh drone MQ-9 Reaper AS. Awal bulan ini, juru bicara kelompok tersebut mengklaim kepada Newsweek bahwa mereka telah memperoleh “senjata baru” yang mampu memaksakan “blokade udara” terhadap Israel.

    Banyak maskapai penerbangan asing menangguhkan rute mereka ke Israel awal bulan ini setelah sebuah rudal balistik yang ditembakkan oleh Houthi menyerang di dalam area Bandara Internasional Ben Gurion, membuat sebagian besar warga Israel bergantung pada maskapai penerbangan El Al, serta maskapai kecil Arkia dan Israir. 

    Kelompok Houthi telah melancarkan serangan rudal dan drone secara terus-menerus terhadap kapal-kapal komersial dan militer di wilayah tersebut dalam apa yang digambarkan oleh kepemimpinan kelompok tersebut sebagai upaya untuk mengakhiri agresi Israel di Jalur Gaza.

    Dari November 2023 hingga Januari 2025, Houthi menargetkan lebih dari 100 kapal dagang dengan rudal dan drone, menenggelamkan dua di antaranya dan menewaskan empat pelaut. Hal ini telah sangat mengurangi arus perdagangan melalui koridor Laut Merah, yang biasanya dilalui barang senilai 1 triliun dolar AS setiap tahunnya.

    Almayadeen melansir, Presiden Yaman Mahdi al-Mashat mengumumkan pada Jumat bahwa semua rute udara dan laut yang digunakan oleh pasukan Israel untuk melakukan serangan terhadap Yaman kini ditetapkan sebagai zona berbahaya bagi lalu lintas sipil dan komersial, seiring Sanaa meningkatkan respons militernya terhadap agresi Israel yang sedang berlangsung di Gaza. 

    “Demi keselamatan navigasi udara dan maritim di wilayah di mana angkatan bersenjata kami beroperasi, kami telah mengeluarkan arahan untuk menetapkan rute yang digunakan musuh Zionis untuk menyerang negara kami sebagai zona berbahaya bagi semua perusahaan,” kata al-Mashat. Dia mendesak maskapai penerbangan dan operator maritim untuk mengubah rute, memperingatkan akan adanya tindakan militer yang menargetkan orang-orang Israel yang beroperasi di koridor ini.

    Dalam pidato kemarin, pemimpin Yaman menegaskan kembali kemampuan angkatan bersenjatanya untuk menghadapi pesawat tempur Israel tanpa mengganggu lalu lintas udara atau laut internasional. “Angkatan bersenjata kami akan mampu menghadapi pesawat musuh Zionis tanpa membahayakan navigasi udara dan maritim,” katanya.

    Al-Mashat juga mengisyaratkan perkembangan yang akan terjadi: “Insya Allah, Anda akan segera menerima kabar baik tentang pesawat musuh Zionis yang digunakan dalam agresi terhadap negara kami.” Dia menambahkan bahwa pertahanan udara Yaman akan segera menjadikan pesawat tersebut sebagai “sumber cemoohan.” 

    Serangan Yaman Pernyataannya muncul tak lama sebelum Angkatan Bersenjata Yaman mengumumkan serangan rudal hipersonik yang menargetkan Bandara Ben Gurion di wilayah Lydd yang diduduki, yang dilaporkan mengganggu lalu lintas udara dan menyebabkan ribuan pemukim melarikan diri ke tempat perlindungan. 

    Meskipun sumber-sumber Israel mengklaim bahwa rudal tersebut berhasil dicegat, para pejabat Yaman bersikeras bahwa serangan tersebut mengenai sasaran yang diinginkan. Yaman sejak itu mengumumkan blokade udara terhadap entitas Israel, dan berjanji untuk terus menargetkan bandara dan infrastruktur militer sampai Tel Aviv menghentikan perangnya di Gaza dan mencabut pengepungan di wilayah kantong tersebut.

    Pesawat Israel melakukan empat serangan udara di Bandara Internasional Sanaa Rabu pagi. Serangan itu menghancurkan pesawat yang sedianya akan digunakan mengangkut jamaah haji ke Jeddah, Arab Saudi.

    Serangan tersebut menargetkan landasan pacu dan pesawat Yemeni Airlines. Khaled al-Shaif, direktur bandara, menulis di  X bahwa Israel menargetkan “pesawat fungsional terakhir milik Yemeni Airlines di Bandara Internasional Sana’a, sehingga menghancurkannya sepenuhnya”. 

    Data penerbangan menunjukkan, pesawat yang menjadi sasaran adalah Airbus A320-233 yang tiba dari ibu kota Yordania, Amman. Pesawat itu mendarat di Sanaa sekitar pukul 09.10 waktu setempat. 

    Berdasarkan informasi Flightradar24 yang diperoleh Aljazirah, pesawat tersebut dijadwalkan terbang menuju Jeddah di Saudi membawa penumpang yang akan menunaikan ibadah haji. Pada Jumat, bandara tersebut mengumumkan akan mengoperasikan dua penerbangan sehari ke Jeddah selama sembilan hari untuk mengangkut jamaah.

    Khaled Al-Shaif menyatakan kemudian bahwa pemboman itu menghalangi 800 jamaah asal Yaman untuk menunaikan ibadah haji di Makkah. Pemboman itu juga menghalangi ribuan pasien yang sedang menunggu perjalanan untuk berobat ke luar negeri. Berbicara pada konferensi pers, pemerintah di Sanaa mengecam keras penargetan bandara oleh pesawat tempur Israel. Mereka mencatat bahwa serangan itu terjadi ketika sekelompok jamaah sedang bersiap untuk berangkat. 

    Serangan tersebut digambarkan sebagai “pelanggaran berat dan pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan prinsip-prinsipnya.” Al-Shaif menyatakan bahwa satu-satunya pesawat Yemenia Airways yang tersisa, yang mengoperasikan tiga penerbangan sehari, hancur total dalam serangan tersebut, yang mengakibatkan penutupan total lalu lintas udara di bandara.

    Dia menambahkan bahwa serangan terbaru ini menjadikan jumlah total pesawat sipil yang hancur di Bandara Internasional Sanaa menjadi delapan sejak awal agresi Israel di Yaman. Pemerintah di Sanaa meminta PBB, Dewan Keamanan PBB, dan semua organisasi internasional terkait bertanggung jawab penuh atas serangan berulang-ulang Israel terhadap bandara dan infrastruktur sipil lainnya.

  • Israel Umumkan Ekspansi Permukiman Berskala Besar di Tepi Barat

    Israel Umumkan Ekspansi Permukiman Berskala Besar di Tepi Barat

    Jakarta

    Israel pada Kamis (29/5) mengumumkan rencana pendirian 22 permukiman Yahudi baru di wilayah pendudukan Tepi Barat, Palestina.

    Keputusan tersebut diambil oleh kabinet keamanan Israel dan diumumkan oleh Menteri Keuangan sayap kanan, Bezalel Smotrich, yang juga seorang pemukim, serta Menteri Pertahanan Israel Katz, yang mengawasi pemukiman Yahudi di wilayah Palestina.

    Ekspansi nantinya dibarengi jaminan legalisasi bagi pos-pos permukiman ilegal yang sudah dibangun tanpa izin pemerintah. Sementara pada saat yang sama, serangan udara Israel ke Jalur Gaza menewaskan sedikitnya 13 orang dalam semalam, menurut pejabat kesehatan setempat.

    Israel merebut Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur dalam Perang Enam Hari pada tahun 1967. Palestina ingin menjadikan ketiga wilayah tersebut sebagai bagian dari negara masa depan. Sebabnya, komunitas internasional menganggap permukiman Israel di wilayah pendudukan sebagai ilegal dan sebagai hambatan utama bagi penyelesaian konflik di Timur Tengah.

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyatakan bahwa keputusan pembangunan permukiman Yahudi “memperkuat cengkeraman kita di Yudea dan Samaria”, ujarnya merujuk kepada istilah Alkitab untuk wilayah Tepi Barat.

    Dia menambahkan bahwa ekspansi pemukiman di daerah pendudukan “menegaskan hak historis bangsa Yahudi atas Tanah Israel, sekaligus menjadi jawaban telak terhadap terorisme Palestina.” Menurutnya, pembangunan permukiman juga merupakan “langkah strategis untuk mencegah pembentukan negara Palestina yang bisa membahayakan Israel.”

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Ekspansi terbesar sejak Kesepakatan Oslo

    Israel telah membangun lebih dari 100 permukiman di Tepi Barat yang kini dihuni sekitar 500.000 warga Israel. Bentuk permukiman Yahudi ini bervariasi, mulai dari pos kecil di atas bukit hingga komunitas lengkap dengan blok apartemen, pusat perbelanjaan, pabrik, dan taman. Kebanyakan pemukiman dihuni kaum Yahudi garis keras yang membenarkan praktik pendudukan. Militer Israel berkewajiban melindungi setiap pemukiman, meski artinya membatasi ruang gerak sekitar tiga juta warga Palestina di kampung halamannya sendiri.

    Di Tepi Barat, warga sipil Palestina secara umum hidup di bawah kekuasaan militer Israel. Adapun Otoritas Palestina hanya menguasai kota-kota besar. Sementara warga Israel yang hidup di wilayah pendudukan menikmati status kewarganegaraan penuh.

    Peace Now menyebutkan, rencana pemerintah mencakup legalisasi 12 pos permukiman ilegal, pembangunan 9 permukiman baru, serta pengklasifikasian ulang zona pemukiman untuk dimekarkan.

    “Pemerintah secara terang-terangan menunjukkan bahwa mereka lebih memilih memperkuat pendudukan dan melakukan aneksasi de facto ketimbang mengupayakan perdamaian,” kata Peace Now.

    Minimnya tekanan dari AS

    Sejak beberapa tahun terakhir, Israel sudah mempercepat pembangunan permukiman Yahudi, bahkan sebelum serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang memicu perang di Gaza. Perluasan ini semakin membatasi ruang gerak warga Palestina dan menjauhkan kemungkinan terbentuknya negara Palestina yang layak dan merdeka.

    Pada masa kepemimpinan Presiden Donald Trump, AS untuk pertama kalinya mendukung klaim Israel atas wilayah yang direbut melalui perang, serta mengambil langkah-langkah yang melegitimasi permukiman. Adapun Presiden Joe Biden, yang secara resmi menentang permukiman, juga tidak banyak menekan Israel untuk menghentikan ekspansi.

    Mahkamah Internasional (ICJ) tahun lalu menyatakan bahwa keberadaan pemukim Israel di wilayah pendudukan Palestina adalah ilegal. Majelis di Den Haag itu menuntut dihentikannya segala bentuk pembangunan atau peresmian permukiman.

    Israel menolak opini non-mengikat dari ke15 hakim tersebut, dengan menyatakan bahwa wilayah Tepi Barat Yordan adalah bagian dari tanah historis bangsa Yahudi.

    Permukiman Israel di Gaza

    Israel sebenarnya telah menarik semua pasukan dan membubarkan seluruh permukiman di Jalur Gaza saat hengkang pada tahun 2005. Kini, sejumlah pejabat pemerintah menyerukan agar warga Israel bisa kembali bermukim secara permanen di wilayah tersebut.

    Mereka meminta sebagian besar warga Palestina di Gaza dipindahkan ke tempat lain secara sukarela. Oleh banyak pihak, rencana ini dianggap sebagai bentuk pengusiran paksa dan melanggar hukum internasional.

    Saat ini, Israel menguasai lebih dari 70 persen wilayah Jalur Gaza, menurut Profesor Yaakov Garb dari Universitas Ben Gurion yang telah lama meneliti penggunaan lahan di wilayah Israel-Palestina. Area ini mencakup zona penyangga di sepanjang perbatasan Israel serta Kota Rafah di selatan yang kini nyaris kosong, dan wilayah-wilayah lain yang telah diperintahkan Israel untuk dievakuasi.

    Kritik dan kecaman

    Rencana Israel memicu kritik tajam dari sejumlah negara, termasuk sekutu di Barat. Pemerintah Inggris, misalnya, menyebut tindakan itu sebagai “rintangan yang disengaja” bagi negara Palestina, sementara juru bicara kepala PBB Antonio Guterres mengatakan langkah Israel mendorong upaya menuju solusi dua negara “ke arah yang salah”.

    Menteri Inggris untuk Timur Tengah, Hamish Falconer, mengatakan rencana pemerintahan Benjamin Netanyahu membahayakan “solusi dua negara” dan tidak melindungi Israel.

    Sementara Yordania menyebut langah Israel Ilegal, dan “merusak prospek perdamaian dengan memperkuat pendudukan”.

    “Kami menentang semua” perluasan permukiman, kata juru bicara PBB Stephane Dujarric, mengulangi seruan agar Israel menghentikan kegiatan yang menghalangi perdamaian dan pembangunan ekonomi.

    “Pemerintah Israel tidak lagi berpura-pura. Pencaplokan wilayah pendudukan dan perluasan permukiman adalah tujuan utamanya,” tulis organisasi HAM Peace Now.

    Dalam pengumumannya, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich memberikan pembelaan awal, saat mengatakan: “Kami tidak mengambil tanah asing, tetapi warisan leluhur kami.”

