Negara: Jalur Gaza

  • Heboh Tembok Ratapan di Yerusalem Ditulisi ‘Holocaust di Gaza’

    Heboh Tembok Ratapan di Yerusalem Ditulisi ‘Holocaust di Gaza’

    Yerusalem

    Tembok Ratapan yang ada di area Yerusalem mengalami vandalisme dengan coretan berbunyi “Holocaust di Gaza” ditemukan pada salah satu bagian. Coretan yang mengecam perang Israel di Jalur Gaza itu langsung memicu reaksi keras di kalangan para pemimpin agama dan politisi Israel.

    Coretan yang tertulis dalam bahasa Ibrani itu, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Selasa (12/8/2025), ditemukan pada bagian selatan Tembok Ratapan, atau Western Wall, yang masih merupakan bagian dari kompleks suci Masjid Al-Aqsa di Old City, Yerusalem, yang dianeksasi oleh Israel.

    “Ada holocaust di Gaza,” demikian bunyi coretan dalam bahasa Ibrani yang ditemukan di Tembok Ratapan pada Senin (11/8) waktu setempat. Coretan serupa ditemukan di dinding Sinagoge Agung dan beberapa tempat lainnya di area Yerusalem.

    Holocaust, atau holokaus, merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut pembunuhan, atau genosida, terhadap enam juta warga Yahudi Eropa selama Perang Dunia II silam oleh Nazi Jerman yang dipimpin Adolf Hitler.

    Tembok Ratapan merupakan situs paling suci bagi umat Yahudi, di mana mereka diperbolehkan untuk berdoa di sana. Umat Yahudi, menurut perjanjian “status quo” yang telah berlaku selama puluhan tahun, hanya boleh berkunjung tetapi tidak diperbolehkan untuk berdoa di dalam kompleks Al-Aqsa.

    Aksi vandalisme dengan coretan anti-perang Gaza itu menuai kemarahan di Israel, dengan Rabbi Shmuel Rabinovitch dari Tembok Ratapan menyebutnya sebagai “penodaan”.

    “Tempat suci bukanlah tempat untuk mengekspresikan protes… Polisi harus menyelidiki tindakan ini, melacak para penjahat yang bertanggung jawab atas penodaan tersebut, dan membawa mereka ke pengadilan,” kata Rabinovitch dalam pernyataannya.

    Kepolisian Israel mengatakan pihaknya telah menangkap seorang tersangka berusia 27 tahun terkait vandalisme terhadap Tembok Ratapan itu. Tersangka yang tidak disebut namanya itu langsung diadili pada Senin (11/8), dengan pihak kepolisian meminta agar penahanannya diperpanjang.

    Kecaman terhadap vandalisme itu juga disampaikan oleh Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir — yang mengawasi badan-badan penegak hukum Israel. Ben Gvir yang dikenal kontroversial ini mengatakan dirinya terkejut dan menjanjikan bahwa kepolisian akan bertindak “secepat kilat”.

    Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang tidak kalah kontroversial dari Ben Gvir, menyebut pelaku vandalisme itu sudah “lupa apa artinya menjadi seorang Yahudi”.

    Kecaman keras juga datang dari mantan Menteri Pertahanan Benny Gantz, yang kini menjadi pemimpin oposisi, yang menyebut vandalisme itu sebagai “kejahatan terhadap seluruh bangsa Yahudi”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Trump Ditinggal! Ini Daftar Sekutu AS yang Berencana Akui Palestina

    Trump Ditinggal! Ini Daftar Sekutu AS yang Berencana Akui Palestina

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah negara-negara berpengaruh di dunia Barat mulai perlahan mengakui kedaulatan Palestina. Hal ini dilakukan setelah serangan membabi buta Israel atas wilayah enklave negara itu, Gaza, yang telah menewaskan 60 ribu jiwa sejak 2023 lalu.

    Sejumlah negara ini berpandangan bahwa pengakuan Palestina merupakan kunci perdamaian di kawasan itu. Hal ini juga sesuai dengan Solusi Dua Negara, yang menekankan adanya negara Israel dan Palestina yang hidup berdampingan dengan damai.

    Berikut daftar 5 negara Barat yang berencana mengakui Palestina tahun ini:

    1. Prancis.

    Prancis, salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB, telah mengumumkan niatnya untuk secara resmi mengakui Negara Palestina. Langkah ini dipimpin oleh Presiden Emmanuel Macron, yang menekankan pentingnya solusi dua negara yang kuat dan kredibel untuk mengakhiri konflik yang berkepanjangan. Rencana pengakuan ini juga merupakan bagian dari upaya Prancis untuk memulihkan momentum diplomatik dalam proses perdamaian Timur Tengah.

    Sebagaimana dikutip oleh The New Arab, seorang pejabat Prancis menyatakan, “Pengakuan ini bukanlah hadiah, melainkan sebuah instrumen untuk membangun perdamaian.” Keputusan ini dipandang sebagai upaya untuk memberikan Palestina status yang setara dengan Israel, memungkinkan mereka untuk bernegosiasi secara efektif di tingkat internasional.

    2. Inggris.

    Inggris juga telah menyatakan niatnya untuk mengakui Palestina sebagai negara, meskipun dengan beberapa syarat. Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, dalam pernyataannya, menekankan bahwa pengakuan ini akan membantu menciptakan momentum bagi solusi dua negara.

    Pengumuman ini datang di tengah meningkatnya tekanan domestik dan internasional terhadap pemerintah Inggris untuk mengambil tindakan yang lebih tegas dalam menanggapi krisis di Gaza.

    Seperti yang dilaporkan oleh Time Magazine, pengakuan ini juga dipandang sebagai cara untuk menekan Israel agar menyetujui gencatan senjata dan membebaskan sandera. Meskipun demikian, pengumuman ini mendapat kecaman dari Israel, yang berpendapat bahwa pengakuan tersebut akan “memberi imbalan kepada terorisme.”

    3. Kanada.

    Kanada, melalui perdana menterinya, telah mengumumkan rencana untuk mengakui Palestina pada Sidang Umum PBB bulan September 2025. Keputusan ini, seperti halnya Inggris, disertai dengan kondisi-kondisi tertentu, seperti perlunya Palestina yang tidak dimiliterisasi dan tidak adanya peran Hamas dalam pemerintahan.

    Dalam laporannya, The Guardian mengutip PM Kanada Mark Carney yang menyatakan, “Kami akan mengakui negara Palestina di Sidang Umum PBB pada bulan September jika kondisi-kondisi tertentu terpenuhi.”

    Keputusan ini mencerminkan pergeseran kebijakan luar negeri Kanada, yang selama ini dikenal sebagai sekutu dekat Amerika Serikat dan Israel. Langkah ini juga dilihat sebagai upaya untuk menyatukan kembali Tepi Barat dan Jalur Gaza di bawah satu otoritas Palestina.

    4. Australia.

    Australia menjadi salah satu negara terbaru yang mengumumkan rencana untuk mengakui Palestina. PM Anthony Albanese menyatakan bahwa Australia akan mengakui Negara Palestina pada Sidang Umum PBB bulan September 2025.

    Albanese, seperti yang dilaporkan oleh Al Jazeera, mengatakan bahwa solusi dua negara adalah “harapan terbaik umat manusia untuk memutus siklus kekerasan di Timur Tengah.”

    Pengakuan ini, menurutnya, merupakan bagian dari “upaya global terkoordinasi” untuk mencapai gencatan senjata di Gaza dan pembebasan sandera.

    Pengumuman ini juga memicu reaksi keras dari Israel, dengan utusan Israel untuk Australia yang menyatakan bahwa pengakuan tersebut “mengangkat posisi Hamas.” Namun, Australia menekankan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada komitmen yang diterima dari Otoritas Palestina mengenai pemerintahan di masa depan dan demiliterisasi.

    5. Selandia Baru.

    Selandia Baru sedang mempertimbangkan pengakuan resmi terhadap negara Palestina. Menteri Luar Negeri Winston Peters mengatakan kabinet Perdana Menteri Christopher Luxon akan membuat keputusan pada September, bertepatan dengan Pekan Pemimpin PBB.

    “Kami bermaksud mempertimbangkan masalah ini dengan cermat dan kemudian bertindak sesuai dengan prinsip, nilai, dan kepentingan nasional Selandia Baru,” ujar Peters dalam keterangan resmi, Senin (11/8/2025), seperti dikutip Reuters.

    Ia menegaskan, Selandia Baru sejak lama memandang pengakuan Palestina sebagai “masalah waktu, bukan apakah akan terjadi.” Namun, keputusan akan bergantung pada penilaian apakah telah ada kemajuan signifikan menuju pembentukan negara Palestina yang layak dan sah.

    (tps/tps)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Rusia Ingatkan Israel yang Ingin Total Kuasai Gaza, Konsekuensinya Bakal Buruk

    Rusia Ingatkan Israel yang Ingin Total Kuasai Gaza, Konsekuensinya Bakal Buruk

    JAKARTA – Israel berencana memperluas operasi militernya di Jalur Gaza. Hal itu mendatangkan kecaman dari berbagai negara, termasuk Rusia.

    Pihak Rusia menilai rencana tersebut akan memperburuk situasi di wilayah kantong Palestina itu dan berdampak serius bagi seluruh kawasan Timur Tengah, pemerintah Rusia memperingatkan pada Sabtu, 9 Agustus.

    Peringatan itu disampaikan setelah pada Kamis, pemimpin Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan rencana untuk menguasai seluruh Jalur Gaza guna membentuk perimeter keamanan, sebelum menyerahkannya kepada “pemerintahan sipil” yang baru.

    “Pelaksanaan keputusan dan rencana semacam itu, yang memicu kecaman dan penolakan, berisiko memperparah situasi yang sudah sangat dramatis di wilayah Palestina itu, yang menunjukkan semua tanda-tanda bencana kemanusiaan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova dalam pernyataannya, mengutip ANTARA pada 10 Agustus.

    Sehari kemudian, kantor Netanyahu menyatakan bahwa kabinet keamanan Israel telah menyetujui usulannya untuk menumpas Hamas dan merebut kendali atas Kota Gaza.

    Menurut dia, langkah itu akan sangat merusak upaya internasional untuk meredakan konflik dan menimbulkan konsekuensi negatif yang serius bagi stabilitas kawasan.

    Israel menghadapi gelombang kemarahan dunia atas perang genosida di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 61.000 warga Palestina sejak Oktober 2023. Operasi militer rezim Zionis telah menghancurkan wilayah itu dan menimbulkan bencana kemanusiaan, termasuk kelaparan.

  • Australia Berencana Segera Akui Negara Palestina

    Australia Berencana Segera Akui Negara Palestina

    Canberra

    Australia dilaporkan berencana untuk mengakui negara Palestina segera, atau dalam hitungan hari. Pengakuan resmi dari Canberra untuk negara Palestina ini menyusul langkah serupa yang diambil oleh Prancis, Inggris, dan Kanada.

    Rencana tersebut, seperti dilansir Reuters dan Bloomberg, Senin (11/8/2025), diungkapkan oleh media terkemuka Australia, Sydney Morning Herald (SMH) dalam laporan terbarunya, yang mengutip sejumlah sumber yang tidak disebutkan namanya.

    Laporan SMH itu menyebut bahwa Perdana Menteri (PM) Australia, Anthony Albanese, dan pemerintahannya dapat menyetujui langkah tersebut dalam beberapa hari ini, setelah rapat kabinet rutin digelar pada Senin (11/8) waktu setempat.

    Bahkan menurut laporan SMH, pemerintah Australia bisa saja mengumumkan pengakuan untuk negara Palestina paling cepat pada Senin (11/8) waktu setempat, atau dalam beberapa hari ke depan.

    Sejauh ini belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Australia terkait rencana mengakui negara Palestina tersebut. Kantor PM Albanese belum memberikan tanggapan langsung atas laporan SMH.

    Rencana pemerintah Australia itu mencuat di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa operasi militer Israel di Jalur Gaza akan semakin menutup peluang bagi solusi dua negara. Terlebih diketahui bahwa hubungan antara Canberra dan Tel Aviv secara tradisional telah merenggang dalam beberapa bulan terakhir.

    Bulan lalu, Prancis dan Kanada mengumumkan rencana mereka untuk secara resmi mengakui negara Palestina. Sementara Inggris mengatakan akan mengikuti langkah tersebut, kecuali Israel mengatasi krisis kemanusiaan yang kini menyelimuti Jalur Gaza dan mencapai gencatan senjata.

    Israel telah mengecam keputusan negara-negara Barat untuk mendukung negara Palestina, yang disebutnya hanya akan menguntungkan kelompok Hamas.

    Saat berbicara kepada wartawan pada Minggu (10/8), PM Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa sebagian besar warga Israel menentang pembentukan negara Palestina karena mereka menganggap hal itu akan membawa perang, bukan perdamaian.

    Pernyataan Netanyahu itu disampaikan saat ribuan demonstran membanjiri jalanan Tel Aviv untuk menentang rencana sang PM Israel meningkatkan eskalasi perang yang telah berlangsung selama hampir dua tahun terakhir dan merebut Gaza City, kota terbesar di Jalur Gaza.

    “Melihat negara-negara Eropa dan Australia masuk ke dalam lubang kelinci seperti itu, jatuh ke dalamnya … ini mengecewakan, dan saya pikir itu sebenarnya memalukan, tetapi itu tidak akan mengubah posisi kami,” kata Netanyahu.

    Sementara itu, Albanese beberapa waktu terakhir menyerukan solusi dua negara, dengan pemerintahannya mendukung hak Israel untuk hidup dengan perbatasan yang aman dan mendukung hak Palestina untuk memiliki negara mereka sendiri.

    “Saya telah mengatakan bahwa ini persoalan kapan, bukan apakah,” ucap Albanese kepada wartawan di sela-sela kunjungan ke Selandia Baru pada Sabtu (9/8), saat ditanya wartawan mengenai sikap pemerintahannya terhadap negara Palestina.

    “Untuk jangka waktu lama, ada posisi bipartisan di Australia yang mendukung dua negara,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/imk)

  • Netanyahu Bilang Serangan Terbaru ke Gaza Segera Dimulai

    Netanyahu Bilang Serangan Terbaru ke Gaza Segera Dimulai

    Tel Aviv

    Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, mengumumkan bahwa serangan militer terbaru terhadap Jalur Gaza akan segera dimulai. Netanyahu mengatakan bahwa dirinya berharap dapat menyelesaikan serangan terbaru ke Jalur Gaza dengan “cukup cepat”.

    Hal tersebut, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (11/8/2025), disampaikan Netanyahu setelah rapat dengan kabinet keamanan Israel menyetujui rencana yang banyak dikritik untuk mengambil alih kendali atas Jalur Gaza.

    Dikatakan oleh Netanyahu, pada Minggu (10/8), bahwa dirinya tidak memiliki pilihan selain “menyelesaikan pekerjaannya” dan mengalahkan Hamas untuk membebaskan para sandera yang diculik dari wilayah Israel.

    Kantor Netanyahu mengatakan pada Minggu (10/8) malam bahwa sang PM Israel telah berbicara dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, untuk membahas “rencana Israel untuk menguasai sisa benteng Hamas di Gaza”.

    Netanyahu sebelumnya telah mengatakan bahwa serangan terbaru terhadap Jalur Gaza bertujuan untuk menyerang dua benteng Hamas yang tersisa, yang disebutnya sebagai satu-satunya pilihan karena penolakan kelompok yang didukung Iran tersebut untuk meletakkan persenjataan mereka.

    Hamas telah menegaskan bahwa mereka tidak akan melucuti persenjataan mereka kecuali negara Palestina yang merdeka didirikan.

    Tidak diketahui secara jelas kapan serangan terbaru Israel terhadap Jalur Gaza akan dimulai. Namun serangan terbaru ini akan menjadi bagian dari upaya Tel Aviv untuk membersihkan militan dari area Gaza City, kota terbesar di Jalur Gaza.

    “Kerangka waktu yang kami tetapkan untuk aksi ini cukup cepat. Kami ingin, pertama-tama, memungkinkan pembentukan zona aman agar para penduduk sipil Gaza City dapat pindah keluar,” ucap Netanyahu dalam pernyataannya.

    Dikatakan oleh Netanyahu bahwa para penduduk Gaza City, yang ditinggali satu juta orang sebelum perang berkecamuk, akan dipindahkan ke “zona-zona aman”. Namun banyak warga Palestina mengatakan bahwa zona aman tidak melindungi mereka dari serangan-serangan Israel sebelumnya.

    Panglima militer Israel, Eyal Zamir, menolak keras pendudukan sepenuhnya atas Jalur Gaza dan memperingatkan bahwa perluasan serangan dapat membahayakan nyawa para sandera yang masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, serta menyeret pasukan Israel ke dalam perang gerilya yang berkepanjangan dan mematikan.

    Namun Netanyahu menegaskan bahwa tujuan dirinya bukanlah untuk menduduki Jalur Gaza.

    “Kami menginginkan sabuk keamanan tepat di sebelah perbatasan kami, tapi kami tidak ingin tetap berada di Gaza. Itu bukan tujuan kami,” kata Netanyahu.

    Hamas, dalam tanggapannya seperti dilansir AFP, menuduh Netanyahu berbohong. “Netanyahu terus berbohong, menipu dan berusaha untuk menyesatkan publik,” kata pejabat senior Hamas, Taher al-Nunu.

    “Semua yang dikatakan Netanyahu dalam konferensi pers adalah serangkaian kebohongan, dan dia tidak bisa menghadapi kebenaran; sebaliknya, dia bekerja untuk memutarbalikkan dan menyembunyikannya,” imbuhnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idn)

  • Jurnalis Anas al-Sharif Tewas Usai Tenda Kru Al-Jazeera di Gaza Dibom Israel

    Jurnalis Anas al-Sharif Tewas Usai Tenda Kru Al-Jazeera di Gaza Dibom Israel

    Jakarta

    Jurnalis Al-Jazeera Anas Al Sharif meninggal dunia akibat serangan di Gaza pada Minggu (10/8) waktu setempat. Hingga kini total 237 jurnalis gugur akibat serangan Israel sejak dimulainya perang.

    Dilansir Al Jazeera, Senin (11/8) Kantor Media Pemerintah di Gaza pembunuhan tersebut merupakan kejahatan perang yang sepenuhnya bertujuan untuk membungkam kebenaran dan menutupi kejahatan genosida yang dilakukan oleh Israel.

    “Ini merupakan awal dari rencana kriminal penjajah [Israel] untuk menutupi pembantaian brutal di masa lalu dan yang akan datang yang telah dan akan dilakukannya di Jalur Gaza,” kata kantor Media tersebut, Senin.

    Serangan Israel itu disebut menargetkan tenda kru jurnalis al-Jazeera. Anas Al Sharif dan empat rekannya tewas dalam serangan udara Israel itu.

    “Jurnalis Al Jazeera Anas al-Sharif tewas bersama empat rekannya dalam serangan yang ditargetkan Israel terhadap sebuah tenda yang menampung jurnalis di Kota Gaza,” kata penyiar yang berbasis di Qatar, dikutip AFP.

    Kantor tersebut mengatakan bahwa Israel, Amerika Serikat dan semua negara yang terlibat dalam genosida bertanggung jawab penuh atas kejahatan sistematis terhadap para jurnalis dan pekerja media di daerah tersebut. Mereka juga menyerukan agar organisasi-organisasi internasional turun tangan.

    “Anas Al Sharif menjabat sebagai kepala sel teroris di organisasi teroris Hamas dan bertanggung jawab untuk memajukan serangan roket terhadap warga sipil Israel dan pasukan IDF,” kata militer Israel dilansir Reuters, Senin (11/8).

    Direktur Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza mengatakan bahwa serangan yang menghantam tenda yang menampung para jurnalis di luar pintu masuk rumah sakit, ditargetkan secara langsung kepada mereka.

    Jurnalis Al Jazeera, Anas al-Sharif, Mohammed Qreiqeh, Ibrahim Zaher dan Mohammed Noufal terbunuh dalam serangan tersebut.

    Simak Video: Serangan Israel Tewaskan Jurnalis, Tuding Korban Pemimpin Hamas

    (wnv/idn)

  • Kecaman Bertubi-tubi Buat Israel yang Bertekad Caplok Gaza

    Kecaman Bertubi-tubi Buat Israel yang Bertekad Caplok Gaza

    Jakarta

    Sejumlah negara kembali mengecam keras rencana Israel yang akan mengambil langkah baru memperluas operasional militernya di Gaza. Sejumlah negara khawatir rencana baru Israel tersebut akan membuat situasi di Palestina semakin parah.

    Dirangkum detikcom, Senin (11/8/2025), berdasarkan rencana yang baru disetujui kabinet Israel untuk mengalahkan kelompok Hamas, pasukan Israel akan bersiap untuk menguasai Kota Gaza, sambil mendistribusikan bantuan kemanusiaan kepada penduduk sipil di luar zona pertempuran.

    Namun, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (9/8/2025), Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dalam sebuah unggahan di media sosial X, menegaskan “kami tidak akan menduduki Gaza — kami akan membebaskan Gaza dari Hamas”.

    Ia mengatakan bahwa demiliterisasi wilayah tersebut dan pembentukan “pemerintahan sipil yang damai… akan membantu membebaskan para sandera kami” dan mencegah ancaman di masa mendatang.

    Israel menduduki Gaza sejak tahun 1967, tetapi menarik pasukan dan para pemukimnya pada tahun 2005.

    Kantor Netanyahu mengatakan pada Jumat (8/8) waktu setempat, kabinet telah mengadopsi “lima prinsip”, yakni perlucutan senjata Hamas, pemulangan semua sandera, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, demiliterisasi Jalur Gaza, kontrol keamanan Israel atas Jalur Gaza, dan keberadaan pemerintahan sipil alternatif yang bukan Hamas atau Otoritas Palestina

    Meskipun kabinet keamanan Israel telah menyetujui rencana untuk mengambil alih Kota Gaza, belum ada jadwal pasti kapan operasi tersebut akan dimulai.

    Laporan dari media Israel mengindikasikan bahwa militer tidak akan segera bergerak ke Kota Gaza, dan penduduk akan diminta untuk mengungsi terlebih dahulu.

    Sejumlah negara seperti Indonesia, Inggris, China, Turki, Arab Saudi, hingga Jerman sebelumnya telah mengecam rencana Israel tersebut. Kini kecaman tersebut kembali datang dari berbagai pihak lainnya, seperti Rusia, bahkan warga Israel sendiri yang menggelar demonstrasi.

    Rusia Kecam Rencana Israel

    Rusia mengecam dan menolak rencana Israel untuk memperluas operasi militernya di Jalur Gaza. Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan rencana tersebut akan memperburuk situasi di Palestina.

    “Implementasi keputusan dan rencana semacam itu, yang memicu
    kecaman dan penolakan, berisiko memperburuk situasi yang sudah sangat dramatis di wilayah kantong Palestina tersebut, yang memiliki semua ciri bencana kemanusiaan,” kata kementerian tersebut dalam sebuah pernyataan, dilansir Reuters, Minggu (10/8/2025).

    Dilansir Anadolu, Rusia menambahkan, jika rencana tersebut dijalankan Israel, maka kemungkinan penduduk sipil di Gaza tidak akan tersisa. Menurut Rusia semua penduduk dapat berpotensi jadi sasaran pengusiran paksa.

    “Diperkirakan dalam waktu dekat tidak akan ada satu pun warga sipil yang tersisa di wilayah tersebut. Semua penduduk akan menjadi sasaran pengusiran paksa. Pihak Israel tidak menyembunyikan niatnya untuk secara bertahap merebut dan menduduki seluruh sektor tersebut pada tahap-tahap selanjutnya,” demikian pernyataan tersebut.

    Kementerian Luar Negeri Rusia juga memperingatkan tindakan tersebut akan mempersulit upaya internasional untuk meredakan ketegangan di zona konflik, yang akan mengakibatkan konsekuensi negatif yang serius bagi seluruh Timur Tengah. Rusia mengingatkan pentingnya melakukan gencatan senjata di Gaza.

    Warga Israel Demo di Tel Aviv

    Ribuan orang turun ke jalan di Tel Aviv pada hari Sabtu untuk menuntut diakhirinya perang di Gaza. Demo ini berlangsung sehari setelah pemerintah Israel berjanji untuk memperluas konflik dan merebut Kota Gaza.

    Dilansir AFP, Minggu (10/8/2025), para demonstran melambaikan spanduk dan mengangkat foto-foto sandera yang masih ditahan di wilayah Palestina. Mereka mendesak pemerintah untuk menjamin pembebasan mereka.

    Para jurnalis AFP yang hadir di demonstrasi tersebut memperkirakan jumlah peserta mencapai puluhan ribu. Sementara sebuah kelompok yang mewakili keluarga para sandera mengatakan sebanyak 100.000 orang berpartisipasi.

    “Kami akan mengakhiri dengan pesan langsung kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu: jika Anda menyerbu sebagian wilayah Gaza dan para sandera dibunuh, kami akan mengejar Anda di alun-alun kota, dalam kampanye pemilu, dan di setiap waktu dan tempat,” ujar Shahar Mor Zahiro, kerabat seorang sandera yang dibunuh, kepada AFP.

    Arab Saudi Kecam Israel

    Pemerintah Arab Saudi menolak rencana Israel mengambil alih Gaza, Palestina. Arab Saudi mengutuk sekeras-kerasnya rencana itu.

    Dilansir kantor berita AFP, Sabtu (9/8/2025), Arab Saudi menolak rencana Israel untuk mengambil alih kota Gaza. Arab Saudi mengecam Israel karena kelaparan dan pembersihan etnis terhadap warga Palestina di wilayah yang diblokade tersebut.

    “Mengutuk dengan sekeras-kerasnya dan sekeras-kerasnya keputusan otoritas pendudukan Israel untuk menduduki Jalur Gaza,” pernyataan Kementerian Luar Negeri Arab di akun X.

    Jerman Setop Ekspor Senjata ke Israel

    Pemerintah Jerman mengumumkan penghentian sementara semua izin ekspor senjata ke Israel. Penghentian ini dilakukan menyusul pernyataan Israel yang berencana menguasai jalur Gaza, Palestina.

    Dilansir kantor berita BBC, Jumat (8/8/2025), keputusan itu disampaikan langsung Kanselir Friedrich Merz. Hal itu sebagai reaksi Jerman terhadap rencana Israel untuk mengambil alih Kota Gaza.

    Merz mengatakan pemerintahnya tidak akan menyetujui ekspor peralatan militer apa pun ke Israel yang dapat digunakan di Gaza. Merz belum memerinci sampai kapan penghentian ekspor ini.

    “Dalam situasi ini, pemerintah Jerman tidak akan mengizinkan ekspor peralatan militer apa pun yang dapat digunakan di Jalur Gaza hingga pemberitahuan lebih lanjut,” kata Merz.

    Halaman 2 dari 4

    (yld/yld)

  • Serangan Israel ke Gaza Tewaskan Jurnalis, Tuding Korban Terlibat Teroris

    Serangan Israel ke Gaza Tewaskan Jurnalis, Tuding Korban Terlibat Teroris

    Jakarta

    Militer Israel kembali melancarkan serangan ke Kota Gaza. Serangan tersebut menewaskan jurnalis Al Jazeera, Anas Al Sharif.

    Dilansir Reuters dan Al Jazeera, serangan dilancarkan pada Minggu (10/8) waktu setempat. Israel menuduh Al Sharif sebagai sebagai kepala sel Hamas.

    “Anas Al Sharif menjabat sebagai kepala sel teroris di organisasi teroris Hamas dan bertanggung jawab untuk memajukan serangan roket terhadap warga sipil Israel dan pasukan IDF,” kata militer Israel dilansir Reuters, Senin (11/8/2025).

    Direktur rumah sakit di Kota Gaza mengatakan bahwa serangan yang menghantam tenda yang menampung para jurnalis di luar pintu masuk Rumah Sakit Al-Shifa ditargetkan secara langsung kepada mereka.

    Jurnalis Al Jazeera, Anas al-Sharif, Mohammed Qreiqeh, Ibrahim Zaher dan Mohammed Noufal terbunuh dalam serangan beberapa waktu lalu.

    “Tujuan kami bukan untuk menduduki Gaza, tetapi untuk membentuk pemerintahan sipil di Jalur Gaza yang tidak berafiliasi dengan Hamas atau Otoritas Palestina,” kata Netanyahu dalam sebuah konferensi pers dilansir kantor berita AFP, Minggu (10/8/2025).

    Netanyahu juga berjanji untuk menciptakan koridor yang aman untuk penyaluran bantuan.

    Rencana Israel tersebut langsung menuai kecaman dunia. Beberapa negara mulai dari Indonesia, Inggris, China hingga Turki mengecam dan menolak rencana Israel tersebut.

    (wnv/wnv)

  • Inggris Kutuk Rencana Israel Caplok Gaza: Jalan Menuju Pertumparah Darah

    Inggris Kutuk Rencana Israel Caplok Gaza: Jalan Menuju Pertumparah Darah

    Jakarta

    Perwakilan Inggris untuk PBB, James Kariuki mengutuk rencana Israel untuk merebut Gaza. Dia menegaskan hal itu salah dan tidak akan mengakhiri konflik yang berkecamuk.

    “Memperluas operasi militer tidak akan melakukan apa pun untuk mengakhiri konflik ini. Itu tidak akan menjamin pembebasan para sandera. Ini hanya akan memperdalam penderitaan warga sipil Palestina di Gaza,” kata Kariuki dilansir Aljazeera, Senin (11/8/2025).

    “Ini bukan jalan menuju resolusi. Ini adalah jalan menuju pertumpahan darah,” imbuhnya.

    Dia mengatakan, rencana Israel tersebut akan membuat hampir 1 juta warga Palestina mengungsi. Dia juga mendesak agar kelaparan di Gaza segera dihentikan.

    “Ketidakmanusiawian ini tidak dapat dibenarkan,” kata dia.

    “Akses bantuan yang diberikan Israel pada akhir Juli lalu terbukti sangat tidak memadai. Kami memiliki pesan yang jelas untuk Israel: segera cabut semua pembatasan pengiriman bantuan,” tambahnya.

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya mengklaim bahwa rencananya untuk mengambil alih Gaza bukan untuk menjalankan pemerintahan di sana. Alih-alih, Netanyahu menyebut pihaknya ingin membebaskan wilayah Jalur Gaza dari kelompok Hamas.

    “Tujuan kami bukan untuk menduduki Gaza, tetapi untuk membentuk pemerintahan sipil di Jalur Gaza yang tidak berafiliasi dengan Hamas atau Otoritas Palestina,” kata Netanyahu dalam sebuah konferensi pers dilansir kantor berita AFP, Minggu (10/8).

    “Kami akan menetapkan koridor-koridor yang aman untuk perjalanan dan distribusi bantuan di Jalur Gaza,” ujarnya.

    Rencana Israel tersebut langsung menuai kecaman dunia. Beberapa negara mulai dari Indonesia, Inggris, China hingga Turki mengecam dan menolak rencana Israel tersebut.

    (wnv/wnv)

  • Israel Sebut Tak Niat Caplok Gaza, Hamas: Netanyahu Bohong, Menyesatkan!

    Israel Sebut Tak Niat Caplok Gaza, Hamas: Netanyahu Bohong, Menyesatkan!

    Jakarta

    Hamas mengecam Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu yang mengklaim tidak memiliki rencana untuk mengambil alih Gaza. Hamas menyebut Netanyahu berbohong terkait hal tersebut.

    “Netanyahu terus berbohong, menipu dan mencoba menyesatkan publik. Semua yang dikatakan Netanyahu dalam konferensi pers adalah serangkaian kebohongan, dan dia tidak bisa menghadapi kebenaran; sebaliknya, dia bekerja untuk memutarbalikkan dan menyembunyikannya,” kata pejabat senior Hamas, Taher al-Nunu dilansir kantor berita AFP, Senin (11/8/2025).

    Netanyahu sebelumnya mengklaim bahwa rencananya untuk mengambil alih Gaza bukan untuk menjalankan pemerintahan di sana. Alih-alih, Netanyahu menyebut pihaknya ingin membebaskan wilayah Jalur Gaza dari kelompok Hamas.

    “Tujuan kami bukan untuk menduduki Gaza, tetapi untuk membentuk pemerintahan sipil di Jalur Gaza yang tidak berafiliasi dengan Hamas atau Otoritas Palestina,” kata Netanyahu dalam sebuah konferensi pers dilansir kantor berita AFP, Minggu (10/8).

    Netanyahu juga berjanji untuk menciptakan koridor yang aman untuk penyaluran bantuan.

    “Kami akan menetapkan koridor-koridor yang aman untuk perjalanan dan distribusi bantuan di Jalur Gaza,” ujarnya.

    (wnv/wnv)