Negara: Jalur Gaza

  • Aktivis Global March to Gaza Diculik dan Disiksa di Mesir, Krisis Hak Asasi Makin Terungkap

    Aktivis Global March to Gaza Diculik dan Disiksa di Mesir, Krisis Hak Asasi Makin Terungkap

    PIKIRAN RAKYAT – Gerakan solidaritas internasional bertajuk Global March to Gaza atau Global March to Gaza mendapat ujian berat di Mesir.

    Tiga aktivis internasional diculik dan diduga disiksa oleh aparat berpakaian sipil di ibu kota Kairo, di tengah gelombang penahanan, deportasi, dan intimidasi yang makin memburuk terhadap para pembela hak asasi manusia yang berupaya menyoroti krisis kemanusiaan di Jalur Gaza.

    Menurut pernyataan resmi dari penyelenggara aksi pada Selasa 17 Juni 2025, tiga peserta aksi—Jonas Selhi dan Huthayfa Abuserriya dari Norwegia, serta Saif Abukeshek, warga negara Spanyol keturunan Palestina yang juga salah satu koordinator utama pawai—diculik dari sebuah kafe oleh orang-orang bersenjata yang tidak mengidentifikasi diri mereka.

    “Mereka dibekap, dipukuli, dan diinterogasi secara paksa. Abukeshek menghadapi penyiksaan berat. Kami belum mengetahui keberadaannya hingga saat ini,” ujar Jonas Selhi dalam kesaksiannya setelah dideportasi kembali ke Norwegia.

    Sementara itu, Abuserriya juga telah dipulangkan ke negaranya. Namun nasib Abukeshek masih belum jelas, memicu keprihatinan global terhadap tindakan keras Mesir terhadap aktivis damai.

    Gelombang Represi Mesir

    Aksi Global March to Gaza diluncurkan bulan ini dan berhasil menghimpun lebih dari 4.000 aktivis dari lebih dari 80 negara, dengan tujuan mendekati perbatasan Rafah secara damai untuk menyoroti penderitaan rakyat Gaza akibat blokade dan agresi Israel penjajah yang terus berlanjut.

    Namun sejak mendarat di Mesir, puluhan peserta melaporkan pengalaman pahit: interogasi berjam-jam di bandara, penahanan sewenang-wenang, deportasi mendadak, dan larangan keras menuju Semenanjung Sinai—jalur darat utama menuju Gaza.

    “Kami menghadapi intimidasi sistematis, bahkan sebelum sempat bergerak menuju Rafah. Ini adalah bentuk pembungkaman terhadap aksi damai,” kata seorang aktivis asal Argentina yang meminta namanya tidak dipublikasikan demi keselamatan.

    Respons Pemerintah Mesir: Bungkam dan Membantah

    Hingga kini, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Luar Negeri Mesir belum memberikan tanggapan resmi atas tuduhan penculikan dan kekerasan terhadap aktivis asing tersebut. Reuters juga belum dapat memverifikasi secara independen kondisi penahanan yang dilaporkan oleh para peserta.

    Dua sumber keamanan Mesir yang dikutip oleh Reuters membantah adanya penyiksaan, dengan menyatakan bahwa “selama tahanan mematuhi prosedur keamanan, tidak ada perlakuan kekerasan.” Mereka juga mengakui bahwa sekitar 400 orang telah dideportasi dan kurang dari 30 orang masih ditahan.

    Namun, keterangan resmi ini bertentangan dengan testimoni para korban yang menggambarkan pengalaman penyiksaan fisik dan penculikan di ruang publik tanpa dasar hukum.

    “Kami Mendesak Pembebasan Segera”

    Dalam pernyataan resminya, panitia Global March to Gaza menyerukan tekanan internasional kepada pemerintah Mesir.

    “Kami mendesak pihak berwenang Mesir untuk segera membebaskan Saif Abukeshek dan semua peserta aksi yang ditahan lainnya,” ucap pernyataan tersebut.

    Kelompok ini juga menyatakan bahwa seluruh rencana berbasis Mesir telah ditangguhkan, dan pihaknya akan mengalihkan upaya untuk melakukan koordinasi baru dengan otoritas yang bersedia menghormati prinsip-prinsip kemanusiaan.

    Kontroversi Izin Rafah dan Ketakutan Rezim

    Kementerian Luar Negeri Mesir sebelumnya menyatakan bahwa perjalanan ke wilayah Rafah memerlukan persetujuan khusus demi alasan keamanan. Namun penyelenggara March to Gaza mengklaim bahwa mereka telah berusaha menempuh semua jalur koordinasi yang sesuai, termasuk komunikasi diplomatik dengan negara-negara peserta.

    “Kami tidak datang untuk bentrok. Kami datang membawa solidaritas dan kemanusiaan. Tapi yang kami temui justru represi, ketakutan, dan kekerasan,” tutur salah satu penyelenggara dari Prancis.

    Ketakutan pemerintah Mesir terhadap aksi massa pro-Palestina bukan hal baru. Rezim Abdel Fattah el-Sisi telah dikenal menekan berbagai bentuk demonstrasi, bahkan yang berfokus pada isu luar negeri, karena khawatir akan memicu gelombang ketidakstabilan dalam negeri.

    Gema Global: Semua Mata Tertuju ke Mesir

    Tagar #AllEyesOnEgypt kini mulai menggema di media sosial, menyusul viralnya kampanye All Eyes on Rafah yang mengungkap pembantaian warga sipil Palestina oleh Israel penjajah. Warganet di berbagai negara mulai menyerukan agar perhatian dunia tidak hanya tertuju pada Gaza, tapi juga pada negara-negara yang secara aktif menghambat solidaritas global.

    “Mesir telah menutup Rafah, memukul aktivis, dan mengusir suara-suara yang bersuara untuk Gaza. Ini bukan netralitas—ini keterlibatan dalam penindasan,” kata seorang akademisi asal Yordania di Twitter, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Reuters.***

  • Hari Paling Mematikan di Lokasi Bantuan, Hujan Peluru di Tengah Kelaparan

    Hari Paling Mematikan di Lokasi Bantuan, Hujan Peluru di Tengah Kelaparan

    PIKIRAN RAKYAT – Gaza kembali berduka. Pada hari Selasa 12 Juni 2025, pasukan Israel penjajah menembaki kerumunan warga Palestina yang sedang mengantre bantuan makanan di Khan Younis, Jalur Gaza selatan.

    Sedikitnya 70 orang tewas dalam serangan tersebut, menjadikannya hari paling mematikan sejak pusat distribusi bantuan didirikan oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF). Serangan itu juga melukai lebih dari 200 orang, sebagian besar dalam kondisi kritis.

    Hujan Peluru di Tengah Kelaparan

    Menurut laporan saksi mata dan pernyataan dari petugas medis, pasukan Israel penjajah melepaskan tembakan dengan senapan mesin berat, peluru tank, dan drone tempur ke arah kerumunan warga yang sedang menunggu tepung dan makanan.

    “Drone Israel menembaki warga. Beberapa menit kemudian, tank Israel menembakkan beberapa peluru ke warga, yang menyebabkan sejumlah besar martir dan terluka,” tutur Mahmud Bassal, juru bicara Pertahanan Sipil Gaza.

    Serangan tersebut terjadi di sepanjang jalan timur utama kota Khan Younis, tempat warga berkumpul untuk mengakses distribusi makanan dari GHF. Para penyintas menggambarkan suasana mencekam saat suara tembakan dan ledakan menghantam kerumunan yang tidak bersenjata.

    “Saya selamat dengan keajaiban,” ucap Mohammed Abu Qeshfa, seorang warga yang lolos dari maut.

    “Tembakan berat dan penembakan tank menyasar kami tanpa henti,” ujarnya menambahkan.

    Yousef Nofal, salah satu saksi lainnya, menyebut peristiwa itu sebagai “pembantaian” dan mengaku melihat banyak tubuh berserakan tak bernyawa.

    “Prajurit menembaki orang-orang saat mereka mencoba melarikan diri,” katanya.

    Korban Terus Bertambah

    Petugas medis di Rumah Sakit Nasser melaporkan bahwa banyak korban datang dalam keadaan “hancur berkeping-keping” dan tidak bisa diidentifikasi karena luka-luka parah yang diderita. Sebagian besar korban adalah warga sipil, termasuk anak-anak.

    “Puluhan warga sipil, termasuk anak-anak, tewas, dan tidak ada yang bisa membantu atau menyelamatkan nyawa,” tutur Saeed Abu Liba, warga Gaza yang menyaksikan kejadian.

    Menurut laporan Al Jazeera, lebih dari 300 orang telah tewas dan 2.800 lebih luka-luka sejak GHF memulai operasi bantuan pada 26 Mei lalu.

    PBB: “Ini Tidak Dapat Diterima”

    Insiden ini mendapat kecaman keras dari komunitas internasional. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres melalui juru bicaranya, Farhan Haq, menyatakan kemarahan atas jatuhnya korban sipil dalam jumlah besar saat mereka hanya mencoba mencari makanan.

    “Sekretaris Jenderal mengutuk hilangnya nyawa dan cedera pada warga sipil di Gaza, di mana sekali lagi mereka ditembak saat mencari makanan. Ini tidak dapat diterima,” tutur Haq dalam pernyataan di Markas Besar PBB di New York.

    PBB juga menyebut angka resmi yang mengerikan: hingga 12 Juni, 338 orang tewas dan lebih dari 2.800 orang terluka saat mencoba mengakses bantuan pangan dari GHF.

    Blokade dan Tuduhan Terhadap GHF

    GHF, yang didukung oleh Israel penjajah dan Amerika Serikat, mulai mendistribusikan bantuan pangan setelah Israel penjajah mencabut sebagian blokade ketat terhadap makanan dan obat-obatan yang telah berlangsung selama hampir tiga bulan.

    Namun, organisasi-organisasi kemanusiaan internasional menolak bekerja sama dengan GHF karena dinilai tidak netral dan memprioritaskan kepentingan militer.

    Meski Israel penjajah mengklaim telah melakukan “tembakan peringatan” kepada individu yang dianggap mencurigakan, mereka tidak menyebutkan apakah tembakan tersebut mengenai warga sipil.

    Dalam praktiknya, hampir setiap hari terjadi insiden penembakan di sekitar lokasi distribusi bantuan.

    Sistem Kesehatan Gaza Runtuh

    Kondisi rumah sakit di Gaza juga semakin mengkhawatirkan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa krisis bahan bakar telah menyebabkan sebagian besar rumah sakit tidak dapat beroperasi.

    “Selama lebih dari 100 hari, tidak ada bahan bakar yang masuk ke Gaza dan upaya untuk mengambil persediaan dari zona evakuasi telah ditolak,” kata Rik Peeperkorn, perwakilan WHO di wilayah Palestina, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Al Jazeera.

    Saat ini, hanya 17 dari 36 rumah sakit di Gaza yang masih berfungsi secara minimal, dengan total kapasitas sekitar 1.500 tempat tidur, turun lebih dari 45 persen dari kapasitas sebelum perang.***

  • Negara-Negara G7 Dukung Israel, Tuding Iran Sumber Ketidakstabilan Timur Tengah

    Negara-Negara G7 Dukung Israel, Tuding Iran Sumber Ketidakstabilan Timur Tengah

    PIKIRAN RAKYAT – Ketegangan di Timur Tengah kembali meningkat setelah kelompok negara-negara industri maju G7 (Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serika) secara resmi menyatakan dukungannya terhadap Israel penjajah dan menyalahkan Iran sebagai biang ketidakstabilan kawasan.

    Dalam sebuah pernyataan bersama yang dirilis pada Senin malam waktu setempat, para pemimpin G7 menegaskan bahwa Israel penjajah memiliki hak untuk membela diri, di tengah perang udara yang memanas antara dua kekuatan besar Timur Tengah.

    “Kami menegaskan bahwa Israel memiliki hak untuk membela dirinya. Kami mengulangi dukungan kami untuk keamanan Israel,” ucap pernyataan resmi para pemimpin G7.

    Pernyataan tersebut muncul hanya beberapa hari setelah Israel penjajah melancarkan serangan udara ke wilayah Iran pada Jumat, yang oleh pemerintah Tel Aviv disebut sebagai tindakan pencegahan guna menghentikan potensi pengembangan senjata nuklir oleh Teheran.

    Serangan itu menyulut respons balasan dari Iran dan memicu konfrontasi bersenjata yang telah menewaskan ratusan orang, mayoritas warga sipil.

    Iran Dianggap Ancaman Regional

    Dalam pernyataan yang sama, G7 menegaskan sikap keras mereka terhadap Iran.

    “Iran adalah sumber utama ketidakstabilan dan teror di kawasan,” ujar para pemimpin G7.

    Kelompok ini juga menekankan bahwa Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir, seraya menambahkan bahwa komunitas internasional harus bersatu mencegah Teheran mengembangkan teknologi militer nuklir.

    Meskipun demikian, Iran membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa program nuklir mereka sepenuhnya untuk tujuan damai.

    “Kami tidak mencari senjata nuklir. Iran memiliki hak yang sah untuk mengembangkan teknologi nuklir untuk kepentingan sipil, termasuk pengayaan uranium,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, mengacu pada keikutsertaan Teheran dalam Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT).

    Di sisi lain, Israel penjajah, yang tidak tergabung dalam NPT, dikenal luas sebagai satu-satunya negara di Timur Tengah yang diyakini memiliki persenjataan nuklir, meski Tel Aviv tidak pernah secara resmi mengonfirmasi atau membantah hal tersebut.

    Korban Sipil Terus Bertambah

    Konflik bersenjata antara Iran dan Israel penjajah telah menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa. Pejabat Iran melaporkan lebih dari 220 orang tewas, mayoritas adalah warga sipil, akibat gempuran udara Israel penjajah.

    Di pihak lain, Israel penjajah melaporkan 24 warganya tewas dalam serangan balasan yang dilancarkan oleh pasukan Iran.

    “Situasi ini sudah sangat genting. Semua pihak harus menunjukkan pengendalian diri untuk mencegah konflik lebih luas,” tutur G7 dalam pernyataan mereka.

    G7 juga menyebut pentingnya penyelesaian damai atas konflik di Gaza sebagai bagian dari deeskalasi regional.

    G7 Minta Gencatan Senjata di Gaza

    Menyadari bahaya perluasan konflik, negara-negara G7 juga menyerukan gencatan senjata di Jalur Gaza. Sejak serangan Israel penjajah ke Gaza pada Oktober 2023, kawasan tersebut telah menjadi titik panas utama ketegangan Israel penjajah dengan negara-negara berpengaruh di dunia Muslim.

    “Kami mendesak agar penyelesaian krisis Iran mengarah pada deeskalasi permusuhan yang lebih luas di Timur Tengah, termasuk gencatan senjata di Gaza,” ucap pernyataan G7.

    Mereka juga menyatakan kesiapan untuk bekerja sama menjaga stabilitas pasar energi global yang turut terancam akibat eskalasi ini.

    AS Ikut Terseret?

