Negara: Jalur Gaza

  • Donald Trump Bakal Bertemu Benjamin Netanyahu di Gedung Putih 4 Februari

    Donald Trump Bakal Bertemu Benjamin Netanyahu di Gedung Putih 4 Februari

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, akan menggelar pertemuan dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Pertemuan itu akan berlangsung di Gedung Putih.

    “Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah diundang oleh Presiden AS Donald Trump ke pertemuan di Gedung Putih pada 4 Februari,” kata kantor perdana menteri Israel dilansir AFP, Rabu (29/1/2025).

    Pihak Israel menyebut Netanyahu menjadi pemimpin asing pertama yang diundang ke Gedung Putih di era pemerintahan baru Donald Trump.

    “Perdana Menteri Netanyahu adalah pemimpin asing pertama yang diundang ke Gedung Putih selama masa jabatan kedua Presiden AS Trump,” kata pernyataan itu.

    Pertemuan Trump-Netanyahu terjadi setelah presiden AS berulang kali mengklaim pujian atas keberhasilannya dalam mencapai gencatan senjata yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas di Gaza.

    Setelah gencatan senjata berlaku, Trump menggembar-gemborkan rencana untuk “membersihkan” jalur Gaza. Dia menyerukan agar warga Palestina pindah ke negara tetangga seperti Mesir atau Yordania.

    Selama masa jabatan pertamanya, Trump sering mengklaim bahwa Israel “tidak pernah mempunyai teman yang lebih baik di Gedung Putih”, sebuah sentimen yang sering disuarakan oleh Netanyahu.

    Namun, hubungan Trump-Netanyahu sempat memburuk setelah pemimpin Israel itu mengucapkan selamat kepada Joe Biden atas kemenangannya pada pemilu tahun 2020.

    (ygs/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Ejek Donald Trump, Iran Minta Penduduk Israel Diusir Saja ke Greenland – Halaman all

    Ejek Donald Trump, Iran Minta Penduduk Israel Diusir Saja ke Greenland – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menanggapi usul Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tentang pemindahan warga Palestina di Jalur Gaza ke Yordania dan Mesir.

    Araghchi menentang tegas usul itu. Dia lalu mengejek Trump dengan cara memintanya mengusir penduduk Israel ke Greenland.

    “Saran saya berbeda. Ketimbang memindahkan warga Palestina, cobalah mengusir penduduk Israel, bawa mereka ke Greenland sehingga mereka bisa membunuh dua lalat dalam satu tepukan,” kata Araghchi saat diwawancarai Sky News di Kota Teheran hari Senin, (28/1/2025), dikutip dari Press TV.

    Trump belakangan ini memang disorot karena berulang kali meminta AS untuk mencaplok Greenland yang menjadi wilayah otonom Denmark.

    Sabtu lalu, (25/1/2025), Trump bahkan meyakini Greenland nantinya akan dimiliki AS.

    “Saya pikir kita akan memilikinya,” kata dia kepada wartawan saat berada di dalam pesawat Air Force One.

    Dia juga mengklaim Greenland yang berpenduduk 57.000 jiwa itu “ingin bergabung” dengan AS.

    Sebelumnya, dalam pembicaraan dengan Trump melalui telepon, Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen menegaskan bahwa Greenland tidak dijual.

    Trump memang pernah mengungkapkan kemungkinan pembelian Greenland saat dia menjabat sebagai presiden untuk pertama kalinya, yakni tahun 2019 lalu. Dia mengklaim kendali AS atas Greenland “sangat dibutuhkan” demi keamanan internasional.

    “Saya tidak tahu apa klaim Denmark tentang hal itu, tetapi akan menjadi tindakan yang sangat tidak bersahabat jika mereka tidak mengizinkannya terjadi karena itu demi melindungi dunia yang bebas ini,” ucap Trump.

    Araghchi peringatkan AS-Israel agar tak serang fasilitas nuklir

    Dalam momen yang sama, Araghchi memperingatkan Israel dan AS agar tidak menyerang fasilitas nuklir Iran.

    Menurut Araghchi, jika serangan itu terjadi, akan muncul “bencana sangat mengerikan” di seluruh kawasan Timur Tengah.

    “Serangan apa pun terhadap fasilitas nuklir kami akan segera mendapat balasan tegas,” ujar Araghchi.

    Meski demikian, dia meyakini Israel dan AS tidak akan berani menyerang fasilitas nuklir Iran.

    “Tetapi saya tidak yakin mereka akan melakukan hal yang gila itu. Ini sungguh gila dan ini akan mengubah Timur Tengah menjadi bencana yang sangat buruk,” katanya.

    Untuk menunjukkan bahwa program nuklir bertujuan baik, Iran menandatangani kesepakatan yang disebut Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) atau Rencana Aksi Komprehensif Bersama tahun 2015.

    Namun, AS menarik diri dari perjanjian itu tahun 2018 dan kembali menjatuhkan sanksi kepada Iran sehingga masa depan perjanjian itu tidak dapat dipastikan.

    Setahun berselang Iran mencabut batasan-batasan yang diatur dalam JCPOA karena pihak lain tidak memenuhi komitmennya.

    Sementara itu, Presiden AS Donald Trump memberi sinyal bahwa dia menginginkan kesepakatan baru dengan Iran. Dia bahkan mengatakan hal itu akan bagus.

    Araghchi mengaku siap mendengarkan apa kata Trump. Namun, dia berujar perlu lebih dari sekadar kata-kata agar Iran bisa yakin untuk memulai negosiasi dengan AS. Itu karena AS pernah menarik diri dari JCPOA.

    “Situasinya berbeda dan jauh lebih susah daripada yang sebelumnya,” kata dia.

    “Ada banyak hal yang harus diselesaikan oleh pihak lain agar bisa meyakinkan kami. Kami belum mendengar selain kata ‘bagus’ itu, dan sudah jelas bahwa ini tidak cukup.”

  • Mantan Pejabat Intelijen Israel: Permainan Dikendalikan Hamas, Bukan IDF di Medan Pertempuran Gaza – Halaman all

    Mantan Pejabat Intelijen Israel: Permainan Dikendalikan Hamas, Bukan IDF di Medan Pertempuran Gaza – Halaman all

    Mantan Pejabat Intelijen Israel: Permainan Dikendalikan Hamas, Bukan IDF di Medan Pertempuran Gaza

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan pejabat intelijen pendudukan Israel , Jack Neria, menganalisis kegagalan agresi militer Israel (IDF) di Jalur Gaza. 

    Menurutnya, meski Pasukan IDF sudah melakukan bombardemen selama 15 bulan di Jalur Gaza, pada kenyataannya di lapangan, ‘permainan’ justru dikendalikan oleh Gerakan Pembebasan Hamas.

    Ibarat permainan catur, alur pertandingan justru dimainkan Hamas yang berhasil membuat Israel menuruti apa yang dikehendaki gerakan perlawanan Palestina tersebut.

    “Perang di Gaza diputuskan (dikendalikan) demi kepentingan Hamas, karena (fakta di lapangan) mereka (Hamas) berada di lapangan, mengatur urusan Jalur Gaza, dan membuktikan vitalitas dan kontrol terkait masuknya orang (warga Palestina) ke wilayah utara Gaza (serta keberhasilan) memaksa Israel mengakhiri perang,” kata Neria, dilansir Khaberni, Selasa (28/1/2025).

    Peneliti urusan militer dan keamanan Israel itu melanjutkan, “Dari sudut pandang Israel, hal ini dianggap sebagai kerugian besar. Tujuan melenyapkan Hamas belum tercapai, dan para tahanan belum sepenuhnya dibebaskan.”

    Analisis ini terlontar ketika sejumlah jurnalis dan politisi di Israel mengungkapkan kemarahan mereka atas adegan kembalinya warga Gaza yang terusir karena agresi IDF, ke Jalur Gaza utara secara menyebar pada Minggu (26/1/2025) pagi.

    Forum “Komandan dan Prajurit Cadangan”, paguyuban yang berisi para personel IDF menyatakan, Kembalinya penduduk Gaza ke Jalur Gaza utara kemarin, merupakan langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya, di mana negara (Israel) menyerahkan satu-satunya aset strategis yang dicapai dalam perang saat ini, untuk terus mempertahankan kesepakatan (pertukaran sandera dan tahanan) berbahaya itu.”

    Sementara itu, koresponden militer Radio Angkatan Darat Israel Doron Kadush mengatakan, pemandangan kembalinya warga Gaza ke rumah mereka ke Gaza Utara merupakan wujud kemenangan Hamas. 

    “Singkatnya, Hamas mencapai apa yang diinginkannya dan mendapatkan kembali kendali penuh atas Jalur Gaza utara. Wilayah itu akan kembali menjadi padat penduduk dengan lebih dari satu juta jiwa setengah orang. Kondisi ini akan menyulitkan Israel kembali berperang di Jalur Gaza utara jika Israel menginginkannya (lanjut perang) setelah tahap pertama perjanjian,” kata Kadush.

    Dia menambahkan, mencapai target perang, memberangus Hamas, akan mustahil dilakukan di situasi kota padat penduduk.

    “Kembali berperang di wilayah padat penduduk seperti Kota Gaza akan menjadi sebuah tugas yang mustahil,” katanya.

    KEMBALI PULANG – Ratusan ribu warga Gaza yang terusir dan mengungsi karena agresi militer Israel, kembali ke rumah-rumah mereka ke wilayah Gaza Utara, Senin (27/1/2025). (RNTV/TangkapLayar)

    Israel Menyerahkan Segalanya

    Adapun jurnalis Israel, Amichai Stein berkata, “Sampai pagi ini (Senin), Israel telah kehilangan pengaruh utama dalam kesepakatan tahanan, yaitu kembalinya warga Palestina ke Gaza utara.”

    Sebaliknya, analis Israel, Guy Bakhour, mengatakan, terus mempertahankan kesepakatan dengan Hamas, berarti kekalahan sempurna bagi Israel. 

    “Sejalan dengan penyerahan penuh dalam kesepakatan, mereka (petinggi Israel) selalu ingin menulis: ‘Kami akan terus menerapkan perjanjian dengan tegas’… Apa yang akan Anda terapkan? Israel telah menyerahkan segalanya,” kata dia.

    Menteri Israel yang mengundurkan diri, Itamar Ben Gvir, mengatakan, “Membuka koridor Netzarim pagi ini dan memulangkan puluhan ribu warga Gaza ke Jalur Gaza utara jelas merupakan kemenangan bagi Hamas, dan merupakan bagian memalukan dari kesepakatan yang tidak bertanggung jawab.”

    Dia menambahkan, “Ini bukanlah apa yang disebut ‘kemenangan mutlak’, melainkan ‘penyerahan mutlak’. 

    Jargon ‘kemenangan mutlak’ sebelumnya digaungkan Israel dan pasukannya saat memulai agresi militer darat di Jalur Gaza.

    “Tentara Israel tidak mengorbankan nyawa mereka di Jalur Gaza demi hal ini. Kita harus kembali berperang dan terus menghancurkan Hamas,” kata Ben Gvir.

    Diketahui, warga Gaza yang mengungsi mulai merangkak menuju kota dan wilayah mereka di Jalur Gaza utara pada pukul tujuh pagi pada Senin.

    Pergerakan warga Gaza ini terjadi setelah pasukan pendudukan Israel menarik diri dari poros Netzarim.

    IDF mundur setelah mencapai kesepakatan dengan Hamas terkait pembebasan warga Israel yang diculik, Erbil Yehud.

    Menurut perjanjian gencatan senjata antara Hamas dan Israel, hari kesembilan setelah berlakunya perjanjian tersebut adalah tanggal kembalinya para pengungsi ke Kota Gaza dan Jalur Gaza utara melalui pesisir Jalan Salah al-Din al-Rashid.

    Ini menjadi pertama kalinya warga Gaza menjejakkan kaki di rumah mereka di Gaza Utara setelah satu tahun empat bulan terpaksa mengungsi.

    Para pengungsi berjalan kaki dari daerah “Tabet al-Nuwairi”, sebelah barat kota Nuseirat, melewati poros Netzarim, setelah pasukan tentara Israel mundur dari wilayah tersebut. 

    SAPA PENDUDUK GAZA: Personel Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas, menyapa penduduk Gaza yang kembali ke rumah mereka di Gaza Utara per Minggu (26/1/2025). (Khaberni/tangkap layar)

    Hamas: Israel Gagal Usir Rakyat Palestina

    Tanda-tanda kegembiraan dan kegembiraan terlihat di wajah para pengungsi yang kembali ke rumahnya.

    Hamas mengumumkan kalau mereka telah menyampaikan kepada para mediator informasi yang diperlukan tentang daftar tahanan yang akan dibebaskan selama fase pertama perjanjian gencatan senjata.

    Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga mengumumkan bahwa Israel dan Hamas telah mencapai kesepakatan untuk membebaskan enam tahanan Israel, termasuk Erbil Yehud, dengan imbalan mengizinkan pengungsi Palestina untuk kembali ke Jalur Gaza utara.

    Hamas menganggap, “Kembalinya para pengungsi adalah kemenangan bagi rakyat kami, dan sebuah deklarasi kegagalan dan kekalahan pendudukan Israel dan rencana pengusirannya (terhadap Rakyat Palestina)”.

    Hamas menyatakan, “Pemandangan kerumunan besar orang-orang kami yang kembali ke daerah mereka di mana mereka terpaksa mengungsi, meskipun rumah mereka hancur, menegaskan kehebatan orang-orang kami dan ketabahan mereka di tanah mereka, meskipun ada penderitaan dan penderitaan dan tragedi yang mendalam.”

    Hamas mencatat, “Pemandangan ini dipenuhi dengan kegembiraan untuk kembali ke tanah air, kecintaan terhadap tanah air, dan keterikatan terhadap tanah tersebut, merupakan sebuah pesan bagi semua orang yang bertaruh untuk melanggar keinginan rakyat kami dan mengusir mereka dari tanah mereka.”

     

     

    (oln/khbrn/*)

  • Sindir Trump, Menlu Iran: Usir Warga Israel ke Greenland Lebih Masuk Akal, Bukan Palestina – Halaman all

    Sindir Trump, Menlu Iran: Usir Warga Israel ke Greenland Lebih Masuk Akal, Bukan Palestina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi memberikan kritik tajam terkait usulan Presiden AS Donald Trump untuk merelokasi warga Palestina dari Jalur Gaza ke negara lain.

    Dalam wawancara eksklusif dengan Sky News, Araghchi memberikan tanggapan kontroversial dengan menyarankan agar warga Israel, bukan Palestina, yang direlokasi ke Greenland.

    “Saran saya berbeda. Alih-alih orang Palestina, usir saja orang Israel dan kirim mereka ke Greenland sehingga mereka bisa membunuh dua burung dengan satu batu,” kata Araghchi, dikutip dari Iran International.

    Sebelumnya, Trump telah menegaskan kembali sarannya untuk memindahkan warga Palestina keluar dari Jalur Gaza.

    Trump mengklaim ingin memberikan kehidupan yang layak bagi warga Palestina.

    “Saya ingin mereka tinggal di wilayah yang memungkinkan mereka hidup tanpa gangguan, revolusi, dan kekerasan,” kata Trump kepada wartawan, dikutip dari Anadolu Ajansi.

    Pada hari Sabtu (25/1/2025), ia menyarankan agar Yordania dan Mesir menerima lebih banyak warga Palestina dari Gaza.

    Ia mengaku telah berdiskusi dengan Raja Yordania Abdullah II mengenai pembangunan perumahan untuk lebih dari satu juta warga Palestina dari Gaza ke negara-negara tetangga.

    Selain itu, ia juga menyatakan rencana pembicaraan dengan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi mengenai isu yang sama.

    Namun, kedua negara tersebut menegaskan kembali penolakan mereka terhadap pemukiman kembali warga Palestina.

    Rencana tersebut juga ditolak mentah-mentah oleh Otoritas Palestina (PA) yang berbasis di Ramallah.

    PA menilai bahwa usulan tersebut melanggar “garis merah” mereka dan bertentangan dengan hak-hak warga Palestina.

    Sementara itu, Trump dalam pernyataan kepada wartawan mengakui bahwa upayanya bertujuan untuk menyelesaikan konflik di wilayah tersebut, meskipun ia menggunakan nada yang kontroversial. 

     “Anda berbicara tentang satu setengah juta orang, dan kami baru saja membersihkan seluruh tempat itu,” kata Trump.

    Presiden mengatakan dia juga akan membahas masalah tersebut dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    Menurut dua pejabat AS, Netanyahu dikabarkan akan melakukan kunjungan ke Gedung Putih untuk menemui Trump pada minggu depan.

    Menurut rencana, Netanyahu diperkirakan akan berangkat menuju Gedung Putih pada hari Minggu dan kembali pada hari Rabu.

    Juru bicara Netanyahu, Omer Dostri, menegaskan bahwa hingga kini perdana menteri belum menerima undangan resmi ke Gedung Putih. 

    Namun, seorang pejabat Israel mengungkapkan bahwa Netanyahu diharapkan mengunjungi Gedung Putih pada bulan Februari, meskipun tanggal pastinya masih belum ditentukan.

    Sebagai informasi, usulan Trump ini muncul tepat seminggu setelah perjanjian gencatan senjata berlaku di Gaza pada 19 Januari, yang menangguhkan perang genosida Israel yang telah menewaskan lebih dari 47.300 warga Palestina.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Donald Trump, Iran dan Konflik Palestina vs Israel

  • Pakar Buka Suara Soal Donald Trump yang Ingin Relokasi Warga Palestina: Hanya Angan-angan

    Pakar Buka Suara Soal Donald Trump yang Ingin Relokasi Warga Palestina: Hanya Angan-angan

    PIKIRAN RAKYAT – Rencana yang diusulkan oleh Presiden AS, Donald Trump untuk apa yang disebutnya sebagai “membersihkan” Gaza di mana negara-negara dunia mengerima warga Palestina termasuk Indonesia, merupakan pelanggaran hukum internasional yang jelas.

    Hal itu diungkapkan oleh pakar yang menyebut bahwa deportasi atau pemindahan paksa penduduk sipil secara keseluruhan atau sebagian merupakan kejahatan perang menurut hukum humaniter internasional.

    Ketika dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematis terhadap warga sipil, hal itu merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan, berdasarkan Statuta Roma dari Mahkamah Pidana Internasional.

    ‘Hanya Angan-angan Trump’

    Ardi Imseis, profesor Hukum Internasional di Universitas Queen dan mantan pejabat PBB, mengatakan bahwa, keinginan Trump untuk ‘merelokasi’ warga Palestina secara massal dari Jalur Gaza yang diduduki adalah ilegal sekaligus hanya angan-angan.

    “Berdasarkan hukum humaniter internasional dan hukum pidana internasional, pemindahan paksa secara individu atau massal, serta deportasi orang-orang yang dilindungi dari wilayah pendudukan ke wilayah kekuasaan pendudukan atau ke wilayah negara lain mana pun, yang diduduki atau tidak, dilarang, apa pun motifnya,” katanya.

    “Menurut ICRC (Komite Palang Merah Internasional), alasan di balik larangan ini adalah untuk mencegah kekuasaan pendudukan merampas dan menjajah wilayah pendudukan melalui pembersihan etnis, seperti yang dilakukan oleh Nazi Jerman di wilayah-wilayah tertentu yang didudukinya selama Perang Dunia Kedua,” ia menambahkan.

    Demikian pula, pengacara hak asasi manusia Israel Michael Sfard mengatakan bahwa larangan pemindahan warga sipil sebagai akibat perang bermula dari perang saudara Amerika dan dianggap sebagai prinsip hukum perang yang mapan.

    Ilegal dan tidak bertanggung jawab

    Sejumlah pejabat di Israel mendukung usulan Trump, termasuk menteri keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich, yang menyambut baik gagasan tersebut sebagai pemikiran yang tidak biasa untuk memungkinkan warga Palestina apa yang disebutnya sebagai membangun kehidupan yang baru dan baik di tempat lain.

    Namun pelapor khusus PBB untuk Palestina, Francesca Albanese, mengecam pernyataan Trump dan Smotrich.

    “Pembersihan etnis sama sekali bukan pemikiran luar biasa, tidak peduli bagaimana orang mengemasnya. Itu ilegal, tidak bermoral, dan tidak bertanggung jawab,” ia menegaskan.

    Ketika ditanya tentang pernyataan Trump, Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Wakil Presiden Komisi Eropa Kaja Kallas pada hari Senin mengatakan Uni Eropa mendukung solusi dua negara, tetapi menahan diri untuk tidak mengutip pernyataan Trump secara langsung.

    “Gaza dan rakyat Gaza telah banyak menderita. Saya pikir baik Palestina maupun Israel layak mendapatkan perdamaian dan itulah sebabnya kita benar-benar perlu beralih dari gencatan senjata ke perdamaian yang lebih permanen,” katanya.

    Ia menambahkan bahwa UE siap untuk memindahkan misinya ke perbatasan Rafah antara Gaza dan Mesir, untuk memfasilitasi pengangkutan bantuan kemanusiaan ke Gaza.

    Bagi warga Palestina, seruan untuk pemindahan massal mengingatkan pada pembersihan etnis mereka selama pembentukan Israel pada tahun 1948, yang dikenal sebagai Nakba, ketika 750.000 orang dipaksa meninggalkan rumah mereka dan pindah ke negara-negara tetangga.

    Pemukim Israel dan pejabat sayap kanan telah menganjurkan rencana untuk memindahkan secara paksa warga Palestina dari wilayah Gaza yang luas dan menggantinya dengan pemukim Israel.

    Sebagian besar dari 1,1 juta penduduk Gaza utara dipaksa ke selatan oleh perintah pengusiran Israel ketika perang pecah 15 bulan lalu.

    Namun, perjanjian gencatan senjata terbaru antara Israel dan Hamas telah menghentikan rencana ini, setidaknya untuk sementara.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Pertempuran Sengit di Tulkarm, Serangan Drone IDF Tewaskan Komandan Al-Qassam di Tepi Barat – Halaman all

    Pertempuran Sengit di Tulkarm, Serangan Drone IDF Tewaskan Komandan Al-Qassam di Tepi Barat – Halaman all

    Pertempuran Sengit di Tulkarm, Serangan Drone IDF Tewaskan Komandan Al-Qassam, Israel Hancurkan Jalanan

    TRIBUNNEWS.COM – Pasukan Pendudukan Israel (IDF) dilaporkan terlibat dalam bentrokan hebat dengan petempur milisi perlawanan Palestina di provinsi Tulkarm, Tepi Barat yang diduduki, PressTV melaporkan Selasa (28/1/2025).

    Para personel milisi perlawanan Palestina, mengatakan pada Senin (27/1) kalau mereka menyergap Pasukan IDF.

    “Mereka mengklaim serangan mereka menimbulkan banyak korban IDF di kamp pengungsi Tulkarm,” tulis laporan tersebut.

    Serangan sergapan itu dilaporkan menjadi balasan atas serangan mematikan yang dilakukan IDF.

    Sebagai informasi, sebelumnya, juga pada Senin, sebuah pesawat tak berawak (drone) Israel menyerang sebuah kendaraan di pintu masuk kamp pengungsi Nur Shams, juga di provinsi Tulkarm, Tepi Barat.

    Kelompok perlawanan Hamas mengonfirmasi kalau Ihab Muhammad Atwi (Ihab Abu Attiya) dan Ramez Bassam Damiri, dua personel sayap bersenjatanya – Brigade Ezzedine al-Qassam – tewas dalam serangan Israel.

    HANCURKAN JALANAN – Pasukan pendudukan Israel melakukan penghancuran infrastruktur jalan dan vandalisme serta perusakan properti warga Palestina di Tepi Barat. (khaberni/Arsip)

    IDF Hancurkan Jalan, Bakar Rumah Warga

    Sementara itu, dalam agresinya, buldoser Israel menghancurkan infrastruktur, termasuk jalan, rumah, dan toko, di kamp pengungsi Tulkarm, khususnya di lingkungan al-Balawna, al-Wakalah, dan al-Madrasa.

    Tentara pendudukan memaksa beberapa keluarga dengan todongan senjata untuk meninggalkan rumah mereka di distrik al-Mattar dan Murabba’at Hannoun. 

    Mereka juga membakar rumah milik keluarga Shaheen di lingkungan al-Wakalah.

    Selain itu, pada Senin, tentara Israel menyerbu juga kota Qaffin, di provinsi Tulkarm, dan meledakkan sebuah rumah di kamp pengungsi Jenin di dekatnya.

    Dalam sebuah pernyataan, pihak Kepresidenan Palestina mengutuk serangan intensif Israel di Tepi Barat, dan memperingatkan bahwa serangan itu tidak akan mendatangkan keamanan tetapi malah akan memicu kekerasan dan perlawanan yang lebih hebat.

    Dikatakannya, serangan tersebut telah mengakibatkan kerusakan infrastruktur yang luas dan jatuhnya korban sipil, mengutip tewasnya 17 warga Palestina di Jenin.

    “Presiden menganggap otoritas pendudukan Israel bertanggung jawab atas memburuknya situasi di kota-kota, desa-desa, dan kamp-kamp pengungsi di Tepi Barat, dan menekankan bahwa serangan-serangan terhadap rakyat, tanah, dan tempat-tempat suci Palestina ini tidak akan mendatangkan keamanan atau stabilitas bagi siapa pun,” tambah pernyataan kepresidenan Palestina.

    Didukung oleh kendaraan lapis baja dan pesawat tak berawak, militer Israel melancarkan serangkaian serangan terhadap Jenin pada 21 Januari.

    Tentara pendudukan Israel mengklaim bahwa serangannya, yang dijuluki Operasi Tembok Besi, ditujukan untuk menargetkan petempur milisi perlawanan Palestina dari Batalyon Jenin. 

    Israel telah meningkatkan kekerasan terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki sejak Oktober 2023, ketika melancarkan perang genosida di Jalur Gaza.

    Pasukan rezim telah menewaskan lebih dari 800 warga Palestina dalam bentrokan Tepi Barat dengan pasukan dan pemukim Israel.

    BULDOSER TERBAKAR – Tangkapan layar video dari PressTV yang menunjukkan sebuah buldoser milik pendudukan Israel terbakar di waktu yang tidak dicantumkan. Agresi militer Israel (IDF) di Tulkarm, Tepi Barat, dilaporkan mendapat perlawanan sengit dari milisi Palestina, Selasa (28/1/2025).

    Sempat Sambut Tahanan Palestina yang Dibebaskan Israel

    Abu Attiya, seorang komandan Brigade Qassam yang bermarkas di Gaza, sayap bersenjata Hamas, tewas dalam serangan udara Israel di Tepi Barat yang diduduki.

    Laporan media lokal Palestina mengatakan komandan Tulkarm, Ihab Abu Attiya, tewas ketika pesawat tak berawak Israel menyerang kendaraannya di dekat kamp di Nur Shams pada Senin. 

    Hamas dalam sebuah pernyataan mengonfirmasi bahwa Abu Attiya telah “menjadi martir sebagai akibat dari penargetan pendudukan.”

    Gerakan perlawanan mengatakan serangan itu adalah “upaya putus asa untuk melenyapkan perlawanan.”

    Hamas mengatakan, “Waktu pembunuhan tersebut, yang bertepatan dengan meningkatnya perang oleh pendudukan di Tepi Barat, menegaskan kalau hal itu tidak akan mendatangkan keamanan dan stabilitas.”

    Dalam video yang direkam dua hari lalu, Abu Attiya terlihat saat menerima warga Palestina yang dibebaskan menyusul kesepakatan pertukaran tahanan dengan rezim Israel.

    Serangan militer Israel sedang berlangsung di sekitar kamp Tulkarem di Tepi Barat utara yang diduduki.

    Israel telah merilis daftar lebih dari 700 tahanan Palestina, yang akan dibebaskan berdasarkan kesepakatan tersebut. 

    Lebih dari 230 tahanan menjalani hukuman seumur hidup dan akan diasingkan secara permanen setelah dibebaskan.

    Hamas mengatakan Israel dipaksa untuk “membuka pintu selnya untuk tahanan heroik kami,” setelah lebih dari 14 bulan “agresi brutal yang belum pernah terjadi sebelumnya yang menargetkan setiap inci wilayah Gaza dengan kebiadabannya.”

    Sejak gencatan senjata berlaku di Gaza, rezim telah menargetkan kamp pengungsi Jenin.

    Pada hari Minggu, Kementerian Kesehatan mengatakan Abdul Jawad Yasser al-Ghoul yang berusia 26 tahun, yang terluka pada 21 Januari, meninggal karena luka-lukanya. Meninggalnya dia menambah jumlah korban tewas di Jenin menjadi 16 orang.

    Belakangan, tindakan militer Israel tidak terbatas pada Jenin.

    Serangan gencar Israel di Tepi Barat telah menuai kecaman.

    PBB telah memperingatkan bahwa Israel mungkin akan mengulangi aksi genosida yang mereka lakukan di Gaza, di Tepi Barat.

     

    (oln/PressTV/*)

  • Kembalinya Warga ke Gaza Utara Kemenangan Bagi Palestina

    Kembalinya Warga ke Gaza Utara Kemenangan Bagi Palestina

    JAKARTA  – Gerakan perlawanan Hamas mengatakan kembalinya para pengungsi Palestina ke rumah-rumah mereka di Jalur Gaza utara pada Senin merupakan kemenangan bagi rakyat dan kekalahan bagi Israel dengan rencana pengusirannya.

    “Kembalinya mereka yang mengungsi adalah kemenangan bagi rakyat kami dan sebuah pernyataan atas kegagalan dan kekalahan pendudukan (Israel) serta rencana pengungsian mereka,” kata pemimpin senior Izzat al-Rishq dalam pernyataan dilansir ANTARA dari Anadolu, Senin, 27 Januari.

    Puluhan ribu warga Palestina mulai kembali ke Gaza utara sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025.

    Militer Israel mengatakan warga Palestina dibolehkan kembali dengan berjalan kaki menuju Gaza utara melalui Koridor Netzarim dan Jalan Al-Rashid di pesisir mulai pukul 07.00 pagi waktu setempat (12.00 WIB).

    Perkembangan tersebut datang setelah Qatar mengumumkan bahwa Hamas sepakat melepaskan tawanan Israel wanita Arbel Yehud dan dua lainnya pada Jumat pekan ini.

    Akhir pekan lalu, Hamas membebaskan empat tentara wanita Israel sebagai imbalan untuk pembebasan 200 tahanan Palestina.

  • Dunia Kecam Ide Trump Relokasi Penduduk Gaza, Niat Busuk Singkirkan Warga Palestina dari Tanah Air Mereka

    Dunia Kecam Ide Trump Relokasi Penduduk Gaza, Niat Busuk Singkirkan Warga Palestina dari Tanah Air Mereka

    PIKIRAN RAKYAT – Pengamat Hak Asasi Manusia Euro-Med menyatakan keprihatinan mendalam atas proposal Presiden AS Donald Trump untuk merelokasi kembali warga Gaza di Yordania dan Mesir.

    Donald Trump menggambarkan Gaza sebagai “situs pembongkaran”, dan mengatakan bahwa semua pihak harus membersihkan kantong Palestina serta merelokasi kembali warga Palestina di Yordania dan Mesir.

    Kelompok yang berbasis di Jenewa itu mengatakan bahwa pernyataan ini melanggar hukum internasional dengan melakukan genosida terhadap rakyat Palestina di Gaza.

    “Sangat memprihatinkan,” ucap Euro-Med dalam sebuah pernyataan.

    “Orang-orang Palestina, yang sudah menderita akibat dampak buruk dari upaya Israel untuk memusnahkan mereka, seharusnya tidak harus membayar harga lebih lanjut untuk genosida ini dengan dipindahkan secara paksa ke luar tanah air mereka,” katanya menambahkan.

    Mereka mengatakan bahwa Israel penjajah sebagai kekuatan pendudukan, adalah satu-satunya entitas yang harus bertanggung jawab moral dan hukum atas kejahatan yang telah dilakukannya di Jalur Gaza.

    “Membayar ganti rugi kepada Palestina, dan membangun kembali Jalur Gaza secepat mungkin,” ujar Euro-Med.

    Memperhatikan bahwa Konvensi Jenewa Keempat secara tegas melarang pemindahan paksa penduduk di bawah pendudukan, kelompok itu menekankan bahwa setiap rencana untuk melakukannya akan menjadi pelanggaran terang-terangan terhadap perjanjian ini.

    “Fasilitasi rencana ini juga akan melanggar hak rakyat Palestina yang tidak dapat dicabut untuk tinggal di tanah mereka dan di tanah air mereka, hak yang dilindungi oleh hukum internasional, dan akan menjadi kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang,” tutur Euro-Med.

    Mereka menekankan bahwa sikap regional dan global yang menentang proposal Donald Trump untuk mendeportasi penduduk Jalur Gaza “mutlak diperlukan”, dan mendesak masyarakat internasional untuk sepenuhnya menegakkan prinsip-prinsip hukum internasional dan mengadopsi solusi yang menghormati hak-hak Palestina.

    Indonesia Tegas Menolak

    Kementerian Luar Negeri (Kemlu) membantah isu mengenai pemindahan warga Gaza dengan menyatakan pemerintah Republik Indonesia tidak pernah memiliki rencana untuk merelokasi sebagian dari dua juta penduduk Gaza ke Indonesia.

    “Pemerintah RI tidak pernah memperoleh informasi apapun, dari siapapun, maupun rencana apapun terkait relokasi sebagian dari dua juta penduduk Gaza ke Indonesia sebagai salah satu bagian dari upaya rekonstruksi pasca konflik,” kata Kementerian Luar Negeri melalui keterangan resmi di Jakarta.

    Kemlu menegaskan bahwa pemerintah menghindari berspekulasi tentang isu tersebut tanpa adanya informasi yang lebih jelas.

    “Indonesia tetap tegas dengan posisi segala upaya untuk memindahkan warga Gaza tidak dapat diterima,” ucapnya.

    Senada, Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) juga dengan tegas menolak wacana dari tim Presiden Amerika Serikat Donald Trump, untuk merelokasi dua juta penduduk Gaza ke Indonesia. Hal itu dikatakan Sekretaris Umum (Sekum) PP Persis Ustaz Haris Muslim di Jakarta, Jumat, 24 Januari 2025.

    Ustaz Haris menilai, relokasi tersebut merupakan modus Donald Trump yang ingin mengusir warga Gaza. Merelokasi warga Gaza ke Indonesia merupakan modus Amerika yang seolah-olah sebagai pahlawan dan penyelamat warga Gaza.

    “Padahal semua itu intinya adalah modus, agar warga Palsetina dan Gaza keluar dari tanah-tanah kelahiran mereka,” ujarnya.

    Sekum Persis pun mempertanyakan, kalau warga Gaza direlokasi ke Indonesia, lantas Gaza mau dipakai oleh siapa. Ketika warga Gaza diusir dengan dalih relokasi, maka Gaza tidak lagi ada orang, sehingga menjadi kesempatan bagi Israel untuk melakukan okupasi pendudukan dan penguasaan di wilayah Gaza.

    Dia menegaskan, PP Persis sangat tegak lurus mendukung kemerdekaan rakyat Palestina serta mendukung agar warga Palestina bisa kembali ke tanah-tanah mereka.

    “Persis sangat istiqomah mendukung kemerdekaan rakyat Palestina,” katanya.

    Penentangan Liga Arab

    Liga Arab mengatakan bahwa upaya untuk mencabut rakyat Palestina dari tanah mereka, baik melalui pemukiman kembali, aneksasi atau perluasan permukiman.

    “Hal itu telah terbukti gagal di masa lalu,” ucap Liga Arab dalam sebuah pernyataan, Minggu 26 Januari 2025.

    “Menghindari prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan dan komitmen jangka panjang ini, yang telah mengumpulkan konsensus Arab dan internasional, hanya akan memperpanjang konflik dan membuat perdamaian semakin tidak dapat dicapai,” tuturnya.

    Liga Arab menegaskan bahwa upaya semacam itu ditolak, dan melanggar hukum internasional.

    “Memindahkan orang secara paksa dari tanah mereka hanya dapat digambarkan sebagai pembersihan etnis,” ujarnya.

    Liga Arab menekankan, fase saat ini membutuhkan upaya berkelanjutan dari semua pihak untuk memperkuat dan mempertahankan gencatan senjata sebagai pendahulu untuk segera memulai rekonstruksi Gaza dan mengatasi luka-luka rakyatnya, yang telah mengalami pembantaian brutal selama 15 bulan berturut-turut.

    “Infrastruktur Jalur Gaza telah mengalami kehancuran yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah perang modern,” katanya.

    Liga Arab pun menyerukan semua negara yang percaya pada solusi dua negara sebagai jalan menuju perdamaian untuk bekerja dengan rajin dan segera untuk memulai proses yang kredibel untuk mencapai solusi ini dan menerapkannya di lapangan sesegera mungkin.

    “Ini adalah satu-satunya cara untuk memastikan keamanan dan perdamaian bagi Palestina, Israel, dan semua orang di kawasan dan dunia,” ucapnya.

    Penolakan Yordania

    Yordania memperbarui penolakannya terhadap pemukiman kembali Palestina, setelah Presiden AS Donald Trump menyerukan untuk “membersihkan” Jalur Gaza.

    “Semua berbicara tentang tanah air alternatif… tidak dapat diterima. Kami tidak menerimanya, kami belum menerimanya, dan kami akan terus menghadapinya dengan semua kemampuan kami,” tutur Menteri Luar Negeri, Ayman Safadi.

    “Yordania adalah untuk Yordania, Palestina adalah untuk Palestina, dan solusi untuk masalah Palestina ada di tanah Palestina,” katanya menambahkan, mengutip pernyataan Raja Abdullah II.

    Kritik dari Munich

    Kepala Konferensi Keamanan Munich juga mengkritik proposal Donald Trump untuk merelokasi warga Palestina dari Gaza, mencirikan rencana itu sebagai pelanggaran hukum internasional.

    “Proposal yang dibuat oleh Trump ini telah ditolak oleh semua orang di wilayah ini, jadi saya tidak melihat bagaimana ini bisa terbang jika Yordania dan Mesir menentangnya,” ujar Duta Besar Christoph Heusgen kepada sekelompok jurnalis internasional di Berlin.

    “Mereka mengatakan Gaza adalah rumah Palestina, dan mereka ingin tinggal di sana, dan mereka memiliki hak untuk tinggal di sana, karena ini sesuai dengan hukum internasional,” ucapnya menambahkan.

    Christoph Heusgen menunjukkan bahwa Gaza harus menjadi bagian dari negara Palestina di masa depan, melalui penyelesaian diplomatik.

    “Di sinilah perbatasan sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB yang relevan, dan saya pikir ini adalah sesuatu yang harus ditekankan dalam hal apa pun,” katanya.

    Slovenia Tak Terima

    Menteri Luar Negeri Slovenia mengkritik proposal Donald Trump untuk merelokasi warga Palestina dari Gaza, menggambarkan rencana itu sebagai “tidak dapat diterima.”

    “Posisi Slovenia benar-benar jelas, kami tidak setuju untuk pengusiran paksa,” ucap Tanja Fajon dalam pidatonya, Senin 27 Januari 2025.

    Menggarisbawahi bahwa Slovenia mengakui Palestina sebagai negara yang berdaulat dan merdeka, dia mengatakan bahwa Palestina “memiliki hak” untuk berada di tanah mereka sendiri.

    “Segala jenis pemukiman paksa di Yordania atau Mesir, seperti yang telah berulang kali ditunjukkan kedua negara di masa lalu, sama sekali tidak dapat diterima,” kata Tanja Fajon.

    “Ini juga merupakan kasus pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional dan saya pikir kita harus mengambil sikap yang sangat kuat terhadap hal ini di Uni Eropa,” tuturnya menambahkan.

    Spanyol: Warga Gaza Harus Tetap Berada di Gaza

    Menteri Luar Negeri Spanyol turut menolak gagasan Donald Trump untuk “membersihkan” Gaza dan merelokasi penduduknya ke negara-negara Arab lainnya.

    “Posisi kami jelas: warga Gaza harus tetap berada di Gaza. Gaza adalah bagian dari negara Palestina masa depan, yang perlu dikendalikan oleh satu pemerintah,” kata Menteri Luar Negeri Spanyol, Jose Manuel Albares.

    “Sesegera mungkin, Gaza dan Tepi Barat harus diperintah oleh otoritas nasional Palestina tunggal,” ucapnya menambahkan.

    Inggris Tolak Usulan Kontroversial Trump

    Inggris menolak proposal kontroversial Donald Trump untuk merelokasi warga Palestina dari Gaza ke negara-negara tetangga.

    “Warga sipil Palestina harus dapat kembali dan membangun kembali rumah dan kehidupan mereka,” kata juru bicara Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer.

    “Seperti yang dikatakan menteri luar negeri, bagi orang-orang Gaza, begitu banyak dari mereka telah kehilangan nyawa, rumah atau orang yang mereka cintai, 14 bulan terakhir konflik telah menjadi mimpi buruk yang hidup. Itulah mengapa Inggris terus ditekan untuk resolusi konflik di Gaza,” tuturnya menambahkan.

    Jerman: Penduduk Palestina Tak Bisa Diusir dari Gaza

    Jerman pada hari Senin menolak proposal Presiden AS Donald Trump untuk memindahkan warga Palestina dari Gaza ke negara-negara terdekat – Mesir dan Yordania.

    Berbicara pada konferensi pers di Berlin, juru bicara Kementerian Luar Negeri Christian Wagner mengatakan bahwa Jerman mempertahankan komitmennya terhadap konsensus internasional mengenai status Gaza.

    “Ada posisi bersama yang dibagikan oleh Uni Eropa, mitra Arab kami dan PBB, yang sangat jelas: Penduduk Palestina tidak dapat diusir dari Gaza, dan Gaza tidak boleh diduduki atau dimukimkan kembali secara permanen oleh Israel,” katanya.

    Christian Wagner menambahkan bahwa kelompok G7 dari ekonomi terkemuka dunia, termasuk AS, sejauh ini secara konsisten mendukung posisi ini dalam beberapa pernyataan bersama.

    “Pengusiran dari Gaza, dan mendirikan permukiman baru di sini tidak mungkin. Ini juga sesuatu yang kami jelaskan selama Pertemuan Menteri Luar Negeri G7 di Tokyo pada tahun 2023. Dalam hal ini, saya pikir posisi kami lebih dari jelas,” ujarnya.

    Christian Wagner  mencatat bahwa gagasan Donald Trump sudah ditolak oleh negara-negara di kawasan itu, dan menggarisbawahi bahwa fokus internasional tidak boleh tergelincir dari upaya berkelanjutan untuk gencatan senjata yang berkelanjutan di wilayah tersebut.

    “Anda mungkin juga telah mencatat komentar yang dibuat oleh menteri luar negeri Mesir dan Yordania. Dalam hal ini, saya ingin menunjukkan bahwa bagi kami yang penting saat ini adalah implementasi perjanjian gencatan senjata,” tuturnya.

    Mesir: Palestina Tak Cuma Kelompok, tapi Bangsa!

    Parlemen Mesir menegaskan kembali penolakan atas rencana apa pun yang bertujuan untuk merelokasi rakyat Palestina dari tanah mereka, memperingatkan bahwa tindakan semacam itu menimbulkan “ancaman serius” bagi keamanan dan stabilitas regional.

    “Kami tidak dapat mengabaikan bahaya signifikan yang ditimbulkan oleh proposal yang diedarkan mengenai relokasi warga Palestina dari tanah mereka,” ucap Ketua Parlemen Hanafi Gebali.

    “Ide-ide ini sama sekali mengabaikan fakta yang mapan bahwa perjuangan Palestina bukan hanya masalah kependudukan atau perselisihan geografis, tetapi penyebab rakyat yang berjuang untuk hak-hak sah dan historis mereka,” ujarnya.

    “Semua orang harus menyadari bahwa rakyat Palestina bukan hanya kelompok yang mencari perlindungan. Mereka adalah bangsa dengan sejarah yang kaya, tanah suci, dan hak yang tidak dapat dicabut yang tidak dapat dihapus seiring waktu. Mereka tidak akan pernah melepaskan hak-hak ini, begitu pula bangsa Arab di hadapan mereka,” tutur Hanafi Gebali menambahkan.

    Ketua parlemen Mesir memperingatkan bahwa setiap proposal yang melewati hak-hak Palestina menimbulkan ancaman serius bagi keamanan dan stabilitas regional.

    “Satu-satunya solusi untuk mencapai perdamaian abadi adalah menerapkan solusi dua negara, yang memastikan rakyat Palestina dapat mendirikan negara merdeka mereka di sepanjang perbatasan 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, sambil juga memastikan keamanan dan stabilitas seluruh wilayah,” kata Hanafi Gebali.

    “Mesir, yang telah menabur benih perdamaian di kawasan itu selama bertahun-tahun, menegaskan kembali hari ini bahwa mereka akan terus membela hak-hak rakyat Palestina dan dengan tegas menolak setiap upaya untuk melikuidasi perjuangan Palestina atau melanggar hak-hak rakyat besar ini,” ujarnya menambahkan.

    Warga Palestina: Tak Ada yang Bisa Paksa Kami Keluar dari Tanah Air!

    Kepresidenan Palestina juga menolak rencana yang bertujuan menciptakan “tanah air alternatif” bagi warga Palestina.

    “Proyek pemukiman kembali dan tanah air alternatif tidak dapat diterima dan hanya berfungsi untuk memperkuat ketidakstabilan dan kekacauan di wilayah tersebut,” ujar juru bicara kepresidenan Nabil Abu Rudeineh dalam sebuah pernyataan, Senin 27 Januari 2025.

    “Alternatifnya (opsi) adalah mencapai perdamaian yang adil berdasarkan legitimasi internasional dan Inisiatif Perdamaian Arab,” ucapnya menambahkan.

    Abu Rudeineh mengatakan bahwa kembalinya pengungsi Palestina ke Gaza utara mencerminkan keteguhan Palestina di tanah mereka.

    “Tidak ada yang bisa memaksa Palestina keluar dari tanah air mereka,” katanya.

    Nabil Abu Rudeineh pun menyerukan kepada pemerintah AS untuk mendukung solusi yang mengarah pada perdamaian dan stabilitas abadi bagi kawasan dan dunia.

    Senator AS: Trump Berniat Lakukan Pembersihan Etnis

    Senator AS Bernie Sanders pada hari Senin mengecam proposal Presiden Donald Trump untuk “membersihkan” Gaza dengan merelokasi jutaan warga Palestina, menyebutnya “pembersihan etnis” dan kejahatan perang, mendesak semua orang Amerika untuk mengutuknya.

    “Ada nama untuk ini, pembersihan etnis, dan itu adalah kejahatan perang. Gagasan keterlaluan ini harus dikutuk oleh setiap orang Amerika,” katanya.

    PBB: Kami Menentang!

    PBB pada hari Senin mengatakan bahwa mereka menentang proposal Presiden AS Donald Trump untuk merelokasi warga Palestina di luar Gaza.

    “Kami akan menentang rencana apa pun yang akan mengarah pada pengungsian paksa orang, atau akan mengarah pada segala jenis pembersihan etnis,” ucap juru bicara PBB Stephane Dujarric.

    Menanggapi pertanyaan tentang Tepi Barat yang diduduki menjadi Gaza baru di tengah meningkatnya serangan tentara Israel, dia mengaku prihatin.

    “Kami sangat prihatin dengan situasi yang memburuk di Tepi Barat. Kegiatan kekerasan yang tidak terkendali dari pemukim Israel terhadap penduduk sipil, penduduk Palestina di Tepi Barat,” kata Stephane Dujarric.

    Lebih lanjut, dia pun mendesak semua pihak untuk tidak “kehilangan fokus pada bagian lain” karena Gaza tetap menjadi fokus utama oleh semua pihak.

    Mengenai situasi terbaru di Tepi Barat yang diduduki, Stephane Dujarric menyampaikan peringatan Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) atas memburuknya di Jenin dan kamp pengungsinya ketika operasi Israel penjajah yang sedang berlangsung oleh pasukan Israel penjajah memasuki hari ketujuh, yang mengakibatkan korban lebih lanjut dan penghancuran jalan dan infrastruktur.

    Dia mengingat pembunuhan seorang balita oleh Israel penjajah selama akhir pekan.

    “Sejak operasi di Jenin dimulai pada 21 Januari, 16 kematian telah dilaporkan,” kata Stephane Dujarric.

    “Sementara itu, hari ini, di kamp pengungsi Tulkarm, serangan udara dilaporkan menewaskan dua warga Palestina, meningkatkan kekhawatiran atas penggunaan kekuatan yang melebihi standar penegakan hukum,” tuturnya menambahkan, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Anadolu.

    Stephane Dujarric juga mengingatkan bhawa Rumah sakit bukan target, dan harus dilindungi setiap saat. Pernyataan itu disampaikan ketika Israel penjajah mengepung Rumah Sakit Pemerintah Tulkarm.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Gaza Utara Butuh 120.000 Tenda untuk 300.000 Warga Palestina yang Pulang ke Rumah – Halaman all

    Gaza Utara Butuh 120.000 Tenda untuk 300.000 Warga Palestina yang Pulang ke Rumah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sekitar 300.000 warga Palestina pulang ke rumah mereka yang sudah hancur di Gaza Utara.

    Konvoi mobil menuju Gaza utara terlihat membentang hingga ratusan meter.

    Eksodus massal ini terjadi setelah pasukan Israel membuka Koridor Netzarim.

    Menurut pejabat dari Kantor Media Pemerintah Gaza yang dihubungi Al Jazeera, setidaknya 120.000 tenda dibutuhkan untuk menampung dan melindungi mereka.

    Lebih dari 33 kamp telah didirikan untuk menampung para pengungsi.

    Dalam beberapa hari terakhir, sekitar 50 tempat penampungan telah disiapkan, termasuk lahan yang sudah dibersihkan dan sumur yang telah digali.

    Sementara itu, di Tepi Barat yang diduduki, Israel memaksa puluhan keluarga untuk mengungsi dari rumah mereka di kota Tulkarem.

    Evakuasi paksa ini terjadi selama serangan besar-besaran yang sedang berlangsung di wilayah tersebut, menurut laporan kantor berita Wafa.

    Tentara Israel juga menyita beberapa bangunan yang menghadap ke lingkungan Shuhada dan al-Hamam, mengubahnya menjadi barak militer setelah memaksa penduduk keluar.

    Militer menggunakan buldoser untuk menghancurkan beberapa bangunan lainnya di kota tersebut.

    Jumlah Korban Tewas di Gaza Meningkat

    Jumlah korban tewas akibat genosida yang dilakukan Israel di Jalur Gaza telah meningkat menjadi 47.306 orang.

    Sementara, 111.483 lainnya terluka sejak 7 Oktober 2023, menurut konfirmasi dari Kementerian Kesehatan di Gaza pada Minggu (26/1/2025).

    Dikutip dari Al Mayadeen, dalam laporan harian yang dikeluarkan oleh kementerian tersebut, disebutkan bahwa dalam 72 jam terakhir, rumah sakit di Gaza menerima 23 jenazah; 14 jenazah yang ditemukan di bawah reruntuhan bangunan, lima orang yang meninggal akibat luka-luka yang diderita, serta empat martir yang baru dilaporkan.

    Laporan tersebut juga mencatat sebanyak 11 orang terluka dalam periode yang sama.

    Kelompok militan Hamas menyebut kepulangan ratusan ribu warga Palestina ke Gaza utara sebagai kekalahan bagi Israel.

    Kembalinya warga Palestina ke Gaza Utara adalah bagian dari kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas, Al Jazeera melaporkan.

    Pada Senin (27/1/2025) pagi, warga Palestina yang sebelumnya mengungsi mulai berjalan kaki menuju Gaza Utara.

    Mereka membawa barang-barang mereka dalam kantong plastik dan karung.

    Israel mengizinkan mereka menyeberangi jalan-jalan tertentu mulai pukul 07.00 GMT untuk berjalan kaki, dan menggunakan kendaraan pada pukul 09.00 GMT.

    Hamas menyatakan kepulangan ini adalah kemenangan bagi Palestina.

    Mereka mengatakan ini menunjukkan hubungan kuat warga Palestina dengan tanah mereka dan upaya Israel untuk menggusur mereka telah gagal.

    Kelompok Jihad Islam Palestina juga menganggap kepulangan ini sebagai respons terhadap Israel yang ingin mengusir rakyat Palestina.

    Ide Trump untuk Relokasi Warga Palestina

    Ada kekhawatiran tentang pemindahan warga Palestina lebih lanjut, yang sebelumnya diusulkan oleh mantan Presiden AS Donald Trump, CNN melaporkam.

    Usulan ini mengingatkan pada peristiwa sejarah ketika banyak warga Palestina dipaksa meninggalkan rumah mereka pada tahun 1948, yang dikenal dengan Nakba dan pada perang 1967 yang dikenal dengan Naksa.

    Usulan pemindahan ini membuat warga Palestina khawatir akan terjadinya pemindahan massal yang lebih besar.

    Hamas dan kelompok Jihad Islam Palestina dengan tegas menolak rencana tersebut.

    Kelompok hak asasi manusia juga mengecamnya.

    Mereka mengatakan pemindahan warga Palestina akan meningkatkan penderitaan mereka dan merupakan bentuk pembersihan etnis.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Sekitar 10 dari 100 Masjid di Gaza Akan Selesai Dibangun Ramadhan

    Sekitar 10 dari 100 Masjid di Gaza Akan Selesai Dibangun Ramadhan

    JAKARTA – Dewan Masjid Indonesia (DMI) menyatakan pembangunan 10 dari target 100 unit masjid semi-permanen di Jalur Gaza, Palestina sudah siap dan selesai dibangun pada Ramadhan 1446 Hijriah/2025 Masehi ini.

    “Sudah siap dengan memanfaatkan dana yang sudah ada, yakni untuk 10 masjid segera kami bangun di Gaza,” kata Ketua Umum DMI Jusuf Kalla (JK) saat ditemui di Kantor DMI Pusat di Jalan Matraman Raya, Jakarta, Senin 25 Januari 2025, dilansir dari ANTARA.

    DMI saat ini sudah mengerahkan tim asistensi bersama sejumlah perwakilan organisasi Islam lainnya ke Jalur Gaza untuk menyukseskan pembangunan masjid tersebut.

    Adapun konstruksi masjid semi-permanen tersebut sama dengan masjid darurat yang dibangun DMI untuk korban bencana alam yakni masjid itu aman, kokoh, dan nyaman untuk digunakan.

    Untuk itu, ia merasa optimistis masyarakat Gaza sudah bisa menggunakan 10 masjid yang mereka bangun itu untuk beribadah pada Bulan Suci Ramadhan mendatang, pasca-gencatan senjata dengan militer Israel yang baru-baru ini tercapai.

    JK menambahkan bahwa pihaknya mengharapkan dukungan dari masyarakat, khususnya para pengurus masjid di Indonesia dengan menyisihkan dana infak/shodaqoh sekitar 5-10 persen untuk membangun lebih banyak masjid di zona konflik di Palestina.

    DMI mengestimasi setidaknya membutuhkan dana Rp30-40 miliar untuk menyelesaikan target pembangunan sebanyak 100 masjid semi-permanen itu. Hal ini sebagaimana permintaan dari Pemerintah Palestina kepada DMI bahwa masjid menjadi kebutuhan mendesak di Jalur Gaza.

    Menurut JK, kondisi mereka sangat prihatin, di mana selain rumah dan fasilitas umum juga ada total 1.000 masjid di Jalur Gaza yang hancur akibat konflik lebih kurang 15 bulan terakhir itu.

    “Jika nanti kondisi di sana sudah benar kondusif dan sudah tercapai damai maka masjid-masjid bantuan kita tersebut akan dibangun menjadi permanen ini harapan kami,” kata dia.