Dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu (21/9), Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mengatakan bahwa rumah sakit di Jalur Gaza menerima, selama 24 jam terakhir, jenazah 75 syuhada (empat di antaranya dievakuasi dari bawah puing-puing bangunan yang hancur) dan 304 orang terluka. (REUTERS/Dawoud Abu Alkas)
Negara: Jalur Gaza
-

Resmi! Inggris-Australia-Kanada Akui Kedaulatan Negara Palestina
Jakarta, CNBC Indonesia – Gelombang perubahan besar dalam politik luar negeri Barat terjadi pada Minggu (21/9/2025) ketika Inggris, Australia, dan Kanada secara serentak mengakui kedaulatan negara Palestina.
Langkah bersejarah itu menandai pergeseran dramatis dari posisi lama negara-negara Barat, memicu kemarahan keras dari Israel, sekaligus memberi tekanan baru pada Amerika Serikat (AS) yang tetap menolak pengakuan tersebut.
Adapun ketiga negara itu menjadi anggota pertama dari kelompok ekonomi maju G7 yang mengambil langkah ini, dengan Prancis disebut akan segera mengambil langkah serupa.
Portugal juga dipastikan mengikuti jejak tersebut dan akan secara resmi mengumumkan pengakuan negara Palestina di New York, bertepatan dengan pembukaan Sidang Majelis Umum PBB.
Langkah pengakuan ini muncul di tengah agresi besar-besaran Israel di Jalur Gaza, yang menurut data Kementerian Kesehatan Gaza telah menewaskan sedikitnya 65.208 orang, sebagian besar warga sipil. Serangan itu merupakan balasan atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan 1.219 orang di Israel.
“Untuk menghidupkan kembali harapan perdamaian bagi rakyat Palestina dan Israel, serta solusi dua negara, Inggris secara resmi mengakui Negara Palestina,” ujar Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dalam pernyataannya di X.
Kanada melalui Perdana Menterinya, Mark Carney, menyampaikan pengakuannya atas negara Palestina seraya menawarkan kerja sama.
“Kanada mengakui Negara Palestina dan menawarkan kemitraan kami untuk membangun janji masa depan yang damai,” kata Carney.
Sementara itu, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menegaskan keputusan negaranya “mengakui aspirasi sah dan lama rakyat Palestina untuk memiliki negara sendiri.”
Pengakuan itu disambut hangat oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas yang menyebutnya sebagai “langkah penting dan perlu menuju tercapainya perdamaian yang adil dan abadi sesuai legitimasi internasional.”
Namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu langsung mengecam keras langkah tersebut. Ia menyebut pengakuan negara Palestina itu “absurd” dan memperingatkan bahwa hal itu akan “membahayakan keberadaan Israel.”
Momen Penting Perjuangan
Pengakuan negara Palestina oleh tiga kekuatan Barat ini dinilai sebagai momen penting bagi perjuangan Palestina. Meski bersifat simbolis, langkah itu tetap menjadi tamparan diplomatik bagi Israel dan menempatkan Inggris, Australia, dan Kanada dalam posisi berseberangan dengan sekutu utama mereka, Amerika Serikat.
Presiden AS Donald Trump, usai bertemu Starmer dalam kunjungan kenegaraan pekan lalu, menyebut bahwa “salah satu dari sedikit perbedaan kami” dengan Inggris adalah soal status kenegaraan Palestina.
Hingga kini, lebih dari 140 dari 193 negara anggota PBB telah mengakui kenegaraan Palestina. Dengan masuknya tiga negara besar Barat, peluang bertambahnya dukungan dari negara-negara lain makin terbuka, terutama menjelang Sidang Majelis Umum PBB yang akan dimulai Senin (22/9/2025) waktu setempat di New York.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
-

Inggris cs Akui Negara Palestina, Abbas Desak Israel Tinggalkan Gaza
Jakarta –
Presiden Palestina Mahmud Abbas menyambut sikap Inggris, Kanada, hingga Australia, yang hari ini mengumumkan secara resmi mengakui negara Palestina. Abbas mengatakan pengakuan itu sebagai langkah penting untuk menciptakan perdamaian bagi rakyatnya.
“Ini merupakan langkah penting dan perlu menuju tercapainya perdamaian yang adil dan abadi sesuai dengan legitimasi internasional,” kata pernyataan kantor Presiden Palestina dilansir AFP, Minggu (21/9/2025).
Abbas mengatakan pemerintah Palestina saat ini terus mengupayakan gencatan senjata di Gaza. Dia juga mendorong pembebasan semua sandera dan tahanan yang saat ini masih ditahan militer Israel.
“Prioritas saat ini adalah mencapai gencatan senjata, mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan, mengamankan pembebasan semua sandera dan tahanan, memastikan penarikan penuh Israel dari Jalur Gaza, memungkinkan negara Palestina untuk memikul tanggung jawab penuh, memajukan pemulihan dan rekonstruksi, serta menghentikan aktivitas permukiman dan kekerasan pemukim,” tambah pernyataan tersebut.
Inggris cs Umumkan Akui Negara Palestina
Inggris secara resmi mengakui eksistensi negara Palestina. Pengumuman itu disampaikan langsung oleh Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, hari ini.
“Hari ini, untuk menghidupkan kembali harapan perdamaian bagi Palestina dan Israel, serta solusi dua negara, Inggris secara resmi mengakui negara Palestina,” kata Starmer dalam sebuah unggahan di X, dilansir AFP, Minggu (21/9/2025).
Keputusan serupa juga disampaikan oleh Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dan Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong. Keduanya mengumumkan secara resmi Australia mengakui negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.
“Dengan demikian, Australia mengakui aspirasi sah dan lama rakyat Palestina untuk memiliki negara sendiri,” ujar Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dan Menteri Luar Negeri Penny Wong dalam sebuah pernyataan bersama dilansir CNN.
“Pengakuan Australia atas Palestina merupakan bagian dari “upaya internasional terkoordinasi untuk membangun momentum baru bagi solusi dua negara, dimulai dengan gencatan senjata di Gaza dan pembebasan para sandera yang disandera dalam kekejaman 7 Oktober 2023,” tambah pernyataan tersebut.
Selain Inggris dan Australia, hari ini Perdana Menteri Kanada Mark Carney juga mengumumkan secara resmi Kanada telah mengakui negara Palestina. Kanada mendorong penyelesaian damai terhadap konflik Israel dan Palestina.
“Kanada mengakui Negara Palestina dan menawarkan kemitraan kami dalam membangun janji masa depan yang damai bagi Negara Palestina dan Negara Israel,” ujar Perdana Menteri Kanada Mark Carney dalam sebuah unggahan di X, dilansir CNN.
(ygs/lir)
-

BREAKING NEWS: Inggris Akui Negara Palestina
GELORA.CO – Inggris menepati janjinya untuk mengakui keberadaan negara Palestina. Perdana Menteri Keir Starmer, Ahad (21/9/2025) mengumumkan bahwa Inggris kini secara resmi mengakui negara Palestina.
“Hari ini, untuk menghidupkan kembali harapan perdamaian dan solusi dua negara, saya menyatakan dengan jelas – sebagai perdana menteri negara besar ini – bahwa Inggris secara resmi mengakui negara Palestina,” ujarnya dalam sebuah pernyataan video.
Starmer menekankan, hari ini Inggris bergabung dengan lebih dari 150 negara lain yang telah mengakui negara Palestina. Langkah tersebut, kata ia, merupakan janji kepada rakyat Palestina dan Israel bahwa akan ada masa depan yang lebih baik.
“Saya tahu betapa kuatnya perasaan yang ditimbulkan oleh konflik ini,” tambah perdana menteri.
“Kita telah melihatnya di jalan-jalan, di sekolah-sekolah, dan dalam percakapan kita dengan teman dan keluarga. Konflik ini telah menciptakan perpecahan, beberapa orang telah menggunakannya untuk memicu kebencian dan ketakutan, tetapi itu tidak menyelesaikan apa pun,” katanya menambahkan.
Karena itu, Starmer mendorong upaya melipatgandakan cara untuk memerangi kebencian dalam segala bentuknya.
Starmer menekankan bahwa pengakuan ini bukanlah hadiah bagi Hamas. Inggris tetap berpandangan bahwa Hamas tidak akan memiliki masa depan.
Starmer juga menyerukan pembebasan segera para sandera yang ditahan pejuang Palestina di Gaza. Ia juga meminta otoritas Israel untuk mencabut pembatasan di perbatasan Gaza agar lebih banyak bantuan dapat masuk.
Pemerintah Inggris selama enam bulan terakhir secara diam-diam telah menyusun rencana untuk menyelesaikan masalah Palestina. Demikian dilaporkan New York Times (NYT) melaporkan, Ahad (10/8/2025).
Jonathan Powell, penasihat keamanan Perdana Menteri Keir Starmer, mulai membagikan rencana delapan poin kepada sekutu Inggris sejak 29 Juli, bersamaan dengan konferensi di New York mengenai penyelesaian konflik Palestina-Israel.
Sejumlah pejabat Eropa, yang tidak disebutkan namanya, mengatakan bahwa rencana itu mencakup pembentukan pemerintahan di Jalur Gaza dan penempatan pasukan keamanan internasional di wilayah kantong Palestina itu. Pemerintahan yang berisi para teknokrat tersebut akan berhubungan dengan Otoritas Palestina yang telah direformasi.
Pada 25 Juli, Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan bahwa negaranya akan mengakui negara Palestina pada September. Inggris mengancam akan melakukan hal serupa jika Israel tidak menangani krisis kemanusiaan di Gaza. Inggris pun menepati janjinya, karena hingga kini Israel gagal mengatasi krisis kemanusiaan di Gaza.
-

Israel Terus Gempur Gaza Jelang Sidang PBB, 60 Orang Tewas
Jakarta –
Militer Israel terus melanjutkan serangan ke Kota Gaza dan Jalur Gaza pada Sabtu. Serangan itu membongkar terowongan bawah tanah dan struktur jebakan.
Dilansir Reuters, Minggu (21/9/2025), setidaknya 60 warga Palestina tewas dalam serangan itu, menurut otoritas kesehatan Gaza.
Serangan itu terjadi ketika 10 negara, termasuk Australia, Belgia, Inggris, dan Kanada, dijadwalkan untuk secara resmi mengakui negara Palestina merdeka pada hari Senin, menjelang pertemuan tahunan para pemimpin di Majelis Umum PBB minggu depan.
Diketahui, Israel mengintensifkan serangan militernya dengan menargetkan gedung tinggi di Kota Gaza dan serangan darat pada minggu ini. Pasukan Israel, yang menguasai pinggiran timur Kota Gaza, telah menggempur wilayah Sheikh Radwan dan Tel Al-Hawa dari mana mereka akan ditempatkan untuk maju ke bagian tengah dan barat kota.
Sebagian besar penduduk Kota Gaza berlindung di wilayah tersebut. Militer memperkirakan telah menghancurkan hingga 20 blok menara di Kota Gaza selama dua minggu terakhir. Mereka juga meyakini, menurut media Israel, bahwa lebih dari 500.000 orang telah meninggalkan kota itu sejak awal September.
Sementara Kelompok militan Hamas, yang menguasai Gaza, membantah hal ini. Hamas mengatakan hampir 300.000 orang telah meninggalkan kota dan sekitar 900.000 lainnya masih berada di sana, termasuk sandera Israel.
Di situs perpesanan Telegram, sayap militer Hamas sebelumnya merilis gambar montase para sandera Israel, yang memperingatkan bahwa nyawa mereka terancam akibat operasi militer Israel di Kota Gaza.
Hamas juga memperkirakan bahwa sejak 11 Agustus, militer Israel telah menghancurkan atau merusak lebih dari 1.800 bangunan tempat tinggal di Kota Gaza, dan menghancurkan lebih dari 13.000 tenda yang menampung keluarga-keluarga pengungsi.
Dalam hampir dua tahun pertempuran, serangan Israel telah menewaskan lebih dari 65.000 warga Palestina, menurut otoritas kesehatan Gaza. Serangan Israel tersebut juga menyebabkan kelaparan, menghancurkan sebagian besar bangunan, dan mengungsikan sebagian besar penduduk, dalam banyak kasus berulang kali.
(yld/knv)
-

Ratusan Ribu Warga Ngungsi Gara-gara Israel Mulai Operasi di Gaza
Jakarta –
Israel memulai serangan merebut pusat kota terbesar di wilayah Gaza, Palestina. Ratusan warga Gaza terpaksa harus mengungsi gara-gara Israel.
Dirangkum detikcom dilansir kantor berita AFP, Minggu (20/9/2025), Badan Pertahanan Sipil Gaza mengatakan sekitar 450.000 warga Palestina telah meninggalkan Kota Gaza sejak Israel memulai serangannya untuk merebut pusat kota terbesar di wilayah Gaza tersebut.
“Jumlah warga yang mengungsi dari Gaza ke selatan telah mencapai 450.000 orang sejak dimulainya operasi militer di Kota Gaza pada bulan Agustus,” kata Mohamed al-Mughayir, seorang pejabat Badan Pertahanan Sipil Gaza, yang beroperasi di bawah otoritas Hamas.
Sementara itu, militer Israel, yang telah meminta penduduk Kota Gaza untuk mengungsi seiring dengan gencarnya serangan darat, mengatakan kepada AFP, bahwa mereka memperkirakan “sekitar 480.000” orang telah meninggalkan kota tersebut.
Militer Israel pada hari Jumat (19/9) telah memperingatkan bahwa mereka akan beroperasi dengan “kekuatan yang belum pernah terjadi sebelumnya” di Kota Gaza. Militer Israel pun mengimbau penduduk untuk mengungsi ke selatan seiring dengan gencarnya serangan darat di pusat kota tersebut.
Militer Israel mengatakan pasukan telah memperluas operasi mereka di Kota Gaza, dan dalam sehari terakhir, menewaskan lebih dari 10 anggota Hamas dan mengarahkan serangan terhadap infrastruktur kelompok militan Palestina tersebut.
Di selatan Jalur Gaza, militer Israel mengatakan pasukan yang beroperasi di Khan Younis dan Rafah menewaskan beberapa anggota Hamas dan menghancurkan puluhan lokasi yang digunakan oleh kelompok itu.
Otoritas kesehatan lokal yang dikelola Hamas mengatakan setidaknya 22 orang tewas di seluruh Jalur Gaza dalam serangan-serangan terbaru Israel. Angka korban tersebut tidak dapat diverifikasi secara independen dan tidak membedakan antara militan dan warga sipil.
Sementara itu, selagi pasukan Israel menggencarkan serangan darat di Kota Gaza, militer Israel mengumumkan penutupan Jalan Salah al-Din, rute evakuasi kedua sementara bagi penduduk Kota Gaza ke jalur selatan. Warga Palestina yang mengungsi dari Kota Gaza kini hanya dapat melakukannya melalui jalan pesisir Rashid.
Halaman 2 dari 2
(whn/fas)
-

Hamas Rilis ‘Foto Perpisahan’ Tampilkan Wajah 47 Tawanan Israel
GELORA.CO – Kelompok perlawanan Palestina Hamas pada Sabtu (20/9) merilis sebuah foto yang memperlihatkan 47 tawanan Israel, yang disebutkan diambil pada awal serangan militer Israel baru-baru ini di Kota Gaza. Foto itu disertai keterangan dalam bahasa Arab dan Ibrani yang menerangkan bahwa mereka ditawan akibat “sikap keras kepala” Benjamin Netanyahu dan kepatuhan Kepala Staf Umum Eyal Zamir kepada pemimpin Israel itu.
“Ini adalah foto perpisahan di awal operasi di Gaza,” sebut keterangan foto itu.
Hamas menyiarkan foto tersebut di situs resmi mereka, seraya menegaskan bahwa nasib para tawanan bergantung pada keputusan politik pimpinan Israel. Kelompok perlawanan itu berulang kali mengusulkan kesepakatan dengan Israel untuk membebaskan seluruh tawanan dengan imbalan pembebasan tahanan Palestina, penghentian perang di Gaza, dan penarikan penuh pasukan Israel.
Namun, Netanyahu menolak usulan itu dan hanya membuka ruang untuk kesepakatan parsial yang dinilai memberi celah baginya untuk memperpanjang perang. Banyak pihak, termasuk di Israel, menuding Netanyahu sengaja memperlama konflik demi kepentingan politiknya sendiri dan mengabaikan keselamatan para sandera.
Pada 9 September, Israel menyerang kawasan permukiman di Doha, Qatar, yang menewaskan lima pemimpin Hamas yang sedang berada di sana untuk membahas usulan AS demi berakhirnya perang di Gaza. Sejak Oktober 2023, hampir 65.000 warga Palestina dilaporkan telah tewas akibat agresi militer Israel.
Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya, Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Jalur Gaza. Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perang yang dilancarkannya terhadap wilayah kantong Palestina itu.
Pejabat senior Hamas Bassem Naim mengatakan negosiasi dengan Israel tidak akan membuahkan kesepakatan selama Tel Aviv terus melancarkan agresi ke Jalur Gaza. Naim pun mengisyaratkan bahwa perlawanan terhadap Israel tidak akan berhenti jika perundingan tak mencapai titik temu.
“Kami menegaskan posisi Qatar bahwa agresi yang berkelanjutan membuat negosiasi menjadi sia-sia,” kata Naim seperti diberitakan laman Middle East Monitor pada Jumat (19/9/2025).
Qatar diketahui mengambil peran sebagai mediator dalam perundingan antara Hamas dan Israel. “Apa yang gagal dicapai oleh pendudukan Israel melalui negosiasi, tidak akan tercapai melalui ancaman dan operasi militer di lapangan,” tambah Naim.
Dia kemudian menyoroti operasi darat militer Israel di Kota Gaza. Naim memperingatkan bahwa ambisi Israel merebut kendali dan menguasai Kota Gaza akan menghadapi perlawanan sengit.
“Apa yang terjadi pada rakyat kami selama serangan di Kota Gaza juga akan berdampak pada para tahanan Israel,” ujar Naim.
-

Israel Operasi Besar-besaran di Kota Gaza, 450.000 Warga Ngungsi
Jakarta –
Badan Pertahanan Sipil Gaza mengatakan bahwa sekitar 450.000 warga Palestina telah meninggalkan Kota Gaza sejak Israel memulai serangannya untuk merebut pusat kota terbesar di wilayah Gaza tersebut.
“Jumlah warga yang mengungsi dari Gaza ke selatan telah mencapai 450.000 orang sejak dimulainya operasi militer di Kota Gaza pada bulan Agustus,” kata Mohamed al-Mughayir, seorang pejabat Badan Pertahanan Sipil Gaza, yang beroperasi di bawah otoritas Hamas, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (20/9/2025).
Sementara itu, militer Israel, yang telah meminta penduduk Kota Gaza untuk mengungsi seiring dengan gencarnya serangan darat, mengatakan kepada AFP, bahwa mereka memperkirakan “sekitar 480.000” orang telah meninggalkan kota tersebut.
Militer Israel pada hari Jumat (19/9) telah memperingatkan bahwa mereka akan beroperasi dengan “kekuatan yang belum pernah terjadi sebelumnya” di Kota Gaza. Militer Israel pun mengimbau penduduk untuk mengungsi ke selatan seiring dengan gencarnya serangan darat di pusat kota tersebut.
Militer Israel mengatakan pasukan telah memperluas operasi mereka di Kota Gaza, dan dalam sehari terakhir, menewaskan lebih dari 10 anggota Hamas dan mengarahkan serangan terhadap infrastruktur kelompok militan Palestina tersebut.
Di selatan Jalur Gaza, militer Israel mengatakan pasukan yang beroperasi di Khan Younis dan Rafah menewaskan beberapa anggota Hamas dan menghancurkan puluhan lokasi yang digunakan oleh kelompok itu.
Otoritas kesehatan lokal yang dikelola Hamas mengatakan setidaknya 22 orang tewas di seluruh Jalur Gaza dalam serangan-serangan terbaru Israel. Angka korban tersebut tidak dapat diverifikasi secara independen dan tidak membedakan antara militan dan warga sipil.
Sementara itu, selagi pasukan Israel menggencarkan serangan darat di Kota Gaza, militer Israel mengumumkan penutupan Jalan Salah al-Din, rute evakuasi kedua sementara bagi penduduk Kota Gaza ke jalur selatan. Warga Palestina yang mengungsi dari Kota Gaza kini hanya dapat melakukannya melalui jalan pesisir Rashid.
Lihat juga Video: Korban Tewas di Gaza Tembus 65.000 Orang
(ita/ita)
-

Anggota DK PBB Sepakat Gencatan Senjata Gaza tapi Lagi-lagi Diveto AS
Jakarta –
Amerika Serikat (AS) lagi-lagi memakai hak veto untuk menolak resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait gencatan senjata di Jalur Gaza, Palestina. AS sudah memakai hak veto terkait Perang Gaza sebanyak 16 kali.
Sebagaimana diketahui, AS sudah memakai hak veto berkali-kali untuk menolak gencatan senjata di Gaza. Pada bulan Juni lalu, AS pernah memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB (DK PBB) yang menuntut gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen antara Israel dan militan Hamas di Gaza.
AS sekaligus menolak resolusi DK PBB yang juga menuntut dibukanya akses bantuan tanpa hambatan di seluruh wilayah kantong yang dilanda perang itu.
“Amerika Serikat telah menegaskan ‘Kami tidak akan mendukung tindakan apa pun yang gagal mengutuk Hamas dan tidak menyerukan Hamas untuk melucuti senjata dan meninggalkan Gaza’,” kata Penjabat Duta Besar AS untuk PBB Dorothy Shea kepada dewan sebelum pemungutan suara, dilansir Reuters, Kamis (5/6/2025).
AS beralasan bahwa resolusi tersebut juga akan merusak upaya yang dipimpin AS untuk menjadi perantara gencatan senjata. Diketahui AS adalah sekutu dan pemasok senjata terbesar Israel.
14 Negara Dukung Gencatan Senjata
Ke-14 negara lain di DK PBB memberikan suara mendukung rancangan resolusi gencatan senjata tersebut karena krisis kemanusiaan mencengkeram wilayah kantong yang dihuni lebih dari 2 juta orang itu. Diketahui Gaza dilanda kelaparan dan bantuan hanya mengalir masuk sejak Israel mencabut blokade.
Pemungutan suara Dewan Keamanan PBB dilakukan saat Israel terus melancarkan serangan di Gaza setelah mengakhiri gencatan senjata selama dua bulan pada bulan Maret. Pihak otoritas kesehatan Gaza mengatakan serangan Israel menewaskan 45 orang pada hari Rabu, sementara Israel mengatakan seorang tentara tewas dalam pertempuran.
Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward mengkritik keputusan pemerintah Israel untuk memperluas operasi militernya di Gaza dan sangat membatasi bantuan kemanusiaan sebagai “tidak dapat dibenarkan, tidak proporsional, dan kontraproduktif.”
Israel telah menolak seruan untuk gencatan senjata tanpa syarat atau permanen, dengan mengatakan Hamas tidak dapat tinggal di Gaza. Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon mengatakan kepada anggota dewan yang memberikan suara mendukung rancangan tersebut, “Anda memilih peredaan dan penyerahan. Anda memilih jalan yang tidak mengarah pada perdamaian. Hanya menuju lebih banyak teror.”
Merespons sikap AS tersebut, Hamas lalu mengutuk veto AS. Hamas menggambarkannya sebagai menunjukkan “bias buta pemerintah AS” terhadap Israel. Rancangan resolusi Dewan Keamanan juga menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera yang ditahan oleh Hamas dan pihak lain.
AS Pakai Hak Veto Lagi
Terbaru, AS kembali menggunakan hak veto terhadap resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menuntut gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen di Jalur Gaza, serta agar Israel mencabut semua pembatasan pengiriman bantuan ke daerah kantong Palestina tersebut.
Draft resolusi terbaru yang disusun oleh 10 anggota terpilih dari total 15 negara anggota DK PBB itu, seperti dilansir Reuters, Jumat (19/9/2025), juga menuntut pembebasan segera, secara bermartabat, dan tanpa syarat semua sandera yang masih ditahan oleh Hamas dan militan lainnya di Jalur Gaza.
Resolusi yang divoting oleh DK PBB pada Kamis (18/9) waktu setempat itu mendapatkan dukungan 14 negara anggota, kecuali AS.
16 Kali Pakai Hak Veto Terkait Perang Gaza
Ini berarti sudah keenam kalinya AS menggunakan hak veto dalam voting resolusi DK PBB menyangkut perang Gaza yang berkecamuk selama hampir dua tahun terakhir antara Israel dan Hamas.
“Kelaparan telah dipastikan terjadi di Gaza — tidak diproyeksikan, tidak dideklarasikan, tetapi terkonfirmasi,” kata Duta Besar Denmark untuk PBB, Christina Markus Lassen, di hadapan para anggota DK PBB sebelum voting digelar.
“Sementara itu, Israel telah memperluas operasi militernya di Kota Gaza, yang semakin memperparah penderitaan warga sipil. Akibatnya, terjadinya situasi bencana ini, kegagalan kemanusiaan, yang memaksa kita untuk bertindak hari ini,” tegasnya.
AS selalu melindungi Israel, sekutu dekatnya, dalam forum PBB. Meskipun pekan lalu, Washington mendukung pernyataan bersama DK PBB yang mengecam serangan Tel Aviv terhadap Qatar, meskipun pernyataan itu tidak menyebut langsung Israel yang bertanggung jawab.
Langkah itu mencerminkan ketidakpuasan Presiden Donald Trump dengan serangan yang diperintahkan oleh Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu.
Namun, veto yang diberikan AS dalam voting pada Kamis (18/9) menunjukkan bahwa sepekan kemudian, Washington kembali dengan teguh memberikan perlindungan diplomatik kepada Israel.
Konselor Misi AS untuk PBB, Morgan Ortagus, yang juga Wakil Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, dalam pernyataannya di forum DK PBB mengatakan bahwa resolusi terbaru ini gagal mengecam Hamas atau mengakui hak Israel untuk melindungi diri.
“Sikap AS menentang resolusi ini bukanlah hal yang mengejutkan. Resolusi ini gagal mengutuk Hamas atau mengakui hak Israel untuk membela diri, dan secara keliru melegitimasi narasi palsu yang menguntungkan Hamas, yang sayangnya telah beredar luas di Dewan ini,” sebutnya.
“Hamas bertanggung jawab atas dimulainya dan berlanjutnya perang ini. Israel telah menerima usulan persyaratan yang akan mengakhiri perang, tetapi Hamas terus menolaknya. Perang ini dapat berakhir hari ini jika Hamas membebaskan para sandera dan meletakkan senjatanya,” kata Ortagus.
Palestina Sesalkan Keputusan AS
Otoritas Palestina menyesalkan dan mengecam veto yang digunakan AS. Palestina menyebut veto AS hanya akan semakin mendorong Israel untuk melanjutkan kejahatan di wilayahnya.
“Kami menyampaikan penyesalan dan keheranan kami bahwa pemerintah AS sekali lagi memblokir resolusi gencatan senjata, meskipun semua anggota Dewan Keamanan telah menyetujui rancangan tersebut,” kata juru bicara kantor kepresidenan Otoritas Palestina, Nabil Abu Rudeineh, seperti dilansir Anadolu Agency, Jumat (19/9/2025).
Abu Rudeineh dalam pernyataannya menyebut resolusi terbaru Dewan Keamanan PBB itu telah “secara eksplisit menyerukan gencatan senjata dan diakhirinya genosida yang dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Palestina”.
Dia mengatakan bahwa veto AS hanya akan “mendorong pendudukan Israel untuk melanjutkan kejahatannya terhadap rakyat Palestina dan melawan semua legitimasi dan hukum internasional”.
Lebih lanjut, Abu Rudeineh menyerukan Washington untuk “meninjau kembali keputusannya demi menegakkan hukum internasional”.
Halaman 2 dari 5
(rdp/rdp)

