Negara: Jalur Gaza

  • Trump Ancam Kekacauan Jika Sandera Tak Bebas, Hamas Bilang Gini    
        Trump Ancam Kekacauan Jika Sandera Tak Bebas, Hamas Bilang Gini

    Trump Ancam Kekacauan Jika Sandera Tak Bebas, Hamas Bilang Gini Trump Ancam Kekacauan Jika Sandera Tak Bebas, Hamas Bilang Gini

    Gaza City

    Hamas menyebut ancaman yang dilontarkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, agar semua sandera Israel segera dibebaskan atau kekacauan akan terjadi, hanya mempersulit gencatan senjata Gaza. Trump juga mengancam akan mengusulkan pembatalan gencatan senjata.

    Peringatan itu dilontarkan Trump setelah kelompok Hamas mengatakan akan menunda pembebasan sandera Israel hingga pemberitahuan lebih lanjut, setelah menuduh Israel melakukan pelanggaran terhadap perjanjian gencatan senjata.

    “Trump seharusnya ingat bahwa ada kesepakatan yang harus dihormati oleh kedua belah pihak, dan ini adalah satu-satunya cara untuk memulangkan para tahanan (sandera di Gaza-red),” ucap seorang pemimpin senior Hamas, Sami Abu Zuhri, seperti dilansir AFP, Selasa (11/2/2025).

    “Bahasa ancaman tidak ada gunanya dan semakin memperumit masalah,” sebutnya.

    Gencatan senjata Gaza, yang diberlakukan sejak 19 Januari lalu, telah menghentikan sebagian besar pertempuran yang berkecamuk selama lebih dari 15 bulan terakhir.

    Setidaknya sudah ada lima kelompok sandera Israel yang dibebaskan sejauh ini, dengan imbalan pembebasan tahanan Palestina dari penjara Israel.

    Namun ketegangan meningkat bulan lalu, setelah Trump secara mengejutkan mengumumkan AS akan mengambil alih Jalur Gaza dan merelokasi lebih dari 2 juta penduduknya.

    Ketegangan semakin bertambah pada Senin (10/2) setelah Trump mengancam akan menyerukan diakhirinya gencatan senjata Gaza jika semua sandera Israel tidak dibebaskan pada Sabtu (15/2) siang mendatang.

    “Sejauh yang saya ketahui, jika semua sandera tidak dipulangkan pada Sabtu, pukul 12.00 waktu setempat — saya pikir ini adalah waktu yang tepat — saya akan membatalkannya dan semua pertaruhan dibatalkan, dan biarkan kekacauan terjadi,” ucap Trump saat bicara kepada wartawan di Gedung Putih.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Syarat dari Netanyahu untuk Fase Kedua Kesepakatan Gaza, Usir Pemimpin Hamas dan Bubarkan Perlawanan – Halaman all

    Syarat dari Netanyahu untuk Fase Kedua Kesepakatan Gaza, Usir Pemimpin Hamas dan Bubarkan Perlawanan – Halaman all

    Syarat Netanyahu untuk Fase Kedua Kesepakatan Gaza, Usir Pemimpin Hamas dan Bubarkan Perlawanan

    TRIBUNNEWS.COM- Perdana Menteri Israel Benjamin akan menyampaikan tuntutannya untuk gencatan senjata Gaza tahap kedua kepada Kabinet Keamanan Israel, yang diperkirakan akan ditolak oleh Hamas, menurut laporan surat kabar Yedioth Ahronoth pada tanggal 10 Februari.

    Perang di Gaza berpotensi kembali terjadi jika Hamas menolak tuntutan perdana menteri Israel untuk tahap kedua.

    Syarat-syaratnya termasuk mengusir seluruh pimpinan Hamas dari Gaza, membubarkan sayap militer kelompok perlawanan tersebut, Brigade Qassam, dan menjamin pembebasan seluruh tawanan Israel yang ditahan di Gaza.

    Saat ini ada 76 tahanan Israel di Jalur Gaza, sementara ribuan warga Palestina masih ditahan di penjara Israel dalam kondisi yang buruk, dan banyak yang meninggal dalam tahanan. Harian berbahasa Ibrani itu menyatakan bahwa jika Hamas menyetujui persyaratan ini, perang di Gaza akan berakhir. 

    Laporan itu juga mengungkap bahwa Netanyahu membahas persyaratan gencatan senjata dengan Presiden AS Donald Trump dan utusan Asia Barat Steve Witkoff. Jika Hamas menolak tuntutan tersebut, Netanyahu dapat memperpanjang fase pertama gencatan senjata dan menghindari komitmen untuk mengakhiri perang atau menarik pasukan Israel sepenuhnya dari Gaza.

    Selain itu, Israel dapat terus memanipulasi masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza.

    Sumber Palestina mengatakan kepada Al Mayadeen pada hari Senin bahwa “Hamas yakin bahwa Israel berencana untuk menggagalkan perjanjian gencatan senjata,” seraya menambahkan, “Pernyataan yang dikeluarkan oleh pihak Israel mengenai fase kedua perjanjian tersebut menunjukkan bahwa gencatan senjata permanen dan penyelesaian proses penarikan tidak akan tercapai.”

    Sumber tersebut juga menyatakan bahwa Israel “akan membayar harga yang mahal jika tidak mematuhi fase kedua.” 

    Sehari sebelumnya, Haaretz mengutip sumber Israel yang mengatakan bahwa Netanyahu bermaksud menyabotase tahap kedua kesepakatan pembebasan tahanan dan menggagalkan gencatan senjata Gaza. 

    “Ini hanya sandiwara,” kata salah satu sumber. “Netanyahu memberi isyarat dengan jelas bahwa dia tidak ingin pindah ke fase berikutnya. Dia mengirim tim [ke Doha] tanpa mandat dan tanpa kemampuan untuk melakukan apa pun.”

    Berdasarkan ketentuan perjanjian gencatan senjata, negosiasi mengenai pelaksanaan fase kedua kesepakatan itu seharusnya dimulai pada tanggal 3 Februari – hari ke-16 sejak gencatan senjata dimulai.

    Kesepakatan ini terdiri dari tahap awal 42 hari di mana 33 tawanan Israel akan dibebaskan dengan imbalan sekitar 1.900 tawanan Palestina. 

    Dua tahap 42 hari lagi diharapkan akan terjadi, di mana sisa tawanan Israel akan dibebaskan dengan imbalan sejumlah besar tawanan Palestina yang tidak ditentukan jumlahnya.

    Laporan itu muncul saat Presiden Trump bersikeras pada rencana untuk mengambil alih Gaza dan mengusir penduduknya. 

     

    SUMBER: THE CRADLE

  • Hamas Tunda Pembebasan Sandera, Tuding Israel Langgar Gencatan Senjata

    Hamas Tunda Pembebasan Sandera, Tuding Israel Langgar Gencatan Senjata

    PIKIRAN RAKYAT – Sayap Militer Kelompok Hamas Palestina yaitu Brigade Al-Qassam telah menunda pembebasan warga Israel yang mereka sandera karena Tel Aviv melanggar kesepakatan gencatan senjata Gaza.

    Hamas mencatat berbagai pelanggaran yang dilakukan Israel penjajah yaitu menunda kembalinya pengungsi Palestina ke Gaza utara, menembaki berbagai wilayah di Jalur Gaza, dan mencegah masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza yang tidak sesuai kesepakatan gencatan senjata.

    “Oleh karena itu, pembebasan tahanan Zionis yang dijadwalkan Sabtu, 15 Februari 2025 mendatang akan ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut, sambil menunggu kepatuhan penuh penjajah terhadap perjanjian gencatan senjata,” ucap Brigade Al-Qassam, Abu Obaida.

    Obaida menegaskan bahwa pihak Hamas tetap berkomitmen menjalankan kesepakatan gencatan senjata selama Israel juga mematuhi ketentuan-ketentuan dalam perjanjian.

    Menyusul pengumuman, pejabat pertahanan Israel Katz telah memerintahkan tentara untuk bersiap pada tingkat kewaspadaan tertinggi untuk setiap kemungkinan skenario kejadian di Gaza.

    Sementara itu, keluarga Israel yang menjadi tahanan di Gaza mendesak Benjamin Netanyahu untuk tidak menghalangi kesepakatan pertukaran tahanan dengan Hamas.

    “Kamis telah meminta bantuan dari negara-negara penengah (Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat) untuk membantu memulihkan dan melaksanakan kesepakatan yang ada secara efektif,” ucap Forum Sandera.

    Forum tersebut juga meminta otoritas Israel untuk menahan diri dari tindakan apa pun yang dapat membahayakan kesepakatan dan tetap komitmen untuk mengamankan pengembalian 76 warga Israel yang disandera.

    Diketahui, kesepakatan gencatan senjata akan melalui tiga fase yang berlaku sejak 19 Januari 2025 dengan tujuan menghentikan perang genosida Israel yang telah menewaskan lebih dari 48.000 korban dan menghancurkan daerah kantong Palestina.

    Pada fase pertama gencatan senjata akan berlangsung sampai awal Maret dan sebanyak 33 warga Israel yang disandera Hamas akan dibebaskan dengan imbalan sejumlah tahanan Palestina.

    Pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas yang keenam kalinya dijadwalkan pada pekan ini.

    Sebelumnya, Israel dan Hamas telah menyelesaikan pertukaran tawanan dan sandera yang kelima dalam fase pertama perjanjian gencatan senjata Gaza.

    Kronologi dan Peristiwa Penting Terkait Pertukaran Sandera

    – Pada 19 Januari 2025 kesepakatan gencatan senjata Gaza mulai berlaku dan pada fase ini berlangsung 42 hari dari perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang difasilitasi oleh Mesir dan Qatar dengan dukungan dari Amerika Serikat. Dihari yang sama tiga wanita Israel yang dibebaskan dari penahanan hamas di Gaza.

    – Pada 20 Januari 2025 israel membebaskan 90 tahanan Palestina dari penjara Ofer yang terletak disebelah barat Ramallah di tepi Barat, hanya beberapa jam setelah tiga sandera Israel dibebaskan.

    – Pada 25 Januari 2025 Gaza menyaksikan pertukaran sandera kedua saat Hamas membebaskan empat tentara wanita Israel dengan imbalan 200 tahanan Palestina. Tak lama, Dinas Penjara Israel mengumumkan bahwa 200 tahanan Palestina akan dibebaskan.

    – 30 Januari 2025, Israel setuju untuk membebaskan 110 tahanan Palestina, termasuk 30 anak dibawah umur yang membatalkan putusan sebelumnya untuk menunda pertukaran. Langkah itu menyusul pembebasan tiga sandera Israel dan lima sandera Thailand oleh Hamas dalam gencatan senjata Gaza.

    – 1 Februari 2025, Hamas membebaskan tiga sandera Israel dalam gelombang keempat dari tahap pertama pertukaran tahanan dan kesepakatan gencatan senjata. Sebagai balasan Israel membebaskan 183 tahanan Palestina dan mengizinkan 50 warga Palestina yang terluka dan sakit meninggalkan Gaza untuk menjalani perawatan medis di luar negeri.

    – 4 Februari 2025, Hamas mengatakan pembicaraan tentang tahap kedua kepeakatan gencatan senjata Gaza dengan Israel dimulai dengan fokus pada tempat berlindung, bantuan, dan rekonstruksi di daerah kantong Palestina yang hancur.

    – 8 Februari 2025, dalam pertukaran tahanan-sandera kelima, tiga sandera Israel yang sebelumnya ditawan oleh Hamas dipindahkan dari Gaza tengah ke Pasukan Pertahanan Israel dan Badan Keamanan Israel dan menyeberangi perbatasan ke Israel.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Batalkan Saja, Biarkan Kekacauan Terjadi

    Batalkan Saja, Biarkan Kekacauan Terjadi

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengeluarkan ultimatum kepada kelompok pejuang Palestina, Hamas. Trump memperingatkan gencatan senjata yang sedang dilakukan akan dibatalkan jika semua sandera Israel yang ditawan di Gaza tidak dikembalikan paling lambat Sabtu, 15 Februari 2024. 

    Trump menyebut pihaknya akan membiarkan kekacauan terjadi jika sampai Sabtu siang semua sandera Israel belum dibebaskan oleh Hamas.

    Tak hanya itu, Trump yang berbicara kepada wartawan di Ruang Oval pada Senin, 10 Februari 2025 malam juga memberikan peringatan kepada tetangga Palestina yaitu Yordania dan Mesir.

    Bantuan-bantuan yang selama ini diberikan ke Yordania dan Mesir akan ditahan oleh AS jika kedua negara tersebut tidak menerima pengungsi Palestina yang dipindahkan dari Gaza .

    Ultimatum yang disampaikan Trump ini setelah Hamas mengatakan pihaknya menunda pembebasan sandera tanpa batas waktu karena pelanggaran kesepakatan gencatan senjata.

    Menteri Pertahanan  Israel juga telah menyiagakan militer dengan perintah untuk bersiap menghadapi skenario apa pun di Gaza. Bahkan, Trump menyebut pihaknya akan membiarkan Israel yang memutuskan soal gencatan senjata ini.

    “Namun sejauh yang saya ketahui, jika semua sandera tidak dikembalikan paling lambat Sabtu pukul 12 siang – saya rasa itu waktu yang tepat – saya akan katakan batalkan saja dan semua taruhan dibatalkan serta biarkan kekacauan terjadi,” kata Trump dilaporkan The Guardian.

    Gencatan senjata antara Palestina dan Israel telah berlangsung selama tiga minggu. Trump mengatakan satu-satunya hal yang bisa membuat gencatan senjata tetap berlaku adalah Hamas melepaskan semua sandera Israel

    “Kami ingin mereka semua kembali. Jika mereka tidak ada di sini, kekacauan akan terjadi,” katanya.

    Di tengah ultimatum yang disampaikan Trump, pejabat Hamas, Israel, dan Arab telah memperingatkan bahwa gencatan senjata berada di titik kritis. Intervensi yang dilakukan Trump membuat kesepakatan bertahap antara Palestina dan Israel bisa berakhir dengan kekacauan.

    Sikap Hamas yang menunda pelepasan sandera bukan tanpa alasan, seorang juru bicara Hamas mengatakan penangguhan pembebasan sandera muncul di tengah sikap AS dan Israel tentang masa depan jangka panjang Jalur Gaza.

    Tak cukup di situ, Trump juga mengatakan tidak menutup kemungkinan AS akan  menahan bantuan ke Yordania dan Mesir yang merupakan sekutu terdekat AS di kawasan tersebut.

    Namun hal tersebut tidak akan terjadi jika Yordania dan Mesir menyetujui rencana AS “mengambil alih” Gaza dan merelokasi jutaan warga Palestina ke negara-negara tetangga.

    “Jika mereka tidak setuju, saya mungkin akan menahannya,” kata Trump.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Trump Tolak Warga Palestina yang Mengungsi Kembali ke Jalur Gaza

    Trump Tolak Warga Palestina yang Mengungsi Kembali ke Jalur Gaza

    JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump menegaskan warga Palestina yang meninggalkan Jalur Gaza dalam rencana kontroversialnya tidak akan diizinkan kembali.

    “Kami akan membangun komunitas yang aman, sedikit jauh dari tempat mereka sekarang, dari semua bahaya ini. Sementara itu, saya akan memiliki ini. Anggap saja sebagai proyek pengembangan real estat untuk masa depan, ini akan menjadi lahan yang indah,” kata Trump dalam wawancara dengan Fox News yang ditayangkan pada Senin (10/2) dilansir ANTARA dari Anadolu.

    Ketika pewawancara menanyakan secara langsung apakah warga Palestina akan “memiliki hak untuk kembali,” Trump dengan tegas menjawab, “Tidak, mereka tidak akan, karena mereka akan mendapatkan perumahan yang jauh lebih baik.”

    “Dengan kata lain, saya berbicara tentang membangun tempat tinggal permanen bagi mereka, karena jika mereka harus kembali sekarang, butuh bertahun-tahun sebelum bisa dihuni kembali,” kata Trump.

    “Saya berbicara tentang memulai pembangunan, dan saya pikir saya bisa membuat kesepakatan dengan Yordania, saya pikir saya bisa membuat kesepakatan dengan Mesir, Anda tahu, kami memberi mereka miliaran dolar setiap tahun,” katanya menambahkan.

    Trump mengumumkan proposalnya di tengah gencatan senjata yang menghentikan 15 bulan perang genosida Israel di Gaza.

    Rencananya mengambil alih Gaza telah mendapat penolakan luas di tingkat internasional, tetapi Trump bersikeras akan mewujudkannya.

    Dia berulang kali mengeklaim bahwa dia bisa memaksa Mesir dan Yordania untuk menampung pengungsi Palestina, klaim yang secara terbuka dibantah oleh kedua negara itu maupun oleh rakyat Palestina.

    Raja Yordania Abdullah II dijadwalkan mengunjungi Gedung Putih pekan ini.

    Rencana Trump memiliki kesamaan dengan proposal yang sebelumnya diajukan oleh menantunya, Jared Kushner, pada Maret 2024. Saat itu, mantan penasihat Trump itu menyebut properti di pesisir Gaza sebagai aset bernilai tinggi.

    “Properti di tepi laut Gaza bisa sangat berharga jika orang-orang fokus membangun mata pencaharian,” kata Kushner dalam wawancara di Universitas Harvard.

    “Situasi di sana memang agak menyedihkan, tetapi dari perspektif Israel, saya akan berusaha memindahkan penduduknya dan kemudian merapikannya.”

    Perang genosida Israel di Gaza telah menghancurkan wilayah tersebut, dengan setengah dari rumah-rumah hancur atau rusak, serta hampir 2 juta orang mengungsi dalam kondisi minim fasilitas sanitasi, pasokan medis, makanan, dan air bersih. Lebih dari 47.000 orang telah tewas.

    Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Pemimpin Otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan otoritas pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ).

  • Penyebab Gencatan Senjata di Gaza Kian Rapuh: Trump Makin Bikin Gaduh Saat Hamas dan Israel Gusar – Halaman all

    Penyebab Gencatan Senjata di Gaza Kian Rapuh: Trump Makin Bikin Gaduh Saat Hamas dan Israel Gusar – Halaman all

    Penyebab Gencatan Senjata di Gaza Kian Rapuh: Trump Makin Bikin Gaduh Saat Hamas dan Israel Gusar

    TRIBUNNEWS.COM – Gerakan pembebasan Palestina, Hamas, mengumumkan penundaan pembebasan berikutnya sandera Israel yang dijadwalkan berlansung pada Sabtu (15/2/2025) pekan ini.

    Penundaan ini membuat gencatan senjata sementara yang terjadi makin rapuh. Terlebih, komentar-komentar terbuka Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump justru makin meriuhkan tensi saat Israel dan Hamas tengah gusar menanti langkah-langkah berikutnya.

    Pengumuman Hamas ini dilakukan Senin (10/2/2025), hanya beberapa hari sebelum jadwal pembebasan kelompok sandera berikutnya.

    Juru bicara Brigade Al-Qassam, Abu Obaida, dalam salah satu pernyataan resminya yang dirilis di Telegram kelompok tersebut, menyebut penundaan dilakukan karena Israel melakukan sejumlah pelanggaran mencolok dalam gencatan senjata.

    Dia menyatakan pengumumannya sebagai “peringatan” bagi Israel dan mengatakan kalau mereka memberi mediator perundingan “cukup waktu untuk menekan pendudukan (Israel) agar memenuhi kewajibannya (dalam gencatan senjata) “.

    Dikatakannya “pintu tetap terbuka” untuk rilis (pembebasan sandera Israel) terjadwal berikutnya yang akan dilaksanakan pada hari Sabtu.

    Kelompok perlawanan Palestina tersebut tampaknya memberi waktu agar kebuntuan itu terselesaikan.

    NETANYAHU DAN TRUMP – Foto ini diambil pada Senin (10/2/2025) dari publikasi resmi Netanyahu pada Rabu (5/2/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) berbicara dengan sekutunya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan), di Gedung Putih. (Instagram/b.netanyahu)

    Hamas Gusar, Donald Trump yang Malah Bikin Makin Gaduh

    Tapi apa sebenarnya kebuntuannya?

    Kegusaran Hamas ini tergambar dari serangkaian keluhan yang mereka suarakan soal pelanggaran gencatan senjata oleh Israel.

    Pelanggaran itu, mulai dari menunda pemulangan warga terlantar, terus menembaki mereka, dan tidak mengizinkan masuknya jenis bantuan kemanusiaan tertentu.

    BBC melansir, pejabat lain Palestina yang tidak terkait dengan Hamas (dari Otoritas Palestina/PA) telah menyatakan ada keengganan Israel untuk mengizinkan karavan memasuki Gaza untuk menampung sejumlah besar warga Palestina yang rumahnya telah dihancurkan.

    “Pada saat pemerintah Israel secara terbuka membahas cara untuk mendorong warga sipil meninggalkan Gaza, kegagalan memberikan izin untuk akomodasi sementara yang sangat dibutuhkan pasti akan memicu ketakutan warga Palestina akan pengusiran,” tulis BBC, dikutip Selasa (11/2/2025).

    KEMBALI PULANG – Ratusan ribu warga Gaza yang terusir dan mengungsi karena agresi militer Israel. Mereka kembali ke rumah-rumah mereka ke wilayah Gaza Utara, Senin (27/1/2025). (RNTV/TangkapLayar)

    Ketakutan diperburuk, hampir setiap hari, oleh Donald Trump yang justru makin membuat gaduh suasana dan mempertinggi tensi konflik.

    Apa yang awalnya merupakan ‘usulan’ spontan kalau sebagian besar warga Palestina harus pergi sementara Jalur Gaza dibangun kembali telah berubah menjadi ‘tuntutan’ sang presiden bahwa semua orang harus pergi dan bahwa AS harus mengambil alih dan memerintah Gaza.

    “Saat Trump terus menegaskan usulannya yang provokatif, Hamas mungkin bertanya-tanya apakah ada gunanya terlibat dalam tahap kedua perundingan gencatan senjata. Untuk apa sebenarnya perundingan itu?” ulas BBC.

    Jika Trump serius, Palestina tahu bahwa Israel harus memastikan Gaza bebas dari warga sipil.

    Merampas tempat tinggal mereka tidak akan cukup hanya lewat retorika dan diplomasi. Hampir pasti akan Israel melaksanakan ekskusi lewat kekuatan militer.

    Kini Trump telah mengatakan bahwa jika semua sandera yang ditawan di Gaza tidak dikembalikan pada hari Sabtu, ia akan mengusulkan pembatalan gencatan senjata dan “neraka” akan terjadi.

    Namun ia mengatakan bahwa ia berbicara atas nama dirinya sendiri dan “Israel dapat mengesampingkannya”.

    SANDERA ISRAEL DIBEBASKAN – Foto ini diambil pada Minggu (9/2/2025) dari publikasi resmi Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) pada Sabtu (8/2/2025), memperlihatkan tiga sandera Israel (kiri-kanan); Ohad Ben Ami, Eli Sharabi, Or Levy, berdiri dengan masing-masing diapit oleh dua anggota Brigade Al-Qassam selama pertukaran tahanan ke-5 pada Sabtu (8/2/2025) sebagai bagian dari implementasi perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas di Jalur Gaza, dengan imbalan 183 tahanan Palestina. (Telegram Brigade Al-Qassam)

    Keluarga Sandera: Trump Lebih Baik Diam 

    Menghadapi kemungkinan dimulainya kembali perang, Hamas mungkin bertanya-tanya apa insentifnya untuk membebaskan sandera Israel yang tersisa.

    Bagi keluarga dan teman para sandera Israel, kebuntuan saat ini dan campur tangan Trump yang gaduh adalah penyebab kecemasan baru.

    “Setiap pernyataan atau pengumuman ini tentu saja membuat Hamas semakin keras kepala,” kata Dudi Zalmanovich kepada BBC. Keponakan istrinya, Omer Shem Tov, masih ditahan oleh Hamas.

    “Saya lebih suka jika dia bersikap kurang proaktif (diam),” kata Zalmanovich tentang Trump.

    Kegusaran Israel, Sandera yang Kurus 

    Israel mempunyai kecurigaan tersendiri mengenai alasan di balik ancaman penundaan Hamas.

    Tontonan para sandera kurus kering yang dibebaskan pada akhir pekan telah memunculkan kekhawatiran bahwa Hamas mungkin tidak ingin dunia melihat orang lain dalam kondisi yang lebih buruk.

    Selain tayangan di televisi yang memperlihatkan para pejuang Hamas bersenjata lengkap berparade di siang bolong, dan peringatan dari mantan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, bahwa kelompok tersebut telah merekrut tentara sebanyak jumlah yang hilang selama perang, tidak semua warga Israel yakin bahwa gencatan senjata dapat – atau bahkan seharusnya – dipertahankan.

    Masih terlalu dini untuk mengatakan apakah proses yang dinegosiasikan secara hati-hati dan bertahap ini akan segera runtuh – seperti yang telah diprediksi banyak orang – tetapi setelah permulaan yang sebagian besar positif, proses ini berada di bawah tekanan yang semakin meningkat.

    Dengan kata lain, gencatan senjata yang sedang terjadi secara sementara, makin rapuh yang diperburuk oleh Trump yang tampaknya hobi membuat gaduh.

     

     

    (oln/bbc/*)

  • Trump Sebut Gaza Lokasi Real Estate, Warga Palestina Tak Berhak Kembali    
        Trump Sebut Gaza Lokasi Real Estate, Warga Palestina Tak Berhak Kembali

    Trump Sebut Gaza Lokasi Real Estate, Warga Palestina Tak Berhak Kembali Trump Sebut Gaza Lokasi Real Estate, Warga Palestina Tak Berhak Kembali

    Washington DC

    Tak habis-habis kontroversi yang dipicu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kali ini, Trump menyebut Jalur Gaza sebagai lokasi “pengembangan real estate untuk masa depan”, dan menegaskan warga Palestina tidak memiliki hak untuk kembali berdasarkan rencana pengambilalihan yang dilakukan AS.

    Trump menambahkan bahwa dirinya akan membangun “komunitas yang indah” untuk warga Palestina yang direlokasi dari Jalur Gaza.

    Pernyataan kontroversial terbaru itu, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Selasa (11/2/2025), disampaikan Trump dalam wawancara dengan jurnalis Bret Baier dari Fox News Channel.

    Dalam wawancara tersebut, Trump kembali menegaskan bahwa “Saya akan memilikinya” yang merujuk pada Jalur Gaza, yang ditinggali oleh lebih dari dua juta warga Palestina yang kini dilanda perang. Dia juga menyebut ada enam lokasi berbeda bagi warga Palestina untuk tinggal di luar Jalur Gaza.

    Rencana relokasi warga Gaza dan rencana AS mengambil alih Gaza itu menuai penolakan dunia, terutama negara-negara Arab.

    Ketika ditanya apakah warga Palestina memiliki hak untuk kembali ke Jalur Gaza yang hancur akibat perang, Trump menjawab dengan tegas: “Tidak, mereka tidak akan melakukannya, karena mereka akan memiliki perumahan yang jauh lebih baik.”

    “Dengan kata lain, saya sedang membahas soal membangun tempat permanen untuk mereka karena jika mereka harus kembali sekarang, maka akan memakan waktu bertahun-tahun sebelum Anda bisa melakukannya — tempat itu tidak layak huni,” kata Trump.

    Trump pertama kali mengungkapkan rencana kontroversial dan mengejutkan itu dalam konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu yang sedang berkunjung ke Gedung Putih pada Selasa (4/2) pekan lalu. Rencana itu memicu kemarahan warga Palestina dan ditolak dunia.

    Namun Trump terus menegaskan tuntutannya agar warga Palestina dipindahkan dari Jalur Gaza, yang hancur akibat perang Israel-Hamas, dan agar Mesir juga Yordania menampung warga Gaza yang direlokasi.

    Dalam wawancara dengan Fox News Channel, Trump mengatakan dirinya akan membangun “komunitas yang indah” untuk lebih dari dua juta warga Palestina yang tinggal di Jalur Gaza.

    “Bisa ada lima, enam lokasi, bisa juga dua lokasi. Tapi kita akan membangun komunitas yang aman, agak jauh dari tempat mereka berada, tempat semua bahaya berada,” sebut Trump dalam pernyataannya.

    “Sementara itu, saya akan memiliki ini. Anggap saja sebagai pengembangan real estate untuk masa depan, Itu akan menjadi sebidang tanah yang indah. Tidak ada banyak uang yang dikeluarkan,” ucapnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Perang Israel-Hizbullah Jilid Berikutnya Akan Lebih Dahsyat, Pakar: Tak Terhindarkan – Halaman all

    Perang Israel-Hizbullah Jilid Berikutnya Akan Lebih Dahsyat, Pakar: Tak Terhindarkan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hizbullah dan Israel diprediksi akan kembali berperang meski saat ini kedua belah memberlakukan gencatan senjata.

    Robert Inlakesh, seorang pakar politik dan jurnalis di Inggris, meyakini perang Hizbullah-Israel jilid berikutnya tak akan bisa dihindari.

    Dalam opininya di Russia Today hari Senin, (10/2/2025), Inlakesh mengatakan Israel memang mendapatkan sejumlah kemenangan taktis dalam pertang terbaru di Lebanon. Namun, Israel tak punya kemampuan untuk menghancurkan Hizbullah secara total.

    Dia menyebut Israel telah memberikan ancaman kepada Hizbullah. Ancaman itu ialah perang yang lebih mengerikan daripada sebelumnya,

    “Pertanyaannya bukan apakah akan ada pertempuran lain di antara Lebanon dan Israel, melainkan kapan itu terjadi,” kata Inlakesh.

    Meletusnya perang Israel-Hizbullah

    Perang terbaru antara Israel dan Lebanon terjadi setelah perang di Jalur Gaza meletus tanggal 7 Oktober 2023.

    Demi membela Hamas, Hizbullah mulai menargetkan peralatan militer yang berada di kawasan pertanian Shenaa. Lalu, Israel membalasnya dengan melancarkan serangan udara ke Lebanon selatan yang menewaskan empat anggota Hizbullah.

    SERANGAN ISRAEL – Tangkapan layar dari video yang diambil dari I24 News tanggal 7 Februari 2025 diduga memperlihatkan serangan Israel yang menewaskan Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah pada bulan September 2024. (I24 News)

    Pada tanggal 9 Oktober 2023 Hizbullah kembali beraksi dengan menyerang target militer di Israel.

    Inlakesh menyebut Hizbullah berupaya membantu kelompok Hamas di Gaza. Namun, Hizbullah enggan menyeret Lebanon ke dalam perang besar dengan Israel.

    “Dari tanggal 8 Oktober hingga 20 September 2024, Israel berada di balik sekitar 81 persen serangan di antara kedua belah pihak, menewaskan 752 orang di Lebanon, sedangkan serangan Hizbullah menewaskan 33 warga Israel,” ujar pakar itu.

    “Perang terakhir antara Lebanon dan Israel terjadi tahun 2006, yang dimulai ketika Hizbullah menyerbu dan menculik tentara Israel. Perang ini direncanakan dengan baik oleh Hizbullah sehingga berakhir dengan kemenangan kelompok itu karena pasukan Israel mundur dari wilayah Lebanon.”

    Inlakesh menyebut dari tahun 2006 hingga 2023, Israel berupaya menyusup ke dalam Hizbullah dan memata-matainya.

    Di sisi lain, Hizbullah sudah meningkatkan kekuatannya secara signifikan. Kekuatan Hizbullah tahun 2006 bisa dikatakan sebanding dengan Hamas pada permulaan perang bulan Oktober 2023.

    Dia mengatakan Hizbullah lahir dari konflik antara Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Israel, yakni ketika Israel menginvasi Lebanon tahun 1982. Saat itu Israel membunuh sekitar 20.000 warga Palestina dan Lebanon.

    Gencatan terjadi setelah PLO menyerah dan menerima dideportasi ke Tunisia. Namun, setelah para pejuang PLO pergi, Israel tidak meninggalkan Lebanon, malah menduduki wilayah selatan.

    Inlakesh mengatakan peristiwa itu memberi satu pelajaran bagi para kelompok perlawanan terhadap Israel, yakni jangan pernah menyerahkan senjata.

    Perang tak bisa dihindari

    Inlakesh mengatakan Hizbullah tetap melancarkan pertempuran secara terbatas setelah peristiwa serangan pager oleh Israel yang melukai ribuan orang di Lebanon.

    “Namun, Israel tidak berhenti di sini dan memutuskan untuk membunuh para pemimpin senior Hizbullah, termasuk Nasrallah, sehingga membuat perang tak bisa dihindari,” kata dia.

    Inlakesh menyebut pada permulaan perang di Gaza, Netanyahu sudah mengancam bakal membuat Hizbullah menghadapi penghancuran seperti yang terjadi di Gaza.

    Serangan yang dilancarkan Israel ke Lebanon membunuh hampir 2.000 orang. Namun, Inlakesh mengklaim Israel tidak memutuskan untuk melancarkan serangan yang mirip dengan serangan di Gaza.

    “Sementara itu, Hizbullah mulai menggunakan rudal lebih besar dari gudang senjatanya, tetapi jinak dalam pendekatannya dan berhati-hati agar membuat sebagian besar serangannya bersifat simbolis atau menargetkan fasilitas militer.”

    PIDATO QASSEM – Sekjen Hizbullah Naim Qassem mengungkapkan kemarahannya dalam pidato pada Senin (27/1/2025). Ia kesal karena Israel memperpanjang waktu penarikan pasukan IDF dari Lebanon selatan sesuai tenggat waktu pada 26 Januari 2025 dan malah diperpanjang hingga 18 Februari 2025. (Al Mayadeen)

    Inlakesh menyebut Israel pada bulan November gagal mendapatkan kemajuan yang berarti dalam invasi daratnya di Lebanon selatan dan gagal mencapai tujuannya di area Sungai Litani.

    Adapun Hizbullah tak bisa melancarkan serangan yang sama besarnya dengan serangan Israel terhadap kota-kota Lebanon.

    “Kedua belah pihak sadar bahwa kebuntuan adalah hasil yang tidak bisa dihindari. Karena itu, untuk menghentikan kehancuran yang lebih luas, gencatan senjata disepakati.”

    Inlakesh menyebut Hizbullah terluka parah, tetapi tidak hancur. Israel berupaya melakukan propaganda untuk membuat Hizbullah tak berdaya, tetapi jauh dari kata hancur.

    “Kenyataannya Hizbullah masih memiliki angkatan darat kuat dengan sekitar 100.000 pejuang, kemampuan memproduksi senjata di alam negeri, dan amunisi berlimpah, yang diketahui dengan baik oleh Israel.”

    Sementara itu, tewasnya Nasrallah karena serangan Israel masih membuat banyak orang di Lebanon menginginkan balas dendam terhadap Israel.

    Menurut Inlakesh, Israel gagal menghancurkan Hamas dalam waktu 15 bulan meski sudah melakukan salah satu kejahatan terburuk sejak Perang Dunia Kedua.

    “Hizbullah masih menjadi kekuatan tempur yang jauh lebih kuat daripada Hamas, tetapi ada sejumlah penghalang karena situasi politik/ekonomi/sosial di Lebanon.”

    Jika Israel memilih untuk tetap menduduki wilayah Lebanon dengan dalih apa pun, aksi militer pasti akan terjadi.

    “Sangat mungkin juga bahwa perang selanjutnya akan jauh lebih berdarah, dan jumlah kematian akan membuat konflik tahun lalu itu tampak kecil jika diperbandingkan,” katanya.

    “Ini mungkin tidak akan terjadi dalam waktu dekat dan mungkin bisa memakan waktu lebih dari setahun, tetapi konflik ini jauh dari kata selesai dan karena saat ini tidak ada gencatan senjata yang benar-benar berlaku.”

    Inlakesh kemudian menyinggung berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh Israel selama gencatan senjata.

    Israel pada tanggal 27 November melakukan pelanggaran lalu bergerak lebih jauh ke daerah Lebanon selatan.

    “Israel melakukan ratusan pelanggaran gencatan senjata,” kata dia.

    “Israel telah memperjelas bahwa realitas terbarunya adalah bahwa Israel punya kebebasan penuh dalam beraksi dan bisa tetap di wilayah kantong-kantong di Lebanon selatan sepanjang mereka memutuskannya.”

    “Maka, harus ada perang guna memastikan bahwa gencatan senjata yang sebenarnya bisa tercapai dan wilayah Lebanon tidak akan menjadi tempat menyerang bagi militer Israel untuk mengebom, menembak, dan menculik warga sipil.”

    Lalu, Netanyahu sudah membual tentang wacana mengubah peta Timur Tengah. Adapun Kepala Staf Angkatan Darat Israel Eyal Zamir sudah menyatakan 2025 akan terus menjadi tahun perang.

    “Israel bertindak agresif, memperluas perbatasannya, tampaknya tidak berhenti menghasut perang melawan Iran, yang akan menimbulkan kekacauan lebih besar.”

    Inlakesh mengatakan hal itu memberikan sinyal akan adanya eskalasi berbahaya.

    (*)

  • Trump Peringatkan Hamas soal ‘Neraka’ Jika Tunda Pembebasan Sandera

    Trump Peringatkan Hamas soal ‘Neraka’ Jika Tunda Pembebasan Sandera

    Jakarta

    Hamas mengancam akan menunda pembebasan sandera Israel pada Sabtu (15/2) karena Israel dianggap tidak mematuhi persyaratan gencatan senjata. Presiden AS, Donald Trump memperingatkan bahwa ‘neraka’ akan terjadi jika sandera Israel tidak dibebaskan dari Gaza.

    Neraka yang dimaksud Trump adalah kekacauan akan terjadi di Gaza. Gencatan senjata diketahui mulai berlaku sejak tanggal 19 Januari yang menghentikan lebih dari 15 bulan pertempuran di Jalur Gaza.

    Lima kelompok sandera Israel telah dibebaskan dengan ditukar imbalan ratusan warga Palestina dibebaskan dari tahanan Israel. Namun ketegangan telah meningkat sejak usulan mengejutkan Trump untuk mengambil alih Jalur Gaza dan memindahkan lebih dari dua juta penduduknya.

    Trump mengatakan ia akan menyerukan pengakhiran gencatan senjata jika setiap sandera Israel tidak dibebaskan pada Sabtu siang. Trump lalu berbicara akan membiarkan ‘neraka’ atau kekacauan terjadi jika para sandera tidak dikembalikan.

    “Namun sejauh yang saya ketahui, jika semua sandera tidak dikembalikan pada Sabtu pukul 12 siang — saya rasa ini waktu yang tepat — saya akan mengatakan batalkan saja dan jangan bertaruh lagi dan biarkan kekacauan terjadi,” kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih, dilansir AFP, Selasa (11/2/2025).

    Perjanjian gencatan senjata menyatakan pembebasan bertahap harus dilakukan selama fase pertama kesepakatan yang berlangsung selama 42 hari.

    Seorang juru bicara sayap bersenjata Hamas, Brigade Ezzedine al-Qassam, mengatakan bahwa pembebasan sandera berikutnya, “yang dijadwalkan Sabtu depan, 15 Februari 2025, akan ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut”.

    Juru bicara Abu Ubaida mengatakan pertukaran sandera-tahanan akan kembali dilakukan “menunggu kepatuhan pendudukan (Israel) dan pemenuhan kewajiban minggu-minggu sebelumnya secara retroaktif”.

    Kelompok itu menuduh Israel gagal melaksanakan komitmennya berdasarkan gencatan senjata tepat waktu dan melanggar gencatan senjata, termasuk pada pengiriman bantuan kemanusiaan dan setelah kematian tiga warga Gaza pada hari Minggu.

    Dalam pernyataan selanjutnya, Hamas mengatakan bahwa pihaknya “sengaja” membuat pengumuman tersebut lima hari sebelum pertukaran berikutnya untuk memberi waktu yang cukup bagi para mediator untuk menekan Israel “agar memenuhi kewajibannya. Pintu tetap terbuka bagi pertukaran tahanan untuk dilanjutkan sesuai rencana, setelah pendudukan mematuhinya.”

    Israel mengatakan militernya bersiap untuk “setiap skenario yang mungkin terjadi”.

    Lihat juga Video: Hamas Tunda Pembebasan Sandera, Israel Disebut Langgar Perjanjian

    (yld/zap)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump: Warga Palestina Tak Berhak Kembali ke Jalur Gaza jika AS Ambil Alih Wilayahnya – Halaman all

    Trump: Warga Palestina Tak Berhak Kembali ke Jalur Gaza jika AS Ambil Alih Wilayahnya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sekutu Israel, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, kembali berbicara mengenai pengusiran permanen warga Palestina dari di Jalur Gaza.

    Donald Trump menegaskan warga Palestina tidak akan memiliki hak untuk kembali ke Jalur Gaza di bawah rencananya untuk mengambil alih wilayah tersebut.

    Pernyataan itu muncul setelah Minggu (9/2/2025) lalu, Donald Trump mengungkapkan rencananya untuk membeli Jalur Gaza dan memiliki wilayah tersebut, menyusul rencana pengusiran warga Gaza yang ia sampaikan sebelumnya.

    Donald Trump mengatakan jika rencana tersebut berhasil, warga Palestina yang digusur dari Jalur Gaza tidak boleh kembali ke sana.

    “Tidak, mereka tidak akan kembali. Mereka akan mendapatkan perumahan yang jauh lebih baik,” kata Donald Trump kepada Fox News pada Senin (10/2/2025) saat ditanya apakah warga Palestina akan diizinkan untuk kembali ke Jalur Gaza.

    “Dengan kata lain, saya berbicara tentang membangun tempat permanen bagi mereka (di luar Jalur Gaza),” tambahnya.

    Donald Trump Ingin Usir Warga Palestina dan Membeli Jalur Gaza

    Sebelumnya, Donald Trump menegaskan dia berkomitmen untuk membeli dan memiliki Gaza, sebuah pernyataan yang disambut dengan kemarahan dan penolakan dari Palestina, negara-negara Arab, dan internasional.

    “Saya mungkin akan memberikan sebagian wilayahnya (Gaza) ke negara lain di Timur Tengah untuk dibangun,” kata Donald Trump kepada wartawan di Air Force One, Minggu (9/2/2025).

    Ia menjelaskan AS akan mengubah Jalur Gaza menjadi lokasi yang baik untuk pembangunan masa depan, sambil menekankan ia akan peduli pada warga Palestina dan memastikan mereka tidak akan terbunuh.

    Presiden AS mencatat ia akan mempertimbangkan kasus-kasus individual untuk mengizinkan pengungsi Palestina memasuki Amerika Serikat.

    Donald Trump menegaskan negara-negara di Timur Tengah akan menerima warga Palestina setelah negara-negara tersebut berbicara dengannya.

    Ancam Mesir dan Yordania

    Donald Trump mengancam Mesir dan Yordania jika kedua negara itu menolak untuk menerima warga Palestina dari Jalur Gaza dalam rencana penggusuran yang ia sampaikan sebelumnya.

    Berbicara kepada wartawan di Ruang Oval, Donald Trump pada hari Senin (10/2/2025) mengisyaratkan ia mungkin akan menahan bantuan AS ke Yordania dan Mesir jika mereka menolak permintaannya untuk menerima warga Palestina yang diusir dari Gaza.

    “Mesir dan Yordania akan menerima para pengungsi,” klaim Donald Trump.

    Sementara itu, Mesir dan Yordania telah menolak permintaan tersebut dengan mengatakan Jalur Gaza adalah bagian tak terpisahkan dari negara Palestina dan warga Palestina di Jalur Gaza berhak tinggal di tanah mereka.

    Sekutu AS, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, mendukung usulan Donald Trump untuk mengambil alih Jalur Gaza dan memujinya sebagai ‘teman terbaik Israel’ di Gedung Putih.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)