Negara: Jalur Gaza

  • Gencatan Gaza Tunjukkan Kegigihan Perlawanan terhadap Israel

    Gencatan Gaza Tunjukkan Kegigihan Perlawanan terhadap Israel

    Beirut

    Pemimpin Hizbullah Naim Qassem mengucapkan selamat kepada Palestina atas tercapainya kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza. Qassem menyebut kesepakatan itu membuktikan “kegigihan perlawanan” terhadap Israel.

    Ini menjadi komentar pertama Hizbullah sejak Hamas dan Israel mencapai kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera di Jalur Gaza pada Rabu (15/1) waktu setempat. Baik Hizbullah maupun Hamas sama-sama didukung oleh Iran, musuh abadi Israel.

    “Kesepakatan ini, yang tidak berubah dari apa yang diusulkan pada Mei 2024, membuktikan kegigihan kelompok-kelompok perlawanan, yang mendapatkan apa yang mereka inginkan sementara Israel tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan,” kata Qassem seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Sabtu (18/1/2025).

    Kesepakatan gencatan senjata Gaza, yang dimediasi Qatar, Mesir dan Amerika Serikat (AS) itu, akan berlangsung mulai Minggu (19/1) waktu setempat, selama enam minggu dan dalam tiga tahap.

    Pada tahap pertama, Hamas akan membebaskan 33 sandera Israel, termasuk sandera wanita (mencakup tentara dan warga sipil), sandera anak-anak, dan sandera laki-laki berusia 50 tahun ke atas.

    Sementara Israel akan membebaskan semua tahanan perempuan dan anak-anak Palestina, berusia di bawah 19 tahun, yang selama ini ditahan di penjara-penjara Israel pada akhir tahap pertama.

    Jumlah tahanan Palestina yang dibebaskan Israel akan bergantung pada jumlah sandera yang dibebaskan Hamas dari Jalur Gaza. Diperkirakan jumlahnya mencapai antara 990 tahanan hingga 1.650 tahanan Palestina, termasuk pria, wanita dan anak-anak.

  • Sah! Gencatan Senjata Israel-Hamas di Gaza Berlaku 19 Januari 2025

    Sah! Gencatan Senjata Israel-Hamas di Gaza Berlaku 19 Januari 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia – Gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza akan berlaku besok, Minggu (19/1/2025) pagi waktu setempat. Kabar ini disampaikan Qatar, selaku mediator yang membantu memediasi kesepakatan tersebut.

    “Sesuai dengan koordinasi para pihak dalam perjanjian dan para mediator, gencatan senjata di Jalur Gaza akan dimulai pada pukul 08.30 pada hari Minggu, 19 Januari, waktu setempat di Gaza,” kata juru bicara kementerian luar negeri Qatar Majed al-Ansari di akun X.

    “Kami menyarankan penduduk untuk mengambil tindakan pencegahan, berhati-hati sepenuhnya, dan menunggu arahan dari sumber resmi,” tambahnya, seperti dikutip AFP, Sabtu (18/1/2025).

    Waktu pasti dimulainya gencatan senjata belum jelas, meskipun Israel telah mengatakan tidak ada tahanan yang akan dibebaskan sebelum pukul 14.00 waktu setempat.

    Sebelumnya, Kabinet Israel juga telah menyetujui kesepakatan dengan kelompok militan Palestina untuk melakukan gencatan senjata dan pembebasan sandera di Jalur Gaza.

    Melansir Reuters, usai pertemuan lebih dari enam jam pada Sabtu dini hari waktu setempat, pemerintah Israel meratifikasi kesepakatan yang diharapkan dapat mengakhiri perang yang telah berlangsung selama 15 bulan di wilayah Gaza, yang dikuasai oleh Hamas.

    “Pemerintah telah menyetujui kerangka kerja untuk pemulangan para sandera. Kerangka kerja untuk pembebasan para sandera akan mulai berlaku pada hari Minggu,” kata kantor Netanyahu dalam sebuah pernyataan singkat.

    Meski begitu, setelah kesepakatan gencatan senjata disetujui, pesawat tempur Israel terus melancarkan serangan udara di Gaza. Serangan pada Sabtu pagi menewaskan lima orang di sebuah tenda di daerah Mawasi, dekat Khan Younis, di selatan Gaza. Dengan demikian, sejak perjanjian diumumkan pada Rabu (15/1/2025) kemarin, jumlah warga Palestina yang tewas akibat serangan Israel telah mencapai 119 orang.

    Kesepakatan ini mencakup gencatan senjata bertahap selama enam minggu, di mana sandera yang ditahan oleh Hamas akan ditukar dengan tahanan Palestina yang ada di penjara Israel. Pada tahap pertama, 33 dari 98 sandera Israel, termasuk wanita, anak-anak, dan pria di atas 50 tahun, akan dibebaskan, sementara Israel juga akan melepaskan semua wanita dan anak-anak Palestina di bawah 19 tahun yang ditahan.

    Nama-nama 95 tahanan Palestina yang akan diserahkan pada hari Minggu diumumkan oleh Kementerian Kehakiman Israel pada hari Jumat.

    (pgr/pgr)

  • Israel Akan Bebaskan 737 Tahanan Palestina di Fase Pertama Gencatan Gaza

    Israel Akan Bebaskan 737 Tahanan Palestina di Fase Pertama Gencatan Gaza

    Tel Aviv

    Otoritas Israel mengumumkan sebanyak 737 tahanan Palestina akan dibebaskan pada tahap pertama kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera di Jalur Gaza. Terdapat anggota parlemen Palestina dan pemimpin sayap bersenjata kelompok Fatah di antara tahanan yang akan dibebaskan tersebut.

    Kementerian Kehakiman Israel dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Sabtu (18/1/2025), mengumumkan bahwa “pemerintah menyetujui pembebasan 737 tahanan” yang saat ini berada dalam penahanan dinas penjara Israel.

    Pengumuman ini disampaikan setelah kantor Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu merilis pernyataan yang mengumumkan kabinet pemerintahan Israel telah menyetujui perjanjian gencatan senjata dan pembebasan sandera usai menggelar rapat selama berjam-jam pada Sabtu (18/1) pagi waktu setempat.

    Kementerian Kehakiman Israel merilis nama-nama tahanan, baik pria, wanita maupun anak-anak, yang disebutkan tidak akan dibebaskan sebelum Minggu (19/1) sore, sekitar pukul 16.00 waktu setempat.

    Otoritas Tel Aviv sebelumnya merilis nama 95 tahanan Palestina, kebanyakan tahanan wanita, yang akan dibebaskan sebagai pertukaran dengan para sandera Israel yang dibebaskan Hamas di Jalur Gaza selama gencatan senjata berlangsung nantinya.

    Di antara tahanan yang akan dibebaskan adalah Zakaria Zubeidi yang merupakan kepala sayap bersenjata Fatah, partai pimpinan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Zubeidi pernah kabur dari penjara Gilboa, Israel, bersama lima warga Palestina lainnya tahun 2021, yang memicu perburuan selama berhari-hari dan sosoknya dipuji warga Palestina sebagai pahlawan.

    Tahanan yang juga akan dibebaskan adalah Khalida Jarar, seorang anggota parlemen sayap kiri Palestina yang beberapa kali ditangkap dan dijebloskan ke penjara oleh Israel. Jarar merupakan anggota terkemuka Front Populer untuk Pembebasan Palestina, kelompok yang ditetapkan sebagai “organisasi teroris” oleh Israel, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa.

  • Gencatan Senjata Israel-Hamas Mulai Besok, Houthi Setop Operasi Militer jika Agresi di Gaza Berhenti – Halaman all

    Gencatan Senjata Israel-Hamas Mulai Besok, Houthi Setop Operasi Militer jika Agresi di Gaza Berhenti – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Gencatan senjata di Jalur Gaza direncanakan dimulai pada Minggu (19/1/2025).

    Menjelang gencatan senjata di Gaza, kelompok Houthi yang berbasis di Yaman, menyampaikan rencana operasi militernya terhadap Israel.

    Mohammed al-Bukhaiti, anggota biro politik Houthi, mengatakan perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas “mengakhiri perang tetapi tidak mengakhiri konflik”.

    Sejak November 2023, Houthi telah memprotes perang Israel di Gaza dengan meluncurkan serangan rudal dan pesawat tak berawak ke Tel Aviv.

    Houthi juga menargetkan kapal-kapal yang berlayar di Laut Merah dan Teluk Aden.

    “Peran Yaman dalam mendukung Gaza efektif dan menentukan karena ia telah mencekik musuh dan sekutunya serta merugikan mereka banyak hal, jadi kami perkirakan permusuhan terhadapnya akan terus berlanjut dengan cara yang berbeda,” kata Mohammed al-Bukhaiti, Jumat (17/1/2025), dilansir Al Jazeera.

    “Kami menegaskan bahwa operasi militer kami akan berhenti ketika agresi berhenti, dan bahwa kebebasan navigasi adalah hak umum bagi semua negara dan bukan hak selektif bagi siapa pun,” tambahnya.

    Sementara itu, Kabinet Israel telah menyetujui kesepakatan untuk gencatan senjata di Gaza yang akan membebaskan puluhan sandera yang ditawan di sana dan menghentikan perang selama 15 bulan dengan Hamas.

    Hal itu membuat kedua pihak selangkah lebih dekat untuk mengakhiri pertempuran.

    Gencatan Senjata Harus Dimulai Sesuai Rencana

    Gencatan senjata di Jalur Gaza harus dimulai pada Minggu (19/1/2025) sesuai rencana, meskipun para negosiator perlu menyelesaikan ‘masalah’ di menit-menit terakhir.

    Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken.

    “Tidak mengherankan bahwa dalam proses dan negosiasi yang sangat menantang dan menegangkan ini, Anda mungkin mendapatkan jalan keluar yang longgar,” kata Antony Blinken dalam konferensi pers di Washington, Kamis (16/1/2025), dikutip dari Arab News.

    “Kami sedang menyelesaikan jalan keluar yang longgar itu saat kita berbicara,” sambungnya.

    Seorang pejabat AS, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan para pihak membuat kemajuan yang baik dalam menyelesaikan hambatan-hambatan di menit-menit terakhir.

    “Saya pikir kita akan baik-baik saja,” kata pejabat itu kepada Reuters.

    Sebelumnya pejabat itu mengatakan, satu-satunya perselisihan yang tersisa adalah mengenai identitas beberapa tahanan yang ingin dibebaskan Hamas.

    Utusan Presiden Joe Biden dan Presiden terpilih Donald Trump berada di Doha dengan mediator Mesir dan Qatar yang bekerja untuk menyelesaikannya, kata pejabat itu.

    Tahap Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

    Tahap Pertama

    Tahap pertama dimulai pada Minggu (19/1/2025), menurut mediator Qatar.

    Diberitakan AP News, berikut ini hal-hal terkait kesepakatan gencatan senjata:

    Penghentian pertempuran selama enam minggu akan dimulai, membuka negosiasi untuk mengakhiri perang.
    Sebanyak 33 dari hampir 100 sandera akan dibebaskan selama periode tersebut, meskipun tidak jelas apakah lebih dari separuhnya masih hidup.
    Amerika Serikat mengatakan fase ini juga mencakup penarikan pasukan Israel dari daerah berpenduduk padat di Gaza. Itu akan memungkinkan banyak warga Palestina yang mengungsi untuk kembali ke rumah-rumah mereka yang tersisa. Banyak lingkungan telah hancur menjadi puing-puing.
    Bantuan kemanusiaan akan melonjak, dengan ratusan truk memasuki Gaza setiap hari.
    Rincian akhir yang masih dikerjakan termasuk daftar ratusan tahanan Palestina yang akan dibebaskan.

    Tahap Kedua

    Tahap kedua lebih sulit, berikut rinciannya:

    Negosiasi untuk fase ini akan dimulai pada hari ke-16 gencatan senjata.
    Tahap ini akan mencakup pembebasan semua sandera yang masih hidup, termasuk tentara pria.
    Pasukan Israel akan mundur dari Jalur Gaza.
    Namun, Israel mengatakan tidak akan menyetujui penarikan penuh sampai kemampuan militer dan politik Hamas dihilangkan.
    Hamas mengatakan pihaknya tidak akan menyerahkan sandera terakhir sampai Israel menarik semua pasukannya.

    Tahap Ketiga

    Tahap ketiga menyerukan pemulangan jenazah para sandera yang masih berada di Gaza dan dimulainya pembangunan kembali besar-besaran di Gaza, yang masih harus dibangun kembali selama puluhan tahun.

    Belum jelas pula siapa yang akan menanggung biayanya.

    Ilustrasi – Tank Pasukan Israel di wilayah Gaza Utara dalam operasi militer darat di wilayah kantung Palestina tersebut. (khaberni/tangkap layar)

    Diketahui, kesepakatan gencatan senjata muncul pada Rabu (15/1/2025) setelah mediasi oleh Qatar, Mesir, dan AS untuk menghentikan perang di Gaza.

    Kesepakatan tersebut menguraikan gencatan senjata awal selama enam minggu dengan penarikan pasukan Israel secara bertahap.

    Puluhan sandera yang ditawan oleh Hamas akan dibebaskan sebagai ganti ratusan tahanan Palestina yang ditahan di Israel.

    Hal ini membuka jalan bagi lonjakan bantuan kemanusiaan untuk Gaza, tempat mayoritas penduduk telah mengungsi, menghadapi kelaparan, penyakit, dan kedinginan.

    Deretan truk bantuan berbaris di kota perbatasan Mesir, El-Arish, menunggu untuk menyeberang ke Gaza, setelah perbatasan dibuka kembali.

    Perdamaian juga dapat memberikan manfaat yang lebih luas di Timur Tengah, termasuk mengakhiri gangguan terhadap perdagangan global dari gerakan Houthi Yaman yang berpihak pada Iran yang telah menyerang kapal-kapal di Laut Merah.

    Pemimpin gerakan tersebut, Abdul Malik Al-Houthi, mengatakan kelompoknya akan memantau gencatan senjata dan melanjutkan serangan jika dilanggar.

    Perang Israel di Gaza telah menewaskan sebanyak 46.876 warga Palestina dan melukai 110.642 orang sejak 7 Oktober 2023.

    Setidaknya 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas hari itu dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Gencatan Senjata Gaza Berkat Trump-Utusannya

    Gencatan Senjata Gaza Berkat Trump-Utusannya

    Gaza City

    Kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza telah disepakati oleh Israel dan Hamas, yang akan dimulai pada Minggu (19/1) besok. Seorang pejabat senior Hamas menyebut kesepakatan itu tidak akan terwujud tanpa campur tangan Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan utusannya, Steve Witkoff.

    Pujian untuk Trump itu, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Sabtu (18/1/2025), disampaikan oleh Kepala Hubungan Politik dan Hubungan Internasional Hamas, Basem Naim, dalam wawancara eksklusif dengan Al Arabiya News pada Jumat (17/1) waktu setempat.

    “Saya tidak dapat membayangkan bahwa hal ini dapat terjadi tanpa tekanan dari pemerintahan yang akan datang yang dipimpin oleh Presiden Trump, karena utusannya untuk kawasan ini, Bapak Witkoff, telah berada di sini selama beberapa hari terakhir,” ucap Naim.

    “Dia (Witkoff) memperhatikan semua detail dan hambatan, dan memberikan tekanan, terutama terhadap pemerintah Israel,” ujarnya.

    Naim juga mengatakan bahwa penundaan selama berbulan-bulan dalam mencapai kesepakatan dengan Israel disebabkan oleh keengganan dan “dukungan tak tergoyahkan” kepada Israel oleh pemerintahan Presiden AS Joe Biden, yang disebutnya “terlibat”.

    “Saya meyakini sebagian besar penundaan selama beberapa bulan terakhir ini disebabkan oleh keengganan, mungkin keterlibatan, pemerintahan Biden, dan dukungan tak tergoyahkan yang tidak terbatas kepada pemerintah Israel, untuk perang melawan Palestina, untuk investasi berkelanjutan dalam perang ini secara militer, secara diplomatik, dan secara politik,” sebut Naim dalam tudingannya.

    Kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel diumumkan oleh para mediator, yang terdiri atas Qatar, Mesir dan AS, pada Rabu (15/1) waktu setempat.

  • Bawa Puluhan Peti Mati, Ribuan Warga Israel Tolak Gencatan Senjata, Serbu Kantor Netanyahu – Halaman all

    Bawa Puluhan Peti Mati, Ribuan Warga Israel Tolak Gencatan Senjata, Serbu Kantor Netanyahu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ribuan warga Israel turun ke jalan untuk berunjuk rasa menolak gencatan senjata Israel-Hamas di Jalur Gaza.

    Mereka berkumpul di luar Kantor Perdana Menteri Israel di Netanyahu pada hari Kamis, (16/1/2025), dan menghalangi lalu lintas di jalan raya terdekat.

    The Guardian menyebut ada sekitar 1.500 orang yang ikut serta dalam demonstrasi. Mereka dibubarkan oleh polisi.

    Banyak di antara mereka yang mengenakan pakaian hitam. Tangan mereka berwarna merah karena cat.

    “Seorang tahanan yang dibebaskan hari ini akan menjadi teroris besoknya,” demikian tulisan yang tercantum dalam plakat pengunjuk rasa.

    “Kalian tak punya perintah untuk menyerah kepada Hamas.”

    Para pengunjuk rasa juga membawa sekitar 40 peti mati yang yang diselimuti bendera Israel.

    Demonstrasi itu diselenggarakan oleh anggota keluarga sandera yang tergabung dalam Forum Tikva. Mereka menginginkan kemenangan total melawan Hamas, bukan perundingan.

    “Kami menolak kesepakatan semacam ini. Saya tidak berunjuk rasa menentang keluarga sandera, tetapi menentang pemerintah. Negara dilarang dijalankan oleh emosi keluarga,” kata Shmuel (27), salah satu demonstran.

    “Keluarga itu punya hak untuk melakukan apa pun yang mereka pikir akan bisa mengembalikan anggota keluarga mereka, tetapi sebagai sebuah negara, kita tidak bisa menempatkan bahaya keamanan di seluruh negara.”

    Dia mengaku sudah menjalani wajib militer selama 400 hari sejak perang di Gaza meletus. Kata dia, pemerintah terancam menyia-nyiakan upaya yang sudah dilakukan tentara Israel.

    “Kita harus melanjutkan perang ini. Sahabat terbaik saya meninggal sebulan lalu saat bertempur di Rafah. Saya bertanya kepada diri saya apakah ini sia-sia.”

    Sementara itu, seorang pengunjuk rasa lainnya yang bernama Yehoshua Shani meminta Netanyahu dan kabinetnya menolak gencatan senjata.

    “Kami menghabiskan malam di sini di luar Kantor Perdana Menteri. Tentu saja susah tidur karena ada kekhawatiran mengenai nasib para sandera dan keamanan rakyat Israel,” kata Shadi dikutip dari Yedioth Ahronoth.

    “Kami meminta perdana menteri dan kabinetnya untuk mencegah ini pada momen terakhir. Jangan tanda tangani kesepakatan yang berarti penyerahan, penelantaran sandera lain, dan membahayakan keamanan Israel.”

    Keinginan para pengunjuk rasa itu gagal diwujudkan karena kabinet Netanyahu baru saja mengumumkan menyetujui gencatan senjata.

    “Pemerintah telah menyepakati rancangan pengembalian sandera. Rancangan untuk pembebasan sandera akan mulai berlaku hari Minggu, 19 Januari 2025,” kata Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dikutip dari CNN.

    Kabinet beranggotakan 33 menteri itu menyepakati gencatan senjata setelah ada saran sebelumnya dari kabinet keamanan.

    Dikutip dari The Times of Israel, kantor Netanyahu melaporkan ada 24 menteri yang mendukung gencatan, sedangkan yang menolak ada delapan.

    Menteri yang menolak antara lain David Amsalem dan Amichai Chikli dari Partai Likud lalu Itamar Ben Gvir, Yitzhak Wasserlauf, dan Amichai Eliyahu dari Partai Otzma Yehudit.

    Kemudian, ada Bezalel Smotrich, Orit Strock, dan Ofir Sofer dari Partai Zionisme Religius.

    Presiden Israel Isaac Herzog menyambut baik keputusan kabinet untuk mendukung gencatan senjata.

    “Ini langkah penting menuju penegakan komitmen mendasar negara terhadap rakyatnya,” kata Herzog.

    Israel mengatakan ada 89 sandera yang masih ada di Gaza. Setengah dari jumlah itu diyakini masih hidup.

    Sebanyak tiga sandera dilaporkan akan dibebaskan pada hari pertama gencatan senjata. Sandera yang dibebaskan pada tahap pertama berjumlah 33 orang.

    Israel akan membebaskan lebih dari 1.700 warga Palestina yang ditahan. Mereka ditukar dengan 33 sandera itu.

    Kementerian Kehakiman Israel telah menerbitkan daftar 95 warga Palestina yang akan dibebaskan Israel pada hari pertama gencatan. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan (69).

    “Pembebasan tahanan didasarkan pada persetujuan pemerintah tentang rencana gencatan senjata dan tidak akan terjadi sebelum hari Minggu pukul 16.00,” kata kementerian itu.

    (Tribunnews.com/Febri)

  • Harga Minyak Dunia Melesat Selama Sepekan Imbas Sanksi AS ke Rusia – Page 3

    Harga Minyak Dunia Melesat Selama Sepekan Imbas Sanksi AS ke Rusia – Page 3

    Sebelumnya, harga minyak turun pada Kamis, 16 Januari 2025. Koreksi harga minyak terjadi seiring milisi Houthi Yaman akan hentikan serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah.

    Selain itu, investor juga mencermati data penjualan eceran Amerika Serikat (AS) yang kuat. Demikian mengutip dari Yahoo Finance, Jumat (17/1/2025).

    Harga minyak Brent berjangka ditutup melemah 74 sen atau 0,9 persen ke posisi USD 81,29 per barel, setelah naik 2,6 persen pada sesi sebelumnya ke harga tertinggi sejak 26 Juli.

    Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) merosot USD 1,36 atau 1,7 persen menjadi USD 78,68 per barel, usai naik 3,3 persen pada Rabu ke level tertinggi sejak 19 Juli. Harga minyak mentah AS turun lebih dari USD 2 pada beberapa waktu selama sesi tersebut.

    Sementara itu, pejabat keamanan maritim memperkirakan milisi Houthi akan mengumumkan serangannya terhadap kapal-kapal di Laut Merah. Hal ini setelah kesepakatan gencatan senjata dalam perang di Gaza antara Israel dan kelompok militant Palestina Hamas.

    Serangan tersebut telah menganggu pengiriman global, dan memaksa perusahaan untuk melakukan perjalanan yang lebih jauh dan lebih mahal di sekitar Afrika Selatan selama lebih dari setahun.

    “Perkembangan Houthi dan gencatan senjata di Gaza membantu kawasan tersebut tetap tenang, mengurangi sebagian premi keamanan dari harga minyak,” ujar Partner Again Capital, John Kilduff.

    “Ini semua tentang aliran minyak,” Kilduff menambahkan.

    Namun, investor tetap berhati-hati karena pemimpin Houthi mengatakan kelompoknya akan memantau penerapan kesepakatan gencatan senjata dan melanjutkan serangannya terhadap kapal atau Israel jika kesepakatan itu dilanggar.

    “Gencatan senjata di Jalur Gaza akan dimulai pada Minggu sesuai rencana, meskipun negosiator perlu menyelesaikan “masalah yang belum terselesaikan,” ujar Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.

  • Gencatan Senjata di Gaza Kemenangan bagi Pejuang Palestina

    Gencatan Senjata di Gaza Kemenangan bagi Pejuang Palestina

    Jakarta

    Kelompok militan Palestina, Hamas, dan Israel sepakat gencatan senjata. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai gencatan senjata di Gaza merupakan kemenangan bagi pejuang Palestina.

    “Sebetulnya ada harapan ya, jadi ceasefire (gencatan senjata) terjadi sebetulnya adalah kemenangan luar biasa bagi Hamas dan pejuang Palestine melawan Israel,” ujar Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Prof Sudarnoto Abdul Hakim lewat pesan suara kepada detikcom, Jumat (17/1/2025).

    Namun, pejuang Palestina dan dunia internasional harus lebih waspada. Apalagi melihat kejadian yang sudah-sudah, Israel kerap melanggar perjanjian.

    “Tetap melihat watak Israel yang selalu mengkhianati itu tetap harus dijaga, harus ada jaminan dan mekanisme terukur supaya tahapan-tahapan yang ada dalam perjanjian ceasefire itu terlaksana,” sebutnya.

    Negara mediator dan inisiator gencatan senjata, kata Sudarnoto, perlu serius mengawasi, dalam hal ini adalah Amerika Serikat (AS), Qatar, dan Mesir. Negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga harus turun tangan memainkan peran yang terukur.

    “Apalagi Indonesia harus penting melakukan diplomasi yang lebih kuat untuk meyakinkan ceasefire harus dijaga,” sambung Sudarnoto.

    Meski sudah tercapai kesepakatan, Israel secara kejam terus melanjutkan genosida di Gaza. Terbaru, sedikitnya 82 orang tewas.

    AS selama beberapa dekade mendukung solusi dua negara antara Israel dan Palestina, yang akan menciptakan sebuah negara bagi warga Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza yang berdampingan dengan Israel.

    (isa/aud)

  • Abaikan Sanksi DPR AS, Jaksa ICC Tegaskan Proses Hukum atas Tuduhan Kejahatan Perang Netanyahu – Halaman all

    Abaikan Sanksi DPR AS, Jaksa ICC Tegaskan Proses Hukum atas Tuduhan Kejahatan Perang Netanyahu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) Karim Khan, kembali menegaskan keputusannya untuk mengajukan tuduhan kejahatan perang terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. 

    Dalam wawancara dengan Reuters, Khan menekankan bahwa Israel belum menunjukkan ‘upaya nyata’ untuk menyelidiki tuduhan kejahatan perang yang diarahkan pada pemimpin negara tersebut.

    Dengan keputusan Khan ini tentunya menjawab sanksi yang diberikan oleh DPR Amerika Serikat pekan lalu.

    Di mana pada saat itu, DPR AS memberikan suara untuk memberikan sanksi kepada ICC sebagai bentuk protes terkait surat penangkapan terjadap Netanyahu.

    Para legislator di majelis rendah Kongres AS meloloskan “Undang-Undang Penanggulangan Pengadilan yang Tidak Sah” dengan margin yang sangat besar, 243 berbanding 140, pada hari Kamis sebagai sinyal dukungan yang kuat bagi Israel.

    Sebanyak 45 anggota Demokrat bergabung dengan 198 anggota Republik dalam mendukung RUU tersebut. 

    Sanksi tersebut akan mencakup pembekuan aset properti, serta penolakan visa bagi warga negara asing yang secara material atau finansial memberikan kontribusi terhadap upaya pengadilan.

    “Amerika meloloskan undang-undang ini karena pengadilan yang tidak jujur ​​berusaha menangkap perdana menteri sekutu besar kita, Israel,” kata Perwakilan Brian Mast, ketua Partai Republik dari Komite Urusan Luar Negeri DPR, dikutip dari Al Jazeera.

    Khan menyebut tindakan tersebut sebagai sesuatu yang ‘tidak diinginkan dan tidak disambut baik’.

    Sebagai informasi, ICC telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan kepala pertahanan Israel Yoav GallanT.

    Surat perintah penangkapan tersebut telah dikeluarkan oleh ICC pada bulan November lalu.

    Tuduhan ini mencakup dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi selama konflik di Gaza.

    Meski begitu, kantor Perdana Menteri Israel hingga saat ini belum memberikan tanggapan resmi atas pernyataan Khan tersebut.

    Sebelum adanya pernyataan Khan, Israel secara konsisten menolak yurisdiksi ICC.

    Israel mengklaim ICC tidak memiliki kewenangan atas negaranya. 

    Selain itu, sekutu utama Israel yaitu AS yang juga bukan anggota ICC secara terbuka merasa tidak terima dengan surat yang dikeluarkan hakim kepada Netanyahu.

    Pengadilan Pilihan Terakhir Netanyahu

    Dalam wawancaranya, Khan menegaskan bahwa ICC berfungsi sebagai pengadilan pilihan terakhir.

    Tidak hanya itu, Khan menyoroti tindakan Israel yang hingga saat ini tidak melakukan penyelidikan atas tuduhan tersebut.

    “Kami di sini sebagai pengadilan pilihan terakhir dan…saat kita berbicara sekarang, kami belum melihat upaya nyata dari Negara Israel untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan yurisprudensi yang berlaku, yaitu penyelidikan terhadap tersangka yang sama untuk tindakan yang sama,” kata Khan, dikutip dari Al-Arabiya.

    Namun apabila Israel memilih untuk melakukan penyelidikan mandiri, Khan akan mengubah keputusannya.

    “Itu bisa berubah dan saya harap itu terjadi,” katanya dalam wawancara hari Kamis (16/1/2025).

    Menurutnya, investigasi domestik yang kredibel dapat membuat kasus tersebut dialihkan kembali ke sistem peradilan Israel berdasarkan prinsip pelengkap yang diadopsi ICC. 

    “Penyelidikan Israel dapat menyebabkan kasus tersebut dikembalikan ke pengadilan Israel berdasarkan apa yang disebut prinsip pelengkap. Israel masih dapat menunjukkan kesediaannya untuk melakukan penyelidikan, bahkan setelah surat perintah dikeluarkan,” katanya.

    Namun hingga kini, hal tersebut belum terjadi.

    Sebagai salah satu pengadilan permanen dunia yang menangani kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, dan agresi, ICC menghadapi tantangan besar dalam menjalankan yurisdiksinya. 

    Dengan 125 negara anggota, pengadilan ini tetap berpegang pada prinsip hukum internasional meski menghadapi penolakan dari negara-negara seperti Israel dan Amerika Serikat.

    Khan menyoroti bahwa Israel sebenarnya memiliki sistem hukum yang sangat maju.

    Namun sayangnya hingga saat ini, Israel belum melakukan upaya apapun dalam menyelidiki ini.

    “Pertanyaannya adalah apakah para hakim, jaksa, dan instrumen hukum tersebut telah digunakan untuk meneliti dengan benar tuduhan yang telah kita lihat di wilayah Palestina yang diduduki, di Negara Palestina? Dan saya pikir jawabannya adalah ‘tidak’,” tegasnya.

    Pernyataan ini muncul sehari setelah Israel dan kelompok Palestina Hamas mencapai kesepakatan untuk gencatan senjata di Gaza.

    Khan menyampaikan harapannya agar Israel mengambil langkah konkret untuk menyelidiki tuduhan ini, demi menunjukkan komitmen pada hukum internasional dan keadilan global.

    Konflik Palestina vs Israel

    Israel telah melancarkan serangan mematikan di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023.

    Mereka mengabaikan resolusi DK PBB yang menuntut gencatan senjata segera dan terus melancarkan serangan tanpa henti hingga saat ini.

    Serangan Israel ini telah menewaskan lebih dari 46.800 warga Palestina.

    Sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak.

    Sejak saat itu, militer Israel telah menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza, mengusir hampir seluruh penduduknya yang berjumlah 2,3 juta orang dari rumah mereka.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Gencatan Senjata di Gaza

  • Chaos, Kaum Yahudi Ultra-Ortodoks di Israel Bentrok dengan Polisi, Protes Wajib Dinas Militer – Halaman all

    Chaos, Kaum Yahudi Ultra-Ortodoks di Israel Bentrok dengan Polisi, Protes Wajib Dinas Militer – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pada Rabu (15/1/2025), bentrokan sengit terjadi antara kaum Yahudi Ultra-Ortodoks dan polisi Israel di Tel Hashomer, dekat Tel Aviv.

    Puluhan anggota komunitas Yahudi Haredi  berkumpul di depan pusat perekrutan tentara Israel terbesar untuk memprotes kebijakan yang mewajibkan mereka mendaftar menjadi tentara.

    Para penganut Yahudi Ultra-Ortodoks memprotes rencana pemerintah yang mewajibkan komunitas Haredi untuk mengikuti dinas militer.

    Mereka menutup jalan sebagai bentuk protes dan bentrok dengan polisi yang berusaha membubarkan aksi tersebut.

    Polisi menganggap demonstrasi itu ilegal, Palestine Chronicle melaporkan.

    Aparat kemudian berusaha menghalangi pergerakan para pengunjuk rasa.

    Beberapa peserta protes bahkan meneriakkan, “Kematian lebih baik daripada perekrutan.”

    Protes ini dipicu oleh keputusan Mahkamah Agung (MA) Israel pada Juni lalu.

    Keputusan tersebut mengamanatkan agar orang-orang Yahudi Ultra-Ortodoks wajib bergabung dengan militer.

    Selain itu, Mahkamah Agung juga melarang pemberian bantuan keuangan kepada lembaga-lembaga keagamaan yang para siswanya menolak wajib militer.

    Keputusan ini memicu reaksi keras.

    Sejumlah tokoh agama, termasuk mantan Kepala Rabbi Sephardic Israel, Yitzhak Yosef mendesak para siswa Haredi Yeshiva untuk menolak pemberitahuan pendaftaran.

    Pada November 2024 lalu, Kementerian Pertahanan Israel mengumumkan perekrutan 7.000 orang Yahudi ultra-Ortodoks ke dalam militer Israel.

    Komunitas Yahudi Haredi, yang mencakup sekitar 13 persen dari populasi Israel, tidak bertugas di militer karena mereka lebih memilih untuk mendedikasikan hidup mereka untuk mempelajari Taurat.

    Meski hukum Israel mewajibkan setiap warga negara yang berusia 18 tahun untuk bertugas di militer, pengecualian bagi Haredi telah menjadi isu kontroversial selama beberapa dekade.

    Krisis di Militer Israel

    Laporan terbaru dari surat kabar Israel Hayom mengungkapkan bahwa sekitar 500 perwira berpangkat mayor telah mengundurkan diri sejak pertengahan tahun 2024.

    Krisis personel ini dipandang sebagai ancaman serius terhadap kesiapan pasukan Israel.

    Eksodus ini semakin memperburuk kekurangan personel yang sudah ada, dengan laporan mengatakan bahwa pada tahun 2022, 613 mayor meninggalkan dinas militer.

    Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut, dengan proyeksi tingkat pengunduran diri yang lebih tinggi pada tahun 2025.

    Krisis Kemanusiaan di Gaza

    Sementara itu, ketegangan yang terjadi di Israel bertepatan dengan situasi kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza akibat serangan militer Israel yang dimulai pada 7 Oktober 2023.

    Serangan ini telah menyebabkan ribuan korban tewas di kalangan warga sipil Palestina, dan menimbulkan tuduhan genosida terhadap Israel di hadapan Mahkamah Internasional.

    Dikutip dari Anadolu Ajansi, jumlah korban jiwa di Gaza terus meningkat.

    Laporan dari Kementerian Kesehatan Gaza yang menyebutkan bahwa lebih dari 46.000 warga Palestina telah terbunuh akibat serangan Israel.

    Serangan ini memperburuk kondisi kemanusiaan yang sudah kritis.

    Tercatat lebih dari dua juta pengungsi terpaksa meninggalkan rumah mereka.

    Situasi di Gaza semakin sulit dengan terbatasnya akses ke makanan, air, dan perawatan medis.

    Gencatan Senjata 19 Januari 2025

    Israel  dan gerakan Palestina Hamas sepakat untuk melakukan gencatan senjata di Jalur Gaza.

    Qatar, bersama dengan Mesir, membantu merundingkan perjanjian dengan Israel.

    Tercapainya kesepakatan ini berpotensi mengakhiri serangan mematikan Israel selama 15 bulan di daerah kantong itu, yang menewaskan sedikitnya 46.707 warga Palestina, Middle East Monitor melaporkan.

    Perdana Menteri (PM) Qatar Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim al-Thani mengumumkan kesepakatan tersebut selama konferensi pers di Doha, Rabu (15/1/2025).

    PM Qatar mengatakan perjanjian tersebut akan berlaku pada Minggu (19/1/2025), sehari sebelum Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump dilantik.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)