    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga “Kisah Dokter di Gaza Kehilangan 9 Anaknya Akibat Serangan Israel” di sini:

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Ini Bunyi Deklarasi Bersama Perancis-Indonesia soal Palestina
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Mei 2025

    Ini Bunyi Deklarasi Bersama Perancis-Indonesia soal Palestina Nasional 31 Mei 2025

    Ini Bunyi Deklarasi Bersama Perancis-Indonesia soal Palestina
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden RI
    Prabowo Subianto
    dan Presiden
    Perancis
    Emmanuel Macron telah membuat deklarasi bersama mengenai isu
    Palestina
    . Begini bunyi deklarasi bersama itu.
    Bunyi deklarasi bersama ini dilansir oleh situs resmi Kepresidenan Republik Perancis, Elysee (elysee.fr), diunggah pada 28 Mei 2025, diakses
    Kompas.com
    pada Jumat (30/5/2025) malam.
    Hingga berita ini diunggah,
    Kompas.com
    belum menemukan unggahan deklarasi serupa di situs resmi Presiden Republik Indonesia (presidenri.go.id) maupun Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia (setneg.go.id)
    Deklarasi ini menjadi salah satu dari 21 kesepakatan yang diteken kedua belah pihak saat Macron mengunjungi Indonesia, Rabu (28/5/2025) lalu.
     
    Pelbagai isu spesifik mengenai Palestina tercantum di deklarasi ini, termasuk seruan gencatan senjata terhadap perang di Gaza yang merenggut nyawa sipil.
    Perancis dan Indonesia menyatakan dukungannya terhadap inisiatif Arab untuk menjalankan rekonstruksi Gaza yang sudah hancur lebur.
    Kedua negara juga mendukung terciptanya pemerintahan baru di Gaza yang dipimpin oleh Otoritas Palestina.
    Perancis dan Indonesia juga menolak tegas rencana apapun untuk memindahkan penduduk Palestina secar paksa dari tanah airnya.
    Mereka juga mengutuk keras kekerasan oleh ekstremis di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, serta mengutuk keras perluasan permukiman
    Israel
    di Tepi Barat.
     
    Kompas.com
    menerjemahkan deklarasi bersama ini dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia.
    Simak selengkapnya:
    Deklarasi Bersama Prancis-Indonesia tentang Penyelesaian Damai Masalah Palestina dan Penerapan Solusi Dua Negara
    1. Perancis dan Indonesia mengecam kembalinya perang di Gaza, yang menandai langkah mundur yang dramatis bagi rakyat Gaza, para sandera, keluarga mereka, dan seluruh wilayah. Perancis dan Indonesia menyesalkan jumlah korban yang tidak dapat dibenarkan yang telah melampaui 50.000 orang, di antaranya sebagian besar warga sipil. Mereka menyerukan agar segera kembali ke gencatan senjata dan pembebasan semua sandera yang ditahan oleh Hamas dan tahanan yang ditahan oleh Israel yang melanggar hukum internasional, sesuai dengan Konvensi Jenewa keempat. Perancis dan Indonesia menyerukan kepada semua pihak untuk terlibat kembali secara konstruktif dalam negosiasi untuk memastikan gencatan senjata dilaksanakan dan menjadi permanen, dengan menegaskan bahwa gencatan senjata yang bertahan lama adalah satu-satunya jalan yang kredibel untuk perdamaian dan keamanan yang berkelanjutan di wilayah tersebut.
    2. Perancis dan Indonesia menyatakan keprihatinan mereka yang mendalam tentang situasi kemanusiaan yang mengerikan di Jalur Gaza. Mereka menekankan bahwa warga sipil Palestina – termasuk satu juta anak-anak – menghadapi risiko kelaparan, penyakit epidemik, dan kematian yang akut. Perancis dan Indonesia meminta otoritas Israel untuk memulihkan akses terhadap air dan listrik, dan segera mengizinkan aliran bantuan kemanusiaan, sesuai dengan hukum internasional. Perandis dan Indonesia juga meminta otoritas Israel untuk memastikan pekerja kemanusiaan bebas bergerak di Gaza dan memastikan mereka dapat memberikan bantuan kepada mereka yang paling membutuhkannya, terlepas dari pihak-pihak yang berkonflik dan sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan. Prancis dan Indonesia menggarisbawahi kesiapan mereka untuk bertindak bersama di Gaza guna menanggapi kebutuhan rekonstruksi, tata kelola, dan keamanan setelah perang di Gaza.
    3. Perancis dan Indonesia menyampaikan keprihatinan mendalam terkait berbagai insiden yang menewaskan personel kemanusiaan, termasuk personel PBB. Mereka menekankan perlunya memastikan perlindungan tanpa syarat dan permanen bagi personel PBB dan tempat-tempatnya, serta pekerja kemanusiaan dan khususnya pekerja pertolongan pertama. Pekerja kemanusiaan tidak boleh menjadi sasaran.
    4. Perancis dan Indonesia menegaskan kembali dukungan mereka terhadap inisiatif Arab berupa Rencana Pemulihan dan Rekonstruksi Gaza, yang menyediakan jalur realistis menuju rekonstruksi Gaza dan menyatakan kesiapan mereka untuk bekerja sama dengan mitra Arab, OKI, dan UE dalam pelaksanaan rencana ini serta meminta Israel untuk memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh rencana ini. Prancis dan Indonesia mengingatkan bahwa rencana ini harus membuka jalan bagi pemerintahan Palestina baru di Gaza, yang dipimpin oleh Otoritas Palestina. Perancis dan Indonesia juga menekankan perlunya gencatan senjata jangka panjang agar rencana ini dapat dilaksanakan.
    5. Mereka (Perancis dan Indonesia -red) menegaskan kembali penolakan tegas mereka terhadap rencana apa pun yang akan secara paksa memindahkan penduduk Palestina dari tanah air mereka dan mencaplok wilayah mereka, yang merupakan pelanggaran hukum internasional dan ancaman bagi keamanan kawasan tersebut sejalan dengan berbagai Resolusi Dewan Keamanan PBB dan Pendapat Penasihat Mahkamah Internasional. Sejalan dengan ini, mereka juga menekankan kecaman keras mereka terhadap rencana Israel untuk mengambil alih Gaza dan menggarisbawahi kewajiban hukum Israel untuk mematuhi hukum internasional, terutama berbagai perintah Mahkamah Internasional dalam hal ini.
    6. Perancis dan Indonesia mengutuk keras kekerasan yang dilakukan oleh para pemukim ekstremis di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, serta keputusan pemerintah Israel untuk memperluas permukiman dan melegalkan pos-pos pemukim di seluruh wilayah Tepi Barat yang diduduki. Mereka meminta Israel untuk menghentikan perluasan permukiman dan kegiatan terkait lainnya, yang telah mencapai rekor tertinggi dalam setahun terakhir. Prancis dan Indonesia juga menegaskan kembali perlunya mempertahankan status quo bersejarah Tempat-Tempat Suci di Yerusalem dan menegaskan pentingnya peran khusus Yordania dalam hal ini.
    7. Perancis dan Indonesia mengutuk keras segala bentuk terorisme dan kekerasan terhadap warga sipil. Baik perang maupun terorisme tidak akan menghasilkan solusi bagi konflik Israel-Palestina.
    8. Perancis dan Indonesia menekankan perlunya mengakhiri pendudukan ilegal atas wilayah Palestina dan pemenuhan hak-hak yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri dengan mengintensifkan upaya untuk mencapai resolusi yang komprehensif dan adil berdasarkan solusi dua negara, inisiatif perdamaian Arab, Rencana Pemulihan dan Rekonstruksi Arab untuk Gaza, dan resolusi-resolusi PBB yang relevan, yang memastikan kedua bangsa hidup berdampingan dalam damai dan aman. Mereka berkomitmen untuk bekerja sama dengan mitra lain dalam langkah-langkah berorientasi aksi menuju penyelesaian damai masalah Palestina dan penerapan solusi dua negara.
    9. Perancis dan Indonesia menekankan bahwa Konferensi Internasional Tingkat Tinggi tentang penyelesaian damai masalah Palestina dan pelaksanaan solusi dua negara, yang diputuskan oleh resolusi UNGA A/RES/79/81, akan memberikan kontribusi pada tujuan ini. Mereka menekankan bahwa konferensi ini akan menjadi kesempatan untuk merancang peta jalan yang kredibel bagi pelaksanaan solusi dua negara, guna mendorong perdamaian, keamanan, dan stabilitas yang langgeng di kawasan tersebut, dan memberikan kontribusi yang bermanfaat untuk menyelesaikan krisis saat ini. Perancis dan Indonesia lebih lanjut menekankan bahwa tujuan konferensi tersebut adalah untuk mendorong pengakuan kolektif Negara Palestina oleh semua negara dengan jaminan keamanan bagi semua. Mereka menggarisbawahi bahwa konferensi tersebut juga harus memungkinkan kemajuan menuju pelaksanaan Solusi Dua Negara di mana kedua negara dapat hidup berdampingan secara damai di dalam batas-batas yang diakui secara internasional, mengidentifikasi langkah-langkah untuk mendorong penghormatan terhadap hukum internasional, dan memulihkan prospek politik penyelesaian damai konflik ini, yang seharusnya memungkinkan jalan yang tidak dapat diubah menuju terwujudnya Negara Palestina, pengakuan bersama antara Israel dan Palestina, dan integrasi regional sesuai dengan Prakarsa Perdamaian Arab. Dengan semangat tersebut, konferensi ini harus membuka proses menuju kerangka kerja regional yang terpadu dan mengupayakan langkah-langkah untuk mendorong penghormatan terhadap hukum internasional, serta memajukan perdamaian dan keamanan yang adil, langgeng, dan menyeluruh bagi semua pihak di kawasan ini. Indonesia dan Prancis menggarisbawahi niat mereka untuk menjadi mitra utama dalam tujuan ini.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Keji! Israel Perintahkan Satu-satunya RS di Gaza Utara Tutup

    Keji! Israel Perintahkan Satu-satunya RS di Gaza Utara Tutup

    Jakarta

    Israel telah memerintahkan penutupan Rumah Sakit al-Awda di Gaza utara. Akibatnya, para petugas harus berjuang keras untuk merelokasi puluhan orang yang masih berada di fasilitas medis tersebut, seiring gempuran mematikan dan kelaparan melanda daerah kantong yang terkepung tersebut.

    Setidaknya 70 warga Palestina tewas dalam serangan Israel sejak Kamis (29/5) dini hari waktu setempat.

    Dilansir Al-Jazeera, Jumat (30/5/2025), Kementerian Kesehatan Gaza menyebut seruan evakuasi oleh Israel, yang memaksa rumah sakit tersebut tutup, sebagai “kelanjutan dari pelanggaran dan kejahatan” terhadap sektor medis di wilayah tersebut.

    Menurut para pejabat kesehatan, Al-Awda adalah rumah sakit terakhir yang beroperasi di Gaza utara. Penutupan rumah sakit tersebut dilakukan di tengah berlanjutnya pemindahan paksa warga Palestina di Gaza oleh Israel. Perintah evakuasi terbaru pada Kamis malam berdampak pada sejumlah besar orang di utara dan timur Kota Gaza.

    “Kementerian Kesehatan menyerukan kepada semua pihak terkait untuk memastikan perlindungan bagi sistem kesehatan di Jalur Gaza, sebagaimana dijamin oleh hukum internasional dan kemanusiaan,” kata kementerian tersebut dalam sebuah pernyataan.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan 97 orang, termasuk 13 pasien, masih berada di rumah sakit tersebut. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berencana untuk melakukan misi pada hari Jumat untuk memindahkan para pasien ke fasilitas lain.

    “Karena jalan yang tidak dapat dilalui, peralatan medis rumah sakit tidak dapat dipindahkan,” kata WHO dalam sebuah pernyataan.

    Lihat juga Video ‘Momen Warga Palestina Serbu Bantuan di Tengah Deru Peluru’:

    “Dengan penutupan Al-Awda, tidak ada lagi rumah sakit yang berfungsi di Gaza Utara – memutus jalur kehidupan yang sangat penting bagi orang-orang di sana.”

    WHO pun memohon “perlindungan rumah sakit dan keselamatan staf dan pasien”.

    Israel telah mengepung dan membombardir rumah sakit di seluruh Gaza, menewaskan lebih dari 1.400 pekerja medis, serta pasien dan pengungsi yang berlindung, sejak awal perang, menurut otoritas setempat.

    Lihat juga Video ‘Momen Warga Palestina Serbu Bantuan di Tengah Deru Peluru’:

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Israel Terdiam oleh Kritik Kanselir Jerman Soal Gaza

    Israel Terdiam oleh Kritik Kanselir Jerman Soal Gaza

    Jakarta

    Hingga Rabu sore, belum ada tanggapan resmi dari pejabat tinggi Israel terhadap kritik tajam yang dilontarkan Kanselir Jerman Friedrich Merz awal pekan ini terhadap operasi militer Israel di Jalur Gaza.

    Dalam pidatonya pada Europaforum yang digelar Westdeutscher Rundfunk di Berlin , Merz menyebut situasi di wilayah Palestina itu sebagai “tragedi kemanusiaan dan bencana politik.” Dia mengaku “tak lagi memahami tujuan” Israel menggelar operasi militer teranyar, dan menekankan bahwa meski menyadari beban sejarah, Jerman tidak bisa diam saat “hukum humaniter internasional jelas-jelas dilanggar.” Menurut Merz, “jika batas-batas itu dilewati, maka kanselir Jerman juga harus bersuara.

    Pernyataan Merz merupakan ungkapan paling sengit dari seorang pejabat tinggi Jerman terhadap tindakan Israel di Gaza. Ucapannya itu sontak direspon Duta Besar Israel untuk Jerman, Ron Prosor, yang menyatakan bahwa “kata-kata Kanselir Friedrich Merz memiliki bobot” dan karena Merz adalah sahabat Israel, ucapannya dianggap serius, berbeda dengan pihak yang, menurut Prosor, “hanya mengkritik Israel secara sepihak.”

    Namun dia menegaskan, usai serangan Hamas pada 7 Oktober, Israel “tidak dapat menerima terbentuknya negara teror Hamas kedua.” Dia menyebut Israel berada dalam dilema, antara menyelamatkan sandera, menjamin bantuan kemanusiaan bagi warga Gaza, dan sekaligus melawan terorisme.

    Prosor menuduh Hamas mengubah sekolah menjadi gudang senjata, masjid menjadi barak, dan rumah sakit menjadi pusat komando. Gerakan perlawanan Islam, yang diklasifikasikan sebagai organisasi teror oleh Israel, Jerman, dan sejumlah negara lain itu, membantah tuduhan tersebut.

    “Kritik yang mengena”

    Simon Wolfgang Fuchs, pakar Islam dari Universitas Ibrani Yerusalem, mencatat minimnya reaksi pejabat pemerintah Israel terhadap Merz di tengan ramainya liputan media nasional. Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa komentar sang kanselir dianggap serius, namun tetap disampaikan dengan hati-hati. “Kemungkinan karena Merz, meski mengkritik, tetap menyampaikan pandangannya dengan cukup hati-hati terkait konsekuensi yang mungkin timbul,” ujarnya.

    Fuchs membandingkan sikap Merz dengan negara-negara Eropa lain yang telah lebih tegas mengecam Israel. “Kanselir Merz justru selama ini sangat berhati-hati. Diamnya elit politik Israel saat ini kemungkinan menjadi tanda bahwa komentar Merz sangat mengena, dan menunjukkan betapa seriusnya kata-katanya disikapi di Yerusalem Barat,” ujarnya merujuk kepada ibu kota baru Israel.

    “Seperti dalam kasus Presiden AS Donald Trump, hanya politisi sayap kanan yang bisa memengaruhi Perdana Menteri yang keras kepala ini,” tulis Haaretz soal kanselir partai konservatif CDU tersebut.

    Kemunduran diplomatik bagi Israel

    Haaretz menuduh, betapa Netanyahu memimpin “perang pemusnahan bermotif politik” terhadap warga Palestina di Jalur Gaza, dengan puluhan warga sipil tewas setiap hari menurut data otoritas kesehatan Gaza. Haaretz menilai sikap hati-hati Duta Besar Prosor, yang biasanya melabeli kritik terhadap Israel sebagai antisemitisme, mengungkap kenyataan pahit bahwa “Israel hanya mendengar sahabat konservatifnya.”

    Peter Lintl, pakar Israel dari lembaga think tank Wissenschaft und Politik di Berlin, menilai bahwa pernyataan Merz tak bisa dilepaskan dari konteks yang lebih besar. Menurutnya, sebagian besar negara anggota Uni Eropa kini mendukung usulan meninjau ulang Perjanjian Asosiasi dengan Israel (Assoziierungsabkommen), yang mempererat hubungan ekonomi, tetapi juga mewajibkan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

    Menurut Lintl, fakta bahwa perjanjian ini kini dipertanyakan menunjukkan bahwa tekanan global mulai dirasakan pemerintahan Benjamin Netanyahu. Ditambah lagi, kritik terhadap Israel juga datang dari pemerintahan dan senator Amerika Serikat yang dikenal pro-zionisme. “Dalam konteks ini, perubahan nada dari Jerman pasti akan didengar,” ujarnya.

    Fuchs menambahkan, kekhawatiran juga dirasakan di dalam negeri. “Banyak warga Israel takut bahwa negara mereka tengah kehilangan reputasi secara drastis, sampai-sampai tak lagi dianggap sebagai bagian dari nilai Barat,” kata Fuchs. “Padahal mayoritas warga Israel merasa menjadi bagian dari Barat dan ingin mempertahankan ikatan tersebut.”

    Tekanan dari arah balik

    Namun, menurut Lintl, kecil kemungkinan pernyataan Merz akan cukup kuat untuk menghentikan jalannya perang. Dia mencatat, tekanan politik terbesar terhadap Netanyahu justru datang dari barisan sendiri, dengan sejumlah anggota kabinetnya menuntut pendudukan permanen Jalur Gaza. Netanyahu sangat bergantung secara politik kepada kelompok ultranasionalis Yahudi, sehingga arah kebijakan sangat bergantung pada kekuatan internal tersebut.

    Haaretz mengakhiri komentarnya dengan seruan kepada para politisi Jerman, untuk tidak lagi secara buta menjamin “hak eksistensi Israel,” tanpa mempertanyakan bagaimana hak itu digunakan. “Tanggung jawab mereka justru terletak pada mempertanyakan bagaimana eksistensi itu dijalankan – terutama karena eksistensi tersebut juga berdiri di atas dukungan mereka.”

    “Sebagai sahabat Israel,” tulis Haaretz, “Merz harus memilih: apakah sasarannya hanya menjadi viral di Instagram atau dia ingin benar-benar bertindak untuk menghentikan pembantaian brutal terhadap anak-anak Palestina di Gaza, yang tampaknya tidak akan segera dihentikan oleh Netanyahu.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha

    Editor: Agus Setiawan

    Lihat juga Video ‘Wujud Pesawat Komersial Terakhir di Bandara Yaman Dihancurkan Israel’:

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Hamas Setujui Usulan AS terkait Pembebasan Sandera

    Hamas Setujui Usulan AS terkait Pembebasan Sandera

    JAKARTA – Gerakan Palestina Hamas menyatakan telah menyetujui usulan utusan khusus Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff, mengenai Gaza, yang mengatur pembebasan sepuluh sandera Israel dengan imbalan sejumlah tahanan Palestina yang disepakati.

    “Gerakan Hamas menegaskan bahwa pihaknya sedang mengerahkan upaya besar untuk menghentikan perang brutal di Jalur Gaza. Upaya terbaru ini adalah tercapainya kesepakatan dengan utusan AS Steve Witkoff mengenai kerangka umum yang mencapai gencatan senjata permanen,” kata Hamas melalui Telegram dilansir ANTARA dari Sputnik-OANA, Kamis, 29 Mei.

    “Kesepakatan ini mencakup pembebasan sepuluh tawanan Israel dan sejumlah jenazah, dengan imbalan sejumlah tahanan Palestina yang telah disepakati, di bawah jaminan para mediator,” sambungnya.

     

    Hamas mencatat kerangka umum dari usulan Witkoff mencakup penarikan penuh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dari Jalur Gaza, kelanjutan pasokan bantuan kemanusiaan ke wilayah kantong tersebut, serta pembentukan komite profesional untuk mengelola urusan Gaza segera setelah pengumuman gencatan senjata.

    Pada Senin (26/5), portal berita Axios melaporkan Witkoff menolak klaim bahwa Hamas telah menyetujui usulannya mengenai kesepakatan sandera dan gencatan senjata.

    Israel kembali melancarkan serangan ke Jalur Gaza pada 18 Maret dengan alasan penolakan Hamas terhadap rencana AS untuk memperpanjang gencatan senjata yang berakhir pada 1 Maret.

  • Respons Krisis Kemanusiaan Gaza, Chile Tarik Atase Militer dari Israel

    Respons Krisis Kemanusiaan Gaza, Chile Tarik Atase Militer dari Israel

    JAKARTA – Pemerintah Chile pada Rabu mengumumkan akan menarik atase militer dari kedutaan besar mereka di Israel sebagai tanggapan atas krisis kemanusiaan yang tengah melanda rakyat Palestina di Jalur Gaza.

    Dilansir ANTARA dari Anadolu, Kamis, 29 Mei, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Chile mengatakan keputusan itu telah disampaikan ke otoritas Israel.

    Kementerian tersebut menyatakan keputusan itu dibuat setelah mencermati kondisi mengerikan di Gaza akibat serangan dan blokade Israel terhadap wilayah kantong Palestina itu.

    Chile secara khusus menyoroti “operasi militer Israel yang tidak proporsional dan tanpa pandang bulu” dan “hambatan terus-menerus” yang dilakukan Israel agar bantuan kemanusiaan tidak bisa masuk ke wilayah itu.

    Menurut situs web Kemlu Chile, para pejabat yang ditarik adalah Atase Pertahanan dan Angkatan Udara Kolonel Christian Stuardo Nunez, Atase Militer Kolonel Marcelo Elo Rodriguez, dan Atase Angkatan Laut Kapten Pedro Perez Flores.

    Langkah terbaru itu menegaskan adanya ketegangan diplomatik antara Israel dan pemerintah Chile di bawah Presiden Gabriel Boric sejak dia menjabat.

     

    Pada September 2022, Boric menolak menerima surat kepercayaan dari Duta Besar Israel Gil Artzyeli.

    Pada April 2024, Boric tidak mengizinkan Israel berpartisipasi dalam International Air and Space Fair (FIDAE), yang ditafsirkan Tel Aviv sebagai sanksi politik dan memperburuk hubungan kedua negara.

    Pada November 2023, Boric menarik duta besarnya dari Tel Aviv setelah Israel mengebom kamp pengungsi di Gaza. Dia juga menyatakan dukungan Chile pada Afrika Selatan yang menggugat Israel di Mahkamah Internasional (ICJ).

    Dalam pernyataannya pada Rabu, Chile mengulangi tuntutannya agar Israel menghentikan operasi militer di wilayah pendudukan Palestina, mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan, serta menghormati hukum internasional dan hukum humaniter internasional.

    Sebelumnya pada hari yang sama, sedikitnya 24 warga Palestina tewas akibat serangan udara Israel di Jalur Gaza, yang menandai hari ke-600 perang yang dilancarkan rezim Zionis di wilayah itu.

  • Netanyahu Terpojok! Sekutu Dekat Israel Ramai-Ramai Balik Menyerang

    Netanyahu Terpojok! Sekutu Dekat Israel Ramai-Ramai Balik Menyerang

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah negara-negara Barat mulai melontarkan kecaman terhadap Israel. Mereka mengkritisi agresifitas berlebihan yang dilakukan Negeri Zionis itu di wilayah Gaza, Palestina, serta sejumlah daerah Arab lainnya.

    Berikut sejumlah negara ‘sekutu’ Israel yang telah berbalik mengkritisi negara itu dengan keras dirangkum berbagai sumber:

    1. Jerman

    Kanselir Jerman Friedrich Merz melontarkan kecaman paling tajam terhadap Israel sejak konflik Gaza kembali memanas. Dalam konferensi pers di Turku, Finlandia, Selasa (27/5/2025), Merz menyatakan bahwa serangan militer besar-besaran Israel ke Jalur Gaza “tak lagi dapat dipahami” dan “tidak lagi dapat dibenarkan” sebagai bagian dari perang melawan Hamas.

    Pernyataan tersebut menandai perubahan signifikan dalam posisi publik Jerman, yang selama ini dikenal sebagai salah satu pendukung paling setia Israel di kancah internasional, karena komitmen sejarahnya pasca-Holocaust. Namun, tekanan dari opini publik, partai koalisi, dan pejabat senior mulai mendorong pergeseran sikap di tingkat pemerintahan.

    “Serangan militer besar-besaran Israel di Jalur Gaza tidak menunjukkan logika apapun bagi saya. Bagaimana itu bisa melayani tujuan memerangi teror? Dalam hal ini, saya sangat, sangat kritis,” kata Merz, dilansir Reuters.

    “Saya bukan orang pertama yang mengatakannya… Tapi saya rasa waktunya sudah tiba untuk menyatakan secara terbuka bahwa apa yang saat ini terjadi sudah tidak bisa dipahami lagi.”

    Pernyataan Merz menyusul kritik dari Menteri Luar Negeri Johann Wadephul, serta seruan dari mitra koalisi junior Partai Sosial Demokrat (SPD) untuk menghentikan ekspor senjata ke Israel guna menghindari keterlibatan Jerman dalam potensi kejahatan perang.

    2. Inggris-Kanada-Prancis

    Tiga negara besar sekutu Israel – Inggris, Kanada, dan Prancis – pada Senin pekan lalu mengeluarkan ancaman sanksi terhadap pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, jika negara tersebut tidak menghentikan ofensif militer barunya di Gaza dan mencabut pembatasan atas bantuan kemanusiaan.

    Langkah ini menandai tekanan internasional paling keras sejauh ini terhadap Israel dari sekutu tradisionalnya di Barat, yang selama ini mendukung hak Israel untuk mempertahankan diri namun kini menilai eskalasi serangan sebagai tidak proporsional dan melanggar hukum internasional.

    “Penolakan Pemerintah Israel terhadap bantuan kemanusiaan esensial bagi warga sipil tidak dapat diterima dan berisiko melanggar Hukum Humaniter Internasional,” tulis ketiga negara dalam pernyataan bersama yang dirilis oleh pemerintah Inggris, dikutip dari Reuters.

    Dalam pernyataan yang sama, Inggris, Kanada, dan Prancis juga menentang perluasan permukiman Israel di Tepi Barat, dan memperingatkan:

    “Kami tidak akan ragu mengambil tindakan lebih lanjut, termasuk sanksi yang ditargetkan,” tegas mereka.

    Dalam pernyataan bersama itu, ketiga negara Barat tersebut menggarisbawahi bahwa dukungan mereka terhadap Israel bukanlah tanpa syarat.

    “Kami selalu mendukung hak Israel untuk membela warganya dari terorisme. Tapi eskalasi ini benar-benar tidak proporsional,” bunyi pernyataan bersama tersebut.

    “Kami tidak akan tinggal diam saat Pemerintah Netanyahu melakukan tindakan keterlaluan seperti ini.”

    3. Amerika Serikat (AS)

    Intensitas dukungan Washington terhadap Israel mulai nampak berkurang dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini terjadi setelah Trump berkunjung ke sejumlah negara Timur Tengah dan bertemu dengan pemimpin negara yang anti dengan Tel Aviv.

    Pada 19 Mei lalu, Trump bertemu pemimpin Islamis Suriah, Ahmed al-Sharaa di Riyadh, Arab Saudi. Pertemuan itu membahas pencabutan seluruh sanksi yang dijatuhkan Negeri Paman Sam terhadap Suriah.

    “Dia punya potensi. Dia pemimpin sejati,” kata Trump kepada wartawan setelah berunding dengan Sharaa pada Rabu pekan lalu di Riyadh.

    Hal itu mengukuhkan munculnya tatanan Timur Tengah baru yang dipimpin Sunni – yang melampaui ‘poros perlawanan’ Iran dan mengesampingkan Israel. Menurut tiga sumber regional dan dua sumber Barat, ada pesan yang jelas dari Trump bagi Negeri Yahudi.

    Di tengah meningkatnya kejengkelan di Washington atas kegagalan Israel mencapai gencatan senjata di Gaza, lawatan Trump merupakan penghinaan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, sekutu dekat AS, kata sumber tersebut.

    Sumber tersebut menyebut pesannya jelas: dalam visi diplomasi Timur Tengah Trump yang kurang ideologis dan lebih berorientasi pada hasil, Netanyahu tidak dapat lagi mengandalkan dukungan tanpa syarat AS untuk agenda sayap kanannya, kata sumber tersebut.

    “Pemerintahan ini sangat frustrasi dengan Netanyahu dan rasa frustrasi itu terlihat,” kata David Schenker, mantan Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Timur Dekat di bawah mantan Presiden Republik George W. Bush.

    “Mereka sangat, sangat transaksional, dan Netanyahu tidak memberi mereka apapun saat ini.”

    Sumber tersebut mengatakan bahwa AS tidak akan meninggalkan Israel, yang tetap menjadi sekutu penting AS yang dukungannya di Washington sangat kuat dan bipartisan.

    “Namun, pemerintahan Trump ingin menyampaikan pesan kepada Netanyahu bahwa Amerika memiliki kepentingannya sendiri di Timur Tengah dan tidak suka jika dia menghalangi jalannya,” sumber tersebut menambahkan.

    “Kesabaran AS telah terkuras bukan hanya oleh penolakan Netanyahu untuk menyetujui gencatan senjata di Gaza, tetapi juga penolakannya terhadap perundingan AS dengan Iran mengenai program nuklirnya.”

    “Meskipun secara terbuka menegaskan hubungan AS-Israel tetap kuat, pejabat pemerintahan Trump secara pribadi telah menyatakan kekesalannya dengan penolakan Netanyahu untuk mengikuti posisi Washington terkait Gaza dan Iran,” tambah sumber itu.

    (tps)

  • Netanyahu Klaim Tentara Israel Bunuh Pemimpin Hamas Mohammed Sinwar

    Netanyahu Klaim Tentara Israel Bunuh Pemimpin Hamas Mohammed Sinwar

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan militernya telah membunuh Mohammed Sinwar. Sinwar diduga sebagai pemimpin Hamas di Gaza dan merupakan saudara dari mantan pemimpin yang terbunuh Yahya Sinwar.

    “Kami telah melenyapkan Mohammed Sinwar,” kata Netanyahu dalam sidang pleno parlemen dilansir AFP, Rabu (28/5/2025).

    Media Israel telah melaporkan bahwa Sinwar menjadi sasaran serangan udara Israel di Gaza selatan awal bulan ini.

    Pada pertengahan Mei kemarin, gempuran Israel terhadap sebuah rumah sakit di wilayah Jalur Gaza bagian selatan, Selasa (14/5) malam, disebut menargetkan pemimpin Hamas Mohammed Sinwar.

    Tel Aviv berdalih serangannya itu menargetkan “pusat komando dan kendali” Hamas yang ada di kompleks rumah sakit tersebut.

    Mohammed Sinwar, seperti dilansir CNN, Rabu (14/5), menjadi pemimpin de-facto kelompok Hamas setelah militer Israel membunuh saudaranya, Yahya Sinwar, dalam serangan di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu.

    Menurut seorang pejabat senior Israel dan dua sumber yang mengetahui masalah tersebut, serangan udara terbaru Israel menargetkan rumah sakit di area Khan Younis itu menargetkan Mohammed Sinwar.

    (rfs/eva)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Di Tengah Kontroversi, Organisasi Bantuan Gaza Mulai Beroperasi

    Di Tengah Kontroversi, Organisasi Bantuan Gaza Mulai Beroperasi

    Gaza City

    Organisasi bantuan kemanusiaan yang didukung Amerika Serikat mulai beroperasi di Gaza di tengah gelombang kritik dari sektor kemanusiaan, pengamat internasional, hingga direktur eksekutifnya sendiri yang telah mengundurkan diri.

    Yayasan Kemanusiaan Gaza, atau yang dikenal sebagai Gaza Humanitarian Foundation (GHF) ditugaskan menyalurkan bantuan di Jalur Gaza, dengan distribusi yang dilaporkan telah dimulai pada Senin (26/05).

    Langkah ini mungkin merupakan penyaluran bantuan pangan terbesar sejak Israel menutup akses bagi lembaga-lembaga kemanusiaan ke wilayah tersebut pada awal Maret lalu.

    Namun, GHF yang dikelola secara privat hanya diizinkan beroperasi dengan dukungan dari Israel dan Amerika Serikat. Sementara itu, sejumlah lembaga bantuan kemanusiaan yang telah lama beroperasi, termasuk jaringan lembaga PBB, masih dilarang masuk ke wilayah Gaza.

    Oleh karena itu, operasi GHF menuai kecaman luas karena dinilai tidak berlandaskan pada prinsip-prinsip kemanusiaan.

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Apa itu GHF dan apa yang sudah dilakukannya?

    Gaza Humanitarian Foundation (GHF) adalah lembaga bantuan kemanusiaan yang terdaftar di Jenewa, Swiss. Menurut kantor berita Reuters, GHF beroperasi dengan bantuan perusahaan keamanan dan logistik swasta, yakni UG Solutions dan Safe Reach Solutions.

    Dalam pernyataannya, GHF menyebut akan mendirikan empat titik distribusi untuk menyalurkan makanan dan pasokan medis kepada warga Gaza. Organisasi ini menargetkan distribusi sebanyak 300 juta porsi makanan dalam 90 hari pertama operasinya, serta menjangkau satu juta warga Palestina dalam waktu satu minggu.

    Saat ini, sekitar dua juta warga Palestina tinggal di Jalur Gaza.

    Operasi GHF resmi dimulai pada Senin, 26 Mei, beberapa jam setelah direktur eksekutifnya, mantan Marinir AS Jake Wood, mengundurkan diri.

    Wood sebelumnya menjadi wajah dari GHF sejak organisasi ini dipilih sebagai mitra utama penyaluran bantuan oleh pemerintah AS dan Israel. Sebelum bergabung dengan GHF, Wood dikenal sebagai pendiri Team Rubicon, organisasi yang fokus pada bantuan penanggulangan bencana, didirikan pada tahun 2010.

    Dalam pernyataan pengunduran dirinya, Wood menyebut GHF tidak mampu mematuhi “prinsip-prinsip dasar kemanusiaan, netralitas, ketidakberpihakan, dan independensi, prinsip yang tidak akan saya abaikan.”

    Rencana GHF dikritik luas oleh komunitas kemanusiaan

    Pengunduran diri Wood terjadi di tengah gelombang kritik dari PBB, organisasi bantuan independen, dan pakar kemanusiaan terkait rencana penyaluran bantuan GHF di Gaza yang dilakukan dengan persetujuan serta keterlibatan Israel.

    “Bantuan seharusnya disalurkan oleh pihak netral yang tidak terlibat dalam konflik,” kata Thea Hilhorst, peneliti bantuan kemanusiaan dari Erasmus University Rotterdam, Belanda.

    “Dalam kasus ini, Israel yang memegang kendali. Israel bukan pihak netral, Israel adalah okupan dan pihak yang ikut bertikai.”

    Salah satu sorotan utama terhadap rencana GHF adalah lokasi distribusi bantuan.

    Pekan lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memaparkan rencana yang terdiri dari tiga tahap. Rencana ini mencakup penggunaan militer Israel untuk mengamankan distribusi bantuan serta “pembentukan zona steril di wilayah selatan [Gaza], tempat warga sipil akan dipindahkan.”

    Hingga kini, empat titik distribusi GHF telah ditetapkan di Selatan, wilayah yang dihuni sedikit warga Palestina. Pemerintah Israel mengklaim pendekatan ini bertujuan agar bantuan tidak diperoleh Hamas. Israel sendiri masih aktif dalam perang yang tengah berlangsung dengan kelompok militan tersebut sejak serangan 7 Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyebabkan 250 orang disandera.

    Laporan menunjukkan bahwa warga yang ingin mengakses bantuan harus melewati penjagaan militer terlebih dahulu.

    Langkah ini memicu kekhawatiran akan potensi pemindahan paksa warga dari wilayah utara Gaza yang padat penduduk. Netanyahu menyatakan bahwa warga yang memasuki zona steril di selatan Gaza “tidak otomatis bisa kembali [ke wilayah utara].”

    Hilhorst mengatakan kepada DW bahwa langkah tersebut bisa dianggap sebagai pembersihan etnis, karena telah melanggar prinsip bantuan kemanusiaan yang mewajibkan bantuan untuk diberikan di tempat di mana warga berada, bukan dengan memaksa mereka melakukan perjalanan jauh untuk mendapatkannya.

    “Dia (Netanyahu) menggunakan bantuan sebagai alat untuk memindahkan penduduk dari Gaza. Ini adalah bentuk instrumentalitas bantuan untuk kepentingan perang,” ujar Hilhorst.

    “Satu-satunya hal yang seharusnya dilakukan [Netanyahu] saat ini adalah membuka akses perbatasan untuk bantuan kemanusiaan. Tapi itu tidak dilakukan, dan ia justru menggunakan kelaparan sebagai senjata perang.”

    Koordinator Badan Bantuan Darurat PBB, Tom Fletcher, juga menyampaikan keprihatinan serupa di hadapan Dewan Keamanan PBB pada 13 Mei lalu. Ia mengatakan bahwa taktik tersebut tampaknya “lebih memprioritaskan tujuan depopulasi Gaza daripada menyelamatkan nyawa warga sipil.”

    Sementara itu, kelompok Hamas pada Senin memperingatkan warga Palestina di Gaza untuk tidak bekerja sama dengan GHF. Dalam keterangan kepada media, Hamas menyebut sistem yang diajukan GHF justru akan “menggantikan tatanan dengan kekacauan, memperkuat kebijakan kelaparan sistematis terhadap warga Palestina, dan menjadikan makanan sebagai senjata di masa perang.”

    Bantuan PBB masih terhalang masuk Gaza

    Dengan beroperasinya GHF, sejumlah lembaga kemanusiaan kembali mendesak agar layanan bantuan kemanusiaan bisa kembali dijalankan secara penuh di Gaza.

    Jonathan Fowler, juru bicara badan PBB untuk pengungsi Palestina UNRWA, mengatakan kepada DW bahwa sudah ada sistem kemanusiaan internasional yang terbukti efektif dan menghormati hukum humaniter internasional.

    “Tidak perlu sistem baru. Sistem yang sudah ada bisa bekerja secara maksimal untuk menyalurkan bantuan jika diizinkan. Masalahnya, sekarang justru tidak diizinkan,” ujar Fowler.

    Meski begitu, seperti telah diperingatkan organisasi-organisasi kemanusiaan akan terjadinya bencana kelaparan di Gaza, distribusi makanan merupakan intervensi yang diperlukan dan penting.

    Namun, walau GHF telah memulai distribusi logistik, kendaraan dari lembaga bantuan independen masih dilarang masuk ke wilayah Gaza.

    Menurut Sarah Schiffling, wakil direktur Humanitarian Logistics and Supply Chain Research Institute yang berbasis di Finlandia, larangan terhadap distribusi bantuan non-makanan bisa dianggap sebagai pengepungan.

    “Pengepungan berarti memutus akses suatu wilayah dari dunia luar, dan itulah yang kita lihat saat ini dari sisi logistik,” ujar Schiffling kepada DW.

    Ia menilai, meski diizinkannya GHF untuk membawa bantuan merupakan langkah yang “sangat positif”, bantuan dari organisasi kemanusiaan lainnya tetap penting, terutama untuk menyuplai kebutuhan lain seperti bahan bakar, alat masak, tempat tinggal, obat-obatan, dan barang-barang esensial lainnya.

    “Ada banyak sekali truk bermuatan barang bantuan yang sangat dibutuhkan, menumpuk di sepanjang perbatasan Gaza, tapi tidak kunjung diberi izin masuk,” katanya.

    “Ini benar-benar soal akses, bukan masalah pengadaan barang, bukan masalah pengiriman barang ke perbatasan.”

    UNRWA juga menyebut sekitar 3.000 truk masih tertahan di Yordania dan Mesir, menunggu izin melintasi perbatasan Israel. Beberapa di antaranya membawa obat-obatan yang terancam kedaluwarsa.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Adelia Dinda Sani

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini