Negara: Jalur Gaza

  • Trump Bersikeras Jalur Gaza akan Diserahkan ke AS Usai Perang

    Trump Bersikeras Jalur Gaza akan Diserahkan ke AS Usai Perang

    JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan Jalur Gaza akan diserahkan ke AS oleh Israel di akhir pertempuran dan menyatakan “tidak akan ada tentara AS yang diturunkan.”

    Pernyataan itu diunggah Trump di akun Truth Social, dengan menyebutkan di akhir pertempuran, “Warga Palestina, orang-orang seperti Chuck Schumer, sudah akan dimukimkan kembali di komunitas yang jauh lebih aman dan lebih indah, dengan rumah-rumah baru dan modern, di wilayah tersebut.”

    Dia juga mengklaim warga Palestina akan mendapatkan “kesempatan hidup bahagia, aman dan bebas” melalui skema relokasi yang diusulkannya, dengan merencanakan warga Palestina mengungsi ke Mesir dan Yordania.

    “AS, yang bekerja sama dengan tim-tim pembangunan hebat dari seluruh dunia, akan perlahan-lahan dan hati-hati memulai pembangunan yang kelak akan menjadi salah satu pembangunan terbesar dan paling spektakuler di dunia,” kata Trump dilansir ANTARA dari Anadolu, Kamis, 6 Februari.

    Dengan menegaskan tidak diperlukan tentara AS untuk upaya-upaya ini, Trump mengklaim tindakan-tindakan ini akan membawa stabilitas ke kawasan tersebut.

     

  • Malu Besar, Intelijen Israel Gempar Saat Komandan Batalyon Pantai Hamas Bebas Berjalan-jalan di Gaza – Halaman all

    Malu Besar, Intelijen Israel Gempar Saat Komandan Batalyon Pantai Hamas Bebas Berjalan-jalan di Gaza – Halaman all

    Malu Besar, Intelijen Israel Gempar Saat Komandan Batalyon Pantai Hamas Bebas Berjalan-jalan

    TRIBUNNEWS.COM – Citra intelijen Israel sebagai satu di antara unit militer paling valid dalam pengumpulan data dan spionase kembali tercoreng.

    Kali ini, badan dan unit intelijen Israel menghadapi malu besar soal keberadaan komandan Batalyon Pantai gerakan Hamas, Haitham Al-Hawajri.

    Sebagai informasi, pada 3 Desember 2023 silam, tentara pendudukan Israel (IDF) merujuk pada informasi intelijen Israel, mengumumkan telah mengeleminasi Al-Hawajri dalam sebuah serangan.

    “Namun dalam sebuah adegan yang menggemparkan bagi pendudukan Israel, Al-Hajri baru-baru ini muncul saat pembebasan tahanan Israel Keith Segal, di mana ia berfoto dengan para petempur milisi perlawanan Palestina dan berjalan-jalan bebas tanpa menyembunyikan wajahnya,” tulis laporan Khaberni, dikutip Kamis (6/2/2025).

    Hal ini setidaknya merupakan insiden ketiga di mana seorang pemimpin militer senior Hamas muncul setelah Israel mengumumkan pembunuhannya.

    “Menghadapi rasa malu intelijen ini, tentara pendudukan Israel dan Shin Bet mengakui kesalahannya, dan menjelaskan bahwa pengumuman sebelumnya didasarkan pada informasi intelijen yang kemudian terbukti tidak akurat,” kata laporan itu.

    MASIH HIDUP – Hussein Fayyad, Komandan Batalyon Beit Hanoun, di Brigade Al-Qassam, sayap militer Gerakan Pembebasan Palestina, Hamas yang diklaim sudah dibunuh oleh Tentara Israel, muncul di media sosial. Ini menjadi kesalahan kesekian intelijen Israel terkait keberadaan para komandan tempur Hamas di Jalur Gaza. (khaberni/tangkap layar)

    Bukan Kesalahan Pertama

    Al-Hajri bukan satu-satunya pemimpin lapangan gerakan Hamas yang muncul setelah pembunuhannya diumumkan Israel.

    Sebulan sebelumnya, Hussein Fayyad, komandan Batalyon Beit Hanoun Hamas, terlihat menghadiri pemakaman warga Palestina di Gaza utara.

    Padahal, Israel mengklaim telah membunuhnya Mei tahun lalu saat membombardir Jabalia, Gaza Utara.

    Tentara pendudukan Israel menggambarkan Fayyad sebagai orang yang bertanggung jawab atas peluncuran banyak rudal anti-tank dan mortir ke pemukiman Israel selama perang Gaza.

    Pada pemakaman tersebut, Fayyad memberikan pidato di mana ia berbicara tentang “kemenangan Gaza atas tentara pendudukan Israel,”.

    Pidato ini mengonfirmasi kemunculannya baru-baru ini, kalau dia masih hidup, setelah gencatan senjata Gaza terjadi. 

    “Setelah kemunculan Fayyad, tentara dan Shin Bet sekali lagi dipaksa untuk mengakui bahwa penilaian intelijen mereka mengenai eleminasi Fayyad, salah,” tulis Khaberni.

    Peristiwa serupa lainnya terjadi dengan Mahmoud Hamdan, komandan batalyon lingkungan Tel al-Sultan di Rafah, yang juga dikenal sebagai pengawal pribadi martir pemimpin Hamas, Yahya Sinwar. 

    “Awalnya, tentara pendudukan Israel mengumumkan pembunuhannya dalam serangan udara, tetapi kemudian, setelah Sinwar syahid pada September 2024, ternyata Hamdan tetap hidup hingga akhirnya benar-benar meninggal dalam bentrokan lain dengan pasukan pendudukan Israel,” papar laporan tersebut.

    PASUKAN IDF – Pasukan Israel (IDF) dalam agresi militer mereka ke jalur Gaza. Per Minggu (19/1/2025), gencatan senjata antara Israel dan Hamas terjadi dalam kerangka pertukaran tahanan dalam tiga fase. (khaberni/tangkap layar)

    Validitas dan Kredibilitas Intelijen Israel Kini Dipertanyakan

    Kesalahan demi kesalahan ini berujung pada tercorengnya kredibilitas dan validitas informasi intelijen dari unit intel militer Israel.

    “Meskipun tentara pendudukan Israel berulang kali mengklaim telah membunuh lebih dari 100 pemimpin terkemuka Hamas, mulai dari komandan batalion dan brigade hingga pemimpin senior seperti Mohammed Deif, Marwan Issa, dan Yahya Sinwar, kesalahan intelijen baru-baru ini telah menimbulkan keraguan tentang kredibilitas laporan ini,” menurut surat kabar Israel berbahasa Ibrani, Yedioth Ahronoth.

    Surat kabar berbahasa Ibrani itu menunjukkan bahwa Hamas masih memiliki pemimpin terkemuka di Jalur tersebut yang berkontribusi dalam membangun kembali kekuatan gerakan tersebut.

    Di antara mereka adalah Mohammed Sinwar, yang diyakini menggantikan saudaranya Yahya sebagai pemimpin gerakan, serta pemimpin brigade seperti Mohammed Shabana, komandan Brigade Rafah, dan Izz al-Din Haddad, komandan Brigade Gaza.

    ADIK YAHYA SINWAR – Adik Yahya Sinwar, Muhammad Al-Sinwar, pemimpin baru unit militer Hamas di Gaza saat tampil di program acara Apa yang Tersembunyi Itu Terbesar. (khaberni/tangkap layar)

    Surat kabar itu menjelaskan kalau semakin tinggi pangkat pemimpin Hamas yang menjadi sasaran Israel, semakin besar jumlah ‘modal’ dan ‘amunisi; yang digunakan Israel untuk memastikan pembunuhan tersebut.

    “Di samping itu Israel harus berpeluh demi mengintensifkan upaya intelijen untuk mengonfirmasi keberhasilan operasi militer pengeleminasian target tersebut,” kata laporan tersebut. 

    Karena alasan ini, Israel ragu untuk segera mengumumkan pembunuhan para pemimpin terkemuka Hamas dan Hizbullah.

    “Hasilnya, verifikasi pengeleminasian target operasi IDF memerlukan waktu berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu,” papar ulasan tersebut.

    Surat kabar itu menunjukkan kalau sepanjang perang Gaza, kritik meningkat soal klaim tentara pendudukan Israel mengenai angka “astronomis” yang diumumkan mengenai jumlah martir (petempur yang gugur) dari pejuang Hamas. 

    “Komandan lapangan IDF misalnya, mengklaim kalau beberapa laporan mengklaim bahwa satu batalyon militer Israel menewaskan 60 pejuang milisi Palestina di Beit Lahia dalam satu minggu, atau 150 di Shujaiya, tanpa bukti yang jelas untuk mengonfirmasi kebenaran angka-angka ini,” kata laporan tersebut.

    Menurut sumber militer Israel yang mengatakan kepada Yedioth Ahronoth, siapa pun (dari kelompok perlawanan Palestina) yang menjadi sasaran IDF di zona pertempuran didaftarkan pada “daftar pembunuhan,” tanpa memeriksa apakah ia benar-benar terbunuh atau hanya terluka.

    Menurut Yedioth Ahronoth, jumlah pejuang Hamas yang tersisa pada awal gencatan senjata per Januari 2025 diperkirakan sekitar 10.000 pejuang. 

    Gerakan ini juga mampu merekrut dan melatih ratusan pejuang baru dalam beberapa bulan terakhir.

    Surat kabar berbahasa Ibrani tersebut menilai kalau insiden ini mencerminkan serangkaian kegagalan intelijen Israel yang mengaburkan keakuratan informasi yang diandalkan tentara pendudukan Israel dalam agresi militernya melawan Hamas di Jalur Gaza.

    Kegagalan Israel mencapai target perang meski sudah ‘habis-habisan’ dalam 15 bulan agresi, diduga juga karena kelemahan unit intelijen mereka yang tidak mampu masuk ke dalam jaringan Hamas.

    “Saat perang berlanjut, pertanyaan yang muncul adalah berapa banyak pemimpin yang diklaim Israel telah dibunuh, tetapi mereka mungkin muncul kembali di masa mendatang,” tulis sindiran ulasan tersebut soal keraguan mereka terhadap apa yang diumumkan pihak militer Israel.

     

    (oln/khbrn/*)

     
     

  • Israel Siapkan Rencana untuk Warga Palestina yang Mau Tinggalkan Gaza

    Israel Siapkan Rencana untuk Warga Palestina yang Mau Tinggalkan Gaza

    Yerusalem

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berencana mengambil alih Gaza, Palestina. Israel menyiapkan rencana untuk warga Palestina yang sukarela meninggalkan Gaza.

    Dilansir dari AFP, Kamis (6/2/2025), Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, telah menginstruksikan kepada militer untuk merumuskan rencana bagi warga Palestina yang mau meninggalkan Gaza.

    “Saya telah menginstruksikan IDF (militer) untuk menyiapkan rencana yang memungkinkan keberangkatan sukarela bagi warga Gaza,” kata Katz.

    Katz mengatakan warga Palestina dapat pergi ke negara mana pun yang bersedia menerima mereka.

    Usulan pengambilalihan Gaza dan mengusir warga Palestina dari tanah mereka sendiri itu diutarakan Trump kala menerima kunjungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih. Pernyataan Trump ini mendapatkan kecaman dari dunia, termasuk dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

    PBB mengatakan pemindahan paksa warga Palestina sama saja dengan pembersihan etnis. Trump pun mengklaim semua orang akan menyukai rencananya.

    Namun, dia hanya memberikan sedikit rincian tentang bagaimana cara memindahkan sekitar 2 juta warga Palestina dari Gaza. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menyebut pemindahan warga Palestina hanya sementara.

    Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebut seruan Trump itu adalah pelanggaran serius terhadap hukum internasional. Perdamaian tidak akan tercapai tanpa berdirinya negara Palestina.

    “Presiden Mahmoud Abbas dan para pemimpin Palestina menyatakan penolakan keras mereka terhadap seruan untuk merebut Jalur Gaza dan mengusir warga Palestina dari tanah air mereka,” demikian pernyataan kantor kepresidenan Palestina.

    Juru bicara Hamas, Hazem Qassem.mengecam pernyataan Trump. Apa yang diutarakan Trump, jelas Hamas, sama sekali tidak dapat diterima.

    “Pernyataan Trump tentang Washington yang mengambil kendali atas Gaza sama dengan pernyataan terbuka mengenai niatnya untuk menduduki wilayah tersebut,” kata Hazem Qassem.

    “Gaza adalah untuk rakyatnya dan mereka tidak akan pergi,” lanjutnya.

    Meski dihujani kritik, Trump kembali menegaskan tetap akan mengambil alih Gaza. Ia menyebut Israel akan menyerahkan Gaza kepada AS.

    “Jalur Gaza akan diserahkan ke Amerika Serikat oleh Israel pada akhir pertempuran. Warga Palestina, seperti Chuck Schumer, sudah akan dimukimkan kembali di komunitas yang jauh lebih aman dan indah, dengan rumah-rumah baru dan modern, di wilayah tersebut,” tulis Trump.

    Diketahui, Chuck Schumer adalah pemimpin minoritas di Senat dan seorang Demokrat. Dalam pidatonya pada pekan lalu, Schumer mengkritik Trump ‘sembrono dan melanggar hukum’.

    (isa/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Hamas Tuding Donald Trump Ingin Duduki Gaza

    Hamas Tuding Donald Trump Ingin Duduki Gaza

    Jakarta

    Rencana kontroversial Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengambil alih Jalur Gaza membuat Hamas murka. Juru bicara Hamas Hazem Qassem menuding Trump berniat ingin menduduki wilayah Gaza.

    “Pernyataan Trump tentang Washington yang mengambil kendali atas Gaza sama dengan pernyataan terbuka mengenai niatnya untuk menduduki wilayah tersebut,” kata Qassem dilansir kantor berita AFP, Kamis (6/2/2025).

    Qassem menegaskan rakyat Gaza tidak akan pernah meninggalkan wilayahnya. Dia meminta ada pertemuan darurat antarnegara Arab mengenai rencana Trump ini.

    “Gaza adalah untuk rakyatnya dan mereka tidak akan pergi. Kami menyerukan diadakannya pertemuan puncak darurat Arab untuk menghadapi proyek pengungsian,” ujarnya.

    Qassem menegaskan pihaknya tidak membutuhkan negara mana pun untuk memerintah di Gaza. Dia meminta negara-negara Arab segera mengambil tindakan tegas dan menolak rencana Trump tersebut.

    “Kami tidak memerlukan negara mana pun untuk memerintah Jalur Gaza dan kami tidak menerima penggantian satu pendudukan dengan pendudukan lainnya. Kami menyerukan masyarakat Arab dan organisasi internasional untuk mengambil tindakan tegas untuk menolak proyek Trump,” katanya.

    Seperti diketahui, Trump mengklaim warga Palestina akan senang dipindah dari Gaza. Pernyataan kontroversial Trump itu disampaikan ketika dia berbicara kepada wartawan di Gedung Putih pada Selasa (4/2) waktu setempat, sebelum bertemu Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu yang berkunjung ke Washington DC untuk membahas isu Timur Tengah, termasuk gencatan senjata Gaza.

    Dalam pernyataannya, Trump mengklaim warga Palestina akan “dengan senang hati meninggalkan Gaza”. Dia juga menyebut warga Gaza tidak memiliki alternatif lain saat ini ketika ditanya wartawan AFP apakah relokasi sama saja dengan menggusur mereka secara paksa.

    Pernyataan ini disampaikan setelah Trump sebelumnya melontarkan gagasan yang menuai kritikan banyak pihak, yakni “membersihkan” Gaza dan mencetuskan warga Palestina di Jalur Gaza untuk direlokasi ke Mesir atau Yordania.

    (whn/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Eks-Menhan Israel Yoav Gallant: Netanyahu Takut Hadapi Hizbullah Karena Yakin Tel Aviv Bakal Hancur – Halaman all

    Eks-Menhan Israel Yoav Gallant: Netanyahu Takut Hadapi Hizbullah Karena Yakin Tel Aviv Bakal Hancur – Halaman all

    Yoav Gallant: Netanyahu Takut Hadapi Hizbullah Karena Yakin Tel Aviv Bakal Hancur

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Israel, Yoav Gallant, Rabu (5/2/2025) kalau Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu takut menghadapi gerakan Hizbullah di Lebanon.

    Netanyahu, kata Gallant, yakin kalau konfrontasi berkelanjutan dengan Hizbullah akan menyebabkan kehancuran Tel Aviv.

    Dalam sebuah wawancara dengan media Israel, Channel 12, Galant menuturkan pengalamnnya saat dia bertemu Netanyahu setelah serangan Banjir Al-Aqsa 7 Oktober 2023.

    Saat itu, menurut Gallant, Netanyahu memberitahunya tentang kekhawatiran terbunuhnya ribuan tentara Israel (IDF) di Gaza jika dia memutuskan melakukan invasi militer darat IDF.

    Netanyahu, dengan tekanan politik dari kelompok sayap kanan ekstremis di koalisi pemerintahannya, kemudian benar-benar memerintahkan agresi ke Gaza.

    Setelah 15 bulan bombardemen buta ke Gaza, Israel tak juga mampu secara penuh memenuhi target perang mereka, memberangus Hamas dan memulangkan semua sandera yang berada di tangan milisi perlawanan Palestina.

    Dalam proses kegagalan pencapaian target itu, Netanyahu memecat Gallant pada 5 November  2024. Gallant kemudian digantikan Israel Katz.

    Netanyahu dan Gallant memang kerap berfriksi, termasuk soal undang-undang wajib militer dan langkah konfrontasi dengan gerakan Hizbullah.

    LATIHAN PERANG – Pejuang Hizbullah saat berlatih simulasi operasi penangkapan. Terungkap kalau PM Israel, Netanyahu rupanya takut menghadapi Hizbullah (Dok. Al Mayadeen)

    Soal Hizbullah ini, Gallant menyatakan: 

    “Perdana menteri menunjukkan gedung-gedung dari jendela dan berkata, ‘Apakah Anda melihatnya? Semua ini akan hancur akibat kemampuan Hizbullah. Setelah kita menyerang mereka, mereka akan menghancurkan semua yang Anda lihat’,” jelasnya.

    Ia menambahkan kalau Netanyahu “berbicara tentang semua bangunan yang Anda lihat dari jendela kantornya di lantai dua atau tiga kantornya di Tel Aviv.”

    Pada tanggal 27 November 2024, perjanjian gencatan senjata mengakhiri baku tembak antara tentara pendudukan Israel dan Hizbullah yang dimulai pada tanggal 8 Oktober 2023, dan berubah menjadi perang skala penuh pada tanggal 23 September, di mana rudal Hizbullah mencapai pusat Tel Aviv.

    Sebagai informasi, Hizbullah menyerang Israel sebagai bagian dari bentuk dukungan mereka terhadap milisi perlawanan Palestina melawan agresi Israel sejak 7 Oktober 2023.

    Serangan Hizbullah ini membuat ribuan pemukim Israel di bagian utara negara pendudukan itu mengungsi. 

    SANDERA ISRAEL DIBEBASKAN – Foto ini diambil pada Selasa (4/2/2025) dari publikasi resmi Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) pada Sabtu (1/2/2025), menunjukkan sandera Israel, Keith Siegel, melambaikan tangan kepada warga Palestina dengan didampingi anggota Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) selama pertukaran tahanan ke-4 pada Sabtu (1/2/2025) sebagai bagian dari implementasi perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas di Jalur Gaza. Tiga sandera Israel; Ofer Calderon, Yarden Bibas, dan Keith Siegel, dibebaskan dengan imbalan 183 tahanan Palestina. (Telegram Brigade Al-Qassam)

    Netanyahu Cemas Hamas Manfaatkan Sandera Israel

    Terkait keputusan untuk menginvasi Jalur Gaza, Galant mengatakan:

    “Perdana menteri mengatakan kepada saya: Kita akan melihat ribuan orang tewas dalam manuver di Gaza (yang dimulai pada 27 Oktober 2023). Saya katakan kepadanya: ‘Kita tidak akan melihat ribuan orang tewas. Lagipula, untuk apa kita memiliki tentara jika kita tidak mengaktifkannya setelah mereka membunuh seribu warga kita dan menculik puluhan orang?’ Perjuangan untuk memasuki manuver itu tidak mudah.”

    Ia menambahkan: “Pembenaran Netanyahu adalah kalau Hamas akan menggunakan mereka yang diculik sebagai perisai manusia, tetapi saya katakan kepadanya, ‘Kami hanya memiliki satu kesamaan dengan Hamas, yaitu bahwa kami ingin melindungi mereka yang diculik’.”

    SANDERA ISRAEL DIBEBASKAN – Foto tangkapan layar ini diambil pada Sabtu (1/2/2025) dari siaran langsung di channel YouTube AP News pada hari yang sama, menunjukkan sandera Israel, Keith Siegel, mengenakan topi dan berdiri dengan didampingi anggota Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) selama pertukaran tahanan ke-4 pada Sabtu (1/2/2025) sebagai bagian dari implementasi perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas di Jalur Gaza. Tiga sandera Israel; Ofer Calderon, Yarden Bibas, dan Keith Siegel, dibebaskan dengan imbalan 183 tahanan Palestina. Pada momen itu, komandan Hamas yang diklaim tewas, Haitham al-Hawajri, terlihat di acara tersebut. (Tangkapan Layar Siaran YouTube AP News)

    Gencatan Senjata

    Pada tanggal 19 Januari 2025, kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza dan pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel mulai berlaku. 

    Kesepakatan ini mencakup tiga tahap, yang masing-masing berlangsung selama 42 hari.

    Selama tahap pertama, negosiasi akan diadakan untuk memulai tahap kedua dan ketiga, dengan mediasi Mesir dan Qatar serta dukungan Amerika Serikat.

    Secara total, faksi milisi Palestina di Gaza membebaskan 13 tahanan Israel dalam empat gelombang sejak 19 Januari hingga Sabtu lalu, selain 5 warga Thailand di luar kesepakatan.

    Faksi-faksi tersebut masih memiliki 20 tahanan Israel yang akan segera dibebaskan, sebagai bagian dari tahap pertama saat ini, sehingga jumlah total menurut kesepakatan menjadi 33 tahanan.

    Sebagai imbalannya, Israel telah membebaskan 583 tahanan Palestina dalam 4 kelompok sejak perjanjian tersebut mulai berlaku, sebagai bagian dari tahap pertama perjanjian.

    Dengan dukungan Amerika, antara 7 Oktober 2023 dan 19 Januari 2025, Israel melakukan genosida di Gaza, menyebabkan lebih dari 159.000 warga Palestina menjadi martir dan terluka, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak dan wanita, dan lebih dari 14.000 orang hilang.

     

    (oln/khbrn/*)

     
     

  • Rencana Trump Ambil Alih Gaza Bikin Dunia Murka

    Rencana Trump Ambil Alih Gaza Bikin Dunia Murka

    Jakarta

    Rencana kontroversial Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengambil alih dan memiliki Jalur Gaza membuat dunia murka. Palestina, Arab Saudi, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) hingga negara-negara sekutu AS menentang rencana Trump tersebut.

    Dirangkum detikcom, Kamis (6/2/2025), Trump, saat berbicara dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, secara mengejutkan mencetuskan bahwa AS akan menguasai Jalur Gaza dan mengembangkannya secara ekonomi, setelah merelokasi warga Palestina di sana ke tempat-tempat lainnya.

    Dalam pernyataannya, Trump mencetuskan “kepemilikan jangka panjang” oleh AS atas Jalur Gaza. Dia sesumbar menyebut AS akan meratakan Jalur Gaza dan membersihkan semua bangunan yang hancur di sana untuk menciptakan pembangunan ekonomi dan menciptakan ribuan lapangan kerja.

    Dia mengklaim hal itu akan “sangat dibanggakan” dan membawa stabilitas besar di kawasan Timur Tengah.

    Presiden Palestina Mahmoud Abbas, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, menolak tegas rencana Trump dan menegaskan Palestina tidak akan melepaskan tanah, hak dan situs-situs suci mereka.

    Ditegaskan juga Abbas bahwa Jalur Gaza merupakan bagian integral dari tanah negara Palestina, bersama dengan Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

    Penolakan juga disampaikan oleh Hamas, dengan salah satu pejabat seniornya, Sami Abu Zuhri, mengecam rencana Trump itu sebagai upaya mengusir warga Palestina dari tanah air mereka.

    “Kami menganggapnya sebagai resep untuk menimbulkan kekacauan dan ketegangan di kawasan karena masyarakat Gaza tidak akan membiarkan rencana seperti itu terjadi,” sebutnya.

    Daftar Negara yang Menolak Rencana Trump

    Foto: Donald Trump (Jim Watson/AFP/Getty Images).

    Arab Saudi

    Saudi menolak upaya apa pun untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka. Ditegaskan oleh Riyadh bahwa posisinya dalam mendukung Palestina tidak dapat dinegosiasikan.

    Mesir

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Mesir Badr Abdelatty menyerukan rekonstruksi cepat Jalur Gaza tanpa harus mengusir warga Palestina dari wilayah tersebut, setelah Trump melontarkan usulan mengejutkan tersebut.

    Dalam percakapan dengan Perdana Menteri (PM) Palestina Mohammed Mustafa di Kairo, Abdelatty menekankan “pentingnya melanjutkan proyek pemulihan dini… dengan laju yang dipercepat… tanpa warga Palestina meninggalkan Jalur Gaza, terutama dengan komitmen mereka terhadap tanah mereka dan penolakan untuk meninggalkannya”.

    Yordania

    Raja Yordania Abdullah II menolak “upaya apa pun” untuk mengambil alih wilayah Palestina dan mengusir warganya.

    Dalam pertemuan dengan Abbas, Raja Abdullah II mendesak upaya “untuk menghentikan kegiatan permukiman dan menolak setiap upaya untuk mencaplok tanah dan menggusur warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat, menekankan perlunya menempatkan warga Palestina di tanah mereka”.

    Uni Emirat Arab

    Uni Emirat Arab secara tegas menolak setiap upaya untuk menggusur warga Palestina dan menyangkal “hak mereka yang tidak dapat dicabut”.

    Turki

    Menlu Turki Hakan Fidan menyebut rencana Trump untuk mengambil alih Gaza “tidak bisa diterima”.

    Indonesia Termasuk Negara yang Menolak Rencana Trump

    Foto: Donald Trump (Getty Images via AFP/CHIP SOMODEVILLA).

    Indonesia

    Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menolak tegas upaya paksa merelokasi warga Palestina.

    “Indonesia dengan tegas menolak segala upaya untuk secara paksa merelokasi warga Palestina atau mengubah komposisi demografis Wilayah Pendudukan Palestina,” kata Kemlu dalam keterangan yang diunggah di akun X-nya, Rabu (5/2/).

    Malaysia

    Penolakan serupa juga disampaikan Malaysia, yang menyebut rencana Trump itu mengarah pada “pembersihan etnis” dan melanggar hukum internasional.

    “Malaysia sangat menentang usulan apa pun yang dapat mengarah pada pengusiran paksa atau perpindahan warga Palestina dari tahan air mereka. Tindakan tidak manusiawi semacam itu merupakan pembersihan etnis dan jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional dan resolusi PBB,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Malaysia.

    Liga Arab Sebut Rencana Trump Picu Ketidakstabilan

    Liga Arab menolak rencana Trump yang dinilai hanya akan memicu ketidakstabilan lebih lanjut di kawasan Timur Tengah. Liga Arab juga menegaskan kembali penolakan terhadap rencana menggusur warga Palestina dari Jalur Gaza.

    Blok regional beranggotakan 22 negara itu menyebut langkah semacam itu merupakan “resep untuk ketidakstabilan” dan akan menjadi “pelanggaran hukum internasional”.

    PBB: Rencana Trump Ambil Alih Gaza Sangat Mengejutkan

    Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi, Filippo Grandi, mengaku terkejut dengan rencana Trump mengambil alih Gaza. Dia menyebut rencana itu “tidak jelas”.

    Kepala badan HAM PBB, Volker Turk, menegaskan bahwa mendeportasi orang dari wilayah pendudukan dilarang keras. Dia menekankan soal “hak untuk menentukan nasib sendiri” yang dimiliki warga Gaza, yang disebutnya sebagai “prinsip dasar hukum internasional dan harus dilindungi oleh semua negara”.

    Inggris-Prancis-Jerman

    PM Inggris Keir Starmer memberikan reaksi keras terhadap rencana Trump dengan menegaskan bahwa warga Palestina “harus diizinkan pulang” ke Jalur Gaza. Starmer juga kembali menegaskan dukungannya untuk pembentukan negara Palestina.

    “Mereka harus diizinkan pulang. Mereka harus diizinkan untuk membangun kembali, dan kita harus bersama mereka dalam membangun kembali menuju kepada solusi dua negara,” tegas Starmer saat berbicara kepada parlemen Inggris.

    Prancis menyampaikan penolakan keras terhadap rencana Trump, dengan juru bicara Kementerian Luar Negeri mereka, Christophe Lemoine, menyebut langkah semacam itu akan melanggar hukum internasional dan memicu ketidakstabilan kawasan.

    Lemoine menegaskan bahwa masa depan Gaza harus dalam konteks negara Palestina di masa depan dan tidak boleh dikuasai oleh negara ketiga.

    Menlu Jerman Annalena Baerbock menegaskan Jalur Gaza merupakan “milik warga Palestina” setelah Trump melontarkan rencana untuk mengambil alih wilayah Palestina tersebut.

    “Penduduk sipil di Gaza tidak boleh diusir dan Gaza tidak boleh diduduki atau dihuni kembali secara permanen,” tegas Baerbock.

    China

    China menentang rencana pemindahan paksa terhadap warga Gaza, dan mengharapkan semua pihak akan berpegang teguh pada gencatan senjata dan pemerintahan pascaperang sebagai peluang membawa masalah Palestina pada jalur penyelesaian politik yang benar berdasarkan solusi dua negara.

    Rusia

    Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyatakan keyakinan bahwa penyelesaian konflik Timur Tengah hanya mungkin terjadi berdasarkan solusi dua negara.

    Brasil

    Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menolak keras rencana Trump mengambil alih Gaza.

    “Itu tidak masuk akal … Di mana orang Palestina akan tinggal? Ini adalah sesuatu yang tidak dapat dipahami oleh setiap manusia,” tegas Lula da Silva, sembari menegaskan dukungan pada solusi dua negara dan mengecam tindakan Israel di Gaza sebagai “genosida”.

    Halaman 2 dari 3

    (whn/isa)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Donald Trump akan Kirim Pasukan AS ke Gaza? Usir Paksa Warga Palestina, PBB Ungkit Pembersihan Etnis – Halaman all

    Donald Trump akan Kirim Pasukan AS ke Gaza? Usir Paksa Warga Palestina, PBB Ungkit Pembersihan Etnis – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, AS –  Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bertemu pada Selasa (4/2/20250 di Gedung Putih. 

    Pertemuan tersebut memiliki bobot geopolitik yang signifikan karena Trump dan Netanyahu antara lain membahas masa depan gencatan senjata yang rapuh di Gaza.

    Netanyahu berada di bawah tekanan dari anggota koalisi sayap kanan untuk melanjutkan konflik dengan Gaza.

    Sementara Trump, yang mengaku sebagai penengah gencatan senjata, bertujuan untuk memastikan gencatan senjata tersebut bertahan.

    AS akan Kirim Pasukan ke Gaza?

    Pada konferensi pers, Rabu (5/2/2025) waktu AS, Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt ditanyai beberapa pertanyaan terkait pernyataan Trump mengenai rencana AS ambil alih Gaza yang dilanda perang.

    Karoline Leavitt mengatakan bahwa Presiden Donald Trump “tidak berkomitmen” untuk mengirim pasukan Amerika Serikat ke Jalur Gaza.

    “Presiden tidak berkomitmen untuk mengerahkan pasukan di Gaza. Amerika Serikat tidak akan membiayai pembangunan kembali Gaza. Ini adalah ide yang tidak biasa tujuannya adalah perdamaian abadi di Timur Tengah bagi semua orang di wilayah tersebut.”

    Sebelumnya, Donald Trump mengusulkan rencana bagi AS untuk “mengambil alih” kendali atas Gaza dan merelokasi penduduk Palestina ke negara-negara terdekat seperti Mesir dan Yordania.

    Presiden menyampaikan pernyataan tersebut dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih.

    Trump   mengatakan bahwa Gaza dapat menjadi “Riviera Timur Tengah” sekaligus menggambarkan wilayah tersebut sebagai “lokasi pembongkaran.”

    Pernyataan itu juga mendapat penolakan luas dari para pemimpin dunia yang mengecamnya sebagai pelanggaran hukum internasional.

    Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri juga menolak komentar Trump dengan memperingatkan potensi “kekacauan.”

    Pada konferensi pers hari Rabu, Leavitt menyarankan bahwa proposal tersebut tidak mengharuskan Trump dan negaranya untuk “terlibat dalam konflik di luar negeri.”

    Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth mengatakan bahwa “definisi kegilaan adalah mencoba melakukan hal yang sama berulang-ulang kali” ketika ditanya tentang pendapatnya tentang Gaza.

    “Seperti yang disampaikan Presiden dan Perdana Menteri tadi malam, Presiden bersedia berpikir di luar kebiasaan, mencari cara-cara baru dan unik yang dinamis untuk memecahkan masalah yang selama ini terasa sulit dipecahkan,” kata Hegseth.

    “Kami menantikan lebih banyak perbincangan tentang hal itu, solusi kreatif untuk itu.”

    Hegseth menambahkan bahwa ia dan timnya “siap untuk mempertimbangkan semua opsi.”

    Pembersihan Etnis di Gaza

    Hukum internasional melarang pemindahan paksa penduduk.

    Kelompok hak asasi manusia Israel, B’tselem, mengatakan pernyataan Trump “merupakan seruan untuk pembersihan etnis melalui pengusiran dan pemindahan paksa sekitar 2 juta orang.

    Penolakan terhadap seruan Trump juga disuarakan oleh warga Palestina di Tepi Barat dan di negara-negara Arab sekitar seperti Yordania dan Lebanon yang juga merupakan rumah bagi populasi pengungsi besar.

    “Jika dia (Trump) ingin menggusur penduduk Gaza maka dia harus mengembalikan mereka ke tanah air asal mereka yang telah mereka tinggalkan sejak tahun 1948, di dalam wilayah Israel, di desa-desa yang telah dikosongkan penduduknya,” kata Mohammed al-Amiri, seorang penduduk di kota Ramallah, Tepi Barat.

    Tindakan memindahkan warga sipil secara paksa dilarang berdasarkan Konvensi Jenewa.

    Konvensi Jenewa asli tahun 1949 mengatakan bahwa “pemindahan paksa massal” ke negara mana pun dilarang, apa pun motifnya.

    Protokol yang diperbarui yang ditambahkan pada tahun 1977 menyatakan “Warga sipil tidak boleh dipaksa meninggalkan wilayah mereka sendiri karena alasan yang terkait dengan konflik.”

    Usulan Presiden Donald Trump untuk “mengambil alih” Gaza dan menggusur semua warga Palestina yang tinggal di sana langsung menimbulkan kekhawatiran dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    “Setiap pemindahan paksa penduduk sama saja dengan pembersihan etnis,” kata juru bicara PBB Stéphane Dujarric kepada wartawan pada hari Rabu.

    Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Antonio Guterres bahkan menegaskan pentingnya menghindari pembersihan etnis terhadap warga Palestina.

    “Dalam mencari solusi, kita tidak boleh memperburuk masalah. Sangat penting untuk tetap setia pada dasar hukum internasional. Sangat penting untuk menghindari segala bentuk pembersihan etnis,” ujar Guterres dalam pertemuan komite PBB pada Rabu (5/2/2025) dikutip dari Reuters.

    Dia mengemukakan itu di tengah ramainya komentar Donald Trump terkait relokasi warga Gaza.

    Meskipun tidak secara langsung menyebut nama Trump, Juru Bicara Sekjen PBB, Stephane Dujarric, mengonfirmasi bahwa pernyataan tersebut dapat dianggap sebagai respons terhadap Donald Trump.

    Sumber: Associated Press/Washington Post/Newsweek/Reuters

     

  • 5 Negara Arab Sempat Jadi Musuh, tapi Pilih Berdamai dengan Israel

    5 Negara Arab Sempat Jadi Musuh, tapi Pilih Berdamai dengan Israel

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Negara-negara Arab telah pecah suara sejak serangan Israel ke wilayah Palestina, yakni Jalur Gaza hingga Tepi Barat (West Bank) pada tahun lalu, hingga beberapa wilayah di Lebanon.

    Hal ini terjadi lantaran ada beberapa negara yang menormalisasi hubungan dengan Israel. Dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar negara Arab yang dahulunya menjadi musuh, diketahui mulai berdamai dan memperbaiki hubungan dengan Israel.

    Alasan damai tersebut beragam, mulai dari keamanan negara dan perbatasan hingga kerjasama di berbagai sektor yang dirasa menguntungkan kedua belah pihak.

    Berikut daftar negara yang telah menormalisasi hubungan dengan Israel.

    1. Bahrain

    Hubungan Israel dan Bahrain dimulai dengan permusuhan. Setelah merdeka pada tahun 1971, Manamah ikut andil dalam boikot yang dilakukan Liga Arab untuk Israel.

    Namun Bahrain menormalisasi hubungan dengan Israel pada tahun 2020. Bahkan negara ini menumpas pemberontakan pro-demokrasi yang cukup besar oleh komunitas Syiahnya pada tahun 2011.

    Perdagangan dengan Bahrain mencapai US$8,5 juta dalam periode tujuh bulan yang sama. Israel membuka kedutaan besarnya di Bahrain pada tanggal 4 September dan perjanjian antara Israel dan bank sentral Bahrain mengenai fintech ditandatangani beberapa hari kemudian.

    2. Maroko

    Pada 10 Desember 2020, dengan bantuan AS, Israel dan Maroko sepakat untuk menjalin hubungan diplomatik dan perdagangan penuh.

    Perdagangan bilateral Israel-Maroko juga meningkat selama beberapa tahun terakhir, dengan Israel mengumumkan tahun lalu bahwa mereka ingin menargetkan volume perdagangan tahunan sebesar US$500 juta dengan Maroko.

    Pemerintah Israel juga telah mempertimbangkan untuk mengakui kedaulatan Maroko atas Sahara Barat yang disengketakan, yang diklaim Maroko.

    3. Mesir

    Pada tahun 1979, Presiden Mesir Anwar Sadat menandatangani perjanjian damai dengan Israel yang telah dinegosiasikan selama pertemuan puncak Presiden Jimmy Carter di Camp David tahun sebelumnya.

    Menurut perjanjian tersebut, Israel akan menyerahkan Semenanjung Sinai kepada Mesir sebagai imbalan atas pengakuan penuh Mesir terhadap negara Yahudi tersebut dan pembentukan hubungan diplomatik penuh.

    Perjanjian dilakukan meski Mesir memiliki riwayat permusuhan dengan dengan Israel. Di masa lalu, egara ini sempat terlibat dalam empat edisi perang melawan Israel, yakni Perang Arab-Israel (1948), Krisis Suez (1956), dan Perang Enam Hari (1967), serta Perang Yom Kippur (1973).

    4. Uni Emirat Arab (UEA)

    Pada 15 September 2020, Presiden AS Donald Trump bersama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menandatangani perjanjian Perjanjian Abraham dengan Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif al-Zayani dan Menteri Luar Negeri Emirat Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan.

    UEA menjadi negara Arab ketiga, setelah Mesir (1979) dan Yordania (1994), yang menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, mengakhiri periode 25 tahun tanpa hubungan semacam itu.

    5. Yordania

    Pada 26 Oktober 1994, Raja Hussein dari Yordania dan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin secara resmi meneguhkan perdamaian dalam sebuah upacara yang disaksikan oleh Presiden AS saat itu, Bill Clinton.

    Upacara ini berlangsung setahun setelah Perjanjian Damai Oslo antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).

    Sebelumnya Yordania sempat memiliki kebijakan anti-Zionis dan menentang pendirian negara Israel. Negara ini juga beberapa kali masuk koalisi negara Arab, termasuk dalam Perang Enam Hari di tahun 1967.

    (luc/luc)

  • Irlandia Diusulkan Jadi Lokasi Pindahan Warga Gaza, Menhan Israel: Wajib Secara Hukum  – Halaman all

    Irlandia Diusulkan Jadi Lokasi Pindahan Warga Gaza, Menhan Israel: Wajib Secara Hukum  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Belum rampung wacana dan rencana pemindahan warga Gaza keluar dari Palestina, Menteri Pertahanan (Menhan) Israel Katz baru-baru ini membuat pernyataan kontroversial.

    Belakangan, ia mengusulkan sebuah negara menjadi lokasi selanjutnya pemindahan warga Gaza.

    Negara tersebut adalah Irlandia.

    Bukan tanpa sebab, Katz memiliki alasan tersendiri agar Irlandia bersedia menerima relokasi tersebut. 

    Diberitakan Irish Independent pada Kamis (6/2/2025), Israel Katz, hari ini memerintahkan tentara untuk menyiapkan rencana guna mengizinkan “keberangkatan sukarela” penduduk dari Jalur Gaza.

    Ia mengusulkan Irlandia sebagai salah satu negara yang diwajibkan secara hukum untuk mengizinkan penduduk Gaza memasuki wilayah mereka.

    Menurutnya, Irlandia adalah salah satu negara yang “menyampaikan tuduhan dan klaim palsu terhadap Israel atas tindakannya di Gaza”.

    Tegas PBB

    Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengatakan kepada Presiden Donald Trump pada hari Rabu untuk menghindari pembersihan etnis di Gaza.

    Setelah pemimpin AS tersebut mengusulkan agar warga Palestina diusir dan Amerika Serikat mengambil alih daerah kantong yang dilanda perang tersebut.

    “Dalam mencari solusi, kita tidak boleh memperburuk masalah. Sangat penting untuk tetap setia pada dasar hukum internasional. Sangat penting untuk menghindari segala bentuk pembersihan etnis,” kata Guterres dalam pertemuan komite PBB yang telah direncanakan sebelumnya.

    “Kita harus menegaskan kembali solusi dua negara,” katanya.

    Sekretaris Jenderal PBB mengatakan solusi tidak boleh “memperburuk masalah” saat ia menanggapi usulan Presiden AS Donald Trump untuk menduduki Gaza, diberitakan The New Arab.

    Meskipun Guterres tidak menyebutkan Trump atau usulannya mengenai Gaza selama pidatonya di hadapan Komite tentang Pelaksanaan Hak-Hak yang Tidak Dapat Dicabut dari Rakyat Palestina, juru bicaranya Stephane Dujarric mengatakan kepada wartawan sebelumnya bahwa akan menjadi “asumsi yang adil” untuk memandang pernyataan Guterres sebagai sebuah tanggapan.

    Sebelumnya pada hari Rabu Guterres juga berbicara dengan Raja Yordania Abdullah tentang situasi di kawasan itu, kata Dujarric.

    Perserikatan Bangsa-Bangsa telah lama mendukung visi dua negara yang hidup berdampingan dalam batas-batas yang aman dan diakui. 

    Palestina menginginkan sebuah negara di Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza, semua wilayah yang diduduki secara ilegal oleh Israel sejak 1967.

    “Setiap perdamaian yang langgeng akan memerlukan kemajuan yang nyata, tidak dapat diubah, dan permanen menuju solusi dua negara, diakhirinya pendudukan, dan didirikannya negara Palestina yang merdeka, dengan Gaza sebagai bagian integralnya,” kata Guterres.

    “Negara Palestina yang layak dan berdaulat, yang hidup berdampingan secara damai dan aman dengan Israel adalah satu-satunya solusi berkelanjutan bagi stabilitas Timur Tengah,” katanya.

    Israel menarik tentara dan pemukim dari Gaza pada tahun 2005. 

    Wilayah tersebut telah dikuasai oleh Hamas sejak tahun 2007 tetapi masih dianggap berada di bawah pendudukan Israel oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Israel dan Mesir mengendalikan akses.

    Ramai-ramai Menolak

    Para menteri Arab dan seorang pejabat Palestina telah menyampaikan surat kepada Menlu AS, Marco Rubio untuk menyatakan penolakan mereka terhadap pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza.

    Lima menteri luar negeri Arab dan seorang pejabat senior Palestina menolak rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengusir paksa warga Palestina dari Gaza, dan mengusulkan agar mereka terlibat dalam proses rekonstruksi wilayah tersebut, Axios melaporkan. 

    Para pejabat tersebut dilaporkan menyampaikan surat kepada Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, yang merupakan upaya bersama sekutu Arab Amerika Serikat untuk menekan Trump agar mengingkari pernyataannya.

    Trump telah berulang kali menyarankan agar Mesir dan Yordania menerima pengungsi Palestina dari Gaza, dengan menyebut Jalur Gaza sebagai “lokasi pembongkaran” akibat pemboman Israel selama berbulan-bulan. Perang tersebut telah menyebabkan sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza mengungsi.

    Berbicara di atas Air Force One, Trump mengklaim bahwa ia telah membahas masalah tersebut dengan el-Sisi, dengan menyatakan,

    “Saya berharap ia mau mengambil sebagian. Kami banyak membantu mereka, dan saya yakin ia akan membantu kami… Namun saya rasa ia akan melakukannya, dan saya rasa Raja Yordania juga akan melakukannya.” Namun, Mesir membantah bahwa pembicaraan tersebut telah terjadi.

    Negara-negara Arab secara historis menolak usulan untuk menggusur warga Palestina dari tanah mereka.

    Sejak pecahnya perang di Gaza pada Oktober 2023, baik Mesir maupun Yordania telah memperkuat penentangan mereka terhadap usulan tersebut. 

    Yordania, yang telah menampung lebih dari dua juta warga Palestina dan menghadapi tekanan ekonomi, telah menolak gagasan tersebut secara langsung.

     “Solusi untuk masalah Palestina terletak di Palestina,” kata Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi, dikutip dari AL MAYADEEN.

    Oleh karena itu, menteri luar negeri Arab Saudi, UEA, Qatar, Mesir, dan Yordania, serta penasihat presiden Palestina Hussein al-Sheikh, berkumpul di Kairo pada hari Sabtu dan akhirnya memutuskan untuk membahas masalah tersebut dalam sebuah surat kepada Rubio. 

    Apa isi surat itu? 

    Para pejabat menekankan bahwa Timur Tengah sudah berjuang dengan populasi pengungsi dan terlantar terbesar di dunia, yang menekankan kondisi ekonomi dan sosial yang rapuh di kawasan itu.  

    Mereka memperingatkan bahwa pemindahan lebih lanjut, meskipun sementara, dapat meningkatkan risiko ketidakstabilan regional, radikalisasi, dan kerusuhan.

    Mereka juga menggarisbawahi perlunya melibatkan penduduk Palestina dalam rekonstruksi Gaza , dengan menegaskan bahwa mereka harus memiliki peran dalam membangun kembali tanah mereka dan tidak boleh dikesampingkan dalam proses tersebut, yang seharusnya didukung oleh masyarakat internasional.  

    Selain itu, para menteri Arab memperingatkan terhadap kemungkinan pengusiran warga Palestina oleh “Israel”, menegaskan kembali dukungan tegas mereka terhadap tekad warga Palestina untuk tetap berada di tanah mereka dan menekankan bahwa tindakan seperti itu akan membawa dimensi baru yang berbahaya terhadap konflik tersebut.  

    “Warga Palestina akan tinggal di tanah mereka dan membantu membangunnya kembali, dan tidak boleh dilucuti hak mereka selama pembangunan kembali, dan harus mengambil kepemilikan atas proses tersebut dengan dukungan masyarakat internasional,” bunyi surat tersebut. 

    Pada tingkat yang lebih luas, para menteri menyampaikan kesediaan negara mereka untuk bekerja sama dengan visi Presiden Trump untuk perdamaian Timur Tengah, dengan menyatakan keyakinannya pada kemampuannya untuk mencapai apa yang tidak dapat dicapai oleh presiden AS sebelumnya.

    Mereka menekankan bahwa pendekatan yang paling efektif adalah solusi “dua negara” dan menegaskan kesiapan mereka untuk mendorong kondisi regional yang akan menjamin keamanan “Israel” dan Palestina.

    (*)

  • Beberkan Rencana, Trump Klaim Israel Akan Serahkan Gaza ke AS setelah Perang Berakhir – Halaman all

    Beberkan Rencana, Trump Klaim Israel Akan Serahkan Gaza ke AS setelah Perang Berakhir – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan bahwa tidak diperlukan tentara AS dalam usulannya mengenai Gaza, Kamis (6/2/2025).

    Pernyataan Donald Trump disampaikan beberapa hari setelah ia mengumumkan bahwa Amerika Serikat dapat “mengambil alih” dan “memiliki” Jalur Gaza.

    Donald Trump yang sebelumnya menolak untuk mengesampingkan kemungkinan pengerahan pasukan AS ke Gaza, mengklarifikasi rencananya dalam komentarnya.

    Terbaru, Donald Trump mengklaim Israel akan menyerahkan Jalur Gaza kepada AS.

    “Jalur Gaza akan diserahkan kepada Amerika Serikat oleh Israel setelah pertempuran berakhir,” katanya, Kamis, seperti diberitakan Al Arabiya.

    “Warga Palestina sudah akan dimukimkan kembali di komunitas yang jauh lebih aman dan lebih indah, dengan rumah-rumah baru dan modern, di kawasan tersebut,” lanjutnya.

    Pada awal pekan ini, Donald Trump menyampaikan pengumuman ketika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berkunjung ke AS.

    Ketika itu, ia menyampaikan bahwa AS akan mengambil alih Jalur Gaza.

    Donald Trump juga memberikan sedikit rincian tentang bagaimana Amerika Serikat dapat memindahkan lebih dari 2 juta warga Palestina atau mengendalikan wilayah yang dilanda perang itu.

    “Kami juga akan melakukan pekerjaan dengannya. Kami akan mengakuinya,” katanya.

    Di sisi lain, Pemerintahan Trump tampaknya menarik kembali usulan ini pada hari Rabu, setelah menghadapi gelombang kritik dari warga Palestina, pemerintah Arab, dan para pemimpin dunia.

    Menteri Luar Negeri Trump, Marco Rubio, mengatakan gagasan itu “tidak dimaksudkan untuk bersikap bermusuhan.”

    Sementara, Gedung Putih mengatakan tidak ada komitmen untuk mengirim pasukan AS.

    Hamas Sebut Pernyataan Trump Konyol

    Pejabat Hamas, Sami Abu Zuhri, mengatakan pernyataan Donald Trump tentang pengambilalihan Jalur Gaza adalah konyol dan tidak masuk akal, serta dapat mengganggu stabilitas Timur Tengah.

    “Pernyataan Trump tentang keinginannya untuk menguasai Gaza adalah konyol dan tidak masuk akal, dan ide-ide semacam ini dapat memicu kerusuhan di kawasan tersebut,” kata Abu Zuhri kepada Reuters, Rabu (5/2/2025).

    Sementara itu, Hamas siap untuk menjalin kontak dan mengadakan pembicaraan dengan pemerintahan Donald Trump.

    Hal ini sebagaimana diberitakan kantor berita negara Rusia RIA mengutip seorang pejabat senior Hamas dalam pernyataan yang diterbitkan pada Rabu pagi.

    “Kami siap untuk melakukan kontak dan pembicaraan dengan pemerintahan Trump,” lapor RIA mengutip pernyataan anggota senior Politbiro Hamas, Mousa Abu Marzouk.

    “Di masa lalu, kami tidak keberatan dengan kontak dengan pemerintahan (mantan Presiden AS Joe) Biden, Trump atau pemerintahan AS lainnya, dan kami terbuka untuk berunding dengan semua pihak internasional,” jelasnya.

    Tidak jelas kapan RIA mewawancarai Marzouk, yang mengunjungi Moskow pada Senin (3/2/2025), untuk mengadakan pembicaraan dengan kementerian luar negeri Rusia.

    Marzouk mengatakan kepada RIA, pembicaraan dengan AS telah menjadi semacam kebutuhan bagi Hamas, mengingat Washington merupakan pemain kunci di Timur Tengah.

    “Itulah sebabnya kami menyambut baik perundingan dengan Amerika dan tidak keberatan dengan masalah ini,” tambahnya.

    KEADAAN GAZA – Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English yang diambil pada Kamis (6/2/2025) menunjukkan keadaan kota Gaza setelah gencatan senjata diterapkan pada 19 Januari 2025. (Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English)

    Perkembangan Terkini Konflik Palestina Vs Israel

    Dilansir Al Jazeera, Benjamin Netanyahu mengatakan kepada Fox News, rencana “luar biasa” Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengusir warga Palestina dari Gaza “harus benar-benar dikejar, diperiksa, dan dilaksanakan”.

    Usulan tersebut ditolak secara luas, termasuk oleh warga Palestina di Jalur Gaza, yang mengatakan mereka “tidak akan pernah pergi, apa pun yang terjadi”.

    Utusan Israel untuk PBB, Danny Danon, mengatakan negaranya akan “mendukung” AS dan “tidak berpartisipasi” dalam Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang “bias”  sehari setelah Trump juga keluar dari badan yang berpusat di Jenewa tersebut.

    Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, mengatakan militer AS “siap mempertimbangkan semua opsi” di Gaza, sementara Netanyahu melanjutkan lawatannya ke Washington dengan mengunjungi Pentagon.

    Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan Donald Trump hanya ingin warga Palestina “direlokasi sementara” dan dia “belum” berkomitmen untuk mengirim pasukan AS ke Gaza.

    Pernyataan Leavitt muncul saat rencana yang diajukan oleh Trump untuk “mengambil alih” dan “memiliki” Gaza telah menuai kecaman luas, termasuk dari warga Palestina di Gaza dan pejabat PBB.

    Anggota Kongres AS, Al Green, mengatakan dia akan mengajukan pasal pemakzulan terhadap Trump terkait komentar presiden soal Gaza, dan mengecam usulan itu sebagai “keji”.

    Hamas telah setuju untuk menyerahkan jenazah Shiri Bibas dan kedua anaknya, Ariel dan Kfir, setelah permintaan dari Israel melalui mediator, Al Jazeera Arabic melaporkan.

    Seorang penembak jitu Israel telah menembak dan membunuh seorang anak Palestina di sekitar Lapangan al-Awda di pusat Rafah, Gaza selatan, seorang koresponden Al Jazeera melaporkan.

    Kantor Media Pemerintah Gaza telah memberikan jumlah korban tewas sebanyak 61.709 orang, dengan mengatakan ribuan orang yang hilang kini diduga tewas.

    Sebanyak 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023, dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel