Negara: Jalur Gaza

  • Sejumlah Negara Eropa Akan Akui Palestina Akhir Mei

    Sejumlah Negara Eropa Akan Akui Palestina Akhir Mei

    Riyadh

    Sejumlah negara Eropa diperkirakan akan memberikan pengakuan resmi terhadap negara Palestina pada akhir bulan Mei mendatang. Rencana negara-negara Eropa untuk mengakui negara Palestina itu telah memicu reaksi keras dari Israel.

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Selasa (30/4/2024), hal tersebut diungkapkan oleh kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, saat berbicara kepada wartawan di sela-sela menghadiri pertemuan khusus Forum Ekonomi Dunia (WEC) yang digelar di Riyadh, Arab Saudi.

    Borrell tidak menyebut lebih lanjut soal negara mana saja yang akan mengakui negara Palestina secara resmi.

    Namun pada Maret lalu, sejumlah negara Eropa seperti Spanyol, Irlandia, Malta dan Slovenia mengumumkan bahwa mereka akan melakukan upaya bersama untuk mewujudkan pengakuan resmi terhadap negara Palestina.

    Dalam pernyataan pada 22 Maret lalu, Spanyol mengungkapkan bahwa atas nama perdamaian Timur Tengah, pihaknya sepakat dengan Irlandia, Malta dan Slovenia untuk mengambil langkah pertama menuju pengakuan terhadap negara yang dideklarasikan Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

    Jalur Gaza yang sejak lama dikuasai kelompok Hamas, yang menolak perdamaian dengan Israel dan menyerang negara Yahudi itu pada 7 Oktober tahun lalu, sedang dilanda perang yang juga memicu peningkatan kekerasan di Tepi Barat yang diduduki Israel.

    Wilayah Tepi Barat juga diketahui menjadi lokasi permukiman Yahudi yang luas.

    Rencana negara-negara Eropa mengakui negara Palestina itu memicu kecaman Israel. Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Israel memberikan reaksi keras dengan mengecam rencana empat negara Eropa itu dalam mengupayakan pengakuan bagi negara Palestina. Tel Aviv menyebut rencana itu sama saja memberikan “hadiah bagi terorisme” yang akan mengurangi peluang dalam perundingan penyelesaian konflik antara Israel dan Palestina.

    “Pengakuan atas negara Palestina setelah pembantaian 7 Oktober mengirimkan pesan kepada Hamas dan organisasi teroris Palestina lainnya bahwa serangan teror mematikan terhadap warga Israel akan dibalas dengan gesture politik terhadap Palestina,” sebut Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, dalam pernyataannya pada Maret lalu.

    “Penyelesaian konflik hanya bisa dilakukan melalui perundingan langsung antara para pihak. Keterlibatan apa pun dalam pengakuan negara Palestina hanya akan menjauhkan pencapaian resolusi dan meningkatkan ketidakstabilan regional,” ucapnya pada saat itu.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Putra Mahkota Arab Saudi Bertemu Presiden Palestina, Bahas Apa?

    Putra Mahkota Arab Saudi Bertemu Presiden Palestina, Bahas Apa?

    Riyadh

    Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman, atau yang biasa disebut MBS telah mengadakan pertemuan dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Apa yang dibahas keduanya?

    Seperti dilansir Al Arabiya, Selasa (30/4/2024), kantor berita Saudi Press Agency (SPA) melaporkan pada Senin (29/4) waktu setempat, bahwa MBS menegaskan kepada Abbas soal dukungan teguh Riyadh kepada rakyat Palestina sampai mereka mendapatkan hak-hak mereka.

    MBS, menurut SPA, juga menegaskan bahwa Saudi terus berupaya tanpa kenal lelah untuk mewujudkan gencatan senjata di Jalur Gaza, yang tengah dilanda perang antara Israel dan Hamas sejak Oktober tahun lalu.

    Pertemuan dengan MBS itu dilakukan setelah Abbas menghadiri pertemuan khusus Forum Ekonomi Dunia (WEF) yang digelar di Riyadh. Dalam forum itu, Abbas berterima kasih kepada kepemimpinan Saudi karena menyediakan platform untuk membahas perang yang berkecamuk selama berbulan-bulan di Jalur Gaza.

    Saat berpidato dalam forum WEC, Abbas menyebut Israel memanfaatkan serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu untuk menyerang warga Palestina di Jalur Gaza.

    “Israel memanfaatkan serangan itu (serangan Hamas pada 7 Oktober-red) untuk membalas secara tidak proporsional dengan dalih bahwa itu adalah balas dendam terhadap Hamas,” tuding Abbas dalam pernyataannya.

    Abbas juga menyerukan negara-negara kekuatan global, khususnya Amerika Serikat (AS) sebagai sekutu Tel Aviv, untuk mendesak Israel “menahan serangannya” saat invasi darat ke Rafah diperkirakan akan segera terjadi.

    “Kami menyerukan kepada Amerika Serikat untuk meminta Israel menghentikan operasi Rafah karena Amerika adalah satu-satunya negara yang mampu mencegah Israel melakukan kejahatan tersebut,” cetusnya.

    Abbas memperingatkan bahwa invasi darat oleh Israel terhadap Rafah akan memicu “bencana terbesar dalam sejarah rakyat Palestina”. Rafah merupakan wilayah paling selatan di Jalur Gaza, yang kini menjadi tempat perlindungan bagi lebih dari satu juta warga Palestina yang mengungsi akibat perang.

    Selain bertemu Abbas, menurut laporan SPA pada Senin (29/4) waktu setempat, MBS juga bertemu dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Antony Blinken dan Menlu Inggris David Cameron yang berkunjung ke Saudi.

    Menurut Departemen Luar Negeri AS, Blinken berada di Riyadh untuk menghadiri pembicaraan soal gencatan senjata Gaza, termasuk “melalui jalur menuju negara Palestina yang merdeka dengan jaminan keamanan bagi Israel”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kata Saudi soal Dunia Bikin Kecewa Gaza

    Kata Saudi soal Dunia Bikin Kecewa Gaza

    Jakarta

    Arab Saudi memberikan pernyataan bahwa masyarakat dunia telah membuat kecewa Gaza. Hal ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan.

    Dilansir The New Arab dan AFP, Pangeran Faisal menyampaikan hal ini saat berbicara dalam Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Riyadh, Senin (29/4/2024). Adapun isu perang Hamas dan Israel di Jalur Gaza turut menjadi pembahasan.

    “Situasi di Gaza jelas merupakan bencana dalam segala hal — bersifat kemanusiaan, tapi juga merupakan kegagalan total dari sistem politik yang ada untuk mengatasi krisis tersebut,” ujar Pangeran Faisal.

    Laporan terbaru otoritas kesehatan Gaza, lebih dari 34.000 orang tewas akibat serangan Israel di Jalur Gaza. Serangan bertubi-tubi ini dalam rangka membalas serangan Hamas pada Oktober tahun lalu.

    Serangan Hamas terhadap Israel tahun lalu dilaporkan menewaskan sekitar 1.200 orang, kebanyakan warga sipil, dan membuat lebih dari 250 orang lainnya disandera di Jalur Gaza. Hamas menyebut serangannya itu menjadi pembalasan atas pendudukan dan agresi Israel selama puluhan tahun terhadap Palestina.

    Israel Gempur Rafah

    Serangan udara Israel menghantam tiga rumah warga di kota Rafah, Jalur Gaza bagian selatan. Sedikitnya 13 orang tewas dan banyak orang lainnya mengalami luka-luka akibat gempuran terbaru militer Tel Aviv tersebut.

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (29/9), media afiliasi Hamas melaporkan jumlah korban tewas akibat serangan udara Israel di Rafah mencapai sedikitnya 15 orang.

    Di Gaza City, yang ada di bagian utara Jalur Gaza, serangan pesawat tempur Israel menghantam dua rumah warga setempat hingga menewaskan dan melukai beberapa orang.

    Serangan udara terhadap Rafah, yang menjadi tempat berlindung bagi satu juta warga Palestina yang menghindari pengeboman Israel selama berbulan-bulan, terjadi beberapa jam sebelum Mesir dijadwalkan menjadi tuan rumah bagi pemimpin Hamas untuk membahas prospek gencatan senjata dengan Israel.

    Baca selengkapnya di halaman selanjutnya..

    AS Bangun Dermaga Bantuan di Pantai Gaza

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengungkapkan bahwa dermaga buatannya yang bertujuan khusus untuk meningkatkan aliran bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza akan mulai beroperasi dalam beberapa minggu ke depan.

    Namun Washington menegaskan bahwa dermaga untuk penyaluran bantuan via lautan itu tidak akan bisa menggantikan penyaluran bantuan via jalur darat dengan truk-truk, yang dianggap sebagai cara terbaik untuk mendistribusikan makanan kepada warga Palestina yang dilanda perang di Jalur Gaza.

    Demikian seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Senin (29/4/2024).

    Perang yang berkecamuk selama enam bulan terakhir antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza telah memicu krisis kemanusiaan. Tel Aviv juga semakin didesak untuk mengizinkan lebih banyak pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza saat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bencana kelaparan segera terjadi.

    Pekan lalu, Pentagon mengatakan bahwa militer AS telah mulai membangun dermaga khusus di lepas pantai Gaza, yang dimaksudkan untuk mempercepat penyaluran bantuan kemanusiaan via jalur laut.

    Halaman 2 dari 2

    (azh/azh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Aksi Pro-Palestina Marak di Kampus Elite AS, Iran Bilang Gini

    Aksi Pro-Palestina Marak di Kampus Elite AS, Iran Bilang Gini

    Teheran

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran, Hossein Amir-Abdollahian, mengecam penindakan keras terhadap para demonstran pro-Palestina dalam aksi protes yang marak dan meluas di kampus-kampus elite Amerika Serikat (AS). Amir-Abdollahian bahkan mendesak Washington untuk segera menghentikan dukungan terhadap Israel.

    Seperti dilansir Press TV, Jumat (26/4/2024), kecaman Amir-Abdollahian itu disampaikan dalam pernyataan via media sosial X pada Kamis (25/4) waktu setempat. Dia menyebut polisi AS telah melakukan “penindasan dan perlakuan kasar” terhadap para profesor dan mahasiswa yang memprotes perang Israel di Jalur Gaza.

    “Penindasan dan perlakuan kasar oleh polisi dan pasukan keamanan Amerika terhadap para profesor dan mahasiswa, yang memprotes genosida dan kejahatan perang rezim Israel, di berbagai universitas sangat mengkhawatirkan dan dibenci oleh opini publik dunia,” sebut Amir-Abdollahian dalam komentarnya.

    “Penindasan ini sejalan dengan berlanjutnya dukungan penuh Washington terhadap rezim Israel, dan secara jelas menunjukkan standar ganda dan perilaku kontradiktif pemerintah Amerika terhadap kebebasan berekspresi,” ujarnya.

    Amir-Abdollahian kemudian menyinggung soal apa yang disebutnya sebagai “genosida terhadap puluhan ribu perempuan dan anak-anak Palestina, terutama setelah ditemukannya kuburan massal orang-orang sakit dan terluka serta staf medis di area sekitar Rumah Sakit Nasser di Jalur Gaza”.

    “Gelombang rasa jijik secara global terhadap rezim Israel dan para pendukungnya tidak bisa disembunyikan,” ucapnya.

    “Gedung Putih harus segera berhenti mendukung kejahatan perang rezim Israel, dan dimintai pertanggungjawaban,” cetus Amir-Abdollahian.

    Kepolisian AS dilaporkan menangkap ratusan demonstran pro-Palestina di berbagai lokasi, saat aksi memprotes perang Israel di Jalur Gaza semakin meningkat di kampus-kampus AS.

    Dalam penindakan keras terbaru, sekitar 108 penangkapan dilakukan di Emerson College di Boston. Sebelumnya sedikitnya 93 orang ditangkap atas tuduhan masuk tanpa izin di University of Southern California (USC) di Los Angeles.

    Para demonstran dan polisi juga terlibat bentrokan di Universitas Texas di Austin, dengan sekitar 34 orang ditangkap di sana.

    Universitas-universitas di berbagai wilayah AS tengah menjadi lokasi aksi pro-Palestina, dengan semakin banyak mahasiswa yang melakukan walkout dari ruang kuliah atau berusaha mendirikan perkemahan untuk memprotes operasi militer Israel di Jalur Gaza.

    AS telah memberikan dukungan militer dan intelijen secara maksimal terhadap Israel sejak 7 Oktober ketika perang berkecamuk di Jalur Gaza usai serangan mematikan Hamas. Washington juga menggunakan hak veto terhadap beberapa resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyerukan gencatan senjata di Jalur Gaza.

    Dalam aksinya, para demonstran pro-Palestina di AS menyerukan gencatan senjata dan menuntut pihak universitas untuk melepaskan aset atau melakukan divestasi dari perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan dengan Israel. Mereka juga berupaya menekan pemerintah AS untuk mengendalikan serangan Israel terhadap warga sipil Palestina.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Misteri Kematian Warga Palestina di Penjara Israel, Tulang Rusuk Patah

    Misteri Kematian Warga Palestina di Penjara Israel, Tulang Rusuk Patah

    Jakarta

    Beberapa hari setelah serbuan tak terduga Hamas ke Israel yang memicu perang di Gaza, telepon Umm Mohamed yang tinggal di Tepi Barat berdering. Di ujung sana, terdengar suara putranya yang dipenjara di Israel.

    “Bu, mohon doanya,” kata Abdulrahman Mari.

    “Keadaannya semakin keras. Mungkin mereka tidak akan mengizinkan kita bicara lagi.”

    Itu adalah yang terakhir kalinya Umm Mohamed mendengar suara sang buah hati.

    Komisi Tahanan Otoritas Palestina yang berbasis di Tepi Barat menyebut kondisi para tahanan Palestina di Israel memburuk setelah 7 Oktober 2023. Pada tanggal itu, Hamas tiba-tiba melancarkan serangan mematikan ke komunitas Israel yang tinggal dekat Jalur Gaza.

    Sejak insiden berdarah itu, 13 orang Palestina menghembuskan napas terakhir di penjara Israel.

    “Mayoritas dari mereka mati karena dipukuli atau tidak diberi obat,” ujar Ketua Komisi, Qadoura Fares, kepada BBC.

    Semasa hidupnya, dia bekerja sebagai tukang kayu di desa Qarawat Bani Hassan. Dalam perjalanan pulang dari Ramallah pada Februari tahun lalu, Abdulrahman ditangkap di sebuah pos pemeriksaan keliling.

    Dia kemudian menjadi tahanan administratif Israel dapat menahan orang tanpa batas waktu yang ditentukan tanpa penuntutan di penjara Megiddo.

    Saudara laki-laki Abdulrahman, Ibrahim, mengatakan pasal yang dikenakan otoritas sebenarnya minor seperti ambil bagian dalam demonstrasi atau membawa senjata.

    Namun, Abdulrahman juga dituduh sebagai anggota Hamas meski tidak ada penuntutan secara spesifik mengenai aktivitas di dalam kelompok milisi itu.

    Ibrahim masih berusaha mengulik bagaimana saudaranya itu bisa sampai mati. Dia harus bergantung kepada kesaksian mantan rekan satu sel Abdulrahman dan berita persidangan.

    Salah satu rekan satu sel Abdulrahman bersedia berbicara kepada BBC secara anonim.

    “Setelah 7 Oktober, kami mengalami penyiksaan secara total. Kami dipukuli tanpa alasan yang jelas. Mereka juga memeriksa kami tanpa alasan. Bahkan cara Anda melihat seseorang bisa dinilai salah,” ujarnya.

    Mantan tahanan yang meminta agar identitasnya disamarkan ini menggambarkan bagaimana Abdulrahman ditonjoki habis-habisan di depannya dan tahanan lain.

    “Pada jam 9 pagi, mereka masuk ke sel kami dan mulai menghajar kami. Salah satu penjaga mulai menghina orang tua Abdulrahman. Dia tidak terima dan mulai melawan.

    “Mereka menaboknya dengan parah. [Abdulrahman] dibawa ke ruang tahanan di lantai atas selama satu pekan. Suaranya terdengar melolong kesakitan.”

    Sumber ini mengaku kabar kematian Abdulrahman baru diterimanya setelah dia keluar dari penjara sepekan kemudian.

    Petugas penjara Israel tidak secara langsung menjawab pertanyaan BBC mengenai kematian Abdulrahman ataupun kematian 12 orang Palestina lain yang disebutkan Komisi Tahanan.

    “Kami tidak familier dengan klaim-klaim yang digambarkan dan sejauh pengetahuan kami ini tidak benar.”

    Baca juga:

    Profesor Danny Rosin, anggota Ikatan Dokter untuk Hak Asasi Manusia, ambil bagian dalam pemeriksaan jenazah Abdulrahman Mari. Pernyataan Rosin menguatkan apa yang dikatakan rekan satu sel Abdulrahman dan saudaranya kepada BBC.

    Laporan Prof Rosin menyebut luka memar terlihat di dada kiri Abdulrahman. Beberapa tulang rusuk almarhum juga patah. Memar luar terlihat di bagian punggung, pantat, tangan dan paha kiri, juga bagian kanan kepala dan leher tanpa adanya kerusakan di bawah permukaan kulit.

    Laporan Prof Rosin juga mengutip laporan tambahan kepolisian yang menyebut “penahanan paksa” diterapkan terhadap Mari pada enam hari sebelum kematiannya.

    Dalam laporannya, Profesor Rosin mengatakan meski tidak ada temuan penyebab kematian spesifik, “dapat diasumsikan bahwa kekerasan yang dialami almarhum terbukti nyata dari banyak memar dan tulang rusuk patah yang berkontribusi atas kematiannya”.

    Getty ImagesIsrael menahan ribuan orang Palestina di Tepi Barat sejak 7 Oktober 2023.

    Dia menambahkan bahwa “detak jantung yang tidak normal” atau “serangan jantung” juga bisa terjadi akibat cedera seperti ini tanpa adanya bukti fisik yang terlihat jelas.

    Israel saat ini menahan lebih dari 9.300 tahanan dengan pengamanan maksimum. Menurut kelompok HAM Israel, HaMoked, mayoritas dari jumlah ini adalah orang Palestina termasuk 3.600 tahanan administratif.

    Jumlah ini tidak termasuk tahanan dari Jalur Gaza yang berada di fasilitas terpisah di militer Israel.

    Qadoura mengemukakan bahwa perubahan yang terjadi setelah 7 Oktober 2023 “berdampak terhadap segala aspek dari kehidupan para tahanan.”

    Dia mengeklaim banyak tahanan sengaja dibuat lapar dan haus dan sebagian yang menderita penyakit kronis tidak diberikan obat-obatan. Pemukulan semakin sering terjadi dan tingkatnya kian brutal.

    “Saya bertemu dengan seorang tahanan yang berat badannya turun 20 kilogram dalam tiga bulan,” ujarnya.

    “Seolah-olah perang di Gaza juga menjadi perang terhadap tahanan orang Palestina. Semuanya adalah bentuk pembalasan dendam.”

    BBC sebelumnya telah mendengar dari para tahanan Palestina yang menjelaskan bagaimana mereka dihantam dengan kayu dan anjing yang moncongnya dikerangkeng dilepas ke arah mereka. Baju, makanan, dan selimut mereka juga diambil.

    Semua ini terjadi dalam pekan-pekan setelah 7 Oktober.

    Dinas pelayanan tahanan Israel menyanggah telah terjadi penganiayaan.

    “Semua tahanan diperlakukan sesuai hukum termasuk menghormati hak dasar mereka di bawah pengawasan staf yang profesional dan berkeahlian,” kata mereka.

    Dinas menambahkan bahwa mereka masuk ke dalam “mode darurat” setelah perang pecah dan “memutuskan untuk mengurangi kondisi hidup tahanan berkeamanan tinggi”.

    Contohnya seperti menyingkirkan peralatan elektronik, memutus aliran listrik ke sel-sel, dan mengurangi aktivitas tahanan di sayap-sayap fasilitas.

    BBCArafat Hamdan meninggal dua hari setelah ditangkap.

    Di desa Beit Sira di Tepi Barat, ayahanda Arafat Hamdan menunjukkan pintu rumahnya yang didobrak polisi Israel pada jam 4 pagi tanggal 22 Oktober 2023 demi mencari putranya.

    Polisi menutup muka Arafat Hamdan dengan kain hitam yang tebal dan mengikatnya di bagian leher dengan tali. Ayah Arafat Hamdan mencium bau yang keras dari kain itu buah hatinya terlihat sulit bernapas.

    “Saya terus berusaha menenangkannya,” Yasser Hamdan berkisah ke BBC.

    “Tidak apa-apa. Mereka tidak punya kasus terhadapmu. Mereka tidak punya kasus terhadap kita. Saya terus mengatakan ini selagi dia diikat di luar rumah. Mereka kemudian membawanya.”

    Dua hari kemudian, telepon Yasser Hamdan berdering. Arafat ditemukan tewas di selnya di penjara Ofer di Tepi Barat.

    Otoritas Israel tidak menjelaskan bagaimana Arafat meninggal. Arafat menderita diabetes Tipe 1 dan kadang dia mengalami gula darah rendah.

    Yasser mengatakan salah satu anggota kepolisian yang menangkap Arafat menyuruhnya membawa obat-obatan. Namun, tidak jelas apakah dia sebenarnya sempat membawanya.

    BBC mendapat berkas laporan dari Dr Daniel Solomon, ahli bedah yang hadir saat otopsi Arafat Hamdan setelah diminta Ikatan Dokter untuk Hak Asasi Manusia.

    Dr Solomon mengatakan otopsi dilakukan di Israel pada 31 Oktober 2023. Namun, dia menambahkan kondisi jenazah yang lama dimasukkan ke dalam peti pendingin mempersulit pembuktian penyebab kematian.

    Dia juga memperhatikan tidak adanya catatan apa pun yang memperlihatkan apakah obat diabetes Arafat diberikan berikut dosisnya.

    Laporan ini juga menyebut dibutuhkannya tes lain yang melampaui otopsi untuk menentukan penyebab kematian.

    “Sampai sekarang kami tidak tahu bagaimana dia meninggal. Tidak ada yang jelas,” ujar Yasser Hamdan.

    Jenazah Arafat dan Abdulrahman belum juga dikembalikan ke keluarga mereka. Orang-orang terdekat yang ditinggalkan ingin mengadakan otopsi mereka sendiri, menggelar pemakaman, dan mengucapkan selamat jalan untuk yang terakhir kalinya.

    “Dia darah daging saya. Kemudian dia lenyap,” ujar Yasser Hamdan.

    Foto-foto Arafat memenuhi tiap sudut apartemen Yasser.

    Umm Mohamed memperlihatkan foto-foto Abdulrahman di ponselnya.

    “Lihatlah dia,” tunjuk Umm ke satu foto Abdulrahman. “Ceria betul dia.”

    Abdulrahman, menurut Umm Mohamed, lambat laun menjadi pemimpin para tahanan yang dekat dengannya.

    “Lewat telepon, dia bercerita bagaimana dia menyiapkan sarapan untuk disantap bersama saat mereka tidur. Dia selalu yang paling aktif. Dia tidak pernah duduk santai, anak saya itu.”

    Tangis Umm Mohamed pecah.

    “Bawa dia pulang ke saya. Saya ingin melihatnya satu kali lagi. Sekali lagi saja.”

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • AS Mulai Bangun Dermaga Bantuan Kemanusiaan di Lepas Pantai Gaza

    AS Mulai Bangun Dermaga Bantuan Kemanusiaan di Lepas Pantai Gaza

    Washington DC

    Pentagon atau Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) mengungkapkan bahwa militernya mulai membangun dermaga khusus di lepas pantai dekat wilayah Jalur Gaza. Dermaga khusus ini dimaksudkan untuk meningkatkan aliran bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan warga Palestina di Jalur Gaza.

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Jumat (26/4/2024), Pentagon menyebut dermaga untuk bantuan kemanusiaan itu akan mulai beroperasi pada bulan Mei mendatang.

    Pembangunan dermaga khusus itu diumumkan langsung oleh Presiden Joe Biden pada Maret lalu saat menyampaikan pidato kenegaraan tahunan. Pembangunan itu diputuskan saat para pejabat organisasi kemanusiaan menyerukan kepada Israel untuk memudahkan akses bantuan ke Jalur Gaza melalui jalur darat.

    Apakah dermaga itu pada akhirnya akan berhasil meningkatkan aliran bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, masih belum jelas. Terlebih para pejabat internasional telah memperingatkan risiko bencana kelaparan di wilayah Jalur Gaza bagian utara.

    “Saya bisa memastikan bahwa kapal-kapal militer AS, termasuk USNS Benavidez, telah mulai membangun tahap awal dermaga sementara dan jalan lintasan di lautan,” tutur juru bicara Pentagon, Mayor Jenderal Patrick Ryder, saat berbicara kepada wartawan.

    Rentetan serangan militer Israel selama lebih dari enam bulan terakhir terhadap Jalur Gaza, untuk membalas serangan Hamas, telah memicu kehancuran dan menjerumuskan 2,3 juta jiwa penduduk Gaza ke dalam bencana kemanusiaan.

    Seorang pejabat senior AS pada pemerintahan Biden, yang berbicara kepada wartawan tanpa menyebut nama, mengatakan bahwa bantuan kemanusiaan yang datang dari dermaga khusus itu harus melewati pos pemeriksaan Israel di darat.

    Padahal bantuan itu telah diperiksa oleh Israel di Siprus sebelum dikirim ke Jalur Gaza. Tel Aviv ingin mencegah bantuan apa pun mengalir ke tangan Hamas yang bisa meningkatkan upaya perang mereka.

    Prospek pos pemeriksaan Israel di darat itu memicu pertanyaan soal kemungkinan penundaan, bahkan setelah bantuan kemanusiaan itu mencapai pantai Gaza. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah sejak lama mengeluhkan hambatan dalam membawa masuk dan menyalurkan bantuan ke seluruh wilayah Gaza.

    Sementara itu, kekhawatiran soal risiko pasukan AS terjebak dalam perang Israel-Hamas semakin terlihat pada Kamis (25/4) waktu setempat, ketika serangan mortir menghantam area di dekat lokasi dermaga dibangun. Tidak ada tentara AS di daratan, dan Biden telah memerintahkan pasukan AS untuk tidak menginjakkan kaki di pantai Gaza.

    Washington mengatakan serangan yang diduga didalangi militan yang berbasis di Gaza itu menargetkan personel militer Israel di area tersebut, dan tidak ada aset AS yang mengalami kerusakan.

    Ryder menegaskan kepada wartawan bahwa serangan semacam itu “sama sekali tidak akan” menunda pembangunan dermaga, yang masih dalam proses penyelesaian pada bulan depan. Menurut Ryder, jalan lintasan dan dermaga yang dibangun militer AS itu berada jauh di luar jangkauan mortir.

    Dermaga khusus ini awalnya akan menangani 90 truk bantuan setiap harinya, namun jumlahnya bisa meningkat menjadi 150 truk bantuan setiap hari jika sudah beroperasi penuh. Menurut pejabat senior AS yang enggan disebut namanya, sekitar 1.000 tentara AS akan mendukung upaya militer itu, dalam koordinasi dengan Siprus dan Israel.

    Pihak ketiga, sebut pejabat senior AS itu, akan mengemudikan truk-truk menyusuri dermaga menuju ke pantai Gaza.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Inggris Tembak Jatuh Rudal Houthi Targetkan Kapal Dagang

    Inggris Tembak Jatuh Rudal Houthi Targetkan Kapal Dagang

    London

    Angkatan Laut Inggris menembak jatuh sebuah rudal yang ditembakkan oleh kelompok Houthi terhadap sebuah kapal dagang di perairan Teluk Aden. Serangan ini menjadi yang terbaru dari kelompok yang bermarkas di Yaman, yang marak menargetkan kapal-kapal di Laut Merah dan sekitarnya untuk mendukung Gaza.

    Seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Jumat (26/4/2024), Kementerian Pertahanan Inggris melaporkan bahwa kapal perang HMS Diamond menggunakan sistem rudal Sea Viper untuk menembak jatuh rudal Houthi tersebut pada Rabu (24/4) waktu setempat.

    “Inggris terus berada di garis depan dalam respons internasional terhadap serangan berbahaya Houthi, yang didukung Iran, terhadap kapal-kapal komersial, yang telah merenggut nyawa para pelaut internasional,” tegas Menteri Pertahanan (Menhan) Inggris Grant Shapps dalam pernyataannya.

    “Saya ingin berterima kasih kepada para awak HMS Diamond yang pemberani atas perang pentingnya dalam menyelamatkan nyawa tidak berdosa dan melindungi pelayaran internasional dari serangan-serangan ilegal Houthi,” imbuhnya.

    Militer Inggris, bersama sekutunya Amerika Serikat (AS), sejak 12 Januari lalu mulai melancarkan serangan udara gabungan terhadap target-target Houthi, yang bertujuan mengurangi kemampuan kelompok itu dalam menargetkan kapal-kapal yang melintasi rute perdagangan utama Laut Merah.

    Kelompok Houthi telah mengatakan bahwa rentetan serangannya dimaksudkan sebagai solidaritas untuk warga Palestina di Jalur Gaza, yang terus digempur Israel yang sedang berperang melawan Hamas, yang juga didukung Iran.

    Houthi diketahui mulai menargetkan kapal-kapal di Laut Merah dan sekitarnya pada November tahun lalu, atau sebulan setelah perang berkecamuk di Jalur Gaza.

    Militer AS secara terpisah juga melancarkan serangan udara sepihak terhadap target-target Houthi.

    Namun kelompok Houthi bertekad untuk terus melanjutkan serangan-serangannya yang memicu gangguan di jalur pelayaran internasional tersebut.

    Laut Merah menanggung sekitar 12 persen lalu lintas maritim internasional. Sejak serangan Houthi dimulai, beberapa perusahaan pelayaran telah berhenti melintasi jalur pelayaran tersebut, dan memilih rute alternatif yang lebih panjang dan lebih memakan biaya di sekitar Tanjung Harapan, Afrika Selatan.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • 18 Negara Desak Hamas Bebaskan Sandera-Akhiri Krisis Gaza

    18 Negara Desak Hamas Bebaskan Sandera-Akhiri Krisis Gaza

    Washington DC

    Amerika Serikat (AS) bersama 17 negara lainnya merilis pernyataan bersama yang isinya menyerukan Hamas untuk membebaskan semua sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza, sebagai jalan untuk mengakhiri krisis di daerah kantong Palestina tersebut.

    Namun Hamas telah bersumpah tidak akan menyerah pada tekanan internasional.

    Seperti dilansir Reuters, Jumat (26/4/2024), pernyataan bersama dari 18 negara itu dirilis pada Kamis (25/4) waktu setempat. Seorang pejabat senior AS menyebut pernyataan bersama itu sebagai bentuk kebulatan suara yang luar biasa.

    “Kami menyerukan pembebasan segera semua sandera yang ditahan oleh Hamas di Gaza selama lebih dari 200 hari,” demikian bunyi penggalan pernyataan bersama dari 18 negara tersebut.

    Seluruh 18 negara yang merilis pernyataan bersama itu semuanya memiliki warga negara yang disandera oleh Hamas sejak Oktober tahun lalu, setelah serangan mematikan terhadap Israel bagian selatan yang dilaporkan menewaskan sekitar 1.200 orang.

    Hamas diyakini saat ini masih menyandera sekitar 129 orang, dari total 253 orang, di wilayah Jalur Gaza. Tidak hanya warga negara Israel, terdapat juga warga negara asing di antara para sandera itu.

    Negara-negara yang merilis pernyataan bersama itu terdiri atas, AS, Inggris, Argentina, Australia, Brasil, Bulgaria, Kanada, Kolombia, Denmark, Prancis, Jerman, Hungaria, Polandia, Portugal, Rumania, Serbia, Spanyol, dan Thailand.

    “Kami menekankan bahwa kesepakatan untuk membebaskan para sandera akan menghasilkan gencatan senjata yang segera dan berkepanjangan di Gaza, yang akan memfasilitasi gelombang bantuan kemanusiaan tambahan yang diperlukan untuk dikirimkan ke seluruh wilayah Gaza, dan mengarah pada berakhirnya permusuhan,” sebut pernyataan bersama itu.

    “Warga Gaza akan bisa kembali ke rumah dan tanah mereka dengan persiapan sebelumnya untuk memastikan tempat berlindung dan bantuan kemanusiaan,” imbuh pernyataan tersebut.

    Salah satu pemimpin senior Hamas, Sami Abu Zuhri, dalam pernyataan kepada Reuters menegaskan bahwa Hamas tidak akan terpengaruh oleh pernyataan bersama 18 negara tersebut. Zuhri juga mengatakan bahwa AS perlu memaksa Israel untuk mengakhiri agresinya terhadap Jalur Gaza.

    “Sekarang bola ada di tangan Amerika,” ucapnya.

    Sementara itu, seorang pejabat senior AS, yang enggan disebut namanya, mengatakan kepada wartawan bahwa ada beberapa indikasi untuk potensi tercapainya kesepakatan mengenai krisis penyanderaan, namun dia tidak sepenuhnya meyakini itu.

    Pejabat senior AS itu tidak menjelaskan lebih lanjut, namun menyebut kesepakatan itu tergantung pada “satu orang”, yakni pemimpin Hamas di Jalur Gaza, Yahya Sinwar.

    Proposal pembebasan sandera yang diajukan awal tahun ini menyerukan pembebasan para sandera yang sakit, berusia lanjut (lansia) dan terluka di Jalur Gaza, sebagai imbalan untuk gencatan senjata selama enam minggu yang bisa diperpanjang demi memungkinkan masuknya lebih banyak bantuan kemanusiaan.

    Proposal itu, menurut pejabat senior AS tersebut, juga memungkinkan kembalinya warga Palestina tanpa pembatasan apa pun ke wilayah Jalur Gaza bagian utara.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Protes Kebijakan Biden Soal Gaza, Jubir Deplu AS Mundur

    Protes Kebijakan Biden Soal Gaza, Jubir Deplu AS Mundur

    Washington DC

    Salah satu juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengundurkan diri dari jabatannya, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintahan Presiden Joe Biden terkait perang yang berkecamuk di Jalur Gaza.

    Seperti dilansir Al Arabiya, Jumat (26/4/2024), Hala Rharrit yang menjabat sebagai juru bicara bahasa Arab untuk Deplu AS, dan menjabat juga sebagai wakil direktur Dubai Regional Media Hub, mengajukan pengunduran dirinya pada bulan April ini.

    Rharrit diketahui bergabung dengan Dinas Luar Negeri AS sejak tahun 2006 lalu sebagai pejabat politik. Ini berarti dia mundur dari jabatannya setelah mengabdi untuk Deplu AS selama 18 tahun terakhir.

    “Saya mengundurkan diri pada April 2024, setelah 18 tahun mengabdi secara terhormat, dalam upaya menentang kebijakan Amerika Serikat di Gaza,” tulis Rharrit dalam pernyataan via halaman LinkedIn miliknya, seperti dilansir Al Arabiya English.

    “Diplomasi, bukanlah senjata. Jadilah kekuatan untuk perdamaian dan persatuan,” sebutnya.

    Halaman biografinya pada situs resmi Deplu AS menyebut Rharrit sebagai sosok yang “bersemangat dalam diplomasi dan mendobrak hambatan melalui komunikasi dan saling memahami”.

    Rharrit menjadi diplomat terbaru AS yang menanggalkan jabatan mereka karena apa yang mereka kritik sebagai dukungan tanpa syarat kepada Israel yang terus membombardir Jalur Gaza.

    Operasi militer Israel, yang dimulai setelah serangan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu, terus berlanjut di wilayah Jalur Gaza. Lebih dari 34.000 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, tewas akibat rentetan serangan Israel selama lebih dari enam bulan terakhir.

    Angka kematian yang dilaporkan Kementerian Kesehatan Gaza itu tidak membedakan antara warga sipil dan militan Hamas yang terbunuh dalam perang. Namun diyakini mayoritas korban tewas di Jalur Gaza adalah warga sipil Palestina.

    Sebelum Rharrit, seorang pejabat Deplu AS bernama Josh Paul yang menjabat sebagai direktur Biro Urusan Politik-Militer mengundurkan diri pada Oktober tahun lalu. Dalam pernyataannya, Paul juga menyampaikan sikapnya yang tidak setuju dengan keputusan pemerintah Biden untuk terus memasok senjata kepada Israel.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Janji Hamas Letakkan Senjata Jika Terbentuk Negara Palestina

    Janji Hamas Letakkan Senjata Jika Terbentuk Negara Palestina

    Jakarta

    Pihak Hamas mengatakan mereka berjanji untuk meletakkan senjata jika negara Palestina terbentuk. Bahkan, mereka siap berubah menjadi partai politik asal Palestina resmi merdeka.

    Seorang pejabat tinggi pada biro politik Hamas mengatakan kelompoknya siap menyepakati gencatan senjata selama lima tahun atau lebih dalam perang melawan Israel. Diketahui, perang kini berkecamuk di Jalur Gaza.

    Hamas juga bersedia meletakkan senjata, membubarkan sayap bersenjata mereka, dan berubah menjadi partai politik, jika negara Palestina yang merdeka telah berdiri dengan didasarkan pada garis perbatasan sebelum tahun 1967.

    Seperti dilansir Associated Press dan Al Arabiya, Kamis (25/4), pernyataan itu disampaikan oleh Khalil al-Hayya yang merupakan pejabat tinggi politik Hamas dalam wawancara dengan media terkemuka Associated Press pada Rabu (24/4) waktu setempat. Sampai saat ini, perundingan gencatan senjata Gaza mengalami kebuntuan.

    Namun kecil kemungkinan bahwa Israel akan mempertimbangkan skenario semacam itu. Terlebih, Tel Aviv telah bersumpah untuk menghancurkan Hamas setelah serangan mematikan pada 7 Oktober tahun lalu yang memicu perang di Jalur Gaza.

    Israel Tentang Negara Palestina

    Kepemimpinan Israel saat ini juga dengan tegas menentang pembentukan negara Palestina di wilayah yang direbut Israel dalam perang tahun 1967 silam.

    Al-Hayya yang mewakili Hamas dalam perundingan gencatan senjata dan pertukaran sandera-tahanan, menyampaikan pernyataan yang terkadang menantang dan terkadang bernada damai dalam wawancara dengan Associated Press di Istanbul, Turki.

    Dia mengatakan bahwa Hamas ingin bergabung dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang dipimpin oleh faksi rivalnya, Fatah, untuk membentuk pemerintahan terpadu di Jalur Gaza dan Tepi Barat.

    Selengkapnya di halaman selanjutnya.

    AS Gagalkan Palestina Jadi Anggota PBB

    Amerika Serikat (AS) memveto permintaan keanggotaan penuh PBB untuk Palestina di Dewan Keamanan PBB pada Kamis (18/4).

    “AS masih berpandangan bahwa jalan paling cepat menuju kenegaraan bagi rakyat Palestina adalah melalui perundingan langsung antara Israel dan Otoritas Palestina dengan dukungan Amerika Serikat dan mitra lainnya,” kata seorang perwakilan AS kepada kantor berita Reuters sebelum pemungutan suara.

    Pemungutan suara dilakukan di Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 orang atas rancangan resolusi yang diajukan oleh Aljazair, yang merekomendasikan bahwa “Palestina diterima menjadi anggota PBB.”

    Rancangan tersebut mendapat 12 suara mendukung, dua abstain dan veto AS yang menentang.

    Untuk disahkan, resolusi Dewan Keamanan memerlukan setidaknya sembilan suara setuju dan tidak ada veto dari lima anggota tetap, yakni AS, Inggris, Prancis, Rusia dan Cina.

    “Tindakan prematur di New York, bahkan dengan niat terbaik sekalipun, tidak akan mencapai status kenegaraan bagi rakyat Palestina,” kata perwakilan AS kepada kantor berita Reuters.

    Halaman 2 dari 2

    (aik/rfs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini