Negara: Jalur Gaza

  • Israel Langgar Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza, Hadang Warga Palestina Kembali ke Rumah – Halaman all

    Israel Langgar Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza, Hadang Warga Palestina Kembali ke Rumah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hamas memantau pergerakan Israel yang melakukan penghadangan terhadap warga Palestina yang ingin kembali dari Gaza selatan ke utara.

    Menurut Hamas, tindakan penghadangan oleh Israel ini adalah sebagai bentuk pelanggaran perjanjian gencatan senjata.

    Berdasarkan kesepakatan, Israel pada Sabtu (25/1/2025) akan mulai mengizinkan warga Palestina untuk kembali ke rumah mereka di Gaza utara.

    Hamas menegaskan bahwa Israel telah menunda pelaksanaan perjanjian gencatan senjata.

    Dikutip dari Al Mayadeen, kelompok Palestina itu menganggap pendudukan Israel bertanggung jawab atas keterlambatan dalam melaksanakan gencatan senjata.

    “Kami bekerja secara bertanggung jawab dengan para mediator untuk mencapai solusi yang menjamin kembalinya para pengungsi,” tegas Hamas.

    Times of Israel mengutip sumber diplomatik yang mengatakan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu “bersikukuh pada keputusannya untuk tidak mengizinkan warga Gaza melewati Koridor Netzarim ke utara”.

    Akibat keributan ini, salah seorang warga Palestina harus tewas dan tujuh orang lainnya terluka akibat tembakan dari Israel.

    Pria itu ditembak dan dua lainnya terluka Sabtu malam, menurut Rumah Sakit Awda, yang menerima korban.

    Lima warga Palestina lainnya, termasuk seorang anak, terluka Minggu dini hari dalam penembakan terpisah, kata rumah sakit itu.

    Belum ada komentar langsung dari militer Israel.

    Dikutip dari Arab News, Israel telah menarik diri dari beberapa wilayah Gaza sebagai bagian dari gencatan senjata, yang mulai berlaku Minggu lalu.

    Tetapi, militer Israel telah memperingatkan orang-orang untuk menjauh dari pasukannya, yang masih beroperasi di zona penyangga di dalam Gaza di sepanjang perbatasan dan di koridor Netzarim.

    Awal Mula Kekacauan

    Kekacauan ini bermula ketika proses pembebasan sandera, di mana Hamas diharuskan untuk membebaskan empat wanita Israel pada Sabtu.

    Namun, berdasarkan ketentuan perjanjian penyanderaan, warga sipil perempuan Israel, Arbel Yehoud, seharusnya dibebaskan sebelum keempat tentara tersebut.

    Yehoud termasuk dalam kategori ini bersama dengan Shiri Bibas dan kedua putranya, Kfir dan Ariel.

    Akibatnya, setelah keempat sandera dikembalikan dengan selamat ke Israel, kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa warga Gaza tidak akan diizinkan kembali ke bagian utara Jalur Gaza sampai Yehoud dikembalikan dengan selamat.

    “Israel hari ini menerima empat tentara wanita yang diculik dari organisasi Hamas, dan sebagai gantinya, akan membebaskan tahanan keamanan sesuai dengan kesepakatan yang disepakati,” kata Kantor Netanyahu, dikutip dari The Jerusalem Post.

    “Sesuai dengan kesepakatan tersebut, Israel tidak akan mengizinkan warga Gaza menyeberang ke Jalur Gaza utara – hingga pembebasan warga sipil Arbel Yehoud, yang seharusnya dibebaskan hari ini, diatur,” lanjut mereka.

    Hamas mengatakan telah membuktikan kepada Israel bahwa sandera Arbel Yehoud masih hidup.

    Kelompok tersebut menyalahkan Israel karena melanggar persyaratan kesepakatan penyanderaan dalam pengumuman resmi pada hari Minggu.

    “Kami menindaklanjuti dengan para mediator mengenai pencegahan pendudukan terhadap kembalinya para pengungsi dari selatan ke utara (Gaza), yang merupakan pelanggaran perjanjian gencatan senjata,” kata Hamas.

    “Pendudukan terhenti dengan dalih tahanan Arbel Yehoud, meskipun kami telah memberi tahu para mediator bahwa dia masih hidup, dan kami telah memberikan semua jaminan yang diperlukan untuk pembebasannya.”

    “Kami menganggap pendudukan bertanggung jawab atas hambatan dalam pelaksanaan perjanjian, dan kami menindaklanjuti dengan para mediator dengan tanggung jawab penuh untuk mencapai solusi yang mengarah pada pemulangan para pengungsi,” pungkas mereka.

    Trump Minta Yordania dan Mesir Terima Warga Palestina

    Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump meminta kepada Yordania dan Mesir untuk menerima lebih banyak warga Palestina dari Gaza.

    Ketika ditanya apakah ini merupakan solusi sementara atau jangka panjang untuk Gaza, Trump mengatakan: “Bisa jadi salah satunya”.

    Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich, yang telah berulang kali menyerukan kembalinya pemukim Yahudi ke Gaza, menyambut seruan Trump sebagai “ide yang sangat bagus” dan mengatakan dia akan berupaya mengembangkan rencana untuk melaksanakannya.

    Namun seorang pejabat Hamas bereaksi dengan curiga, menyuarakan ketakutan lama warga Palestina tentang pengusiran permanen dari rumah mereka.

    “Palestina tidak akan menerima tawaran atau solusi apa pun, bahkan jika (tawaran tersebut) tampaknya memiliki niat baik dengan kedok rekonstruksi, seperti yang diumumkan dalam proposal Presiden AS Trump,” kata anggota biro politik Hamas, Basem Naim kepada Reuters.

    Pejabat Hamas lainnya, Sami Abu Zuhri, mendesak Trump untuk tidak mengulangi ide-ide “gagal” yang dicoba oleh pendahulunya, Joe Biden.

    “Warga Gaza telah menanggung kematian dan menolak meninggalkan tanah air mereka dan mereka tidak akan meninggalkannya apa pun alasannya,” kata Abu Zuhri kepada Reuters.

    Yordania juga tampaknya menolak usulan Trump, dengan Menteri Luar Negerinya Ayman Safadi mengatakan kepada wartawan bahwa pendirian negara itu terhadap pemindahan warga Palestina dari Gaza tetap “tegas dan tidak tergoyahkan”.

    Mesir belum berkomentar, tetapi telah mengatakan pada beberapa kesempatan bahwa negara itu menolak pemindahan warga Palestina.

    Washington tahun lalu menyatakan menentang pemindahan paksa warga Palestina.

    Kelompok hak asasi manusia dan lembaga kemanusiaan selama berbulan-bulan menyuarakan keprihatinan atas situasi di Gaza, dengan perang yang menyebabkan hampir seluruh penduduk mengungsi dan menyebabkan krisis kelaparan.

    “Saya katakan kepadanya, saya ingin Anda menangani lebih banyak hal karena saya melihat seluruh Jalur Gaza saat ini dan keadaannya kacau, benar-benar kacau. Saya ingin dia menangani orang-orang,” kata Trump setelah menelepon Raja Yordania, Abdullah pada hari Sabtu.

    “Saya ingin Mesir menerima orang-orang itu,” ucap Trump.

    Trump menambahkan bahwa ia akan berbicara dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi pada hari Minggu.

    “Anda berbicara tentang satu setengah juta orang, dan kita baru saja membersihkan semuanya,” ujarnya. (*)

  • Hamas Menentang Ide Trump Relokasi Warga Gaza ke Mesir-Yordania

    Hamas Menentang Ide Trump Relokasi Warga Gaza ke Mesir-Yordania

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali melontarkan gagasan yang memantik sorotan publik. Trump kini mengeluarkan terkait relokasi warga Palestina di Gaza.

    Trump telah menelepon Raja Yordania, Abdullah II, dan Presiden Mesir, Abdel Fattah el-Sisi perihal ide barunya itu. Trump menyampaikan usulannya terkait wacana membangun perumahan dan memindahkan lebih dari satu juta Palestina dari Gaza ke negara lain, seperti Yordania dan Mesir.

    Dilansir CNN, Minggu (26/1/2025), Trump mengatakan bahwa ia telah meminta pemimpin dua negara itu untuk menerima lebih banyak warga Palestina ke negaranya.

    “Saya katakan kepadanya bahwa saya ingin Anda menerima lebih banyak lagi, karena saya melihat seluruh Jalur Gaza saat ini dan itu berantakan, benar-benar berantakan,” katanya kepada wartawan di Air Force One.

    Trump mengatakan bahwa ia ingin Yordania dan Mesir menampung orang-orang dari Gaza. Trump mengaku akan berbicara dengan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi tentang masalah tersebut.

    “Anda berbicara tentang satu setengah juta orang, dan kami hanya membersihkan semuanya,” kata Trump, seraya menambahkan bahwa telah terjadi konflik selama berabad-abad di wilayah tersebut.

    “Saya tidak tahu, sesuatu harus terjadi, tetapi saat ini tempat itu benar-benar seperti lokasi pembongkaran. Hampir semuanya dihancurkan dan orang-orang sekarat di sana, jadi saya lebih suka terlibat dengan beberapa negara Arab dan membangun perumahan di lokasi lain di mana saya pikir mereka mungkin bisa hidup dengan damai untuk perubahan,” sambungnya.

    Penolakan Keras dari Hamas

    Foto: Suasana di Gaza (REUTERS/Mahmoud Al-Basos)

    Hamas lantas buka suara merespons usulan dari Trump. Seorang pejabat senior Hamas menentang gagasan Trump yang menyebut akan merelokasi warga Gaza tersebut.

    “Karena mereka telah menggagalkan setiap rencana pemindahan dan tanah air alternatif selama beberapa dekade, rakyat kami juga akan menggagalkan proyek-proyek tersebut,” kata anggota biro politik Hamas, Bassem Naim, merujuk pada komentar Trump, dilansir AFP, Minggu (26/1/2025).

    Kelompok Jihad Islam Palestina juga mengecam rencana Trump untuk merelokasi warga Gaza ke Mesir dan Yordania tersebut. Kelompok militan Palestina menyebut rencana Trump sebagai dorongan untuk kejahatan perang.

    Kelompok tersebut menggambarkan gagasan Trump sebagai “menyedihkan”. Kelompok itu menyebut hal itu sebagai paksaan agar rakyat Palestina meninggalkan tanah airnya.

    “Usulan ini termasuk dalam kerangka mendorong kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan memaksa rakyat kami meninggalkan tanah mereka,” sambungnya.

    Halaman 2 dari 2

    (ygs/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Donald Trump Ingin Mesir dan Yordania Terima Lebih Banyak Pengungsi Gaza – Halaman all

    Donald Trump Ingin Mesir dan Yordania Terima Lebih Banyak Pengungsi Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengusulkan agar Yordania, Mesir, dan negara-negara Arab lainnya menerima lebih banyak pengungsi Palestina dari Jalur Gaza.

    Usulan ini bertujuan untuk membersihkan area yang hancur akibat perang dan menciptakan awal yang baru bagi pengungsi.

    Namun, baik Yordania maupun Mesir telah menolak usulan tersebut, menganggapnya sebagai ancaman.

    Kedua negara menyinggung Israel yang menolak memberikan komitmen untuk mengizinkan para pengungsi kembali ke Gaza.

    Menurut laporan dari The Times of Israel, banyak warga Palestina yang khawatir tidak akan bisa kembali ke Gaza setelah mengungsi.

    Sejak dimulainya perang di Gaza 1,5 tahun lalu, lebih dari 100.000 warga Gaza telah berhasil mengungsi ke Mesir.

    Namun, mereka sering kali diminta membayar biaya tinggi untuk memasuki wilayah Mesir dan tidak mendapatkan bantuan karena Mesir menolak mengakui mereka sebagai pengungsi.

    Gagasan pemindahan pengungsi Gaza juga pernah diusulkan oleh pemerintahan Presiden Joe Biden, tetapi ditolak oleh Yordania dan Mesir.

    Kini, di bawah kepemimpinan Trump, wacana ini kembali digulirkan.

    Saat diwawancarai di dalam pesawat Air Force One, Trump menyebut Gaza sebagai lokasi pembongkaran dan mengungkapkan keinginannya untuk berbicara lebih lanjut dengan pemimpin Yordania dan Mesir.

    “Saya akan senang jika Anda menerima lebih banyak pengungsi karena saya melihat seluruh wilayah Gaza saat ini dan Gaza berantakan,” ungkap Trump kepada Raja Yordania Abdullah II.

    Ia menambahkan bahwa pemindahan tersebut bisa menjadi solusi sementara atau jangka panjang.

    Respons Israel

    Usulan Trump disambut baik oleh pejabat Israel.

    Menteri Keamanan Israel Bezalel Smotrich menyebut gagasan pemindahan warga Gaza ke negara-negara Arab sebagai ide yang sangat bagus.

    “Setelah 76 tahun, mayoritas penduduk Gaza dipaksakan berada di tempat buruk. Gagasan membantu mereka menemukan tempat baru untuk memulai hidup baru adalah ide yang sangat bagus,” ujarnya.

    Itamar Ben Gvir, mantan Menteri Keamanan Israel, juga mendukung usulan tersebut dan menekankan pentingnya mendorong emigrasi sukarela.

    “Salah satu permintaan kami kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu adalah mendorong emigrasi sukarela. Ketika presiden negara adikuasa terhebat di dunia, Trump, secara pribadi membawa ide itu, pemerintah Israel pantas menerapkannya, dukung emigrasi sekarang!” kata Ben Gvir.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Usulan Relokasi Warga Gaza oleh Trump Ditentang Hamas – Halaman all

    Usulan Relokasi Warga Gaza oleh Trump Ditentang Hamas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Anggota biro politik Hamas, Bassem Naim, menyatakan bahwa kelompok militan Palestina tersebut akan menolak gagasan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, tentang merelokasi warga Gaza ke Mesir dan Yordania.

    Naim menegaskan bahwa rakyat Palestina akan menggagalkan usulan tersebut.

    Pada 25 Januari 2025, Donald Trump mengungkapkan keinginannya agar Yordania, Mesir, dan negara-negara Arab lainnya meningkatkan jumlah pengungsi Palestina yang mereka terima dari Jalur Gaza.

    Ia menyebutkan bahwa langkah ini dapat membantu “membersihkan” daerah yang dilanda perang untuk menciptakan keadaan yang lebih baik.

    “Sama seperti mereka telah menggagalkan setiap rencana pemindahan dan Tanah Air alternatif selama beberapa dekade, rakyat kami juga akan menggagalkan proyek-proyek semacam itu,” ujar Bassem Naim, merujuk pada komentar Trump.

    Trump juga mengungkapkan bahwa ia telah berbicara dengan Raja Abdullah II dari Yordania dan Presiden Abdel Fattah el-Sissi dari Mesir mengenai rencananya.

    Ia menyebutkan, “Saya ingin Mesir menerima orang-orang,” dan menambahkan bahwa situasi di Gaza saat ini sangat kacau.

    Dampak Usulan Pemindahan

    Usulan pemindahan penduduk Gaza secara drastis akan bertentangan dengan identitas Palestina dan hubungan mereka yang erat dengan tanah kelahiran mereka.

    Meskipun Trump mengatakan bahwa pemukiman kembali bisa bersifat sementara atau jangka panjang, banyak yang melihatnya sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian dari masalah mendasar yang dihadapi rakyat Palestina.

    Trump menekankan perlunya keterlibatan negara-negara Arab untuk membangun perumahan di lokasi yang berbeda agar pengungsi dapat hidup dengan damai. “Sesuatu harus terjadi,” kata Trump.

    Hingga saat ini, konflik antara Israel dan Hamas telah menewaskan lebih dari 47.000 warga Palestina, dengan lebih dari separuhnya adalah wanita dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.

    Gencatan senjata yang berlangsung sejak 19 Januari 2025, bertujuan untuk mengakhiri perang yang dimulai setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Sementara itu, Hamas mengklaim tidak akan membebaskan sandera yang tersisa tanpa mengakhiri perang, sementara Israel mengancam untuk melanjutkan serangannya hingga Hamas dihancurkan.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Demi ‘Bersihkan’ Gaza, Trump Minta Yordania dan Mesir Terima Banyak Pengungsi Gaza, Israel Girang – Halaman all

    Demi ‘Bersihkan’ Gaza, Trump Minta Yordania dan Mesir Terima Banyak Pengungsi Gaza, Israel Girang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ingin Yordania, Mesir, dan negara-negara Arab lainnya menerima lebih banyak pengungsi dari Jalur Gaza.

    Pemindahan pengungsi itu ditujukan untuk “sekadar membersihkan” area yang hancur lebur karena perang dan menciptakan awal yang baru.

    Di sisi lain, Yordania dan Mesir telah menolak usulan semacam itu dan menganggapnya sebagai ancaman. Kedua negara itu menyinggung Israel yang menolak untuk berkomitmen mengizinkan para pengungsi untuk kembali ke Gaza.

    The Times of Israel melaporkan banyak warga Palestina yang takut tidak akan bisa kembali ke Gaza. 

    Meski demikian, sejak perang di Gaza meletus 1,5 tahun lalu, sudah ada lebih dari 100.000 warga Gaza yang berhasil mengungsi ke Mesir.

    Mereka dilaporkan diminta membayar biaya sangat mahal agar bisa masuk wilayah Mesir. Selain itu, kebanyakan dari mereka tidak mendapat bantuan apa pun karena Mesir menolak mengakui mereka sebagai pengungsi.

    Gagasan tentang pemindahan sebagian pengungsi Gaza juga sudah diwacanakan oleh AS di bawah Presiden Joe Biden pada awal perang. Namun, Yordania dan Mesir langsung menolaknya mentah-mentah.

    Akan tetapi, AS yang kini dipimpin Trump kembali menggulirkan wacana pemindahan itu. Saat ini ada lebih dari 2 juta warga Palestina di Gaza.

    Warga Palestina membawa barang-barang mereka saat berjalan kembali ke kota Rafah di Jalur Gaza selatan setelah penarikan sebagian pasukan Israel dari kota tersebut. (Quds News Network)

    Saat diwawancarai wartawan di dalam pesawat Air Force One, Trump menyebut Gaza sebagai “lokasi pembongkaran”.

    Dia mengaku sudah berbicara kepada Raja Yordania Abdullah II perihal masalah itu. Lalu, dia mengatakan akan bertemu dengan Presiden Mesir Abdel Fattah Al Sissi pada hari Minggu.

    Trump menceritakan sedikit percakapannya dengan Abdullah.

    “Saya akan senang jika Anda menerima lebih banyak [pengungsi] karena saya melihat seluruh wilayah Gaza saat ini, dan Gaza berantakan, Gaza benar-benar berantakan,” kata Trump kepada Abdullah.

    Ketika ditanya apakah pemindahan itu solusi sementara atau jangka panjang, Trump berkata, “Bisa keduanya.”

    “Kalian berbicara tentang mungkin sekitar 1,5 juta orang, dan kita sekadar membersihkan semua itu. Kalian tahu, selama berabad-abad ada banyak sekali, banyak, konflik di tempat itu. Dan saya tidak tahu, sesuatu harus terjadi.”

    “Secara harfiah, Gaza kini lokasi pembongkaran. Hampir segalanya dibongkar dan orang-orang di sana sekarat.”

    “Jadi, saya lebih suka terlibat dengan beberapa negara Arab dan membangun perumahan di lokasi berbeda, tempat mereka mungkin bisa tinggal damai, berbeda dengan biasanya.”

    Israel senang sekali

    Israel senang mendengar usulan Trump tentang pemindahan warga Gaza ke negara-negara Arab.

    Menteri Keamanan Israel Bezalel Smotrich menganggap usulan itu sangat bagus.

    “Setelah selama 76 tahun mayoritas penduduk Gaza dipaksakan berada di tempat buruk demi menjaga harapan untuk menghancurkan israel, gagasan membantu mereka menemukan tempat baru untuk memulai hidup baru dan lebih baik adalah ide yang sangat bagus,” kata Smotrich.

    Dia mengklaim solusi dua negara yang ditawarkan untuk mengatasi konflik Israel-Palestina hanya membawa pertumpahan darah.

    “Hanya pemikiran yang tidak biasa dan solusi baru yang akan membawa perdamaian dan keamanan.”

    Itamar Ben Gvir, eks Menteri Keamanan Israel, juga menyambut baik usulan itu.

    “Salah satu permintaan kami kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu adalah mendorong emigrasi sukarela. Ketika presiden negara adikuasa terhebat di dunia, Trump, secara pribadi membawa ide itu, pemerintah Israel pantas menerapkannya, dukung emigrasi sekarang!” kata Ben Gvir.

    Warga Palestina membawa barang-barang mereka saat berjalan kembali ke kota Rafah di Jalur Gaza selatan setelah penarikan sebagian pasukan Israel dari kota tersebut. (Quds News Network)

    Trump ingin pindahkan warga Gaza ke Indonesia

    Beberapa hari lalu Trump juga dikabarkan berencana memindahkan sebagian warga Palestina di Gaza ke Indonesia.

    Kata seorang pejabat AS, rencana itu disampaikan oleh utusan Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, hari Minggu, (19/1/2025).

    Witkoff mengungkapkan pemindahan itu akan dilakukan ketika proses pembangunan kembali Gaza telah dimulai.

    “Kalian harus melihatnya, kalian harus merasakannya,” kata pejabat itu dikutip dari The Jerusalem Post yang mengutip NBC.

    “Kalian harus sepenuhnya mengetahuinya, siap mencium masalah jika itu terjadi.”

    Witkoff disebut prihatin dengan “konflik sehari-hari” antara Israel dan Hamas yang bisa menunda pembebasan sandera lain. Menurut dia, konflik itu tak bisa dihindari meski gencatan senjata sudah disepakati.

    Pejabat itu berujar Trump dan timnya kini mengupayakan solusi jangka panjang dalam konflik di Gaza.

    “Jika kita tidak membantu warga Gaza, jika kita tidak membuat hidup mereka lebih baik, jika kita tidak memberi mereka harapan, akan ada pemberontakan,” kata pejabat tersebut.

    (*)

  • Singgung Kegagalan, Hamas Janji Menentang Usul Trump soal Relokasi Warga Gaza ke Mesir dan Yordania – Halaman all

    Singgung Kegagalan, Hamas Janji Menentang Usul Trump soal Relokasi Warga Gaza ke Mesir dan Yordania – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Anggota biro politik Hamas, Bassem Naim, mengatakan kelompok militan Palestina akan menentang gagasan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk merelokasi warga Gaza ke Mesir dan Yordania.

    Pejabat senior Hamas itu menegaskan rakyat Palestina akan menggagalkan usul Donald Trump.

    Pada Sabtu (25/1/2025), Donald Trump mengatakan bahwa ia ingin melihat Yordania, Mesir, dan negara-negara Arab lainnya meningkatkan jumlah pengungsi Palestina yang mereka terima dari Jalur Gaza.

    Menurutnya, hal itu mungkin memindahkan cukup banyak penduduk untuk “hanya membersihkan” daerah yang dilanda perang tersebut untuk menciptakan keadaan yang hampir bersih.

    “Seperti halnya mereka telah menggagalkan setiap rencana pemindahan dan Tanah Air alternatif selama beberapa dekade, rakyat kami juga akan menggagalkan proyek-proyek semacam itu,” ujar Bassem Naim, merujuk pada komentar Trump, Minggu (26/1/2025), dilansir Al Arabiya.

    Donald Trump telah membangun karier politiknya dengan bersikap pro-Israel tanpa basa-basi.

    Mengenai visinya yang lebih besar untuk Gaza, Trump mengatakan bahwa ia telah menelepon Raja Abdullah II dari Yordania pada hari sebelumnya dan akan berbicara pada hari Minggu dengan Presiden Abdel Fattah el-Sissi dari Mesir.

    “Saya ingin Mesir menerima orang-orang,” kata Trump, Sabtu, dikutip dari AP News.

    “Anda berbicara tentang sekitar satu setengah juta orang, dan kita hanya membersihkan semuanya dan berkata, ‘Anda tahu, ini sudah berakhir’,” jelasnya.

    Trump mengatakan ia memuji Yordania karena telah berhasil menerima pengungsi Palestina dan bahwa ia mengatakan kepada raja, “Saya ingin Anda menerima lebih banyak pengungsi, karena saya sedang melihat seluruh Jalur Gaza sekarang, dan semuanya kacau. Benar-benar kacau.”

    Pengungsian penduduk yang begitu drastis akan secara terbuka bertentangan dengan identitas Palestina dan hubungan yang erat dengan Gaza.

    Namun, Trump mengatakan bagian dunia yang meliputi Gaza telah “memiliki banyak sekali konflik” selama berabad-abad.

    Trump mengatakan pemukiman kembali “bisa bersifat sementara atau jangka panjang.”

    “Sesuatu harus terjadi,” kata Trump.

    “Namun, saat ini tempat itu benar-benar seperti lokasi pembongkaran.”

    “Hampir semuanya dihancurkan, dan orang-orang meninggal di sana,” tambahnya.

    “Jadi, saya lebih suka terlibat dengan beberapa negara Arab, dan membangun perumahan di lokasi yang berbeda, di mana mereka mungkin bisa hidup dengan damai untuk perubahan,” papar Trump.

    Sementara itu, belum ada komentar langsung dari kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    Trump telah menawarkan pandangan non-tradisional tentang masa depan Gaza di masa lalu.

    Setelah dilantik sebagai Presiden AS, Trump menyarankan bahwa Gaza “harus benar-benar dibangun kembali dengan cara yang berbeda.”

    Ia kemudian menambahkan, “Gaza menarik. Lokasinya fenomenal, di tepi laut. Cuacanya bagus, Anda tahu, semuanya baik-baik saja. Rasanya, ada beberapa hal indah yang bisa dilakukan di sana, tetapi itu sangat menarik.”

    Pasukan Israel (IDF) dalam agresi militer mereka ke jalur Gaza. Per Minggu (19/1/2025), gencatan senjata antara Israel dan Hamas terjadi dalam kerangka pertukaran tahanan dalam tiga fase. (khaberni/tangkap layar)

    Sebagai informasi, Israel telah menarik diri dari beberapa wilayah Gaza sebagai bagian dari gencatan senjata, yang mulai berlaku pada Minggu (19/1/2025) lalu.

    Tetapi militer telah memperingatkan orang-orang untuk menjauh dari pasukannya, yang masih beroperasi di zona penyangga di dalam Gaza di sepanjang perbatasan dan di koridor Netzarim.

    Gencatan senjata dicapai awal bulan ini setelah lebih dari setahun negosiasi ditujukan untuk mengakhiri perang 15 bulan yang dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 dan membebaskan sejumlah sandera yang masih ditawan di Gaza dengan imbalan ratusan tahanan Palestina.

    Sekitar 90 sandera masih ditahan di Gaza, dan otoritas Israel meyakini sedikitnya sepertiga, dan hingga setengah dari mereka, tewas dalam serangan awal atau meninggal saat ditawan.

    Tahap pertama gencatan senjata berlangsung hingga awal Maret dan mencakup pembebasan total 33 sandera dan hampir 2.000 tahanan Palestina.

    Tahap kedua — dan yang jauh lebih sulit — belum dinegosiasikan.

    Hamas mengatakan tidak akan membebaskan sandera yang tersisa tanpa mengakhiri perang, sementara Israel mengancam akan melanjutkan serangannya hingga Hamas dihancurkan.

    Militan yang dipimpin Hamas menewaskan sekitar 1.200 orang dalam serangan 7 Oktober, sebagian besar warga sipil, dan menculik sekitar 250 orang.

    Lebih dari 100 orang dibebaskan selama gencatan senjata selama seminggu pada November 2023.

    Pasukan Israel telah menyelamatkan delapan sandera yang masih hidup dan menemukan sisa-sisa puluhan lainnya, setidaknya tiga di antaranya secara keliru dibunuh oleh pasukan Israel.

    Tujuh orang telah dibebaskan sejak gencatan senjata terakhir dimulai.

    Sementara itu, kampanye militer Israel telah menewaskan lebih dari 47.000 warga Palestina, lebih dari separuhnya adalah wanita dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.

    Kementerian tersebut tidak menyebutkan berapa banyak dari mereka yang tewas adalah pejuang.

    Di sisi lain, militer Israel mengatakan telah menewaskan lebih dari 17.000 pejuang, tanpa memberikan bukti.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Hamas Kembali Bebaskan Sandera, Slogan-Slogan Anti-Israel Diperlihatkan di Panggung – Halaman all

    Hamas Kembali Bebaskan Sandera, Slogan-Slogan Anti-Israel Diperlihatkan di Panggung – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hamas kembali membebaskan sejumlah warga Israel yang ditahannya di Jalur Gaza.

    Pembebasan itu dilakukan di Lapangan Palestina, Kota Gaza, hari Sabtu.

    Empat sandera yang dibebaskan bernama Liri Albag (19), Karina Ariev (20), Daniella Gilboa (20), dan Naama Levy (20).

    Keempatnya diserahkan kepada Komite Internasional Palang Merah lalu diserahkan lagi kepada tentara Israel.

    Terdapat seremoni besar saat acara pembebasan. Banyak pejuang Hamas yang berbaris di sekeliling lapangan itu. 

    Mereka mengenakan seragam militer, kain hitam penutup wajah, dan ikatan kepala berwarna hijau.

    Sementara itu, ada banyak warga Palestina yang tampak menaiki puing-puing bangunan dan kendaraan yang hancur guna melihat pembebasan itu. Mereka melambaikan bendera Palestina dan Hamas.

    Dikutip dari Palestine Chronicle, pembatas dibuat agar warga sipil tetap berada di jarak yang aman dari kendaraan Palang Merah.

    Pembebasan itu mendapat sorotan besar. Keempat sandera yang dibebaskan dibawa naik ke atas panggung.

    Dengan didampingi sejumlah pejuang Hamas, para sandera tampak senang sekali. Mereka melambaikan tangan dan memamerkan jempol mereka.

    Jumlah pejuang Hamas yang datang lebih banyak daripada saat pembebasan sebelumnya. Banyak di antara mereka yang datang dengan sepeda motor dan kendaraan lain.

    Seorang wanita Palestina melemparkan bunga di panggung sebagai simbol hubungan tak terputuskan antara rakyat Gaza dan Hamas.

    Panggung itu memiliki backdrop atau latar belakang yang bertuliskan slogan-slogan anti-Israel dan anti-Zionisme.

    Slogan-slogan itu sebagai berikut.

    “PALESTINA – KEMENANGAN RAKYAT TERTINDAS MELAWAN ZIONISME NAZI”

    “Gaza JADI KUBURAN PARA PENJAHAT ZIONIS”

    “PEJUANG PEMBEBASAN PALESTINA AKAN SELALU MENANG”

    Di atas panggung para pejuang Hamas memamerkan senapan Tavor yang diduga dirampas dari tentara Israel.

    Para pejuang Hamas juga menginjak foto-foto para pemimpin Israel di lapangan itu. Foto Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menjadi salah satunya.

    Lalu, terdapat tulisan dalam bahasa Ibrani yang berbunyi “Zionisme tidak akan pernah menang”

    Sementara itu, sebagai ganti atas pembebasan keempat sandera, Israel membebaskan 200 warga Palestina yang ditahan.

    Abdulla Zaghri, Ketua Klub Tahanan Palestina, menyebutkan lebih dari setengah tahanan yang dibebaskan itu telah dibawa ke Tepi Barat. Ada sejumlah kecil tahanan yang dibawa ke tempat-tempat di Israel.

    Adapun Hamas mengatakan sebanyak 120 dari jumlah tahanan itu pernah dijatuhi vonis hukuman penjara seumur hidup.

    Sebanyak 70 tahanan akan dikirim Mesir. Mereka bakal diasingkan di negara-negara Arab.

    Menurut perjanjian, para tahanan yang dijatuhi hukuman seumur hidup karena kasus pembunuhan dan kasus berat lainnya harus dibuang ke luar negeri.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Hamas: Tepi Barat Akan Jadi Medan Tempur Utama Gerakan Palestina Melawan Israel – Halaman all

    Hamas: Tepi Barat Akan Jadi Medan Tempur Utama Gerakan Palestina Melawan Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hamas mengklaim bahwa Tepi Barat akan menjadi medan tempur utama dalam perjuangan rakyat Palestina melawan Israel.

    Pernyataan ini disampaikan oleh Basem Naim, anggota Politbiro Hamas dan mantan Menteri Kesehatan Gaza, pada hari Sabtu, 25 Januari 2025.

    Naim menegaskan bahwa perlawanan utama akan terjadi di Tepi Barat, bukan di Jalur Gaza.

    Pernyataan ini muncul setelah Israel menyepakati gencatan senjata dengan Hamas di Gaza.

    Naim memperingatkan bahwa Israel berpotensi mengubah Tepi Barat menjadi medan perang utama, terutama setelah meningkatnya operasi militer Israel di wilayah tersebut.

    Israel menduduki Tepi Barat sejak Perang Enam Hari pada tahun 1967 dan telah membangun ratusan pemukiman ilegal di sana.

    Naim menekankan bahwa perjuangan Palestina tidak akan berhenti hingga mereka mendapatkan kemerdekaan penuh, termasuk di Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Al Quds.

    “Kita tidak bisa berjuang demi memperbaiki kondisi di penjara. Kita ingin melenyapkan penjara itu,” ungkap Naim dikutip dari Press TV.

    Ia juga menyebutkan tiga tujuan utama Israel dalam agresinya: menghancurkan gerakan perlawanan, mengakhiri pemerintahan Hamas di Gaza, dan memindahkan rakyat Palestina ke luar Jalur Gaza.

    “Minggu lalu sudah jelas bahwa Netanyahu telah gagal mencapai ketiga tujuan itu,” katanya.

    Situasi di Kota Jenin

    Sementara itu, kondisi di Kota Jenin, Tepi Barat, semakin memburuk. Banyak warga Palestina di kamp pengungsian Jenin dilaporkan diusir oleh Israel.

    Data dari Kementerian Kesehatan Palestina menunjukkan bahwa sejak serangan Israel pada 21 Januari, 12 orang tewas dan 40 lainnya terluka.

    Menurut laporan, IDF menggunakan taktik serupa dengan yang diterapkan di Gaza, termasuk mengancam warga untuk meninggalkan rumah mereka.

    “Kami meninggalkan area itu untuk pergi ke bundaran Al Awda, dan ada tentara yang membagi kami menjadi kelompok-kelompok,” kata Ahmed Al Hawashin, seorang pengungsi.

    Badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) melaporkan bahwa kondisi di kamp pengungsian Jenin sangat buruk, dengan lebih dari 2000 keluarga mengungsi dan kebutuhan mendasar mereka hampir tidak terpenuhi.

    Dengan meningkatnya ketegangan di Tepi Barat, Hamas dan rakyat Palestina bersiap menghadapi kemungkinan pertempuran yang lebih besar melawan Israel.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Slogan ‘Gaza Jadi Kuburan Penjahat Zionis’, Foto-Foto Pemimpin Israel Diinjak Hamas di Gaza – Halaman all

    Slogan ‘Gaza Jadi Kuburan Penjahat Zionis’, Foto-Foto Pemimpin Israel Diinjak Hamas di Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Slogan-slogan anti-Israel bermunculan saat tahap kedua pembebasan warga Israel yang disandera Hamas di Jalur Gaza.

    Pembebasan itu digelar hari Sabtu pagi, (25/1/2025), di jantung Kota Gaza, tepatnya di Lapangan Palestina.

    Terdapat empat sandera yang dibebaskan: Liri Albag (19), Karina Ariev (20), Daniella Gilboa (20), dan Naama Levy (20). Keempatnya diserahkan kepada Komite Internasional Palang Merah dan kemudian diserahkan kepada tentara Israel.

    Momen pembebasan itu diwarnai dengan seremoni besar. Banyak pejuang Hamas yang berbaris di sekeliling lapangan itu. Mereka mengenakan seragam militer, kain hitam penutup wajah, dan ikatan kepala berwarna hijau.

    Warga Palestina tampak menaiki puing-puing bangunan dan kendaraan yang hancur guna melihat pembebasan itu. Mereka melambaikan bendera Palestina dan Hamas.

    Dikutip dari Palestine Chronicle, pembatas dibuat agar warga sipil tetap berada di jarak yang aman dari kendaraan Palang Merah.

    Pembebasan itu mendapat sorotan besar. Keempat sandera yang dibebaskan dibawa naik ke atas panggung.

    Dengan didampingi sejumlah pejuang Hamas, para sandera tampak senang sekali. Mereka melambaikan tangan dan memamerkan jempol mereka.

    Empat sandera Israel dibebaskan Hamas di Lapangan Palestina, Kota Gaza, Sabtu, (25/1/2025).

    Jumlah pejuang Hamas yang datang lebih banyak daripada saat pembebasan sebelumnya. Banyak di antara mereka yang datang dengan sepeda motor dan kendaraan lain.

    Seorang wanita Palestina melemparkan bunga di panggung sebagai simbol hubungan tak terputuskan antara rakyat Gaza dan Hamas.

    Panggung itu memiliki backdrop atau latar belakang yang bertuliskan slogan-slogan anti-Israel dan anti-Zionisme.

    Slogan-slogan itu sebagai berikut.

    “PALESTINA – KEMENANGAN RAKYAT TERTINDAS MELAWAN ZIONISME NAZI”

    “Gaza JADI KUBURAN PARA PENJAHAT ZIONIS”

    “PEJUANG PEMBEBASAN PALESTINA AKAN SELALU MENANG”

    Di atas panggung para pejuang Hamas memamerkan senapan Tavor yang diduga dirampas dari tentara Israel.

    Para pejuang Hamas juga menginjak foto-foto para pemimpin Israel di lapangan itu. Foto Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menjadi salah satunya.

    Lalu, terdapat tulisan dalam bahasa Ibrani yang berbunyi “Zionisme tidak akan pernah menang”

    Sementara itu, media Israel Walla menyebut pembebasan itu “mengejutkan” karena para sandera naik ke panggung dan melambaikan tangan kepada kerumunan orang.

    200 warga Palestina dibebaskan

    Sebagai ganti atas pembebasan empat sandera itu, Israel membebaskan 200 warga Palestina dari penjara.

    Dikutip dari NPR, Dinas Penjara Israel menyatakan para tahanan itu dibebaskan secara berkelompok. Ada yang dibebaskan di Tepi dan ada yang dibebaskan di perlintasan Keren Shalom.

    Abdulla Zaghri, Ketua Klub Tahanan Palestina, menyebutkan lebih dari setengah tahanan yang dibebaskan itu telah dibawa ke Tepi Barat. Ada sejumlah kecil tahanan yang dibawa ke tempat-tempat di Israel.

    Adapun Hamas mengatakan sebanyak 120 dari jumlah tahanan itu pernah dijatuhi vonis hukuman penjara seumur hidup.

    Sebanyak 70 tahanan akan dikirim Mesir. Mereka bakal diasingkan di negara-negara Arab.

    Menurut perjanjian, para tahanan yang dijatuhi hukuman seumur hidup karena kasus pembunuhan dan kasus berat lainnya harus dibuang ke luar negeri.

    Salah satu tahanan itu adalah Wael Qasem. Israel menyebut Qasem sebagai anggota Hamas yang terlibat dalam serangkaian bom bunuh diri, termasuk yang di Universitas Ibrani Yerusalem tahun 2002 silam.

    Muhammad Al Tous menjadi tahanan lainnya. Dia menjadi tahanan yang paling lama meringkuk di penjara. Tous ditangkap tahun 1985 dan dijatuhi hukuman seumur hidup karena menyerang Israel.

    Dalam kesepakatan pertukaran tahanan, Israel akan membebaskan sekitar 1.900 warga Palestina. Sebagian dari mereka ditahan tanpa didakwa.

    (*)

  • Warga Palestina Ingin Kembali ke Gaza Utara meski Tinggal di Reruntuhan: Kami Pemilik Sah Tanah Ini – Halaman all

    Warga Palestina Ingin Kembali ke Gaza Utara meski Tinggal di Reruntuhan: Kami Pemilik Sah Tanah Ini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Warga Palestina yang berkumpul di sepanjang Jalan Al-Rasheed berharap untuk kembali ke Gaza utara.

    Mereka bertekad kembali meskipun daerah itu hancur akibat serangan militer Israel selama 15 bulan terakhir.

    “Kami sudah di sini sejak tadi malam dan kami di sini, bersikeras untuk kembali, bahkan jika kami tinggal di reruntuhan rumah kami,” ucap seorang warga yang berkemah di sepanjang jalan kepada Al Jazeera, Minggu (26/1/2025).

    “Kami teguh karena kami adalah pemilik sah tanah ini,” tegasnya.

    Ia menjelaskan bahwa leluhurnya telah memegang kunci rumah mereka selama tujuh dekade, ketika pendudukan Israel di Palestina dimulai dan 750.000 orang diusir selama “Nakba”, atau bencana.

    Warga Palestina Dilarang Memasuki Wilayah Gaza Utara

    Diberitakan AP News, seorang pria Palestina tewas dan tujuh orang lainnya terluka akibat tembakan Israel pada Sabtu (25/1/2025) malam.

    Hal ini disampaikan pejabat kesehatan setempat pada hari Minggu, saat massa berkumpul dengan harapan dapat kembali ke Jalur Gaza utara di bawah gencatan senjata yang telah berlangsung seminggu, yang bertujuan untuk mengakhiri perang.

    Pria itu ditembak dan dua lainnya terluka pada Sabtu malam, menurut Rumah Sakit Awda, yang menerima korban.

    Lima warga Palestina lainnya, termasuk seorang anak, terluka pada Minggu dini hari dalam penembakan terpisah, kata rumah sakit itu.

    Dalam perkembangan terpisah, Presiden AS Donald Trump pada hari Sabtu mengusulkan agar sebagian besar penduduk Gaza setidaknya dipindahkan sementara ke tempat lain, termasuk di Mesir dan Yordania, untuk “membersihkan” daerah kantong yang dilanda perang itu.

    Mesir, Yordania, dan Palestina sendiri sebelumnya telah menolak skenario semacam itu.

    Berdasarkan gencatan senjata Israel-Hamas, Israel pada hari Sabtu akan mulai mengizinkan warga Palestina untuk kembali ke rumah mereka di Gaza utara dengan berjalan kaki melalui apa yang disebut koridor Netzarim yang membelah wilayah tersebut.

    Namun, Israel menunda langkah tersebut hingga Hamas membebaskan seorang sandera yang menurut Israel seharusnya dibebaskan hari itu.

    Gencatan Senjata di Gaza

    Israel telah menarik diri dari beberapa wilayah Gaza sebagai bagian dari gencatan senjata, yang mulai berlaku pada Minggu (19/1/2025) lalu.

    Tetapi militer telah memperingatkan orang-orang untuk menjauh dari pasukannya, yang masih beroperasi di zona penyangga di dalam Gaza di sepanjang perbatasan dan di koridor Netzarim.

    Hamas membebaskan empat tentara wanita muda Israel pada hari Sabtu, dan Israel membebaskan sekitar 200 tahanan Palestina, yang sebagian besar menjalani hukuman seumur hidup setelah dihukum karena serangan mematikan.

    Namun Israel mengatakan sandera lainnya, warga sipil perempuan Arbel Yehoud, seharusnya dibebaskan juga, dan Israel tidak akan membuka koridor Netzarim sampai dia dibebaskan.

    Israel juga menuduh Hamas gagal memberikan perincian tentang kondisi sandera yang akan dibebaskan dalam beberapa minggu mendatang.

    Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar, yang menengahi gencatan senjata, bekerja untuk mengatasi perselisihan tersebut.

    Layanan darurat sedang membersihkan jalan-jalan di utara Jalur Gaza. (Quds News Network)

    Gencatan senjata dicapai awal bulan ini setelah lebih dari setahun negosiasi ditujukan untuk mengakhiri perang 15 bulan yang dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 dan membebaskan sejumlah sandera yang masih ditawan di Gaza dengan imbalan ratusan tahanan Palestina.

    Sekitar 90 sandera masih ditahan di Gaza, dan otoritas Israel meyakini sedikitnya sepertiga, dan hingga setengah dari mereka, tewas dalam serangan awal atau meninggal saat ditawan.

    Tahap pertama gencatan senjata berlangsung hingga awal Maret dan mencakup pembebasan total 33 sandera dan hampir 2.000 tahanan Palestina.

    Tahap kedua — dan yang jauh lebih sulit — belum dinegosiasikan.

    Hamas mengatakan tidak akan membebaskan sandera yang tersisa tanpa mengakhiri perang, sementara Israel mengancam akan melanjutkan serangannya hingga Hamas dihancurkan.

    Militan yang dipimpin Hamas menewaskan sekitar 1.200 orang dalam serangan 7 Oktober, sebagian besar warga sipil, dan menculik sekitar 250 orang.

    Lebih dari 100 orang dibebaskan selama gencatan senjata selama seminggu pada November 2023.

    Pasukan Israel telah menyelamatkan delapan sandera yang masih hidup dan menemukan sisa-sisa puluhan lainnya, setidaknya tiga di antaranya secara keliru dibunuh oleh pasukan Israel.

    Tujuh orang telah dibebaskan sejak gencatan senjata terakhir dimulai.

    Sementara itu, kampanye militer Israel telah menewaskan lebih dari 47.000 warga Palestina, lebih dari separuhnya adalah wanita dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.

    Kementerian tersebut tidak menyebutkan berapa banyak dari mereka yang tewas adalah pejuang.

    Di sisi lain, militer Israel mengatakan telah menewaskan lebih dari 17.000 pejuang, tanpa memberikan bukti.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel