Negara: Jalur Gaza

  • Trump Kaget Lihat Kekuatan Lobi Israel di Kongres AS Melemah

    Trump Kaget Lihat Kekuatan Lobi Israel di Kongres AS Melemah

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengakui dirinya “sedikit kaget” saat melihat kekuatan lobi Israel di Kongres AS mulai melemah. Trump pun mengatakan Israel “mungkin memenangkan perang” di Jalur Gaza, namun sekutu dekat AS itu telah kehilangan dukungan dunia.

    Pernyataan Trump itu, seperti dilansir Reuters dan Anadolu Agency, Selasa (2/9/2025), disampaikan dalam wawancara dengan media Daily Caller yang dilakukan di Ruang Oval Gedung Putih pada Jumat (29/8), namun baru dipublikasikan pada Senin (1/9) waktu setempat.

    Trump mengakui adanya perubahan opini publik saat ditanya soal jajak pendapat Pew Research Center yang menunjukkan penurunan dukungan untuk Israel di kalangan Republikan muda di AS — sebanyak 53 persen warga dewasa AS sekarang memandang Israel secara negatif.

    “Iya, saya menyadarinya,” kata Trump dalam wawancara tersebut. “Saya mendapat dukungan yang baik dari Israel… tidak ada yang berbuat lebih banyak untuk Israel daripada saya, termasuk serangan baru-baru ini terhadap Iran, menghancurkannya,” ucapnya.

    “Jika Anda kembali ke 20 tahun yang lalu… Israel memiliki lobi paling kuat di Kongres, dibandingkan apa pun atau siapa pun… yang pernah saya lihat,” sebut Trump.

    “Israel dulu adalah yang terkuat. Sekarang, Israel tidak memiliki lobi sekuat itu. Sungguh menakjubkan,” ujarnya dalam wawancara itu.

    Presiden AS itu juga mengatakan bahwa dalam beberapa dekade terakhir, tidak seorang pun diizinkan berbicara buruk soal Israel. Namun hal itu telah berubah dalam beberapa tahun terakhir, dengan semakin banyaknya politisi AS yang menentang negara tersebut.

    “Dulu Anda tidak boleh berbicara buruk, jika Anda ingin menjadi politisi, Anda tidak boleh berbicara buruk (tentang Israel). Tapi sekarang, ada AOC plus tiga, dan ada semua orang gila ini, dan mereka benar-benar telah mengubahnya,” sebut Trump, merujuk pada anggota parlemen Partai Demokrat yang vokal mengkritik dukungan militer AS untuk Israel.

    “Israel dulunya adalah lobi terkuat yang pernah saya lihat. Mereka memiliki kendali penuh atas Kongres, dan sekarang tidak lagi, Anda tahu, saya agak terkejut melihatnya,” kata Trump dalam wawancara tersebut.

    Lebih lanjut, Trump merefleksikan perubahan sikap di Washington dan mengutip apa yang digambarkannya sebagai penurunan dramatis dalam pengaruh politik Israel saat perang Gaza terus berkecamuk, dengan mengatakan bahwa perang itu merusak citra Israel.

    “Mereka harus segera mengakhiri perang itu. Tapi perang itu merugikan Israel. Tidak perlu diragukan lagi. Mereka (Israel-red) mungkin memenangkan perang, tetapi mereka tidak memenangkan public relations-nya dunia,” ujarnya kepada Daily Caller.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Presiden Palestina Oke Saja dengan Peran Arab-Internasional Kelola Gaza

    Presiden Palestina Oke Saja dengan Peran Arab-Internasional Kelola Gaza

    Ramallah

    Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan Otoritas Palestina siap mengambil alih pemerintahan Jalur Gaza usai perang berakhir. Abbas juga menegaskan Otoritas Palestina tidak keberatan dengan kemitraan Arab atau internasional dalam mengelola Jalur Gaza pascaperang.

    “Kami siap mengambil alih pemerintahan Gaza dan kami memiliki kapasitas untuk melakukannya,” kata Abbas dalam wawancara terbaru dengan Al Arabiya, Selasa (2/9/2025).

    “Kami tidak keberatan dengan kemitraan Arab atau internasional dalam mengelola Gaza,” tegasnya.

    Abbas memperingatkan bahwa “Gaza menghadapi kelaparan yang nyata” dan menuduh Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu “bertekad untuk melanjutkan genosida rakyat Palestina”.

    Lebih lanjut, dikatakan oleh Abbas bahwa Otoritas Palestina aktif secara diplomatis untuk menghentikan perang yang terus berkecamuk di Jalur Gaza.

    “Kami tidak menginginkan perang melawan Israel. Hukum kami didasarkan pada perlawanan rakyat yang damai,” ujarnya.

    Dia menambahkan bahwa dirinya telah bernegosiasi “puluhan kali dengan Hamas tanpa mencapai kesepakatan”.

    Abbas kemudian menekankan bahwa: “Hamas harus mengakui PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) dan komitmen hukumnya. Saya mengatakan kepada Hamas: kita adalah satu negara dan satu rakyat. Hamas harus berkomitmen pada satu negara dan satu sumber senjata.”

    Dalam wawancara tersebut, Abbas juga memuji Yordania dan Mesir atas “sikap terhormat mereka dalam mencegah pengungsian warga dari Gaza dan Tepi Barat”.

    “Kami berupaya menghentikan pengungsian paksa rakyat Palestina,” ucapnya.

    Tonton juga video “Presiden Palestina Tolak Gagasan Pemerintahan Asing di Gaza” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Hamas Kutuk Rencana AS Kelola Gaza Selama 10 Tahun

    Hamas Kutuk Rencana AS Kelola Gaza Selama 10 Tahun

    Jakarta

    Kelompok Hamas mengutuk rencana yang sedang dikaji oleh Presiden Donald Trump agar Amerika Serikat mengambil alih Jalur Gaza dan merelokasi penduduknya.

    Sebelumnya, media terkemuka AS, The Washington Post melaporkan pada hari Minggu lalu, bahwa Gedung Putih sedang mempertimbangkan sebuah rencana yang akan menjadikan Gaza menjadi wilayah perwalian yang dikelola oleh Amerika Serikat setidaknya selama 10 tahun.

    Tujuannya adalah untuk mengubah wilayah tersebut menjadi magnet pariwisata dan pusat teknologi tinggi, menurut surat kabar AS tersebut, yang mengutip prospektus setebal 38 halaman untuk inisiatif tersebut.

    Rencana tersebut juga menyerukan setidaknya relokasi sementara seluruh penduduk Gaza, baik melalui kepergian “sukarela” ke negara lain maupun ke zona-zona terbatas dan aman di dalam wilayah tersebut.

    Anggota biro politik Hamas, Bassem Naim, mengecam proposal tersebut, dengan menegaskan bahwa “Gaza tidak untuk dijual.”

    “Gaza adalah… bagian dari tanah air Palestina yang lebih luas,” tambahnya dilansir kantor berita AFP, Selasa (2/9/21025).

    Trump pertama kali melontarkan gagasan pada bulan Februari lalu untuk mengubah Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah” setelah memindahkan penduduk Palestina dan menempatkannya di bawah kendali Amerika.

    Tonton juga video “Trump soal 5 Jurnalis Tewas Kena Serangan Israel: Saya Tidak Suka!” di sini:

    Gagasan tersebut menuai kecaman keras dari seluruh dunia Arab, termasuk dari warga Palestina sendiri. Warga Palestina menganggap setiap upaya untuk memaksa mereka meninggalkan tanah mereka akan mengingatkan mereka pada “Nakba,” atau bencana — pemindahan massal warga Palestina selama pembentukan Israel pada tahun 1948.

    Seorang pejabat Hamas lainnya, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan kepada AFP bahwa kelompok tersebut “menolak semua rencana yang menelantarkan rakyat kami dan mempertahankan penjajah di tanah kami.”

    Mereka mengatakan proposal semacam itu “tidak berarti dan tidak adil,” dan menambahkan bahwa tidak ada detail inisiatif yang dikomunikasikan kepada Hamas.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Sulitnya Pintu Masuk ke AS bagi Warga Palestina

    Sulitnya Pintu Masuk ke AS bagi Warga Palestina

    Washington DC

    Amerika Serikat (AS) mempersulit masuknya warga Palestina, bahkan Presiden Palestina, ke negaranya. Hampir seluruh pengajuan visa dari warga negara Palestina ditolak AS.

    Dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (1/9/2025), pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah menolak dan mencabut visa untuk para pejabat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Otoritas Palestina, yang berbasis di Tepi Barat, menjelang Sidang Umum PBB karena dianggap ‘merusak prospek perdamaian’.

    Kebijakan itu membuat Presiden Palestina Mahmoud Abbas tak bisa masuk ke AS jelang sidang umum PBB di New York. Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS yang enggan disebut namanya mengatakan Abbas dan sekitar 80 warga Palestina lainnya terdampak oleh keputusan yang diumumkan pada Jumat (29/8) waktu setempat.

    Abbas telah merencanakan perjalanan ke New York untuk menghadiri Sidang Umum PBB yang digelar secara tahunan. Tahun ini, Sidang Umum PBB digelar pada bulan September ini.

    Abbas juga dijadwalkan menghadiri pertemuan puncak, yang digelar oleh Prancis dan Arab Saudi, di mana Prancis, Inggris, Kanada, dan Australia telah berjanji secara resmi mengakui negara Palestina. Kantor Abbas mengatakan pihaknya terkejut dengan keputusan AS menolak dan mencabut visa tersebut. Palestina menyebut keputusan Trump melanggar ‘perjanjian markas besar’ PBB.

    Berdasarkan ‘perjanjian markas besar’ PBB tahun 1947, AS secara umum diwajibkan untuk mengizinkan akses bagi para diplomat asing ke markas PBB di New York. Namun, Washington mengatakan mereka dapat menolak visa dengan alasan keamanan, ekstremisme, dan kebijakan luar negeri.

    Departemen Luar Negeri AS membenarkan keputusannya itu dengan melontarkan kembali tuduhan lama soal PLO dan Otoritas Palestina telah gagal dalam menolak ekstremisme dan menuding ada upaya mendorong ‘pengakuan sepihak’ atas negara Palestina.

    “Ini demi kepentingan keamanan nasional kami untuk meminta pertanggungjawaban PLO dan Otoritas Palestina atas ketidakpatuhan mereka terhadap komitmen mereka, dan karena merusak prospek perdamaian,” sebut Departemen Luar Negeri AS.

    Tonton juga video “Liam Cunningham: Jika Benarkan Israel, Masa Depan Manusia Terancam” di sini:

    Para pejabat Palestina menolak tuduhan tersebut. Mereka mengatakan perundingan-perundingan yang dimediasi AS selama puluhan tahun telah gagal mengakhiri pendudukan Israel dan mengamankan negara Palestina yang merdeka.

    Departemen Luar Negeri AS kembali membalas dan menyatakan mereka mendesak PLO dan Otoritas Palestina untuk ‘secara konsisten menolak terorisme’, termasuk serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Abbas, dalam surat kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Juni, mengecam serangan Hamas dan menyerukan pembebasan sandera.

    Departemen Luar Negeri AS juga menambahkan mereka terbuka untuk kembali terlibat ‘jika Otoritas Palestina/PLO memenuhi kewajiban mereka dan secara nyata mengambil langkah konkret untuk kembali ke jalur kompromi yang konstruktif dan hidup berdampingan secara damai dengan negara Israel’.

    Departemen Luar Negeri AS juga mengatakan misi Palestina untuk PBB, yang terdiri atas para pejabat yang bermarkas permanen di sana, akan terhindar dari pembatasan tersebut. Menanggapi situasi tersebut, juru bicara PBB Stephane Dujarric menyatakan PBB akan membahas masalah visa dengan Departemen Luar Negeri AS sesuai dengan perjanjian markas besar PBB antara PBB dan AS.

    Prancis Kritik AS

    Prancis pun melontarkan kritik terhadap AS yang menolak visa para pejabat Otoritas Palestina, termasuk Presiden Abbas, jelang Sidang Majelis Umum PBB di New York. Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis Jean-Noel Barrot mengatakan seharusnya tidak ada pembatasan akses untuk Sidang Umum PBB yang dijadwalkan pada September ini di markas besar PBB di Manhattan, New York.

    “Pertemuan Sidang Umum PBB seharusnya tidak dikenakan pembatasan akses apa pun,” kata Barrot saat berbicara dalam pertemuan para Menlu Uni Eropa di Denmark seperti dilansir AFP.

    Sejumlah Menlu negara-negara Eropa yang menghadiri pertemuan di Copenhagen menyuarakan seruan senada dengan Prancis. Mereka meminta AS mengizinkan akses masuk bagi delegasi Palestina.

    AS Tangguhkan Visa bagi Hampir Semua WN Palestina

    AS pun menangguhkan persetujuan visa bagi hampir semua pemegang paspor Palestina. Langkah itu memperluas pembatasan visa untuk para pengunjung dari Jalur Gaza, yang sebelumnya diumumkan oleh pemerintahan Trump.

    Tonton juga video “Bendera Palestina Raksasa Berkibar di Festival Perang Tomat Spanyol” di sini:

    Dilansir Reuters dan Anadolu Agency, media terkemuka AS, New York Times, melaporkan kebijakan terbaru itu akan mencegah warga negara Palestina bepergian ke AS untuk perawatan medis, kuliah, ataupun perjalanan bisnis. Hal itu setidaknya berlaku untuk sementara.

    Pembatasan besar-besaran yang diuraikan dalam kabel Departemen Luar Negeri AS ke misi-misi diplomatik AS di seluruh dunia pada 18 Agustus lalu disebut akan mencegah banyak warga negara Palestina dari Tepi Barat dan komunitas diaspora Palestina untuk mendapatkan visa non-imigran. Penangguhan visa bagi warga Palestina ini menyusul pembatasan visa yang diumumkan dua pekan lalu, ketika Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa pihaknya menangguhkan semua visa kunjungan bagi individu-individu dari Jalur Gaza, sembari mereka melakukan peninjauan ‘sepenuhnya dan menyeluruh’.

    Langkah tersebut menuai kecaman dari kelompok-kelompok pro-Palestina. Menurut analisis data bulanan yang tersedia pada situs resmi Departemen Luar Negeri AS pada saat itu, Washington telah mengeluarkan lebih dari 3.800 visa kunjungan B1/B2, yang memungkinkan warga negara asing untuk berobat di AS, kepada para pemegang dokumen perjalanan Otoritas Palestina. Angka tersebut mencakup 640 visa yang dirilis pada Mei lalu.

    Halaman 2 dari 4

    (haf/haf)

  • Panas! Giliran Houthi Serang Kapal Tanker Israel di Laut Merah

    Panas! Giliran Houthi Serang Kapal Tanker Israel di Laut Merah

    Sanaa

    Kelompok Houthi yang bermarkas di Yaman mengatakan mereka telah menembakkan rudal dalam serangan terhadap sebuah kapal tanker yang berlayar di perairan Laut Merah. Serangan terbaru Houthi ini dilancarkan setelah kematian Perdana Menteri (PM) yang memimpin pemerintahan mereka di Yaman.

    Houthi, seperti dilansir AFP, Senin (1/9/2025), menyebut para petempurnya menargetkan kapal tanker berbendera Liberia bernama Scarlet Ray dalam serangan terbarunya. Kelompok yang didukung Iran ini telah menenggelamkan dua kapal tanker lainnya pada Juli lalu.

    Diklaim oleh Houthi bahwa serangan terbarunya itu mengenai langsung kapal tanker tersebut. Namun Operasi Perdagangan Maritim Inggris (UKMTO) mengatakan bahwa serangan di Laut Merah itu meleset dari target.

    Perusahaan keamanan maritim Ambrey menambahkan bahwa kapal tanker yang diserang Houthi tersebut merupakan milik Israel.

    UKMTO, yang memantau kawasan tersebut, mengatakan para awak kapal “menyaksikan percikan di dekat kapal mereka dari proyektil yang tidak diketahui dan mendengar suara ledakan keras”.

    “Semua awak selamat dan kapal melanjutkan pelayarannya,” sebut UKMTO dalam laporannya.

    Klaim serangan terbaru itu disampaikan setelah Houthi, pada Sabtu (30/8), mengonfirmasi bahwa PM mereka, Ahmed Ghaleb Nasser Al-Rahawi, bersama sejumlah pejabat lainnya tewas akibat serangan Israel pada Kamis (28/8) lalu.

    Militer Israel, dalam pernyataannya, menyebut serangan mereka di Sanaa, ibu kota Yaman, yang dikuasai Houthi telah menewaskan Rahawi. Dia menjadi pejabat paling senior yang diketahui tewas dalam serangan di Yaman yang terjadi selama perang berkecamuk di Jalur Gaza.

    Usai kematian Rahawi, menurut sumber keamanan Yaman yang berbicara kepada AFP, Houthi telah menangkap puluhan orang di Sanaa dan beberapa area lainnya “karena dicurigai bekerja sama dengan Israel”.

    Pada Minggu (31/8), kelompok Houthi menyerbu markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan menahan setidaknya 11 pekerja PBB. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan “pembebasan segera dan tanpa syarat” para pekerja PBB tersebut.

    Menurut utusan PBB untuk Yaman Hans Grundberg, Houthi telah menahan 23 personel PBB, beberapa di antaranya sejak tahun 2021 dan tahun 2023.

    Houthi mengklaim penangkapan yang dilakukan pada Juni 2024 melibatkan “jaringan mata-mata Amerika-Israel” yang beroperasi di bawah naungan organisasi-organisasi kemanusiaan. Tuduhan itu dengan tegas dibantah keras oleh PBB.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Sulitnya Pintu Masuk ke AS bagi Warga Palestina

    AS Tangguhkan Persetujuan Visa Bagi Hampir Semua Warga Palestina

    Washington DC

    Otoritas Amerika Serikat (AS) telah menangguhkan persetujuan visa bagi hampir semua pemegang paspor Palestina. Langkah ini memperluas pembatasan visa untuk para pengunjung dari Jalur Gaza, yang sebelumnya diumumkan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump.

    Kebijakan terbaru Washington tersebut, seperti dilansir Reuters dan Anadolu Agency, Senin (1/9/2025), diungkapkan oleh media terkemuka AS, New York Times, dalam laporan terbarunya, yang mengutip sejumlah pejabat, pada Minggu (31/8) waktu setempat.

    Kebijakan terbaru ini akan mencegah warga negara Palestina bepergian ke AS untuk perawatan medis, untuk kuliah, dan untuk perjalanan bisnis, setidaknya untuk sementara.

    Pembatasan ekstensif yang diuraikan dalam kabel Departemen Luar Negeri AS yang dikirimkan ke misi-misi diplomatik AS di seluruh dunia pada 18 Agustus lalu, menurut empat sumber AS, juga akan mencegah banyak warga negara Palestina dari Tepi Barat dan komunitas diaspora Palestina untuk mendapatkan visa non-imigran.

    Penangguhan visa bagi warga Palestina ini menyusul pembatasan visa yang diumumkan dua pekan lalu, ketika Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa pihaknya menangguhkan semua visa kunjungan bagi individu-individu dari Jalur Gaza, sembari mereka melakukan peninjauan “sepenuhnya dan menyeluruh”.

    Langkah tersebut menuai kecaman dari kelompok-kelompok pro-Palestina.

    Menurut analisis data bulanan yang tersedia pada situs resmi Departemen Luar Negeri AS pada saat itu, Washington telah mengeluarkan lebih dari 3.800 visa kunjungan B1/B2 — yang memungkinkan warga negara asing untuk berobat di AS — kepada para pemegang dokumen perjalanan Otoritas Palestina.

    Tonton juga video “Gebrakan Baru Trump! Pemohon Visa AS Wajib Setor Rp 245 Juta” di sini:

    Angka tersebut mencakup 640 visa yang dirilis pada Mei lalu.

    Kebijakan terbaru pemerintahan Trump ini diambil menyusul penolakan dan pencabutan visa para pejabat Palestina, termasuk Presiden Mahmoud Abbas, yang dijadwalkan menghadiri Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, AS, pada September ini.

    Langkah Washington itu dilakukan setelah Prancis, Inggris, Kanada, dan Australia mengumumkan rencana untuk mengakui negara Palestina di hadapan Majelis Umum PBB. Keempat negara itu akan bergabung dengan 147 negara lainnya yang telah mengakui Palestina sebagai negara berdaulat.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Jerman Desak Israel Segera Perbaiki Kondisi Kemanusiaan di Gaza

    Jerman Desak Israel Segera Perbaiki Kondisi Kemanusiaan di Gaza

    Berlin

    Otoritas Jerman mendesak Israel untuk “segera” memperbaiki kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza yang terus dilanda perang. Berlin juga mengutuk penderitaan “tak terkira” yang dirasakan warga sipil Gaza, terutama anak-anak, akibat perang tanpa henti sejak Oktober 2023 lalu.

    Pernyataan tersebut, seperti dilansir AFP, Senin (1/9/2025), disampaikan oleh perwakilan pemerintah Jerman untuk hak asasi manusia (HAM) dan bantuan kemanusiaan, Lars Castellucci. Dia juga merupakan anggota parlemen dari partai Sosial Demokrat, yang berkuasa bersama kubu konservatif Kanselir Friedrich Merz.

    Pernyataan itu disampaikan menjelang kunjungan Castellucci ke Israel dan wilayah Palestina.

    Hingga saat ini, Israel telah menikmati dukungan luas dari seluruh spektrum politik di Jerman. Namun beberapa waktu terakhir, nada bicara Merz terhadap Israel semakin tajam saat situasi kemanusiaan di Jalur Gaza semakin memburuk.

    Bulan lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi menetapkan bencana kelaparan di Jalur Gaza, setelah laporan yang didukung PBB memperingatkan bahwa 500.000 orang sedang menghadapi kondisi “bencana” di wilayah yang dilanda perang tersebut.

    “Pemerintah Israel harus segera memperbaiki situasi kemanusiaan di Gaza, secara komprehensif, berkelanjutan, dan sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dan hukum internasional,” tegas Castellucci dalam desakannya.

    Dalam pernyataannya, Castellucci mengutuk penderitaan “tak terkira” warga sipil Gaza, terutama anak-anak, yang terjebak dalam konflik dan “tidak bersalah ataupun bertanggung jawab”.

    Tonton juga video “Jerman Setop Kirim Senjata ke Israel Buntut Serangan Tewaskan Jurnalis” di sini:

    Dikatakan oleh Castellucci bahwa bantuan kemanusiaan Jerman untuk Jalur Gaza “telah ditingkatkan beberapa kali lipat” tetapi “percuma” selama tidak menjangkau orang-orang yang membutuhkan di sana.

    Lebih lanjut, Catellucci menegaskan kembali “tanggung jawab khusus” Jerman atas keamanan Israel dan menyerukan “pembebasan segera” para sandera yang masih ditahan oleh Hamas. Namun dia juga menekankan urgensi gencatan senjata di Jalur Gaza dan menganjurkan “solusi dua negara”.

    Data terbaru Kementerian Kesehatan Gaza, yang dikuasai Hamas, melaporkan bahwa sedikitnya 63.459 warga Palestina, sebagian besar warga sipil, tewas akibat rentetan serangan Israel di wilayah tersebut. Data tersebut dinyatakan kredibel oleh PBB.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Virus Baru Mematikan Mewabah di Gaza, RS Kewalahan Tangani Pasien

    Virus Baru Mematikan Mewabah di Gaza, RS Kewalahan Tangani Pasien

    Jakarta

    Virus baru dengan gejala disebut mirip COVID-19 dilaporkan menyebar cepat di Gaza, Palestina. Penyakit ini terbukti lebih mematikan, karena meluasnya kekurangan gizi, kelaparan, serta blokade yang terus berlangsung membuat daya tahan tubuh warga sangat lemah.

    Pejabat kesehatan di Gaza melaporkan infeksi meningkat setiap hari, membuat rumah sakit kewalahan dan tidak mampu menangani lonjakan kasus akibat kekurangan obat-obatan, bahan bakar, dan peralatan.

    Dikutip dari Palestine Chronicle, Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan di Gaza, Munir al-Bursh, mengatakan kepada Al-Jazeera bahwa virus tersebut menyerang kelompok paling rentan, terutama anak-anak.

    Rumah sakit kini penuh sesak dengan pasien mengidap gejala mirip flu parah. Ia menjelaskan, malnutrisi dan kurangnya nutrisi dasar seperti buah-buahan dan vitamin C telah membuat sistem kekebalan tubuh anak-anak tidak mampu melawan infeksi, yang menyebabkan meningkatnya jumlah kematian.

    Kurangnya laboratorium dan peralatan diagnostik semakin memperburuk krisis, mengubah penyakit musiman menjadi ancaman mematikan, khususnya di tempat penampungan pengungsian yang penuh sesak di seluruh wilayah Jalur Gaza.

    Sementara itu, Direktur rumah sakit al-Shifa di Gaza utara, Muhammad Abu Salmiya, mengeluarkan peringatan mendesak tentang apa yang ia gambarkan sebagai ‘virus baru’.

    “Gejala virus ini antara lain suhu tubuh tinggi, nyeri sendi, pilek, dan batuk disertai diare yang berlangsung lebih dari seminggu,” ujar Abu Salmiya dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Middle East Eye.

    “Kami tidak memiliki tes untuk menentukan penyebab virus ini, tetapi penyebarannya terkait dengan kurangnya kekebalan tubuh akibat malnutrisi, selain kurangnya air bersih dan bahan pembersih, serta kepadatan penduduk di tenda-tenda”.

    “Virus baru ini memperburuk tekanan pada sistem kesehatan yang sudah kelelahan,” kata Abu Salmiya.

    (suc/naf)

  • Houthi Bersumpah Gencarkan Serangan ke Israel Usai PM Tewas

    Houthi Bersumpah Gencarkan Serangan ke Israel Usai PM Tewas

    Sanaa

    Pemimpin Houthi, Abdul Malik al-Houthi, bersumpah akan semakin meningkatkan serangan terhadap Israel, setelah Perdana Menteri (PM) yang memimpin pemerintahan Houthi tewas akibat serangan terbaru Tel Aviv di Yaman.

    Houthi, yang didukung Iran, telah mengonfirmasi bahwa PM mereka, Ahmed Ghaleb Nasser Al-Rahawi, bersama sejumlah pejabat lainnya tewas akibat serangan Israel pada Kamis (28/8) waktu setempat.

    Militer Israel, dalam pernyataannya, menyebut serangan mereka di Sanaa, ibu kota Yaman, yang dikuasai Houthi telah menewaskan Rahawi. Dia menjadi pejabat paling senior yang diketahui tewas dalam serangan di Yaman yang terjadi selama perang berkecamuk di Jalur Gaza.

    Dalam pidato yang disiarkan Al-Masirah TV yang dikelola Houthi, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Senin (1/9/2025), pemimpin kelompok tersebut bersumpah untuk terus “menargetkan Israel dengan rudal dan drone” dan untuk meningkatkan serangan-serangan ini.

    Al-Houthi menegaskan, dalam pernyataannya pada Minggu (31/8), bahwa serangan Israel baru-baru ini di area-area yang dikuasai Houthi di Yaman tidak akan melemahkan kelompoknya atau membuat para petempurnya patah semangat.

    Kelompok Houthi melancarkan rentetan serangan drone dan rudal terhadap target-target di Israel sejak perang Gaza berkecamuk pada Oktober 2023. Mereka mengklaim serangannya sebagai bentuk solidaritas untuk warga Palestina di Jalur Gaza yang terus digempur militer Tel Aviv.

    Tonton juga video “PM dan Sejumlah Menteri Houthi Yaman Tewas Akibat Serangan Israel” di sini:

    Israel membalas dengan melancarkan serangkaian serangan terhadap target-target Houthi di wilayah Yaman.

    Sumber keamanan Yaman mengatakan kepada AFP pada Sabtu (30/8) bahwa otoritas Houthi telah menangkap puluhan orang di Sanaa dan beberapa area lainnya “karena dicurigai bekerja sama dengan Israel”.

    Dalam pernyataannya, Al-Houthi menegaskan bahwa “dalam beberapa hari mendatang akan ada keberhasilan tambahan… dalam menggagalkan upaya musuh Israel untuk melakukan kejahatan terhadap rakyat kita tercinta atau untuk menargetkan lembaga resmi dan kota-kota”.

    Simak Video ‘PM dan Sejumlah Menteri Houthi Yaman Tewas Akibat Serangan Israel’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Geger Rencana Baru Trump: AS Kelola Gaza 10 Tahun, Warga Direlokasi

    Geger Rencana Baru Trump: AS Kelola Gaza 10 Tahun, Warga Direlokasi

    Washington DC

    Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dilaporkan sedang mengkaji rencana pascaperang di Jalur Gaza. Dalam rencana baru itu, seluruh penduduk Gaza akan direlokasi dan AS akan mengambil alih kendali atas daerah kantong Palestina tersebut.

    Rencana baru tersebut, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Senin (1/9/2025), diungkapkan oleh media terkemuka AS, The Washington Post dalam laporannya pada Minggu (31/8) waktu setempat.

    The Washington Post menuliskan dalam laporannya bahwa Jalur Gaza, yang hancur menjadi puing-puing akibat perang sejak Oktober 2023, akan diubah menjadi semacam “trusteeship” atau perwakilan yang dikelola oleh AS setidaknya selama 10 tahun.

    Trusteeship merupakan sistem di mana pihak ketiga diberi mandat atau kepercayaan untuk mengelola harta, dana, atau wilayah tertentu demi kepentingan penerima manfaat atau penduduk setempat.

    Menurut laporan The Washington Post, tujuan lainnya dari rencana yang disusun berdasarkan visi Trump untuk menjadikan wilayah itu sebagai “Riviera-nya Timur Tengah” adalah untuk mengubah Jalur Gaza menjadi resor wisata dan pusat teknologi tinggi.

    Laporan The Washington Post ini didasarkan pada prospektus setebal 38 halaman yang menguraikan rencana tersebut.

    Rencana AS itu menyerukan setidaknya relokasi sementara untuk seluruh penduduk Gaza, yang jumlahnya mencapai dua juta jiwa, baik melalui pemindahan “sukarela” ke negara lainnya maupun ke zona terbatas dan aman yang ada di dalam Jalur Gaza selama rekonstruksi berlangsung.

    Nantinya, menurut rencana AS yang dilaporkan The Washington Post, para penduduk Gaza yang memiliki tanah akan diberikan “token digital” oleh pihak trust yang mengelola wilayah itu sebagai imbalan atas hak untuk mengembangkan properti mereka.

    Tonton juga video “Trump Desak Akhiri Perang di Gaza, Dorong Jalur Diplomatik” di sini:

    Para penerima dapat menggunakan token digital itu untuk memulai hidup baru di tempat lain atau pada akhirnya menukarkannya dengan sebuah apartemen di salah satu dari delapan “kota-kota pintar bertenaga AI” baru yang akan dibangun di Jalur Gaza.

    Belum ada tanggapan langsung dari Gedung Putih soal laporan tersebut.

    Laporan ini dirilis setelah Trump, pekan lalu, memimpin rapat besar membahas rencana pascaperang untuk Gaza. Namun Gedung Putih tidak merilis pernyataan atau mengumumkan keputusan apa pun setelah rapat digelar.

    Lebih lanjut disebutkan laporan The Washington Post bahwa badan yang akan mengelola Jalur Gaza di bawah rencana yang dipertimbangkan AS itu akan disebut “Gaza Reconstitution, Economic Acceleration, and Transformation Trust” atau disingkat “GREAT Trust”.

    Proposal itu dikembangkan oleh beberapa pihak dari Israel yang juga mendirikan Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), yayasan yang menyalurkan bantuan makanan ke Jalur Gaza namun menuai banyak kritikan karena dianggap tidak netral.

    Tonton juga video “Donald Trump Komentarin Pertunangan Taylor Swift-Travis Kelce Nih” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)