Negara: Jalur Gaza

  • Tanggapi Hamas, Trump: ‘Neraka Gaza’ akan Dibuka Jika Sandera Israel Tak Dibebaskan Sabtu Pekan Ini – Halaman all

    Tanggapi Hamas, Trump: ‘Neraka Gaza’ akan Dibuka Jika Sandera Israel Tak Dibebaskan Sabtu Pekan Ini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sekutu Israel, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) dengan membuka gerbang neraka di Jalur Gaza jika mereka menunda pertukaran sandera Israel pada Sabtu (15/2/2025) pekan ini.

    Donald Trump memberi waktu kepada Hamas sampai hari Sabtu untuk membatalkan penangguhan pertukaran tahanan karena Israel terus menerus melanggar perjanjian gencatan senjata di Jalur Gaza.

    Presiden AS juga mengancam akan meminta sekutunya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, untuk membatalkan perjanjian gencatan senjata.

    “Gerbang neraka akan terbuka jika para sandera tidak dipulangkan dari Gaza. Jika semua sandera tidak dipulangkan sebelum pukul 12 siang pada hari Sabtu, saya akan meminta gencatan senjata dibatalkan,” kata Donald Trump, seperti diberitakan Reuters, Senin (10/2/2025).

    “Israel dapat membatalkan perjanjian gencatan senjata,” tambahnya.

    Donald Trump mengatakan ia akan mengadakan pembicaraan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mempertimbangkan hari Sabtu mendatang sebagai batas waktu pemulangan para sandera Israel dari Jalur Gaza.

    “Saya mungkin akan berbicara dengan Benjamin Netanyahu untuk mempertimbangkan hari Sabtu sebagai batas waktu,” ujarnya.

    Dalam pernyataannya, Donald Trump juga mendesak Hamas untuk membebaskan semua sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza.

    “Kita tidak bisa menunggu setiap Sabtu hingga 2 atau 3 sandera meninggalkan Gaza,” katanya.

    Ia lalu membahas kondisi tiga sandera Israel yaitu Or Levy, Ohad Ben Ami, Eli Sharabi, yang dibebaskan pada Sabtu (8/2/2025) akhir pekan lalu.

    “Kami melihat kondisi para sandera yang keluar Sabtu lalu dan dalam kondisi kesehatan yang sulit dan tidak dapat menunggu lebih lama lagi,” kata Donald Trump.

    Hamas: Israel Langgar Perjanjian Gencatan Senjata

    Sebelumnya, Abu Ubaida, juru bicara Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, mengatakan mereka akan menunda pertukaran sandera pada Sabtu (15/2/2025) pekan ini jika Israel terus melanggar perjanjian gencatan senjata.

    “Selama tiga minggu terakhir, pimpinan perlawanan telah memantau pelanggaran dan kegagalan musuh dalam mematuhi ketentuan perjanjian. Mulai dari menunda pemulangan para pengungsi ke Jalur Gaza utara, hingga menargetkan mereka dengan tembakan,” kata Abu Ubaida dalam pernyataannya di Telegram, Senin (10/2/2025).

    “Di berbagai wilayah di Jalur Gaza, dan kegagalan mendatangkan pasokan bantuan dalam segala bentuk seperti yang disepakati, sementara perlawanan telah melaksanakan semua kewajibannya,” lanjutnya.

    “Oleh karena itu, penyerahan tahanan Zionis (Israel) yang dijadwalkan akan dibebaskan Sabtu depan, 15 Februari 2025, akan ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut, dan hingga pendudukan berkomitmen dan memberikan kompensasi atas hak-hak selama beberapa minggu terakhir secara retroaktif,” tambahnya.

    Abu Ubaida mengatakan Hamas terkomitmen terhadap perjanjian gencatan senjata selama Israel juga mematuhinya.

    Ia menjelaskan, Hamas mengumumkan rencana penundaan pertukaran sandera untuk memperingatkan mediator dan Israel agar Israel segera menghentikan pelanggaran terhadap perjanjian tersebut.

    Sejak perjanjian gencatan senjata berlaku pada 19 Januari 2025, Israel-Hamas telah melakukan lima gelombang pertukaran sandera:

    19 Januari 2025: Hamas membebaskan tiga sandera Israel, sementara Israel membebaskan 90 tahanan Palestina.
    25 Januari 2025: Empat tentara wanita Israel ditukar dengan 200 tahanan Palestina.
    30 Januari 2025: Tiga sandera Israel dan lima warga Thailand dibebaskan dengan imbalan 110 tahanan Palestina.
    1 Februari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 183 tahanan Palestina.
    8 Februari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 183 tahanan Palestina.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Hamas Tunda Pertukaran Sandera, Brigade Al-Qassam: Israel Langgar Perjanjian Gencatan Senjata – Halaman all

    Hamas Tunda Pertukaran Sandera, Brigade Al-Qassam: Israel Langgar Perjanjian Gencatan Senjata – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Abu Ubaida, juru bicara Brigade Qassam,  sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), mengumumkan pembebasan tahanan Israel yang ditahan oleh Hamas akan ditunda.

    Brigade Al-Qassam dijadwalkan akan membebaskan tahanan Israel pada Sabtu (15/2/2025) minggu ini, namun mereka mengumumkan untuk menunda pertukaran tersebut.

    Penundaan ini terjadi setelah Hamas memantau pasukan Israel yang terus melanggar sejumlah komitmen dalam perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati oleh kedua pihak.

    “Selama tiga minggu terakhir, pimpinan perlawanan telah memantau pelanggaran dan kegagalan musuh dalam mematuhi ketentuan perjanjian. Mulai dari menunda pemulangan para pengungsi ke Jalur Gaza utara, hingga menargetkan mereka dengan penembakan dan tembakan,” kata Abu Ubaida dalam pernyataannya di Telegram, Senin (10/2/2025).

    “Di berbagai wilayah di Jalur Gaza, dan kegagalan mendatangkan pasokan bantuan dalam segala bentuk seperti yang disepakati, sementara perlawanan telah melaksanakan semua kewajibannya,” lanjutnya.

    Abu Ubaida memperingatkan Israel untuk menjalankan komitmen perjanjian gencatan senjata.

    “Oleh karena itu, penyerahan tahanan Zionis yang dijadwalkan akan dibebaskan Sabtu depan, 15 Februari 2025, akan ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut, dan hingga pendudukan berkomitmen dan memberikan kompensasi atas hak-hak selama beberapa minggu terakhir secara retroaktif,”

    “Kami menegaskan komitmen kami terhadap ketentuan perjanjian selama pendudukan berkomitmen terhadapnya,” tambahnya.

    Sejumlah pelanggaran yang dilakukan Israel selama perjanjian gencatan senjata berlangsung sejak 19 Januari 2025:

    Menunda pemulangan para pengungsi ke Jalur Gaza utara.
    Menargetkan rakyat kami dengan pengeboman dan penembakan, dan membunuh banyak dari mereka di berbagai wilayah Jalur Gaza.
    Menghambat masuknya kebutuhan tempat berlindung seperti tenda, rumah prefabrikasi, bahan bakar, dan mesin pembersih puing untuk mengambil mayat.
    Menunda masuknya obat-obatan dan keperluan yang dibutuhkan rumah sakit untuk merenovasi rumah sakit dan sektor kesehatan.

    Hamas menekankan mereka telah melaporkan pelanggaran yang dilakukan Israel kepada mediator Qatar, Mesir, dan sekutu Israel, Amerika Serikat (AS).

    “Perlawanan telah menghitung pelanggaran yang dilakukan Israel dan memberikannya kepada para mediator saat pelanggaran itu terjadi, namun pendudukan (Israel) tetap melanjutkan pelanggarannya,” kata Hamas dalam pernyataannya.

    Abu Ubaida menekankan penundaan pembebasan tahanan Israel merupakan pesan peringatan bagi pendudukan Israel dan untuk menekan agar mematuhi ketentuan perjanjian secara ketat.

    “Maksud dari pengumuman ini lima hari penuh sebelum tanggal penyerahan tahanan adalah untuk memberi mediator kesempatan yang cukup untuk menekan pendudukan agar melaksanakan kewajibannya, dan agar tetap membuka pintu untuk melaksanakan pertukaran tepat waktu jika pendudukan mematuhi kewajibannya,” kata Abu Ubaida.

    Sejauh ini, Israel dan Hamas telah melakukan lima gelombang pertukaran sandera sejak perjanjian gencatan senjata dimulai:

    19 Januari 2025: Hamas membebaskan tiga sandera Israel, sementara Israel membebaskan 90 tahanan Palestina.
    25 Januari 2025: Empat tentara wanita Israel ditukar dengan 200 tahanan Palestina.
    30 Januari 2025: Tiga sandera Israel dan lima warga Thailand dibebaskan dengan imbalan 110 tahanan Palestina.
    1 Februari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 183 tahanan Palestina.
    8 Februari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 183 tahanan Palestina.

    Sesuai perjanjian gencatan senjata, Hamas akan membebaskan 33 sandera Israel pada tahap pertama, dengan imbalan pembebasan ratusan warga Palestina.

    Saat ini, mediator sedang berupaya menengahi perundingan tahap kedua antara Israel dan Hamas.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Perang Arab Memanas! Hamas Ngamuk, Trump Usir Warga Gaza Selamanya

    Perang Arab Memanas! Hamas Ngamuk, Trump Usir Warga Gaza Selamanya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kondisi jazirah Arab kembali memanas. Sejumlah perkembangan terjadi di Timur Tengah, khususnya karena eskalasi Israel dan Palestina.

    Kemungkinan peperangan terjadi lagi kini mencuat setelah Israel melanggar gencatan senjata pasca kematian tiga warga Gaza, Minggu. Hamas menghentikan pembebasan sandera Israel di Gaza hingga pemberitahuan lebih lanjut, Senin, menunjuk Israel perlu memenuhi “kewajibannya”.

    “Pembebasan sandera berikutnya… yang dijadwalkan Sabtu depan, 15 Februari 2025, akan ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut,” kata seorang juru bicara sayap bersenjata Hamas, Brigade Ezzedine al-Qassam, Abu Ubaida, dikutip AFP, Selasa (11/2/2025).

    “Pertukaran sandera-tahanan menunggu kepatuhan pendudukan (Israel) dan pemenuhan kewajiban minggu lalu secara retroaktif,” ujarnya.

    Pernyataan tersebut dikeluarkan pula di tengah rencana bertemunya para negosiator perdamaian Gaza dalam beberapa hari mendatang di Qatar untuk membahas penerapan fase pertama gencatan senjata selama 42 hari, serta kemungkinan fase berikutnya yang belum diselesaikan. Pembicaraan tentang fase kedua dimaksudkan untuk memulai hari ke-16 gencatan senjata, tetapi Israel menolak untuk mengirim negosiatornya ke Doha untuk itu.

    Menteri Pertahanan Israel Israel Katz mengatakan pengumuman Hamas merupakan “pelanggaran total” terhadap perjanjian gencatan senjata. Ini, klaimnya menandakan bahwa pertempuran dapat dilanjutkan.

    “Saya telah menginstruksikan IDF (militer) untuk bersiap pada tingkat kewaspadaan tertinggi untuk setiap kemungkinan skenario di Gaza,” kata Katz dalam sebuah pernyataan pernyataan.

    Militer Israel kemudian mengatakan bahwa mereka telah meningkatkan “tingkat kesiapan” di sekitar Gaza. Termasuk memutuskan untuk memperkuat wilayah tersebut secara signifikan.

    Di sisi lain, kelompok Kampanye Forum Sandera dan Keluarga Hilang mengatakan pada hari Senin bahwa mereka telah meminta bantuan dari negara-negara penengah untuk membantu memulihkan dan menerapkan kesepakatan yang ada secara efektif. Kementerian kesehatan di Gaza mengatakan perang tersebut telah menewaskan sedikitnya 48.208 orang di wilayah tersebut.

    Trump Usir Warga Gaza Selamanya

    Sementara itu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengindikasikan “pengusiran warga Palestina di Gaza selamanya”. Ia mengatakan warga Palestina tidak akan memiliki hak kembali ke Jalur Gaza berdasarkan usulannya untuk membangun kembali daerah kantong itu, meski bertentangan dengan ucapan pejabatnya sendiri, Menteri Luar Negeri Marco Rubio, yang telah menyarankan warga Gaza hanya akan direlokasi sementara.

    Dalam kutipan wawancara Fox News yang dirilis pada hari Senin, Trump menambahkan bahwa ia pikir ia dapat membuat kesepakatan dengan Yordania dan Mesir untuk mengambil alih warga Palestina yang mengungsi. Ia mengatakan AS memberi kedua negara “miliaran dan miliaran dolar setahun”.

    Saat ditanya apakah warga Palestina akan memiliki hak untuk kembali ke Gaza, Trump mengatakan “Tidak, mereka tidak akan melakukannya karena mereka akan memiliki perumahan yang jauh lebih baik”. Ia menegaskan “Saya berbicara tentang membangun tempat permanen untuk mereka” seraya menambahkan bahwa “akan butuh waktu bertahun-tahun bagi Gaza untuk dapat dihuni lagi”.

    Dalam pengumuman mengejutkan pada tanggal 4 Februari setelah bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu di Washington, Trump mengusulkan untuk memukimkan kembali 2,2 juta warga Palestina di Gaza. AS mengambil alih kendali daerah kantong tepi laut itu, membangunnya kembali menjadi “Riviera Timur Tengah”.

    Penduduk Gaza secara umum menolak setiap usulan untuk pindah dari jalur tersebut, seperti halnya Otoritas Palestina di Tepi Barat dan Hamas yang mengelola Gaza. Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan pernyataan Trump bahwa warga Palestina tidak akan dapat kembali ke Gaza adalah “tidak bertanggung jawab”.

    (sef/sef)

  • Jenderal IDF: Karena Gaza, Israel Hadapi Bahaya Kepunahan Setara Penghancuran Bom Nuklir – Halaman all

    Jenderal IDF: Karena Gaza, Israel Hadapi Bahaya Kepunahan Setara Penghancuran Bom Nuklir – Halaman all

    Jenderal IDF: Israel Hadapi Bahaya Kepunahan Setara Penghancuran Bom Nuklir

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan Kepala Militer Israel (IDF), Mayor Jenderal (Purn) Yitzhak Brick memberikan analisisnya terkait perkembangan situasi konflik yang dihadapi Israel di Gaza dan secara regional di Timur Tengah.

    Dalam analisisnya tersebut, Brick memperingatkan bahwa Israel menghadapi ancaman eksistensial yang mirip (setara) dengan penghancuran bom nuklir yang diawali dari penanganan yang salah atas Jalur Gaza sebagai respons serangan Banjir Al-Aqsa Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu.

    Dalam sebuah artikel di surat kabar Israel Maariv, Brick menilai kalau rencana Israel dan Amerika Serikat (AS) saat ini tidak memberi Hamas dan warga Gaza horison (cakrawala) dan solusi apa pun untuk masa depan Palestina.

    Rencana Israel-AS ini tergambar melalui niat mereka untuk mengusir penduduk Gaza dan merampas tanah mereka.

    Situasi ini, tambah Brick, dia kaitkan kalau Hamas masih ada dan pelucutan senjata gerakan pembebasan Palestina itu tidak terjadi.

    Artinya, tanpa ada solusi jelas, selain pengusiran dan perampasan tanah, Hamas terus akan melawan dan menghasilkan kerugian bagi Israel. 

    Di sisi lain, Israel terbukti memiliki langkah deterrent yang lemah. Dalam aksi ofensif, IDF juga terbukti gagal dalam invasi darat ke Jalur Gaza selama 15 bulan belakangan.

    Di skenario ini, dia menambahkan kalau saat ini militer Israel telah melemah dan belum mengembangkan konsep keamanan untuk perang saat ini maupun di masa mendatang yang dia prediksi akan menghadirkan lawan gabungan bagi Israel.

    Lawan gabungan ini akan menghadirkan perang multi-front yang lebih kompleks bagi Israel yang dalam 15 bulan agresi di Gaza terbukti kewalahan hanya menghadapi Hamas Cs di Gaza dan Hizbullah di Lebanon. 

    Di sisi lain, Brick menggambarkan, pasukan darat Israel merupakan, “kekuatan kecil dan tidak mampu bertempur di lebih dari satu medan tempur.”

    TENTARA ISRAEL – Foto ini diambil pada Minggu (9/2/2025) dari publikasi resmi Pasukan Pertahanan Israel (IDF) pada Sabtu (8/2/2025) memperlihatkan tentara Israel dari Pasukan Komando Selatan dikerahkan ke beberapa titik di Jalur Gaza. (Telegram IDF)

    Jenderal purnawirawan itu mengatakan bahwa ancaman eksistensial terhadap Israel saat ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ancaman di masa depan yang datang dari berbagai arah.

    Dia juga menekankan kalau “Israel menghadapi krisis keamanan yang mendesak dan dapat sama menghancurkannya dengan serangan nuklir.”

    Ia lalu mengkritik kepemimpinan militer dan politik Israel, dan menyerukan penggantiannya segera untuk mempersiapkan apa yang ia lihat sebagai “tantangan keamanan paling serius” dalam sejarah negara pendudukan tersebut.

    “Jenderal Brick (76 tahun) dijuluki “Nabi Murka” di Israel, karena ia meramalkan serangan ribuan militan Palestina terhadap permukiman di sekitar Gaza, mirip dengan Operasi “Banjir Nuh”, dan ia juga meramalkan serangan besar-besaran Palestina dalam waktu dekat terhadap para pemukim di Tepi Barat,” kata ulasan Khaberni, dikutip Senin (9/2/2025).

    BERJALAN BERBARIS – Pasukan infanteri militer Israel (IDF) berjalan berbaris di waktu yang tidak dicantumkan di wilayah pendudukan mereka di Palestina. IDF dilaporkan mundur dari Poros Netzarim setelah tercapai kesepakatan pertukaran sandera dengan Gerakan Hamas per 19 Januari 2025. (khaberni/tangkap layar)

    Bencana Memalukan

    Dalam artikel tersebut, Brick menyebut Israel kini dipimpin oleh para pemimpin militer dan politik yang tidak cakap.

    Terbukti, baik dari sisi militer maupun politik, Israel tidak berhasil menuntaskan apa yang ditargetkan saat melancarkan agresi dan bombardemen selama 15 bulan di Gaza.

    “Kepemimpinan yang membawa kita pada bencana yang memalukan dan tak termaafkan di Jalur Gaza tidak memenuhi syarat dan tidak layak untuk memimpin kebijakan keamanan Negara Israel di tahun-tahun mendatang,” katanya.

    Situasi yang dihadapi Israel saat ini, kata dia, sudah berada di ambang perang regional yang nantinya akan melibatkan banyak negara dan milisi perlawanan.

    “Negara Israel hampir memasuki perang regional dan mengancam eksistensinya. Hal itu hanya dapat dicegah oleh mukjizat, karena Hizbullah tidak datang untuk berperang melawan kita pada saat yang sama ketika Hamas menyerang permukiman pada 7 Oktober 2023. Negara yang mengandalkan mukjizat dan bukan kekuatan militer yang nyata tidak akan bertahan lama,” lanjutnya.

    Menurut artikel Brick, “Perang regional bisa saja terjadi dalam situasi yang lebih berbahaya, dan di luar nalar. Beberapa minggu setelah 7 Oktober 2023, ketika kabinet perang memutuskan untuk melancarkan serangan ke Gaza, Kepala Staf Herzi Halevi dan Menteri Pertahanan Yoav Galant menuntut, dalam sebuah diskusi kabinet, agar tentara melancarkan perang melawan Hizbullah secara bersamaan.”

    Jenderal purnawirawan itu yakin, tindakan seperti itu akan berujung pada perang regional, yang akan menimbulkan kerusakan dahsyat dan kerugian sangat besar di dalam negeri Israel, sebab tentara Israel dan dalam negeri sama sekali tidak siap menghadapinya.

    “Brick yakin bahwa Kepala Staf dan Menteri Pertahanan terus berkoar dengan cara dan perspektif yang sama, seperti yang mereka lakukan sebelum Hamas menyerang permukiman Yahudi Israel di sekitar Jalur Gaza,” tulis ulasan tersebut. 

    “Mereka bergabung dengan komentator hukum di saluran televisi utama, yang mengatakan bahwa setelah mengalahkan Hamas di Jalur Gaza, tentara Israel perlu mengalahkan Hizbullah di Lebanon,” kata Brick.

    “Pendekatan ini merupakan kata-kata yang tidak ada hubungannya dengan kenyataan. Mereka tidak belajar apa pun dari pukulan mengerikan yang kami alami dalam perang Gaza, yang merupakan kesalahan langsung mereka, dan mereka terus melanjutkan pernyataan mereka seolah-olah tidak terjadi apa-apa, sekali lagi kesombongan, keangkuhan, dan keterpisahan yang sama dari kenyataan,” kata Brick.

    Ia mengakhiri artikelnya dengan mengatakan, “Rakyat Israel harus berdoa agar ditemukan orang yang bertanggung jawab dan dewasa yang akan mencegah tindakan gegabah ini yang dapat membawa kita pada bencana yang puluhan kali lebih besar daripada bencana yang terjadi di Jalur Gaza.”

     

    (oln/khbrn/*)

     
     

  • Delegasi Israel Pulang Tangan Kosong dari Qatar, Gencatan Senjata Gaza Bisa Bubar Saat Ramadan – Halaman all

    Delegasi Israel Pulang Tangan Kosong dari Qatar, Gencatan Senjata Gaza Bisa Bubar Saat Ramadan – Halaman all

    Delegasi Israel Kembali dari Qatar Tangan Kosong, Gencatan Senjata Gaza Bisa Bubar Saat Ramadan

    TRIBUNNEWS.COM – Lembaga Penyiaran Israel, KAN, Senin (10/2/2025) melaporkan kalau delegasi Israel kembali dari Doha dalam konteks negosiasi gencatan senjata tahap kedua dengan gerakan Hamas.

    Kepulangan delegasi Israel dilaporkan kembali tanpa kemajuan dalam negosiasi tersebut.

    Delegasi Israel itu dilaporkan akan menggelar rapat dengan kabinet keamanan pimpinan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu untuk melaporkan jalannya negoisasi serta rencana lanjutan dalam perundingan tahap kedua perjanjian gencatan senjata di Gaza.

    Pada laporan berbeda, Channel 12 Israel menyatakan kalau Netanyahu akan melakukan penilaian terbatas hari ini, Senin, mengenai fase kedua negosiasi gencatan senjata pada malam menjelang pertemuan kabinet tersebut.

    Laporan media tersebut menambahkan kalau assessment akan membahas posisi Israel terkini sebelum melanjutkan pembicaraan di Doha.

    PEMBEBASAN SANDERA – Tangkap layar YouTube AlJazeera Arabic yang diambil pada Sabtu (8/2/2025), menunjukkan sandera Israel yang dibebaskan Hamas. Sebagai ganti 3 sandera, Israel akan membebaskan 183 tahanan Palestina. (Tangkap layar YouTube AlJazeera Arabic)

    Gencatan Senjata Rapuh, Bisa Runtuh Saat Ramadan

    Sementara itu, surat kabar Maariv melaporkan kalau Israel sedang mempertimbangkan untuk mengusulkan fase transisi antara tahap pertama dan tahap kedua dalam pelaksanaan perjanjian pertukaran tahanan.

    Laporan menjelaskan, fase transisi ini tidak akan mencakup deklarasi gencatan senjata, tetapi akan memastikan kelanjutan pembebasan tahanan.

    Usulan ini berlatar keberatan Netanyahu dan fraksinya melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata jika Hamas masih mengendalikan Gaza.

    Di sisi lain, Hamas menyatakan akan tetap mempertahankan posisinya di Jalur Gaza.

    Laporan Maariv mengindikasikan, wacana fase transisi ini membuat dinas-dinas keamanan Israel khawatir kalau gencatan senjata yang sedang semakin rapuh.

    “Lembaga keamanan Israel khawatir kalau negosiasi akan berakhir buntu pada bulan Ramadan (sekitar akhir Februari-awal Maret).

    WAWANCARA NETANYAHU – Tangkapan layar YouTube Fox News yang diambil pada Kamis (6/2/2025) memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbicara dalam wawancara dengan wartawan Fox News. Netanyahu mendukung pernyataan Donald Trump yang ingin memindahkan warga Palestina dari Jalur Gaza dan AS akan mengambil alih Jalur Gaza. (Tangkapan layar YouTube Fox News)

    Qatar Sentil Perilaku Netanyahu

    Kembalinya delegasi Israel dari Doha itu juga diiringi kabar protes Qatar terhadap Netanyahu.

    Surat kabar Haaretz mengutip sumber informasi Israel yang mengatakan kalau Qatar sangat tidak senang dengan perilaku dan pernyataan Netanyahu mengenai rencana pengusiran warga Palestina.

    Sumber Israel mengatakan kepada surat kabar itu bahwa Qatar juga kesal dengan kegagalan Netanyahu mengirim delegasi ke Doha Senin pekan lalu untuk memulai negosiasi.

    Ia menambahkan, Qatar menyampaikan pesan-pesan berisi kemarahan, dan mengingatkan Israel kalau perjanjian ini juga menyertakan Doha sebagai penjamin pelaksanaannya.

    “Sumber tersebut mengatakan bahwa pihak Qatar mengatakan perilaku Israel membahayakan kelanjutan pembebasan tahanan pada tahap pertama,” kata laporan tersebut.

    Dalam konteks terkait, Otoritas Penyiaran Israel mengatakan kalau negosiasi untuk tahap kedua perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Gerakan Perlawanan Hamas belum dimulai.

    Laporan menyatakan, kalau ada diskusi internal Israel dan lainnya antara Hamas dan para mediator.

    Saluran tersebut melaporkan kalau ada pelanggaran perjanjian tersebut karena negosiasi untuk tahap kedua dari kesepakatan pertukaran tidak dimulai pada hari ke-16 dari tahap pertama.

    Otoritas Penyiaran Israel menambahkan, delegasi negosiasi Israel berwenang membahas tahap pertama kesepakatan pertukaran, bukan yang kedua, karena penolakan Netanyahu.

    Laporan menyatakan kalau dengan tidak dimulainya negosiasi untuk tahap kedua kesepakatan tersebut akan memengaruhi proses pertukaran tahanan pada tahap pertama.

    RAPAT KABINET – Perdana menteri Israel, Benjamin Netanyahu memimpin rapat terbatas kabinet keamanan, beberapa waktu lalu. Netanyahu dilaporkan menolak melanjutkan negosiasi gencatan senjata Gaza tahap dua jika Hamas masih bercokol di Jalur Gaza.

    Tuntutan Israel di Negosiasi Tahap Dua

    Surat kabar Yedioth Ahronoth mengatakan, Netanyahu berencana untuk menyampaikan tuntutan Israel mengenai tahap kedua perjanjian gencatan senjata di Gaza untuk disetujui pada rapat kabinet besok, Selasa.

    Surat kabar itu melaporkan kalau perkiraan Israel menunjukkan bahwa Hamas tidak akan menerima tuntutan Israel mengenai tahap kedua.

    Tuntutan Israel yang diyakini ditolak Hamas adalah penarikan pimpinan gerakan itu dari Gaza, pembubaran sayap militernya, Brigade Qassam, pelucutan senjatanya, dan pembebasan semua tahanan Israel.

    Laporan menambahkan, jika Hamas menerima tuntutan ini, maka Israel akan mengakhiri perang genosida di Gaza.

    Adapun Netanyahu telah mencapai kesepahaman tentang prinsip-prinsip tahap kedua dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dan utusan AS untuk Timur Tengah, Steven Witkoff.

    Namun, surat kabar itu mengatakan kalau mengingat Hamas diprediksi akan menolak syaratsyarat tersebut, Israel kemungkinan akan mendorong perpanjangan tahap pertama selama mungkin untuk mengamankan pembebasan lebih banyak tahanan dan mempertahankan gencatan senjata sementara.

    Seorang pejabat Israel mengatakan, jika Hamas menolak untuk memperpanjang fase saat ini, dan fase tersebut berakhir dengan pembebasan 33 tahanan, Israel mungkin menghadapi pilihan yang sulit: melanjutkan operasi militer sementara 65 tahanan masih ditawan, atau beralih ke fase kedua sesuai dengan ketentuan Hamas.

    BERJALAN BERBARIS – Pasukan infanteri militer Israel (IDF) berjalan berbaris di waktu yang tidak dicantumkan di wilayah pendudukan mereka di Palestina. IDF dilaporkan mundur dari Poros Netzarim setelah tercapai kesepakatan pertukaran sandera dengan Gerakan Hamas per 19 Januari 2025. (khaberni/tangkap layar)

    Seruan Lanjutkan Perang

    Sementara itu, Menteri Diaspora Israel Amichai Shkli mengatakan kalau dia akan menentang negosiasi tahap kedua kesepakatan gencatan senjata tersebut.

    Dia menilai, bernegosiasi dengan Hamas sebagai hal berbahaya dan tidak realistis.

    “Pemerintah Amerika mengetahui hal (bahaya) ini,” katanya dikutip dari laporan media tersebut.

    Shakli menambahkan, “Kita (Israel) harus kembali berperang dan mempertahankan wilayah-wilayah di Gaza serta tidak merasa puas dengan operasi-operasi yang terbatas.

    Dia menekankan kalau, “Israel belum menyelesaikan misinya di Jalur Gaza dan belum mencapai tujuannya.”

    Pada tanggal 19 Januari, perjanjian gencatan senjata mulai berlaku, yang mencakup 3 tahap, yang masing-masing berlangsung selama 42 hari.

    Pada tahap pertama, negosiasi sedang berlangsung untuk memulai tahap kedua, dengan mediasi Qatar dan Mesir serta dukungan Amerika Serikat.

     

    (oln/khbrn/rntv/*)

     
     

  • Kenapa Presiden Amerika Serikat Trump Ngotot Ingin Beli dan Miliki Gaza

    Kenapa Presiden Amerika Serikat Trump Ngotot Ingin Beli dan Miliki Gaza

    TRIBUNJATENG.COM, WASHINGTON DC — Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, pada Minggu (9/2), menyatakan komitmennya untuk membeli dan memiliki Gaza.

    Trump bahkan mengizinkan sebagian tanah di Jalur Gaza itu untuk dibangun kembali oleh negara-negara lain di Timur Tengah.

    “Saya berkomitmen untuk membeli dan memiliki Gaza,” kata Trump kepada wartawan dari Air Force One dalam perjalanannya ke New Orleans untuk menghadiri kejuaraan National Football League Super Bowl, sebagaimana diberitakan Reuters, pada Senin (10/2).

    “Mengenai pembangunannya kembali, kami dapat memberikannya kepada negara-negara lain di Timur Tengah untuk membangun sebagiannya, orang lain dapat melakukannya, melalui naungan kami.

    Namun, kami berkomitmen untuk memilikinya, mengambilnya, dan memastikan bahwa Hamas tidak kembali,” terang dia.

    Menurut Trump, di Gaza kini tidak bisa ditinggali lagi karena semuanya hancur dan nanti akan dibongkar.

    Oleh karena itu, Trump ingin membeli Gaza dan membangunnya. Trump juga mengatakan, ia terbuka terhadap kemungkinan mengizinkan beberapa pengungsi Palestina masuk ke Amerika Serikat, tetapi akan mempertimbangkan permintaan tersebut berdasarkan kasus per kasus.

    Ezzat El Rashq, anggota biro politik Hamas, mengecam pernyataan terbaru Trump tentang pembelian dan kepemilikan Gaza, kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan.

    “Gaza bukanlah properti yang bisa dijual dan dibeli. Itu adalah bagian integral dari tanah Palestina yang kami duduki dan Palestina akan menggagalkan rencana pemindahan,” kata Rashq.

    Trump telah berbicara tentang pemindahan permanen warga Palestina yang tinggal di Gaza dan akan menciptakan “Riviera Timur Tengah”.

    Minggu lalu, Trump melontarkan gagasan Amerika Serikat untuk mengambil alih Gaza dan terlibat dalam upaya pembangunan kembali besar-besaran.

    Pernyataannya tidak jelas tentang masa depan warga Palestina yang telah bertahan selama lebih dari setahun dibombardir oleh Israel sebagai tanggapan atas serangan Hamas, pada Oktober 2023.

    Namun tidak jelas di bawah otoritas apa Amerika Serikat akan mengeklaim Gaza.

    Teguran

    Pengumuman Trump langsung menuai teguran dari beberapa negara.

    Sebelumnya pada Minggu, Presiden Israel, Isaac Herzog mengatakan, Trump akan bertemu dengan Presiden Mesir, Abdel Fattah el-Sisi, dan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, meskipun ia tidak menyebutkan tanggal untuk pembicaraan tersebut.

    Komentar itu muncul sebagai tanggapan atas pertanyaan tentang proposal Trump yang baru-baru ini diungkapkan untuk mengambil alih dan membangun kembali Jalur Gaza.

    Herzog tidak mengatakan kapan atau di mana pertemuan itu akan berlangsung, dan ia juga tidak membahas mengenai isinya.

    Ia juga mencatat, Trump akan bertemu dengan Raja Yordania, Abdullah, dalam beberapa hari mendatang, yang telah dilaporkan oleh kantor berita negara Yordania.

    “Mereka adalah mitra yang harus didengarkan, mereka harus diajak berdiskusi. Kita harus menghargai perasaan mereka juga dan melihat bagaimana kita membangun rencana yang berkelanjutan untuk masa depan,” kata Herzog.

    Meski demikian, Arab Saudi telah dengan tegas menolak rencana Trump mengenai Gaza, seperti yang telah dilakukan oleh banyak pemimpin dunia.

    Sementara itu, Raja Yordania, Abdullah, berencana untuk memberi tahu Trump selama pertemuan mereka yang direncanakan, pada 11 Februari, di Washington bahwa usulan tersebut adalah upaya radikalisme yang akan menyebarkan kekacauan di Timur Tengah. (kps/rtr/Tribunnews)

  • Terkuak Alasan Sebenarnya Trump Mau Caplok Gaza, Incar Harta Karun Ini

    Terkuak Alasan Sebenarnya Trump Mau Caplok Gaza, Incar Harta Karun Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berencana mengambil alih Gaza dan membangunnya menjadi ‘Riviera Timur Tengah’. Para pakar pun ramai buka suara terkait rencana Trump.

    Ide tersebut telah memecah belah para pakar, dengan beberapa menyebutnya sebagai “ide terburuk” yang “tidak berhasil,” sementara yang lain berpendapat bahwa rencana tersebut merupakan “taktik negosiasi yang cerdas.”

    Namun, beberapa pihak berpendapat bahwa rencana tersebut merupakan kedok untuk kebijakan energi. Asia Times minggu lalu menulis bahwa rencana Trump “hanya tentang gas alam,” sementara kolumnis energi dan komoditas Bloomberg Javier Blas menyindir bahwa ia menunggu “pernyataan pertama yang mengerikan yang mengklaim bahwa Presiden Trump mengincar gas alam Gaza.”

    Beberapa pihak berpendapat bahwa tujuan jangka panjang Trump adalah menguasai Gaza untuk memperoleh akses ke gas alam di Gaza Marine Field. Sebagai informasi, Gaza mengklaim sebagian wilayah bawah laut dengan cadangan gas alam sekitar 1 triliun kaki kubik gas alam, yang cukup untuk memasok listrik ke wilayah Palestina dengan potensi tambahan untuk diekspor.

    Namun, Brenda Shaffer, pakar energi di Foundation for Defense of Democracies (FDD) dan Sekolah Pascasarjana Angkatan Laut AS, mengatakan bahwa pekerjaan yang diperlukan tidak akan sepadan dengan hasilnya.

    “Dari 1 triliun kaki kubik gas alam, itu bukan gas yang banyak. Saya tahu kedengarannya banyak, satu triliun, tetapi jika Anda mencari tahu berapa banyak yang dikonsumsi AS dalam sehari…itu sangat kecil,” kata Shaffer, seperti dikutip Newsweek pada Senin (10/2/2025).

    Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan bahwa pada tahun 2023 AS mengonsumsi sekitar 376 juta galon bensin motor jadi per hari-sekitar 8,94 juta barel per hari.

    AS hingga akhir tahun 2022 memiliki total cadangan gas terbukti sekitar 691 triliun kaki kubik, menjadikan 1 triliun kaki kubik dari Gaza sebagai setetes air di lautan bagi AS, sementara itu akan terbukti mengubah hidup bagi Gaza sendiri.

    “Yang bagus dari Lapangan Laut Gaza adalah dapat menyediakan listrik untuk Gaza selama sekitar 10 hingga 15 tahun,” kata Shaffer.

    “Itu bisa menjadi sumber gas-Mesir mengalami semacam krisis gas sistemik yang telah berlangsung selama beberapa tahun. Itu dapat menyediakan beberapa volume tambahan ke Mesir dengan cukup cepat, tetapi akan ada masalah keuangan, karena untuk mengembangkan lapangan lepas pantai, dibutuhkan banyak uang, dan pertanyaannya adalah: Siapa yang akan membayarnya?” tanyanya.

    Shaffer menambahkan bahwa mengembangkan area tersebut akan membantu Israel dalam jangka panjang karena akan meringankan beban Israel untuk membantu memasok energi ke Gaza. Sebelum perang, sekitar setengah dari listrik Gaza berasal dari Israel, menurut Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS).

    “Pada dasarnya, pembangunan Gaza Marine Field juga akan membantu Israel, karena dapat membebaskannya dari kewajiban memberikan listrik gratis ke Jalur Gaza,” kata Shaffer.

    Minggu lalu, Trump mengusulkan agar AS dapat mengambil alih Jalur Gaza dan merelokasi penduduk Palestina ke negara tetangga Mesir atau Yordania. Ia mengatakan akan mempertimbangkan untuk mengubah Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah,” yang akan melibatkan penghapusan ancaman kelompok militan Hamas dan membawa stabilitas ke wilayah tersebut di tengah perang Israel-Hamas yang sedang berlangsung.

    Namun, sekutu Timur Tengah telah menolak mentah-mentah rencana Trump, tetapi presiden tetap berkomitmen terhadap rencana tersebut.

    (luc/luc)

  • 100% Truk Pengangkut Market Leader AMDK Kelebihan Muatan dan Melanggar Aturan

    100% Truk Pengangkut Market Leader AMDK Kelebihan Muatan dan Melanggar Aturan

    Jakarta: Kecelakaan maut di Gerbang Tol (GT) Ciawi, Bogor, Jawa Barat, yang merenggut korban jiwa pada 4 Februari 2025, menambah panjang daftar kecelakaan lalu lintas akibat armada truk kelebihan muatan.

    Peristiwa tersebut memperkuat hasil investigasi Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) yang menunjukkan bahwa seluruh truk pengangkut Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) merek multinasional terbesar di Indonesia melakukan pelanggaran aturan dengan membawa muatan berlebih. Penelitian KPBB pada tahun 2021 di jalan lintas Sukabumi-Bogor yang menjadi rute utama truk-truk pengangkut merek AMDK tersebut, menunjukkan bahwa 60,13% truk membawa kelebihan beban muatan sebesar 12.048 kg (123,95%), sementara 39,87% lainnya melebihi batas hingga 13.080 kg (134,57%). Dengan kata lain, 100% armada yang diobservasi melanggar aturan Over Dimension Over Load (ODOL).

    “Pelanggaran ini merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta peraturan turunannya,” ujar Direktur Eksekutif KPBB, Ahmad Safrudin, dalam keterangan pers. 

    Menurutnya, kondisi ini berisiko tinggi terhadap keselamatan pengguna jalan karena dapat menyebabkan kecelakaan fatal. Ia mengingatkan, organisasinya dan Masyarakat Peduli Air menemukan praktik pengangkutan ODOL pada proses tranportasi AMDK merek tersebut pada riset investigasi dan mempublikasikan hasilnya pada 2021. 

    Pihaknya bahkan telah menyampaikan dokumen laporan tersebut kepada Menteri Perhubungan pada Juli 2021 dengan tembusan kepada Kakorlantas Polri, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Kementrian PUPR, Kementrian ESDM, Kementrian KLHK dan lainnya.

    Terkait kecelakaan di GT Ciawi tersebut, Kementerian Perhubungan kini tengah melakukan investigasi. Plt. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Ahmad Yani, menyatakan bahwa pihaknya akan memanggil perusahaan operator angkutan barang serta PT Tirta Investama, produsen Aqua, untuk dimintai keterangan terkait penerapan manajemen keselamatan dalam distribusi produk mereka.
     

     

    Kecaman Warganet
    Sementara itu di tengah penyelidikan, Danone Indonesia selaku induk perusahaan PT Tirta Investama mengeluarkan pernyataan menolak untuk bertanggung jawab. Director of Communications Danone Indonesia Arif Mujahidin mengatakan, “Kecelakaan melibatkan truk milik perusahaan transportasi yang menjadi rekanan distributor.” Artinya, menurut Danone, tragedi di Ciawi tak ada kaitannya dengan mereka.

    Pernyataan tersebut menuai kritik tajam dari publik. Warganet di media sosial menuding Danone berusaha menghindari tanggung jawab, dengan berbagai komentar bernada sinis dan ajakan untuk memboikot Aqua. 

    “Sekelas Danone ngelesnya gini amat,” tulis pemilik akun @trianapriliaa. Pemilik akun @fikarharisxphotograph menyindir, “Permainan kata-kata doang.” Lalu, “Emang paling bener d boikot,” tulis pemilik akun @ennobius, satu lagi cibiran untuk Aqua yang beberapa waktu lalu terkena imbas aksi boikot gara-gara serbuan Israel ke Jalur Gaza.

    Merespons pernyataan prematur pihak Aqua, Safrudin justru mempertanyakan ketidakpahaman tata kelola rantai pasok (supply chain) Danone Indonesia. Katanya, sekalipun perusahaan transporter adalah perusahaan yang terpisah, secara administratif PT Tirta Investama (Danone Indonesia) yang mengeluarkan surat jalan yang menerakan jumlah galon yang diangkut sebagai sebuah persetujuan. 

    “Untuk itu produsen AMDK tidak dapat lepas dari tanggung jawab atas keamanan dan keselamatan barang yang dikirimkan melalui transporter ini, termasuk risiko yang terjadi akibat proses pengiriman barang ini. Mengingat praktik ini sudah berlangsung lama, jelas ini sebuah pembiaran oleh PT Tirta Investama dan atau Danone Indonesia,” ujar Safrudin.
    Diduga Praktik ODOL Raup Keuntungan Besar
    KPBB menduga bahwa praktik kelebihan muatan ini terus dipertahankan karena menguntungkan pihak produsen. Dengan membiarkan truk-truknya membawa muatan berlebih, produsen AMDK tersebut dapat menghemat biaya hingga Rp3,6 juta per rit. Jika diakumulasi penghematan tersebut mencapai Rp483 miliar per tahun.

    “Ini bukan sekadar penghematan biaya, melainkan praktik pungutan liar terselubung. Produsen AMDK tersebut mendapatkan keuntungan besar dari muatan ilegal, sementara masyarakat menanggung risikonya,” kata Safrudin.

    Atas temuan ini, KPBB mendesak Kementerian Perhubungan dan Kepolisian untuk menerapkan strict liability atau tanggung jawab mutlak terhadap pemilik barang, dalam hal ini produsen AMDK tersebut.

    “Mereka tidak bisa bersembunyi di balik mitra logistik. Jika muatannya ilegal, maka pemilik barang harus dihukum,” ucap Safrudin tegas.

    Jakarta: Kecelakaan maut di Gerbang Tol (GT) Ciawi, Bogor, Jawa Barat, yang merenggut korban jiwa pada 4 Februari 2025, menambah panjang daftar kecelakaan lalu lintas akibat armada truk kelebihan muatan.
     
    Peristiwa tersebut memperkuat hasil investigasi Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) yang menunjukkan bahwa seluruh truk pengangkut Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) merek multinasional terbesar di Indonesia melakukan pelanggaran aturan dengan membawa muatan berlebih. Penelitian KPBB pada tahun 2021 di jalan lintas Sukabumi-Bogor yang menjadi rute utama truk-truk pengangkut merek AMDK tersebut, menunjukkan bahwa 60,13% truk membawa kelebihan beban muatan sebesar 12.048 kg (123,95%), sementara 39,87% lainnya melebihi batas hingga 13.080 kg (134,57%). Dengan kata lain, 100% armada yang diobservasi melanggar aturan Over Dimension Over Load (ODOL).
     
    “Pelanggaran ini merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta peraturan turunannya,” ujar Direktur Eksekutif KPBB, Ahmad Safrudin, dalam keterangan pers. 

    Menurutnya, kondisi ini berisiko tinggi terhadap keselamatan pengguna jalan karena dapat menyebabkan kecelakaan fatal. Ia mengingatkan, organisasinya dan Masyarakat Peduli Air menemukan praktik pengangkutan ODOL pada proses tranportasi AMDK merek tersebut pada riset investigasi dan mempublikasikan hasilnya pada 2021. 
     
    Pihaknya bahkan telah menyampaikan dokumen laporan tersebut kepada Menteri Perhubungan pada Juli 2021 dengan tembusan kepada Kakorlantas Polri, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Kementrian PUPR, Kementrian ESDM, Kementrian KLHK dan lainnya.
     
    Terkait kecelakaan di GT Ciawi tersebut, Kementerian Perhubungan kini tengah melakukan investigasi. Plt. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Ahmad Yani, menyatakan bahwa pihaknya akan memanggil perusahaan operator angkutan barang serta PT Tirta Investama, produsen Aqua, untuk dimintai keterangan terkait penerapan manajemen keselamatan dalam distribusi produk mereka.
     

     

    Kecaman Warganet

    Sementara itu di tengah penyelidikan, Danone Indonesia selaku induk perusahaan PT Tirta Investama mengeluarkan pernyataan menolak untuk bertanggung jawab. Director of Communications Danone Indonesia Arif Mujahidin mengatakan, “Kecelakaan melibatkan truk milik perusahaan transportasi yang menjadi rekanan distributor.” Artinya, menurut Danone, tragedi di Ciawi tak ada kaitannya dengan mereka.
     
    Pernyataan tersebut menuai kritik tajam dari publik. Warganet di media sosial menuding Danone berusaha menghindari tanggung jawab, dengan berbagai komentar bernada sinis dan ajakan untuk memboikot Aqua. 
     
    “Sekelas Danone ngelesnya gini amat,” tulis pemilik akun @trianapriliaa. Pemilik akun @fikarharisxphotograph menyindir, “Permainan kata-kata doang.” Lalu, “Emang paling bener d boikot,” tulis pemilik akun @ennobius, satu lagi cibiran untuk Aqua yang beberapa waktu lalu terkena imbas aksi boikot gara-gara serbuan Israel ke Jalur Gaza.
     
    Merespons pernyataan prematur pihak Aqua, Safrudin justru mempertanyakan ketidakpahaman tata kelola rantai pasok (supply chain) Danone Indonesia. Katanya, sekalipun perusahaan transporter adalah perusahaan yang terpisah, secara administratif PT Tirta Investama (Danone Indonesia) yang mengeluarkan surat jalan yang menerakan jumlah galon yang diangkut sebagai sebuah persetujuan. 
     
    “Untuk itu produsen AMDK tidak dapat lepas dari tanggung jawab atas keamanan dan keselamatan barang yang dikirimkan melalui transporter ini, termasuk risiko yang terjadi akibat proses pengiriman barang ini. Mengingat praktik ini sudah berlangsung lama, jelas ini sebuah pembiaran oleh PT Tirta Investama dan atau Danone Indonesia,” ujar Safrudin.

    Diduga Praktik ODOL Raup Keuntungan Besar

    KPBB menduga bahwa praktik kelebihan muatan ini terus dipertahankan karena menguntungkan pihak produsen. Dengan membiarkan truk-truknya membawa muatan berlebih, produsen AMDK tersebut dapat menghemat biaya hingga Rp3,6 juta per rit. Jika diakumulasi penghematan tersebut mencapai Rp483 miliar per tahun.
     
    “Ini bukan sekadar penghematan biaya, melainkan praktik pungutan liar terselubung. Produsen AMDK tersebut mendapatkan keuntungan besar dari muatan ilegal, sementara masyarakat menanggung risikonya,” kata Safrudin.
     
    Atas temuan ini, KPBB mendesak Kementerian Perhubungan dan Kepolisian untuk menerapkan strict liability atau tanggung jawab mutlak terhadap pemilik barang, dalam hal ini produsen AMDK tersebut.
     
    “Mereka tidak bisa bersembunyi di balik mitra logistik. Jika muatannya ilegal, maka pemilik barang harus dihukum,” ucap Safrudin tegas.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ROS)

  • Bisa Langsung Perang, Mesir Terima Pesan Israel Soal Perjanjian Damai, AS Tak Mau Cari Ribut di Arab – Halaman all

    Bisa Langsung Perang, Mesir Terima Pesan Israel Soal Perjanjian Damai, AS Tak Mau Cari Ribut di Arab – Halaman all

    Bisa Langsung Perang, Mesir Terima Pesan Israel Soal Perjanjian Damai, AS Tak Mau Cari Ribut dengan Arab

    TRIBUNNEWS.COM – Hubungan Mesir dan Israel kembali memanas seiring wacana yang dilontarkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump yang menyerukan negeri Piramida itu untuk menampung warga Palestina dari Gaza yang hancur.

    Belakangan, Israel menggaungkan rencana Trump ini, namun Mesir secara tegas langsung menolak rencana itu.

    Meski begitu, Israel dikhawatirkan telah menetapkan cara-cara ‘pengusiran’ terstruktur agar warga Gaza bisa ke luar dan tetap berada di luar wilayah kantung Palestina tersebut.

    Mesir mewaspadai hal ini lantaran teritorial mereka berbatasan langsung dengan wilayah Gaza.

    Belakangan, Mesir dilaporkan menerima pesan dari Israel yang mengonfirmasi komitmen Tel Aviv terhadap perjanjian damai 1979.

    Perjanjian damai Mesir–Israel ditandatangani pada tahun 1979 di Washington oleh mendiang Presiden Mesir Anwar El-Sadat dan Perdana Menteri Israel saat itu Menachem Begin, setelah Kesepakatan Camp David tahun 1978.

    Sebagai konteks, Mesir secara terbatas menjadi tujuan dari para warga Palestina di Gaza yang terluka dan memerlukan pengobatan dan perawatan intensif.

    Mesir menerima para warga Gaza ini dengan jumlah terbatas dan dengan ketentuan dan syarat ketat.

    Belakangan, seiring mencuatnya seruan pengusiran paksa warga Gaza, Kairo seperti mencium gelagat buruk Tel Aviv. 

    Menurut sumber yang berbicara kepada saluran TV Al Arabiya pada Sabtu (8/2/2025), Mesir memperingatkan Israel agar tidak memberlakukan pembatasan pada kembalinya warga Palestina setelah menerima perawatan medis di Kairo.

    Sikap Mesir ini mendorong Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengeluarkan komentar provokatif kalau Mesir ikut membuat Gaza menjadi ‘Penjara Terbuka Terbesar di Dunia’ dengan tidak mengizinkan warga Palestina bertolak dan menetap di negaranya.

    Tentara Mesir berpatroli di perbatasan Rafah-Gaza saat kunjungan duta besar Dewan Keamanan PBB, 11 Desember 2023. (Giuseppe CACACE / AFP)

    Bisa Langsung Perang

    Perlu digarisbawahi, Mesir menganggap pengusiran warga Palestina di Gaza, ke wilayahnya, khusunya di daerah Sinai, adalah hal sensitif dan membahayakan keamanan dan stabilitas negara. 

    Mesir juga mengatakan pengungsian warga sipil dari Gaza ke Mesir akan membahayakan perjuangan Palestina.

    Mesir juga menentang gagasan pemindahan paksa warga Gaza tersebut karena masalah ekonomi dan keamanan.

    Begitu sensitifnya, Mesir menilai hal ini sebagai ‘garis merah’ buat Israel.

    Pembatasan pada kembalinya warga Palestina setelah menerima perawatan medis di Kairo berarti Israel secara bulat masih memegang kendali di Koridor Philadelphia, pintu perbatasan Sinai (Mesir) dan Gaza (Palestina yang diduduki Israel).

    Pada awal Januari 2024 silam, Mesir juga memperingatkan Israel untuk tidak semberono di Koridor Philadelpia.

    “Mesir tanpa basa-basi akan selalu merespons secara praktis terhadap aksi yang melewati garis merah, tidak hanya melalui pernyataan,” kata ulasan JN saat itu.

    Apalagi, aksi Mesir yang langsung bertindak saat eskalasi meningkat dan garis merah cenderung dilanggar, pernah terbukti di Sirte-Jufra saat konflik terjadi di Libya pada 2020 silam.

    KERUMUNAN WARGA GAZA – Foto ini diambil pada Selasa (4/2/2025) dari publikasi resmi Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) pada Sabtu (1/2/2025), menunjukkan kerumunan warga Palestina dan anggota Brigade Al-Qassam selama pembebasan sandera Israel, Keith Siegel, di pelabuhan Kota Gaza, selama pertukaran tahanan ke-4 pada Sabtu (1/2/2025) sebagai bagian dari implementasi perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas di Jalur Gaza. Tiga sandera Israel; Ofer Calderon, Yarden Bibas, dan Keith Siegel, dibebaskan dengan imbalan 183 tahanan Palestina. (Telegram Brigade Al-Qassam)

    Terima Pesan AS

    Selain pesan dari Israel, media Ahram mengabarkan kalau Kairo juga menerima pesan dari AS yang menyatakan kalau Washington tidak bermaksud untuk berselisih dengan Mesir atau negara Arab lainnya terkait situasi di Gaza.

    Sumber tersebut selanjutnya menambahkan kalau Mesir menegaskan kembali kepada tim Presiden AS Donald Trump penolakannya terhadap pemindahan paksa apa pun dari Jalur Gaza.  

    Selain itu, Mesir telah menuntut agar Israel memberikan batas waktu yang jelas untuk mengizinkan peralatan berat memasuki Gaza, kata Al Arabiya dalam pernyataan eksklusif.

    Pada hari Kamis, Israel mengatakan telah memulai persiapan untuk pemindahan sejumlah besar warga Palestina dari Gaza sejalan dengan rencana Trump untuk wilayah tersebut. 

    Namun, Trump mengatakan pada hari Jumat kalau dia tidak terburu-buru untuk memajukan rencana kejutannya untuk Gaza, yang akan membuat penduduk Palestina di sana diusir dan AS mengambil alih kendali.

    Sementara itu, Kairo menegaskan kembali penolakan tegasnya terhadap setiap usulan atau rencana untuk melikuidasi perjuangan Palestina dengan mengusir warga Palestina dari tanah mereka, dan memperingatkan tentang konsekuensi dari gagasan tersebut.

     

    (oln/ahrm/*)

  • Pejabat Palestina Tanggapi Tuduhan Netanyahu terhadap Mesir: Masalah Terletak pada Pendudukan Israel – Halaman all

    Pejabat Palestina Tanggapi Tuduhan Netanyahu terhadap Mesir: Masalah Terletak pada Pendudukan Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang pejabat senior Palestina mengecam pernyataan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu soal Mesir, Senin (10/2/2025).

    Netanyahu menuduh Mesir menghalangi warga Palestina yang akan meninggalkan Jalur Gaza.

    Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Hussein Al-Sheikh mengatakan, tuduhan Netanyahu tersebut menyesatkan Mesir dan tidak mencerminkan fakta yang sebenarnya.

    Dengan tegas, Al-Sheikh mengatakan bahwa masalah utama di Gaza adalah pendudukan Israel. 

    “Tuduhan Netanyahu terhadap Republik Arab Mesir menyesatkan dan memutarbalikkan kebenaran bahwa masalahnya terletak pada pendudukan Israel dan pengepungannya terhadap rakyat Palestina, bukan di Mesir,” kata Hussein Al-Sheikh melalui X, dikutip dari Anadolu Anjansi.

    Tidak hanya itu, Al-Sheikh menegaskan bahwa Mesir telah banyak membantu Palestina selama ini.

    Mulai dari politik, material, maupun moral.

    Menurutnya, apa yang dilakukan Mesir dalam usulan pengusiran warga Palestina dari Gaza adalah langkah yang tepat dan terhormat.

    “(Mesir) telah mengambil sikap terhormat dalam mencegah pengusiran rakyat Palestina dari tanah air mereka dan telah mendukung keteguhan dan ketekunan mereka di tanah mereka. Salam untuk Mesir, para pemimpinnya, dan rakyatnya,” tambahnya.

    Sebelumnya, Netanyahu dalam wawancara dengan Fox News pada Sabtu (8/2/2025) menuduh Mesir telah menghalangi warga Palestina meninggalkan Gaza.

    “Sudah saatnya bagi Mesir untuk memberikan kesempatan kepada warga Palestina untuk meninggalkan Gaza dan menekankan perlunya mencari negara “alternatif” bagi mereka,” klaim Netanyahu, dikutip dari Middle East Monitor.

    Tidak hanya itu, ia juga menganggap Mesir telah menjadikan Jalur Gaza sebagai ‘penjara terbuka’.

    “Dulu ada yang menuduh kami mengubah Gaza menjadi penjara besar, tapi sekarang mereka menolak gagasan (Presiden AS) Trump untuk mengeluarkan mereka dari penjara ini,” katanya.

    Namun tuduhan tersebut dibantah keras oleh Mesir.

    Kementerian Luar Negeri Mesir menolak klaim Netanyahu, dengan menyatakan mereka mengabaikan upaya bantuan Mesir yang sedang berlangsung, termasuk pengiriman lebih dari 5.000 truk bantuan kemanusiaan sejak gencatan senjata terakhir.

    Mesir juga mengatakan bahwa Netanyahu sengaja mengalihkan perhatian dari ‘pelanggaran berat’ yang dilakukan Israel terhadap warga sipil Palestina.

    Selain itu, Mesir juga dengan tegas menolak upaya pemindahan warga Palestina dari Gaza ke Mesir, Yordania atau Arab Saudi.

    Mereka menegaskan akan tetap mendukung warga Gaza sampai kapanpun.

    “Mesir menyatakan solidaritas penuh dengan rakyat Gaza yang berani mempertahankan tanah mereka dan memperjuangkan tujuan mereka yang adil dan sah meskipun mereka mengalami semua kekejaman,” kata pernyataan itu, dikutip dari Palestine Chronicle.

    Mesir menggarisbawahi bahwa pihaknya akan tetap mengikuti prinsip Arab dalam membela rakyat Palestina.

    “Mesir tetap berkomitmen pada posisi yang telah ditetapkan dan prinsip-prinsip Arab, dengan menekankan hak rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka mereka di perbatasan 4 Juni 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya,” tegasnya.

    Sebagai informasi, tuduhan Netanyahu ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan.

    Terutama setelah beberapa pemimpin dunia, termasuk Presiden AS Donald Trump, mengisyaratkan rencana pemindahan warga Palestina dan pembangunan kembali Gaza di bawah kendali pihak asing. 

    Usulan ini telah menuai kecaman dari banyak negara, termasuk Kanada, Prancis, Jerman, Inggris, serta negara-negara Arab.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Netanyahu dan Konflik Palestina vs Israel