Negara: Jalur Gaza

  • Smotrich: Negara Israel Akan Kembali Berperang Sekuat Tenaga, Menduduki Gaza, dan Hancurkan Hamas – Halaman all

    Smotrich: Negara Israel Akan Kembali Berperang Sekuat Tenaga, Menduduki Gaza, dan Hancurkan Hamas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, yang juga merupakan tokoh terkemuka dalam serangan Israel di wilayah Tepi Barat yang diduduki, baru-baru ini mengungkapkan gencatan senjata dengan Gaza mungkin tidak akan bertahan lama.

    Dalam sebuah wawancara dengan radio Israel 103fm, Smotrich menegaskan bahwa Israel akan kembali berperang dengan sekuat tenaga dan menduduki Gaza.

    Menurutnya, Israel akan mengambil tanggung jawab penuh atas Gaza dan melaksanakan “operasi emigrasi besar-besaran.”

    Dalam pernyataan yang lebih lanjut, Smotrich menjelaskan soal rencana tersebut.

    “Kami akan menduduki Jalur Gaza, menghancurkan Hamas, dan memastikan tidak ada lagi ancaman dari Gaza terhadap warga Israel,” katanya, seperti dikutip dari Al Jazeera.

    Ia juga mengaitkan rencana ini dengan apa yang disebutnya sebagai “peristiwa logistik gila yang dikoordinasikan dengan Amerika Serikat,” merujuk pada sebuah rencana pembersihan etnis yang diusulkan oleh mantan Presiden AS, Donald Trump.

    Smotrich juga mengungkapkan pandangannya kalau Israel seharusnya mendukung pernyataan Trump yang menuntut pembebasan semua tawanan yang ditahan di Gaza paling lambat pada Sabtu yang akan datang.

    Meskipun demikian, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memilih untuk melanjutkan gencatan senjata untuk saat ini, berbeda dengan pandangan Smotrich.

    Smotrich mencatat Netanyahu sengaja menyebarkan rasa “ambiguitas” mengenai langkah-langkah berikutnya.

    Lebih lanjut, Smotrich menyatakan bahwa kebijakan Israel saat ini adalah untuk memanfaatkan peluang yang ada guna mengembalikan sebanyak mungkin sandera, terutama mereka yang masih hidup, sebelum akhirnya kembali berperang untuk mencapai tujuan utama, yaitu menghancurkan Hamas.

    Pernyataan ini menambah ketegangan dalam situasi yang sudah sangat kompleks di Gaza, yang terus menjadi pusat perhatian internasional dengan kekerasan yang terus berlanjut di wilayah tersebut.

    Smotrich, dengan latar belakang politik sayap kanannya, menegaskan bahwa pendudukan Gaza adalah langkah yang perlu diambil untuk mengakhiri ancaman dari Hamas terhadap Israel.

    Keputusan ini kemungkinan akan menambah ketegangan lebih lanjut dengan pihak internasional yang terus memantau perkembangan konflik tersebut.

    Menteri Israel: Tidak Ada Niat Akhiri Perang Gaza sebelum Semua Tujuan Tercapai

    Surat kabar Israel Maariv melaporkan Menteri Pertanian Israel Avi Dichter, mengatakan ia “kesulitan melihat pilihan lain” selain pembebasan setidaknya tiga tawanan pada hari Sabtu, serta kembalinya pertempuran nanti.

    “Kami ingin mengembalikan semua sandera dalam perjanjian secepat mungkin. Ini adalah salah satu tujuan perang yang kami tetapkan, bersama dengan dua tujuan lainnya. Tidak ada niat untuk mengakhiri perang sebelum semua tujuan tercapai,” katanya.

    Ia mengklaim penghancuran infrastruktur militer Hamas sebagian besar telah tercapai tetapi “runtuhnya kapasitas pemerintah adalah tujuan yang belum tercapai”.

    Pejabat Hamas mengatakan Israel telah melanggar ketentuan utama perjanjian, yang mendorongnya membatalkan pembebasan tiga tawanan lagi yang dijadwalkan pada hari Sabtu.

    Sebagaimana diketahui, Netanyahu mengancam akan melanjutkan perang di Gaza kecuali Hamas membebaskan para tawanan.

    PBB: Israel Masih Batasi Bantuan

    Dikutip dari Al Mayadeen, sebanyak 801 truk bantuan masuk ke Jalur Gaza yang terkepung pada Rabu (12/2/2025).

    Organisasi-organisasi kemanusiaan memperingatkan bahwa “Israel” terus membatasi aliran pasokan bantuan yang sangat dibutuhkan.

    Menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA), pengiriman bantuan dilakukan “melalui koordinasi dengan otoritas Israel dan para penjamin kesepakatan gencatan senjata.”

    Kendati demikian, pembatasan tetap ketat, khususnya pada bahan bakar dan peralatan medis.

    PBB dan mitranya berupaya keras untuk menggunakan setiap peluang yang tersedia dalam gencatan senjata yang rapuh ini “untuk meningkatkan penyediaan air, makanan, tempat tinggal, kesehatan, sanitasi, kebersihan, pakaian, pendidikan, dan bantuan lainnya bagi masyarakat Gaza.”

    Badan Bantuan dan Pekerjaan Umum PBB (UNRWA) menyatakan bahwa selama dua minggu pertama gencatan senjata, mereka berhasil menyediakan bantuan pangan bagi 1,2 juta orang di Gaza.

    Badan tersebut juga telah mendirikan 37 tempat penampungan tambahan di bagian utara daerah kantong itu, yang memasok bantuan vital bagi keluarga-keluarga yang mengungsi, termasuk tenda, selimut, dan pakaian musim dingin.

    “Hingga minggu lalu, UNRWA menampung sekitar 120.000 orang di 120 tempat penampungan, termasuk lebih dari tiga lusin tempat penampungan yang dibuka sejak gencatan senjata.”

    Kelompok-kelompok kemanusiaan global terus menyuarakan peringatan atas kurangnya bantuan yang sampai ke Gaza.

    Minggu lalu, Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) menekankan bahwa pengiriman saat ini “tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk.”

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Hamas Tak Ingin Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza Kolaps    
        Hamas Tak Ingin Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza Kolaps

    Hamas Tak Ingin Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza Kolaps Hamas Tak Ingin Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza Kolaps

    Jakarta

    Kelompok Hamas menyatakan pihaknya tidak ingin kesepakatan gencatan senjata di Gaza kolaps. Hal ini disampaikan kelompok milisi Palestina itu pada hari Kamis (12/2), menjelang batas waktu hari Sabtu untuk membebaskan lebih banyak sandera Israel.

    Hamas setuju berdasarkan kesepakatan itu untuk membebaskan tiga sandera lagi pada hari Sabtu mendatang. Namun, pekan ini Hamas mengatakan menangguhkan penyerahan tersebut karena apa yang dikatakannya merupakan pelanggaran Israel terhadap ketentuan tersebut.

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump menanggapi dengan mengatakan semua sandera harus dibebaskan paling lambat hari Sabtu siang atau dia akan “membiarkan kekacauan terjadi.” Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan negaranya akan melanjutkan “pertempuran sengit” jika Hamas tidak memenuhi batas waktu tersebut.

    “Kami tidak tertarik dengan kolapsnya perjanjian gencatan senjata di Jalur Gaza, dan kami sangat menginginkan penerapannya dan memastikan bahwa pendudukan (Israel) mematuhinya sepenuhnya,” kata juru bicara Hamas Abdel-Latif Al-Qanoua, dilansir kantor berita Reuters dan Al Arabiya, Kamis (13/2/2025).

    “Bahasa ancaman dan intimidasi yang digunakan oleh Trump dan Netanyahu tidak mendukung pelaksanaan perjanjian gencatan senjata,” kata al-Qanoua.

    Delegasi Hamas yang dipimpin oleh kepala kelompok itu di Gaza, Khalil Al-Hayya, bertemu dengan para pejabat keamanan Mesir pada hari Rabu lalu untuk mencoba memecahkan kebuntuan.

    Seorang pejabat Palestina yang familiar dengan pembicaraan tersebut, mengatakan kepada Reuters bahwa mediator Mesir dan Qatar sedang berusaha menemukan solusi untuk mencegah terjadinya kembali pertempuran.

    Dalam sebuah pernyataan, Hamas mengatakan para mediator memberikan tekanan agar kesepakatan gencatan senjata dilaksanakan sepenuhnya, memastikan Israel mematuhi protokol kemanusiaan, dan melanjutkan pertukaran sandera Israel yang ditahan di Gaza dengan tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel pada hari Sabtu.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • 5 Tindakan Israel yang Bisa Menjadi Bukti Pelanggaran Gencatan Senjata di Gaza – Halaman all

    5 Tindakan Israel yang Bisa Menjadi Bukti Pelanggaran Gencatan Senjata di Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Nasib perjanjian gencatan senjata di Gaza menjadi tidak menentu setelah Hamas mengatakan Israel melanggar ketentuan perjanjian tersebut.

    Akibat pelanggaran itu, Hamas mengumumkan akan menunda pembebasan tawanan Israel.

    Menanggapi hal ini, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan akan melanjutkan perang jika tawanan tidak dibebaskan pada Sabtu (15/2/2025) mendatang.

    “Jika Hamas tidak mengembalikan sandera kami pada Sabtu siang, gencatan senjata akan berakhir, dan IDF akan kembali bertempur sengit hingga Hamas akhirnya dikalahkan,” ujar Netanyahu dalam pidato video pada Selasa (11/2/2025).

    Presiden AS Donald Trump, yang dikenal sebagai pendukung Netanyahu, menambahkan bahwa Israel seharusnya membiarkan kekacauan terus terjadi jika tawanan tidak dibebaskan sesuai batas waktu.

    Juru bicara sayap bersenjata Hamas, Brigade Qassam, Abu Obeida, menegaskan bahwa kepemimpinan mereka memantau pelanggaran Israel yang dianggap tidak mematuhi perjanjian.

    Padahal, Hamas menegaskan bahwa mereka telah memenuhi semua kewajiban yang disepakati, tambah Obeida.

    Mengutip Middle East Eye, berikut 5 tindakan yang dilakukan Israel yang membuat Hamas menyimpulkan bahwa gencatan senjata telah dilanggar:

    1. Serangan Berlanjut ke Gaza

    Meskipun pertempuran secara resmi dihentikan, pasukan Israel tetap melancarkan serangan udara dan menembaki warga Palestina sejak gencatan senjata berlaku pada 19 Januari 2025.

    Warga Palestina juga melaporkan sering mendengar pesawat nirawak Israel terbang di atas Gaza.

    Kementerian Kesehatan Gaza menyebutkan bahwa sejak gencatan senjata dimulai, 92 orang telah tewas dan 822 orang terluka akibat tindakan militer Israel.

    Hamas juga menyatakan bahwa Israel menunda pemulangan warga Palestina yang mengungsi ke Gaza utara, yang merupakan salah satu komitmen utama dalam perjanjian gencatan senjata.

    2. Menghalangi Bantuan Kemanusiaan

    Salah satu tuduhan utama Hamas adalah bahwa Israel menghalangi aliran bantuan kemanusiaan ke Gaza.

    Berdasarkan perjanjian, Israel harus mengizinkan 600 truk bantuan masuk setiap hari.

    Namun, menurut pejabat kota Gaza, wilayah tersebut hanya menerima 100 hingga 150 truk setiap harinya, jauh di bawah jumlah yang dijanjikan.

    Kantor media pemerintah Gaza melaporkan bahwa dari 12.000 truk bantuan yang seharusnya dikirimkan, hanya 8.500 yang berhasil masuk.

    Israel juga diduga memblokir pengiriman 60.000 rumah mobil, 200.000 tenda, serta mesin berat yang dibutuhkan untuk membersihkan puing-puing. 

    3. Kekurangan Bahan Bakar dan Perlengkapan Vital

    Kantor media pemerintah Gaza menuduh Israel menghalangi masuknya bahan bakar, generator, serta panel surya yang diperlukan untuk mengoperasikan rumah sakit dan layanan penting lainnya.

    Hanya 15 truk bahan bakar yang diizinkan masuk setiap hari, meskipun kesepakatan menyatakan harus ada 50 truk.

    4. Penundaan Pembebasan Tahanan

    Selama gelombang ketiga pertukaran tahanan, Israel menunda pembebasan tahanan Palestina selama lebih dari enam jam.

    Dalam beberapa kasus, tahanan dipindahkan ke Gaza tanpa persetujuan atau koordinasi yang jelas.

    Hamas juga menyatakan Israel kerap menunda merilis daftar nama tahanan yang akan dibebaskan.

    5. Pernyataan Trump yang Kontroversial

    Pernyataan Presiden Trump yang berencana mengambil alih Jalur Gaza dan memindahkan penduduk Palestina ke Mesir dan Yordania memicu kekhawatiran bahwa perjanjian gencatan senjata akan terancam.

    Pernyataan ini dipandang oleh banyak analis sebagai faktor yang memperumit situasi, terutama jika diikuti dengan upaya pendudukan baru di Gaza.

    Pejabat Israel menyambut baik usulan Trump, dengan Menteri Pertahanan Israel, Katz, menginstruksikan tentaranya untuk mempersiapkan “keberangkatan sukarela” warga Palestina.

    Namun, implementasi rencana ini dianggap akan menjadi pelanggaran terhadap fase gencatan senjata berikutnya, yang berfokus pada pemulangan warga Palestina dan rekonstruksi Gaza.

    Lebih dari 47.000 warga Palestina telah tewas akibat perang di Gaza, sementara infrastruktur sipil di wilayah tersebut juga rusak parah.

    Warga Palestina menegaskan bahwa mereka tidak akan meninggalkan tanah mereka, apa pun rencana yang ditawarkan.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Ancaman AS Tak Mempan, Afrika Selatan Terus Seret Israel ke Pengadilan atas Kasus Genosida Gaza – Halaman all

    Ancaman AS Tak Mempan, Afrika Selatan Terus Seret Israel ke Pengadilan atas Kasus Genosida Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Afrika Selatan bersikeras menolak mencabut gugatan kasus dugaan genosida oleh Israel di Jalur Gaza.

    Meski Amerika Serikat (AS) sudah menyampaikan ancaman berupa penghentian bantuan, Afrika Selatan tetap kokoh dalam pendiriannya.

    Menteri Luar Negeri Afrika Selatan Ronald Lamola mengatakan “tidak ada kemungkinan” negaranya bakal mencabut gugatan yang diajukan di Mahkamah Internasional pada bulan Desember 2023 itu.

    “Teguh pada prinsip kami terkadang ada konsekuensinya, tetapi kami tetap tegas bahwa ini penting bagi dunia dan supremasi hukum,” kata Lamola kepada Financial Times, dikutip dari TRT World.

    Afrika Selatan menjadi negara pertama yang menyeret Israel ke Mahkamah Internasional atas kasus dugaan genosida di Gaza.

    Tekanan AS

    Pekan lalu Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang menghentikan pengiriman bantuan ke Afrika Selatan.

    Langkah itu diambil sebagai balasan atas gugatan kasus genosida dan  undang-undang pertanahan yang menurut AS merampas tanah minoritas warga kulit putih di Afrika Selatan.

    AS juga menuding Afrika Selatan bekerja sama dengan Iran untuk mengembangkan rencana dagang, militer, dan nuklir dengan Iran.

    “AS tidak bisa mendukung pelanggaran hak oleh pemerintah Afrika Selatan di negaranya atau kebijakan luar negerinya yang mengganggu AS, yang memberikan ancaman keamanan nasional kepada negara kita, sekutu kita, rekan kita di Afrika, dan kepentingan kita,” demikian perintah itu.

    Sementara itu, Lamola membantah tudingan AS mengenai kerja sama nuklir dengan Iran.

    “Meski kami punya hubungan baik dengan Iran, kami tidak punya program nuklir apa pun dengan Iran, tidak punya pula perdagangan untuk dibicarakan,” ujar Lamola.

    Mengenai undang-undang bidang pertanahan, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mengatakan undang-undang itu ditujukan untuk menangani ketidakadlian apartheid pada masa lalu.

    Ramaphosa lalu menganggap tudingan AS adalah kebohongan dan misinformasi. Dia menyebut Afrika Selatan hanya menerima dana pencegahan HIV/AIDS dari AS.

    Afrika Selatan menjadi pelopor dalam gugatan kasus genosida Israel. Negara itu menuding Israel telah melanggar Konvensi Genosida 1948.

    Setelah Afrika Selatan, beberapa negara lain yang turut menggugat Israel adalah Nikaragua, Kolombia, Kuba, Libya, Meksiko, Spanyol, Belize, dan Turki.

    Sementara itu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan eks Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant atas kejahatan perang di Gaza.

    BBC melaporkan Trump membela Israel dengan cara menjatuhkan sanksi kepada para staf ICC.

    Puluhan negara, termasuk Inggris, Jerman, dan Prancis, kemudian bereaksi dengan cara mengungkapkan dukungannya kepada ICC. Menurut banyak negara itu, ICC adalah pilar penting dalam sistem pengadilan internasional.

    Adapun AS dan Israel tidak mengakui otoritas ICC yang punya kekuasaan untuk mengadili para individu atas kejahatan genosida, kemanusiaan, dan kejahatan perang.

    Saat ini ICC memiliki 125 anggota di seluruh dunia. ICC pekan lalu meminta para anggotanya untuk bersatu demi keadilan dan hak dasar umat manusia.

    ICC juga berjanji untuk terus menghadirkan keadilan dan harapan kepada jutaan korban kejabatan di seluruh dunia.

    (*)

  • Rencana Trump dan Bayang-bayang Kegagalan Normalisasi Saudi-Israel

    Rencana Trump dan Bayang-bayang Kegagalan Normalisasi Saudi-Israel

    Jakarta

    Usulan tentang masa depan warga Palestina dari Gaza tampaknya mulai bermunculan sejak Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bertemu di Washington pada pekan lalu.

    Pada hari Senin (10/02), Trump mengklarifikasi bahwa penduduk Palestina tidak akan diizinkan untuk kembali ke Jalur Gaza jika rencananya untuk mendapatkan dan membangun kembali Jalur Gaza yang hancur akibat perang menjadi kenyataan.

    “Mereka akan memiliki tempat tinggal yang jauh lebih baik… di komunitas yang sedikit jauh dari tempat mereka kini berada, di mana semua bahaya ini muncul,” kata Trump kepada stasiun televisi AS, Fox News.

    Trump melihat negara-negara tetangga, seperti Mesir dan Yordania sebagai negara penampung utama bagi sekitar dua juta warga Palestina dari Gaza.

    Namun, para pakar hukum mengatakan bahwa mengusir warga Palestina dari Gaza melanggar hukum internasional. Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memperingatkan tentang “pembersihan etnis”.

    Gagasan kontroversial lainnya dikemukakan oleh PM Netanyahu. Belum lama ini, ia mengatakan kepada lembaga penyiaran Israel, Channel 14, bahwa “Saudi dapat mendirikan sebuah negara Palestina di Arab Saudi, mereka memiliki banyak lahan di sana.”

    Menanggapi hal ini, tidak hanya Mesir dan Yordania, tapi juga Arab Saudi menegaskan kembali bahwa menerima warga Palestina dari Gaza tidak akan terjadi.

    Penolakan Arab Saudi

    “Kerajaan menegaskan bahwa rakyat Palestina memiliki hak atas tanah mereka, dan mereka bukanlah penyusup atau imigran yang dapat diusir kapan pun pendudukan Israel yang brutal menginginkannya,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Arab Saudi yang diunggah di X.

    Kementerian Luar Negeri Arab Saudi juga menggarisbawahi bahwa “hak-hak rakyat Palestina akan tetap kokoh dan tidak akan ada yang bisa merampas hak-hak tersebut dari mereka, tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan.”

    Komentar-komentar yang disuarakan dengan tajam tersebut menandai perubahan haluan 180 derajat dari persahabatan diplomatik antara AS dan pemimpin de facto Arab Saudi Mohammed bin Salman, atau MBS, selama masa jabatan pertama Trump dari tahun 2017 hingga 2021.

    “Pada tahun 2017, banyak harapan ditumpukan pada Trump, terutama oleh MBS, yang masih mengonsolidasikan kekuasaannya,” kata Sebastian Sons, peneliti senior di lembaga pemikir Center for Applied Research in Partnership with the Orient (CARPO) yang bermarkas di Bonn, Jerman, kepada DW.

    Pada tahun-tahun berikutnya, hubungan politik dan ekonomi antara kedua negara semakin erat.

    Meski Trump berhasil menengahi hubungan diplomatik, yang dijuluki Perjanjian Abraham, antara Israel dan Sudan, Bahrain, Maroko, dan Uni Emirat Arab, ia tidak berhasil mencapai kesepakatan dengan Arab Saudi sebelum ia digantikan oleh Joe Biden.

    Negosiasi AS antara Israel dan Arab Saudi terus berlanjut hingga serangan teror Hamas pada tanggal 7 Oktober yang memicu perang di Gaza.

    Sementara itu, setelah 15 bulan berlalu dan Trump kembali menjabat, banyak hal yang telah berubah.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Arab Saudi tak lagi pragmatis?

    “MBS tidak hanya tegas, tetapi juga sangat percaya diri. Ini dapat dilihat dari reaksinya terhadap pernyataan Trump dan Netanyahu mengenai warga Palestina dari Gaza,” kata Sebastian Sons.

    Dalam pandangan Sons, bagaimanapun juga, normalisasi dengan Israel tetap menjadi prioritas utama bagi Washington dan Yerusalem.

    “Lebih tinggi daripada untuk Arab Saudi saat ini,” kata Sons kepada DW.

    “Bagi Arab Saudi, normalisasi hubungan dengan Israel saat ini, dan penekanannya saat ini, adalah hal yang mustahil,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa “hal itu berarti kehilangan kredibilitas serta MBS tidak melihat Netanyahu dan Trump sebagai mitra yang dapat diandalkan untuk mewujudkan solusi dua negara.”

    Para pengamat lain juga setuju.

    “Rencana Trump terkait Gaza akan membuat normalisasi Saudi-Israel semakin sulit,” kata Anna Jacobs, peneliti Teluk dan peneliti non-residen di lembaga think tank yang berbasis di Washington, Arab Gulf States Institute, kepada DW.

    “Saudi telah memperjelas posisi mereka bahwa pemindahan paksa warga Palestina dari tanah mereka tidak dapat diterima,” katanya.

    Aziz Alghashian, peneliti senior di yayasan penelitian yang berbasis di Dubai, Observer Research Foundation, (ORF Middle East), juga mengamati bahwa Arab Saudi telah mengubah fokus politiknya dari pragmatisme menjadi ‘pertikaian’.

    “Saudi bersedia untuk berhadapan langsung dan berbeda pendapat dengan AS, bukannya bersikap pragmatis seperti di masa lalu,” katanya kepada DW.

    Menurutnya, kepercayaan diri ini didukung oleh dukungan publik berskala besar di Arab Saudi dan di seluruh negara Arab.

    “Sikap baru MBS sangat populer di jalanan Arab Saudi,” kata Alghashian.

    Namun, Sebastian Sons dari CARPO tidak mengesampingkan bahwa MBS dan Donald Trump pada akhirnya akan duduk bersama dan mencoba menemukan titik temu, karena keduanya juga perlu fokus pada kepentingan negara mereka.

    “Proyek perombakan ekonomi Arab Saudi, Visi 2030, perlu dijamin,” kata Sons, seraya menambahkan bahwa investasi AS adalah kunci dari proyek tersebut.

    Dan bagi AS, Arab Saudi tetap menjadi mitra utama di Timur Tengah.

    Sons memperkirakan Arab Saudi akan mengupayakan deeskalasi dalam waktu dekat yang dapat melengkapi kalkulasi politik Donald Trump.

    “Saya dapat membayangkan bahwa Trump juga berniat untuk mengajukan tuntutan maksimum untuk memperoleh setidaknya beberapa konsesi dari Arab Saudi,” kata Sons kepada DW.

    Namun, masih harus dilihat apakah hal ini juga mengarah pada pembahasan nasib warga Palestina di Gaza.

    Masa depan mereka masih dalam ketidakpastian setelah Hamas membatalkan gencatan senjata akhir pekan lalu. Saat ini, skenario terburuk bagi penduduk Gaza adalah kembalinya perang.

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Menentang Trump, Mesir-Yordania Ajak Negara Arab Rekonstruksi Jalur Gaza Tanpa Usir Penduduknya – Halaman all

    Menentang Trump, Mesir-Yordania Ajak Negara Arab Rekonstruksi Jalur Gaza Tanpa Usir Penduduknya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi membahas upaya membangun kembali Jalur Gaza melalui panggilan telepon dengan Raja Yordania Abdullah II pada hari Rabu (12/2/2025). 

    Panggilan telepon tersebut dilakukan setelah Raja Abdullah II melakukan kunjungan ke Gedung Putih untuk menemui Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    “Kedua pemimpin menekankan keinginan mereka untuk melakukan koordinasi bersama pada semua isu regional, dengan cara yang melayani kepentingan rakyat Mesir dan Yordania serta mendukung kepentingan rakyat Arab,” kata juru bicara resmi kepresidenan Mesir, Mohamed El-Shenawy, Rabu (12/2/2025).

    Al-Shennawy menegaskan Presiden El-Sisi dan Raja Abdullah II menekankan pentingnya penerapan penuh perjanjian gencatan senjata di Jalur Gaza, terus membebaskan tahanan, dan memfasilitasi masuknya bantuan kemanusiaan dalam rangka upaya mengakhiri penderitaan kemanusiaan di Jalur Gaza.

    “Kedua pemimpin menekankan pentingnya memulai proses rekonstruksi Jalur Gaza segera dan tidak menggusur rakyat Palestina dari tanah mereka,” katanya.

    Mereka juga menekankan perlunya menghentikan praktik yang dilakukan oleh pasukan pendudukan Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat.

    Selain itu, Mesir dan Yordania menyatakan keinginan mereka untuk bekerja sama erat dengan Presiden AS Donald Trump, dengan tujuan mencapai perdamaian abadi di kawasan Timur Tengah.

    Juru bicara tersebut juga mengungkapkan harapan kedua negara untuk mendirikan negara Palestina di perbatasan 4 Juni 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, sesuai dengan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang relevan.

    Dalam panggilan telepon tersebut, Presiden El-Sisi dan Raja Abdullah II membahas cara-cara untuk meningkatkan koordinasi dan konsultasi antara negara-negara Arab.

    Rencananya mereka akan mempersiapkan pertemuan puncak darurat Arab yang akan dihadiri oleh perwakilan dari Mesir, Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Yordania yang dijadwalkan akan diselenggarakan di Mesir pada 27 Februari 2025.

    Sebelumnya, Mesir dikabarkan akan mengusulkan untuk merekonstruksi Jalur Gaza selama lima tahun tanpa mengusir penduduknya seperti keinginan Donald Trump.

    “Usulan Mesir mengenai Gaza membayangkan rekonstruksi dimulai dari Rafah dan selatan dan berakhir di utara Jalur Gaza, dengan partisipasi negara-negara Arab, Uni Eropa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa,” kata sumber Mesir kepada Al Arabiya, Rabu.

    Usulan tersebut akan mencakup pekerjaan dalam dua tahap untuk menyingkirkan puing-puing dan membangun kompleks perumahan.

    Rincian usulan Mesir diperkirakan akan diumumkan minggu depan.

    Donald Trump Ingin Usir Warga Gaza dan AS Menduduki Jalur Gaza

    Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengatakan ingin menggusur warga Palestina dari Jalur Gaza dan memindahkan mereka secara permanen ke negara tetangga seperti Mesir dan Yordania.

    “Saya pikir akan ada sebidang tanah di Yordania dan Mesir tepat warga Palestina dapat tinggal,” kata Donald Trump setelah bertemu dengan Raja Yordania Abdullah II di Washington, Selasa (11/2/2025).

    “Saya yakin 99 persen bahwa kita akan mampu mencapai sesuatu dengan Mesir juga,” lanjutnya.

    Selain itu, Donald Trump menyatakan rencananya agar AS mengambil alih Jalur Gaza dan mengungkapkan kemungkinan untuk membeli wilayah tersebut.

    “Kami akan mengelola Jalur Gaza dengan sangat baik dan kami tidak akan membelinya,” ujarnya pada hari Selasa.

    Pernyataan Donald Trump memicu kemarahan dari negara-negara Arab dan internasional.

    Sementara itu sekutu Donald Trump, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendukung rencana AS untuk mengusir penduduk Gaza dan menduduki Jalur Gaza.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Israel Batalkan Cuti Tentara IDF Sebagai Persiapan Lanjutkan Perang Gaza, Netanyahu Manut Trump – Halaman all

    Israel Batalkan Cuti Tentara IDF Sebagai Persiapan Lanjutkan Perang Gaza, Netanyahu Manut Trump – Halaman all

    Israel Batalkan Cuti Tentara IDF Sebagai Persiapan Lanjutkan Perang Gaza

     
    TRIBUNNEWS.COM – Khaberni, mengutip media Israel mengungkapkan bahwa Komando Selatan Tentara Israel (IDF) membatalkan liburan para prajurit untuk bersiap di garis depan Jalur Gaza.

    Sumber media mengutip ini sebagai persiapan IDF untuk dimulainya kembali pertempuran di Jalur Gaza jika perjanjian gencatan senjata dan perdamaian gagal.

    Aksi IDF menyusul pengumuman Gerakan Perlawanan Palestina, melalui sayap militernya, Brigade Al-Qassam, yang menyatakan penundaan penyerahan tahanan Israel kepada tentara pendudukan hingga pemberitahuan lebih lanjut.

    Hamas menunda pembebasan berikutnya sandera Israel karena menilai Israel melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perjanjian gencatan senjata.

    Pelanggaran tersebut, kata Hamas, termasuk berlanjutnya serangan terhadap wilayah di Jalur Gaza dan mencegah penduduk di utara mencapai tempat tinggal asal mereka.

    SIAP MASUK GAZA – Foto file yang diambil dari Khaberni, Rabu (12/2/2025) menunjukkan tank-tank pasukan Israel bersiap memasuki Gaza pada Oktober 2023 setelah Operasi Banjir Al-Aqsa terjadi. Israel bersiap memasuki Gaza lagi pada pertengahan Februari 2025 seiring mandeknya negosiasi gencatan senjata dengan Hamas.

    Ancaman Netanyahu, Ikuti Saran Trump

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, juga sudah mengeluarkan pernyataan terkait situasi kelanjutan negosiasi gencatan senjata di Gaza dengan Gerakan Hamas.

    Setelah melakukan rapat dengan kabinet perangnya, Rabu (12/2/2025), Netanyahu dan kabinet perangnya, merujuk laporan media Israel, akan mengikuti pernyataan Presiden Donald Trump.

    Trump menyebut, jika sandera Israel yang berada di tangan Hamas tidak dibebaskan pada Sabtu (15/2/2025), sesuai jadwal, maka akan tercipta ‘Hell on Earth’ di Gaza, merujuk pada penggunaan kekuatan militer kembali ke wilayah kantung Palestina tersebut.

    “Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Kabinet Perangnya mematuhi pernyataan Presiden AS Donald Trump mengenai pembebasan semua tahanan yang tersisa Sabtu depan,” tulis laporan media Israel dikutip Khaberni, Rabu.

    Pihak Israel juga menilai, seruan Trump soal pengusiran warga Gaza ke lokasi lain, merupakan visi revolusioner.

    “Jika Hamas tidak membebaskan tentara kami yang diculik paling lambat Sabtu sore, gencatan senjata akan berakhir dan tentara akan kembali bertempur,” ancam Netanyahu.

    SANDERA ISRAEL DIBEBASKAN – Foto ini diambil pada Minggu (9/2/2025) dari publikasi resmi Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) pada Sabtu (8/2/2025), memperlihatkan tiga sandera Israel (kiri-kanan); Ohad Ben Ami, Eli Sharabi, Or Levy, berdiri dengan masing-masing diapit oleh dua anggota Brigade Al-Qassam selama pertukaran tahanan ke-5 pada Sabtu (8/2/2025) sebagai bagian dari implementasi perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas di Jalur Gaza, dengan imbalan 183 tahanan Palestina. (Telegram Brigade Al-Qassam)

    Perintah Siaga

    Sebelumnya, Menteri Pertahanan Israel, Yisrael Katz telah memerintahkan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) untuk bersiap dengan kemungkinan mereka kembali menyerang Jalur Gaza.

    Instruksi tersebut muncul setelah juru bicara Brigade Al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), Abu Ubaida mengatakan Hamas akan menunda pertukaran sandera pada Sabtu (15/2/2025) minggu ini karena Israel terus menerus melanggar perjanjian gencatan senjata.

    “Pengumuman Hamas untuk menghentikan pembebasan tahanan Israel merupakan pelanggaran total terhadap perjanjian gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan tahanan,” kata Yisrael Katz dalam sebuah pernyataan, Senin (10/2/2025).

    “Saya telah menginstruksikan tentara untuk bersiap pada tingkat kewaspadaan tertinggi terhadap kemungkinan skenario apa pun di Gaza, dan kami tidak akan membiarkan kembalinya kenyataan pada tanggal 7 Oktober,” lanjutnya.

    Sebelumnya, Abu Ubaida mengatakan Hamas memantau pelanggaran yang dilakukan oleh Israel dan telah dilaporkan kepada mediator Qatar, Mesir dan sekutu Israel, Amerika Serikat (AS).

    “Musuh (Israel) menunda pemulangan para pengungsi ke Jalur Gaza utara, dan menargetkan mereka dengan tembakan di berbagai wilayah di Jalur Gaza,” kata Abu Ubaida dalam pernyataannya di Telegram, Senin.

    Juru bicara tersebut juga menyebut pelanggaran lain yang dilakukan oleh Israel termasuk menghambat masuknya kebutuhan tempat berlindung seperti tenda, rumah prefabrikasi, bahan bakar, dan mesin pembersih puing untuk mengambil jenazah serta menghambat masuknya obat-obatan dan keperluan medis.

    “Penyerahan tahanan Zionis (Israel), yang dijadwalkan dibebaskan pada hari Sabtu, akan ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut. Pembebasan tahanan akan ditunda sampai pendudukan berkomitmen dan memberikan kompensasi atas minggu-minggu terakhir, secara retroaktif,” kata Abu Ubaida.

    Ia menegaskan Hamas berkomitmen terhadap ketentuan perjanjian gencatan senjata selama Israel juga mematuhinya.

    Sementara itu, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menanggapi pengumuman Hamas dengan mengatakan Israel bersikeras mematuhi perjanjian gencatan senjata.

    “Netanyahu memulai konsultasi keamanan di hadapan Menteri Pertahanan, Luar Negeri, dan Keuangan, serta Anggota Knesset Aryeh Deri,” lapor Otoritas Penyiaran Israel.

    Selain itu, Otoritas Penyiaran Israel melaporkan delegasi Israel telah kembali dari Doha dan kabinet keamanan akan bertemu pada hari Selasa (11/2/2025) untuk membahas tahap kedua kesepakatan tersebut.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

      
     
     

     
     

  • Sebut AS Munafik, Penulis Israel: Mengapa Donald Trump Tak Tampung Penduduk Gaza di Amerika Saja? – Halaman all

    Sebut AS Munafik, Penulis Israel: Mengapa Donald Trump Tak Tampung Penduduk Gaza di Amerika Saja? – Halaman all

    Penulis Israel: Mengapa Donald Trump Tak Tampung Penduduk Gaza di Amerika Saja?

     

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang penulis Israel menilai, untuk membuktikan keseriusan niat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengusir penduduk Gaza ke luar negeri, ia harus memberikan contoh dengan mengeluarkan setengah juta visa imigrasi Amerika kepada warga Palestina di Jalur Gaza.

    Penulis dan pencatat jajak pendapat asal Israel tersebut, Sifer Plotzker menuangkan penilaian berbau sindiran itu di artikelnya di Yedioth Ahronoth dengan judul, “Beginilah cara Trump dapat melaksanakan rencananya untuk Jalur Gaza.”

    Seperti diketahui, Trump menyerukan pemindahan penduduk Jalur Gaza, dan meminta Yordania dan Mesir untuk menerima penduduk Gaza.

    Ia juga mengungkapkan – dalam konferensi pers dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu Selasa lalu di Washington, AS – niatnya untuk merebut Jalur Gaza setelah perang berakhir dan memindahkan penduduk Palestina dari sana, yang disambut dengan kritik internasional, khususnya dari dunia Arab.

    Trump juga tidak mengesampingkan kemungkinan pengerahan pasukan AS untuk mendukung pembangunan kembali Jalur Gaza.

    Atas itu, Trump mengharapkan Amerika Serikat memiliki “kepemilikan jangka panjang” di daerah kantong Palestina yang terkepung itu.

    USIR WARGA GAZA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Pemerintah AS dilaporkan berniat mengambil alih Jalur Gaza. (Instagram)

    Trump Harus Buktikan Keseriusan Omongannya

    Meskipun Plotzker meragukan kelayakan rencana Trump, dalam usulan yang tampaknya kontroversial, ia mengatakan kalau untuk membuktikan keseriusan niatnya, presiden AS tersebut harus menandatangani perintah eksekutif yang memberikan setengah juta visa imigrasi ke Amerika Serikat bagi warga Palestina di Jalur Gaza.

    Setelah AS melakukan hal tersebut, Selandia Baru, Spanyol, Norwegia, Uni Emirat Arab, dan negara-negara lain diharapkan akan mengikuti langkah AS tersebut dengan menerbitkan 200.000 visa imigrasi bagi warga Gaza.

    Ia menilai keputusan Trump ini akan sangat logis, karena – menurut penulis – membuka pintu Amerika Serikat bagi setengah juta warga Palestina dari Gaza akan menjadi preseden, mekanisme dan tanda untuk melaksanakan seluruh rencana Trump.

    Si penulis Israel bertanya, “Mengapa presiden AS memohon kepada negara-negara miskin untuk menampung warga Palestina yang tinggal di tenda-tenda sementara di Jalur Gaza, jika kekuatan dan kekayaan negaranya memungkinkannya untuk dengan mudah menampung sepertiga dari mereka?”

    Untuk mendukung argumennya, Plotzker menambahkan, “Tahun lalu saja, 3,5 juta warga negara tetangga berimigrasi ke Amerika Serikat, sebagian besar dari mereka tanpa visa masuk, apalagi visa imigran.”

    GAZA UTARA – Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English yang diambil pada Senin (10/2/2025) menunjukkan keadaan kehancuran Gaza Utara setelah pasukan Israel mundur dari Koridor Netzarim pada hari Minggu (9/2/2025). (Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English)

    Usulan AS Tanah Air Baru Warga Gaza, Bukti Trump Hipokrit 

    Selain itu, Plotsker percaya, jika rakyat Gaza menemukan rumah baru mereka di seberang Amerika, dan pada saat yang sama Amerika menguasai Gaza dalam waktu yang lama, mereka akan dapat kembali ke Gaza sebagai warga Amerika dari Gaza, berintegrasi dalam pembangunan kembali, dan menjadi tulang punggung “Jalur Gaza baru yang indah,” seperti yang dikatakan Trump.

    Plotsker juga mempromosikan idenya bahwa migrasi warga Palestina ke Amerika akan mengubah cara pandang warga Palestina yang menganggap meninggalkan Gaza sebagai pengungsian, karena menurutnya migrasi ke Amerika adalah hal yang diinginkan.

    Ia menambahkan, menggambarkan kepindahan keluarga Palestina dari tenda di reruntuhan Gaza utara ke lingkungan perumahan baru di Arizona sebagai “pengungsian” adalah hal yang menggelikan. 

    PENGUNGSI PALESTINA – Warga Palestina mengungsi dari kamp pengungsi Jenin pada 23 Januari 2025. Warga Palestina terpaksa mengungsi setelah pasukan Israel melancarkan serangan militer besar-besaran. (

    “Tidak ada pemimpin politik serius yang berani menyerukan warga Palestina untuk menolak kemungkinan masa depan yang lebih baik bagi diri mereka sendiri, anak-anak dan cucu-cucu mereka, demi tinggal di tenda-tenda reyot dan menerima bantuan dari organisasi-organisasi bantuan,” tulis dia mengolok-olok ide Trump.

    Namun, di akhir artikel, Plotsker mengemukakan kalau ide dan usulannya agar AS menampung warga Gaza hanya sebagai argumen dan meng-counter ketidaknyataan ide dan seruan Donald Trump mengusir warga Palestina di Gaza.

    Bukan cuma untuk menunjukkan kalau Trump tidak realistis, argumen Plotsker juga untuk membuktikan kemunafikan ide Trump tersebut.

    “Peluang untuk menerapkan gagasan tersebut di bawah pemerintahan Trump, yang telah membela penutupan Amerika terhadap imigran, sangat mendekati nol, tetapi tanpanya, peluang untuk menerapkan komponen lain dari rencana rekonstruksi dan pembangunan Gaza juga nol, dan ini menunjukkan kemunafikan gagasan tersebut,” katanya.

    Si penulis Israel menyimpulkan artikelnya dengan menekankan kalau tidak ada rencana praktis lain sama sekali, dan tidak ada badan internasional atau Arab yang siap menanggung beban mengendalikan Gaza dan mengelola rekonstruksinya.

     

     

    (oln/khbrn/*)

     
     

  • Prajurit IDF Ambruk, Tentara Israel Usir Hampir Seluruh Warga Palestina Kamp Nur Shams di Tulkarm – Halaman all

    Prajurit IDF Ambruk, Tentara Israel Usir Hampir Seluruh Warga Palestina Kamp Nur Shams di Tulkarm – Halaman all

    Prajurit IDF Ambruk, Tentara Israel Usir Hampir Seluruh Warga Palestina Kamp Nur Shams di Tulkarm

    TRIBUNNEWS.COM – Operasi militer Pasukan Israel (IDF) bertajuk ‘Operasi Tembok Besi’ dilaporkan menghadapi perlawanan sengit dari milisi Palestina di Kamp Nur Shams di Tulkarm, utara Tepi Barat.

    Channel 13 Israel, Rabu (12/2/2025) melaporkan bentrokan sengit membuat seorang prajurit IDF dari Unit Maglan terluka dalam pertempuran di kamp pengungsi Palestina tersebut.

    IDF kemudian mengeluarkan perintah evakuasi segera penduduk dari kamp pengungsi Nur Shams di Tepi Barat utara saat mereka meningkatkan operasi militer.

    Menurut Kantor Berita Palestina (Wafa), saksi mata melaporkan bahwa “pasukan pendudukan menyerbu sebuah masjid di kamp tersebut dan menggunakan pengeras suara untuk menyerukan penduduk agar pergi, karena kamp tersebut telah diserang selama empat hari terakhir.”

    Kantor berita tersebut juga menyatakan, pasukan Israel mengerahkan kendaraan militer dan patroli jalan kaki di pintu masuk dan gang-gang kamp, ​​secara intensif menembakkan peluru tajam dan bom suara untuk menimbulkan rasa takut dan panik di kalangan penghuni.

    Sebagai informasi, kamp tersebut telah menyaksikan gelombang pengungsian paksa karena tembakan acak dan ledakan sesekali sejak dimulainya serangan Israel.

    DIKOSONGKAN – Rumah-rumah warga Palestina di Kamp Nur Shams, Tulkarm, Tepi Barat, tampak kosong setelah pasukan Israel mengusir paksa warga, Rabu (12/2/2025). Pasukan Israel mengintensifkan operasi Tembok Besi di seluruh Tepi Barat.

    Operasi Brutal

    Warga yang mengungsi menggambarkan situasi tersebut sebagai “sangat sulit, rumah dan toko hancur, jalan diratakan dengan tanah.

    Tentara Israel secara brutal menyerbu rumah-rumah, merusak perabotan, menyerang pemuda, mengusir orang tua tanpa mengizinkan mereka mengambil barang-barang kebutuhan pokok seperti pakaian, dan menyita telepon genggam.”

    Kantor media Komite Layanan Kamp Nur Shams melaporkan, “ribuan orang mengungsi, termasuk wanita, anak-anak, orang tua, dan orang sakit, telah meninggalkan kamp.”

    Operasi militer yang sedang berlangsung di kota Tulkarm dan kamp-kampnya, termasuk Nur Shams, telah memasuki hari ke-17 berturut-turut, ditandai dengan penghancuran infrastruktur dan properti secara luas, penangkapan, dan pemindahan paksa yang memengaruhi ribuan penghuni kamp.

    Sebelumnya, Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNRWA) melaporkan bahwa operasi Israel di Tepi Barat yang diduduki telah menyebabkan pemindahan paksa 40.000 pengungsi dari kamp Jenin, Tulkarm, Nur Shams, dan Al-Far’a.

    Koresponden Roya melaporkan pada hari Rabu bahwa sejumlah besar penduduk kamp pengungsi Nur Shams di Tulkarm, di Tepi Barat yang diduduki, mengungsi dari rumah mereka di bawah tekanan dan ancaman dari Pasukan Pendudukan Israel.

    “Menurut koresponden, kamp tersebut hampir sepenuhnya dikosongkan setelah IDF mengeluarkan perintah evakuasi segera untuk kamp tersebut,” tulis laporan tersebut.

    TENTARA ISRAEL – Tangkapan Layar YouTube Al Jazeera English pada Sabtu (8/2/2025) yang menunjukkan Pasukan Israel menargetkan Tulkarem, yang dekat Jenin, di barat laut Tepi Barat pada Kamis (6/2/2025). (Tangkapan Layar YouTube Al Jazeera English)

    Perintah Tembak di Tempat

    Pasukan Israel dilaporkan menerapkan aturan tembak di tempat bagi warga Palestina di Tepi Barat seiring kian masif dan meluasnya agresi bertajuk ‘Operasi Tembok Besi’ di wilayah Palestina yang diduduki tersebut.

    Media, Israel, Haaretz mengutip pernyataan para komandan satuan di tentara Israel IDF), melaporkan kalau markas besar (Mabes) Komando Pusat IDF memperluas perintah ‘penembakan terbuka’ di Tepi Barat.

    “Perintah ini datang saat serangan pasukan pendudukan Israel dan bentrokan dengan milisi perlawanan Palestina terus berlanjut,” tulis laporan tersebut dikutip dari Khaberni, Selasa (11/2/2025).

    Laporan media itu, mengutip komandan unit di tentara Israel, menambahkan kalau perintah tembak di tempat ini berlaku untuk semua warga Palestina tanpa terkecuali.

    “Komando Pusat IDF memutuskan untuk menerapkan mekanisme penembakan yang digunakannya di Jalur Gaza untuk membunuh siapa pun warga Palestina yang tidak bersenjata, baik yang dicurigai atau tidak, di Tepi Barat,” kata laporan tersebut.

    Komandan unit IDF yang berbicara kepada surat kabar itu menyatakan perubahan perintah datang dari Komandan Komando Pusat IDF, Avi Blot dan Komandan Divisi Tepi Barat IDF, Yiki Dolev.

    Sebuah sumber keamanan Israel mengatakan kepada surat kabar tersebut kalau mereka yakin peningkatan terkini dalam jumlah korban tewas warga sipil Palestina tak bersenjata di Tepi Barat adalah hal yang tidak biasa.

    “Tentara Israel yang ikut serta dalam operasi Tepi Barat menjelaskan bahwa perintah untuk menembak terbuka bersifat luas, sehingga memudahkan tentara IDF untuk menarik pelatuk,” tambah laporan tersebut.

    Para prajurit IDF juga mengatakan kalau komandan Komando Pusat IDF, “Membiarkan penembakan untuk membunuh di Tepi Barat tanpa melakukan penangkapan.”

    TEPI BARAT – Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English pada Kamis (6/2/2025) yang menunjukkan tank-tank Israel menyerbu kota Jenin, Tepi Barat pada Rabu (5/2/2025) (Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English)

    Perintah Tembak Kendaraan yang Mendekat ke Pos Pemeriksaan

    Dalam konteks yang sama, surat kabar tersebut mengutip pernyataan komandan satuan militer IDF yang mengatakan bahwa komandan Divisi Tepi Barat, Yaki Dolev, memerintahkan agar kendaraan apa pun yang datang dari zona pertempuran menuju pos pemeriksaan mana pun ditembaki.

    Hal itu sebagaimana yang terjadi pada , Minggu (9/2/2025), di Tulkarm, ketika tentara Israel melepaskan tembakan ke sebuah mobil yang sedang menuju ke pos pemeriksaan militer.

    “Mobil warga Palestina itu berisi seorang pria dan seorang wanita di dalamnya. Penembakan buta Israel menyebabkan mereka mati syahid, meskipun mereka tidak bersenjata,” kata laporan Khaberni.

    Sejak 7 Oktober 2023, tentara dan pemukim Israel telah memperluas serangan mereka di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, yang mengakibatkan tewasnya 910 warga Palestina, sekitar 7.000 orang terluka, dan 14.300 orang lainnya ditangkap, menurut data resmi Palestina, hingga Minggu malam.

    SERBU TEPI BARAT – Tentara Pendudukan Israel (IDF) melakukan penyerbuan ke kota-kota di Tepi Barat yang direspons oleh milisi perlawanan Palestina dengan serangan balik. Eskalasi di Tepi Barat makin tinggi seiring terhentinya agresi militer IDF di Jalur Gaza karena gencatan senjata sementara. (ypa/tangkap layar)

    Ibu Hamil Pun Ditembak

    Laporan ini menjelaskan alasan di balik aksi pasukan Israel menembak mati dua warga sipil di Tepi Barat pada hari Minggu (9/2/2025).

    Menurut laporan dari Kementerian Kesehatan Palestina, satu di antara korban adalah Sundos Jamal Mohammed Shalabi.

    Shalabi adalah seorang wanita berusia 23 tahun yang sedang hamil delapan bulan. 

    Sayangnya, akibat tembakan pasukan Israel, bayi dalam kandungannya tidak selamat, dikutip dari Asharq Al-Aawsat.

    Tidak hanya Shalabi, suaminya juga menjadi korban tembakan Israel.

    Sang suami saat ini mengalami luka kritis akibat insiden tersebut.

    Peristiwa ini terjadi di Nur Shams, Tepi Barat bagian utara. 

    Militer Israel mengklaim bahwa kejadian ini sedang dalam proses investigasi oleh unit investigasi kriminal polisi militer mereka. 

    Namun, rincian pasti mengenai kejadian ini masih belum sepenuhnya jelas. 

    Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan ada saksi mata yang melihat insiden tersebut.

    Seorang saksi mata yang tidak disebutkan namanya menjelaskan insiden tersebut terjadi ketika Shalabi dan sang suami mencoba melarikan diri dari rumah mereka.

    Selain Shalabi, seorang wanita Palestina berusia 21 tahun juga dilaporkan tewas dalam insiden terpisah. 

    Menurut laporan, wanita tersebut tewas saat pasukan militer Israel sedang beroperasi di wilayah rumahnya.

    Kejadian ini dikonfirmasi oleh militer Israel.

    Akan tetapi, mereka berdalih melakukan pencarian terhadap seorang militan di rumah wanita tersebut.

    Pasukan Israel juga mengklaim sebelum insiden terjadi telah memerintahkan semua penghuni rumah untuk meninggalkan rumah tersebut.

    Namun menurut klaim pasukan Israel, wanita tersebut tidak ingin meninggalkan rumahnya.

    Kemudian pasukan Israel dengan sengaja mendobrak pintu rumah wanita tersebut hingga menyebabkan ia mengalami luka parah.

    Sebelumnya, pasukan Israel telah mengumumkan akan memperluas “operasi kontra-terorisme” di wilayah utara Tepi Barat ke Nur Shams pada hari Minggu.

    Israel mulai melancarkan serangannya di Tepi Barat pada 21 Januari 2025.

    Serangan ini dimulai dari Kota Jenin, kemudian menyasar kota-kota lainnya di Tepi Barat.

    Kemudian pada tanggal 27 Januari serangan Israel meluas di Kota Tulkarem.

    Terbaru, pada tanggal 2 Februari 2025, Kota Tammum dan kamp al-Far’a menjadi sasaran tentara Israel selanjutnya.

    Serangan di Tepi Barat yang tak ada hentinya ini menyusul  gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tahanan di Gaza pada 19 Januari.

    Sejak adanya kesepakatan gencatan senjata, serangan Israel beralih ke Tepi Barat.

     

     

    (oln/rntv/khbrn/*)

  • Aksi Raja Yordania Tolak soal Gaza Langsung di Depan Muka Trump

    Aksi Raja Yordania Tolak soal Gaza Langsung di Depan Muka Trump

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengadakan pertemuan dengan Raja Yordania Abdullah II. Rencana Trump merelokasi warga Palestina dan membangun kembali Gaza di bawah kepemilikan AS ditolak Raja Yordania.

    Raja Yordania Abdullah II menolak keras gagasan Trump. Dia mengatakan Yordania dan negara Arab punya posisi kuat terkait wacana pemindahan warga Palestina dari Gaza.

    “Saya menegaskan kembali posisi teguh Yordania terhadap pemindahan warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat. Ini adalah posisi Arab yang bersatu,” tegas Raja Abdullah II dalam pernyataannya via media sosial setelah melakukan pembicaraan dengan Trump, dilansir AFP, Rabu (12/2/2025).

    Pertemuan Trump dengan Raja Abdullah II berlangsung di Gedung Putih pada Selasa (11/2) waktu setempat. Raja Abdullah menilai prioritas saat ini adalah membangun Gaza dan merawat masyarakat yang menderita akibat serangan Israel.

    “Membangun kembali Gaza tanpa menggusur warga Palestina dan mengatasi situasi kemanusiaan yang mengerikan harus menjadi prioritas semua pihak,” ucap Raja Abdullah II.

    Kepada Trump, dia juga mengatakan bahwa Mesir sedang menyusun rencana soal bagaimana negara-negara di kawasan Timur Tengah dapat “bekerja” dengan Trump soal gagasan mengejutkan tersebut. Dia mengatakan Mesir dan negara Arab punya rencana terkait masa depan Gaza, Palestina.

    AS Diminta Tunggu Ide Negara-negara Arab

    Foto: Trump bertemu Raja Yordania (Alex Brandon/AP)

    Raja Yordania Abdullah II mendesak AS bersabar dan mengatakan Mesir akan memberikan respons, kemudian negara-negara Arab akan membahasnya dalam pertemuan di Riyadh, Arab Saudi. Dia mengatakan negara-negara Arab akan berdiskusi dengan Putra Mahkota Arab Saudi.

    “Mari kita tunggu sampai Mesir bisa datang dan menyampaikan hal ini kepada presiden dan tidak terburu-buru,” ucapnya.

    Raja Abdullah II tampaknya berhasil membujuk Trump dalam pembicaraan di Gedung Putih. Dia menggambarkan kondisi Gaza dan masyarakat Palestina yang membutuhkan penanganan kesehatan.

    “Salah satu hal yang bisa kita lakukan segera adalah merawat 2.000 anak, anak-anak penderita kanker yang berada dalam kondisi sakit parah. Itu dimungkinkan untuk terjadi,” kata Raja Abdullah II ketika Trump menyambut dirinya dan Putra Mahkota Hussein di Ruang Oval Gedung Putih.

    Trump menjawab bahwa hal tersebut merupakan “tindakan yang sangat indah” dan mengakui dirinya tidak mengetahuinya sebelum kedatangan Raja Yordania di Gedung Putih.

    Di hadapan Raja Abdullah II, Trump menarik pernyataannya soal penghentian bantuan ke Yordania dan Mesir jika tidak mau menampung warga Gaza.

    “Saya tidak perlu mengancam hal itu. Saya yakin kita lebih baik dari hal semacam itu,” ucap Trump.

    Ide Trump Caplok Gaza Ramai Ditolak

    Warga Gaza Antre beli roti saat gencatan senjata (Foto: REUTERS/Dawoud Abu Alkas)

    Trump mengejutkan dunia dengan mencetuskan gagasan kontroversial agar AS “mengambil alih” Gaza dan bahkan mengusulkan “kepemilikan” atas Gaza. Dia membayangkan AS akan membangun kembali secara ekonomi wilayah yang hancur akibat perang itu.

    Ide itu kembali dicetuskan Trump saat konferensi pers bersama Perdana Menteri (PM) Benyamin Netanyahu di Gedung Putih, Minggu (9/2). Sebelumnya, Trump menyatakan AS akan menguasai Jalur Gaza dan mengembangkannya secara ekonomi, setelah merelokasi warga Palestina di Gaza ke tempat-tempat lainnya pada Sabtu (25/1) dan Senin (27/1) lalu.

    Trump mencetuskan “kepemilikan jangka panjang” oleh AS atas Jalur Gaza. Dia menyebut AS akan meratakan Jalur Gaza dan membersihkan semua bangunan yang hancur di sana untuk menciptakan pembangunan ekonomi dan menciptakan ribuan lapangan kerja.

    “Jalur Gaza akan diserahkan kepada Amerika Serikat oleh Israel pada akhir pertempuran,” cetus Trump dalam pernyataan terbarunya via media sosial Truth Social, seperti dilansir Al Arabiya, Jumat (7/2).

    Dunia menolak keras ide Trump. Presiden Palestina Mahmoud Abbas, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, menolak tegas rencana Trump dan menegaskan Palestina tidak akan melepaskan tanah, hak dan situs-situs suci mereka. Dia mengatakan Jalur Gaza merupakan bagian integral dari tanah negara Palestina, bersama dengan Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

    Penolakan juga disampaikan oleh Hamas, melalui salah satu pejabat seniornya, Sami Abu Zuhri, yang mengecam rencana Trump itu sebagai upaya mengusir warga Palestina dari tanah air mereka.

    Tak hanya Palestina dan Hamas, Arab Saudi juga tegas menolak upaya apa pun untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka. Ditegaskan oleh Riyadh bahwa posisinya dalam mendukung Palestina tidak dapat dinegosiasikan.

    Sementara, Menteri Luar Negeri (Menlu) Mesir Badr Abdelatty menyerukan rekonstruksi cepat Jalur Gaza tanpa harus mengusir warga Palestina dari wilayah tersebut, setelah Trump melontarkan usulan mengejutkan tersebut.

    Indonesia juga tegas menolak upaya paksa relokasi warga Palestina.

    Halaman 2 dari 3

    (jbr/aud)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu