Negara: Jalur Gaza

  • Israel Tewaskan Komandan Senior Iran yang Jadi Koordinator dengan Hamas

    Israel Tewaskan Komandan Senior Iran yang Jadi Koordinator dengan Hamas

    Tel Aviv

    Menteri Pertahanan (Menhan) Israel, Israel Katz, mengklaim pasukan negaranya telah menewaskan seorang komandan veteran Pasukan Quds, sayap luar negeri Garda Revolusi Iran, dalam serangan di wilayah Qom, sebelah selatan Teheran.

    Komandan veteran yang tewas itu, seperti dilansir Reuters dan AFP, Sabtu (21/6/2025), diidentifikasi bernama Saeed Izadi, yang juga merupakan koordinator militer utama antara Iran dengan Hamas, kelompok yang berperang melawan Israel di Jalur Gaza selama dua tahun terakhir.

    “Jet-jet tempur (Israel) menyerang dan menyingkirkan komandan Korps Palestina dari Pasukan Quds, dan koordinator utama antara rezim Iran dan organisasi teroris Hamas, Saeed Izadi, di wilayah Qom,” sebut militer Israel dalam pernyataannya.

    Katz, dalam pernyataannya, menyebut Izadi tewas dalam serangan Israel yang menghantam sebuah apartemen di wilayah Qom, Iran.

    Menurut Katz, Izadi mendanai dan mempersenjatai Hamas selama serangan awal. Dia menggambarkan pembunuhan komandan veteran Iran itu sebagai “pencapaian besar bagi intelijen dan Angkatan Udara Israel”.

    Sejauh ini belum ada tanggapan langsung dari Garda Revolusi Iran.

    Sosok Izadi telah dikenai sanksi oleh Amerika Serikat (AS) dan Inggris atas apa yang mereka sebut sebagai keterkaitannya dengan Hamas, dan faksi militan Jihad Islam, yang terlibat dalam serangan 7 Oktober 2023 lalu, yang memicu perang tanpa henti di Jalur Gaza.

    Lihat juga Video Iran Vs Israel: Dulu Kawan, Sekarang Lawan

    Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Pasukan Quds yang merupakan sayap luar negeri Garda Revolusi Iran, membangun jaringan sekutu Teheran yang dikenal sebagai Poros Perlawanan. Pasukan Quds mendirikan Hizbullah di Lebanon pada tahun 1982 silam dan mendukung kelompok militan Hamas di Jalur Gaza.

    Namun, jaringan yang mendukung Iran itu mengalami pukulan besar selama dua tahun terakhir akibat serangan-serangan Israel sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza. Rentetan serangan Tel Aviv itu diklaim telah melemahkan Hizbullah dan Hamas.

    Serangan Israel yang menewaskan komandan veteran Iran itu dilancarkan saat kedua negara terlibat perang udara sengit selama sepekan terakhir. Pada Sabtu (21/6), laporan media Iran menyebut Israel menyerang sebuah gedung di Qom, yang disebut menewaskan satu orang berusia 16 tahun dan melukai 2 orang lainnya.

    Sementara kantor berita Fars melaporkan Tel Aviv menyerang fasilitas nuklir Isfahan, salah satu yang terbesar di negara itu, namun tidak ada kebocoran bahan berbahaya dan tidak ada risiko bagi penduduk setempat.

    Militer Israel juga mengklaim pasukannya melancarkan rentetan serangan terhadap lokasi penyimpanan rudal dan infrastruktur peluncuran rudal di Iran.

    Lihat juga Video Iran Vs Israel: Dulu Kawan, Sekarang Lawan

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • 60 Orang Tewas Digempur Israel di Gaza, Separuhnya Saat Tunggu Bantuan

    60 Orang Tewas Digempur Israel di Gaza, Separuhnya Saat Tunggu Bantuan

    Gaza City

    Sedikitnya 60 orang tewas akibat rentetan serangan pasukan militer Israel di berbagai wilayah Jalur Gaza sepanjang Jumat (20/6). Lebih dari separuh kematian itu terjadi di dekat pusat distribusi bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza, ketika banyak orang sedang menunggu untuk mendapatkan bantuan.

    Juru bicara badan pertahanan sipil Gaza, Mahmud Bassal, seperti dilansir AFP, Sabtu (21/6/2025), melaporkan bahwa sekitar 31 korban tewas di antaranya merupakan para pencari bantuan kemanusiaan di Gaza.

    Dari jumlah tersebut, sebut Bassal, sekitar lima orang di antaranya tewas ketika sedang mengantre bantuan di wilayah Jalur Gaza bagian selatan pada Jumat (20/6), sedangkan 26 orang lainnya tewas akibat serangan di area dekat pusat distribusi bantuan Gaza, yang dikenal sebagai koridor Netzarim, yang dikuasai Israel.

    Ribuan orang berkumpul di area tersebut setiap harinya dengan harapan menerima jatah makanan, saat kelaparan mengancam Jalur Gaza setelah lebih dari 20 bulan perang berkecamuk.

    Militer Israel mengatakan kepada AFP bahwa pasukannya di area Netzarim telah melepaskan “tembakan peringatan” ke arah “para tersangka” yang mendekati posisi mereka.

    Ketika orang-orang itu terus bergerak maju, sebut militer Tel Aviv, “sebuah pesawat menyerang dan melenyapkan para tersangka untuk menghilangkan ancaman”.

    Insiden serupa telah terjadi di area tersebut secara berkala sejak akhir Mei lalu, ketika organisasi bernama Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) — yang didukung Amerika Serikat (AS) dan Israel — membuat pusat distribusi bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza, saat Israel melonggarkan blokade bantuan selama dua bulan.

    Lihat juga Video Netanyahu Murka RS Dirudal Iran Tapi Lupa soal Gaza, Standar Ganda?

    Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Di wilayah lainnya di Jalur Gaza pada Jumat (20/6), Bassal mengatakan sedikitnya 14 orang tewas dalam dua serangan terpisah di dalam dan di sekitar pusat kota Deir el-Balah, dan sedikitnya 13 orang lainnya tewas dalam tiga serangan udara Israel di area Gaza City.

    Salah satu serangan itu, yang menewaskan tiga orang, sebut Bassal, menghantam stasiun pengisian daya ponsel di kota tersebut.

    Di Jalur Gaza bagian selatan, menurut Bassal, dua orang tewas akibat “tembakan Israel” dalam dua insiden terpisah.

    Pembatasan yang diberlakukan Israel terhadap media di Jalur Gaza dan kesulitan mengakses beberapa area membuat AFP tidak bisa memverifikasi secara independen jumlah korban dan rincian yang disampaikan oleh badan pertahanan sipil Gaza.

    Lihat juga Video Netanyahu Murka RS Dirudal Iran Tapi Lupa soal Gaza, Standar Ganda?

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • 82 Warga Gaza Tewas Dibantai Israel, 34 Orang Gugur saat Mencari Bantuan

    82 Warga Gaza Tewas Dibantai Israel, 34 Orang Gugur saat Mencari Bantuan

    PIKIRAN RAKYAT – Tragedi kemanusiaan kembali mengguncang dunia. Sebanyak 82 warga Palestina dilaporkan tewas dalam satu hari akibat serangan militer Israel penjajah di Jalur Gaza, Jumat 20 Juni 2025.

    Di antara para korban, 34 di antaranya meregang nyawa saat sedang mengantre bantuan kemanusiaan, menambah panjang daftar pembantaian terhadap rakyat sipil yang tengah putus asa mencari makanan dan keselamatan.

    Pencari Bantuan Menjadi Sasaran Peluru dan Bom

    Menurut laporan tim medis yang diterima Al Jazeera, serangan brutal terjadi di berbagai wilayah Gaza, termasuk di kota tengah Deir el-Balah dan Gaza selatan.

    Di wilayah Gaza tengah saja, 37 orang tewas—termasuk 23 yang menjadi korban saat menunggu bantuan makanan. Di Kota Gaza, tercatat 23 korban jiwa lainnya. Di selatan, 22 orang gugur, 11 di antaranya juga pencari bantuan.

    “Warga ditembak saat menunggu bantuan. Banyak dari mereka tidak bersenjata, hanya membawa wadah kosong untuk mengisi air atau makanan. Ini adalah tindakan tidak manusiawi,” tutur salah satu petugas medis di Rumah Sakit Al-Aqsa, yang enggan disebutkan namanya karena alasan keamanan.

    Serangan paling mematikan terjadi saat jet tempur Israel penjajah menghantam sebuah rumah di barat Deir el-Balah, menyebabkan puluhan warga sipil tewas, termasuk perempuan dan anak-anak.

    GHF Digugat, Distribusi Bantuan Dinilai Gagal Lindungi Warga

    Sejak 27 Mei, distribusi bantuan oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF)—sebuah entitas yang didukung oleh Israel penjajah dan Amerika Serikat—menuai kritik tajam dari lembaga internasional karena dianggap gagal memastikan sistem distribusi yang aman dan layak.

    Ismail al-Thawabta, Direktur Jenderal Kantor Media Pemerintah Gaza, menyebut bahwa sejauh ini setidaknya 409 warga Gaza tewas saat mencoba mengakses bantuan, dan lebih dari 3.200 lainnya terluka.

    “Setiap hari, rakyat kami yang kelaparan dipaksa memilih antara mati karena bom atau mati karena lapar. Dan dunia masih bungkam,” ucap al-Thawabta.

    Krisis Air dan Makanan Memburuk, Anak-anak di Ambang Kematian

    Kondisi kemanusiaan di Gaza terus memburuk, tak hanya karena kekurangan makanan, tapi juga air bersih. Juru bicara UNICEF, James Elder, memperingatkan bahwa Jalur Gaza tengah menghadapi kekeringan buatan manusia karena sistem air telah hancur total.

    “Anak-anak akan mulai mati karena haus. Hanya 40 persen fasilitas air yang masih berfungsi. Ini bukan bencana alam, ini adalah bencana yang disengaja,” ujar Elder dari Jenewa, Jumat 20 Juni 2025.

    Menurut Elder, kurangnya transparansi tentang kapan dan di mana bantuan disalurkan juga memicu kekacauan. Situs bantuan kerap berada di zona pertempuran aktif, dan informasi distribusi sering kali tidak dapat diakses warga karena pemadaman internet.

    “Ada anak laki-laki yang terluka oleh proyektil tank saat mengambil bantuan, dan akhirnya meninggal karena lukanya. Berapa banyak anak lagi yang harus dikorbankan untuk disebut genosida?” katanya.

    Israel dan Iran Memanas, Erdogan: Dunia Mendekati Titik Tanpa Kembali

    Ketegangan regional semakin meningkat setelah Israel penjajah juga meluncurkan serangan terhadap sasaran di Iran dalam pekan yang sama. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memperingatkan bahwa eskalasi konflik Israel penjajah–Iran dan genosida di Gaza kini berada di ambang kehancuran total.

    “Kegilaan ini harus berakhir secepat mungkin. Israel mengeluhkan serangan terhadap rumah sakitnya hari ini, tetapi hingga saat ini mereka telah menyerang lebih dari 700 fasilitas kesehatan di Gaza,” tutur Erdogan dalam forum pemuda Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Istanbul.

    PBB dan Dunia Masih Bungkam, Gaza Kehilangan Harapan

    Meski seruan gencatan senjata terus menggema, hingga kini belum ada tindakan tegas dari Perserikatan Bangsa-Bangsa ataupun negara-negara besar. Sistem distribusi bantuan yang seharusnya menjadi penyelamat, kini justru memperparah penderitaan rakyat Palestina.

    Sementara itu, GHF menyatakan bahwa mereka telah mendistribusikan lebih dari 3 juta makanan “tanpa insiden”, sebuah klaim yang dibantah langsung oleh laporan korban dan saksi lapangan.

    “Pusat bantuan mereka bukan lagi tempat harapan, tapi kuburan massal,” ucap seorang warga Deir el-Balah yang selamat dari ledakan namun kehilangan dua anaknya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Al Jazeera.***

  • Keji, Israel Bombardir Tenda-Tenda Penampungan di Gaza Palestina

    Keji, Israel Bombardir Tenda-Tenda Penampungan di Gaza Palestina

    PIKIRAN RAKYAT – Secara keji Israel melakukan serangan dengan sengaja menargetkan tenda-tenda pengungsi di beberapa wilayah Gaza, Palestina. Serangan udara ini menjadi eskalasi paling mematikan dalam beberapa hari terakhir.

    Serangan yang dilakukan Israel penjajah ini telah menyebabkan puluhan orang tewas setiap harinya yang juga menyebabkan banyak korban luka. Mayoritas korban adalah wanita, anak-anak, dan orang tua.

    Juru bicara Pertahanan Sipil Gaza, Kapten Mahmoud Basal mengatakan dalam pernyataan singkat kepada Pusat Informasi Palestina bahwa sejak fajar, pasukan Israel telah melancarkan serangan gencar dan langsung terhadap daerah padat penduduk tempat warga sipil mengungsi.

    “Jumlah korban tewas sejauh ini telah melampaui 55 orang, dengan lebih dari 180 orang terluka, termasuk kasus kritis yang tidak dapat ditangani karena runtuhnya sistem perawatan kesehatan secara total,” katanya dilaporkan Middle East Monitor.

    Militer Israel penjajah telah mengintensifkan serangan udara di kamp-kamp sementara yang menjadi tempat berkumpulnya warga sipil di Gaza. Salah satu serangan paling mematikan di kamp pengungsi Al-Shati di bagian barat kota.

    19 orang dilaporkan tewas akibat serangan di dekat Masjid Al-Sousi. Tenda-tenda yang menampung para pengungsi diserang Israel menggunakan bom-bom. 

    Pembantaian oleh Israel ini menjadi serangkaian pelanggaran yang dilakukan Israel terhadap penduduk Gaza. Tempat penampungan yang seharusnya aman justru dibombardir Israel secara keji.

    Sejak serangan Oktober 2023, Israel telah menewaskan 55,706 warga Palestina, 130,101 warga lainnya terluka, dan belasan ribu lainnya dinyatakan hilang. Mayoritas korban merupakan anak-anak, perempuan, dan lansia.

    Selain itu, krisis kebutuhan dasar telah terjadi imbas blokade bantuan yang dilakukan sejak 2 Maret 2025. Jutaan warga yang terkepung di Gaza mengalami krisis kemanusiaan parah yang telah disorot dunia.

    Bencana kelaparan

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan situasi di Gaza akan semakin memburuk. Seluruh populasi di Gaza yang diperkiran 2,1 jura orang akan menghadapi krisis pangan yang lebih buruk lagi.

    Berdasarkan laporan peringatan dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Program Pangan Dunia (WFP), Gaza menghadapi Integrated Food Security Phase Classification atau IPC 3, yaitu tingkat kerawanan pangan akut. 

    Sementara, jika kondisi tak kunjung membaik, diperkirakan pada September 2025 akan terjadi bencana kelaparan atau fase paling parah yaitu IPC 5. Hal ini dikarenakan blokade serta operasi militer besar di kawasan tersebut.

    Selain krisis kemanusiaan yang terjadi di Jalur Gaza, harga pangan yang tinggi ditambah dengan mata pencaharian yang menipis dan blokade komersial akan mempercepat keruntuhan ekonomi.***

  • SBY Sebut Perdamaian Palestina & Israel Hanya Ilusi, Ini Alasannya

    SBY Sebut Perdamaian Palestina & Israel Hanya Ilusi, Ini Alasannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menilai bahwa perdamaian antara Palestina dan Israel hanya sebuah ilusi.

    SBY mengatakan bahwa kedua negara itu bakal kesulitan untuk berdamai dan mencari solusi atas masalah yang sudah mengakar. Di sisi lain, sambungnya, para pejuang dari fraksi Hamas dan Fatah pun tidak pernah akur dan selalu berbeda sikap terhadap negara Israel.

    SBY mengatakan bahwa faksi Hamas ingin Israel angkat kaki dari jalur Gaza yang kini sudah porak-poranda, berbeda dengan faksi Fatah.

    “Selama Hamas dan Fatah tidak akur dan tidak bisa bersatu, tidak mungkin bisa damai ya. Fatah ingin ada dua negara, tapi Hamas tidak mau. Hamas hanya ingin ada satu negara yaitu Palestina dan Israel pergi dari Gaza,” tutur SBY di kanal Youtube Gita Wirjawan yang diakses Jumat (20/6/2025).

    SBY menjelaskan bahwa faksi Hamas kini lebih populer di negara Palestina dibanding fraksi Fatah. Pasalnya, kata SBY, Hamas kini didukung oleh Iran, lebih populer dan dominan di Palestina jika dibandingkan dengan Fatah.

    “Maka akan jadi ilusi solusi ada dua negara berdamai,” katanya.

    Ditambah lagi, kata SBY, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga bersikeras untuk tetap mencaplok negara Palestina. Maka dari itu, SBY berpandangan bahwa perdamaian kedua negara antara Israel dan Palestina akan buntu.

    “Jadi ini akan buntu, karena di pihak Israel juga ada garis keras yang tidak mungkin setuju dengan two state solution yaitu Benjamin Netanyahu,” ujarnya.

    Sebelumnya, SBY menegaskan bahwa masa depan dunia dari sisi perdamaian dan keamanan akan ditentukan oleh lima orang terkuat saat ini yakni Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Presiden Rusia Vladimir Putin, dan Presiden China Xi Jinping.

    “Saat ini, situasi di Timur Tengah semakin berbahaya. Jika Perang Iran-Israel menjadi out of control, dunia benar-benar di ambang malapetaka,” tulisnya dalam unggahan X @SBYudhoyono pada Kamis (19/6/2025).

    Untuk itu, ayah dari Menko Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ini berharap kelima pemimpin tersebut diberikan kearifan jiwa dan kejernihan pikiran oleh Tuhan dalam mengambil keputusan serta tindakan.

    “Jangan ada salah keputusan dan miscalculation. Kalau gegabah dan salah, akan menimbulkan kematian dan kehancuran yang dahsyat di banyak bangsa dan negara,” terangnya.

  • WHO Desak Israel Izinkan Bantuan Obat-obatan dan Bahan Bakar Masuki Gaza tanpa Hambatan

    WHO Desak Israel Izinkan Bantuan Obat-obatan dan Bahan Bakar Masuki Gaza tanpa Hambatan

    PIKIRAN RAKYAT – Dunia internasional telah berulang kali mendesak Israel agar menghentikan genosida di Gaza. Selain itu, Israel juga didesak untuk membuka blokade bantuan yang berlangsung sejak 2 Maret 2025.

    Blokade bantuan yang dilakukan Israel tersebut telah menyebabkan krisis parah. Saat ini, jutaan warga di Gaza mengalami kelaparan dan membutuhkan obat-obatan serta kebutuhan dasar lainnya.

    Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus telah menyatakan keprihatinannya atas memburuknya situasi fasilitas perawatan kesehatan di Jalur Gaza.

    Dia mendesak agar Israel mengizinkan masuknya bantuan seperti obat-obatan dan bahan bakar ke Gaza tanpa hambatan.

    “Kompleks Medis Nasser di Khan Younis, #Gaza, tengah berjuang untuk tetap beroperasi di tengah tekanan yang tiada henti dan kurangnya pasokan,” katanya dalam sebuah posting di X pada Rabu malam.

    Pada Selasa pekan ini, rumah sakit Nasser menerima lebih dari 300 orang yang terluka. Para korban terkait dengan dua insiden di dekat lokasi distribusi makanan militer non-PBB. Dalam dua serangan ini, 75 orang tewas, termasuk 11 anak-anak.

    Saat ini sekitar 590 pasien dirawat di rumah sakit Nasser, yang mana jumlah tersebut hampir dua kali lipat dari kapasitas rumah sakit tersebut.

    “Rumah sakit tidak dapat meningkatkan kapasitasnya karena kekurangan ventilator, monitor, tempat tidur, dan staf,” ujarnya.

    Rumah sakit Nasser telah ditetapkan berada di zona evakuasi, namun banyak petugas kesehatan tidak dapat mencapai rumah sakit karena khawatir akan keselamatan atau kekurangan bahan bakar untuk transportasi.

    Pada Rabu WHO telah mengirimkan bahan bakar dalam jumlah minimum yang cukup untuk mempertahankan operasi selama lima hari lagi. Namun, jika bahan bakar tersebut tidak sampai, layanan akan mulai ditutup.

    “WHO sekali lagi menyerukan perlindungan terhadap rumah sakit; agar bantuan kesehatan dan bahan bakar dapat masuk dan melintasi Gaza tanpa hambatan melalui semua rute yang memungkinkan,” katanya.

    “Waktu terus berjalan untuk menyelamatkan nyawa. Gencatan senjata!” tuturnya lagi.***

  • 72 Warga Gaza Tewas Ditembak Israel, Beberapa di Dekat Pusat Bantuan

    72 Warga Gaza Tewas Ditembak Israel, Beberapa di Dekat Pusat Bantuan

    Gaza

    Badan pertahanan sipil Gaza mengatakan sebanyak 72 orang tewas dalam serangan terbaru militer Israel. Sebanyak 21 korban di antaranya tewas ditembak saat berkumpul di dekat lokasi distribusi bantuan.

    Dilansir AFP, Kamis (19/6/2025), juru bicara pertahanan sipil Gaza Mahmud Bassal mengatakan kepada AFP bahwa 6 orang tewas saat menunggu bantuan di Jalur Gaza selatan. Sementara 16 lainnya tewas di Gaza tengah, yang dikenal sebagai koridor Netzarim, tempat ribuan warga Palestina berkumpul setiap hari dengan harapan menerima jatah makanan.

    Militer Israel mengatakan kepada AFP bahwa pasukannya di koridor Netzarim, telah melepaskan tembakan peringatan ke tersangka yang mendekati mereka. Militer Israel berdalih “tidak mengetahui adanya individu yang terluka”.

    Sementara itu, militer Israel tidak mengomentari insiden yang terjadi di Gaza selatan.

    Jubir pertahanan sipil, Bassal, mengatakan bahwa di Gaza utara, Israel melancarkan 9 serangan terpisah. Sebanyak 51 orang dilaporkan tewas akibat gempuran Israel itu.

    Kesaksian Warga Gaza

    Bassam Abu Shaar, yang menyaksikan insiden penembakan di daerah Netzarim, mengatakan ribuan orang telah berkumpul di sana semalam. Mereka datang dengan harapan menerima bantuan di lokasi distribusi, saat dibuka pada pagi hari.

    Dia mengaku pasukan Israel melepaskan tembakan dengan senjata, penembakan dengan tank, dan bom yang dijatuhkan oleh drone.

    Abu Shaar mengatakan bahwa besarnya kerumunan itu membuat orang-orang tidak dapat melarikan diri. Dia menyebut korban tergeletak di tanah. Lokasi ini dalam jarak berjalan kaki dari titik distribusi, yang dikelola oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza.

    Setidaknya 300 warga Palestina telah tewas dalam beberapa minggu terakhir saat mencoba mencapai titik distribusi bantuan di Gaza, yang menderita kondisi seperti kelaparan. Data ini berdasarkan Kementerian Kesehatan wilayah yang dikuasai Hamas itu.

    Pada awal Maret, Israel memberlakukan blokade bantuan di Gaza di tengah kebuntuan dalam negosiasi gencatan senjata, hanya melonggarkan sebagian pembatasan pada akhir Mei.

    Setelah Israel melonggarkan blokadenya, Yayasan Kemanusiaan Gaza yang dikelola secara pribadi mulai mendistribusikan bantuan. Yayasan ini didukung oleh Amerika Serikat (AS) dan Israel.

    Badan-badan PBB dan kelompok-kelompok bantuan besar telah menolak untuk bekerja sama dengan yayasan tersebut, karena kekhawatiran bahwa yayasan itu dirancang untuk memenuhi tujuan militer Israel.

    (lir/isa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Seberapa Tangguh Ekonomi Israel?

    Seberapa Tangguh Ekonomi Israel?

    Jakarta

    Perang adalah perkara mahal. Selain menciptakan kehancuran, tragedi perorangan, dan korban jiwa, biaya pengadaan dan pengerahan peralatan militer menelan biaya besar.

    Perang juga menguras tenaga kerja, sebagaimana yang saat ini dirasakan perekonomian Israel.

    Sejak kelompok militan Islam Hamas melancarkan serangan mendadak pada 7 Oktober 2023, Israel meluluhlantakkan Jalur Gaza, yang diikuti serangan udara ke Lebanon sebagai balasan atas serangan rudal dan drone oleh Hezbollah.

    Pekan lalu, Israel juga menyerang sasaran di dalam wilayah Iran untuk melumpuhkan program nuklir milik Teheran.

    Masalah besar, anggaran besar

    Bagi negara sekecil Israel, eskalasi konflik dengan cepat berimbas terhadap perekonomian. Banyak tentara cadangan yang dipanggil untuk bertempur, misalnya, terpaksa meninggalkan pekerjaan untuk sementara.

    Selain itu, izin kerja bagi warga Palestina juga banyak yang dibatalkan, ketika akses lintas perbatasan makin sulit, yang memperparah kekurangan tenaga kerja.

    Di saat bersamaan, pemerintah menggandakan belanja pertahanan. Tahun 2024, anggaran militer naik 65% menjadi 46,5 miliar dolar AS, menurut laporan Stockholm International Peace Research Institute.

    Jumlah tersebut setara dengan 8,8% dari PDB, tertinggi kedua di dunia setelah Ukraina.

    Dari jumlah itu, sekitar USD38,6 miliar dialokasikan untuk pertahanan, menurut laporan The Times of Israel.

    Masa depan ekonomi penuh ketidakpastian

    Profesor ekonomi dari Coller School of Management, Universitas Tel Aviv, Itai Ater, mengatakan saat ini perang menelan biaya yang “sangat mahal” dan memicu “ketidakpastian besar dalam jangka pendek dan panjang.”

    “Biaya militer, baik di fron ofensif maupun defensif, sangat tinggi. Beban ini pasti akan berdampak pada anggaran, defisit, PDB, dan utang negara,” kata Ater kepada DW.

    Selama 20 bulan terakhir, banyak warga sipil Israel yang menjalani tugas militer selama berbulan-bulan. Banyak pula yang dievakuasi dari rumah mereka di daerah perbatasan, menyebabkan disrupsi besar dalam kehidupan warga.

    Sejak serangan terakhir pekan lalu, banyak pekerja, terutama di sektor manufaktur, perdagangan, teknologi, dan pendidikan yang menganggur, tambah Ater.

    Penerbangan komersial dari dan ke Israel juga masih ditangguhkan. Sebagian besar maskapai telah mengevakuasi armada pesawatnya, dan wilayah udara di hampir penjuru Timur Tengah juga ditutup.

    Kenaikan pajak demi tutupi biaya perang

    Untuk mengendurkan tekanan fiskal, pemerintah akhirnya menaikkan pajak. Awal tahun ini, pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sebagian besar barang dan jasa naik dari 17% menjadi 18%. Pajak kesehatan yang dipotong dari gaji karyawan, serta iuran asuransi nasional, juga meningkat.

    Menurut profesor emeritus ekonomi dari Universitas Haifa, Benjamin Bental, ekonomi Israel terpukul dalam satu setengah tahun terakhir, namun “menunjukkan ketahanan yang mengejutkan,” kata dia.

    Karena ketika sektor pariwisata, manufaktur, konstruksi dan pertanian tertekan, industri teknologi tinggi, pertahanan, dan ritel makanan tetap kuat. Pada 2024, PDB Israel mencapai lebih dari USD540 miliar, melampaui tahun-tahun sebelumnya.

    Bental menyoroti keberhasilan sektor teknologi tinggi dan ketatnya pasar tenaga kerja. Hingga kini, kekhawatiran bahwa infrastruktur energi dan internet akan diserang oleh Hezbollah atau Iran juga belum terbukti, sehingga aktivitas bisnis tetap berjalan.

    Ketergantungan pada industri teknologi tinggi

    Israel dikenal sebagai negara industri teknologi tinggi. Selain mempekerjakan 12% dari total tenaga kerja, sektor ini menyumbang sekitar 25% dari total penerimaan pajak penghasilan berkat tingginya upah rata-rata, menurut laporan Jefferies, bank investasi asal AS.

    Produk dan layanan teknologi tinggi mencakup 64% dari ekspor negara dan sekitar 20% dari PDB.

    Namun, jumlah pekerja di sektor teknologi mengalami stagnasi sejak tahun 2022, menurut laporan Otoritas Inovasi Israel pada April. Untuk pertama kalinya dalam satu dekade terakhir, jumlah tenaga kerja lokal di sektor teknologi menurun, sementara semakin banyak pekerja yang memilih pindah ke luar negeri untuk jangka panjang.

    Saat ini, sekitar 390 ribu pekerja teknologi berada di Israel, sementara 440 ribu lainnya bermukim di luar negeri. Kenaikan pajak dikhawatirkan mendorong lebih banyak perusahaan atau tenaga kerja yang fleksibel untuk hengkang.

    Risiko jangka panjang

    Ketidakpastian situasi di Israel dan sekitarnya menjadi faktor utama yang mempengaruhi pasar tenaga kerja, pelaku usaha, dan investor.

    “Namun, jika melihat pasar saham dan nilai tukar, investor terlihat cukup optimistis, karena mungkin berharap perang akan segera berakhir, atau ancaman nuklir Iran bisa dinetralisir, dan ekonomi akan pulih,” ujar Ater.

    Kendati risiko jangka pendek meningkat, risiko bagi investor akan bergantung pada berapa lama konflik berlangsung dan bagaimana akhirnya.

    “Jika skenario alternatif terjadi, yakni perang jangka panjang dengan Iran, maka perekonomian sulit berkembang,” tambahnya.

    Ke depan, Ater menilai persoalan keamanan, terutama konflik Israel-Palestina, tetap menjadi tantangan jangka panjang bagi perekonomian.

    Selain itu, dia menyoroti pentingnya mencermati perpecahan sosial di dalam negeri serta reformasi yudisial yang bisa berdampak pada institusi demokrasi.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh: Rizki Nugraha
    Editor: Hendra Pasuhuk

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Sekjen PBB Sebut Tewasnya Ratusan Warga Gaza saat Mencari Makanan Tidak Dapat Diterima

    Sekjen PBB Sebut Tewasnya Ratusan Warga Gaza saat Mencari Makanan Tidak Dapat Diterima

    JAKARTA – Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan tewasnya warga Jalur Gaza, Palestina saat mencari makanan tidak dapat diterima, menyerukan dilakukannya penyelidikan.

    Lebih dari 300 orang tewas dan 2.00 lainnya luka-luka saat mencoba memeroleh bantuan yang disalurkan oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang memulai operasinya dengan dukungan Amerika Serikat dan Israel pada 28 Mei lalu, meski mendapatkan penentangan dari PBB dan kelompok bantuan internasional.

    Peristiwa kekerasan di lokasi distribusi bantuan terus berulang. Terbaru, 30 warga Gaza tewas karena tembakan tentara Israel di lokasi distribusi di barat laut Gaza pada Selasa malam, dikutip dari WAFA 18 Juni.

    “Sekretaris Jenderal mengutuk hilangnya nyawa dan cedera warga sipil di Gaza, di mana sekali lagi ditembaki saat mencari makanan,” kata wakil juru bicara Sekjen PBB Farhan Haq di markas besar PBB New York, Amerika Serikat, dikutip dari Al Jazeera.

    “Ini tidak dapat diterima,” tambah Farhan Haq.

    “Hingga kemarin, 338 orang telah tewas dan lebih dari 2.800 orang terluka saat mencoba mengakses makanan, makanan di dekat lokasi distribusi,” tandasnya.

    GHF beroperasi seiring dengan pencabutan blokade total selama hampir tiga bulan terhadap obat-obatan, pangan dan barang penting ainnya yang menyebabkan kekhawatiran krisis kelaparan dan kesehatan penduduk di wilayah kantong Palestina itu.

    PBB dan kelompok bantuan menolak bekerja sama dengan GHF, khawatir lembaga itu memprioritaskan sasaran militer Israel daripada kebutuhan kemanusiaan.

    Militer Israel mengatakan, penembakan dilepaskan sebagai peringatan kepada apa yang disebutnya sebagai tersangka yang mendekati posisi mereka.

    Hingga kemarin, jumlah korban tewas Palestina sejak konflik baru di Gaza pecah pada 7 Oktober 2023 telah mencapai 55.493 orang, mayoritas anak-anak dan perempuan, sementara korban luka-luka mencapai 129.320 orang.

  • Israel Memiliki Bom Nukir, tapi Ketakutan pada Iran yang Tak Memilikinya

    Israel Memiliki Bom Nukir, tapi Ketakutan pada Iran yang Tak Memilikinya

    GELORA.CO – Israel meluncurkan perang melawan Iran sejak Jumat pekan lalu dengan dalih ketakutan rezim Zionis bahwa Teheran akan memiliki senjata nuklir. Ironisnya, rezim Zionis justru memiliki bom nuklir sejak puluhan tahun lalu dan memilih bungkam.

    Iran membantah bahwa mereka berusaha memproduksi senjata nuklir, dan bahwa program nuklirnya saat ini ditujukan untuk tujuan sipil.

    Iran merupakan penanda tangan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT), yang menyatakan bahwa negara-negara yang belum memiliki senjata nuklir tidak dapat memperolehnya.

    NPT memberikan wewenang kepada Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk memantau dan memverifikasi bahwa negara-negara non-nuklir mematuhinya. Minggu lalu, IAEA mengatakan bahwa Iran telah melanggar kewajibannya—sebuah tuduhan yang dikecam keras oleh Teheran, dan diklaim sebagai dalih untuk serangan mendadak Israel.

    Beberapa situs nuklir dan militer Iran telah dibombardir Israel sejak Jumat pekan lalu dalam Operasi Rising Lion. Hingga hari ini, lebih dari 200 orang tewas akibat agresi militer Zionis.

    Iran telah membalas dengan meluncurkan gelombang serangan rudal dan drone ke Israel dengan nama sandi Operasi True Promise III. Situs militer dan intelijen Zionis diserang, lebih dari 20 orang tewas.

    Sejarah Israel Memiliki Bom Nuklir

    Tidak seperti Iran, Israel tidak menandatangani NPT, dan merupakan satu dari lima negara yang tidak menjadi pihak dalam perjanjian 1968. Ini berarti bahwa IAEA tidak memiliki cara untuk memantau atau memverifikasi persenjataan nuklir Israel.

    Sedikit yang diketahui tentang program nuklir Israel, yang memiliki kebijakan untuk tidak mengonfirmasi atau menyangkalnya.

    Namun, dokumen yang dideklasifikasi, dokumen investigasi, dan pengungkapan whistleblower dari tahun 1980-an telah menunjukkan Israel memiliki bom nuklir.

    Israel adalah satu dari sembilan negara yang diketahui memiliki senjata nuklir, bersama dengan AS, Rusia, Inggris, Prancis, China, India, Pakistan, dan Korea Utara.

    Israel diyakini memiliki sekitar 90 hulu ledak nuklir dan cukup plutonium untuk menghasilkan sekitar 200 senjata nuklir lagi, menurut Nuclear Threat Initiative.

    Menurut laporan Middle East Eye, Kamis (19/6/2025), Israel memiliki antara 750 dan 1.110 kg plutonium, yang cukup untuk membuat 187 hingga 277 senjata nuklir.

    Senjata-senjata nuklir Israel dapat ditembakkan dari udara, laut, dan darat.

    Israel memiliki pesawat F-15, F-16, dan F-35 produksi AS, yang semuanya dapat dimodifikasi untuk membawa bom nuklir. Israel juga diyakini memiliki enam kapal selam kelas Dolphin, yang diproduksi oleh perusahaan Jerman, yang kemungkinan mampu meluncurkan rudal jelajah nuklir.

    Rezim Zionis juga memiliki beragam rudal balistik Jericho yang berbasis di darat dengan jangkauan hingga 4.000 km. Para peneliti memperkirakan bahwa sekitar 24 di antaranya dapat membawa hulu ledak nuklir, meskipun jumlah pastinya tidak jelas.

    Bagaimana program nuklir Israel dimulai? David Ben Gurion, perdana menteri pertama Israel, meluncurkan proyek nuklir pada pertengahan hingga akhir 1950-an. Sebuah kompleks besar dibangun di Dimona, sebuah kota di gurun Negev (situs tersebut disebut sebagai Dimona).

    Di sanalah produksi plutonium tahap pertama, dengan bantuan dari pemerintah Prancis.

    “Sebagian besar catatan yang kredibel menunjukkan peran Prancis pada akhir 1950-an,” kata Shawn Rostker, seorang analis riset di Pusat Pengendalian Senjata dan Non-Proliferasi, kepada Middle East Eye.

    “Prancis membantu membangun reaktor Dimona, memasok teknologi reaktor utama, dan mendukung kemampuan pemrosesan ulang plutonium, yang menjadi dasar bagi kemajuan nuklir Israel,” paparnya.

    Koordinasi antara Paris dan Israel lahir dari permusuhan bersama terhadap Gamal Abdel Nasser, presiden Mesir saat itu, menurut para sejarawan Prancis.

    Kerja sama Prancis-Israel dirahasiakan. Bahkan Amerika Serikat; sekutu terdekat Israel, awalnya tidak mengetahuinya.

    Avner Cohen, seorang sejarawan dan profesor Israel-Amerika, adalah salah satu peneliti paling terkemuka tentang sejarah nuklir Israel dan telah menulis beberapa buku tentang subjek tersebut, termasuk “Israel and the Bomb”.

    “Sekitar setengah abad yang lalu Israel memperoleh kemampuan senjata nuklir, tetapi telah melakukannya dengan cara yang tidak seperti yang dilakukan negara pemilik senjata nuklir lainnya, baik sebelum maupun sesudahnya,” katanya kepada Middle East Eye.

    Penelitiannya, yang mencakup analisis dokumen AS yang baru-baru ini dideklasifikasi, menemukan bahwa Washington selama akhir tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an berulang kali menanyai Israel tentang apa yang dilakukan di Dimona.

    Akhirnya, di bawah tekanan AS, Ben Gurion mengatakan kepada Knesset (Parlemen Israel) pada bulan Desember 1960 bahwa reaktor Dimona adalah “reaktor penelitian” yang akan melayani “industri, pertanian, kesehatan, dan sains”.

    Maka dimulailah penipuan yang rumit dan berlangsung lama, karena pejabat AS memeriksa lokasi tersebut sebanyak delapan kali antara tahun 1961 dan 1969.

    Selama kunjungan tersebut, pabrik pemisahan bawah tanah, yang penting untuk produksi plutonium tingkat senjata, disembunyikan. Bagian lain dari lokasi tersebut disamarkan untuk menyamarkan tujuan kompleks tersebut.

    Israel membuat kemajuan yang signifikan di antara kunjungan tersebut.

    Diyakini bahwa Israel telah menyelesaikan pabrik pemisahan bawah tanah rahasianya pada tahun 1965; telah mulai memproduksi plutonium tingkat senjata pada tahun 1966; dan telah merakit senjata nuklir sebelum bulan Juni 1967 dan dimulainya perang Timur Tengah.

    Misteri Kesepakatan Nixon-Meir Tahun 1969?

    Pada akhir tahun 1960-an, AS akhirnya mengetahui tujuan sebenarnya dari Dimona. Menurut Cohen, sebuah kesepakatan rahasia telah dibuat, yang masih berlaku, bahwa Washington tidak akan mengajukan pertanyaan jika Israel tetap diam.

    “Pada tahun 1969, AS menerima status nuklir Israel yang luar biasa, selama Israel berkomitmen untuk menjaga kehadirannya tetap tidak terlihat dan tidak transparan. Ini dikenal sebagai kesepakatan nuklir Nixon-Meir tahun 1969,” kata Cohen kepada Middle East Eye, merujuk pada para pemimpin saat itu, Presiden AS Richard Nixon dan Perdana Menteri Israel Golda Meir.

    Sejak saat itu, Israel tetap berada di pihaknya dan menjalankan kebijakan yang sengaja dibuat samar, dengan para pejabat tidak mengakui atau menyangkal keberadaan persenjataan nuklir.

    AS pun menyetujuinya, bahkan dilaporkan mengeluarkan ancaman tindakan disipliner terhadap pejabat AS mana pun yang secara terbuka mengakui program tersebut.

    Pada tahun 2009, Presiden AS Barack Obama ditanya apakah ada negara di Timur Tengah yang memiliki senjata nuklir. Dia menjawab bahwa dia tidak akan berspekulasi.

    Apakah Israel Telah Menguji Senjata Nuklir?

    Dari sembilan negara pemilik senjata nuklir, Israel adalah satu-satunya yang tidak secara terbuka melakukan uji coba nuklir.

    Bukti terdekat adalah apa yang dikenal sebagai “insiden Vela” pada bulan September 1979, ketika Israel dan Afrika Selatan era apartheid mungkin telah melakukan uji coba nuklir bersama di sebuah pulau tempat Atlantik Selatan bertemu dengan Samudra Hindia.

    Satelit AS pada saat itu mendeteksi kilatan cahaya ganda yang tidak dapat dijelaskan, yang biasanya merupakan tanda ledakan nuklir.

    Pemerintah apartheid Afrika Selatan mengembangkan senjata pemusnah massal selama lima dekade, tetapi mengakhiri program nuklirnya pada tahun 1989. Negara ini adalah satu-satunya yang telah mencapai kemampuan senjata nuklir tetapi melepaskannya secara sukarela.

    Jimmy Carter, yang menjabat sebagai presiden AS pada saat insiden tersebut, mengatakan bahwa dia yakin insiden Vela adalah uji coba nuklir Israel.

    “Kami memiliki keyakinan yang berkembang di antara para ilmuwan kami bahwa Israel memang melakukan uji coba ledakan nuklir di lautan dekat ujung selatan Afrika Selatan,” tulisnya dalam White House Diary, versi jurnal beranotasi yang ditulis selama masa jabatannya sebagai presiden yang diterbitkan pada tahun 2010.

    Kapan Senjata Nuklir Israel Mulai Dikenal?

    Program nuklir Israel menjadi berita utama pada bulan Oktober 1986, ketika mantan teknisi nuklir Mordechai Vanunu mengungkapkan rincian tentang Dimona kepada Sunday Times.

    Vanunu, yang telah bekerja di lokasi tersebut selama sembilan tahun, mengatakan bahwa lokasi tersebut mampu memproduksi 1,2 kg plutonium seminggu, yang cukup untuk sekitar 12 hulu ledak nuklir setahun.

    Dia mengatakan bahwa selama kunjungan AS pada tahun 1960-an, pejabat Amerika telah ditipu oleh dinding palsu dan lift tersembunyi, dan bahwa mereka tidak menyadari bahwa ada enam lantai tersembunyi di bawah tanah.

    Vanunu mengambil 60 foto Dimona, beberapa di antaranya diterbitkan oleh surat kabar Inggris.

    Pada tahun-tahun menjelang kebocoran informasi, Vanunu menjadi kecewa dengan tindakan Israel, menentang invasinya ke Lebanon pada tahun 1982 dan menyerukan hak yang sama bagi warga Palestina.

    Namun sebelum ceritanya dipublikasikan, Vanunu diculik oleh agen Israel. Tinggal di London dengan biaya The Sunday Times, dia dibujuk oleh seorang agen Mossad wanita untuk pergi ke Roma. Di sanalah dia, dibius, dibawa ke Israel, dinyatakan bersalah atas spionase dan menjalani hukuman 18 tahun penjara—lebih dari separuhnya di sel isolasi.

    Setelah dibebaskan pada tahun 2004, dia dilarang bepergian ke luar negeri atau bertemu wartawan asing. Pembatasan tersebut tetap berlaku.

    Apa Strategi Israel dalam Menggunakan Senjata Nuklir?

    Pada tahun 2011, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu diminta oleh Piers Morgan untuk mengonfirmasi bahwa Israel tidak memiliki senjata nuklir. Dia menjawab: “Itu kebijakan kami. Bukan menjadi yang pertama memperkenalkan senjata nuklir ke Timur Tengah.”

    Itu adalah kalimat yang sering diulang oleh pejabat Israel ketika didesak mengenai masalah tersebut.

    “Israel tidak pernah menjelaskan secara terbuka apa arti ‘pengenalan’,” kata Cohen, seraya menambahkan bahwa Israel memperlakukan aktivitas nuklir sebagai sesuatu yang rahasia dan di luar kebijakan pertahanan dan luar negerinya.

    “Oleh karena itu, Israel tidak memiliki strategi publik yang melibatkan penggunaan nuklir. Dapat dipahami bahwa Israel tidak melihat penggunaan senjata nuklir kecuali dalam skenario paling ekstrem dari ‘upaya terakhir’,” paparnya.

    “Juga dipahami secara luas bahwa selama Israel mempertahankan monopoli regionalnya yang jinak, ia tidak melihat kemampuannya sebagai senjata.”

    “Skenario pilihan terakhir” terkadang disebut sebagai “Opsi Samson”, merupakan sebuah frasa yang diyakini dicetuskan oleh para pemimpin Israel pada pertengahan tahun 1960-an. Prinsipnya adalah Israel akan menggunakan pembalasan nuklir jika menghadapi ancaman eksistensial.

    Samson adalah tokoh Yahudi dalam Alkitab yang, dirantai oleh musuh-musuhnya; orang Filistin, di sebuah kuil, menggunakan kekuatan yang diberikan Tuhan untuk merobohkan sebuah pilar, membunuh dirinya sendiri dan para penculiknya.

    Menurut para analis, hal ini sangat kontras dengan doktrin Mutually Assured Destruction (MAD), di mana jika satu kekuatan nuklir menyerang yang lain terlebih dahulu, maka negara yang menjadi sasaran masih akan punya waktu untuk membalas, memastikan tidak ada yang akan selamat.

    Namun secara teori, Opsi Samson dapat diterapkan jika Israel menghadapi kekalahan militer yang dianggapnya eksistensial, bahkan dari kekuatan non-nuklir.

    Cohen dan beberapa peneliti lain mengatakan bahwa selama perang Timur Tengah tahun 1973, ketika Mesir dan Suriah melancarkan serangan mendadak, Israel mempertimbangkan pilihan.

    Namun, meski tidak pernah mengakui keberadaan senjata nuklir, para pemimpin Israel menyiratkan bahwa senjata itu dapat digunakan jika diperlukan.

    “Armada kapal selam kami bertindak sebagai pencegah bagi musuh-musuh kami,” kata Netanyahu dalam pidatonya tahun 2016. “Mereka perlu tahu bahwa Israel dapat menyerang, dengan kekuatan besar, siapa pun yang mencoba melukainya.”

    Baru-baru ini, pada bulan November 2023, seorang menteri pemerintah Israel secara terbuka menyatakan bahwa menjatuhkan bom nuklir di Jalur Gaza oleh Israel adalah “sebuah pilihan”.

    Amichai Eliyahu, menteri warisan Israel, sempat diskors dari rapat-rapat pemerintah karena komentarnya itu, dan kemudian menggunakan media sosial untuk menyatakan bahwa komentar itu dimaksudkan sebagai “metaforis”.