    Sementara itu, Presiden AS Donald Trump disebut telah mempersingkat agendanya dalam KTT G7 di Kanada demi kembali ke Washington dan memantau situasi di Timur Tengah. Meskipun Amerika Serikat menegaskan tidak terlibat langsung dalam serangan Israel penjajah terhadap Iran, Trump mengakui bahwa pihaknya telah mengetahui rencana tersebut sebelumnya.

    “Kami sudah tahu tentang itu, dan saya pikir langkah Israel sangat unggul,”ucap Trump dalam pernyataan melalui media sosial.

    Ia bahkan memperingatkan warga di Teheran untuk segera mengungsi, mengindikasikan bahwa situasi bisa semakin memburuk dalam waktu dekat.

    “Semua orang harus segera mengevakuasi Teheran,” ujar Trump, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Reuters.***

  • Palestina Tuding Israel Lakukan Pembantaian di Gaza

    Palestina Tuding Israel Lakukan Pembantaian di Gaza

    Jakarta

    Di selatan Jalur Gaza, sebuah insiden serius dilaporkan terjadi di dekat pusat distribusi bantuan: “Pesawat nirawak Israel menembaki warga. Beberapa menit kemudian, tank-tankIsrael menembakkan beberapa peluru ke warga, yang mengakibatkan banyak korban tewas dan cedera,” papar seorang juru bicara Pertahanan Sipil Palestina setempat. Setidaknya 50 orang tewas dan lebih dari 200 orang terluka.

    Pernyataan dari juru bicara itu belum bisa dipastikan secara independen. Jalur Gaza, wilayah Palestina di pesisir Laut Tengah, dikendalikan oleh Hamas. Serangan besar Hamas terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober 2023 memicu pecahnya perang di Gaza. Hamas diklasifikasikan sebagai organisasi teroris oleh Israel dan beberapa negara lain, termasuk Amerika Serikat dan Jerman.

    Saksi mata melaporkan bahwa orang-orang, sebagian berjalan kaki dan sebagian lagi menggunakan kendaraan, sedang dalam perjalanan menuju titik distribusi ketika mereka ditembaki oleh tentara Israel di daerah antara Kota Rafah dan Khan Yunis.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyatakan telah menerima laporan insiden serupa, yang mengindikasikan sedikitnya 20 kematian. Militer Israel sedang menyelidiki insiden tersebut.

    Tentara Israel melaporkan bahwa sebuah truk bantuan terjebak di dekat Khan Yunis. Kerumunan orang berkumpul di area tersebut dan mendekati para tentara. Rincian insiden tersebut saat ini sedang diselidiki.

    Tentara Israel menyebutkan “menyesalkan jatuhnya korban pada orang-orang yang tidak bersalah dan berusaha untuk meminimalkan dampak serangan.” Pada saat yang bersamaan, militer harus memastikan keselamatan pasukan Israel. Militer tidak memberikan rincian apa pun tentang korban.

    Sistem distribusi baru yang kontroversial

    Hampir setiap hari, kematian akibat tembakan di lokasi distribusi makanan di Jalur Gaza dilaporkan. Israel telah menyerahkan tanggung jawab untuk mendistribusikan sebagian besar bantuan yang diizinkan masuk ke Jalur Gaza kepada Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) baru yang didukung AS.

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menolak cara pendistribusian bantuan yang dilakukan GHF. Mereka mengkritik distribusi bantuan oleh GHF sebagai tidak memadai, berbahaya, dan tidak netral. Sebelum adanya GHF, terutama organisasi-organisasi PBB seperti Badan Bantuan untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) telah mendistribusikan barang secara luas. Sekitar 2,3 juta orang di Jalur Gaza menderita kekurangan pangan, air bersih, dan obat-obatan yang sangat parah.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Aktivis Global March to Gaza Diculik dan Disiksa di Mesir, Krisis Hak Asasi Makin Terungkap

    Otoritas Palestina Terus Berusaha Tekan Israel agar Hentikan Agresi di Gaza

    PIKIRAN RAKYAT – Sejak serangan Oktober 2023, Israel masih melakukan serangan ke Gaza sampai saat ini. Israel penjajah telah menyebabkan 55.432 warga Palestina meninggal dunia, 128.923 orang terluka, dan ratusan ribu lainnya dinyatakan hilang.

    Tak hanya melakukan serangan, Israel juga telah melakukan blokade bantuan kemanusiaan sejak 2 Maret 2025. Pada awal Juni ini Israel mengizinkan sejumlah kecil truk bantuan memasuki kawasan tersebut, hanya jumlahnya jauh dari yang dibutuhkan.

    Padahal, truk-truk pengangkut bantuan dari berbagai negara dan organisasi internasional telah mengantre di sejumlah perbatasan. Israel juga telah dikecam berulang kali dikecam lantaran menggunakan blokade sebagai ‘senjata’ dalam kampanye genosida di Gaza.

    Terkait kondisi getir di Gaza, Perdana Menteri Palestina, Mohammed Mustafa menyuarakan keprihatinan mendalam atas laporan yang mendokumentasikan kehancuran yang meluas di beberapa bagian Jalur Gaza.

    Sejumlah wilayah di Gaza seperti Rafah, Jabalia, Beit Lahia, Beit Hanoun, Kota Gaza timur, dan pinggiran Khan Yunis mengalami kehancuran secara masif. Israel telah menghancurkan infrastruktur di wilayah-wilayah itu.

    Dia menegaskan tantangan di kawasan tersebut tidak bisa diselesaikan tanpa mengakui hak-hak sah rakyat Palestina. Konferensi Perdamaian Internasional, yang awalnya dijadwalkan berlangsung di New York, merupakan jalan yang layak dalam mewujudkan berdirinya negara Palestina.

    “Sejalan dengan arahan Presiden Mahmoud Abbas, berbagai upaya berkelanjutan dan keterlibatan diplomatik dengan mitra internasional tengah dilakukan untuk memfasilitasi dimulainya kembali konferensi dengan segera,” katanya dilaporkan kantor berita Palestina, WAFA.

    Dia menyebut pemerintahan Palestina terus berkomitmen untuk menekan diakhirinya agresi dan merebut kembali hak-hak rakyat Palestina. Upaya politik dan diplomatik akan terus dilakukan.

    Tekanan untuk Israel

    Kondisi getir yang tengah dialami warga Palestina di Gaza telah menjadi sorotan dunia. Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak Asasi Manusia, Volker Türk menyoroti metode peperangan yang dilakukan Israel di Gaza.

    Dia mengatakan penderitaan yang dialami warga Palestina di Gaza adalah hal mengerikan dan tidak dapat diterima. Dia mengkritik soal pemerintahan-pemerintahan di dunia dengan situasi di Gaza.

    “Fakta berbicara sendiri. Setiap orang di pemerintahan perlu menyadari apa yang terjadi di Gaza,” katanya.

    Dia menegaskan semua pihak yang mempunyai pengaruh dan kekuatan besar untuk memberikan tekanan kepada Israel. Diharapkan tekanan terhadap Israel bisa mengakhiri penderitaan warga Gaza.

    “Israel telah menjadikan makanan sebagai senjata dan memblokir bantuan yang menyelamatkan nyawa. Saya mendesak penyelidikan yang segera dan tidak memihak terhadap serangan mematikan terhadap warga sipil yang putus asa yang mencoba mencapai pusat distribusi makanan. Retorika yang mengganggu dan tidak manusiawi dari pejabat senior pemerintah Israel mengingatkan kita pada kejahatan yang paling serius,” ujarnya.

    “Hanya gencatan senjata segera yang mengarah pada solusi dua negara, dengan Gaza sebagai bagian integral dari Negara Palestina, yang dapat menawarkan perdamaian berkelanjutan,” tuturnya.***

  • Selama Diserang Israel, Kami Akan Terus Lakukan Aksi Bela Diri

    Selama Diserang Israel, Kami Akan Terus Lakukan Aksi Bela Diri

    PIKIRAN RAKYAT – Duta Besar Iran untuk Indonesia, Mohammad Boroujerdi, menegaskan Iran akan terus melakukan aksi bela diri selama agresi militer oleh Israel masih berlangsung. Pernyataan ini disampaikan menyusul serangan udara yang dilancarkan oleh Israel penjajah ke sejumlah wilayah Iran pada 13 Juni 2025.

    “Selama Iran diserang dan agresi masih terus berlanjut tentu kami akan melanjutkan bela diri aksi bela diri kami terhadap negara kami,” kata Boroujerdi di Kediaman Dubes Republik Islam Iran, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 17 Juni 2025.

    Boroujerdi menyebut serangan Israel sebagai agresi ilegal yang tidak memiliki dasar hukum di mata internasional.

    “Saya menyebutnya sebagai agresi dan serangan yang ilegal dikarenakan berdasarkan hukum dan tata tertib internasional agresi dengan dalih tersebut tidak dibenarkan dan tidak memiliki status hukum,” ucapnya.

    Fasilitas Sipil Jadi Sasaran Israel

    Boroujerdi menjelaskan, Israel tidak hanya menargetkan fasilitas militer, tetapi juga menyerang infrastruktur sipil, industri, bahkan situs nuklir Iran. Ia menyebut serangan tersebut juga menyasar warga sipil termasuk perempuan dan anak-anak.

    “Rezim zionis telah menyerang keluarga dari bangsa Iran, telah menyerang kaum ib, perempuan dan anak-anak yang tidak berdosa. Masyarakat sipil dijadikan sasaran bahkan beberapa komandan militer pada saat mereka tidak sedang bertugas, tidak sedang menggunakan seragam sedang beristirahat di rumah masing-masing dijadikan sasaran oleh rezim brutal Israel,” tutur Boroujerdi.

    Serangan Israel disebut terjadi saat Iran tengah menjalin negosiasi dengan negara-negara Barat dan Amerika Serikat. Situasi ini, menurut Boroujerdi, membuat proses diplomasi tidak lagi masuk akal untuk dilanjutkan.

    “Melanjutkan negosiasi tidak memilki kedudukan rasional lagi dan ini merupakan sebuah hal yang tidak bisa dilanjutkan,” ucapnya.

    Tamparan untuk Israel

    Boroujerdi menegaskan bahwa Iran bukan Gaza yang wilayahnya terus dihantam serangan tanpa memiliki kekuatan pertahanan memadai. Ia juga menyatakan, Iran bukan negara yang tidak memiliki kekuatan, serangan balasan merupakan tamparan untuk Israel.

    “Kami adalah negara yang sangat kuat, yang mampu memberikan pembalasan dan bela diri,” ujar Boroujerdi.

    “Ini menjadi momentum yang sangat penting bagi negara-negara yang dizalimi oleh rezim zionis khususnya bangsa Palestina di jalur gaza khususnya, bangsa Lebanon dan berbagai negara lainnya ketika mereka melihat Iran dengan kekuatannya memberikan pelajaran kepada rezim zionis mereka senang dan gembira dan kami pun senang dan gembira,” ucapnya melanjutkan.

    Menurut Boroujerdi, aksi Iran melawan Israel tidak hanya demi pertahanan nasional, tetapi juga menjaga kepentingan umat Islam.

    “Pertama kami membela negara kami, kedua karena kami untuk menjaga kepentingan dari umat Islam memberikan tamparan dan pelajaran kepada rezim zionis,” ujarnya.***

  • Gaza Hadapi Bencana Kelaparan dalam Beberapa Bulan ke Depan Jika Situasi Tak Kunjung Membaik

    Gaza Hadapi Bencana Kelaparan dalam Beberapa Bulan ke Depan Jika Situasi Tak Kunjung Membaik

    PIKIRAN RAKYAT – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan situasi di Gaza akan semakin memburuk. Seluruh populasi di Gaza yang diperkiran 2,1 jura orang akan menghadapi krisis pangan yang lebih buruk lagi.

    Berdasarkan laporan peringatan dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Program Pangan Dunia (WFP), Gaza menghadapi Integrated Food Security Phase Classification atau IPC 3, yaitu tingkat kerawanan pangan akut. 

    Sementara, jika kondisi tak kunjung membaik, diperkirakan pada September 2025 akan terjadi bencana kelaparan atau fase paling parah yaitu IPC 5. Hal ini dikarenakan blokade serta operasi militer besar di kawasan tersebut.

    Selain krisis kemanusiaan yang terjadi di Jalur Gaza, harga pangan yang tinggi ditambah dengan mata pencaharian yang menipis dan blokade komersial akan mempercepat keruntuhan ekonomi.

    Israel telah melakukan blokade bantuan terhadap Gaza sejak 2 Maret 2025 yang menyebabkan krisis kebutuhan dasar. Warga Palestina di Gaza menghadapi situasi sulit selama berbulan-bulan.

    Sejak serangan Oktober 2023, Israel telah menyebabkan 55.432 warga Palestina meninggal dunia. Selain itu, 128.923 warga lainnya terluka dan belasan ribu orang hilang. Mayoritas korban merupakan anak-anak, perempuan, dan lansia.

    Laporan ini tak hanya memperingatkan soal kondisi di Palestina, sejumlah negara juga menghadapi persoalan pangan serupa. Sudan, Sudan Selatan, Haiti, dan Mali menghadapi krisis pangan yang mengkhawatirkan.

    Masyarakat di negara tersebut sudah menghadapi kelaparan, berisiko kelaparan, atau dihadapkan dengan tingkat kerawanan pangan akut yang sangat parah akibat konflik yang semakin intensif atau terus berlanjut, guncangan ekonomi, dan bencana alam. 

    “Laporan ini memperjelasnya: kelaparan saat ini bukanlah ancaman yang jauh, ini adalah keadaan darurat sehari-hari bagi jutaan orang,” kata Direktur Jenderal FAO QU Dongyu dilaporkan kantor berita Palestina, WAFA.

    “Kita harus bertindak sekarang, dan bertindak bersama-sama, untuk menyelamatkan nyawa dan menjaga mata pencaharian. Melindungi pertanian dan hewan milik masyarakat untuk memastikan mereka dapat terus memproduksi makanan di tempat mereka berada, bahkan dalam kondisi yang paling sulit dan keras,” ujarnya.

    Neraka di bumi

    Situasi buruk yang tengah terjadi di Gaza dinilai lebih buruk dari neraka di bumi. Hal ini diungkapkan oleh Presiden Komite Internasional Palang Merah (ICRC), Mirjana Spoljaric.

    “Kemanusiaan sedang gagal di Gaza. Kita tidak bisa terus melihat apa yang terjadi,” katanya.

    ICRC saat ini menempatkan sekitar 300 staf di Gaza dan membantu orang-orang yang terdampak genosida di Gaza. Spoljaric mengatakan rumah sakit yang dikelola IRC di Rafah dibanjiri korban dalam beberapa hari terakhir.

    Saksi yang berada di lokasi mengatakan militer Israel penjajah menembaki kerumunan warga Palestina yang mencoba mendapatkan bantuan pangan yang begitu dibutuhkan.

    “Situasi di wilayah tersebut melampaui standar hukum, moral, dan kemanusiaan yang dapat diterima. Fakta bahwa kita menyaksikan suatu bangsa dilucuti sepenuhnya dari martabat kemanusiaannya seharusnya benar-benar mengejutkan hati nurani kolektif kita,” tuturnya dilaporkan Arab News.

    Lebih lanjut, dia mengatakan pemimpin dunia harus berbuat lebih banyak dan lebih nyata dalam upaya mengakhiri penderitaan warga Palestina di Gaza.

    “Konsekuensinya akan menghantui mereka dan sampai ke rumah mereka,” katanya.***

  • Putin Kecam Serangan Israel ke Iran, Tawarkan Mediasi

    Putin Kecam Serangan Israel ke Iran, Tawarkan Mediasi

    Moskow

    Presiden Rusia Vladimir Putin mengecam gelombang serangan Israel terhadap sekutunya, Iran. Putin juga menawarkan untuk melakukan mediasi antara Teheran dan Tel Aviv demi mencegah eskalasi konflik.

    Putin, seperti dilansir AFP, Sabtu (14/6/2025), berbicara via telepon secara terpisah dengan Presiden Iran Masoud Pezeshkian dan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu setelah kedua negara terlibat aksi saling serang pada Jumat (13/6) waktu setempat.

    Rusia dan Iran telah mempererat hubungan militer mereka di tengah serangan Moskow terhadap Ukraina, yang mengancam upayanya untuk mempertahankan hubungan hangat dengan semua pemain utama di kawasan Timur Tengah.

    “Vladimir Putin menekankan bahwa Rusia mengecam tindakan Israel, yang melanggar Piagam PBB dan hukum internasional,” sebut Kremlin atau kantor kepresidenan Rusia dalam pernyataannya pada Jumat (13/6).

    Dalam percakapan telepon dengan Netanyahu, sebut Kremlin, Putin menyatakan “kesiapannya untuk memberikan layanan mediasi guna mencegah eskalasi ketegangan lebih lanjut”.

    Kremlin menambahkan bahwa Rusia berkomitmen untuk “menyelesaikan situasi saat ini, yang penuh dengan konsekuensi paling buruk bagi seluruh kawasan”.

    Kementerian Luar Negeri Rusia sebelumnya mengutuk serangan Israel terhadap Iran sebagai “serangan militer yang tidak beralasan”.

    Lihat juga Video: Detik-detik Rentetan Rudal Iran Bombardir Israel

    Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Putin dan para pejabat tinggi Rusia lainnya juga mengecam tindakan Israel di Jalur Gaza.

    Awal pekan ini, Kremlin membela hak Iran untuk mengembangkan program energi nuklir yang “damai”.

    Kremlin dalam pernyataannya juga menyebut serangan Israel terhadap Iran sebagai serangan yang “sangat sinis” karena terjadi di tengah perundingan nuklir yang sedang berlangsung antara Teheran dan Amerika Serikat (AS).

    Moskow menegaskan kembali bahwa masalah nuklir Iran hanya dapat diselesaikan secara diplomatik dan meminta kedua negara untuk menahan diri.

    Lihat juga Video: Detik-detik Rentetan Rudal Iran Bombardir Israel

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Iran Gempur Israel dengan Ratusan Drone dan Rudal, Tel Aviv Diserang

    Iran Gempur Israel dengan Ratusan Drone dan Rudal, Tel Aviv Diserang

    Jakarta

    Iran meluncurkan serangan besar-besaran terhadap Israel pada Jumat malam (13/6/2025) dengan mengerahkan ratusan pesawat tak berawak (drone) dan rudal balistik sebagai respons atas serangan udara Israel sehari sebelumnya yang menargetkan fasilitas nuklir dan komandan militer senior Iran. Operasi militer Iran yang diberi nama “Janji Sejati 3” ini menjadi eskalasi signifikan dalam konflik kedua negara.

    Menurut militer Israel, Iran menembakkan kurang dari 100 rudal balistik pada gelombang pertama serangan, sebagaimana dilansir CBS News. Sekitar pukul 01:30 dini hari Sabtu, ledakan mengguncang Tel Aviv dan Yerusalem setelah gelombang kedua rudal diluncurkan, menurut laporan CNN.

    Sistem pertahanan udara Israel, Iron Dome, berhasil mencegat banyak rudal, namun beberapa lokasi di Tel Aviv dilaporkan terkena dampak, dengan sebuah gedung terbakar, seperti ditunjukkan oleh video dan foto yang beredar.

    Serangan ini juga melibatkan drone yang melintasi Jalur Gaza sebelum memasuki wilayah Israel. Kilatan cahaya terang terlihat di langit Yerusalem saat rudal-rudal Iran melintas.

    Drone Iran Foto: Aljazeera

    Amerika Serikat turut membantu Israel mencegat rudal-rudal tersebut, sebagaimana dikonfirmasi pejabat AS kepada CBS News. Namun, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menegaskan bahwa AS tidak terlibat dalam serangan udara Israel terhadap Iran sebelumnya.

    Dampak serangan Iran menyebabkan 40 orang dirawat di rumah sakit di Israel, dua di antaranya dalam kondisi kritis, menurut BBC. Sementara itu, serangan Israel sehari sebelumnya menewaskan sedikitnya 78 orang di Iran, termasuk pejabat militer senior, dan melukai lebih dari 320 orang, sebagian besar warga sipil, kata utusan Iran untuk PBB, Amir Saeid Iravani, dalam sidang Dewan Keamanan PBB.

    Korps Garda Revolusi Islam Iran menyatakan serangan mereka menggunakan “kombinasi sistem cerdas dan berpemandu presisi” yang menargetkan pangkalan militer Israel. “Musuh gagal menangkal gelombang serangan rudal kami,” klaim pernyataan resmi mereka.

    Media pemerintah Iran bahkan menyebut dua jet tempur Israel ditembak jatuh di wilayah udara Iran.

    Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menegaskan Angkatan Bersenjata Iran akan memberikan respons keras, sementara Presiden Mahsoud Pezeshkian menegaskan di televisi nasional bahwa Iran tidak akan tinggal diam atas “kejahatan” Israel. Di sisi lain, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, memperingatkan bahwa Iran akan membayar “harga mahal” karena menyerang pusat-pusat penduduk sipil.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dalam pidato videonya, mendesak rakyat Iran untuk melawan pemerintah mereka, seraya menegaskan bahwa perlawanan Israel ditujukan pada rezim Iran, bukan rakyatnya. Netanyahu juga dilaporkan berbicara dengan Presiden AS Donald Trump, yang mengkritik Iran karena tidak memanfaatkan “ultimatum 60 hari” untuk mencapai kesepakatan nuklir.

    Ledakan di Tel Aviv usai serangan Iran Foto: (AP Photo/Tomer Neuberg)Serangan Awal Israel

    Sebelumnya, Israel melancarkan operasi “Rising Lion” dengan lebih dari 200 serangan udara terhadap fasilitas nuklir Natanz, ilmuwan, dan komandan militer Iran, menurut juru bicara IDF Brigjen Effie Defrin. Serangan ini disebut sangat efektif, dengan fasilitas Natanz dilaporkan terbakar hebat, sebagaimana ditunjukkan oleh gambar di media sosial dan laporan televisi Iran.

    Iran membalas dengan lebih dari 100 drone, memaksa Israel menutup wilayah udara dan membatalkan semua penerbangan. Yordania dan Irak juga menutup wilayah udara mereka. Meski sebagian besar drone berhasil dicegat, kekhawatiran tetap ada bahwa serangan rudal lanjutan bisa menyusul.

    Reaksi Internasional

    Komunitas internasional bereaksi dengan seruan untuk menahan diri. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyatakan “kekhawatiran mendalam” dan menyerukan de-eskalasi. Sekjen NATO Mark Rutte menekankan pentingnya intervensi sekutu Israel untuk meredakan krisis.

    Pemimpin Prancis, Jerman, dan Inggris juga mendesak resolusi diplomatik, sambil menegaskan hak Israel untuk membela diri. Direktur IAEA Rafael Grossi memperingatkan bahwa serangan terhadap fasilitas nuklir dapat memicu pelepasan radioaktif dengan dampak global.

    “Saya menyerukan semua pihak untuk menahan diri secara maksimal,” tegasnya.

    Konflik ini menambah ketegangan di kawasan, dengan kedua belah pihak saling mengancam eskalasi lebih lanjut. Situasi tetap dinamis, dan dunia menanti langkah selanjutnya dari Israel dan Iran.

    (afr/afr)

  • Israel Terus Bombardir Gaza, 30 Orang Tewas dalam Sehari

    Israel Terus Bombardir Gaza, 30 Orang Tewas dalam Sehari

    Gaza

    Israel tetap menggempur Gaza di tengah serangan yang dilancarkan ke Iran. Sebanyak 30 orang tewas dilaporkan hari ini di Gaza akibat gempuran Israel.

    Dilansir Al Jazeera, Jumat (13/6/2025), lebih dari 30 orang telah tewas sejak fajar pada hari Jumat. Korban tewas termasuk 11 orang yang telah menunggu bantuan di selatan Gaza.

    Dilaporkan militer Israel telah maju lebih jauh ke Khan Younis, tempat pertempuran sedang berlangsung antara pasukan Israel dan kelompok bersenjata Palestina.

    Jurnalis Al Jazeera, Hind Khoudary, melaporkan dari Deir el-Balah, bahwa dalam beberapa jam terakhir, telah terjadi serangan intensif di daerah permukiman di Jabalia di utara Jalur Gaza.

    Ia mengatakan lima orang juga tewas dalam serangan di Maghazi di pusat Jalur Gaza.

    Khoudary mengatakan bahwa sumber-sumber medis telah melaporkan bahwa serangan berkelanjutan terhadap zona kemanusiaan di selatan. Ini berarti bahwa daerah ini, pada kenyataannya, bukanlah titik distribusi bantuan tetapi sebuah ‘perangkap kematian’ bagi warga Palestina.

    Diketahui, Israel menggempur Iran dalam serangkaian serangan udara hari ini. Serangan itu menargetkan 100 titik termasuk situs nuklir dan militer serta menewaskan kepala staf angkatan bersenjata Iran.

    Tonton juga “Situasi Terkini Gaza: Internet Lumpuh Total-Operasi Bantuan Terputus” di sini:

    (lir/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini