Negara: Jalur Gaza

  • Donald Trump Akan Paksa Mesir dan Yordania Tampung Pengungsi Gaza yang Terusir Agresi Israel – Halaman all

    Donald Trump Akan Paksa Mesir dan Yordania Tampung Pengungsi Gaza yang Terusir Agresi Israel – Halaman all

    Donald Trump Akan Paksa Mesir dan Yordania Tampung Pengungsi Gaza yang Terusir Agresi Israel

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengindikasikan akan melakukan langkah-langkah paksa ke Mesir dan Yordania untuk menerima warga Palestina yang mengungsi dari Jalur Gaza.

    Dua negara tetangga wilayah Palestina yang diduduki Israel tersebut sebelumnya telah menolak secara tegas rencana Trump merelokasi warga Gaza ke wilayah dua negara tersebut.

    Pernyataan Trump pada Kamis (30/1/2025) tersebut muncul sehari setelah Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Raja Yordania Abdullah II melontarkan penolakan pemindahan paksa warga Gaza.

    “Mereka (Yordania dan Mesir) akan melakukannya (menampung warga Gaza yang terusir),” kata Trump kepada wartawan di Ruang Oval ketika ditanya tanggapannya terhadap penolakan Mesir dan Yordania, dilansir PressTV, Jumat (31/1/2025).

    “Mereka akan melakukannya. Kami (AS) melakukan banyak hal (membantu) untuk mereka, dan mereka akan melakukannya,” sambung Trump.

    KEMBALI PULANG – Ratusan ribu warga Gaza yang terusir dan mengungsi karena agresi militer Israel, kembali ke rumah-rumah mereka ke wilayah Gaza Utara, Senin (27/1/2025). Kepulangan mereka berkenaan dengan gencatan senjata antara Hamas dan Israel pada 19 Januari 2025. (RNTV/TangkapLayar)

    Pengusiran Paksa

    Minggu lalu, Trump mengusulkan pemindahan warga Palestina dari Jalur Gaza ke Yordania, Mesir, dan negara Arab lainnya untuk “hanya membersihkan” wilayah kantung Palestina yang dilanda perang tersebut.

    Niat Trump ini oleh para analis geopolitik dianggap sebagai upaya untuk mengusir warga Palestina dari tanah air mereka.

    Trump mengindikasikan pada Sabtu, kalau ia telah berbicara dengan Raja Abdullah II dari Yordania tentang kemungkinan membangun perumahan dan memindahkan lebih dari 1 juta warga Palestina dari Gaza ke negara-negara tetangga di sekitar.

    “Saya katakan kepadanya bahwa saya ingin Anda mengambil alih lebih banyak lagi karena saat ini saya melihat seluruh Jalur Gaza dan itu kacau balau, benar-benar kacau balau,” katanya kepada wartawan di dalam Air Force One, pesawat kepresidenan AS.

    “Saya ingin Mesir menampung orang-orang … Anda berbicara tentang satu setengah juta orang, dan kita hanya membersihkan semuanya. Anda tahu, selama seabad, ada banyak sekali konflik. Dan saya tidak tahu, sesuatu harus terjadi,” kata Trump.

    Presiden AS tersebut mengatakan bahwa perumahan potensial tersebut “bisa bersifat sementara” atau “bisa bersifat jangka panjang.”

    Ia mengklaim langkah tersebut dapat “membawa perdamaian” ke Asia Barat jika Mesir, Yordania, dan negara-negara Arab lainnya menerima cukup banyak pengungsi Palestina.

    Utusan Trump untuk Timur Tengah Steve Witkoff melakukan perjalanan langka ke Gaza minggu ini, kata Gedung Putih.

    KEMBALI PULANG – Warga Palestina kembali ke Gaza utara setelah Israel membuka blokade militer, Senin (25/1/2025). Pembukaan blokade ini berkenaan dengan gencatan senjata antara Hamas dan Israel pada 19 Januari 2025.  (tangkaplayar/Wafa)

    Penolakan Tegas Yordania-Mesir-Indonesia

    Presiden Mesir Sisi mengatakan pada hari Rabu dalam tanggapan publik pertamanya terhadap komentar Trump bahwa menggusur “rakyat Palestina dari tanah mereka adalah ketidakadilan yang tidak dapat kami lakukan.”

    Raja Yordania Abdullah II secara terpisah menekankan “posisi tegas negaranya mengenai perlunya mempertahankan Palestina di tanah mereka.”

    Ini bukan pertama kalinya Trump dan timnya mengusulkan relokasi warga Palestina, khususnya warga Gaza ke negara lain.

    Selama persiapan pelantikannya, utusan Trump untuk Asia Barat, Steve Witkoff, mengatakan Trump sedang mempertimbangkan untuk merelokasi penduduk Gaza ke Indonesia selama masa rekonstruksi.

    Namun, Indonesia mengecam gagasan tersebut dengan mengatakan, “Indonesia tetap teguh pada posisinya bahwa segala upaya untuk merelokasi penduduk Gaza tidak dapat diterima.”

    Selain Indonesia, mayoritas masyarakat internasional, terutama negara-negara Arab telah menolak rencana tersebut demi kedaulatan Palestina.

    Gagasan tentang apa yang disebut “migrasi sukarela” warga Gaza pertama kali dipromosikan selama pemerintahan Biden oleh menteri-menteri sayap kanan Israel.

    Seruan AS Sejalan Rencana Israel

    Terkait seruan Presiden AS Donald Trump untuk memindahkan penduduk Gaza ke Yordania dan Mesir, juru bicara Hamas Hazem Qassem, menyebut itu sebagai hal provokatif dan berbahaya.

    Seruan Trump ini, menurutnya, sejalan dengan rencana pihak Israel, khususnya, kelompok kanan ekstremis yang ingin menguasai tanah Palestina sepenuhnya menjadi pendudukan Israel.

    “Pernyataan Trump berbahaya dan sejalan dengan posisi kelompok ekstrem kanan Israel,” kata dia.

    Ia melanjutkan, “Usulan Trump tidak akan disetujui dan tidak akan diterima oleh warga Palestina mana pun.”

    Pemimpin Hamas Sami Abu Zuhri pada Minggu juga mengomentari usulan Presiden AS Donald Trump untuk “memindahkan penduduk Gaza ke negara-negara tetangga,” dengan mengatakan, “Rakyat Gaza menanggung kematian sehingga mereka tidak akan meninggalkan tanah air mereka.”

    Abu Zuhri mengatakan dalam konferensi pers: “Rakyat Gaza menanggung kematian agar tidak meninggalkan tanah air mereka, dan mereka tidak akan meninggalkannya karena alasan lain, jadi tidak perlu membuang waktu untuk proyek-proyek yang dicoba oleh Biden dan yang menyebabkan perang akan berkepanjangan.”

    Dia menambahkan: “Menerapkan perjanjian tersebut sudah cukup untuk menyelesaikan semua masalah di Jalur Gaza, dan upaya untuk menghindari perjanjian tersebut tidak ada gunanya.”

    Yordania: Palestina untuk Palestina

    Sikap tegas Yordania atas seruan AS soal pengungsi Gaza ini ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi.

    Safadi menegaskan kembali sikap mengenai perjuangan Palestina itu, dengan mengatakan kalau “Yordania adalah untuk Yordania, dan Palestina untuk Palestina”.

    Dalam konferensi pers dengan Koordinator Kemanusiaan dan Rekonstruksi Senior PBB untuk Gaza Sigrid Kaag, Safadi mengatakan, “Yordania bangga dengan perannya, di bawah kepemimpinan Raja Yang Mulia Abdullah, dalam memberikan bantuan kemanusiaan ke Gaza.”

    “Kami berharap dapat bekerja sama dengan pemerintah AS yang baru dan mendukung upaya perdamaian di kawasan ini,” kata Safadi.

    Dia menambahkan kalau Yordania tetap terlibat dengan semua pihak untuk mencapai perdamaian.

     “Soal Palestina harus diselesaikan dengan negara Palestina; di mana Yordania adalah untuk Yordania, dan Palestina untuk Palestina.

    “Posisi kami jelas – dua negara adalah satu-satunya jalan menuju perdamaian, dan penolakan kami terhadap perpindahan tidak tergoyahkan,” tegasnya.

    Sementara itu, Sigrid Kaag memuji peran penting Yordania dalam memberikan dan memfasilitasi pengiriman bantuan ke Gaza.

    “Ada kesempatan untuk mencapai solusi dua negara dan memberdayakan kedua belah pihak untuk mencapainya,” kata Koordinator Kemanusiaan dan Rekonstruksi Senior PBB, menambahkan bahwa mereka “berharap untuk melanjutkan kemitraan kemanusiaan kami dengan Yordania.”

     

    (oln/khbrn/anews/rntv/*)

     

     

     
     
     

  • 6 Fakta Presiden AS Donald Trump Serukan Pembersihan Etnis Gaza, Analis Sarankan Hati-hati Bereaksi – Halaman all

    6 Fakta Presiden AS Donald Trump Serukan Pembersihan Etnis Gaza, Analis Sarankan Hati-hati Bereaksi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berikut fakta-fakta terkait seruan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk merelokasi warga Palestina dari Jalur Gaza ke Mesir dan Yordania.

    Jihad Islam Palestina (PIJ) memandang rencana Trump untuk memindahkan warga Palestina sebagai bagian dari upaya pembersihan etnis Gaza, Al Jazeera melaporkan.

    Gagasan Trump tidak hanya mengancam warga Gaza, tetapi juga menambah intensitas kekerasan yang berlangsung sejak Israel melancarkan perang di Gaza pada Oktober 2023.

    Fakta Seruan Donald Trump soal Pembersihan Etnis Gaza
    1. Seruan Kontroversial Trump

    Ratusan ribu warga Palestina yang mengungsi mulai kembali ke rumah mereka di Gaza, setelah perang berlangsung lebih dari 15 bulan, seiring dengan diterapkannya gencatan senjata.

    Di tengah momen ini, Trump memunculkan sebuah usulan yang kontroversial: merelokasi seluruh penduduk Gaza ke negara tetangga seperti Mesir dan Yordania.

    2. Tanggapan Dunia terhadap Seruan Trump

    Dikutip dari Al Jazeera, usulan Trump untuk memindahkan penduduk Gaza ini langsung mendapat kecaman dari banyak pihak.

    Analis menganggap ini sebagai bentuk pembersihan etnis.

    Istilah pembersihan etnis merujuk pada usaha sistematis untuk mengusir kelompok etnis tertentu dari wilayah mereka dengan cara kekerasan atau penindasan.

    Meskipun ide tersebut mendapat banyak kritik, ada pula yang menyarankan agar berhati-hati dalam menanggapi perkataan Trump.

    “Meski seruan tersebut memalukan, kita perlu bersikap skeptis terhadap pernyataan Trump,” kata Yousef Munayyer, seorang analis Palestina,.

    Menurutnya, pernyataan Trump sering kali tidak berdasarkan pertimbangan matang dan  ide tanpa dasar yang jelas.

    3. Mesir dan Yordania Tolak Gagasan Trump

    Tidak hanya mendapat reaksi keras dari analis, usulan Trump juga ditanggapi dengan tegas oleh negara-negara Arab.

    Mesir dan Yordania langsung menolak rencana tersebut.

    Presiden Mesir, Abdel Fattah el-Sisi, menegaskan bahwa Mesir tidak akan terlibat dalam pemindahan warga Palestina dari Gaza.

    Sisi beralasan tindakan tersebut tidak adil dan akan membahayakan keamanan nasional Mesir.

    Yordania menyuarakan posisi yang sama, menegaskan bahwa mereka tidak akan menerima pengungsi dari Gaza.

    Kedua negara ini khawatir jika mereka menerima pengungsi dalam jumlah besar, stabilitas politik dan ekonomi mereka bisa terganggu.

    Reaksi dari rakyat Mesir dan Yordania yang sangat mendukung perjuangan Palestina juga menjadi pertimbangan besar, mengingat potensi reaksi negatif terhadap keputusan tersebut.

    4. Trump: Gaza Hancur Total

    Donald Trump tetap bersikeras pada pandangannya.

    Ia mengklaim bahwa Gaza telah hancur total akibat perang.

    Presiden AS ini memandang negara-negara tetangga, seperti Mesir dan Yordania dapat memberikan tempat yang lebih aman bagi warga Gaza.

    Trump bahkan mengatakan bahwa pengungsian tersebut bisa bersifat sementara atau dalam jangka panjang, meskipun pernyataannya masih dipertanyakan oleh banyak pihak.

    Meski demikian Mesir dan Yordania tetap dengan pendirian mereka untuk tidak menerima warga Palestina dalam jumlah besar.

    5. Pembersihan Etnis

    Pakar hukum internasional memperingatkan bahwa seruan Trump bisa dianggap sebagai pelanggaran hukum internasional.

    Bahkan serun untuk merelokasi warga Palestina ke Mesir dan Yordania ini bisa tergolong kejahatan perang.

    Mengingat, pembersihan etnis melibatkan pengusiran paksa suatu kelompok etnis.

    Israel mengungkapkan dukungannya terhadap pernyataan Trump, tapi banyak pihak yang menilai hal ini bukanlah solusi yang adil.

    “Menghancurkan Gaza dan memaksa penduduknya keluar hanya akan memperburuk keadaan,” imbuh Yousef Munayyer.

    6. Masa Depan Gaza

    Masa depan Gaza masih penuh ketidakpastian.

    Memang gencatan senjata telah dimulai, akan tetapi belum ada keputusan yang jelas mengenai siapa yang akan memerintah Gaza setelah perang.

    Amerika Serikat dan Israel menyatakan bahwa mereka tidak akan membiarkan Hamas tetap berkuasa di wilayah tersebut.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • 110 Tahanan Palestina Dibebaskan, Israel Semprot Gas Air Mata ke Warga yang Sambut Mereka – Halaman all

    110 Tahanan Palestina Dibebaskan, Israel Semprot Gas Air Mata ke Warga yang Sambut Mereka – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel membebaskan 110 tahanan Palestina melalui pertukaran tahanan ketiga sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas.

    Jumlah tersebut meliputi 32 tahanan yang menjalani hukuman seumur hidup, 48 tahanan dengan berbagai hukuman, dan 30 anak-anak, menurut Komisi Urusan Tahanan dan Klub Tahanan Palestina.

    Ratusan warga Palestina dan keluarga tahanan bersuka cita menyambut pembebasan mereka dengan berkumpul di depan penjara Ofer dan Kompleks Rekreasi Ramallah di Tepi Barat pada hari pembebasan mereka pada Kamis (30/1/2025).

    Mereka menyambut tahanan yang dibebaskan dengan sorak-sorai dan teriakan “Allahu Akbar”.

    “Ratusan keluarga tahanan dan masyarakat kami berkumpul di Kompleks Rekreasi Ramallah sejak pagi hari untuk menunggu pembebasan putra-putra mereka dan menyambut mereka,” lapor WAFA, Kamis.

    Namun, pasukan Israel mencegah warga Palestina merayakan pembebasan mereka dan memblokir akses jalan menuju lokasi tersebut.

    “Pasukan pendudukan mengubah area dekat penjara Ofer menjadi zona militer tertutup, mencegah berkumpulnya keluarga tahanan, dan menembakkan peluru tajam serta tabung gas air mata ke arah mereka,” kata WAFA.

    “Mereka juga menyerbu kota Beitunia dan menembakkan bom gas air mata ke warga, yang mengakibatkan sekitar 20 warga terluka, termasuk 3 orang yang terkena peluru tajam,” lanjutnya.

    Sementara itu, buldoser Israel menutup jalan samping untuk mencegah warga Palestina menggunakannya untuk mencapai Penjara Ofer untuk menemui para tahanan yang dibebaskan.

    Namun, kerumunan warga Palestina tidak gentar dengan pelarangan dari pasukan Israel.

    Mereka mengibarkan bendera Palestina dan spanduk faksi-faksi Organisasi Pembebasan Palestina, menyerukan diakhirinya perpecahan dan persatuan nasional.

    Pemimpin Fatah, Zakaria al-Zubaidi, Dibebaskan

    Salah satu tokoh penting yang dibebaskan dalam pertukaran tahanan kemarin adalah Zakaria al-Zubaidi, salah satu pemimpin Brigade Martir Al-Aqsa, sayap militer gerakan Fatah, di kamp Jenin, Tepi Barat.

    Zakaria al-Zubaidi yang berkepala plontos, tersenyum dan membuat tanda kemenangan ketika muncul dalam rekaman televisi dari bus Palang Merah Internasional (ICRC) yang mengangkut dia dan sejumlah tahanan lainnya dari penjara Ofer Israel ke kota Ramallah di Tepi Barat yang diduduki.

    Dalam pidato pertamanya setelah dibebaskan, Zakaria al-Zubaidi mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang mendukung rakyat Palestina. 

    “Apa yang Anda lihat hari ini adalah referendum rakyat mengenai perlawanan,” katanya, Kamis.

    Setibanya di Ramallah, Zakaria al-Zubaidi yang mengibarkan tanda kemenangan digendong di bahunya di tengah sambutan rakyat yang besar, seperti diberitakan Al Araby. 

    Zakaria al-Zubaidi terakhir kali ditangkap pada tahun 2019 di kota Ramallah atas tuduhan melakukan serangan mematikan terhadap warga Israel. 

    Pada tahun 2021, ia termasuk di antara enam warga Palestina yang berhasil melarikan diri dari penjara Gilboa yang dibentengi Israel melalui terowongan yang mereka gali di luar tembok penjara.

    Namun, mereka ditangkap kembali beberapa hari kemudian.

    PEMBEBASAN SANDERA – Kolase foto ini dibuat pada Jumat (31/1/2025) dari publikasi resmi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) dan Kedutaan Besar Kerajaan Thailand di Tel Aviv pada Kamis (30/1/2025) memperlihatkan sandera Israel; baris atas (kiri-kanan) Agam Berger, Arbel Yehud, dan Gadi Moshe Mozes; baris bawah (kiri-kanan) lima warga Thailand dan proses penyerahan mereka, saat dibebaskan oleh Brigade Al-Qassam dan Brigade Al-Quds dalam pertukaran tahanan ketiga antara Israel-Hamas di Jalur Gaza pada Kamis. (Telegram Brigade Al-Qassam/Kedutaan Besar Kerajaan Thailand di Tel Aviv)

    Sebelumnya pada Kamis, faksi Palestina di Gaza membebaskan tiga warga Israel yang ditahan di Jalur Gaza yaitu Agam Berger, Arbel Yehud, dan Gadi Moshe Moses, dengan imbalan pembebasan 110 tahanan Palestina.

    Pertukaran tahanan kedua sebelumnya terjadi pada 25 Januari 2025, membebaskan empat tentara wanita Israel dan 200 tahanan Palestina.

    Sedangkan pertukaran pertama terjadi pada 19 Januari 2025, membebaskan tiga wanita Israel dan 90 tahanan Palestina.

    Hamas dan Israel mulai menerapkan perjanjian gencatan senjata mulai 19 Januari 2025, dan akan membebaskan 33 tahanan Israel selama implementasi tahap pertama yang akan berlangsung selama 42 hari.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Sempat Dicap Teroris, Ahmed al-Sharaa Jadi Presiden Suriah

    Sempat Dicap Teroris, Ahmed al-Sharaa Jadi Presiden Suriah

    Jakarta

    Ahmed al-Sharaa, yang sempat dilabeli teroris lantaran pernah terafiliasi dengan kelompok Al-Qaeda, kini menjadi pemimpin Suriah. Ia mengikuti jejak Yasser Arafat dari Palestina serta McGuinness dari Irlandia.

    Ahmed al-Sharaa ditunjuk sebagai presiden transisi Suriah pascapenggulingan pemimpin rezim sebelumnya, Bashar al-Assad.

    Kondisi ini membuatnya menjadi kepala negara yang sah, kontras dengan statusnya di masa lalu saat ia masih dicap oleh banyak negara sebagai pemimpin kelompok teroris.

    Amerika Serikat, Inggris, dan Turki, dan beberapa negara lain telah memulai hubungan diplomatik dengan penguasa de facto Suriah tersebut.

    AS baru-baru ini membatalkan kebijakan pemberian hadiah US$10 juta siapapun yang bisa menangkap Al-Sharaa.

    Al-Sharaa (yang sebelumnya menggunakan nama alias Abu Mohammed al-Jolani) mengikuti jejak sejumlah tokoh yang pernah dicap sebagai teroris tapi di kemudian hari justru menjadi pemimpin sebuah negara.

    Berikut empat tokoh dari berbagai negara di dunia dengan rekam jejak serupa.

    Menachem Begin dari pemimpin Irgun hingga peraih Nobel Perdamaian

    Getty ImagesMenachem Begin (kanan) bersama Presiden AS, Jimmy Carter (kiri). Israel menandatangani kesepakatan damai dengan Mesir di Camp David pada 1978.

    Menachem Begin adalah perdana menteri Israel yang menandatangani perjanjian damai dengan Presiden Mesir Anwar Sadat pada tahun 1978. Penandatanganan perjanjian damai ini mengakhiri 30 tahun perseteruan antara dua negara tetangga tersebut.

    Buah dari kesepakatan yang dikenal sebagai Perjanjian Camp David tersebut adalah Hadiah Nobel Perdamaian bagi Begin serta Sadat.

    Getty ImagesMenachem Begin menjadi pemimpin kelompok milisi Irgun Zwai Leumi (Organisasi Militer Nasional) untuk mengenyahkan kekuasaan Inggris di Palestina.

    Jauh sebelum diganjar Hadiah Nobel Perdamaian, pada tahun 1940-an Begin adalah kepala Irgun. Irgun adalah kelompok bersenjata Yahudi yang melawan otoritas Inggris maupun Arab di Palestina, sebelum pembentukan negara Israel modern.

    Begin lahir pada 1913 di bekas Kekaisaran Rusia. Saat masa mudanya Begin belajar ilmu hukum di Polandia. Di sanalah ia bergabung dengan Gerakan Pemuda Yahudi, bagian dari gerakan Zionis Revisionis garis keras pimpinan Ze’ev Jabotinsky.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Pada Perang Dunia Kedua, ia ditangkap oleh pasukan Uni Soviet dan ditarik menjadi bagian militer Polandia untuk melawan Jerman. Kemudian ia pindah ke Yerusalem.

    Belakangan ia menjadi pemimpin kelompok militan Irgun Zwai Leumi (Organisasi Militer Nasional) yang merongrong kekuasaan Inggris di Palestina.

    Pada 1946, Irgun mengebom Hotel King David di Yerusalem yang menyebabkan 91 orang tewas.

    Pada 1948, kelompok tersebut ambil bagian dalam pembunuhan puluhan warga Palestina di Kota Deir Yassin, dekat Yerusalem. Momen ini mendesak warga Arab keluar dari Palestina tak lama sebelum pendirian Israel.

    Getty ImagesOtorita Inggris di Palestina menawarkan hadiah uang bagi penangkapan Menachem Begin.

    Setelah pendirian Israel pada Mei 1948, Begin menjadi pemimpin partai sayap kanan, Herut. Pada 1977 ia menjadi perdana menteri Israel sebagai kepala aliansi Likud.

    Pada tahun yang sama, Begin memulai pembicaraan damai dengan Presiden Anwar Sadat dari Mesir. Momen ini berujung pada Perjanjian Camp David tahun 1978. Saat itu, Mesir menjadi negara Arab pertama yang mengakui Israel.

    Getty ImagesKala mengunjungi Oslo, Norwegia, untuk menghadiri upacara pemberian penghargaan itu, Begin disambut protes keras. Hal ini sampai membuat upacara dipindahkan ke tempat yang lebih aman, yakni Benteng Akershus.

    Begin dan Sadat menerima Nobel Perdamaian pada 1978 atas kontribusi mereka terhadap perdamaian di Timur Tengah.

    Pemberian Nobel untuk Begin ini menimbulkan kemarahan.

    Kala mengunjungi Oslo, Norwegia, untuk menghadiri upacara pemberian penghargaan itu, Begin disambut protes keras. Hal ini sampai membuat upacara dipindahkan ke tempat yang lebih aman, yakni Benteng Akershus.

    Pemberian Nobel Perdamaian bagi Begin ini kontras dengan kondisi tiga dekade sebelumnya, tatkala ia menjadi target penangkapan otoritas Inggris di Palestina yang siap memberikan US$50.000 bagi siapa saja yang bisa meringkusnya.

    Yasser Arafat – dari ‘pejuang kemerdekaan’ menjadi pembawa perdamaian

    Getty ImagesYasser Arafat mengatakan dirinya menolak terorisme dan menyebut dirinya “pejuang kemerdekaan”.

    Yasser Arafat adalah presiden pertama Otoritas Palestina pada 1994 – jabatan yang diemban hingga kematiannya pada 2004. Dia juga memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian.

    Sebelum dirinya menjadi presiden Otoritas Palestina, Arafat adalah tokoh yang menandatangani Perjanjian Oslo antara Israel dan Palestina pada 1993.

    Perjanjian ini adalah titik awal pendirian Otoritas Palestina yang memungkinkan Palestina membentuk pemerintahan sendiri di Jalur Gaza dan sebagian Tepi Barat.

    Arafat lahir pada tahun 1929 di ibu kota Mesir, Kairo. Ayahnya adalah seorang pedagang Palestina.

    Sebagai seorang pelajar di Mesir, ia memutuskan untuk memulai perjuangan bersenjata melawan Israel untuk membalikkan kondisi yang disebut Palestina al-Nakba, atau bencana, pada 1948.

    Saat itulah negara Israel didirikan dan sekitar 750.000 warga sementara Palestina terpaksa melarikan diri dari rumah mereka di wilayah tersebut.

    Arafat ikut mendirikan Fatah – gerakan pembebasan Palestina – pada akhir 1950-an dengan sesama ekspatriat, dan menjadi kepala sayap militernya.

    Pada Desember 1964, kelompok itu melakukan serangan gerilya terhadap Israel dari wilayah tetangga.

    Getty ImagesKelompok-kelompok PLO, seperti Front Umum Pembebasan Palestina, melakukan sejumlah pembajakan pesawat pada 1970-an.

    Pada 1969, Liga Arabsebuah organisasi negara-negara Arab di Timur Tengah dan Afrika Utaramemilih Arafat sebagai pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).

    Sepanjang 1970-an dan 1980-an, faksi-faksi dalam kelompok ini melakukan pembunuhan, pengeboman, dan pembajakan.

    Arafat tidak pernah mengomentari era itu tetapi mengatakan dia menolak terorisme.

    Ia pun kerap menggambarkan dirinya sebagai “pejuang kemerdekaan”.

    Pada 1974, ia mengatakan kepada Majelis Umum PBB bahwa ia datang “membawa ranting zaitun dan pistol pejuang kemerdekaanjangan biarkan ranting zaitun itu jatuh dari tangan saya”.

    Pada 1987, AS menetapkan PLO sebagai organisasi teroris dan melarang Arafat masuk negara itu.

    Getty ImagesYasser Arafat menandatangani Kesepakatan Oslo dengan Perdana Menteri Israel saat itu, Yitzhak Rabin, pada 1993.

    Pada 1988, Arafat secara terbuka menolak terorisme atas nama PLO.

    Pada 1993, Arafat berdamai dan mengakui hak pendirian Israel dalam Perjanjian Oslo.

    Sebagai ganjarannya, Palestina bisa membentuk pemerintahan sendiri di Jalur Gaza dan sebagian Tepi Barat.

    Peristiwa politik ini membawa Arafat memperoleh Hadiah Nobel Perdamaian pada 1994.

    Ketika Arafat meninggal, perwakilan dari lebih dari 50 negara, termasuk AS, menghadiri pemakamannya di Kairo.

    Martin McGuinness Komandan IRA yang menjabat tangan Ratu Elizabeth II

    Getty ImagesMantan komandan IRA, Martin McGuinness, menjabat tangan Ratu Elizabeth II pada 2012.

    Martin McGuinness adalah seorang komandan senior Tentara Republik Irlandia (IRA), yang melancarkan aksi teror di Irlandia Utara pada akhir 1960-an hingga 1990-an.

    Aksi IRA ini bertujuan menjungkalkan Inggris di Irlandia Utara demi mewujudkan bersatunya Irlandia.

    Di kemudian hari, McGuiness turut andil dalam Perjanjian Jumat Agung tahun 1998, yang mengakhiri kekerasan selama tiga dekade yang dikenal sebagai The Troubles. McGuinness kemudian menjadi Wakil Menteri Pertama Irlandia Utara.

    Getty ImagesMartin McGuiness (kiri) dipenjara pada 1973, setelah tertangkap di dekat mobil yang membawa bahan peledak dan 5.000 butir amunisi.

    McGuinness lahir di daerah kantong kemiskinan Bogside, Londonderry di Irlandia Utara pada 1950. Ia bergabung dengan IRA pada akhir 1960-an.

    Pada 1972, ia merupakan orang kedua di rantai kepemimpinan IRA di kota itu, ketika pasukan terjun payung Inggris menewaskan 13 orang selama “Minggu Berdarah” di Londonderry.

    Belakangan, penyelidikan terhadap peristiwa itu menunjukkan bahwa tidak ada satu pun dari orang yang terbunuh melakukan tindakan yang mengancam prajurit Inggris.

    Getty ImagesIRA membunuh 11 orang dalam pengeboman di Enniskillen, Irlandia Utara, pada 1987.

    McGuinness dipenjara pada tahun 1973, setelah tertangkap di dekat mobil yang membawa bahan peledak dan 5.000 butir amunisi.

    Ia juga disebut mengetahui perihal serangan bom pada sebuah parade di Enniskillen di Irlandia Utara pada 1987. Pemboman itu menewaskan 11 orang dan melukai lebih dari 60 orang lainnya.

    McGuinness membantah tuduhan tersebut.

    Di kemudian hari, McGuinness terlibat dalam pembicaraan dengan agen-agen Inggris. Ia membuka jalan bagi gencatan senjata IRA dan perjanjian damai yang dikenal sebagai Perjanjian Jumat Agung.

    Setelah menjadi Wakil Menteri Pertama Irlandia Utara, ia mengutuk kaum republikan pembangkang yang terus melakukan kekerasan dan menyebutnya “pengkhianat Irlandia”.

    Di kemudian hari McGuinness bertemu dan bersalaman dengan Ratu Elizabeth II lebih dari sekali.

    Pertemuan itu adalah tanda perubahan zaman.

    Pada 1979, IRA membunuh sepupu ratu, Lord Louis Mountbatten, saat ia berlayar dengan perahunya di lepas pantai Irlandia.

    Gustavo Petro anggota kelompok gerilya yang menjadi presiden Kolombia

    Getty ImagesGustavo Petro pernah menjadi anggota kelompok gerilya Gerakan 19 April (M-19) di Kolombia.

    Pada 2022, di usia 62 tahun, Gustavo Petro terpilih sebagai Presiden Kolombia.

    Petro pernah menjadi anggota Gerakan 19 April (M-19), salah satu kelompok bersenjata paling kejam di negara itu. Ia juga pernah dipenjara karena kepemilikan senjata.

    Gustavo Petro tumbuh besar di Zipaquira, kota pertambangan garam yang miskin di dekat ibu kota Bogota.

    Pada usia 17 tahun, saat belajar ekonomi di universitas di Bogota, ia bergabung dengan M-19.

    M-19 adalah kelompok gerilya yang dinamai berdasarkan tanggal pemilihan presiden tahun 1970 di Kolombiayang dinilai banyak kelompok sayap kiri sebagai pemilu curang.

    Pada 1979, anggota M-19 membuat terowongan ke pangkalan militer di Bogota dan mencuri senjata dalam jumlah yang besar. Pada 1980, kelompok tersebut menyerbu Kedutaan Republik Dominika dan menyandera 50 orang yang sedang menghadiri pesta koktail.

    Petro membantah telah terlibat dalam tindakan kekerasan apa pun.

    Namun, pada 1985, ia tertangkap basah membawa amunisi dan bahan peledak. Ia mengatakan bahwa bahan-bahan itu sengaja ditaruh aparat untuk menjebak dirinya. Setelah ditangkap, dia mengeklaim mengalami penyiksaan. Ia menjalani hukuman 18 bulan di tahanan militer dan penjara.

    Getty ImagesM-19 menyerbu gedung Mahkamah Agung di Bogota pada 1985, yang menyebabkan hampir 100 orang tewas.

    Kala Petro meringkuk di penjara, M-19 melakukan tindakan paling berdarah, dengan menyerbu gedung Mahkamah Agung di Bogota dan menyandera ratusan orang.

    Akibatnya, terjadi pertempuran selama 27 jam antara kelompok itu dengan Angkatan Bersenjata Kolombia. Peristiwa itu menelan hampir 100 korban jiwa.

    Pada 1990, M-19 berhenti melakukan operasi militer lalu berubah menjadi partai politik, yakni Aliansi Demokratik M-19.

    Petro kemudian menjabat sebagai anggota kongres, senator, dan walikota Bogota. Dia memenangkan kursi kepresidenan pada 2022.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump Ngotot Mesir-Yordania Akan Tampung Warga Gaza, Ini Alasannya    
        Trump Ngotot Mesir-Yordania Akan Tampung Warga Gaza, Ini Alasannya

    Trump Ngotot Mesir-Yordania Akan Tampung Warga Gaza, Ini Alasannya Trump Ngotot Mesir-Yordania Akan Tampung Warga Gaza, Ini Alasannya

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali menegaskan gagasan kontroversialnya soal relokasi warga Palestina keluar dari Jalur Gaza, yang menuai kritikan. Trump bersikeras mengatakan Mesir dan Yordania akan mematuhi dan menampung warga Gaza, meskipun kedua negara itu berulang kali menolak.

    “Mereka (Mesir dan Yordania-red) akan melakukannya. Mereka akan melakukannya,” tegas Trump saat ditanya apakah dirinya akan mempertimbangkan tindakan untuk menekan Kairo dan Amman agar menerima rencananya, termasuk mengenakan tarif.

    Demikian seperti dilansir AFP dan Anadolu Agency, Jumat (31/1/2025).

    “Mereka akan melakukannya, oke? Kita telah melakukan banyak hal untuk mereka, dan mereka akan melakukannya,” ucap Trump saat berbicara kepada wartawan di Ruang Oval Gedung Putih. Dia tidak menyebut lebih lanjut soal “banyak hal” yang dilakukan AS untuk Mesir dan Yordania tersebut.

    Akhir pekan lalu, Trump melontarkan gagasan untuk “membersihkan” Gaza setelah perang antara Israel dan Hamas, yang berkecamuk selama lebih dari 15 bulan terakhir, menjadikan wilayah Palestina itu bagaikan “area penghancuran”.

    Dia mempertegas kembali gagasannya pada pada Senin (27/1) waktu setempat. Trump menyatakan keinginan untuk memindahkan warga Palestina keluar dari Jalur Gaza, menuju ke lokasi-lokasi yang “lebih aman”, seperti Mesir atau Yordania.

    Trump juga mengatakan dirinya “ingin membuat mereka (warga Palestina di Gaza-red) tinggal di area di mana mereka bisa hidup tanpa banyak gangguan dan revolusi dan kekerasan”.

    Rencana Trump itu langsung ditolak oleh Mesir dan Yordania, serta menuai kecaman banyak pihak, termasuk negara-negara sekutu AS sendiri.

    Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, dalam tanggapan publik pertamanya terhadap rencana Trump itu, mengatakan bahwa mengusir “rakyat Palestina dari tanah mereka adalah ketidakadilan yang tidak dapat kita ikut ambil bagian di dalamnya”.

    Sementara Raja Yordania Abdullah II, secara terpisah, menekankan “posisi tegas negaranya mengenai perlunya menjaga warga Palestina tetap di tanah mereka”.

    Sebelumnya, kecaman untuk rencana Trump disampaikan oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang menegaskan warga Palestina “tidak akan meninggalkan tanah dan tempat-tempat suci mereka”. Jerman dan Prancis, sekutu AS di Eropa, kompak menyebut rencana Trump itu “tidak dapat diterima”.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Peta Konflik Dunia di 2025: AS Awas, Rusia Untung, Perhatian Timur Tengah, Situasi Korea hingga Cina – Halaman all

    Peta Konflik Dunia di 2025: AS Awas, Rusia Untung, Perhatian Timur Tengah, Situasi Korea hingga Cina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Dewan Urusan Luar Negeri Amerika Serikat (AS) telah merilis jajak pendapat tahunan para ahli kebijakan luar negeri dengan pertimbangan konflik saat ini atau potensial yang dapat memengaruhi kepentingan Negeri Paman Sam.

    Laporan tersebut dirilis dengan latar belakang perang dan meningkatnya ketegangan di sejumlah kawasan dan saat Presiden AS Donald Trump memaparkan prioritas kebijakan luar negerinya untuk masa jabatan keduanya.

    Newsweek menghubungi Departemen Luar Negeri AS melalui email untuk meminta komentar.

    Laporan tersebut disusun dari informasi yang dikumpulkan pada bulan November dari 15.000 akademisi, pejabat pemerintah, dan pakar kebijakan luar negeri lainnya.

    Hasilnya menunjukkan bahwa tahun 2025 dapat menjadi tahun yang paling berbahaya sejak Dewan Urusan Luar Negeri mulai melakukan Survei Prioritas Pencegahan.

    Ada lebih banyak skenario yang lebih mungkin terjadi dan memiliki dampak potensial yang lebih tinggi terhadap kepentingan Washington daripada sebelumnya dalam 17 tahun jajak pendapat oleh lembaga pemikir yang berkantor pusat di Washington DC.

    Timur Tengah Masih Memanas

    Timur Tengah dianggap sebagai area yang memerlukan perhatian khusus.

    Menurut laporan tersebut, masih menjadi sorotan konflik Israel dan Hamas di Gaza, kemudian bentrokan dengan Hizbullah yang berpusat di Lebanon, dan meningkatnya permusuhan dengan pendukung kedua kelompok paramiliter—Iran.

    Tidak jelas bagaimana gencatan senjata minggu lalu antara Israel dan Hamas dan kembalinya ratusan ribu warga Palestina yang mengungsi dari Gaza selatan ke utara akan memengaruhi hasil survei.

    Keuntungan Militer Rusia

    Lalu perang Rusia melawan Ukraina juga masuk dalam kategori konflik Tingkat I tertinggi. 

    Kini, perang yang telah memasuki tahun ketiga dinilai memiliki kemungkinan besar untuk terus berlanjut dan berdampak besar pada kepentingan AS.

    Laporan itu memprediksi berbagai  spekulasi yang bisa terjadi.

    “Keuntungan militer besar Rusia di Ukraina, termasuk penghancuran infrastruktur penting secara luas, dan berkurangnya bantuan asing ke Kyiv menyebabkan gencatan senjata yang menguntungkan Moskow.”

    Tekanan Militer Cina ke Taiwan

    Skenario Tingkat 1 yang dianggap cukup mungkin terjadi tetapi dengan dampak potensial yang tinggi adalah “peningkatan tekanan militer dan ekonomi oleh Tiongkok terhadap Taiwan ” yang dapat memicu krisis Selat Taiwan yang dapat menarik AS dan negara lain di kawasan Pasifik.

    Konflik Afghanistan

    Afghanistan masuk dalam kategori risiko rendah Tier II.

    Para ahli merasa penindasan Taliban dan kesulitan ekonomi yang sedang berlangsung di Afghanistan dapat memicu kekerasan sektarian, yang dapat memperburuk krisis kemanusiaannya.

    Skenario ini dianggap memiliki kemungkinan yang tinggi meskipun dampaknya rendah terhadap masalah kebijakan AS saat ini.

    Provokasi Perbatasan Korea

    Sementara itu, “uji coba senjata dan provokasi perbatasan” oleh Korea Utara tidak mungkin mengakibatkan konfrontasi penuh dengan Korea Selatan, menurut para ahli.

    Kontinjensi ini turun ke Tingkat II, turun dari Tingkat 1 tahun lalu, tetapi akan berdampak besar pada kawasan tersebut dan kemungkinan akan melibatkan AS, yang menempatkan sekitar 28.000 tentara di Korea Selatan yang bersekutu.

    Di antara potensi krisis dalam kategori Tingkat III adalah meningkatnya ketidakstabilan politik yang disebabkan oleh meningkatnya terorisme dan melemahnya kewenangan pemerintah di Nigeria timur laut.

    ALUTSISTA KOREA UTARA – Meriam howitzer M1989 Koksan Korea Utara dikabarkan telah dikirim ke Rusia. Uji coba senjata dan provokasi perbatasan” oleh Korea Utara disebut pakar tidak mungkin mengakibatkan konfrontasi penuh dengan Korea Selatan. (NK News)

    Kemungkinan ini dianggap sedang dan berdampak rendah pada kepentingan Washington.

    Direktur Pusat Aksi Pencegahan di Council on Foreign Relations, Paul Stares, memberikan analisis terkait peta konflik dunia di 2025.

    “Tingkat kecemasan yang dirasakan responden survei tentang risiko konflik kekerasan selama 12 bulan mendatang tidak pernah sebesar ini. Dari 30 kemungkinan yang disurvei, 28 dinilai sangat mungkin terjadi dalam 12 bulan mendatang. Delapan belas di antaranya akan berdampak tinggi atau sedang terhadap kepentingan AS.”

    Untuk menghindari berbagai krisis yang terjadi secara bersamaan dengan konsekuensi yang mengerikan bagi Amerika Serikat, Stares menyarankan pemerintahan Trump untuk berpikir jernih dan berupaya mengurangi risiko konflik.

    Indeks Perdamaian Dunia

    Pada Juni 2024 lalu, Indeks Perdamaian Global (GPI) 2024 merilis peta konflik terbanyak sejak Perang Dunia II.

    Terdapat 56 konflik, 92 negara terlibat dalam konflik di luar perbatasan, yang merupakan jumlah terbanyak sejak GPI didirikan.

    Laporan yang dihasilkan oleh lembaga pemikir internasional, Institute for Economics & Peace (IEP), yang mengungkap bahwa dunia berada di persimpangan jalan. Tanpa upaya bersama, ada risiko lonjakan konflik besar, seperti dikutip dari visionofhumanity.org.

    Adapun 97 negara mengalami penurunan tingkat kedamaian, lebih banyak dari tahun mana pun sejak dimulainya Indeks Perdamaian Global pada tahun 2008.

    Konflik di Gaza dan Ukraina merupakan pendorong utama penurunan tingkat kedamaian global, karena kematian akibat pertempuran mencapai 162.000 pada tahun 2023.

    92 negara saat ini terlibat dalam konflik di luar perbatasan mereka, lebih banyak daripada kapan pun sejak dimulainya GPI.

    Sistem penilaian militer pertama dari jenisnya menunjukkan bahwa kemampuan militer AS hingga tiga kali lebih tinggi daripada Tiongkok.

    Dampak ekonomi global dari kekerasan meningkat menjadi $19,1 triliun pada tahun 2023, mewakili 13,5 persen dari PDB global. Paparan terhadap konflik menimbulkan risiko rantai pasokan yang signifikan bagi pemerintah dan bisnis.

    Militerisasi mencatat penurunan tahunan terbesarnya sejak dimulainya GPI, dengan 108 negara menjadi lebih termiliterisasi.

    110 juta orang menjadi pengungsi atau mengungsi di dalam negeri karena konflik kekerasan, dengan 16 negara kini menampung lebih dari setengah juta pengungsi.

    Amerika Utara mengalami kemerosotan regional terbesar, yang disebabkan oleh peningkatan kejahatan kekerasan dan ketakutan akan kekerasan.

    Jumlah negara yang terlibat konflik tertinggi sejak Perang Dunia II

    PEMBEBASAN SANDERA ISRAEL – Foto ini diambil pada Jumat (31/1/2025) dari publikasi resmi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) pada Kamis (30/1/2025), menunjukkan warga Palestina dan anggota Brigade Al-Qassam menyaksikan pertukaran tahanan ketiga di Jalur Gaza pada Kamis (30/1/2025). Hamas menyerahkan 3 sandera Israel dan 5 warga Thailand kepada ICRC sebelum dibawa ke negara masing-masing. (Telegram Brigade Al-Qassam)

    Saat ini terdapat 56 konflik, yang terbanyak sejak Perang Dunia II.

    Konflik-konflik tersebut telah menjadi lebih internasional dengan 92 negara terlibat dalam konflik di luar perbatasan mereka, yang terbanyak sejak dimulainya GPI.

    Meningkatnya jumlah konflik kecil meningkatkan kemungkinan terjadinya lebih banyak konflik besar di masa mendatang.

    Misalnya, pada tahun 2019, Ethiopia, Ukraina, dan Gaza semuanya diidentifikasi sebagai konflik kecil.

    Tahun lalu tercatat 162.000 kematian terkait konflik. Ini adalah jumlah korban tertinggi kedua dalam 30 tahun terakhir, dengan konflik di Ukraina dan Gaza yang menyumbang hampir tiga perempat kematian.

    Ukraina mewakili lebih dari separuhnya, mencatat 83.000 kematian akibat konflik, dengan perkiraan sedikitnya 33.000 untuk Palestina hingga April 2024.

    Dalam empat bulan pertama tahun 2024, kematian terkait konflik secara global berjumlah 47.000.

    Jika angka yang sama berlanjut hingga akhir tahun ini, ini akan menjadi jumlah kematian konflik tertinggi sejak genosida Rwanda pada tahun 1994.

    Dampak ekonomi global akibat kekerasan pada tahun 2023 adalah $19,1 triliun atau $2.380 per orang.

    Ini merupakan peningkatan sebesar $158 miliar, yang sebagian besar disebabkan oleh peningkatan kerugian PDB akibat konflik sebesar 20 persen.

    Pengeluaran untuk pembangunan perdamaian dan pemeliharaan perdamaian berjumlah total $49,6 miliar, yang mewakili kurang dari 0,6?ri total pengeluaran militer.

    Islandia tetap menjadi negara paling damai, posisi yang telah dipegangnya sejak 2008, diikuti oleh Irlandia, Austria, Selandia Baru, dan Singapura – pendatang baru di lima besar.

    Yaman telah menggantikan Afghanistan sebagai negara paling tidak damai di dunia. Diikuti oleh Sudan, Sudan Selatan, Afghanistan, dan Ukraina.

    Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA) tetap menjadi kawasan yang paling tidak damai.

    Kawasan ini merupakan rumah bagi empat dari sepuluh negara yang paling tidak damai di dunia dan dua negara yang paling tidak damai, Sudan dan Yaman.

    Meskipun demikian, UEA mencatat peningkatan kedamaian terbesar di kawasan ini – naik 31 peringkat ke peringkat 53 pada tahun 2024.

    Meskipun sebagian besar indikator kedamaian memburuk selama 18 tahun terakhir, ada peningkatan dalam angka pembunuhan yang turun di 112 negara, sementara persepsi kriminalitas membaik di 96 negara.

    Perubahan sifat konflik

    Seiring meluasnya konflik dan semakin mendunianya konflik, meningkatnya kompleksitas mengurangi kemungkinan tercapainya solusi yang langgeng. Ukraina dan Gaza adalah contoh dari keluhan historis yang terus berlanjut atau “perang abadi” tanpa resolusi yang jelas.

    Jumlah konflik yang menghasilkan kemenangan yang menentukan bagi kedua belah pihak telah turun dari 49 persen pada tahun 1970-an, menjadi kurang dari 9 persen pada tahun 2010-an.

    Selama periode yang sama, jumlah konflik yang berakhir melalui perjanjian damai turun dari 23 persen menjadi lebih dari 4%.

    Faktor kunci lain yang membentuk kembali konflik adalah dampak teknologi peperangan asimetris, yang memudahkan kelompok non-negara, serta negara yang lebih kecil atau kurang kuat, untuk bersaing dalam konflik dengan negara atau pemerintah yang lebih besar.

    Jumlah negara yang menggunakan pesawat nirawak meningkat dari 16 menjadi 40, peningkatan 150% antara tahun 2018 dan 2023.

    Selama periode yang sama, jumlah kelompok non-negara yang melakukan setidaknya satu serangan pesawat nirawak meningkat dari 6 menjadi 91, peningkatan lebih dari 1.400%.

    Kemampuan militer global

    Sejak dimulainya perang Ukraina, militerisasi telah meningkat di 91 negara, membalikkan tren 15 tahun sebelumnya.

    Mengingat komitmen ke depan banyak negara terhadap pengeluaran militer, hal itu tidak mungkin membaik dalam beberapa tahun mendatang.

    Perubahan dalam dinamika peperangan telah menyebabkan jumlah pasukan berkurang sementara kecanggihan teknologi meningkat.

    Selama dekade terakhir, 100 negara mengurangi personel angkatan bersenjata mereka, sementara kemampuan militer global meningkat lebih dari 10%.

    Penelitian pertama yang dilakukan oleh IEP menghitung kemampuan militer suatu negara dengan menggabungkan kecanggihan militer, teknologi, dan kesiapan tempur.

    Penelitian ini mengungkap bahwa AS memiliki kemampuan militer yang jauh lebih tinggi daripada China, yang diikuti oleh Rusia.

    Pendekatan tradisional untuk mengukur kemampuan militer umumnya hanya menghitung jumlah aset militer.

    Sorotan regional

    Eropa tetap menjadi kawasan paling damai, namun, kawasan ini mencatat peningkatan pengeluaran militer tahunan terbesar sejak dimulainya GPI.

    Amerika Utara mencatat penurunan perdamaian regional terbesar dengan penurunan hanya di bawah 5%.

    Baik AS maupun Kanada mengalami penurunan yang signifikan, terutama didorong oleh peningkatan kejahatan kekerasan dan ketakutan akan kekerasan.

    Afrika Sub-Sahara sekarang menjadi kawasan paling tidak damai kedua setelah MENA karena menghadapi beberapa krisis keamanan – terutama meningkatnya kerusuhan politik dan terorisme di Sahel Tengah.

    Asia-Pasifik tetap menjadi kawasan paling damai kedua dengan sedikit penurunan perdamaian.

    Papua Nugini mencatat penurunan terburuk di kawasan tersebut, yang disebabkan oleh meningkatnya kekerasan suku akibat perselisihan atas wilayah dan kepemilikan tanah.

    Amerika Tengah dan Karibia mengalami sedikit penurunan perdamaian, karena negara-negara seperti Haiti memerangi kejahatan terorganisasi tingkat tinggi dan kerusuhan sipil.

    Meskipun demikian, El Salvador mencatat peningkatan perdamaian paling signifikan di dunia.

    Amerika Selatan mengalami penurunan perdamaian terbesar kedua dengan penurunan sebesar 3,6%.

    Perubahan terbesar terjadi pada indikator Tingkat Pembunuhan, Skala Teror Politik, dan Intensitas Konflik Internal.

    (Tribunnews.com/ Chrysnha)

  • Israel Akhiri Semua Hubungan dengan UNRWA Hari Ini

    Israel Akhiri Semua Hubungan dengan UNRWA Hari Ini

    JAKARTA – Israel resmi mengakhiri hubungannya dengan badan bantuan PBB untuk Palestina (UNRWA) mulai hari ini, namun mengatakan akan tetap melanjutkan penyaluran bantuan kemanusiaan ke Galur Gaza, Palestina.

    Dalam unggahannya di media sosial X Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Israel Oren Marmorstein menuliskan, UNRWA merupakan organisasi yang dipenuhi dengan aktivitas teror Hamas.

    “Inilah sebabnya, mulai tanggal 30 Januari dan sesuai dengan hukum Israel, Israel tidak akan melakukan kontak dengan UNRWA,” tulisnya di X seperti dikutip 30 Januari.

    “Israel tetap berkomitmen untuk memfasilitasi bantuan kemanusiaan ke Gaza sesuai dengan hukum internasional dan kerangka kerja pembebasan sandera,” lanjutnya.

    Lebih jauh, ia mengklaim Israel memfasilitasi lebih banyak truk bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza dari yang disepakati.

    “Ada beberapa organisasi alternatif untuk UNRWA, termasuk badan-badan PBB, LSM internasional dan negara-negara asing, yang sudah beroperasi untuk memfasilitasi bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza, dan peran mereka hanya akan meningkat,” tulisnya.

    Kemarin, juru bicara Pemerintah Israel David Mencer mengatakan dalam jumpa pers, dalam waktu 48 jam, Israel akan menutup semua kantor UNRWA, menghentikan komunikasi dengan anggota organisasi tersebut, dan melarang kegiatannya di negara tersebut, dikutip dari TASS.

    Pada tanggal 25 Januari, Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon memberi tahu Sekretaris Jenderal PBB, UNRWA harus menghentikan semua kegiatannya di Israel paling lambat tanggal 30 Januari.

    Sementara itu, juru bicara resmi Kepresidenan Palestina Nabil Abu Rudeineh mengatakan, keputusan otoritas pendudukan Israel untuk menghentikan kegiatan UNRWA ditolak dan dikutuk, serta merupakan provokasi terhadap rakyat Palestina, bertentangan dengan resolusi PBB yang menjadi dasar pembentukan badan tersebut, dikutip dari WAFA.

    Diketahui, Parlemen Israel (Knesset) mengesahkan RUU yang melarang kegiatan UNRWA di wilayah negara tersebut dan berdampak pada wilayah Palestina yang diduduki.

    RUU tersebut disusun menyusul laporan adanya staf UNRWA yang berpartisipasi dalam serangan Hamas terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober 2023.

    Israel telah berulang kali menegaskan bahwa banyak karyawan UNRWA memiliki hubungan dengan sayap militer Hamas.

  • Trump Yakin Mesir dan Yordania Akan Terima Pengungsi Gaza

    Trump Yakin Mesir dan Yordania Akan Terima Pengungsi Gaza

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meyakini Mesir dan Yordania akan menerima pengungsi Gaza. Dia yakin meski kedua negara itu menolak rencana Trump memindahkan warga Palestina dari wilayah tersebut.

    Komentar Trump ini muncul sehari setelah Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Raja Yordania Abdullah II menolak pemindahan paksa warga Gaza setelah perang antara Hamas dan Israel.

    “Mereka akan melakukannya,” ucap Trump yakin kepada wartawan di Oval Office ketika ditanya tanggapannya terhadap penolakan Mesir dan Yordania, sebagaimana dilansir AFP, Jumat (31/1/2025).

    “Mereka akan melakukannya. Kami melakukan banyak hal untuk mereka, dan mereka akan melakukannya,” imbuh Trump.

    Setelah gencatan senjata Israel-Hamas mulai berlaku pada 19 Januari, Trump pekan lalu melontarkan rencana untuk ‘membersihkan’ Jalur Gaza. Oleh karena itu, dia berencana memindahkan warga Palestina ke Mesir atau Yordania.

    Dia mengatakan perang yang berlangsung selama 15 bulan telah menjadikan wilayah Palestina sebagai “tempat penghancuran.”

    Utusan Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, melakukan perjalanan yang jarang terjadi ke Gaza minggu ini, kata Gedung Putih, dalam upaya untuk menopang gencatan senjata yang rapuh. Ia juga bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    Sisi dari Mesir, yang merupakan sekutu utama AS, pertama kali pada hari Rabu (29/1) menanggapi rencana Trump itu. Dia menilai rencana Trump itu tidak adil bagi warga Palestina.

    “Rakyat Palestina dari tanah mereka adalah ketidakadilan yang tidak dapat kita ambil bagian di dalamnya,” kata Sisi.

    Raja Yordania Abdullah II secara terpisah juga menegaskan menolak rencana Trump itu. Dia menilai warga Palestina harus tetap berada di tanah mereka.

    “Posisi tegas negaranya mengenai perlunya mempertahankan warga Palestina di tanah mereka,” ucap Abdullah.

    Diketahui, sejak dimulainya perang Israel-Hamas pada Oktober 2023, Mesir dan Yordania telah memperingatkan rencana untuk mengusir warga Palestina dari Gaza dan Tepi Barat melintasi perbatasan mereka.

    Lihat juga Video ‘Jumlah Korban Tewas di Gaza Meningkat Meski Sedang Gencatan Senjata’:

    (zap/yld)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Hamas Akui Pimpinan Brigade Al Qassam Mohammad Deif Tewas dalam Serangan Udara Israel Tahun Lalu – Halaman all

    Hamas Akui Pimpinan Brigade Al Qassam Mohammad Deif Tewas dalam Serangan Udara Israel Tahun Lalu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hamas akhirnya mengakui untuk pertama kalinya bahwa Israel telah membunuh pimpinan Brigade Al Qassam sekaligus buronan Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC), Mohammad Deif, dalam serangan udara yang dilakukan pada Juli 2024 lalu.

    Dikutip dari Associated Press (AP),  pengumuman tersebut disampaikan sesaat setelah Hamas membebaskan tawanan Israel.

    “Brigade Al-Qassam mengumumkan kepada rakyat kami yang hebat tentang kesyahidan sekelompok pejuang dan komandan yang heroik,” kata juru bicara Hamas, Aboe Obeida, saat mengumukan tewasnya Deif dan wakil kepala staf Brigade Al-Qassam, Marwan Isa, Kamis (30/1/2025).

    Adapun, ini adalah pertukaran tahap ketiga dalam kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel di Gaza yang telah memasuki pekan kedua sejak pertama kali disepakati pada 19 Januari 2025 lalu.

    Di sisi lain, sebelumnya, militer Israel sempat mengumumkan bahwa Deif telah tewas dalam serangan yang dilakukan di wilayah Khan Younis Gaza pada 1 Agustus 2024 lalu.

    Pengumuman tersebut disampaikan saat itu sehati setelah membunuh pimpinan politik Hamas, Ismail Haniyeh di Teheran, Iran, yang juga diumumkan oleh Korps Garda Revolusi Iran dan Hamas.

     “Tentara Pertahanan Israel (IDF) mengumumkan pada tanggal 13 Juli 2024, jet tempur IDF menyerang di wilayah Khan Younis, dan usai adanya penilaian intelijen, dipastikan Deif tewas dalam serangan itu,” demikianm pernyataan resmi dari militer Israel, dikutip dari Reuters.

    Tak cuma Deif, serangan Israel itu juga mengakibatkan 90 orang tewas.

    Adapun cara Israel membunuh Deif dengan menjatuhkan bom seberat 900 kilogram ke tempat perlindungan pimpinan Al Qassam tersebut.

    Sebagai informasi, Israel telah menjadikan Deif sebagai salah satu target utama untuk dibunuh karena dianggap telah melakukan beberapa operasi serangan.

    Dikutip dari Aljazeera, Deif melakukan operasi dengan pimpinan Hamas, Yahya Sinwar, kata militer Israel.

    “Selama perang, ia mempimpin aktivitas Hamas di Jalur Gaza dengan mengeluarkan perintah dan instruksi kepada para anggota senior sayap militer Hamas, “ kata IDF.

    Kematian Deif Sempat Dibantah Hamas

    Di sisi lain, pasca-pengumuman dari Israel tersebut, Hamas sempat membantah bahwa Deif dibunuh oleh pasukan Zionis.

    Bantahan tersebut disampaikan oleh anggota Hamas, Izzat al-Rashq dalam sebuah postingan di Telegram.

    “Mengonfirmasi atau menyangkal kesyahidan salah satu pemimpin Wassam adalah masalah kepemimpinan Brigade Qassam dan kepemimpinan gerakan tersebut,” ujarnya dalam postingan tersebut pada 1 Agustus 2024 lalu, dikutip dari Aljazeera.

    Rashq mengatakan bahwa saat itu, tidak ada pernyataan resmi dari Al-Qassam terkait kematian Deif.

    “Kecuali jika salah satu dari mereka mengumumkan, tidak ada berita yang dipublikasikan di media atau oleh pihak lain yang dapat dikonfirmasi,” tegasnya.

    Dilansir The Guardian, Mohammed Diab Ibrahim Al-Masri atau Mohammad Deif merupakan salah satu pendiri Brigade Al Qassam.

    Dia lahir di kamp pengungsian Khan Younis pada tahun 1965.

    Kendati berlatarbelakang dari keluarga miskin, Deif merupakan sosok yang cerdas karena memiliki gelar sarjana sains dari Islamic University di Gaza.

    Pada tahun 1987, Deif pertama kali bergabung dengan Hamas ketika kelompok milisi tersebut tengah berjuang dalam pemberontakan Palestina pertama.

    Saat bergabung dengan Hamas, dia pernah ditangkap oleh Israel dan dijebloskan ke penjara selama 16 bulan.

    Setelah bebas, Deif ditunjuk menjadi pimpinan Brigade Al Qassam pada tahun 2002 setelah pemimpin sebelumnya yaitu Salah Shehadeh dibunuh oleh Israel.

    Deif memang dikenal sebagai sosok yang misterius karena jarang muncul ke publik.

    Adapun hal tersebut dibuktikan dengan hanya ada tiga gammbar yang menunjukkan sosoknya. Bahkan, dua gambar hanya menunjukkan dirinya menggunakan topeng serta satu gambar bayangannya.

    Dilansir Al-Mayadeen, Deif menjadi salah satu anggota dewan militer Hamas yang diduga menjadi dalang dalam serangan ke Israel pada 7 Oktober 2023 silam.

    Kabar terakhir terkait Deif adalah dikeluarkannya surat perintah penangkapan dari ICC terhadapnya pada 21 November 2024 silam.

    Dikutip dari laman ICC, Deif diperintahkan untuk ditangkap oleh ICC bersama dengan Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant.

    Surat perintah itu diterbitkan karena Deif, Netanyahu, dan Gallant dituduh telah melakukan kejahatan perang dan kemanusiaan dalam konflik di Gaza.

    Sebenarnya, surat perintah penangkapan dari ICC juga ditujukan kepada dua pimpinan senior Hamas yaitu Ismail Haniyeh dan Yahya Sinwar.

    Namun, lantaran keduanya meninggal, maka surat tersebut ditarik.

    (Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

  • Mana Dia saat Kita Dibunuh Rudal yang Didanai Amerika?

    Mana Dia saat Kita Dibunuh Rudal yang Didanai Amerika?

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebelumnya diketahui mengumumkan rencananya yang kontroversial untuk “membersihkan” Gaza, yaitu mengirim jutaan rakyat Palestina ke berbagai negara.

    Rencana Donald Trump itu berbarengan dengan ratusan ribu warga Palestina yang mengungsi mulai merayakan kepulangan mereka ke rumah, atau apapun yang masih tersisa di rumah, yang terletak di Jalur Gaza utara.

    Bagi banyak orang, kata-kata Trump tidak hanya meremehkan tetapi juga merupakan pengingat yang jelas tentang perjuangan selama puluhan tahun yang telah dialami warga Palestina untuk tetap tinggal di tanah air mereka.

    Tanah Air Tercinta

    Sejak gencatan senjata diumumkan antara Israel dan Hamas pada 19 Januari, Nizar Noman yang berusia 64 tahun telah menunggu di titik terdekat koridor militer Netzarim Israel yang melintasi Gaza tengah, untuk kembali ke rumahnya di Kota Gaza.

    “Karena saya adalah bagian dari tanah air saya, tanah air saya adalah milik saya. Saya tidak ingin menyia-nyiakan waktu untuk pergi dari rumah saya lagi,” ujarnya.

    Noman dan keluarganya dievakuasi ke selatan pada Desember 2024 setelah pasukan Israel mengepung lingkungan tempat tinggal mereka. Meskipun terjadi kekerasan dan kampanye pengungsian yang tak henti-hentinya selama 15 bulan serangan Israel, yang telah menghancurkan sebagian besar Gaza, Noman tidak pernah kehilangan harapan untuk kembali.

    “Saya menyesali hari ketika saya meninggalkan rumah dan pergi ke selatan. Sekarang saya lebih suka mati di bawah reruntuhan rumah saya daripada meninggalkannya lagi, bahkan untuk kota lain di Palestina,” ia berkata.

    Ia menanggapi saran Trump yang kontroversial tersebut, melihat ironi dalam pernyataan Presiden AS itu.

    “Presiden Trump berkhayal bahwa warga Gaza dapat pergi, meskipun keadaannya kacau seperti yang digambarkannya,” kata Noman.

    “Sekarang dia peduli dengan warga Gaza dan memikirkan masa depan kita? Di mana dia saat kita dibunuh oleh rudal Israel yang didanai oleh pajak Amerika?” tanyanya.

    Seorang pengusaha terkenal di Gaza, Noman memiliki beberapa toko di Kota Gaza, yang semuanya hancur atau terbakar selama serangan Israel. Rumah kedua putranya juga hancur menjadi puing-puing akibat serangan udara.

    Namun, Noman tidak pernah mempertimbangkan untuk meninggalkan Gaza, meskipun negara lain menawarkan insentif.

    “Ini tanah air kami. Baik saya, anak-anak saya, maupun cucu-cucu saya tidak akan pernah meninggalkannya,” tegasnya.

    Lelucon oleh Donald Trump

    Zaid Ali, 42, dari Jalur Gaza utara, percaya bahwa pernyataan Trump adalah bagian dari agenda tersembunyi untuk Nakba lainnya, ketika 750.000 orang dipaksa meninggalkan rumah mereka dan pindah ke negara-negara tetangga selama pembentukan negara Israel.

    “Amerika dan Israel selalu melakukan yang terbaik untuk ‘membersihkan’ tanah dengan paksa atau fasilitas, tetapi mereka juga selalu gagal karena jiwa kami terhubung dengan pasir di tanah ini,” kata Ali.

    Sejak 7 Oktober 2023, Ali dan keluarganya mengalami banyak pertempuran, kekalahan, kelaparan, penyakit, ketakutan, dan penghinaan. Namun, meninggalkan Gaza bukanlah pilihan.

    “Saya dan keluarga saya tetap teguh di Gaza utara. Kami bahkan tidak pernah berpikir untuk pergi,” katanya.

    Ali mengenang bagaimana ia dan lima saudaranya berusaha meyakinkan ayah mereka yang berusia 85 tahun untuk mengungsi ke Mesir sebelum perbatasan ditutup pada Mei 2024, terutama setelah kesehatannya memburuk menyusul hilangnya tiga cucu dalam serangan udara Israel. Namun ayah mereka menolak.

    “Ia menyaksikan Nakba dan pernah meninggalkan rumahnya saat masih kecil ketika mereka dipaksa mengungsi dari Haifa,” kata Ali.

    “Ia tidak akan pernah mengulangi kesalahan ayahnya. Kami butuh waktu berhari-hari untuk meyakinkannya agar mengungsi dari lingkungan kami ke lingkungan lain selama periode pemboman Israel yang intens.

    “Baginya, kata-kata Trump adalah lelucon,” ia menegaskan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News