Negara: Jalur Gaza

  • 59 Orang Tewas Akibat Gempuran Israel di Gaza dalam 24 Jam

    59 Orang Tewas Akibat Gempuran Israel di Gaza dalam 24 Jam

    Gaza City

    Otoritas kesehatan Jalur Gaza, yang dikuasai Hamas, melaporkan sedikitnya 59 orang tewas akibat rentetan gempuran Israel di daerah kantong Palestina itu dalam waktu 24 jam terakhir.

    Tambahan kematian itu, seperti dilansir AFP, Sabtu (4/1/2025), menjadikan total korban tewas akibat perang yang terus berkecamuk antara militan Hamas dan militer Israel bertambah menjadi sedikitnya 45.717 orang.

    Kementerian Kesehatan Gaza juga melaporkan pada Sabtu (4/1) bahwa setidaknya 108.856 orang mengalami luka-luka selama hampir 15 perang berkecamuk di wilayah tersebut.

    Dalam pernyataan terpisah, badan pertahanan sipil Gaza melaporkan sekitar 30 orang tewas dalam pengeboman Israel pada Jumat (3/1) waktu setempat. Juru bicara badan pertahanan sipil Gaza, Mahmud Bassal, menyebut beberapa anak termasuk di antara korban tewas.

    “Jumat merupakan hari yang berat bagi warga Gaza, khususnya Gaza City, karena pengeboman Israel yang terus-menerus,” sebutnya saat berbicara kepada AFP.

    Bassal melaporkan sedikitnya tujuh orang tewas dalam serangan Israel yang menghantam area Shujaiya di Gaza City.

    “Mereka telah menghancurkan segala sesuatu yang bergerak di muka Bumi ini, bahkan pepohonan, lalu bagaimana dengan manusia? Ini adalah perang pemusnahan,” ujarnya kepada AFP.

    Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.

  • Gebrakan Baru Israel Rugikan Warga Gaza, Berencana Kurangi Pasokan Bantuan saat Trump Berkuasa – Halaman all

    Gebrakan Baru Israel Rugikan Warga Gaza, Berencana Kurangi Pasokan Bantuan saat Trump Berkuasa – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Gebrakan terbaru Israel bakal membuat warga Gaza yang dilanda perang semakin terpuruk.

    Israel baru-baru ini berencana untuk mengurangi pasokan bantuan kepada warga Gaza.

    Pengurangan aliran bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza ini bakal mulai diberlakukan ketika Donald Trump resmi dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat (AS).

    Hingga hari ini, Israel masih terus mendistribusikan bantuan sesuai keinginan Presiden Joe Biden.

    Namun, pihak Israel mengatakan kebijakan itu dapat berubah setelah Donald Trump dilantik.

    “Sangat diragukan apakah jumlah bantuan yang dibawa ke Gaza hari ini akan sama dengan jumlah yang akan masuk di bawah pemerintahan Trump,” kata sumber politik Israel, dikutip dari The Jerusalem Post.

    Sumber tersebut mengatakan, jika keputusan pengurangan pasokan bantuan itu diambil, maka nantinya Israel akan melakukan koordinasi dengan pemerintah baru.

    Akan tetapi dengan pemahaman, jika situasi di Gaza tidak berubah, Hamas akan tetap berkuasa.

    Israel sebelumnya mempertimbangkan untuk menggunakan IDF atau perusahaan swasta untuk mengambil alih pembagian makanan kepada warga Palestina guna mengambil alih kendali pasokan makanan Gaza dari Hamas.

    Menurut Koordinator Kegiatan Pemerintah Israel di Wilayah (COGAT), hingga 30 Desember 2024, Israel telah memfasilitasi pengiriman 1.262.106 ton bantuan ke Jalur Gaza sejak dimulainya perang.

    COGAT adalah unit Kementerian Pertahanan yang mengawasi pelaksanaan kebijakan sipil pemerintah di Tepi Barat dan Gaza.

    Bantuan ini dibawa ke Gaza dengan 63.416 truk dan 10.272 palet, menurut COGAT.

    Pembicaraan Gencatan Senjata Kembali Digelar

    Delegasi Israel  tiba di Ibu Kota Qatar, Doha, pada Jumat (3/1/2025), untuk melanjutkan pembicaraan mengenai gencatan senjata dengan Hamas.

    Hamas juga mengatakan negosiasi tidak langsung akan dilanjutkan di Doha, Qatar, pada hari Jumat, menekankan “keseriusannya” untuk mencapai kesepakatan.

    Hamas menegaskan keseriusannya untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Israel.

    Menurut Hamas, putaran pembicaraan ini akan difokuskan pada kesepakatan yang mengarah pada gencatan senjata penuh, penarikan pasukan Israel dari Gaza, dan pemulangan para pengungsi ke rumah mereka.

    Pembicaraan tidak langsung antara Israel dan Hamas terus berlanjut meskipun negosiasi resmi menemui jalan buntu selama berbulan-bulan karena pemerintahan Biden mendorong agar kesepakatan dicapai.

    Sumber diplomatik yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada CNN pada bulan Desember, kesepakatan itu secara umum sama dengan proposal yang diajukan oleh Biden pada awal tahun 2024.

    Usulan tiga tahap yang diajukan Biden pada akhir bulan Mei 2024 menggabungkan pembebasan sandera yang ditawan di Gaza dengan “gencatan senjata penuh dan menyeluruh.”

    Tahap pertama akan berlangsung selama enam minggu dan meliputi “penarikan pasukan Israel dari semua wilayah berpenduduk di Gaza” dan “pembebasan sejumlah sandera, termasuk wanita, orang tua, dan yang terluka sebagai imbalan atas pembebasan ratusan tahanan Palestina,” kata presiden AS.

    “Yang berubah adalah pasukan Israel kemungkinan akan tinggal di Gaza untuk sementara waktu, ketika fase pertama kesepakatan dimulai,” kata sumber diplomatik tersebut, dikutip dari CNN.

    Nantinya, para pasukan Israel akan tinggal di jalur tanah di perbatasan Gaza-Mesir, yang disebut koridor Philadelphia, dan di area yang membelah jalur tersebut, yang dikenal sebagai koridor Netzarim.

    Tuntutan Israel agar pasukannya tetap berada di sepanjang koridor Philadelphia – dan desakan Hamas agar mereka mundur – merupakan alasan utama gagalnya perundingan pada bulan Agustus 2024.

    Beberapa bulan kemudian, pada bulan November 2024, Qatar mengumumkan bahwa mereka telah menghentikan perannya sebagai mediator gencatan senjata karena kurangnya kemauan kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan.

    Kedua pihak saling menyalahkan atas macetnya perundingan ketika Hamas mengatakan Israel telah menetapkan “masalah dan persyaratan baru” pada ketentuan kesepakatan dan Netanyahu menuduh Hamas “mengingkari kesepahaman”.

    Namun, sumber-sumber di dalam Hamas dan Israel telah menyuarakan optimisme yang hati-hati pada bulan Desember tentang prospek tercapainya kesepakatan.

    Forum Sandera dan Keluarga Hilang, yang mewakili keluarga sandera, memuji berita tentang dimulainya kembali perundingan, tetapi juga mendesak agar segera dilakukan.

    “Kita tidak boleh melewatkan kesempatan ini! Ke-100 sandera yang ditawan di terowongan Hamas di Gaza tidak punya waktu untuk menunda perundingan,” kata forum tersebut pada hari Kamis.

    (Tribunnews.com/Whiesa)

  • Israel Bom Gaza Saat Negosiasi Gencatan Senjata Berlanjut – Halaman all

    Israel Bom Gaza Saat Negosiasi Gencatan Senjata Berlanjut – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Badan Pertahanan Sipil Gaza melaporkan bahwa sekitar 30 orang tewas akibat pengeboman yang dilakukan oleh Israel pada Jumat (3/1/2025).

    Insiden ini terjadi saat negosiasi tidak langsung untuk gencatan senjata dalam konflik di Gaza sedang berlangsung di Qatar.

    Hari Jumat menjadi hari yang berat bagi penduduk Gaza, terutama di Kota Gaza, akibat serangan udara Israel yang terus-menerus.

    Juru bicara Badan Pertahanan Sipil Gaza, Mahmud Bassal, mengonfirmasi bahwa di antara yang tewas terdapat beberapa anak-anak.

    Pembicaraan Gencatan Senjata Dilanjutkan

    Di tengah serangan yang terus berlanjut, putaran baru perundingan tidak langsung mengenai gencatan senjata di Gaza dilanjutkan di Doha, Qatar.

    Pejabat senior Hamas, Basem Naim, menekankan keseriusan kelompoknya dalam mencapai kesepakatan secepat mungkin.

    “Pembicaraan baru akan difokuskan pada kesepakatan gencatan senjata permanen dan penarikan pasukan Israel,” ujarnya.

    Sami al-Arian, Direktur Pusat Islam dan Urusan Global di Universitas Sabahattin Zaim Istanbul, menyebutkan bahwa Hamas mungkin bersedia mencabut salah satu tuntutan utamanya, yaitu penarikan segera semua pasukan Israel dari Gaza.

    “Ada banyak tekanan dari para mediator, khususnya Qatar dan Mesir, untuk bersikap fleksibel terhadap persyaratan ini,” jelasnya.

    Saat kekerasan di Jalur Gaza terus berkecamuk, Hamas mengonfirmasi bahwa negosiasi tidak langsung dengan Israel akan dilanjutkan untuk mencapai gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera.

    Mediator dari Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat (AS) telah terlibat dalam pembicaraan selama berbulan-bulan, namun kesepakatan masih sulit dicapai.

    Salah satu hambatan utama dalam negosiasi adalah keengganan Israel untuk menyetujui gencatan senjata yang berkelanjutan.

    Pada Kamis (2/1/2025), kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa ia telah mengizinkan negosiator Israel untuk melanjutkan pembicaraan di Doha.

    Sementara itu, militer Israel melaporkan bahwa militan dari Gaza telah menembakkan tiga roket ke wilayah Israel, meskipun peluncuran semacam itu sudah jauh lebih jarang dibandingkan dengan awal perang.

     

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Abaikan Kritik Internasional Terkait Perang Gaza, Biden Akan Kirim Senjata Lagi ke Israel – Halaman all

    Abaikan Kritik Internasional Terkait Perang Gaza, Biden Akan Kirim Senjata Lagi ke Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden berencana memberi Israel tambahan $8 miliar (sekitar Rp129,6 triliun) dalam penjualan senjata ke Israel.

    Padahal, pemerintahan Joe Biden menghadapi kritik internasional buntut pengiriman senjata ke Israel terkait perang Gaza.

    Namun, Washington telah mendukung Israel selama serangannya terhadap Gaza.

    Diberitakan Al Jazeera, para pengunjuk rasa di seluruh dunia telah menuntut embargo senjata terhadap Israel selama berbulan-bulan, tetapi kebijakan AS sebagian besar tetap tidak berubah.

    Pada Agustus 2024, Amerika Serikat menyetujui penjualan jet tempur dan peralatan militer lainnya senilai $20 miliar (sekitar Rp324 triliun) kepada Israel.

    AS Pasok Senjata untuk Israel

    AS sejauh ini merupakan pemasok senjata terbesar bagi Israel, yang telah membantunya membangun salah satu militer berteknologi paling canggih di dunia.

    Menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), AS menyumbang 69 persen dari impor senjata konvensional utama Israel antara tahun 2019 dan 2023.

    Dilansir BBC, AS memberikan Israel bantuan militer tahunan sebesar $3,8 miliar berdasarkan perjanjian 10 tahun yang dimaksudkan untuk memungkinkan sekutunya mempertahankan apa yang disebutnya “keunggulan militer kualitatif” atas negara-negara tetangga.

    Sebagian dari bantuan tersebut – $500 juta per tahun – disisihkan untuk mendanai program pertahanan rudal, termasuk sistem Iron Dome, Arrow, dan David’s Sling yang dikembangkan bersama.

    Israel mengandalkan sistem tersebut selama perang untuk mempertahankan diri dari serangan roket, rudal, dan pesawat nirawak oleh kelompok bersenjata Palestina di Gaza, serta kelompok bersenjata lain yang didukung Iran yang bermarkas di Lebanon, Suriah, Irak, dan Yaman.

    Pada hari-hari setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, Presiden Joe Biden mengatakan AS “memberikan bantuan militer tambahan” ke Israel.

    SIPRI mengatakan AS dengan cepat mengirimkan ribuan bom berpemandu dan rudal ke Israel pada akhir tahun 2023, tetapi total volume impor senjata Israel dari AS tahun itu hampir sama dengan tahun 2022.

    Israel juga merupakan rumah bagi depot senjata besar AS yang didirikan pada 1984 untuk menempatkan persediaan bagi pasukannya jika terjadi konflik regional, serta untuk memberi Israel akses cepat ke senjata dalam keadaan darurat.

    Pentagon mengirimkan sekitar 300.000 peluru artileri 155mm dari War Reserve Stockpile Ammunition-Israel ke Ukraina setelah invasi Rusia.

    Amunisi yang ditimbun di depot tersebut juga dilaporkan telah dipasok ke Israel sejak dimulainya perang Gaza.

    Perkembangan Terkini Konflik Palestina Vs Israel

    Setidaknya 150 orang tewas dalam dua hari serangan udara hebat di Gaza, termasuk setidaknya 73 orang pada Jumat (3/1/2025), dan 77 orang yang dikonfirmasi pada hari Kamis (2/1/2025).

    Amnesty International mengatakan penahanan Israel terhadap direktur Rumah Sakit Kamal Adwan, Dr. Hussam Abu Safia, merupakan simbol dari “niat genosida” dalam upaya Israel yang lebih luas untuk “memusnahkan” sektor perawatan kesehatan Gaza.

    Saat perundingan dilanjutkan di Qatar, pejabat senior Hamas, Basem Naim, mengatakan kelompok Palestina itu serius tentang kesepakatan gencatan senjata, penarikan pasukan Israel dari Gaza, dan mengembalikan penduduk daerah kantong itu ke rumah mereka.

    Kepala hak asasi manusia PBB, Volker Turk, mengatakan badan dunia itu mencatat 136 serangan Israel terhadap 27 fasilitas kesehatan di Gaza, yang menyebabkan “kematian dan kehancuran yang signifikan”.

    Dua Tentara Israel di pagar keamanan yang memisahkan wilayah pendudukan Israel dengan Jalur Gaza. (khaberni/tangkap layar)

    Serangan Israel terus berlanjut di Gaza sepanjang malam, termasuk serangan terhadap kendaraan sipil dekat Khan Younis yang menewaskan enam orang, dan serangan terhadap sebuah rumah di Kota Gaza yang menewaskan satu keluarga beranggotakan tiga orang.

    Sumber-sumber medis di daerah kantong yang terkepung itu mengatakan kepada Al Jazeera, jumlah korban tewas gabungan akibat serangan Israel di Gaza sejak fajar hari Jumat telah meningkat menjadi sedikitnya 73 orang.

    Seorang dokter anak di Rumah Sakit Nasser di Gaza mengatakan, ia memperkirakan akan lebih banyak anak yang mencari perawatan untuk hipotermia akan dirawat di fasilitas tersebut dalam beberapa hari mendatang.

    Pemerintahan Biden yang akan berakhir masa jabatannya telah memberi tahu Kongres tentang paket senjata terakhir senilai $8 miliar untuk Israel yang akan mencakup amunisi untuk jet tempur dan helikopter serang, serta peluru artileri, situs berita Axios melaporkan.

    Serangan pemukim menggunakan pentungan dan batu di kota Silwad, Tepi Barat yang diduduki telah menyebabkan tujuh warga Palestina terluka, sementara pemukim juga menyerang seorang pria tua di kota Masafer Yatta.

    Perang Israel  di Gaza telah menewaskan sebanyak 45.658 warga Palestina dan melukai 108.583 orang sejak 7 Oktober 2023.

    Setidaknya 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas hari itu dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Video: WHO Desak Israel Percepat Evakuasi Medis di Jalur Gaza

    Video: WHO Desak Israel Percepat Evakuasi Medis di Jalur Gaza

    Video: WHO Desak Israel Percepat Evakuasi Medis di Jalur Gaza

  • Tentara Israel Serbu Rumah Sakit Indonesia di Gaza Paksa Evakuasi, Incar Benteng Medis Terakhir – Halaman all

    Tentara Israel Serbu Rumah Sakit Indonesia di Gaza Paksa Evakuasi, Incar Benteng Medis Terakhir – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pasukan pendudukan Israel pada Jumat (3/1/2025) menyerbu Rumah Sakit Indonesia di Gaza utara.

    Mereka melontarkan ancaman terhadap staf medis dan pasiennya, serta memerintahkan evakuasi segera, Pusat Informasi Palestina melaporkan seperti dikutip dari MEMO.

    Disebutkan, rumah sakit tersebut kini berada di bawah pengepungan ketat pasukan Israel.

    Tak hanya mengepung, tentara IDF terus menembakkan peluru tajam ke sekelilingnya.

    Sebagian besar orang di dalam rumah sakit yang terkepung adalah wanita dan anak-anak, serta sejumlah orang terluka yang sama sekali tidak dapat bergerak.

    Direktur Rumah Sakit Indonesia telah menyatakan bahwa rumah sakit telah kehabisan persediaan medis, dan menyerukan tindakan internasional yang mendesak untuk menyelamatkan nyawa warga sipil yang terluka.

    Ia menunjukkan bahwa tentara Israel terus menghancurkan dan menghancurkan area di sekitar rumah sakit hari ini.

    Ia menambahkan bahwa tentara Israel juga menghancurkan bagian oksigen dan listrik rumah sakit, sehingga mustahil untuk menyediakan layanan medis penting.

    Serangan terhadap fasilitas kesehatan itu terjadi seminggu setelah Israel menyerbu dan mengevakuasi secara paksa Rumah Sakit Kamal Adwan, mengirim mereka yang membutuhkan perawatan medis mendesak ke Rumah Sakit Indonesia.

    Sekarang tidak ada lagi rumah sakit yang beroperasi di Gaza utara, yang membahayakan nyawa 300.000 warga Palestina di daerah itu, sementara Israel terus melanjutkan apa yang Amnesty International dan kelompok hak asasi lainnya nyatakan sebagai genosida terhadap rakyat Palestina.

    Ancaman Bom

    Diberitakan The Peninsula, tak hanya Rumah Sakit Indonesia, tentara pendudukan Israel juga mengancam Rumah Sakit Al Awda di kamp Jabalia di Jalur Gaza utara dengan pengeboman.

    Sama halnya yang terjadi di Beit Lahia (lokasi Rumah Sakit Indonesia), tentara Israel menuntut penghuni rumah sakit untuk mengungsi.

    Tentara pendudukan mengancam sekitar 96 warga dari staf medis, pasien, yang terluka dan pekerja di rumah sakit, menuntut mereka untuk segera mengevakuasi diri.

    Jika tidak, rumah sakit akan dibom ke arah mereka yang ada di dalamnya, yang mengancam akan menghilangkan akses perawatan kesehatan bagi 40 ribu warga di Jalur Gaza utara.

    Tentara pendudukan menembakkan bom dari pesawat tak berawak ke arah bagian penerima tamu dan unit gawat darurat, yang menyebabkan sejumlah staf medis terluka, dan artilerinya terus menembaki halaman rumah sakit dan gerbangnya.

    Rumah Sakit Al Awda di daerah Tal al-Zaatar di kamp Jabalia adalah benteng medis terakhir di provinsi Gaza utara, karena pendudukan telah mengepung orang-orang di dalamnya selama 90 hari, di tengah kondisi kesehatan dan kemanusiaan yang mengerikan.

    Agresi pasukan pendudukan terhadap rumah sakit terjadi dalam kerangka penargetan sistem kesehatan di Jalur Gaza, seperti yang telah terjadi pada Rumah Sakit Kamal Adwan di kota Beit Lahia, sebelah utara Jalur Gaza, yang merupakan salah satu rumah sakit terbesar di daerah itu, dan menyediakan layanannya kepada lebih dari 400 ribu orang beberapa hari yang lalu.

    Tentara pendudukan kemudian memaksa pasien, yang terluka, dan staf medis, termasuk direktur rumah sakit, dr. Hussam Abu Safia, beserta kru pers, untuk meninggalkan rumah sakit secara paksa, disertai dengan tembakan peluru dan mortir ke arahnya, sehingga api menghancurkan bagian operasi, laboratorium, ambulans, gawat darurat, dan bagian penerima tamu.

    Pendudukan Israel terus melancarkan agresinya di Jalur Gaza, baik melalui darat, laut, maupun udara, sejak 7 Oktober 2023, menyisakan bencana kemanusiaan, di tengah kekurangan bantuan pokok yang parah, ditambah cuaca dingin yang ekstrem yang menambah penderitaan warga sipil dan memperparah kondisi sulit yang dihadapi penduduk. 

    (Tribunnews.com/Chrysnha)

  • Militan Kirim Roket Usai Serangan Israel Tewaskan 16 Orang di Gaza

    Militan Kirim Roket Usai Serangan Israel Tewaskan 16 Orang di Gaza

    Jakarta

    Militer Israel melaporkan tiga roket yang menargetkan wilayahnya pada hari Jumat dari Jalur Gaza. Roket ditembakkan usai serangan Israel di Jalur Gaza menewaskan 16 orang.

    Dilansir AFP, Sabtu (4/1/2025), Roket tersebut merupakan serangan terbaru oleh militan di wilayah Palestina yang hancur. Atas serangan tersebut, Menteri Pertahanan Israel Israel Katz memperingatkan tentang serangan balasan yang lebih intens jika mereka terus menggempur wilayahnya.

    Setelah lebih dari 14 bulan perang antara Israel dan militan Hamas Palestina di Gaza, peluncuran semacam itu menjadi langka. Peluncuran tersebut telah meningkat sejak akhir Desember, saat Israel melanjutkan serangan darat dan udara besar selama tiga bulan di wilayah utara.

    Militer mengatakan salah satu roket hari Jumat waktu setempat “jatuh berdekatan dengan komunitas Nir Am”, di Israel di ujung timur laut Gaza, sementara yang kedua mendarat di daerah tak berpenghuni.

    Sebelumnya pada hari itu, dikatakan roket lain yang ditembakkan dari Gaza telah memicu sirene di dekat Beeri, di seberang Gaza tengah.

    Tidak ada korban luka yang dilaporkan.

    Di Gaza, petugas tanggap darurat melaporkan temuan 16 jenazah warga Palestina akibat gempuran Israel. Beberapa korban di antaranya anak-anak.

    “Hari Jumat adalah hari yang berat bagi penduduk Gaza, khususnya di Kota Gaza, karena pemboman Israel yang terus-menerus,” katanya kepada AFP.

    Beberapa korban tewas terjadi dalam serangan dan penembakan di Gaza utara dan tengah, dan dua di antaranya di selatan, kata Bassal.

    Tiga anak tewas dalam penembakan Israel di lingkungan Zietun, Kota Gaza, sementara serangan udara menewaskan dua orang di wilayah selatan Rafah, kata Pertahanan Sipil.

    (taa/taa)

  • PBB Sebut Israel Tak Berikan Bukti RS di Gaza Markas Hamas

    PBB Sebut Israel Tak Berikan Bukti RS di Gaza Markas Hamas

    Jakarta, CNN Indonesia

    Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengatakan Israel belum memberikan bukti atas tuduhan rumah sakit di Gaza jadi markas Hamas. Tudingan ini kerap dijadikan dalih gempuran Tel Aviv terhadap fasilitas kesehatan.

    PBB mencatat ada 136 serangan yang dilakukan Israel terhadap 27 fasilitas kesehatan di Gaza. Aksi keji Israel ini menyebabkan kematian warga hingga kerusakan yang signifikan.

    “Israel belum memberikan informasi yang cukup untuk mendukung klaim ini, yang seringkali tidak jelas dan luas,” kata Kepala hak asasi manusia PBB, Volker Turk dalam sambutannya di Dewan Keamanan PBB, dikutip Aljazeera, Sabtu (4/1).

    “Dalam beberapa kasus, klaim tersebut tampaknya bertentangan dengan informasi yang tersedia untuk umum,” imbuhnya.

    Israel sering menuding milisi Palestina menggunakan rumah sakit di Gaza untuk kepentingan militer.

    Tuduhan ini kerap dijadikan alasan pembenaran Negara Zionis itu menyerang fasilitas kesehatan.

    Turk menyebut tudingan-tudingan Israel belum disertai bukti. Ia pun menyerukan penyelidikan independen untuk menginvestigasi serangan Israel terhadap rumah sakit di Gaza dan tuduhan Hamas menggunakan fasilitas kesehatan untuk tujuan militer.

    Seluruh rumah sakit di Jalur Gaza utara, Palestina, dinyatakan lumpuh total, menyusul agresi brutal Israel yang tak kunjung mereda sejak 7 Oktober 2023 per 5 November 2024.

    Kantor Media Pemerintah Gaza melaporkan bahwa semua rumah sakit di bagian utara Jalur Gaza sudah tidak dapat berfungsi. Hal ini terjadi di tengah bombardir Israel tanpa henti dan pengepungan militer yang memblokade akses bantuan kemanusiaan, termasuk pasokan medis, ke Jalur Gaza.

    Akhir 2024 lalu, Israel mengempur rumah sakit Kamal Adwan, yang merupakan RS terakhir yang berfungsi di Gaza Utara.

    Tentara Israel Israel juga menangkap direktur rumah sakit, melucuti pakaian para pekerja medis, dan melakukan kekerasan terhadap mereka.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan hancurnya Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza Utara merupakan hukuman mati bagi ribuan warga Palestina yang kini hidup di bawah serangan tanpa pandang bulu oleh Israel

    Kementerian Kesehatan Jalur Gaza Palestina menyatakan pasien dan korban luka yang terpaksa dievakuasi dari Rumah Sakit Kamal Adwan ke Rumah Sakit Indonesia di Gaza utara tadi malam berada dalam “kondisi yang sangat memprihatinkan dan sulit.”

    Pemindahan paksa pasien dan staf medis ini dilakukan lantaran Israel terus menggempur hingga membakar RS Kamal Adwan pada Jumat (27/12/2024). Gempuran Israel ini sampai menewaskan lima staf medis yang dilaporkan meninggal karena terbakar hidup-hidup.

    (pta/pta)

  • Mati Satu Tumbuh Seribu, Saat Pasukan Israel Kaget Petempur Hamas Tak Habis-habis di Gaza – Halaman all

    Mati Satu Tumbuh Seribu, Saat Pasukan Israel Kaget Petempur Hamas Tak Habis-habis di Gaza – Halaman all

    Mati Satu Tumbuh Seribu, Saat Israel Kaget Petempur Hamas Tak Habis-habis di Gaza

     

    TRIBUNNEWS.COM – Sebuah laporan dari saluran televisi Israel, Channel 12 menyiratkan keterkejutan pihak pendudukan Israel terkait kekuatan militer gerakan pembebasan Palestina, Hamas dalam Perang Gaza yang sudah berlangsung lebih dari 14 bulan tersebut.

    Laporan itu mengungkapkan kalau Hamas secara militer mampu kembali memiliki kendali di Jalur Gaza dengan merekrut pasukan baru.

    Bak pepatah, Mati Satu Tumbuh Seribu, Hamas dilaporkan mampu merestrukturisasi kekuatan militernya di Gaza terlepas dari banyaknya pejuangnya yang gugur ‘dinetralisir’ Pasukan Israel (IDF).

     
    Channel 12 Israel melaporkan, Hamas saat ini memiliki antara 20 dan 23 ribu pejuang, bekerja sama dengan kekuatan dari gerakan Jihad Islam Palestina (PIJ).

    Menurut laporan tersebut, tingkat perekrutan petempur baru yang dilakukan Hamas melebihi tingkat ‘netralisasi dan pengurangan’ kekuatan tempur mereka oleh pasukan Israel (IDF).

    Berdasarkan data, jumlah pejuang milisi pembebasan Palestina yang saat ini beroperasi di Jalur Gaza, dalam berbagai bentuk dan organisasi berbeda, berkisar antara 20 hingga 23 ribu petempur.

    Data tersebut juga menunjukkan kalau sebanyak 9.000 pejuang terorganisir aktif di seluruh sektor dan front pertempuran di Jalur Gaza.

    “Setengah dari mereka di divisi utara Gaza dan separuh lainnya di divisi selatan Gaza,” tulis laporan itu. 

    Selain itu, terdapat antara 7.000 dan 10.000 pejuang tambahan yang tersebar di seluruh Jalur Gaza yang tidak beroperasi secara terorganisir, dan sekitar 4.000 pejuang dari Brigade Al-Quds, sayap militer gerakan Jihad Islam, dan organisasi lainnya, hadir di seluruh Gaza.

    Kesamaan Nasib

    Pejabat militer di Israel mengatakan kalau Hamas tahu cara efektif merekrut petempur baru hingga hari ini.

    IDF menduga Hamas menggunakan bantuan kemanusiaan untuk memikat mereka serta uang.

    IDF menyebut kalau kebutuhan pokok dan uang adalah sesuatu yang sulit ditolak merujuk pada situasi mengerikan di Jalur Gaza saat ini.

    Namun, sejumlah ulasan menyebut ada faktor ideologis yang cenderung dilupakan Israel seputar faktor jitunya Hamas merekrut petempur baru.

    Faktor ideologis itu adalah adalah kesamaan nasib untuk sama-sama memperjuangkan tanah air mereka, Palestina.

    Pola militer Israel yang cenderung melakukan pengusiran paksa, ditambah pembantaian di kamp-kamp pengungsi dan zona yang mereka sebut ‘aman’, menjadi motivasi lain warga sipil Gaza untuk bergabung menjadi kombatan.

    “Peluang mereka untuk hidup cenderung kecil baik sebagai warga sipil maupun sebagai kombatan. Dengan kondisi itu, menjadi kombatan adalah cara terbaik menghadapi penderitaan,” tulis sebuah ulasan yang dikutip, Jumat (3/1/2025).

    Metode militer Israel dalam penghancuran masif dan terstruktur Gaza, dinilai juga menjadi faktor lain.

    Warga sipil yang tadinya cenderung enggan bergabung dengan kelompok-kelompok milisi, secara sekejap berubah pikiran setelah melihat anggota keluarga mereka ikut menjadi korban.

    Beda Data antara IDF dan Pemerintah Israel

    Tentara Israel terakhir kali mengumumkan kalau mereka telah membunuh antara 17.000 dan 20.000 pejuang Hamas dan PIJ selama perang Gaza berlangsung. 

    Laporan media Israel tersebut menunjukkan, selama 15 bulan terakhir, terdapat kesenjangan beberapa ribu antara data tentara Israel dan pihak pemerintah Israel di bawah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

    “Perbedaan data soal kekuatan Hamas ini menimbulkan keraguan terhadap perkiraan tersebut,” kata laporan tersebut.

    Pada bulan Juni, tentara Israel mengatakan kalau antara 14.000 dan 16.000 pejuang Hamas telah terluka, sementara surat kabar Amerika, The Washington Post, melaporkan kalau lebih dari 6.000 warga Gaza ditangkap oleh tentara Israel selama perang, dan setidaknya 4.300 di antaranya masih dalam tahanan.

    “Paling banyak 2.200 orang dikembalikan ke Gaza, karena dianggap kurang berbahaya,” kata laporan itu.

    Adapun surat kabar The Jerusalem Post mengindikasikan bahwa angka-angka yang dipublikasikan tampaknya bertentangan dengan laporan IDF baru-baru ini kepada para jurnalis.

    IDF mengklaim kalau sebagian besar wilayah utara Gaza telah dibersihkan dari para pejuang milisi Palestina.

    “Perkiraan tentara Israel lebih terbatas, mengingat bahwa sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza telah mengungsi, dievakuasi dan dipindahkan beberapa kali dalam perang ini, sehingga sulit membedakan antara kombatan dan warga sipil,” kata laporan itu.

    Kolase kejadian-kejadian saat serangan Banjir Al-Aqsa oleh milisi perlawanan Palestina, Hamas, ke perbatasan Gaza-Israel pada 7 Oktober 2023 silam. (tangkap layar)

    Hamas Beralih ke Metode Perang Gerilya di Wilayah yang Telah Hancur

    Dalam laporan terpisah, surat kabar Israel berbahasa Ibrani, Yedioth Ahronoth menerbitkan laporan baru mengenai perkembangan pertempuran di Jalur Gaza utara.

    Laporan itu menunjukkan kalau militer Israel (IDF) kewalahan seiring berubahnya situasi militer di wilayah tersebut.

    “Situasi di Gaza Utara menjadi lebih kompleks dan sulit untuk mengakhiri pertempuran saat ini,” kata laporan media itu dilansir Khaberni, Selasa (2/1/2024).

    Surat kabar tersebut menjelaskan, “Tingginya harga yang harus dibayar oleh tentara Israel dalam hal hilangnya nyawa personel menunjukkan kalau pertempuran tersebut belum mencapai tahap yang menentukan.”

    Surat kabar tersebut melaporkan kalau gerakan pembebasan Palestina, Hamas terus melakukan perlawanan dengan kegigihan.

    “Hamas tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah, namun terus melanjutkan upayanya untuk menembakkan roket ke kota-kota utara Israel,” kata laporan tersebut.

    Laporan tersebut menambahkan, Hamas semakin banyak menggunakan taktik gerilya yang disempurnakan.

    Selain menyesuaikan diri dengan situasi medan yang hancur, serangan dilakukan dengan menggunakan kelompok kecil yang terdiri dari tiga hingga empat orang atau mungkin kurang, dalam upaya untuk melumpuhkan tentara Israel.

    Tentara Israel berdiri di atas tank, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Pembebasan Palestina Hamas, dekat perbatasan Israel-Gaza, di Israel selatan, 1 Januari 2024. (Tangkap Layar/REUTERS/Violeta Santos Moura)

    Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa Hamas telah berhasil beradaptasi dengan kondisi perang saat ini.

    “Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas telah beralih ke metode perang gerilya di wilayah yang telah hancur, sehingga meningkatkan kesulitan operasi militer bagi tentara Israel di wilayah tersebut,” kata khaberni, mengutip laporan itu.

    Personel Brigade Al Qassam, sayap militer gerakan pembebasan Palestina, Hamas di Jalur Gaza. Hamas menyatakan tidak ada pertukaran sandera sebelum pasukan Israel menghentikan agresinya di Jalur Gaza. (khaberni/HO)

    Jumlah Anggota Hamas Bertambah

    Selain metode perang, pasukan militan Palestina, Hamas, dikabarkan bangkit dengan menambah jumlah prajuritnya.

    Namun, jumlah penambahan milisi baru yang bergabung masih simpang siur, sejumlah media memiliki jumlah versinya masing-masing.

    Sementara dari versi penambahan jumlah tersebut, berbeda dengan versi agresi militer dari Pasukan Pertahanan Israel (IDF).

    IDF disebut-sebut berbohong dengan jumlah pasukan Hamas yang terluka akibat pertempuran.

    Baik The Jerusalem Post maupun Channel 12 telah menerima informasi yang menunjukkan bahwa Hamas tengah melakukan upaya bangkit secara substansial dengan merekrut pasukan baru.

    Channel 12 mengatakan pada Rabu (1/1/2025) malam bahwa Hamas memiliki sekitar 20.000-23.000 pejuang, bersama dengan Jihad Islam

    Informasi yang diterima The Post dalam periode terkini menunjukkan jumlahnya mendekati sekitar 12.000.

    Fluktuasi liar dalam angka-angka tersebut menjadi lebih mencolok jika dibandingkan dengan angka-angka sebelumnya yang dikeluarkan oleh IDF atau Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

    Angka terakhir yang dipublikasikan adalah bahwa IDF telah membunuh sekitar 17.000-20.000 pasukan Hamas dan Jihad Islam selama perang.

    Terjadi perbedaan beberapa ribu antara IDF dan Netanyahu sepanjang perang, yang membuat beberapa perkiraan dipertanyakan.

    Pada bulan Juni, IDF mengatakan bahwa sekitar 14.000-16.000 pejuang Hamas telah terluka.

    Lebih jauh, The Post mengetahui bahwa lebih dari 6.000 warga Gaza telah ditahan oleh IDF selama perang, dengan setidaknya 4.300 orang masih dalam tahanan dan paling banyak 2.200 orang dikembalikan ke Gaza karena dianggap kurang berbahaya.

    Perbedaan Jumlah

    Mengingat pada awal perang, IDF mengatakan pasukan penuh Hamas berjumlah 25.000.

    Jumlah tersebut tidak mendekati jumlah sebenarnya kecuali jika seseorang memperhitungkan bahwa Hamas telah merekrut hampir seluruh pasukan baru, yang sepenuhnya menggantikan pasukan lamanya.

    Alternatif lain adalah meskipun IDF memperkirakan pada awal perang bahwa pasukan Hamas berjumlah 25.000 orang, perkiraan sebelumnya sebelum perang dimulai memperkirakan jumlahnya 30.000 atau bahkan 40.000 orang.

    Post diberi tahu pada Rabu malam bahwa angka 40.000 lebih akurat.

    Hal ini dapat menunjukkan bahwa mayoritas pejuang Hamas masih berasal dari pasukan asli mereka, sementara mereka pasti telah menambah ribuan rekrutan baru.

    Bulan Juni menandai laporan pertama mengenai kebangkitan besar Hamas setelah IDF menarik diri dari Gaza utara pada bulan Januari-Februari dan menarik diri dari Khan Yunis pada tanggal 7 April.

    Jika laporan Channel 12 benar, laporan itu mengatakan bahwa sekitar 9.000 pasukan Hamas terbagi antara Gaza utara dan selatan, bahwa Jihad Islam memiliki 4.000 pejuang lainnya, dan bahwa ada 7.000-10.000 pejuang yang tidak terorganisir, lebih lokal, dan tersebar di seluruh Jalur tersebut.

    Angka-angka ini tampaknya bertentangan dengan pengarahan terbaru IDF kepada Post dan media lainnya yang menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Gaza utara telah dibersihkan dari para pejuang.

    Sebaliknya, jumlah Hamas mendekati 12.000, dengan lebih banyak pejuang di Gaza selatan daripada di Gaza utara.

    Namun, beberapa sumber pada Rabu malam mendukung angka-angka Channel 12.

    Namun, bahkan angka-angka Channel 12 memiliki kesenjangan dan spektrum yang signifikan, sehingga perkiraan IDF mungkin lebih terbatas dalam kurun waktu ketika sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza berdesakan bersama di beberapa wilayah kemanusiaan kecil, dengan sedikit kemampuan untuk membedakan antara teroris dan warga sipil.

    Sumber lain mengatakan kepada  The Post bahwa jumlah totalnya tidak jelas tetapi kualitas pejuang Hamas baru yang diberi senjata oleh kelompok teror itu jauh lebih rendah daripada sebelumnya dalam perang, mengingat banyak dari mereka adalah anak di bawah umur yang belum terlatih.

    Populasi Turun

    Populasi Gaza telah turun enam persen sejak perang Israel di daerah kantong yang terkepung itu dimulai hampir 15 bulan yang lalu ketika sekitar 100.000 warga Palestina meninggalkan daerah kantong itu sementara lebih dari 55.000 orang diperkirakan tewas, menurut Biro Pusat Statistik Palestina (PCBS).

    Sekitar 45.500 warga Palestina, lebih dari separuhnya wanita dan anak-anak, telah terbunuh sejak perang dimulai tetapi 11.000 lainnya hilang, kata biro tersebut, mengutip angka dari Kementerian Kesehatan Palestina.

    Dengan demikian, populasi Gaza telah menurun sekitar 160.000 selama perang menjadi 2,1 juta, dengan lebih dari satu juta atau 47 persen dari total anak-anak berusia di bawah 18 tahun, kata PCBS, dikutip dari NewArab.

    Ditambahkan pula bahwa Israel telah “melancarkan agresi brutal terhadap Gaza yang menyasar semua jenis kehidupan di sana; manusia, bangunan, dan infrastruktur vital… seluruh keluarga telah dihapus dari catatan sipil. Terjadi kerugian manusia dan material yang sangat besar.”

    Israel menghadapi tuduhan genosida di Gaza karena skala kematian dan kehancuran.

    Mahkamah Internasional (ICJ), badan hukum tertinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa, memutuskan Januari lalu bahwa Israel harus mencegah tindakan genosida terhadap warga Palestina.

    Sementara Paus Fransiskus menyarankan masyarakat global harus mempelajari apakah kampanye Israel di Gaza merupakan genosida.

    PCBS mengatakan sekitar 22 persen penduduk Gaza saat ini menghadapi tingkat kerawanan pangan akut yang sangat parah, menurut kriteria Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu, sebuah pemantau global.

    Termasuk dalam 22 persen itu sekitar 3.500 anak yang berisiko meninggal karena kekurangan gizi dan kekurangan makanan, kata biro tersebut.

     

    (oln/khbrn/*)

     

     

  • Adu Rudal Yaman-Israel Kian Sengit, Houthi Balas IDF Ledakkan Pangkalan Militer Modiin di Ramallah – Halaman all

    Adu Rudal Yaman-Israel Kian Sengit, Houthi Balas IDF Ledakkan Pangkalan Militer Modiin di Ramallah – Halaman all

    Adu Rudal Yaman-Israel, Houthi Balas IDF Ledakkan Pangkalan Militer Modiin di Ramallah

    TRIBUNNEWS.COM – Konfrontasi lewat serangan udara antara Angkatan Bersenjata Yaman (YAF) terafiliasi gerakan Ansarallah (Houthi) dan Israel berlangsung kian sengit.

    YAF, Jumat (3/1/2025) dilaporkan membalas serangan besar Israel di Yaman dengan menargetkan fasilitas militer Israel (IDF) di Ramallah, pusat Tepi Barat.

    IRNA, mengutip media Israel, mengabarkan kalau sebuah rudal Yaman menghantam pangkalan militer IDF di Ramallah, wilayah Palestina yang diduduki, 

    Media Israel melaporkan pada Jumat bahwa sebuah rudal yang ditembakkan dari Yaman menghantam pangkalan militer Modiin yang terletak di kota barat Ramallah.

    “Tentara Israel mengakui kegagalannya untuk mencegat rudal Yaman, mengungkap bahwa satu rudal memasuki wilayah udara Israel, dan menyatakan bahwa upaya telah dilakukan untuk melawan ancaman tersebut, dan hasil dari upaya tersebut saat ini sedang ditinjau,” kata laporan itu, Jumat.

    Selain itu, televisi Israel melaporkan bahwa 12 pemukim terluka saat mencari perlindungan, dan sembilan lainnya dibawa ke pusat medis karena ketakutan dan panik.

    Setelah serangan rudal, sirene diaktifkan di wilayah selatan al-Quds (Yerusalem) yang diduduki Israel dan ibu kota Israel, Tel Aviv.

    Laporan juga menunjukkan bahwa penerbangan di Bandara Ben Gurion telah ditangguhkan.

    YAF telah menembakkan sejumlah rudal jarak jauh dan pesawat tak berawak ke sasaran-sasaran Israel dalam beberapa hari terakhir, sebagai kelanjutan dukungannya kepada rakyat Palestina dan sebagai tanggapan atas serangan Israel terhadap negara tersebut.

    Hal ini terjadi saat rakyat Yaman terus menegaskan kembali komitmen mereka terhadap perjuangan Palestina, mendukung YAF, dan bertekad untuk mengakhiri agresi Israel di Jalur Gaza dalam demonstrasi mingguan.

    Asap mengepul dari lokasi serangan udara Israel yang menargetkan pembangkit listrik di ibu kota Yaman, Sana’a, pada 19 Desember 2024. (AFP)

    Bombardemen Israel di Yaman

    Setidaknya tujuh ledakan besar terdengar di selatan Aleppo, Suriah, lapor Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), Kamis (2/1/2025).

    Observatorium mengatakan ledakan itu merupakan “serangan udara Israel terhadap fasilitas pertahanan di selatan Aleppo.”

    Tidak ada informasi langsung mengenai apakah ada korban jiwa buntut serangan tersebut.

    Televisi pemerintah Suriah juga melaporkan tentang serangan Israel di Aleppo, tetapi tidak memberikan rincian, dilansir Arab News.

    Seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya menyebut Israel menyerang lima fasilitas pertahanan sekaligus.

    “Serangan itu sangat kuat. Membuat tanah berguncang, pintu dan jendela terbuka.”

    “Serangan terkuat yang pernah saya dengar. Rasanya bisa mengubah malam menjadi siang,” kara dia.

    Diketahui, sejak pasukan oposisi menggulingkan Bashar al-Assad pada awal Desember, Israel telah melakukan ratusan serangan terhadap aset militer Suriah.

    Israel berdalih serangan itu ditujukan untuk mencegah senjata militer jatuh ke tangan musuh.

    11 Orang Tewas Buntut Serangan Drone Israel

    Sebelumnya, sebanyak 11 orang tewas dalam serangan udara Israel di dekat Damaskus, Suriah, tepatnya di Kota Adra, pinggiran ibu kota, Minggu (29/12/2024).

    Laporan media Arab melaporkan serangan drone Israel itu menghancurkan gudang senjata rezim Bashar al-Assad.

    Drone itu dikatakan telah menembakkan dua rudal ke gudang yang terletak di area komersial.

    Laporan media awal mengatakan sedikitnya dua orang tewas.

    Tapi, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) mengatakan 11 orang tewas, sebagian besar merupakan warga sipil, dilansir The Times of Israel.

    SOHR mengungkapkan terjadi ledakan di depot senjata milik bekas rezim Assad.

    Ledakan itu, lanjut organisasi tersebut, “disebabkan oleh serangan Israel.”

    Menurut SOHR, warga sipil Suriah di daerah yang terdapat gudang senjata, terkadang mengatur agar isinya diledakkan untuk mencegah serangan udara Israel yang bisa menewaskan orang-orang di sekitar kawasan itu.

    SOHR kerap dituding para analis perang Suriah melakukan pelaporan palsu dan membesar-besarkan jumlah korban.

    Sementara itu, belum ada komentar langsung dari militer Israel mengenai serangan tersebut.

    Di tengah serangan Israel yang masih berlanjut, pemerintah baru Suriah mengatakan pihaknya tak punya masalah dengan Tel Aviv.

    Dalam wawancara bersama NPR, Kamis (26/12/2024), Gubernur Baru Damaskus, Maher Marwan, menyebut Israel “mungkin merasa takut terhadap faksi tertentu” saat pemerintahan baru Suriah resmi mengambil alih kekuasaan.

    Hal itulah yang dikatakan Marwan, mendasari serangan Israel ke Suriah.

    “Jadi mereka maju sedikit demi sedikit, mengebom, dan seterusnya,” ujarnya, dilansir Al Mayadeen.

    “Kami tidak takut terhadap Israel, dan masalah kami bukan dengan Israel,” tegasnya.

    Marwan menambahkan, pemerintah baru Suriah tidak ingin “mencampuri apapun yang akan mengancam keamanan Israel maupun negara lainnya.”

    Marwan kemudian meminta Amerika Serikat (AS) untuk menengahi hubungan yang lebih baik antara pemerintah baru Suriah dengan Israel.

    “Kami menginginkan perdamaian, dan kami tidak bisa menjadi lawan Israel atau siapa pun,” pungkas dia.

    (oln/irna/*)