Negara: Jalur Gaza

  • Netanyahu Kumpulkan Kabinet Pekan Ini, Buat Rencana Lanjutkan Perang Gaza

    Netanyahu Kumpulkan Kabinet Pekan Ini, Buat Rencana Lanjutkan Perang Gaza

    Jakarta

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan menggelar rapat kabinet mengenai keputusan melajutkan perang di Gaza. Rapat akan dilakukan pekan ini.

    “Akhir pekan ini, saya akan mengadakan rapat kabinet untuk menginstruksikan (tentara) tentang cara mencapai tiga tujuan perang yang telah kami tetapkan,” kata Nethanyahu saat membuka rapat pemerintah dilasnir AFP, Senin (4/8/2025).

    Ia menegaskan tiga tujuan perang Israel tetap “kekalahan musuh, pembebasan sandera kami, dan janji bahwa Gaza tidak akan lagi menjadi ancaman bagi Israel”.

    Seperti diketahui, sekitar 550 pensiunan pejabat keamanan Israel membuat surat terbuka yang ditujukan untuk Presiden Amerika Serikan Donlad Trump untuk menekan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu agar mengakhiri perang di Jalur Gaza. Surat itu disampaikan kepada media pada Senin (4/8) waktu setempat.

    Dalam surat terbuka itu, ratusan mantan pejabat keamanan Israel itu menyebut kelompok Hamas tidak lagi menjadi ancaman strategis bagi Israel. Mereka juga meminta Trump untuk membantu “mengarahkan” keputusan Netanyahu menuju ke gencatan senjata Gaza.

    “Menurut penilaian profesional kami, Hamas tidak lagi menjadi ancaman strategis bagi Israel,” tegas surat terbuka itu, yang mewakili sikap ratusan mantan pejabat keamanan Israel.

    Perang Gaza yang memasuki bulan ke-23, sebut Ayalon, telah “menyebabkan negara Israel kehilangan keamanan dan identitasnya”.

    Surat terbuka itu berargumen bahwa militer Israel “telah sejak lama mencapai dua tujuan yang dapat dicapai dengan kekerasan: membubarkan formasi militer dan pemerintahan Hamas”.

    “Yang ketiga, dan yang paling penting, hanya dapat dicapai melalui sebuah kesepakatan: memulangkan semua sandera,” sebut surat terbuka tersebut.

    “Memburu para pejabat senior Hamas yang tersisa dapat dilakukan nanti,” cetus surat terbuka itu.

    Dalam surat terbuka tersebut, para mantan pejabat keamanan Israel memberitahu Trump bahwa dirinya memiliki kredibilitas di mata mayoritas rakyat Israel dan dapat menekan Netanyahu untuk mengakhiri perang dan memulangkan para sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza.

    Setelah gencatan senjata tercapai, menurut para mantan pejabat keamanan Israel dalam surat terbuka itu, Trump dapat memaksa koalisi regional untuk mendukung Otoritas Palestina yang telah direformasi untuk mengambil alih Jalur Gaza sebagai alternatif dari kekuasaan Hamas.

    Surat terbuka itu ditandatangani oleh 550 mantan pejabat keamanan Israel, yang mencakup tiga mantan kepala badan intelijen Mossad, yakni Tamir Pardo, Efraim Halevy dan Danny Yatom, kemudian juga lima mantan direktur Shin Bet, yakni Ayalon, Nadav Argaman, Yoram Cohen, Yaakov Peri, dan Carmi Gilon.

    Tiga mantan kepala staf militer Israel, termasuk mantan PM Ehud Barak, mantan Menteri Pertahanan Moshe Yaalon dan Dan Halutz, juga termasuk di antara para mantan pejabat yang menandatangani surat terbuka untuk Trump tersebut.

    (dek/idn)

  • Hamas Izinkan Bantuan Sandera Masuk Asal Akses Gaza Dibuka

    Hamas Izinkan Bantuan Sandera Masuk Asal Akses Gaza Dibuka

    Jakarta

    Video propaganda yang dirilis Hamas pada Sabtu (02/08) telah memicu kemarahan besar di Israel selama akhir pekan lalu.

    Rekaman yang tidak diberi tanggal tersebut memperlihatkan sandera Israel, Evyatar David, yang tampak sangat lemah sembari berdiri di dalam sebuah terowongan. Tak hanya itu, ia juga tampak menggali lubang yang disebutnya sebagai makamnya sendiri.

    Rekaman ini muncul setelah Hamas merilis video yang menunjukkan Rom Braslavski, sandera Israel yang tampak sangat kurus. Ia ditangkap dalam serangan teror pada 7 Oktober 2023. Video ini memicu kecaman dari negara-negara Barat.

    Prancis, Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat (AS), termasuk di antara negara-negara yang menyuarakan kemarahan, dan Kementerian Luar Negeri Israel mengumumkan bahwa Dewan Keamanan PBB akan menggelar sesi khusus pada Selasa (05/08) pagi waktu setempat untuk membahas kondisi para sandera di Gaza.

    Hamas disebut sebagai organisasi teroris oleh banyak negara, seperti AS, Uni Eropa, dan Israel.

    Netanyahu minta Palang Merah Internasional menjangkau para sandera

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berbicara dengan koordinator Komite Palang Merah Internasional (ICRC), Julien Lerisson, untuk membantu menjangkau para sandera yang ditahan di Gaza.

    Netanyahu menyatakan ia “meminta keterlibatan ICRC dalam penyediaan makanan bagi para sandera serta perawatan medis segera.”

    Organisasi kemanusiaan tersebut dalam pernyataannya menyebut bahwa mereka “terkejut dengan video-video yang mengerikan” dan kembali menyerukan agar diberi akses kepada para sandera.

    Hamas: Bantuan akan dikirim jika Israel buka koridor kemanusiaan secara permanen

    Sementara itu, kelompok militan Hamas menyatakan siap menyalurkan bantuan Palang Merah kepada para sandera yang ditahan di Gaza jika Israel membuka koridor kemanusiaan secara permanen.

    “(Kami) siap merespons secara positif permintaan dari Palang Merah untuk mengirim makanan dan obat-obatan kepada tahanan musuh. Namun, kami mengajukan syarat agar koridor kemanusiaan dibuka… untuk pengiriman makanan dan obat-obatan… ke seluruh wilayah Jalur Gaza,” tulis Hamas dalam sebuah pernyataan.

    Pernyataan ini disampaikan setelah PM Israel Benjamin Netanyahu meminta bantuan dari ICRC untuk mengirim makanan kepada para sandera yang ditahan di Gaza.

    Menurut pejabat Israel, saat ini terdapat 50 sandera yang masih berada di Gaza, dan hanya 20 orang diyakini masih hidup. Sejauh ini, Hamas melarang organisasi kemanusiaan mengakses para sandera, dan keluarga mereka tidak memiliki informasi memadai tentang kondisi mereka

    Jerman kembali kirim bantuan ke Gaza lewat udara

    Di sisi lain, angkatan bersenjata Jerman (Bundeswehr) kembali mengirim bantuan ke Gaza pada Minggu (03/08), setelah melakukannya pada Sabtu (02/08).

    Jerman merupakan salah satu negara dari koalisi yang dipimpin Yordania yang telah melakukan sejumlah misi pengiriman bantuan lewat udara ke Gaza.

    Dua pesawat militer mengirim total 44 palet berisi makanan, obat-obatan, dan bantuan lainnya dengan berat sekitar 19 ton, menurut laporan kantor berita DPA.

    Namun, beberapa organisasi bantuan mengkritik keputusan untuk mengirim bantuan melalui udara karena dinilai membahayakan warga sipil di darat.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa situasi di Gaza yang menyebabkan hampir setengah juta orang menghadapi kelaparan ekstrem, sebenarnya bisa dicegah. WHO mendesak agar bantuan dalam jumlah besar bisa masuk lewat jalur darat.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Adelia Dinda Sani

    Editor: Hani Anggraini dan Prita Kusumaputri

    (ita/ita)

  • Ratusan Eks Pejabat Israel Desak Trump Bantu Setop Perang Gaza

    Ratusan Eks Pejabat Israel Desak Trump Bantu Setop Perang Gaza

    Tel Aviv

    Ratusan mantan pejabat keamanan Israel, termasuk beberapa mantan kepala badan intelijen Mossad dan Shin Bet, secara massal mendesak Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menekan pemerintahan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu agar mengakhiri perang di Jalur Gaza.

    Desakan massal itu, seperti dilansir AFP, Senin (4/8/2025), disampaikan oleh sekitar 550 pensiunan pejabat keamanan Israel dalam surat terbuka yang ditujukan untuk Trump dan dibagikan kepada media pada Senin (4/8) waktu setempat.

    Dalam surat terbuka itu, ratusan mantan pejabat keamanan Israel itu menyebut kelompok Hamas tidak lagi menjadi ancaman strategis bagi Israel. Mereka juga meminta Trump untuk membantu “mengarahkan” keputusan Netanyahu menuju ke gencatan senjata Gaza.

    “Menurut penilaian profesional kami, Hamas tidak lagi menjadi ancaman strategis bagi Israel,” tegas surat terbuka itu, yang mewakili sikap ratusan mantan pejabat keamanan Israel.

    “Awalnya perang ini adalah perang yang adil, perang defensif, tetapi kita kami telah mencapai semua tujuan militer, perang ini bukan lagi perang yang adil,” kata mantan direktur dinas keamanan Shin Bet, Ami Ayalon, dalam pernyataan video yang dirilis menyertai surat terbuka tersebut.

    Perang Gaza yang memasuki bulan ke-23, sebut Ayalon, telah “menyebabkan negara Israel kehilangan keamanan dan identitasnya”.

    Surat terbuka itu berargumen bahwa militer Israel “telah sejak lama mencapai dua tujuan yang dapat dicapai dengan kekerasan: membubarkan formasi militer dan pemerintahan Hamas”.

    “Yang ketiga, dan yang paling penting, hanya dapat dicapai melalui sebuah kesepakatan: memulangkan semua sandera,” sebut surat terbuka tersebut.

    “Memburu para pejabat senior Hamas yang tersisa dapat dilakukan nanti,” cetus surat terbuka itu.

    Dalam surat terbuka tersebut, para mantan pejabat keamanan Israel memberitahu Trump bahwa dirinya memiliki kredibilitas di mata mayoritas rakyat Israel dan dapat menekan Netanyahu untuk mengakhiri perang dan memulangkan para sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza.

    Setelah gencatan senjata tercapai, menurut para mantan pejabat keamanan Israel dalam surat terbuka itu, Trump dapat memaksa koalisi regional untuk mendukung Otoritas Palestina yang telah direformasi untuk mengambil alih Jalur Gaza sebagai alternatif dari kekuasaan Hamas.

    Surat terbuka itu ditandatangani oleh 550 mantan pejabat keamanan Israel, yang mencakup tiga mantan kepala badan intelijen Mossad, yakni Tamir Pardo, Efraim Halevy dan Danny Yatom, kemudian juga lima mantan direktur Shin Bet, yakni Ayalon, Nadav Argaman, Yoram Cohen, Yaakov Peri, dan Carmi Gilon.

    Tiga mantan kepala staf militer Israel, termasuk mantan PM Ehud Barak, mantan Menteri Pertahanan Moshe Yaalon dan Dan Halutz, juga termasuk di antara para mantan pejabat yang menandatangani surat terbuka untuk Trump tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Dewan Keamanan PBB Akan Gelar Sidang Darurat Bahas Sandera di Gaza

    Dewan Keamanan PBB Akan Gelar Sidang Darurat Bahas Sandera di Gaza

    Jakarta

    Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan mengadakan sesi sidang darurat mengenai para sandera di Gaza. Hal ini disampaikan duta besar (dubes) Israel untuk PBB pada hari Minggu (3/8) waktu setempat, di tengah kemarahan yang memuncak atas nasib para sandera di Gaza yang dilanda kelaparan.

    Dilansir kantor berita AFP, Senin (4/8/2025), Danny Danon, Dubes Israel untuk PBB, mengunggah pengumuman tersebut di media sosial, di tengah kemarahan atas video-video yang menunjukkan dua sandera yang ditawan oleh kelompok Hamas, dalam kondisi kurus kering.

    Danon mengatakan bahwa DK PBB “akan bersidang pada Selasa mendatang untuk sesi darurat khusus mengenai situasi mengerikan para sandera di Gaza.”

    Israel telah sangat membatasi masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza, sementara badan-badan PBB, kelompok-kelompok kemanusiaan mengatakan bahwa sebagian besar bantuan yang diizinkan masuk oleh Israel telah dijarah atau dialihkan dalam keadaan kacau.

    Banyak warga Palestina yang putus asa terpaksa mempertaruhkan nyawa mereka untuk mencari bantuan.

    Sebelumnya pada hari Minggu (3/8), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meminta bantuan Komite Palang Merah Internasional untuk mengirimkan makanan kepada para sandera Israel yang masih ditawan Hamas.

    Menanggapi hal ini, Hamas mengatakan bahwa mereka akan mengizinkan badan tersebut mengakses para sandera, tetapi hanya jika “koridor kemanusiaan” untuk makanan dan bantuan dibuka “di seluruh wilayah Jalur Gaza.”

    Sayap bersenjata Hamas, Brigade al-Qassam mengatakan mereka “tidak berniat membuat para sandera kelaparan, tetapi mereka juga tidak akan menerima hak istimewa makanan khusus di tengah kejahatan kelaparan dan pengepungan di Gaza”.

    Selama beberapa hari terakhir, Hamas dan sekutunya, Jihad Islam, telah merilis tiga video yang menunjukkan dua sandera yang ditawan dalam serangan 7 Oktober 2023 di Israel yang memicu perang di Gaza.

    Foto-foto Rom Braslavski dan Evyatar David, yang keduanya tampak lemah dan kekurangan gizi, telah memicu kembali seruan di Israel untuk gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Warga AS Tewas di Tepi Barat, Keluarga Salahkan Pemukim Israel

    Warga AS Tewas di Tepi Barat, Keluarga Salahkan Pemukim Israel

    Tepi Barat

    Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengonfirmasi kematian seorang warga negaranya di Tepi Barat pekan ini. Pihak keluarga dan para pejabat Palestina mengaitkan kematian warga negara AS itu dengan aksi pembakaran yang dilakukan oleh para pemukim Israel.

    Otoritas Palestina dan para saksi, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Senin (4/8/2025), melaporkan pada Kamis (31/7) lalu bahwa sekelompok pemukim Israel melakukan aksi pembakaran terhadap rumah-rumah dan beberapa mobil di area Silwad, Tepi Barat.

    Kementerian Kesehatan Palestina dalam pernyataannya mengidentifikasi warga AS yang tewas itu sebagai Khamis Ayyad, yang berusia 41 tahun. Disebutkan bahwa Ayyad tewas karena menghirup asap akibat kebakaran yang terjadi di Silwad tersebut.

    Keluarga besar Ayyad yang tinggal di Chicago, AS, mengatakan dalam konferensi pers pada Jumat (1/8) lalu bahwa Ayyad pindah ke Tepi Barat beberapa tahun lalu, bersama istri dan anak-anaknya, namun tetap bekerja untuk sebuah perusahaan Amerika.

    Ayyad menjadi warga negara AS kedua yang tewas akibat tindak kekerasan pemukim Israel di Tepi Barat sepanjang bulan Juli. Seorang warga AS lainnya, yang tidak disebut namanya, yang berusia 20 tahun tewas akibat dipukuli oleh pemukim Israel saat dia mengunjungi keluarga di Sinjil, Tepi Barat.

    Menanggapi kematian warga AS berusia 20 tahun itu, Duta Besar AS untuk Israel, Mike Huckabee, sebelumnya menuntut Israel untuk menyelidiki apa yang disebutnya sebagai “aksi kriminal dan teroris” tersebut. Namun sejauh ini Huckabee belum berkomentar mengenai kematian Ayyad.

    Saat dimintai komentar soal kematian warga AS di Tepi Barat, juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan: “Kami dapat mengonfirmasi kematian seorang warga negara AS di kota Silwad di Tepi Barat.”

    Namun tidak disebutkan secara langsung nama Ayyad dalam pernyataan tersebut.

    “Kami mengutuk kekerasan kriminal oleh pihak mana pun di Tepi Barat,” tegas juru bicara yang tidak ingin disebutkan namanya tersebut.

    Sementara itu, militer Israel saat dimintai tanggapan oleh AFP mengatakan bahwa “beberapa tersangka … membakar properti dan kendaraan-kendaraan di area Silwad”, namun pasukan Tel Aviv yang dikirimkan ke lokasi kejadian tidak dapat mengidentifikasi mereka.

    Disebutkan juga bahwa Kepolisian Israel telah meluncurkan penyelidikan terhadap insiden tersebut.

    Tepi Barat merupakan rumah bagi sekitar tiga juta warga Palestina, yang tinggal berdampingan dengan sekitar 500.000 pemukim Israel. Tindak kekerasan di wilayah Tepi Barat telah meningkat selama perang berkecamuk di Jalur Gaza, yang dipicu oleh serangan mengejutkan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 lalu.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Kaget Lihat Sandera Kurus Kering, Netanyahu Minta Bantuan Palang Merah

    Kaget Lihat Sandera Kurus Kering, Netanyahu Minta Bantuan Palang Merah

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu meminta bantuan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) untuk membantu para sandera di Gaza. Ini disampaikan Netanyahu menyusul munculnya video-video yang menunjukkan dua sandera Israel dalam kondisi kurus kering.

    Kantor Netanyahu mengatakan bahwa pemimpin negeri Yahudi itu telah berbicara dengan koordinator ICRC untuk wilayah Gaza, Julien Lerisson, dan “meminta keterlibatannya dalam menyediakan makanan bagi para sandera kami dan… perawatan medis segera”.

    Dilansir kantor berita AFP, Senin (4/8/2025), ICRC mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka “terkejut oleh video-video yang mengerikan itu” dan menegaskan kembali “seruannya untuk diberikan akses kepada para sandera”.

    Menanggapi hal ini, sayap bersenjata Hamas, Brigade Al-Qassam mengatakan akan mengizinkan badan tersebut mengakses para sandera, tetapi hanya jika “koridor kemanusiaan” untuk makanan dan bantuan dibuka di seluruh wilayah Jalur Gaza.

    Brigade Al-Qassam mengatakan mereka “tidak berniat membuat para sandera kelaparan”, tetapi mereka tidak akan menerima hak istimewa makanan khusus “di tengah kejahatan kelaparan dan pengepungan” di Gaza.

    Selama beberapa hari terakhir, Hamas dan sekutunya, Jihad Islam, telah merilis tiga video yang menunjukkan dua sandera yang ditawan dalam serangan 7 Oktober 2023 di Israel yang memicu perang di Gaza.

    Foto-foto Rom Braslavski dan Evyatar David, yang keduanya tampak lemah dan kekurangan gizi, telah memicu kembali seruan di Israel untuk gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera.

    Sebuah pernyataan dari kantor Netanyahu pada hari Sabtu lalu, menyatakan bahwa ia telah berbicara dengan keluarga kedua sandera dan “menyatakan keterkejutan yang mendalam atas video-video yang dirilis kelompok Hamas tersebut.

    Netanyahu “mengatakan kepada keluarga-keluarga tersebut bahwa upaya untuk memulangkan semua sandera kita sedang berlangsung”, imbuh pernyataan itu.

    Sebelumnya pada hari tersebut, puluhan ribu orang berunjuk rasa di pusat pesisir Tel Aviv untuk mendesak pemerintah Netanyahu agar membebaskan para sandera yang tersisa.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Macron Kecam Hamas Soal Sandera Israel Kurus Kering: Tak Manusiawi!

    Macron Kecam Hamas Soal Sandera Israel Kurus Kering: Tak Manusiawi!

    Paris

    Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengecam Hamas setelah kelompok itu merilis video yang menunjukkan dua sandera Israel, yang masih ditahan di Jalur Gaza, dalam kondisi kurus kering. Macron menyebut Hamas telah menunjukkan “perilaku tidak manusiawi tanpa batas” melalui video tersebut.

    Hamas dan sekutunya, Jihad Islam, baru-baru ini merilis tiga video yang menunjukkan dua sandera Israel, yang diidentifikasi sebagai Rom Braslavski dan Evyatar David. Keduanya disandera sejak serangan mematikan Hamas terhadap pada 7 Oktober 2023, yang memicu perang tanpa henti di Jalur Gaza.

    “Kekejaman yang keji, perilaku tidak manusiawi tanpa batas: inilah yang mencerminkan Hamas,” kata Macron dalam pernyataan via media sosial X, mengomentari apa yang disebutnya sebagai “gambar-gambar yang tak tertahankan”, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Senin (4/8/2025).

    “Prioritas utama Prancis adalah pembebasan segera semua sandera,” tegasnya pada Minggu (3/8) waktu setempat.

    Dalam video yang dibagikan oleh Hamas itu, Braslavski yang berusia 21 tahun dan David yang berusia 24 tahun tampak lemah dan kekurangan gizi. Braslavski diketahui berkewarganegaraan ganda Israel-Jerman.

    Rekaman video itu juga menunjukkan David sedang menggali apa yang disebutnya sebagai kuburannya sendiri, yang memicu reaksi kemarahan.

    Macron, yang mengatakan Prancis akan mengakui negara Palestina pada September mendatang, berjanji untuk “bekerja tanpa henti” demi “tercapainya kembali gencatan senjata tanpa penundaan, dan untuk memungkinkan pengiriman massal bantuan kemanusiaan, yang masih diblokir di gerbang Gaza.

    Namun dia juga menegaskan bahwa Hamas tidak boleh lagi menguasai Jalur Gaza setelah perang berakhir.

    “Kita harus melakukan demiliterisasi total terhadap Hamas, pengucilan sepenuhnya dari segala bentuk pemerintahan, dan pengakuan Israel oleh negara Palestina,” cetusnya.

    Netanyahu Sangat Terkejut dengan Video 2 Sandera Israel

    Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu dilaporkan sangat terkejut dengan kondisi dua sandera Israel dalam video tersebut. Disebutkan bahwa Netanyahu telah berbicara dengan keluarga dua sandera yang ada dalam video itu.

    “Perdana Menteri menyatakan keterkejutan yang mendalam atas materi yang didistribusikan oleh organisasi teror Hamas dan Jihad Islam Palestina, dan menyampaikan kepada pihak keluarga bahwa upaya untuk memulangkan semua sandera sedang berlangsung, dan akan terus berlanjut secara terus-menerus dan tanpa henti,” demikian pernyataan kantor Netanyahu pada Sabtu (2/8) malam.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Arab Saudi Kecam Menteri Israel Berdoa di Al-Aqsa: Provokatif!

    Arab Saudi Kecam Menteri Israel Berdoa di Al-Aqsa: Provokatif!

    Riyadh

    Arab Saudi mengecam keras aksi seorang menteri kontroversial Israel yang berdoa di kompleks Masjid Al-Aqsa, yang menantang aturan yang berlaku di salah satu situs paling sensitif di Timur Tengah. Riyadh menyebutnya sebagai “praktik provokatif” yang dilakukan secara berulang oleh pejabat Israel di kompleks suci tersebut.

    “Arab Saudi mengecam dengan sekeras-kerasnya praktik provokatif yang telah berulang kali dilakukan oleh para pejabat pemerintah pendudukan Israel terhadap Masjid Al-Aqsa yang disucikan, menegaskan bahwa praktik tersebut mengobarkan konflik di kawasan,” tegas Kementerian Luar Negeri Saudi dalam pernyataan via media sosial X, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (4/8/2025).

    “Kerajaan menekankan tuntutannya yang berkelanjutan terhadap komunitas internasional untuk menghentikan praktik-praktik yang dilakukan oleh para pejabat pendudukan Israel yang melanggar hukum dan norma internasional, dan yang merusak upaya perdamaian di kawasan tersebut,” imbuh pernyataan tersebut.

    Pernyataan Kementerian Luar Negeri Saudi ini dirilis setelah Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, yang dikenal kontroversial datang mengunjungi kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem pada Minggu (3/8) waktu setempat, dan mengatakan dirinya berdoa di sana.

    Ben-Gvir mengatakan dirinya berdoa untuk kemenangan Israel atas kelompok Hamas dalam perang di Jalur Gaza, dan untuk kembalinya para sandera yang masih ditahan oleh militan di wilayah tersebut. Dia juga mengulangi seruannya agar Israel menaklukkan seluruh daerah kantong Palestina itu.

    Diketahui bahwa di bawah perjanjian “status quo” yang telah berlaku selama puluhan tahun, yang diatur dengan otoritas Muslim, kompleks Masjid Al-Aqsa dikelola oleh sebuah yayasan keagamaan Yordania dan umat Yahudi dapat berkunjung tetapi tidak boleh berdoa di sana.

    Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan dalam pernyataannya setelah kunjungan Ben-Gvir tersebut bahwa kebijakan Israel untuk mempertahankan “status quo” di kompleks Al-Aqsa “tidak berubah dan tidak akan berubah”.

    Sejumlah video yang dirilis oleh organisasi Yahudi bernama Temple Mount Administration menunjukkan Ben-Gvir memimpin sekelompok orang berjalan di dalam kompleks Al-Aqsa. Beberapa video lainnya yang beredar online tampaknya menunjukkan Ben-Gvir sedang berdoa.

    Kunjungan ke kompleks suci yang disebut sebagai Temple Mount oleh umat Yahudi itu bertepatan dengan Tisha B’av, yang merupakan hari puasa untuk berkabung atas hancurnya dua kuil Yahudi kuno, yang berdiri di lokasi itu berabad-abad lalu.

    Wakaf Al-Aqsa, yayasan yang mengelola kompleks suci tersebut, mengatakan bahwa Ben-Gvir termasuk di antara 1.250 orang lainnya yang naik ke kompleks Al-Aqsa dan dilaporkan berdoa, berteriak, dan menari di sana.

    Aktivitas itu bertentangan dengan sikap resmi Israel yang selama ini menerima aturan yang membatasi warga non-Muslim untuk berdoa di kompleks tersebut, yang merupakan situs tersuci ketiga dalam agama Islam dan situs paling suci dalam agama Yahudi.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Tuai Kecaman, Menteri Keamanan Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Masjid Al-Aqsa

    Tuai Kecaman, Menteri Keamanan Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Masjid Al-Aqsa

    Jakarta

    Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, secara terbuka memimpin ibadah doa Yahudi di kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem. Tindakan ini menuai kecaman karena melanggar kesepakatan yang telah lama berlaku di situs tersebut.

    Dilansir AFP, Senin (4/8/2025), aksi Ben Gvir terjadi pada Minggu (3/8) waktu setempat. Media Israel mengatakan kunjungan Ben Gvir itu menandai pertama kalinya sebuah doa dibacakan di depan umum oleh seorang menteri pemerintah.

    Kompleks Al-Aqsa diketahui merupakan situs tersuci ketiga umat Islam, dan juga tempat tersuci bagi agama Yahudi. Tempat itu dihormati sebagai lokasi kuil Yahudi pertama dan kedua.

    Ritual keagamaan Yahudi dilarang di sana berdasarkan perjanjian yang telah lama berlaku antara Israel dan Yordania. Dalam beberapa tahun terakhir, kesepakatan tersebut, yang dikenal sebagai “status quo”, telah berulang kali dilanggar oleh pengunjung Yahudi, termasuk anggota parlemen Israel.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa kebijakan Israel untuk mempertahankan status quo di Bukit Bait Suci tidak berubah.

    Tanggal yang dipilih Ben Gvir untuk tindakannya sangat simbolis. Dalam kalender Ibrani, hari Minggu menandai Tisha B’Av atau hari puasa untuk memperingati penghancuran dua kuil Yahudi yang dulu berdiri di kompleks Al-Aqsa saat ini.

    Dalam sebuah pernyataan yang direkam di kompleks tersebut, Ben Gvir mengatakan bahwa Israel harus menanggapi “video horor” dua sandera Israel yang dibebaskan oleh kelompok militan Palestina pekan ini dengan “memperluas kedaulatan Israel atas seluruh Jalur Gaza”.

    Israel menduduki dan mencaplok Yerusalem timur pada tahun 1967. Langkah itu tidak diakui oleh sebagian besar komunitas internasional.

    Tindakan Ben Gvir, yang digambarkan oleh surat kabar sayap kiri Israel Haaretz sebagai “provokasi”, menuai kecaman dari Otoritas Palestina hingga Yordania dan Arab Saudi, yang menyebutnya sebagai “eskalasi berbahaya”.

    (ygs/ygs)

  • Video: Sandera Israel Kelaparan Seperti Warga Gaza Akibat Blokade

    Video: Sandera Israel Kelaparan Seperti Warga Gaza Akibat Blokade

    Jakarta, CNBC Indonesia– Hamas merilis video baru yang memperlihatkan sandera Israel, Evyatar David yang tampak kurus kering pada hari Sabtu, 2 Agustus 2025 (2 Agustus)

    Rekaman tersebut mendorong mantan sandera Tal Shoham untuk menerbitkan sebuah video yang menyerukan tekanan kepada Hamas agar memberikan makanan kepada para sandera.

    Rekaman terbaru ini menimbulkan kekhawatiran di antara keluarga para sandera. Dalam sebuah pernyataan, mereka mengatakan Israel dan komunitas internasional harus mengatasi kondisi ini.

    Kelaparan yang terjadi di Gaza membuat Evyatar David takut ikut mengalami kekurangan makanan seperti yang terjadi pada para warga Palestina.

    Kondisi ini tidak lepas dari langkah Israel yang melakukan blokade total bantuan ke Jalur Gaza sejak 2 Maret 2025.