Negara: Jalur Gaza

  • Ribut dengan Israel, Spanyol Tarik Pulang Dubesnya dari Tel Aviv

    Ribut dengan Israel, Spanyol Tarik Pulang Dubesnya dari Tel Aviv

    Madrid

    Otoritas Spanyol menarik pulang Duta Besarnya dari Tel Aviv pada Senin (8/9) setelah terlibat cekcok terbaru dengan pemerintah Israel, yang menuduh Madrid melakukan antisemitisme dan melarang dua Menteri Spanyol masuk ke negara Yahudi tersebut.

    Tuduhan antisemitisme itu dilontarkan oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Gideon Saar setelah otoritas Spanyol mengumumkan langkah-langkah baru terhadap kapal dan pesawat tujuan Israel terkait perang yang terus berkecamuk di Jalur Gaza.

    Menlu Spanyol Jose Manuel Albares, seperti dilansir Anadolu Agency dan Al Arabiya, Selasa (9/9/2025), memanggil pulang Duta Besar Spanyol di Tel Aviv untuk konsultasi lebih lanjut setelah tuduhan dilontarkan Saar dan menyusul larangan masuk untuk dua menteri negara tersebut.

    Pemanggilan Duta Besar Spanyol itu, menurut sumber-sumber yang dikutip harian lokal El Pais, dilakukan dalam rangka “menghadapi tuduhan fitnah dan tindakan yang tidak dapat diterima terhadap dua anggota pemerintahan”.

    Cekcok terbaru antara Spanyol dan Israel ini terjadi setelah Perdana Menteri (PM) Pedro Sanchez, pada Senin (8/9), mengumumkan sembilan langkah yang bertujuan untuk menghentikan apa yang disebutnya sebagai “genosida di Gaza”. Langkah-langkah itu mencakup embargo senjata permanen, larangan impor dari wilayah pendudukan, dan larangan memasuki Spanyol bagi individu-individu yang terlibat dalam perang Gaza.

    Reaksi keras diberikan Tel Aviv dengan Menlu Saar mengecam Madrid dan secara terang-terangan menuding pemerintahan Sanchez menganut “antisemitisme”. Dia juga menyebut Sanchez berupaya “mengalihkan perhatian dari skandal korupsi serius melalui kampanye anti-Israel dan antisemitisme yang berkelanjutan”.

    Tidak hanya itu, Saar juga mengumumkan bahwa Wakil PM Spanyol Yolanda Diaz dan Menteri Pemuda Sira Rego, keduanya anggota Partai Sosialis yang berkoalisi dengan pemerintahan Sanchez, akan dilarang memasuki wilayah Israel.

    “Hari ini kami menetapkan garis merah di sini, menunjukkan bahwa kami tidak akan mempercayai mereka lagi,” tegas Saar dalam konferensi pers di Budapest dengan didampingi Menlu Hungaria Peter Szijjarto.

    Ditambahkan Saar bahwa Israel akan “memberitahu sekutu-sekutunya tentang perilaku permusuhan pemerintah Spanyol dan sifat antisemitisme yang kasar dalam pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh para menterinya”.

    Dalam responsnya, Kementerian Luar Negeri Spanyol menegaskan pihaknya “menolak keras tuduhan antisemitisme yang keliru dan memfitnah” dari Israel, serta larangan masuk terhadap Diaz dan Rego.

    “Spanyol tidak akan gentar dalam membela perdamaian, hukum internasional, dan hak asasi manusia,” tegas Kementerian Luar Negeri Spanyol.

    Sementara itu, Wakil PM Diaz dalam tanggapannya soal larangan masuk ke Israel justru mengatakan: “Merupakan suatu kebanggaan bahwa negara yang melakukan genosida telah melarang saya (masuk).”

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/zap)

  • Israel Siap Lancarkan Serangan, Netanyahu Ultimatum Warga Gaza: Pergi Sekarang

    Israel Siap Lancarkan Serangan, Netanyahu Ultimatum Warga Gaza: Pergi Sekarang

    Jakarta

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeluarkan ultimatum terbaru kepada warga Gaza. Netanyahu meminta warga meninggalkan Gaza sesegera mungkin.

    Pernyataan itu disampaikan Netanyahu dalam sebuah video pada Senin (8/9). Dia mengatakan pasukan Israel tengah bersiap melancarkan serangan terbaru di Gaza dan menduduki kota tersebut.

    “Dalam dua hari kami telah merobohkan 50 menara teror, dan ini hanyalah tahap awal dari manuver darat yang intensif di Kota Gaza. Saya katakan kepada penduduk: kalian telah diperingatkan, pergi sekarang!” kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan video dilansir AFP, Selasa (9/9/2025).

    Dia menambahkan, saat ini militer Israel telah bersiap melancarkan manuver terbaru di wilayah Gaza.

    “Semua ini hanyalah awal, hanya pembukaan, untuk operasi intensif utama — manuver darat pasukan kami, yang sekarang sedang mengorganisir dan berkumpul untuk memasuki Kota Gaza,” tambahnya.

    Menteri Pertahanan (Menhan) Israel, Israel Katz, sebelumnya juga telah melontarkan peringatan terbaru untuk kelompok Hamas agar meletakkan senjata atau menghadapi kehancuran Jalur Gaza dan pemusnahan mereka sendiri.

    Peringatan ini disampaikan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan apa yang disebutnya sebagai “peringatan terakhir” untuk Hamas agar membebaskan para sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza.

    Katz dalam pernyataan terpisah via media sosial X, seperti dilansir AFP dan Hindustan Times, Senin (8/9), juga melontarkan peringatan terakhir untuk kelompok yang berperang melawan militer Israel di Jalur Gaza selama nyaris dua tahun terakhir ini.

    “Ini adalah peringatan terakhir bagi para pembunuh dan pemerkosa Hamas di Gaza dan di hotel-hotel mewah di luar negeri: Bebaskan para sandera dan letakkan senjata kalian — atau Gaza akan dihancurkan dan kalian akan dimusnahkan,” kata Katz dalam peringatan untuk Hamas.

    Dalam pernyataannya, Katz juga mengatakan bahwa “badai dahsyat akan menghantam langit Kota Gaza dan atap-atap menara teror” jika Hamas tidak menyerah, tidak membebaskan sandera dan tidak meletakkan senjata mereka.

    “IDF (Angkatan Bersenjata Israel-red) melanjutkan operasi sesuai rencana — dan sedang bersiap untuk memperluas manuver guna mengalahkan Gaza secara telak,” tegas sang Menhan Israel.

    (ygs/ygs)

  • Kenapa Pribumi di Teluk Harus Bersaing dengan Buruh Asing?

    Kenapa Pribumi di Teluk Harus Bersaing dengan Buruh Asing?

    Jakarta

    Sekitar dua tahun lalu, sebuah restoran cepat saji Subway di Uni Emirat Arab (UEA) tanpa sengaja memicu skandal nasional lewat sebuah iklan lowongan kerja. Iklan itu mengajak warga pribumi Emirat bekerja di restoran Subway untuk membuat sandwich.

    Tawaran kerja tersebut sontak dianggap sebagai “penghinaan,” “olok-olok,” dan “serangan terhadap warga lokal.” Jaksa UEA bahkan sampai mengumumkan penyelidikan atas apa yang mereka sebut sebagai “konten bermasalah.”

    Iklan pada Desember 2022 itu sebenarnya dipasang oleh sebuah perusahaan berbasis di Dubai, Kamal Osman Jamjoom Group, dengan niat membantu perusahaan mematuhi aturan baru UEA tentang kewajiban mempekerjakan persentase tertentu warga Emirat.

    Aturan baru yang dikenal sebagai “Emiratisasi,” pertama kali diperkenalkan pada 2022, menargetkan bahwa pada akhir 2026, tenaga kerja di perusahaan dengan 50 karyawan atau lebih harus terdiri dari 10% warga pribumi.

    Arab Saudi memiliki aturan serupa, bahkan memperketatnya dalam dua tahun terakhir. Misalnya, perusahaan dengan 100 karyawan kini wajib memiliki setidaknya 30% tenaga kerja pribumi Saudi.

    Skandal lowongan kerja Subway hanyalah satu contoh bagaimana rencana baru pengelolaan tenaga kerja di negara-negara Teluk menimbulkan gesekan, kata seorang peneliti universitas yang tinggal di UEA namun enggan disebutkan namanya karena berisiko jika mengkritik pemerintah.

    “Karena ini pekerjaan layanan dengan gaji rendah, jenis pekerjaan yang biasanya tidak dilakukan warga lokal, dan karena Emirat yang menganggur umumnya minimal memiliki gelar pendidikan tinggi, maka muncul reaksi keras,” jelas peneliti itu soal skandal Subway. “Reaksi itu ditujukan kepada perusahaan, bukan pemerintah, tapi sekaligus menjadi kritik tidak langsung terhadap kebijakan baru.”

    Kontrak sosial baru di Teluk?

    Seperti dicatat para pakar di Carnegie Endowment for International Peace dalam sebuah komentar, kebijakan ekonomi semacam ini “justru merongrong kontrak sosial yang sudah ada” di negara-negara Teluk.

    Di masa lalu, negara — dengan dana dari minyak — selalu menjadi penyedia utama pekerjaan, perumahan, dan berbagai tunjangan lain. Singkatnya, kontrak sosial menyebut negara mengurus rakyatnya sementara rakyat menerima model pemerintahan otoriter.

    Namun dengan harga minyak yang menurun, pergeseran global dari energi fosil, serta demografi muda yang terus membesar (dan tingkat pengangguran pemuda yang tinggi), kontrak sosial itu kini sulit dipertahankan oleh negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah.

    Sebagai respons, pemerintah Teluk semakin gencar mempromosikan sektor nonmigas dan non-pemerintah, mendorong warganya menjadi pengusaha, serta memangkas anggaran sektor publik.

    “Ada kegelisahan yang tumbuh ketika pemerintah berusaha menggeser warga dari pekerjaan sektor publik menuju pekerjaan sektor swasta yang lebih rentan, sekaligus memangkas tunjangan negara yang didanai minyak,” kata Frederic Schneider, peneliti senior non-residen di Middle East Council on Global Affairs (ME Council) yang berbasis di Qatar.

    Sebagai contoh, pada Januari lalu pemerintah Saudi meluncurkan skema “golden handshake” yang mendorong tenaga kerja beralih dari sektor publik menuju swasta dengan iming-iming insentif.

    Semua proyek ekonomi baru ini “juga diiringi wacana yang seakan menggambarkan pekerjaan pemerintah — pekerjaan yang dulu dijanjikan bagi orang tua dan kakek-nenek mereka sebagai bagian dari kontrak sosial — sebagai pilihan mudah, bahkan malas,” tambah peneliti berbasis di UEA itu kepada DW.

    Pekerja asing kini jadi ‘saingan’

    Dalam waktu bersamaan, negara-negara Teluk juga berupaya menjadi lebih menarik bagi tenaga kerja asing yang dibutuhkan sektor nonmigas, misalnya dengan mengubah aturan kepemilikan properti bagi warga asing, memberikan izin tinggal jangka panjang, serta melonggarkan sejumlah pembatasan sosial dan keagamaan.

    UEA memulai proses ini pada pertengahan 2000-an, sementara Arab Saudi baru memulainya belakangan, dengan skema visa pekerja terampil mulai pertengahan 2025 dan izin kepemilikan properti bagi asing mulai 2026.

    Saudi juga menerbitkan ultimatum pada 2021 yang menyatakan perusahaan asing tak akan mendapat kontrak pemerintah kecuali mereka memiliki kantor pusat di Saudi.

    Proyek transformasi ekonomi dari atas ini menimbulkan ketegangan sosial baru karena jelas memberikan “preferensi kepada tipe tertentu pekerja asing,” ujar peneliti berbasis di UEA tersebut. Dan karena warga Emirat serta Saudi didorong masuk sektor swasta, para pendatang baru semakin dipandang sebagai saingan di pasar tenaga kerja.

    Peneliti itu menambahkan, gesekan sosial dan budaya pun meningkat. Warga konservatif merasa terganggu dengan langkah-langkah yang lebih ramah pada orang asing. Misalnya perdebatan soal perubahan akhir pekan tradisional dari Jumat-Sabtu menjadi Sabtu-Minggu yang lebih internasional, meningkatnya perhatian pada hari raya non-Islam seperti Natal, serta bertambahnya prostitusi dan konsumsi alkohol yang dituding sebagai dampak dari keberadaan orang asing.

    “Dalam arti tertentu, pergeseran yang terjadi di UEA pada pertengahan 2000-an dipresentasikan sebagai ‘kejahatan yang perlu’,” kata peneliti sosiologi itu. “Misalnya, ide bahwa penjualan alkohol — yang secara tradisional dilarang di negara Islam — harus diizinkan agar orang asing mau tinggal di UEA.”

    “Di Arab Saudi, di mana pergeseran ini baru saja dimulai, hal-hal terlarang itu kini justru dipromosikan sebagai sesuatu yang esensial, demi menempatkan Saudi di peta dunia dan menjadikan Riyadh kota global yang menarik bagi turis dan investor asing,” jelasnya.

    Konflik Gaza perparah ketegangan

    Di UEA, ketegangan sosial semakin diperburuk oleh konflik di Gaza, kata Schneider dari ME Council. “Di UEA, masuknya bisnis Israel — termasuk sektor keamanan — dan turis lewat normalisasi hubungan berarti negara ini menampung bisnis dan individu yang terlibat langsung dalam genosida yang tengah berlangsung di Gaza.”

    Awal pekan ini (2/9), Asosiasi Internasional Cendekia Genosida menyatakan Israel melakukan pembersihan etnis di Jalur Gaza, meski pemerintah di Tel Aviv bersikeras membantah.

    Berbicara dengan warga negara Teluk, Schneider juga mencatat meningkatnya kekecewaan terhadap Barat secara umum, baik karena persepsi kemunafikan dan keterlibatan dalam konflik Gaza, maupun karena sekutu lama seperti AS kini dianggap kurang dapat diandalkan.

    “Bisnis asing semakin dipandang sebagai pihak yang merebut peluang dari warga lokal,” ujarnya. “Sebagai contoh, dana besar yang dihabiskan Arab Saudi untuk konsultan Barat dalam proyek Neom dan transformasi lainnya menimbulkan ketidakpuasan, baik dari kementerian dan lembaga pemerintah maupun dari konsultan lokal baru yang ingin ikut serta.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Fard

    (ita/ita)

  • Kepala HAM PBB Serukan Dunia Bertindak Akhiri Pembantaian di Gaza

    Kepala HAM PBB Serukan Dunia Bertindak Akhiri Pembantaian di Gaza

    Jenewa

    Kepala hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Volker Turk, menyuarakan kekhawatiran atas “retorika genosida” secara terang-terangan oleh para pejabat Israel tentang Jalur Gaza. Turk menyerukan tindakan internasional yang tegas untuk “mengakhiri pembantaian tersebut”.

    Dalam pidato pembukaan sidang ke-60 Dewan HAM PBB, seperti dilansir AFP, Senin (8/9/2025), Turk menyebut Jalur Gaza kini sudah menjadi “kuburan”.

    Turk, dalam pidatonya, juga mengecam “pembunuhan massal warga sipil Palestina di Gaza oleh Israel dan penderitaan tak terlukiskan dan kehancuran total yang ditimbulkannya”.

    “Pembunuhan massal warga sipil Palestina di Gaza oleh Israel; penderitaan yang tak terlukiskan dan kehancuran total yang ditimbulkannya; hambatannya untuk mendapatkan bantuan penyelamatan jiwa yang memadai dan kelaparan yang diakibatkannya terhadap warga sipil; pembunuhan terhadap para jurnalis, staf PBB, dan pekerja NGO, serta kejahatan perang yang dilakukannya, sungguh mengguncang hati nurani dunia,” ucapnya.

    “Saya merasa ngeri dengan penggunaan retorika genosida secara terbuka dan dehumanisasi yang memalukan terhadap warga Palestina oleh para pejabat senior Israel,” kata Turk dalam pidatonya.

    Turk, yang secara resmi menjabat sebagai Komisioner Tinggi HAM PBB ini, menekankan bahwa hampir dua tahun setelah perang berkecamuk di Jalur Gaza menyusul serangan mematikan Hamas terhadap Israel “kawasan ini sangat membutuhkan perdamaian”.

    “Gaza adalah kuburan,” ujar Turk kepada Dewan HAM PBB.

    Pernyataan ini disampaikan setelah militer Israel mengebom sebuah blok apartemen di Kota Gaza, kota terbesar di Jalur Gaza, pada Minggu (7/9) — pengeboman ketiga dalam beberapa hari terakhir.

    Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu kemudian mengumumkan bahwa militer Israel “memperdalam” serangannya di pusat kota Jalur Gaza.

    Turk, dalam pidatonya, menyebut komunitas internasional “gagal dalam menjalankan tugasnya”.

    “Kita telah mengecewakan rakyat Gaza. Di mana langkah-langkah tegas untuk mencegah genosida?” tanya Turk, menuntut agar negara-negara berbuat lebih banyak untuk “mencegah kejahatan sarat kekejaman”.

    “Mereka harus menghentikan aliran senjata ke Israel yang berisiko melanggar hukum perang. Kita perlu bertindak sekarang, untuk mengakhiri pembantaian ini,” cetusnya.

    Lihat juga Video: Gaza Dilanda Bencana Kelaparan, PBB Tuntut Netanyahu Lakukan Gencatan Senjata

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Jelang Pengakuan Kedaulatan, PM Palestina Temui Menlu Inggris Bahas Solusi 2 Negara

    Jelang Pengakuan Kedaulatan, PM Palestina Temui Menlu Inggris Bahas Solusi 2 Negara

    JAKARTA – Perdana Menteri (PM) Palestina Mohammad Mustafa bersama Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris yang baru diangkat, Yvette Cooper, membahas upaya untuk mencapai gencatan senjata di Jalur Gaza dan solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina.

    Dalam pertemuan yang berlangsung pada Minggu 7 September waktu setempat ini, AN melaporkan Mustafa dan Cooper juga membahas persiapan Sidang Umum PBB mendatang, di mana beberapa negara telah berjanji untuk mengakui Negara Palestina.

    Keduanya juga sepakat melanjutkan kerja sama mengenai hasil konferensi yang diketuai bersama oleh Arab Saudi dan Prancis yang diadakan Juli 2025, yang bertujuan untuk menghidupkan kembali proses perdamaian di kawasan tersebut.

    Adapun Inggris berencana untuk mengakui Palestina dalam forum di PBB bulan ini, kecuali Israel menyetujui gencatan senjata di Gaza dan terlibat dalam solusi dua negara.

    Kantor berita Wafa menambahkan, Mustafa dan Cooper juga terlibat dalam pembahasan tata kelola Kota Gaza yang hancur lebur oleh serangan Israel, termasuk serangan lanjutan Israel untuk mengambil alih Kota Gaza sepenuhnya dan makin meluasnya pemukim ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

    Menurut keduanya, perlunya kerja sama yang berkelanjutan untuk menghentikan agresi Israel di Gaza, dan upaya-upaya konkret menghentikan perluasan dan aneksasi permukiman ilegal Israel di Tepi Barat.

  • Geger Penembakan di Halte Bus Yerusalem, 5 Orang Tewas

    Geger Penembakan di Halte Bus Yerusalem, 5 Orang Tewas

    Yerusalem

    Penembakan mematikan terjadi di sebuah halte bus yang ada di dekat persimpangan jalan di pinggiran Yerusalem yang dikuasai Israel pada Senin (8/9). Sedikitnya lima orang tewas dan belasan orang lainnya luka-luka dalam penembakan tersebut, dengan dua pelaku telah ditembak mati di lokasi kejadian.

    Layanan darurat dan ambulans Israel, Magen David Adom, dalam laporannya, seperti dilansir AFP dan Reuters, Senin (8/9/2025), mengidentifikasi kelima korban tewas sebagai seorang pria berusia 50 tahun, seorang wanita berusia 50-an tahun, dan tiga pria berusia 30-an tahun.

    Disebutkan juga bahwa sekitar 11 orang lainnya mengalami luka-luka. Enam korban luka di antaranya disebut berada dalam kondisi serius akibat luka tembak yang mereka derita.

    Motif di balik penembakan maut itu belum diketahui secara jelas.

    Kepolisian Israel, dalam pernyataannya, menyebut ada dua pelaku penyerangan yang tiba di lokasi dengan menggunakan mobil. Kedua pelaku, sebut Kepolisian Israel, melepaskan tembakan ke arah halte bus yang ada di Persimpangan Ramot.

    Dikatakan oleh Kepolisian Israel bahwa seorang petugas keamanan dan seorang warga sipil menembak mati kedua pelaku penyerangan tersebut.

    Beberapa senjata, amunisi dan pisau yang digunakan oleh para pelaku penyerangan ditemukan di lokasi kejadian. Kepolisian Israel menyebut para pelaku serangan sebagai “teroris”.

    Penembakan maut itu terjadi di persimpangan jalan yang ada di dalam wilayah Yerusalem, yang direbut Israel dalam perang tahun 1967 dan kemudian dianeksasi dalam langkah yang tidak diakui internasional.

    Sementara itu, kelompok Hamas, yang menguasai Jalur Gaza dan sedang berperang melawan Israel, memberikan pujian untuk para pelaku yang mereka sebut sebagai “pejuang perlawanan” Palestina. Kelompok Jihad Islam, sekutu Hamas, juga memuji penembakan di Yerusalem itu.

    Namun baik Hamas maupun Jihad Islam tidak mengklaim bertanggung jawab atas serangan mematikan tersebut.

    Kantor Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, dalam pernyataannya, menyebut sang PM sedang menggelar rapat membahas situasi tersebut dengan jajaran pejabat keamanan Tel Aviv.

    Lihat juga Video: Detik-detik Penembakan Staf KBRI di Peru

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Menhan Israel Ingatkan Hamas: Menyerah atau Dimusnahkan!

    Menhan Israel Ingatkan Hamas: Menyerah atau Dimusnahkan!

    Tel Aviv

    Menteri Pertahanan (Menhan) Israel, Israel Katz, melontarkan peringatan terbaru untuk kelompok Hamas agar meletakkan senjata atau menghadapi kehancuran Jalur Gaza dan pemusnahan mereka sendiri.

    Peringatan ini disampaikan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan apa yang disebutnya sebagai “peringatan terakhir” untuk Hamas agar membebaskan para sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza.

    Katz dalam pernyataan terpisah via media sosial X, seperti dilansir AFP dan Hindustan Times, Senin (8/9/2025), juga melontarkan peringatan terakhir untuk kelompok yang berperang melawan militer Israel di Jalur Gaza selama nyaris dua tahun terakhir ini.

    “Ini adalah peringatan terakhir bagi para pembunuh dan pemerkosa Hamas di Gaza dan di hotel-hotel mewah di luar negeri: Bebaskan para sandera dan letakkan senjata kalian — atau Gaza akan dihancurkan dan kalian akan dimusnahkan,” kata Katz dalam peringatan untuk Hamas.

    Dalam pernyataannya, Katz juga mengatakan bahwa “badai dahsyat akan menghantam langit Kota Gaza dan atap-atap menara teror” jika Hamas tidak menyerah, tidak membebaskan sandera dan tidak meletakkan senjata mereka.

    “IDF (Angkatan Bersenjata Israel-red) melanjutkan operasi sesuai rencana — dan sedang bersiap untuk memperluas manuver guna mengalahkan Gaza secara telak,” tegas sang Menhan Israel.

    Sementara itu, Trump dalam “peringatan terakhir” yang disampaikannya pada Minggu (7/9) waktu setempat, mendesak Hamas untuk menyetujui kesepakatan pembebasan sandera dari Gaza. Trump mengatakan bahwa pihak Israel telah menerima persyaratan dalam kesepakatan tersebut.

    “Israel telah menerima persyaratan saya. Sudah saatnya bagi Hamas untuk juga menerimanya,” tulisnya dalam pernyataan via media sosial Truth Social.

    “Saya telah memperingatkan Hamas tentang konsekuensi jika tidak menerimanya. Ini peringatan terakhir saya,” tegas Trump.

    Dalam pernyataan yang dirilis setelah peringatan Trump tersebut, Hamas mengatakan bahwa mereka siap untuk “segera duduk di meja perundingan” menyusul apa yang mereka sebut sebagai “beberapa gagasan dari pihak Amerika yang bertujuan mencapai kesepakatan gencatan senjata”.

    “Gerakan Hamas menyambut baik setiap inisiatif yang mendukung upaya untuk mengakhiri agresi terhadap rakyat kami, dan menegaskan kesiapan untuk segera duduk di meja perundingan guna membahas pembebasan semua tahanan (sandera-red),” kata Hamas dalam pernyataannya.

    Sebagai imbalannya, menurut pernyataan kelompok yang didukung Iran itu, Hamas menginginkan “deklarasi yang jelas tentang berakhirnya perang, penarikan sepenuhnya dari Jalur Gaza, dan pembentukan komite Palestina independen untuk mengelola Jalur Gaza, yang akan segera memulai tugasnya”.

    Lihat Video: Serangan Udara Israel di Gaza Tewaskan 62 Orang

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Menhan Israel Ingatkan Hamas: Menyerah atau Dimusnahkan!

    Menhan Israel Ingatkan Hamas: Menyerah atau Dimusnahkan!

    Tel Aviv

    Menteri Pertahanan (Menhan) Israel, Israel Katz, melontarkan peringatan terbaru untuk kelompok Hamas agar meletakkan senjata atau menghadapi kehancuran Jalur Gaza dan pemusnahan mereka sendiri.

    Peringatan ini disampaikan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan apa yang disebutnya sebagai “peringatan terakhir” untuk Hamas agar membebaskan para sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza.

    Katz dalam pernyataan terpisah via media sosial X, seperti dilansir AFP dan Hindustan Times, Senin (8/9/2025), juga melontarkan peringatan terakhir untuk kelompok yang berperang melawan militer Israel di Jalur Gaza selama nyaris dua tahun terakhir ini.

    “Ini adalah peringatan terakhir bagi para pembunuh dan pemerkosa Hamas di Gaza dan di hotel-hotel mewah di luar negeri: Bebaskan para sandera dan letakkan senjata kalian — atau Gaza akan dihancurkan dan kalian akan dimusnahkan,” kata Katz dalam peringatan untuk Hamas.

    Dalam pernyataannya, Katz juga mengatakan bahwa “badai dahsyat akan menghantam langit Kota Gaza dan atap-atap menara teror” jika Hamas tidak menyerah, tidak membebaskan sandera dan tidak meletakkan senjata mereka.

    “IDF (Angkatan Bersenjata Israel-red) melanjutkan operasi sesuai rencana — dan sedang bersiap untuk memperluas manuver guna mengalahkan Gaza secara telak,” tegas sang Menhan Israel.

    Sementara itu, Trump dalam “peringatan terakhir” yang disampaikannya pada Minggu (7/9) waktu setempat, mendesak Hamas untuk menyetujui kesepakatan pembebasan sandera dari Gaza. Trump mengatakan bahwa pihak Israel telah menerima persyaratan dalam kesepakatan tersebut.

    “Israel telah menerima persyaratan saya. Sudah saatnya bagi Hamas untuk juga menerimanya,” tulisnya dalam pernyataan via media sosial Truth Social.

    “Saya telah memperingatkan Hamas tentang konsekuensi jika tidak menerimanya. Ini peringatan terakhir saya,” tegas Trump.

    Dalam pernyataan yang dirilis setelah peringatan Trump tersebut, Hamas mengatakan bahwa mereka siap untuk “segera duduk di meja perundingan” menyusul apa yang mereka sebut sebagai “beberapa gagasan dari pihak Amerika yang bertujuan mencapai kesepakatan gencatan senjata”.

    “Gerakan Hamas menyambut baik setiap inisiatif yang mendukung upaya untuk mengakhiri agresi terhadap rakyat kami, dan menegaskan kesiapan untuk segera duduk di meja perundingan guna membahas pembebasan semua tahanan (sandera-red),” kata Hamas dalam pernyataannya.

    Sebagai imbalannya, menurut pernyataan kelompok yang didukung Iran itu, Hamas menginginkan “deklarasi yang jelas tentang berakhirnya perang, penarikan sepenuhnya dari Jalur Gaza, dan pembentukan komite Palestina independen untuk mengelola Jalur Gaza, yang akan segera memulai tugasnya”.

    Lihat Video: Serangan Udara Israel di Gaza Tewaskan 62 Orang

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Trump Beri Peringatan Terakhir soal Sandera, Hamas Siap Duduk Beruding

    Trump Beri Peringatan Terakhir soal Sandera, Hamas Siap Duduk Beruding

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengeluarkan peringatan terakhir kepada Hamas, harus menerima kesepakatan pembebasan sandera di Gaza. Merespons Trump, Hamas siap duduk berunding.

    “Israel telah menerima persyaratan saya. Sudah saatnya Hamas juga menerima. Saya telah memperingatkan Hamas tentang konsekuensi jika tidak menerimanya. Ini peringatan terakhir saya,” kata Trump di media sosial, tanpa menjelaskan lebih lanjut dilansir AFP, Senin (8/9/2025).

    Pada awal Maret, Trump mengeluarkan peringatan serupa kepada Hamas setelah bertemu dengan 8 sandera yang dibebaskan di Gedung Putih, menuntut Hamas untuk segera membebaskan semua sandera yang tersisa dan menyerahkan jenazah para sandera yang telah meninggal, dengan mengatakan jika tidak, “semuanya berakhir bagi kalian.”

    Hamas menyandera 251 sandera selama serangan besar-besaran Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel, dengan 47 orang diyakini masih berada di Gaza. Militer Israel mengatakan 25 dari mereka telah tewas. Israel sedang mengupayakan pengembalian jenazah mereka.

    Hamas mengatakan siap untuk “segera duduk di meja perundingan” menyusul apa yang digambarkannya sebagai “beberapa gagasan dari pihak Amerika yang bertujuan mencapai kesepakatan gencatan senjata”.

    Pernyataan mereka muncul segera setelah Donald Trump mengatakan ia telah mengeluarkan “peringatan terakhir” kepada Hamas untuk menerima kesepakatan pembebasan sandera di Gaza.

    “Gerakan Hamas menyambut baik setiap inisiatif yang mendukung upaya untuk mengakhiri agresi terhadap rakyat kami, dan menegaskan kesiapannya untuk segera duduk di meja perundingan guna membahas pembebasan semua tahanan,” kata Hamas.

    Sebagai imbalannya, mereka menginginkan “deklarasi yang jelas tentang berakhirnya perang, penarikan penuh dari Jalur Gaza, dan pembentukan komite Palestina independen untuk mengelola Jalur Gaza, yang akan segera memulai tugasnya”.

    Halaman 2 dari 2

    (rfs/rfs)

  • Kementerian Luar Negeri Pastikan Pemerintah Pantau WNI yang akan Ikut Aksi Kemanusiaan ke Gaza

    Kementerian Luar Negeri Pastikan Pemerintah Pantau WNI yang akan Ikut Aksi Kemanusiaan ke Gaza

    JAKARTA – Juru Bicara II Kementerian Luar Negeri RI Vahd Nabyl A. Mulachela memastikan Pemerintah Indonesia memantu warga negara Indonesia (WNI) yang akan mengikuti aksi kemanusiaan Global Sumud Flotilla yang berusaha menembus blokade Jalur Gaza, Palestina.

    Dalam keterangan videonya pada Hari Minggu Nabyl mengatakan, pemerintah telah menerima informasi dari Koalisi Indonesia Global Peace Convoy (IPGC) mengenai rencana keikutsertaan 30 WNI dalam konvoi kemanusiaan tersebut.

    Vahd mengungkapkan, rencananya misi kemanusiaan ini akan berangkat dari Tunisia menuju Gaza pada 10 September.

    “Pemerintah telah berkomunikasi dengan pihak IPGC mengenai misi tersebut,” kata Nabyl dalam keterangan video Hari Minggu, 7 September.

    “Melalui KBRI Tunis, Pemerintah menyediakan fasilitas selama mereka berada di Tunisia,” tambahnya.

    Lebih jauh Nabyl menerangkan, pemerintah juga telah menyampaikan mengenai gambaran risiko yang mungkin akan dihadapi ketika para WNI tersebut berada di wilayah Gaza.

    “Pemerintah Indonesia juga meminta KBRI Kairo dan KBRI Roma yang merangkap wilayah akreditasi Siprus untuk terus memonitor keberadaan flotilla tersebut,” kata Nabyl.

    Jubir II Kemlu menambahkan, Indonesia konsisten mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina.

    “Pemerintah Indonesia secara konsisten mendukung perjuangan kemerdekaan Bangsa Palestina sesuai dengan hukum dan aturan internasional,” tegas Nabyl.

    Diketahui, sebanyak 30 relawan asal Indonesia akan bergabung dengan Global Sumud Flotilla. Delegasi Indonesia menyumbang lima kapal yang dinamai para pahlawan Indonesia, yakni Soekarno, Diponegoro, Malahayati, Pati Unus dan Hasanudin.

    Pemantau kelaparan global untuk pertama kalinya menyatakan kelaparan telah melanda Jalur Gaza utara yang padat penduduk, sekitar 22 bulan setelah pecahnya perang di wilayah kantong tersebut menyusul invasi mematikan Hamas ke Israel pada Oktober 2023.

    Sistem Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC) dalam laporannya bulan lalu memperkirakan 514.000 orang atau hampir seperempat populasi Gaza, mengalami kelaparan. Jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 641.000 pada akhir September.

    IPC mengatakan kelaparan telah didorong oleh pertempuran dan blokade bantuan, dan diperparah oleh pengungsian yang meluas dan runtuhnya produksi pangan di Gaza, mendorong kelaparan ke tingkat yang mengancam jiwa di seluruh wilayah setelah 22 bulan perang.

    Sejak 2 Maret 2025, otoritas pendudukan menutup semua jalur penyeberangan ke Jalur Gaza, menghalangi masuknya sebagian besar bantuan makanan dan medis, yang semakin mempercepat penyebaran kelaparan di wilayah tersebut.

    Kementerian Kesehatan Gaza pada Hari Minggu mengonfirmasi, jumlah korban tewas Palestina di wilayah kantong tersebut sejak agresi Israel Oktober 2023 telah mencapai 64.368 orang – 387 di antaranya tewas karena kelaparan dan malnutrisi, termasuk 138 anak-anak, – sementara korban luka-luka mencapai 162.776 orang, dikutip dari WAFA.