Negara: Jalur Gaza

  • Populer Internasional: Hamas Diisukan Siap Serahkan Gaza ke PA – Trump Minta Tambang Mineral Ukraina – Halaman all

    Populer Internasional: Hamas Diisukan Siap Serahkan Gaza ke PA – Trump Minta Tambang Mineral Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Gencatan senjata Hamas dan Israel mulai memasuki babak baru.

    Setelah nantinya pertukaran tawanan selesai, isu selanjutnya adalah tentang siapa yang akan mengelola Gaza.

    Hamas dilaporkan siap menyerahkan kendali atas Gaza kepada Otoritas Palestina (PA).

    Sementara itu, perang Rusia-Ukraina belum mencapai titik terang.

    Presiden AS Donald Trump mengancam menghentikan bantuan militernya kepada Ukraina jika negara itu tidak mau menyerahkan tambang militernya.

    Berikut berita populer internasional lainnya dalam 24 jam terakhir.

    1. Diduga Ditekan Mesir, Hamas Diisukan Siap Serahkan Gaza kepada Otoritas Palestina

    Hamas dilaporkan siap menyerahkan kendali atas Jalur Gaza kepada Otoritas Palestina (PA).

    Sumber yang didapatkan oleh Sky News Arabia mengatakan para pegawai pemerintahan Hamas di Gaza akan dimasukkan ke dalam pemerintahan baru.

    Alternatif lainnya adalah para pegawai akan pensiun dan mendapat jaminan, gaji mereka akan dibayarkan.

    Laporan Sky News Arabia yang terbit Minggu malam (16/2/2025), mengklaim keputusan Hamas itu diduga terjadi setelah ada tekanan dari Mesir kepada delegasi Hamas yang berkunjung ke Kota Kairo, Mesir.

    Kabar Hamas siap menyerahkan kendali atas Gaza pernah tersiar pada September 2024.

    Saat itu, seorang pejabat Hamas mengatakan pihaknya sudah mencapai kesepakatan dengan kelompok Fatah, Fatah akan bertanggung jawab atas manajemen sipil di Gaza. Manajemen ini tidak akan berada di bawah pengawasan Hamas.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    2. Netanyahu Isyaratkan Lanjutkan Usulan Trump untuk Pindahkan Warga Gaza, Klaim Punya Strategi Bersama

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengisyaratkan ia akan melanjutkan usulan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, untuk memindahkan penduduk Palestina keluar dari Gaza, Minggu (16/2/2025).

    Benjamin Netanyahu menyebutnya sebagai “satu-satunya rencana yang layak untuk memungkinkan masa depan yang berbeda” bagi wilayah tersebut.

    Netanyahu membahas rencana tersebut dengan Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, yang memulai kunjungan ke Timur Tengah dengan mendukung tujuan perang Israel di Gaza, dengan mengatakan Hamas “harus diberantas”.

    Rencana Netanyahu itu menciptakan keraguan lebih lanjut seputar gencatan senjata yang goyah, karena pembicaraan tentang fase kedua belum dimulai.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    3. Keji, Tentara Israel Paksa Lansia Palestina Jadi Tameng Manusia Sebelum Ditembak Mati

    Dalam laporan investigasi terbaru oleh media Israel The Hottest Place in Hell, terungkap bahwa militer Israel memaksa seorang pria Palestina berusia 80 tahun untuk bertindak sebagai perisai manusia di Gaza.

    Tentara Israel mengikatkan kabel peledak di leher pria tersebut dan mengancam akan meledakkan kepalanya jika ia tidak mematuhi perintah mereka.

    Laporan tersebut menyebutkan bahwa seorang perwira senior dari Brigade Nahal mengikatkan tali peledak di leher pria itu.

    Setelah itu, perwira tersebut memerintahkan pria berusia 80 tahun untuk memasuki dan mengintai rumah-rumah di lingkungan Zeitoun, Kota Gaza, pada bulan Mei. 

    Pria tersebut dipaksa menjalankan tugas ini selama delapan jam sebelum akhirnya diperintahkan untuk melarikan diri bersama istrinya menuju selatan Gaza.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    4. Trump Ancam Stop Dukung Perang Ukraina Jika Zelensky Ogah Serahkan 50 Persen Tambang Mineral

    Presiden AS, Donald Trump mengancam akan mengentikan dukungannya untuk Ukraina jika Presiden Volodymyr Zelensky tak segera menyerahkan 50 persen tambang mineral ke AS.

    Ancaman ini dilontarkan Trump lewat sebuah proposal yang dibawa Menteri Keuangan AS Scott Bessent untuk diserahkan kepada Zelensky di pertemuan pekan kemarin, sebagaimana dikutip dari Anadolu.

    Dalam dokumen tersebut Trump menyatakan keinginannya untuk memiliki 50 persen sumber daya mineral atau tambang mineral Ukraina . 

    Adapun Sumber daya mineral yang dimaksud meliputi logam, termasuk emas, besi, perak, tembaga, platina, nikel, air raksa, lithium, uranium, hingga kobalt.

    Permintaan tersebut diusulkan Trump sebagai imbalan atas dukungan dari Negeri Paman Sam yang telah mendanai dan mendukung perang Ukraina.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    5. Israel Siap Mengebom Fasilitas Nuklir Iran dengan atau Tanpa Dukungan Amerika Serikat

    Israel ingin “memanfaatkan momen” untuk melakukan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran jika upaya diplomatik dengan Teheran gagal – dan siap untuk bertindak “dengan atau tanpa” dukungan AS, kata sejumlah pejabat kepada Washington Post . 

    Perkiraan intelijen AS menyebutkan Israel sedang mempertimbangkan untuk menyerang situs nuklir Iran dan serangan tersebut berpotensi terjadi tahun ini.

    “Israel ingin memanfaatkan momen ini … Jika Iran tidak setuju untuk menghentikan fasilitas nuklirnya seperti di Libya, Israel siap mengebom fasilitas tersebut – dengan atau tanpa dukungan AS. Pemerintahan Biden telah mempertimbangkan pada hari-hari terakhirnya apakah akan mendukung ultimatum Israel ini tetapi memutuskan untuk tidak melakukannya. Sekarang ultimatum itu menjadi yang teratas dalam kotak masuk Trump,” kata media itu mengutip pernyataan pejabat AS dan Israel pada 14 Februari. 

    Laporan tersebut menambahkan bahwa ada beberapa pilihan yang tersedia, mulai dari “diplomasi dengan todongan senjata” atau “ultimatum yang bersifat memaksa” hingga “dukungan militer aktif.” 

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    (Tribunnews.com)

  • Sesumbar Netanyahu Buka Gerbang Neraka Jika Hamas Tak Bebaskan Sandera

    Sesumbar Netanyahu Buka Gerbang Neraka Jika Hamas Tak Bebaskan Sandera

    Jakarta

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tiba-tiba sesumbar memperingatkan Hamas. Dia mengatakan akan membuka gerbang neraka jika Hamas tidak membebaskan semua sandera yang tersisa.

    Peringatan ini disampaikan Netanyahu dalam pernyataan bersama dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Marco Rubio. Pernyataan itu disampaikan Netanyahu kepada Marco yang sedang berkunjung ke Yerusalem pada Minggu (16/2/2025) waktu setempat.

    Netanyahu dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, mengklaim Israel dan AS, sekutu dekatnya, memiliki strategi gabungan untuk menghadapi Hamas dan militan lainnya di Jalur Gaza.

    “Kami memiliki strategi yang sama, dan kami tidak selalu bisa membagikan rincian strategi ini kepada publik, termasuk kapan gerbang neraka akan dibuka, karena itu pasti akan terjadi jika semua sandera kami tidak dibebaskan hingga yang paling terakhir,” tegas Netanyahu dalam pernyataannya.

    “Kami akan memusnahkan kemampuan militer Hamas dan kekuasaan politiknya di Gaza,” cetusnya.

    Netanyahu Akan Pulangkan Sandera

    Foto: Netanyahu (AFP/JIM WATSON).

    Netanyahu berjanji akan memulangkan para sandera. Dia mengatakan Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel.

    “Kami akan memulangkan semua sandera kami, dan kami akan memastikan bahwa Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel,” ucap Netanyahu.

    Dia menambahkan bahwa AS selalu mendukung Israel terkait isu Gaza. “Dukungan tegas Amerika Serikat soal Gaza akan membantu kami dalam mencapai tujuan ini lebih cepat dan mengarahkan kami menuju masa depan yang berbeda,” sebutnya.

    Netanyahu juga mengatakan bahwa dirinya membahas dengan Rubio soal “visi berani masa depan Gaza” yang dicetuskan Presiden AS Donald Trump, dan menegaskan “akan berupaya memastikan visi tersebut menjadi kenyataan”.

    Trump baru-baru ini mencetuskan agar AS mengambil alih Jalur Gaza dan mengubah wilayah Palestina itu menjadi “Riviera-nya Timur Tengah”, setelah merelokasi lebih dari dua juta penduduk Gaza ke negara-negara lainnya, seperti Mesir dan Yordania.

    Halaman 2 dari 2

    (whn/fas)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Bertemu di Arab Saudi Hari Ini, Pejabat Senior AS dan Rusia Akan Bahas Akhir Perang Ukraina – Halaman all

    Bertemu di Arab Saudi Hari Ini, Pejabat Senior AS dan Rusia Akan Bahas Akhir Perang Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pejabat senior Amerika Serikat (AS) dan Rusia, termasuk diplomat tinggi kedua negara, akan mengadakan pembicaraan di Arab Saudi pada Selasa (18/2/2025).

    Pembicaraan digelar untuk meningkatkan hubungan mereka dan merundingkan diakhirinya perang di Ukraina, kata Kremlin pada Senin (17/2/2025).

    Ini akan menjadi pertemuan paling penting antara kedua belah pihak sejak invasi besar-besaran Moskow ke negara tetangganya, Ukraina, hampir tiga tahun lalu.

    Pembicaraan yang dijadwalkan digelar di Arab Saudi itu, menandai langkah penting lainnya oleh pemerintahan Donald Trump untuk membalikkan kebijakan AS dalam mengisolasi Rusia, dan dimaksudkan untuk membuka jalan bagi pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Dilansir AP News, langkah-langkah tersebut telah membuat Kyiv dan sekutu-sekutu utamanya berebut untuk memastikan tempat di meja perundingan di tengah kekhawatiran bahwa Washington dan Moskow dapat terus maju dengan kesepakatan yang tidak akan menguntungkan mereka.

    Sementara, Prancis menyerukan pertemuan darurat negara-negara Uni Eropa dan Inggris pada hari Senin untuk memutuskan cara menangani serangan diplomatik AS terhadap perang tersebut.

    Zelensky Akan Kunjungi Arab Saudi

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky akan mengunjungi Arab Saudi pada Rabu (19/2/2025), satu hari setelah pertemuan di sana antara pejabat tinggi Rusia dan AS.

    Hal ini sebagaimana disampaikan juru bicara pemimpin Ukraina itu, Sergiy Nykyforov, kepada AFP.

    Zelensky telah mengumumkan perjalanan itu bersama dengan persinggahan di Uni Emirat Arab (UEA) dan Turki minggu lalu tanpa memberikan tanggal, menambahkan bahwa ia tidak punya rencana untuk bertemu dengan pejabat Rusia atau AS.

    Sergiy Nykyforov mengatakan, Zelensky akan mengunjungi Arab Saudi bersama istrinya sebagai bagian dari kunjungan resmi yang “telah direncanakan sejak lama”.

    Perjalanannya akan dilakukan satu hari setelah Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov bertemu dengan pejabat AS sebagai bagian dari apa yang dikatakan Kremlin sebagai upaya untuk memperbaiki hubungan Moskow dengan Washington.

    Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mendarat pada hari Senin di Arab Saudi di mana ia akan berbicara dengan para pejabat di Gaza.

    Zelensky mengatakan pada hari Senin bahwa Kyiv tidak tahu apa-apa tentang pembicaraan minggu ini.

    Ia menambahkan dalam komentar yang dimuat oleh kantor berita Interfax-Ukraina bahwa negara itu “tidak dapat mengakui hal-hal atau perjanjian apa pun tentang kami tanpa kami. Dan kami tidak akan mengakui perjanjian tersebut.”

    Sebagai informasi, Riyadh, yang juga terlibat dalam pembicaraan dengan Washington mengenai masa depan Jalur Gaza, telah memainkan peran dalam kontak awal antara pemerintahan Trump, yang mulai menjabat pada 20 Januari 2025, dan Moskow, membantu mengamankan pertukaran tahanan minggu lalu.

    Diplomat tinggi AS Rubio, yang berbicara melalui telepon dengan mitranya dari Rusia Lavrov pada hari Sabtu, mengatakan pada hari Minggu bahwa minggu-minggu dan hari-hari mendatang akan menentukan apakah Putin serius untuk berdamai.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky juga berada di wilayah tersebut.

    Zelensky, yang tiba di Uni Emirat Arab pada hari Minggu, mengatakan bahwa ia juga bermaksud mengunjungi Arab Saudi dan Turki.

    Ia diperkirakan akan tiba di Arab Saudi pada hari Rabu.

    Reuters melaporkan pada November 2024 bahwa Putin siap untuk menegosiasikan kesepakatan dengan Trump, tetapi akan menolak untuk membuat konsesi teritorial yang besar dan akan mendesak Kyiv untuk meninggalkan ambisinya untuk bergabung dengan NATO.

    ZELENSKY DAN PUTIN – Foto ini diambil pada Sabtu (15/2/2025) dari publikasi Kantor Presiden Rusia, memperlihatkan (kiri-kanan) Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan pada 9 Desember 2019 di Paris untuk mengakhiri perang antara separatis pro-Rusia dan pasukan Ukraina di Donetsk dan Luhansk yang berlangsung sejak tahun 2014. (Kremlin.ru)

    Seorang sumber yang mengetahui pemikiran Kremlin mengatakan pada hari Senin bahwa Putin serius untuk melakukan kesepakatan, tetapi tidak dengan
    harga berapa pun.

    Kremlin mengatakan pembicaraan akan difokuskan pada pemulihan hubungan Rusia-AS dan persiapan untuk kemungkinan pembicaraan untuk mengakhiri perang.

    Sebelumnya, pemerintahan Joe Biden, sebagian besar pemimpin Uni Eropa dan Ukraina menganggap perang Rusia sebagai perampasan tanah yang bertujuan untuk
    memulihkan kekuatan Rusia.

    Kyiv dan beberapa pemimpin Uni Eropa mengatakan bahwa jika Putin menang, ia dapat mencoba menyerang NATO.

    Rusia menolak interpretasi itu dan menyangkal rencana semacam itu.

    Putin mengatakan “operasi militer khusus”-nya diperlukan untuk melindungi penutur bahasa Rusia di Ukraina dan melawan apa yang ia katakan sebagai ancaman dari potensi keanggotaan Ukraina di NATO.

    Amerika Serikat mengejutkan para pemimpin Eropa minggu lalu dengan mengatakan bahwa tempat Ukraina bukanlah di NATO, bahwa kembali ke perbatasan sebelum 2014 tidak realistis dan bahwa Eropa tidak akan menjadi bagian dari negosiasi dengan Rusia dan Ukraina.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

  • Analis Israel: 5 Indikator Netanyahu Mau Lanjut Perang Gaza dan Ogah Negosiasi Tahap 2 dengan Hamas – Halaman all

    Analis Israel: 5 Indikator Netanyahu Mau Lanjut Perang Gaza dan Ogah Negosiasi Tahap 2 dengan Hamas – Halaman all

    Media Israel: 5 Indikator Netanyahu Lanjut Perang Gaza dan Ogah Negosiasi Tahap Dua dengan Hamas
     
     
    TRIBUNNEWS.COM – Surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth mengungkapkan dalam sebuah laporan pada Minggu (16/2/2025) kalau pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tengah berupaya menggagalkan tahap kedua negosiasi kesepakatan pertukaran sandera-tahanan demi gencatan senjata di Gaza.

    Laporan tersebut menyebut kalau ada lima indikator pihak Netanyahu terindikasi tak ingin tahap dua negosiasi dengan gerakan pembebasan Palestina, Hamas, terjadi.

    “Netanyahu menggunakan taktik politik, manuver media, memanipulasi informasi, melanggar perjanjian, dan mengecualikan (tidak menyertakan) para profesional di tim negosiasi,” tulis laporan tersebut dikutip dari Khaberni, Senin (17/2/2025).

    Laporan tersebut, yang ditulis oleh analis militer, Ronen Bergman, menyimpulkan kalau “negosiasi tidak dapat dilanjutkan jika salah satu pihak tidak berminat,”.

    Simpulan ini mengacu pada penolakan pemerintah Israel untuk memulai secara serius tahap kedua negosiasi tersebut.

    GAZA UTARA – Tangkapan Layar YouTube Al Jazeera English pada Jumat (14/2/2025) yang menunjukkan warga Palestina dan truk bantuan untuk bergerak bebas melalui penyeberangan dari Gaza Utara pada 9 Februari 2025. Menteri Luar Negeri Italia pada hari Jumat (14/2/2025) mengatakan akan menerima 14 pasien anak Palestina dari Gaza untuk mendapatkan perawatan medis. (Tangkapan Layar YouTube Al Jazeera English)

    Israel Sengaja dan Enggan Bernegosiasi Lagi

    Analisis Bergman merujuk pada pengakuan Omer Dostri, juru bicara perdana menteri Israel, kalau Israel saat ini tidak sedang merundingkan fase kedua kesepakatan tersebut, meskipun sebelumnya telah melontarkan komitmen.

    Bergman juga mengatakan kalau pernyataan ini mengonfirmasi kecurigaan kalau pemerintah Israel memang dengan sengaja menghalangi kemajuan nyata dalam negosiasi.

    Seorang sumber keamanan senior yang mengetahui rincian negosiasi tersebut dikutip, mengatakan kalau pemerintah Israel tidak mematuhi perjanjian yang ditandatangani.

    “Perjanjian menetapkan perlunya memulai negosiasi mengenai fase kedua dengan Hamas paling lambat pada hari ke-16 gencatan senjata, yaitu dua minggu yang lalu. Dan bahwa negosiasi tahap dua tersebut seharusnya berakhir dalam waktu 35 hari sejak dimulainya perjanjian gencatan senjata,” .

    Sumber itu juga mengatakan, “Bahkan jika semua pihak bersemangat untuk mencapai kesepakatan, tidak ada peluang untuk menyelesaikan semua rincian dalam waktu satu minggu, apalagi jika salah satu pihak tidak tertarik sama sekali,”

    Argumen ini secara jelas merujuk pada keengganan pemerintah Israel untuk memulai kembali negosiasi tahap kedua.

    Bergman mengutip pernyataan pejabat keamanan senior lain Israel, “Melanggar dan menghindar dari penerapan perjanjian tersebut dapat menyebabkan kegagalan tahap pertama, dan dengan demikian kegagalan untuk menyelesaikan pembebasan semua tahanan,”.

    “Hal ini berujung pada risiko keamanan yang dapat mendorong Israel ke dalam siklus kekerasan baru, tanpa keuntungan strategis yang signifikan,” kata laporan tersebut.

    SIAP MASUK GAZA – Foto file yang diambil dari Khaberni, Rabu (12/2/2025) menunjukkan tank-tank pasukan Israel bersiap memasuki Gaza pada Oktober 2023 setelah Operasi Banjir Al-Aqsa terjadi. Israel bersiap memasuki Gaza lagi pada pertengahan Februari 2025 seiring mandeknya negosiasi gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    Menolak Negosiasi

    Laporan juga menyatakan kalau para analis militer Israel percaya kalau tahap kedua negosiasi sangat penting.

    Begitu pentingnya sampai-sampai itu tak cuma menyangkut nasib para tahanan Israel, namun mencakup masa depan hubungan antara Israel dan seluruh kawasan.

    “Menyelesaikan tahap ini dapat menjadi awal dari kesepakatan yang lebih luas tentang masa depan Jalur Gaza, sementara kegagalannya dapat menyebabkan kembalinya eskalasi militer, yang tampaknya menjadi salah satu tujuan Netanyahu untuk tetap berkuasa,” menurut uraiannya.

    Laporan juga menyebut kalau sumber-sumber diplomatik yang memiliki informasi juga melaporkan kalau Netanyahu menghadapi tekanan internal yang besar dari kelompok ekstrem kanan.

    Tokoh-tokoh ultranasionalis Israel macam Bezalel Smotrich dan Itamar Ben-Gvir memang secara lantang menolak kesepakatan apa pun yang tidak mencakup pembongkaran kemampuan militer Hamas.

    Di sisi lain, laporan menunjukkan kalau ada penentangan atas suara Smotrich Cs ini dari dalam badan keamanan Israel.

    “Banyak pemimpin militer yakin bahwa kegagalan negosiasi akan menyebabkan dampak keamanan yang serius bagi Israel,” kata laporan itu.

    Menurut sumber keamanan yang sama, “Netanyahu dan orang-orangnya terjebak dalam perangkap, dan mereka tidak peduli dengan apa yang terjadi di luar perhitungan politik internal. Oleh karena itu, mereka menyangkal adanya negosiasi, tetapi mereka tidak secara langsung menuduh Hamas menghalanginya negosiasi), karena itu secara implisit berarti bahwa Israel tertarik pada negosiasi.”

    MOBILISASI – Pasukan dan tank Israel (IDF) dimobilisasi untuk menginvasi Rafah, Gaza Selatan. Kabinet Perang Israel, Jumat (10/5/2024) memutuskan untuk memperluas operasi serangan ke Rafah dari yang tadinya mengklaim cuma operasi terbatas. (tangkap layar/shfq)

    5 Indikator Israel Mau Lanjut Perang

    Menurut sumber-sumber yang terpercaya, wartawan Israel itu menyebutkan lima indikator utama yang menunjukkan bahwa Netanyahu secara sistematis berupaya mengganggu berlangsungnya tahap kedua negosiasi tersebut.

    “Upaya tersebut di antaranya secara sengaja menunda dimulainya kembali perundingan, tidak menyertakan para profesional ke dalam tim perunding, membocorkan informasi palsu ke media, meyakinkan bahwa Amerika Serikat pada akhirnya akan mengatur segalanya, dan menetapkan syarat-syarat yang mustahil untuk perundingan,” kata laporan itu.

    Analis militer tersebut mengemukakan, keluarga para tahanan menyadari kalau  pemerintah tidak serius menangani persoalan tahanan, sehingga meningkatkan tekanan di forum internasional.

    Di tingkat internasional, Bergman yakin bahwa tekanan terhadap Israel meningkat dari Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir.

    Namun, ia yakin bahwa “tekanan-tekanan tersebut tidak berhasil memecahkan kebuntuan, karena Netanyahu bertaruh bahwa ia dapat menunda hingga kondisi politik yang lebih baik tercapai.”

    Analis politik Israel itu menegaskan kalau tahap kedua kesepakatan itu sejatinya telah ditunda, menurut pernyataannya, bukan karena komplikasi teknis atau keamanannya, tetapi karena keputusan politik pemerintah Netanyahu, yang mengutamakan prioritas elektoralnya di atas pertimbangan kemanusiaan atau strategis apa pun.

     

    (oln/khbrn/*)

     
     
     
     

  • Netanyahu Yakin Gagalkan Ambisi Nuklir Iran, Teheran Bilang Gini

    Netanyahu Yakin Gagalkan Ambisi Nuklir Iran, Teheran Bilang Gini

    Teheran

    Pemerintah Iran mengecam pernyataan terbaru Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu yang meyakini akan “menuntaskan pekerjaan” dalam melawan Teheran. Otoritas Iran menilai pernyataan Netanyahu itu sebagai “ancaman” dan menyebutnya telah melanggar Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    “Mengancam pihak lain merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional dan Piagam PBB,” sebut juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baqaei, saat berbicara kepada wartawan, seperti dilansir AFP, Senin (17/2/2025).

    Baqaei menyebut Tel Aviv “tidak dapat melakukan apa pun” terhadap Teheran.

    Pernyataan Iran itu dirilis menanggapi komentar terbaru Netanyahu dalam konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Marco Rubio di Yerusalem pada Minggu (16/2) waktu setempat.

    Netanyahu mengatakan dengan dukungan AS, Israel akan mampu menggagalkan ambisi nuklir Iran dan mengakhiri “agresi” Teheran di kawasan Timur Tengah.

    “Israel dan Amerika bahu-membahu dalam melawan ancaman Iran,” ucap Netanyahu dalam konferensi pers bersama Rubio. “Kami sepakat bahwa para ayatollah tidak boleh memiliki senjata nuklir dan juga sepakat bahwa agresi Iran di kawasan harus dihentikan,” ujarnya.

    Netanyahu menyebut Israel telah memberikan “pukulan hebat kepada poros teror Iran” sejak dimulainya perang di Jalur Gaza pada Oktober 2023. Dia juga mengatakan bahwa dengan dukungan Presiden AS Donald Trump, Israel akan mampu “menuntaskan pekerjaan” dalam melawan Iran.

    “Saya tidak meragukan bahwa kita bisa dan akan menuntaskan pekerjaan ini,” tegas Netanyahu dalam pernyataannya.

    Permusuhan Israel dan Iran berlangsung selama beberapa dekade melintasi sejarah perang diam-diam dan diwarnai serangan darat, laut, udara, bahkan dunia maya.

    Teheran yang mengklaim pihaknya memperkaya uranium untuk tujuan damai, juga mendukung kelompok-kelompok di Timur Tengah yang menggambarkan diri mereka sebagai “Poros Perlawanan” terhadap pengaruh Israel dan AS di kawasan tersebut.

    Poros Perlawanan itu tidak hanya mencakup Hamas yang berperang melawan Israel di Jalur Gaza, namun juga kelompok Hizbullah di Lebanon, kelompok Houthi di Yaman dan berbagai milisi bersenjata Syiah di wilayah Irak dan Suriah.

    Selama 16 bulan perang berkecamuk di Jalur Gaza yang juga diwarnai konflik dengan Hizbullah dan Houthi, Israel telah menewaskan para pemimpin tertinggi Hamas dan Hizbullah. Tel Aviv dan Teheran juga terlibat aksi saling serang beberapa waktu terakhir.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Didukung AS, Netanyahu Yakin Israel Mampu Gagalkan Ambisi Nuklir Iran

    Didukung AS, Netanyahu Yakin Israel Mampu Gagalkan Ambisi Nuklir Iran

    Yerusalem

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu meyakini negaranya, dengan dukungan sekutu dekatnya Amerika Serikat (AS), akan mampu menggagalkan ambisi nuklir Iran dan mengakhiri “agresi” Teheran di kawasan Timur Tengah.

    Berbicara setelah bertemu Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Marco Rubio di Yerusalem, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (17/2/2025), Netanyahu mengungkapkan keduanya menjalani “pembicaraan yang sangat produktif” mengenai sejumlah isu, di mana “tidak ada yang lebih penting dari Iran”.

    “Israel dan Amerika bahu-membahu dalam melawan ancaman Iran,” ucap Netanyahu dalam konferensi pers bersama Rubio.

    “Kami sepakat bahwa para ayatollah tidak boleh memiliki senjata nuklir dan juga sepakat bahwa agresi Iran di kawasan harus dihentikan,” ujarnya.

    Rubio menambahkan bahwa Iran selalu berada di balik kelompok, aksi kekerasan dan aktivitas yang mengganggu stabilitas Timur Tengah.

    “Di balik setiap kelompok teroris, di balik setiap tindak kekerasan, di balik setiap aktivitas yang mengganggu stabilitas, di balik segala sesuatu yang mengancam perdamaian dan stabilitas bagi jutaan orang, yang menyebut kawasan ini sebagai rumahnya, adalah Iran,” sebutnya.

    Lebih lanjut, Netanyahu menyebut Israel telah memberikan “pukulan hebat” kepada Iran sejak dimulainya perang di Jalur Gaza pada Oktober 2023.

    Dia juga mengatakan bahwa dengan dukungan Presiden AS Donald Trump, Israel akan mampu menuntaskan “pekerjaan” dalam melawan Iran.

    “Saya tidak meragukan bahwa kita bisa dan akan menuntaskan pekerjaan ini,” tegas Netanyahu dalam pernyataannya.

    Permusuhan Israel dan Iran berlangsung selama beberapa dekade melintasi sejarah perang diam-diam dan diwarnai serangan darat, laut, udara, bahkan dunia maya.

    Teheran yang mengklaim pihaknya memperkaya uranium untuk tujuan damai, juga mendukung kelompok-kelompok di Timur Tengah yang menggambarkan diri mereka sebagai “Poros Perlawanan” terhadap pengaruh Israel dan AS di kawasan tersebut.

    Poros Perlawanan itu tidak hanya mencakup Hamas yang berperang melawan Israel di Jalur Gaza, namun juga kelompok Hizbullah di Lebanon, kelompok Houthi di Yaman dan berbagai milisi bersenjata Syiah di wilayah Irak dan Suriah.

    Selama 16 bulan perang berkecamuk di Jalur Gaza, Israel telah menewaskan para pemimpin tertinggi Hamas dan Hizbullah. Tel Aviv dan Teheran juga terlibat aksi saling serang beberapa waktu terakhir.

    Berterima kasih kepada Rubio untuk “dukungan tegas” AS bagi kebijakan Israel di Jalur Gaza, Netanyahu menyebut Israel dan AS di bawah pemimpinan Trump memiliki strategi yang sama di Jalur Gaza.

    “Saya ingin meyakinkan semua orang yang kini mendengarkan kami, Presiden Trump dan saya sedang bekerja dengan kerja sama dan koordinasi penuh di antara kami,” kata Netanyahu.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Israel Vonis Bocah Palestina 18 Tahun Bui Atas Serangan di Tepi Barat

    Israel Vonis Bocah Palestina 18 Tahun Bui Atas Serangan di Tepi Barat

    Tel Aviv

    Pengadilan Israel menjatuhkan hukuman 18 tahun penjara terhadap seorang bocah Palestina yang baru berusia 15 tahun. Bocah laki-laki ini dituduh terlibat dalam serangan yang menewaskan seorang tentara Israel di wilayah Tepi Barat beberapa tahun lalu.

    Bocah laki-laki Palestina bernama Mohammed Basel Zalbani ini, seperti dilansir Anadolu Agency, Senin (17/2/2025), juga diperintahkan oleh pengadilan Israel untuk membayar kompensasi sebesar 300.000 Shekel atau setara Rp 1,3 miliar.

    Kelompok yang mengurusi tahanan Palestina, Masyarakat Tahanan Palestina, menyebut Zalbani berasal dari kamp pengungsi Shu’fat, yang terletak di sebelah timur Yerusalem Timur.

    Disebutkan oleh Masyarakat Tahanan Palestina bahwa Zalbani ditangkap oleh otoritas Tel Aviv sejak 13 Februari 2023 lalu atas tuduhan menentang pendudukan Israel.

    Rumah keluarga Zalbani juga telah dihancurkan oleh pasukan Israel, sebagai imbas atas tuduhan itu.

    Menurut Kantor Informasi Tahanan Palestina, yang dikelola Hamas, Zalbani dituduh terlibat dalam serangan yang menewaskan seorang tentara Israel di sebuah pos pemeriksaan di area kamp Shu’fat pada tahun 2023 lalu.

    Data yang dirilis oleh Masyarakat Tahanan Palestina menyebut sedikitnya 14.500 warga Palestina saat ini mendekam di penjara-penjara Israel. Dari angka tersebut, terdapat sebanyak 1.115 anak-anak di antaranya.

    Ketegangan turut meningkat di wilayah Tepi Barat sejak perang antara Hamas dan Israel berkecamuk di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu. Rentetan serangan melanda warga Palestina di Tepi Barat, yang dilakukan oleh pasukan Israel juga para pemukim Yahudi ekstremis yang tinggal di area itu.

    Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, setidaknya 915 warga Palestina tewas dan hampir 7.000 orang lainnya mengalami luka-luka akibat rentetan serangan di Tepi Barat sejak Oktober dua tahun lalu.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Israel Kembali Gempur Gaza, 3 Polisi Tewas

    Israel Kembali Gempur Gaza, 3 Polisi Tewas

    Gaza City

    Kelompok Hamas melaporkan serangan udara terbaru Israel menghantam wilayah di dekat Rafah, Jalur Gaza bagian selatan. Gempuran militer Tel Aviv itu menewaskan sedikitnya tiga polisi di area tersebut.

    Serangan udara Israel itu, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Senin (17/2/2025), menghantam wilayah Jalur Gaza bagian selatan pada Minggu (16/2) tersebut, atau sehari setelah Hamas dan Tel Aviv melakukan pertukaran sandera-tahanan sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata yang berlaku sejak 19 Januari lalu.

    Kementerian Dalam Negeri Hamas awalnya melaporkan dua polisi tewas dalam gempuran militer Israel itu, dengan satu polisi lainnya mengalami luka kritis.

    Namun dalam pernyataan lanjutan, dilaporkan bahwa polisi ketiga akhirnya meninggal dunia akibat luka-luka yang dideritanya.

    Ketiga polisi yang tewas itu dikerahkan ke area al-Shouka, sebelah timur Rafah, untuk mengamankan proses penyaluran bantuan kemanusiaan.

    Militer Israel, dalam pernyataan yang dirilisnya, menyatakan Angkatan Udaranya melancarkan satu serangan udara terhadap wilayah Jalur Gaza, yang menargetkan “beberapa individu bersenjata”.

    “Sebelumnya pada hari ini (16/2), beberapa individu bersenjata yang bergerak ke arah pasukan (Israel) di Jalur Gaza bagian selatan diserang oleh pesawat (Angkatan Udara Israel),” sebut militer Israel dalam pernyataannya.

    Sementara Hamas, dalam pernyataan terpisah, menyebut serangan udara Israel yang menewaskan tiga polisi itu sebagai “pelanggaran serius” terhadap gencatan senjata yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, sejak pertengahan Januari lalu.

    “Tembakan yang berbahaya yang dilakukan oleh drone Zionis pagi hari ini di sebelah timur kota Rafah, menargetkan elemen kepolisian yang bertugas mengamankan masuknya bantuan (kemanusiaan)… dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap perjanjian gencatan senjata,” sebut Hamas.

    Gencatan senjata yang rapuh antara Hamas dan Israel telah menghentikan sebagian besar pertempuran yang berkecamuk selama lebih dari 15 bulan terakhir di Jalur Gaza.

    Namun awal bulan ini, Tel Aviv melancarkan setidaknya satu serangan udara lainnya di Gaza, yang diklaim menargetkan “kendaraan mencurigakan” di wilayah Jalur Gaza bagian tengah.

    Gencatan senjata Gaza nyaris diakhiri ketika Hamas mengumumkan akan menunda pembebasan sandera Israel pekan lalu dan menuduh Israel melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan mereka, terutama mengenai aliran bantuan kemanusiaan.

    Merespons pengumuman Hamas, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengancam untuk melanjutkan “pertempuran sengit” di Jalur Gaza kecuali Hamas membebaskan para sandera pada Sabtu (15/2) waktu setempat.

    Dengan adanya mediasi intensif oleh Qatar dan Mesir, pertukaran sandera-tahanan akhirnya dilakukan pada Sabtu (15/2), dengan Hamas membebaskan tiga sandera Israel yang ditukarkan dengan ratusan tahanan Palestina yang dibebaskan dari penjara-penjara Israel pada hari yang sama.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Netanyahu: Gerbang Neraka Akan Terbuka Jika Hamas Tak Bebaskan Sandera

    Netanyahu: Gerbang Neraka Akan Terbuka Jika Hamas Tak Bebaskan Sandera

    Tel Aviv

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu memperingatkan bahwa “gerbang neraka akan terbuka” di Gaza jika kelompok Hamas tidak membebaskan semua sandera yang tersisa.

    Peringatan ini disampaikan Netanyahu dalam pernyataan bersama dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Marco Rubio yang sedang berkunjung ke Yerusalem pada Minggu (16/2) waktu setempat.

    Netanyahu dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Senin (17/2/2025), mengklaim Israel dan AS, sekutu dekatnya, memiliki strategi gabungan untuk menghadapi Hamas dan militan lainnya di Jalur Gaza.

    “Kami memiliki strategi yang sama, dan kami tidak selalu bisa membagikan rincian strategi ini kepada publik, termasuk kapan gerbang neraka akan dibuka, karena itu pasti akan terjadi jika semua sandera kami tidak dibebaskan hingga yang paling terakhir,” tegas Netanyahu dalam pernyataannya.

    “Kami akan memusnahkan kemampuan militer Hamas dan kekuasaan politiknya di Gaza,” cetusnya.

    “Kami akan memulangkan semua sandera kami, dan kami akan memastikan bahwa Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel,” ucap Netanyahu.

    Dia menambahkan bahwa AS selalu mendukung Israel terkait isu Gaza. “Dukungan tegas Amerika Serikat soal Gaza akan membantu kami dalam mencapai tujuan ini lebih cepat dan mengarahkan kami menuju masa depan yang berbeda,” sebutnya.

    Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Netanyahu juga mengatakan bahwa dirinya membahas dengan Rubio soal “visi berani masa depan Gaza” yang dicetuskan Presiden AS Donald Trump, dan menegaskan “akan berupaya memastikan visi tersebut menjadi kenyataan”.

    Trump baru-baru ini mencetuskan agar AS mengambil alih Jalur Gaza dan mengubah wilayah Palestina itu menjadi “Riviera-nya Timur Tengah”, setelah merelokasi lebih dari dua juta penduduk Gaza ke negara-negara lainnya, seperti Mesir dan Yordania.

    Gagasan itu menuai penolakan dan kritikan global.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Tak Setuju Ide Donald Trump Beli Jalur Gaza, Negara-Negara Arab Susun Rencana

    Tak Setuju Ide Donald Trump Beli Jalur Gaza, Negara-Negara Arab Susun Rencana

    PIKIRAN RAKYAT – Arab Saudi siap memfasilitasi pertemuan negara-negara Arab dan sekitarnya untuk menyusun rencana masa depan Jalur Gaza. Tindakan ini bertujuan untuk merespons ambisi Donald Trump yang ingin membeli wilayah tersebut.

    Beberapa hari sebelumnya, masyarakat internasional dikejutkan dengan keinginan Trump yang ingin membeli Jalur Gaza. Lalu, dibangun perumahan yang bernama Riviera Timur Tengah. Bahkan, mengajak sejumlah negara untuk turut membangunnya.

    Sedangkan warga Gaza dipindahkan ke tempat baru. Trump menjanjikan tempat yang nyaman dan indah bagi mereka. Keinginan ini dikecam banyak negara, termasuk juga oleh pemerintah Indonesia.

    Menariknya, meskipun akan membangun tempat yang baru untuk mereka, Trump menyerang sejumlah negara di Timur Tengah karena tak bersedia menerima mereka.

    Pertemuan ini akan diselenggarakan di Riyadh bulan ini. Arab Saudi, Mesir, Yordania, dan Uni Emirat Arab menjadi beberapa negara yang akan menghadirinya. Tak tertutup kemungkinan juga, hasil pertemuan ini akan diajukan kepada Presiden Amerika Serikat tersebut.

    Mesir mengusulkan agar membentuk Komite Nasional Palestina tanpa keterlibatan Hamas, meminta bantuan internasional untuk membangun kembali jalur Gaza, dan merealisasikan solusi dua negara.

    Rencana ini akan dibahas secara mendalam di pertemuan tersebut. Lalu, akan dipresentasikan pada pertemuan puncak Arab yang dijadwalkan pada tanggal 27 Februari.

    Peran Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman disebut-sebut menjadi kunci keberhasilan rencana tersebut. Putra Mahkota yang akrab disapa MbS ini dekat dengan sosok Donald Trump. Keduanya pun menjalin kerja sama yang kuat dalam bidang bisnis dan politik.

    Respons Pemerintah Amerika Serikat

    Sementara itu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio menyebut bahwa rencana Trump yang terbaik. Namun, ia tetap menerima sejumlah masukan dari sejumlah pihak.

    Rubio pun dikabarkan akan mengunjungi Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Israel untuk membahasnya. Ia berharap agar ada rencana yang bagus, tetapi tetap menyebut rencana Trump sebagai yang terbaik

    Rubio pun mengkritik sikap negara-negara Arab yang mendukung Palestina, tetapi tak bersedia menerima pengungsi dari wilayah yang saat ini porak poranda ini. Ia pun ingin agar tak ada Hamas dalam rencana alternatif yang diajukan untuk masa depan Jalur Gaza.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News