Negara: Jalur Gaza

  • Forum Jenderal Israel Kirim Pesan Keras Tolak Lanjut Perang di Gaza: Negara Zionis Bisa Pecah – Halaman all

    Forum Jenderal Israel Kirim Pesan Keras Tolak Lanjut Perang di Gaza: Negara Zionis Bisa Pecah – Halaman all

    Forum Jenderal Israel Kirim Pesan Keras Tolak Lanjut Perang di Gaza: Negara Zionis Bisa Pecah
     
    TRIBUNNEWS.COM – “Panglima Keamanan Israel”, sebuah forum jenderal yang berisi sejumlah besar mantan perwira senior tentara pendudukan Israel (IDF) mengirimkan pesan keras terhadap pemerintah Israel yang dipimpin Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu.

    Sebagai informasi, “Panglima Keamanan Israel” dipimpin oleh Mayor Jenderal (Cadangan) Matan Vilnai, mantan Wakil Kepala Staf IDF.

    Forum ini dilaporkan memiliki sebanyak lebih dari 550 mantan perwira senior militer Israel.

    Dilansir Khaberni, dalam pesan keras yang dikirim oleh Vilnai, forum tersebut memperingatkan agar pemerintah Israel tidak memulai kembali perang di Gaza.

    Forum itu juga mengatakan kalau melancarkan perang tanpa tujuan strategis yang jelas akan menyebabkan terbunuhnya sandera Israel, kondisi pendudukan berdarah di Jalur Gaza, dan menimbulkan isolasi regional bagi Israel.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    Risiko Israel Kalau Nekat Kembali Berperang di Gaza, Negara Bisa Pecah

    Vilnai mengawali suratnya dengan peringatan keras, yang menyatakan bahwa “Memulai pertempuran lagi akan menyebabkan terbunuhnya tentara IDF yang diculik, terus menipisnya kekuatan tentara Israel dengan mengorbankan banyaknya korban jiwa, dan akan menyebabkan situasi pendudukan berdarah dan berkepanjangan, yang akan menyebabkan hilangnya kesempatan regional yang belum pernah terjadi sebelumnya.”

    Dalam surat tersebut, Vilnai menawarkan alternatif lain selain kembali mulai berperang di Gaza, yaitu berfokus pada aksi politik sambil mengambil keuntungan dari pencapaian tentara Israel, klaimnya.

    Surat itu mengatakan bahwa “Pemerintah Israelsaat  bekerja melawan keinginan rakyat Israel dan menyerah pada tuntutan kelompok minoritas ekstremis sambil mempromosikan agenda untuk mencaplok tanah di Tepi Barat, memermanenkan pendudukan di Gaza, dan memperdalam konfrontasi militer.”

    Surat itu juga memperingatkan, kalau “Kebijakan saat ini membawa Israel pada pendudukan berdarah di Jalur Gaza, memperburuk mimpi buruk keamanan di Tepi Barat, mengekspos dirinya ke arah isolasi regional, dan membuang-buang kesempatan untuk menormalisasi hubungan dengan Arab Saudi.”

    Dalam konteks ini, surat tersebut mempertanyakan hak pemerintah untuk meneruskan perang setelah 500 hari perang.

    “Pemerintah Israel (memang) memiliki kewenangan resmi, tetapi tidak memiliki kewenangan yang sah dan moral untuk mengeluarkan perintah kepada tentara Israel setelah 500 hari pertempuran yang melelahkan tanpa mencapai tujuan perang untuk melanjutkan pertempuran,” tulis surat tersebut.

    Menurut pejabat senior Israel tersebut, “Pemerintah Israel berkewajiban untuk menilai kembali situasi, menetapkan tujuan yang realistis, dan menghindari membahayakan tentara dan tahanan IDF dengan slogan-slogan kosong, seperti kemenangan mutlak atau melenyapkan Hamas.”

    Para mantan perwira dalam froum jenderal tersebut memberikan ringkasan perang Israel di Gaza dan Lebanon, dengan mengklaim bahwa “pendudukan tersebut mencapai prestasi operasional dan membawa perubahan kepentingan strategis, karena sebagian besar kerangka tempur Hamas dibongkar, Hizbullah dihancurkan, dan kelemahan Iran terungkap.”

    Namun pada saat yang sama, mereka melihat bahwa “Israel masih terlibat konflik di 8 front, yang paling berbahaya adalah front internal, yaitu perpecahan di dalam negara dan serangan terhadap lembaga keamanan sebagai ‘musuh rakyat yang dipimpin dan diarahkan dari atas.’”

    Menurut surat tersebut, pemerintah sengaja menghindari penanganan “The Day After” di Gaza, yang menimbulkan bahaya nyata, tidak hanya bagi para tahanan, tetapi juga bagi eskalasi menyeluruh di Tepi Barat.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    Tiga Tujuan Utama

    Surat tersebut juga menyerukan kepada pemerintah untuk menetapkan tiga tujuan utama dalam kebijakannya terkait situasi saat ini.

    “Yang pertama adalah pembebasan tahanan “sebagai syarat pertama untuk tindakan apa pun di masa mendatang,” dan menjelaskan bahwa “menetapkan tujuan yang saling bertentangan—menggulingkan Hamas dan membebaskan para sandera—telah menyebabkan terbunuhnya para sandera,” kata surat tersebut

    Sebagai balasannya, para perwira senior Israel di forum tersebut juga menyerukan diakhirinya pertempuran di berbagai arena “sebagai bagian dari proses politik yang memungkinkan Israel untuk fokus pada ancaman Iran.”

    Menurut surat tersebut, “Penyelesaian masalah dengan Hamas mungkin akan terjadi di masa mendatang, tetapi sekarang upaya harus difokuskan pada pembebasan para sandera bahkan jika hal itu mengorbankan penarikan pasukan Israel.”

    Mengenai tujuan kedua, yaitu mendirikan pemerintahan alternatif bagi Hamas di Gaza yang dipimpin oleh Amerika Serikat, negara-negara Arab, dan Otoritas Palestina, para mantan pejabat itu menegaskan kalau “Hamas tidak dapat digulingkan tanpa pemerintahan alternatif, dan membahas pemindahan (pemindahan) dan ide-ide tidak praktis lainnya mengalihkan perhatian dari pokok bahasan utama. Setiap hari tambahan tanpa merumuskan alternatif bagi Hamas memberinya pencapaian lain.”

    “Tujuannya adalah untuk mengintegrasikan Otoritas Palestina melalui reformasi ke dalam payung keamanan regional,” imbuh mereka.

    Surat itu juga melihat kalau tujuan ketiga yang harus diperjuangkan Israel adalah merehabilitasi militer dan masyarakat Israel.

    Hal ini  mengingat bahwa “terkikisnya ketahanan sosial adalah ancaman eksistensial terbesar, dan bahwa kebijakan pemerintah saat ini membahayakan Israel lebih dari ancaman eksternal apa pun.”

    Surat itu juga menyoroti implikasi regional dari kelanjutan perang, dengan mengatakan, “Dukungan pemerintah Israel terhadap gagasan pemindahan warga Palestina dari Gaza sebenarnya membahayakan perjanjian damai dengan Mesir dan Yordania, Perjanjian Abraham, dan kemungkinan normalisasi dengan Arab Saudi, serangkaian aset strategis kelas satu.”

    Surat dari mantan perwira senior Israel menekankan bahwa “kebijakan yang bertanggung jawab memerlukan kerja sama dengan rezim moderat, bukan tindakan yang akan merugikan mereka.”

    Surat tersebut diakhiri dengan seruan tegas kepada pemerintah: “Berdasarkan pencapaian IDF yang mengesankan di berbagai bidang, pelajaran harus dipelajari dan pasukan keamanan diperkuat, tetapi batas-batas kekuatan juga harus dipahami, dan pada saat yang sama perlu untuk merumuskan strategi nasional yang akan memanfaatkan pencapaian IDF dalam aksi politik untuk mencapai tujuan nasional.”

     

    (oln/khbrn/*)

  • Hamas Bakal Bebaskan 6 Sandera dan 8 Jenazah Tawanan Israel, Nasib Gencatan Senjata Masih Abu-abu – Halaman all

    Hamas Bakal Bebaskan 6 Sandera dan 8 Jenazah Tawanan Israel, Nasib Gencatan Senjata Masih Abu-abu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hamas dilaporkan bakal segera membebaskan enam sandera Israel pada Sabtu (22/2/2025) besok.

    Pembebasan sandera ini menjadi yang terbanyak dari sebelum-sebelumnya.

    Dikutip dari The Times of Israel, Hamas juga dilaporkan akan melepas empat jenazah sandera pada Kamis (20/2/2025).

    Sementara empat jenazah sandera Israel lainnya akan dibebaskan dalam dua minggu ke depan.

    Enam sandera yang akan dibebaskan oleh Hamas adalah Avera Mengistu, Hisham al-Sayed, Omer Shem-Tov, Omer Wenkert, Eliya Cohen, dan Tal Shoham.

    Avera Mengistu dan Hisham al-Sayed merupakan warga Israel yang ditahan Hamas sejak memasuki Jalur Gaza atas kemauan mereka pada tahun 2014 dan 2015.

    Sementara Tal Shoham, Omer Shem-Tov, Omer Wenkert, dan Eliya Cohen ditangkap Hamas pada serangan 7 Oktober 2023 lalu.

    Keluarga keenam sandera yang masih hidup mengonfirmasi mereka ada dalam daftar tawanan yang dijadwalkan dibebaskan.

    “Saya melihat nama Omer di TV dan saya tidak percaya,” kata ibu Shem-Tov, Shelly, setelah menerima kabar tersebut.

    “Sekarang saya bisa mengatakan bahwa kami bisa bernapas lega, dan saya hanya menunggu untuk memeluk Omer saya,” lanjutnya.

    Sementara itu, pejabat tinggi Hamas, Khalil al-Hayya, mengatakan sandera tewas yang akan dibebaskan, termasuk “keluarga Bibas” — dua anak laki-laki dan ibu mereka yang bagi banyak orang Israel telah menjadi simbol penderitaan orang-orang yang ditawan.

    Israel belum mengonfirmasi kematian mereka, dan kantor perdana menteri mendesak masyarakat untuk tidak menyebarkan “foto, nama, dan rumor” setelah pengumuman oleh Hamas.

    “Dalam beberapa jam terakhir, kami berada dalam kekacauan,” kata anggota keluarga Bibas yang selamat dalam sebuah pernyataan, dikutip dari AP News.

    “Sampai kami menerima konfirmasi definitif, perjalanan kami belum berakhir,” lanjutnya.

    Israel telah lama menyatakan kekhawatirannya yang mendalam tentang Shiri Bibas dan kedua putranya, Kfir dan Ariel, yang menurut Hamas telah tewas dalam serangan udara Israel di awal perang.

    Suami dan ayah Yarden Bibas diculik secara terpisah dan dibebaskan bulan ini.

    Kfir, yang saat itu berusia 9 bulan, adalah sandera termuda yang disandera dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Sebuah video penculikan tersebut memperlihatkan Shiri membungkus kedua putranya yang berambut merah dengan selimut dan dibawa pergi oleh orang-orang bersenjata.

    Israel diperkirakan akan terus membebaskan ratusan tahanan Palestina, termasuk banyak yang menjalani hukuman seumur hidup atas serangan mematikan, sebagai ganti para sandera. Yang lainnya ditahan tanpa dakwaan.

    Selama tahap pertama, Israel juga akan membebaskan semua wanita dan anak-anak yang ditawan dari Gaza sejak perang dimulai.

    Nasib Gencatan Senjata Masih Abu-abu

    Meskipun Hamas dan Israel terus mengikuti aturan kesepakatan gencatan senjata, namun nasibnya masih abu-abu.

    Namun, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah menunjuk sekutu politik dekat untuk memimpin pembicaraan mengenai tahap kedua gencatan senjata saat ini di Gaza, menggantikan kepala negosiator Israel sebelumnya.

    “Dalam beberapa hari mendatang, Israel akan memasuki negosiasi Tahap B, yang merupakan tahap politik yang membahas pertanyaan tentang syarat-syarat untuk mengakhiri perang,” kata seorang sumber Israel kepada CNN.

    “Oleh karena itu, upaya Israel akan dipimpin oleh Menteri Urusan Strategis, Ron Dermer, dan ia akan melakukannya di hadapan utusan khusus Presiden AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff,” lanjutnya.

    Dermer menggantikan David Barnea, kepala badan mata-mata Israel Mossad, yang memimpin pembicaraan pada bulan Januari yang menghasilkan kesepakatan saat ini.

    Pemerintah Israel belum mengonfirmasi apakah Barnea akan tetap menjadi bagian dari tim negosiasi Israel.

    Pembicaraan mengenai tahap kedua gencatan senjata, yang akan melibatkan penarikan semua pasukan Israel dari Gaza dan pembebasan semua sandera yang masih hidup, seharusnya telah dimulai lebih dari dua minggu lalu.

    Meskipun Netanyahu mengatakan pembicaraan akan segera dimulai, tidak jelas seberapa besar komitmen perdana menteri untuk memastikan keberhasilannya.

    Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, telah berjanji untuk menarik diri dari koalisi pemerintah jika Israel tidak kembali berperang di Gaza saat gencatan senjata saat ini berakhir pada 1 Maret 2025.

    Perombakan pendekatan negosiasi Israel terjadi setelah Hamas mengatakan akan membebaskan jenazah empat sandera pada hari Kamis, termasuk dua warga Israel termuda yang ditahan oleh kelompok tersebut, Kfir dan Ariel Bibas.

    Kelompok militan tersebut diperkirakan akan membebaskan enam sandera yang masih hidup pada hari Sabtu, dan empat jenazah lainnya minggu depan – semuanya sebagai ganti tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel.

    Akan tetapi, menyingkirkan Barnea berarti menyingkirkan lembaga keamanan Israel, yang sering berselisih dengan Netanyahu.

    Ronen Bar, kepala Badan Keamanan Israel Shin Bet, tidak akan menjadi bagian dari tim negosiasi baru, kata seorang sumber yang mengetahui situasi tersebut kepada CNN.

    Sekutu Netanyahu telah meminta Perdana Menteri untuk memecat Bar, setelah dilaporkan akhir pekan lalu, Shin Bet sedang menyelidiki anggota Kantor Perdana Menteri karena melakukan lobi yang tidak pantas atas nama kepentingan negara Qatar – sesuatu yang dibantah oleh kantornya.

    Sumber Israel kedua mengatakan kepada CNN, pemerintah ingin mendesak Hamas “untuk mendapatkan lebih banyak sandera sekarang dan memperpanjang tahap pertama”.

    Mereka mengatakan “saat ini tujuannya adalah untuk mendapatkan sebanyak mungkin sandera yang masih hidup”, mengingat kondisi tiga sandera yang dibebaskan awal bulan ini sangat kurus.

    Pada Selasa, Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Sa’ar, mengatakan tahap kedua dapat ditunda jika mereka yakin ada “dialog yang konstruktif dengan kemungkinan tercapainya kesepakatan”.

    Ia juga mengatakan jika Israel yakin “negosiasi tidak menghasilkan apa-apa”, militer akan melanjutkan perang di Gaza.

    Para negosiator Hamas di Kairo tampaknya mempercepat penyampaian hasil kesepakatan tahap pertama berdurasi 42 hari, dengan menetapkan jadwal pengembalian 14 sandera terakhir dari 33 sandera yang disepakati untuk dibebaskan pada tahap pertama – semuanya harus dirampungkan minggu depan. (*)

  • Rencana Arab di Gaza Mungkin Membutuhkan 20 Miliar Dolar atau Rp 327 Triliun untuk Rekonstruksi – Halaman all

    Rencana Arab di Gaza Mungkin Membutuhkan 20 Miliar Dolar atau Rp 327 Triliun untuk Rekonstruksi – Halaman all

    Rencana Arab di Gaza Mungkin Membutuhkan 20 Miliar Dolar atau Rp 327 Triliun untuk Rekonstruksi

    TRIBUNNEWS.COM- Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi diperkirakan akan mengunjungi Riyadh untuk membahas rencana Arab untuk Gaza, yang dapat melibatkan pendanaan regional hingga 20 miliar dolar atau Rp 327 Triliun untuk rekonstruksi.

    Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi kemungkinan akan mengunjungi Riyadh pada hari Kamis, menurut dua pejabat keamanan Mesir, untuk membahas rencana Arab untuk Gaza, yang mungkin melibatkan hingga $20 miliar atau Rp 327 Triliun dari wilayah tersebut untuk rekonstruksi.

    Negara-negara Arab bersiap untuk memperdebatkan rencana untuk Gaza sehari setelahnya sebagai tanggapan atas saran Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk membangun kembali wilayah di bawah kendali AS sambil membersihkan etnis Palestina.

    Berita ini muncul saat Kementerian Keamanan Israel mengumumkan rencana untuk membentuk direktorat untuk pemindahan paksa dan pembersihan etnis di Gaza dengan nama “emigrasi sukarela dari Gaza.”

    Rencana tersebut akan mencakup “pilihan keberangkatan,” yaitu cara mengusir warga Palestina dari tanah mereka , melalui darat, laut, dan udara. 

    Arab Saudi, Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, dan Qatar akan mengevaluasi dan membahas proposal Arab di Riyadh sebelum menyampaikannya pada pertemuan puncak Arab yang dijadwalkan di Kairo pada tanggal 4 Maret, empat orang yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada Reuters. 

    Pada hari Jumat, pertemuan para pemimpin negara Arab, termasuk Yordania, Mesir, UEA, dan Qatar, dijadwalkan di Arab Saudi, yang mendorong upaya Arab pada rencana Trump, tetapi beberapa sumber mengindikasikan tanggalnya belum ditetapkan.

    Pada konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa Amerika Serikat “akan mengambil alih,” “memiliki,” dan mengubah Jalur Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah.”  

    Lebih buruknya lagi, ia mengungkapkan minggu lalu bahwa warga Palestina tidak akan memiliki hak untuk kembali ke Gaza, dan menyatakan bahwa wilayah tersebut, “Saya akan memilikinya.”

    Usulan Arab, yang terutama didasarkan pada rencana Mesir, menyerukan pembentukan komite nasional Palestina untuk mengelola Gaza tanpa keterlibatan Hamas, serta keterlibatan internasional dalam rehabilitasi tanpa pemindahan warga Palestina ke luar negeri.

    Menurut peneliti Emirat Abdulkhaleq Abdullah, komitmen sebesar $20 miliar atau Rp 327 Triliun dari pemerintah Arab dan Teluk untuk dana tersebut, yang telah diidentifikasi oleh dua sumber sebagai jumlah yang masuk akal, mungkin menjadi motivasi yang efektif bagi Trump untuk mengadopsi konsep tersebut.

    Kabinet Otoritas Palestina menyatakan hari Selasa bahwa tahap pertama dari rencana yang sedang dipertimbangkan akan menelan biaya sekitar $20 miliar atau Rp 327 Triliun selama tiga tahun, sementara sumber-sumber Mesir mengungkapkan kepada Reuters bahwa pembicaraan tentang kontribusi keuangan kawasan itu masih berlangsung.

    Menurut orang dalam, rencana itu mengharuskan pembangunan kembali diselesaikan dalam waktu tiga tahun.

    Senator Richard Blumenthal mengatakan kepada wartawan di Tel Aviv pada hari Senin bahwa pembicaraannya dengan para pemimpin Arab, khususnya Raja Abdullah, menunjukkan bahwa “mereka memiliki penilaian yang sangat realistis tentang apa peran mereka seharusnya.”

     

     

     

    SUMBER: AL MAYADEEN

  • Hamas Janji Bebaskan Seluruh Sandera Israel, Syaratnya Gencatan Senjata Permanen – Halaman all

    Hamas Janji Bebaskan Seluruh Sandera Israel, Syaratnya Gencatan Senjata Permanen – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Militan sayap kanan Palestina, Hamas berjanji akan menukar semua sandera Israel yang tersisa dengan para tahanan Palestina.

    Tawaran ini diungkap Juru bicara Hamas, Hazem Qasim melalui Telegram, Rabu (19/2/2025).

    Dalam keterangan resminya dikutip dari Al Jazeera,  Qasim mengatakan bahwa pihaknya siap menukar semua sandera Israel yang tersisa selama gencatan senjata tahap kedua di Gaza.

    Namun dengan syarat PM Israel Benjamin Netanyahu menyetujui tawaran kesepakatan gencatan senjata permanen di Gaza.

    Termasuk penarikan pasukan Israel secara keseluruhan dari daerah kantong tersebut.

    “Kami siap untuk tahap kedua di mana para tawanan akan dipertukarkan sekaligus, dengan kriteria mencapai kesepakatan yang mengarah pada gencatan senjata permanen dan penarikan penuh dari Jalur Gaza,” tegas Qasim.

    Israel dan Hamas sepakat menghentikan permusuhan pada Januari setelah berbulan-bulan melakukan perundingan yang diawasi oleh Amerika Serikat (AS) dan ditengahi oleh Qatar dan Mesir. 

    Adapun perjanjian gencatan senjata saat ini akan berakhir pada awal Maret.

    Selama  perjanjian gencatan senjata berlangsung, Hamas telah membebaskan total 16 sandera Israel sebagai bagian dari tahap pertama perjanjian gencatan senjata, dari total 33 sandera yang akan dibebaskan secara bertahap.

    Sebagai balasannya, Israel mengklaim telah membebaskan 183 dari total 300 tahanan Palestina, sebagai bagian dari pertukaran kelima dalam kesepakatan gencatan senjata Gaza antara Hamas dan Israel.

    Hamas Bebaskan 6 Sandera dan 4 Jenazah Pekan Ini

    Terpisah, seorang pejabat tinggi Hamas mengatakan kelompok militan itu akan membebaskan enam sandera Israel yang masih hidup pada hari Sabtu (22/2/2025).

    Enam sandera hidup yang dijadwalkan akan dibebaskan adalah Eliya Cohen, Tal Shoham, Omer Shem Tov, Omer Wenkert, Hisham Al-Sayed, dan Avera Mengistu, 

    Melansir dari APNews, keenam orang tersebut adalah sandera hidup terakhir yang akan dibebaskan selama tahap pertama gencatan senjata pertama.

    Tak hanya membebaskan sandera, Hamas juga akan mengembalikan jenazah empat orang lainnya pada hari Kamis (20/2/2025).

    Pemimpin Hamas Khalil al-Hayya mengatakan bahwa korban tewas yang akan dikembalikan mencakup ‘keluarga Bibas’, termasuk Yarden Bibas (suami dan ayah), serta ibunya yang sebelumnya diculik secara terpisah dan telah dibebaskan bulan ini.

    Pada awal pekan lalu, sebelum kesepakatan pembebasan sandera, Hamas sempat mengancam akan membatalkan pembebasan sandera Israel.

    Dalam keterangan resminya, Kelompok militan Hamas mengumumkan, bahwa pihaknya akan menunda pembebasan sandera Israel yang ditahan di Jalur Gaza hingga pemberitahuan lebih lanjut.

    Tindakan itu dilakukan karena Hamas menyebut Israel telah gagal mematuhi perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati sebelumnya.

    Namun, sikap Hamas mulai melunak setelah Israel mengizinkan masuknya peralatan pembersih puing dan peralatan konstruksi ke Jalur Gaza yang hancur.

    Negosiasi Tahap Kedua Gencatan Senjata Dimulai

    Meskipun kesepakatan gencatan senjata tahap pertama belum selesai, Israel kabarnya telah memulai negosiasi tidak langsung dengan kelompok militan Palestina Hamas mengenai fase kedua perjanjian gencatan senjata di Gaza pekan ini.

    “Itu akan terjadi minggu ini,” kata Gideon Sa’ar Menteri Luar Negeri Israel, Rabu (19/2/2025).

    Perundingan untuk tahap kedua kesepakatan itu seharusnya dimulai pada 2 Februari.

    Namun, Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat yang menjadi penengah antara kedua pihak mengatakan bahwa perundingan tersebut belum dilakukan secara resmi.

    Pada negosiasi tahap dua akan dibahas pengembalian sisa sandera berjumlah 64.

    Dalam perundingan kali ini, Israel dan Hamas kabarnya akan membahas beberapa isu, termasuk pemerintahan di Gaza pasca-perang.

    Kantor berita Reuters memprediksi bahwa negosiasi tahap kedua akan berjalan sulit.

    Sebab, masalah siapa yang memerintah di Gaza pasca-perang bakal ditentukan dalam perundingan kali ini.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Trump Akan Relokasi Warga Gaza, Khamenei: Rencana Bodoh!

    Trump Akan Relokasi Warga Gaza, Khamenei: Rencana Bodoh!

    Teheran

    Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mengecam rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk merelokasi warga Gaza sebagai “rencana bodoh”. Khamenei yang menyatakan penolakan, menyebut rencana Trump itu “tidak akan berhasil”.

    Kecaman Khamenei ini, seperti dilansir AFP, Rabu (19/2/2025), disampaikan saat dia bertemu dengan pemimpin kelompok Jihad Islam, Ziyad al-Nakhalah, yang sedang berkunjung ke Teheran pada Selasa (19/2) waktu setempat.

    “Rencana bodoh Amerika atau rencana-rencana lainnya terkait Gaza dan Palestina tidak akan berhasil,” sebut Khamenei dalam pernyataannya.

    Trump mengejutkan dunia, bulan ini, dengan mencetuskan rencana mengambil alih Gaza yang hancur akibat perang antara Israel dan Hamas selama 16 bulan terakhir. Rencana itu melibatkan pemindahan warga Palestina yang tinggal di Jalur Gaza ke negara-negara lainnya, seperti Mesir dan Yordania.

    Rencana Trump itu memicu kecaman dan penolakan dunia, terutama dari negara-negara Arab. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahkan memperingatkan jika rencana itu mengarah pada “pembersihan etnis” di wilayah Palestina.

    “Tidak ada rencana yang akan terlaksana tanpa persetujuan kelompok perlawanan dan rakyat Gaza,” tegas Khamenei, sembari menekankan bahwa opini publik global berpihak pada Palestina.

    Iran sebelumnya telah menolak rencana Trump tersebut, dan mengecamnya sebagai “serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya” terhadap hukum internasional dan Piagam PBB.

    “Pihak yang satu setengah tahun lalu mengklaim akan menghancurkan kelompok perlawanan dalam waktu singkat, kini menerima tahanan mereka dalam kelompok kecil dari para petempur perlawanan,” sebut Khamenei.

    Dia merujuk pada pertukaran sandera-tahanan antara Hamas dan Israel yang merupakan bagian dari kesepakatan gencatan senjata Gaza yang rapuh, yang diberlakukan mulai 19 Januari lalu.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pamer Kekuatan, Pesawat Pengebom AS Lintasi 9 Negara Timur Tengah

    Pamer Kekuatan, Pesawat Pengebom AS Lintasi 9 Negara Timur Tengah

    Washington DC

    Pesawat pengebom B-52 milik Amerika Serikat (AS) mengudara melintasi sembilan negara di kawasan Timur Tengah pekan ini. Misi ini dimaksudkan untuk memamerkan kemampuan militer Washington di kawasan tersebut.

    Komando Pusat AS atau CENTCOM dalam pernyataannya, seperti dilansir Al Arabiya, Rabu (19/2/2025), menyebut misi itu tidak hanya melibatkan pesawat pengebom AS, tapi juga melibatkan dua pesawat pengebom B-52 milik Inggris.

    Dengan didampingi sejumlah jet tempur lainnya seperti beberapa jet tempur F-15 milik AS dan jet-jet tempur dari empat negara mitra AS, pesawat-pesawat pengebom B-52 itu terbang melintasi sembilan negara di area-area yang menjadi tanggung jawab CENTCOM.

    Misi ini mencakup pengisian bahan bakar di udara dan menjatuhkan amunisi aktif.

    “Misi Satuan Tugas Pesawat Pengebom memamerkan kemampuan proyeksi kekuatan AS, komitmen terhadap keamanan regional, dan kemampuan untuk merespons aktor negara atau non-negara mana pun yang berupaya memperluas atau meningkatkan konflik di wilayah CENTCOM,” sebut Kepala CENTCOM, Jenderal Erik Kurilla, dalam pernyataannya.

    Para pejabat AS, yang enggan disebut namanya, menyebut militer negaranya memiliki kemampuan dan aset yang cukup untuk menghadapi segala ancaman yang datang dari wilayah tersebut.

    Aksi pamer kekuatan ini dilakukan saat berakhirnya pengerahan kapal induk AS, USS Harry S Truman, selama dua bulan terakhir ke kawasan Timur Tengah.

    Pengerahan pesawat pengebom B-52 ini disebut sebagai bagian dari strategi yang lebih luas untuk menyesuaikan aset militer AS di Timur Tengah, terutama karena kapal induk AS dirotasi masuk dan keluar dari wilayah tersebut.

    Pada November tahun lalu, sejumlah pesawat pengebom B-52 dan pesawat pengisi bahan bakar dikirimkan ke kawasan tersebut untuk memastikan kelanjutan kehadiran militer saat kapal induk AS, USS Abraham Lincoln, dikerahkan ke sana.

    Sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober 2023, AS mempertahankan kehadiran militer yang meningkat secara signifikan di kawasan tersebut, meskipun USS Harry S Truman telah meninggalkan kawasan itu awal bulan ini dan saat ini tidak ada kapal induk AS di kawasan Timur Tengah.

    Aset-aset militer AS, khususnya di Laut Merah, menjadi sangat penting dalam menggagalkan serangan Houthi yang didukung Iran, yang menargetkan kapal militer dan komersial yang melintas, juga menyerang target di wilayah Israel, sekutu dekat AS.

    Lihat juga video: Momen Putin Jadi Pilot Pesawat Pengebom Nuklir Tu-160M

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Hamas akan Serahkan 4 Jenazah pada Kamis dan 6 Sandera Israel pada Sabtu Pekan Ini – Halaman all

    Hamas akan Serahkan 4 Jenazah pada Kamis dan 6 Sandera Israel pada Sabtu Pekan Ini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ketua delegasi negosiasi Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) dan anggota biro politik Hamas, Khalil Al-Hayya, mengatakan Hamas akan menyerahkan empat mayat sandera pada Kamis pekan ini.

    Selain itu, Hamas juga akan membebaskan enam sandera Israel yang masih hidup pada Sabtu pekan ini.

    Ia mengatakan langkah ini diambil oleh Hamas sebagai tanggapan atas upaya mediator Qatar dan Mesir yang telah menekan Israel untuk mematuhi perjanjian gencatan senjata yang dimulai pada 19 Januari lalu.

    “Penyerahan empat jenazah tahanan pendudukan (Israel) akan dilakukan pada hari Kamis, 20 Februari 2025, termasuk jenazah keluarga Bibas, dan enam tahanan pendudukan pada hari Sabtu, 22 Februari 2025, dan pendudukan akan membebaskan rakyat kami sesuai dengan apa yang telah disepakati,” kata Khalil Al-Hayya dalam pidatonya, Selasa (18/2/2025).

    “Jenazah lainnya yang disepakati juga akan diserahkan selama minggu keenam perjanjian,” lanjutnya.

    Adapun enam sandera Israel yang masih hidup dan akan dibebaskan pada hari Sabtu (22/2/2025), termasuk Hisham al-Sayed dan Avera Mengistu.

    Pejabat Hamas itu menegaskan komitmen Hamas untuk mematuhi perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati meski Israel melanggarnya.

    “Langkah-langkah ini mencerminkan keseriusan gerakan dalam melaksanakan perjanjian, meskipun pendudukan bersikap keras kepala dan berupaya menghindari pelaksanaan kewajibannya, terutama yang berkaitan dengan urusan kemanusiaan,” katanya.

    Ia mengatakan Israel berupaya menunda pembahasan tahap kedua gencatan senjata.

    Khalil Al-Hayya menegaskan perlawanan Palestina siap terlibat dalam negosiasi untuk melakukan gencatan senjata total dan mencapai ketenangan yang berkelanjutan, penarikan penuh pasukan pendudukan dari Jalur Gaza dan menyelesaikan kesepakatan pertukaran tahanan yang mencakup semua tahanan, menurut kesepakatan yang komprehensif.
     
    Ia juga menekankan perlunya jaminan internasional yang mengikat untuk melaksanakan ketentuan ini, sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan 2735.

    Di akhir pidatonya, Khalil Al-Hayya menekankan pentingnya komitmen pendudukan Israel untuk melaksanakan semua ketentuan perjanjian, tanpa penundaan atau pengecualian.

    Selain itu Hamas menuntut masuknya peralatan berat untuk mengambil jenazah warga Palestina dan jenazah para tahanan pendudukan Israel yang terbunuh akibat pemboman Israel dan masih tertimbun di bawah reruntuhan.

    “Perlawanan Palestina akan terus bekerja sama dengan para mediator untuk memastikan pelaksanaan perjanjian dan melindungi hak-hak rakyat Palestina mengingat agresi dan penindasan yang terus berlanjut,” katanya, seperti diberitakan Al Jazeera.

    Sebelumnya, Israel dan Hamas telah melakukan enam gelombang pertukaran tahanan sejak dimulainya gencatan senjata di Jalur Gaza:

    Tanggal 19 Januari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 90 tahanan Palestina.
    Tanggal 25 Januari 2025: Empat tentara wanita Israel ditukar dengan 200 tahanan Palestina.
    Tanggal 30 Januari 2025: Tiga sandera Israel dan lima warga Thailand dibebaskan dengan imbalan 110 tahanan Palestina.
    Tanggal 1 Februari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 183 tahanan Palestina.
    Tanggal 8 Februari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 183 tahanan Palestina.
    Tanggal 15 Februari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 369 tahanan Palestina.

    Menurut perjanjian gencatan senjata, Hamas akan membebaskan 33 sandera Israel pada tahap pertama, dengan imbalan pembebasan ratusan warga Palestina.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Batas Waktu Berakhir, Israel Tolak Mundur dari 5 Lokasi di Lebanon

    Batas Waktu Berakhir, Israel Tolak Mundur dari 5 Lokasi di Lebanon

    Beirut

    Israel telah menarik mundur pasukannya dari desa-desa yang ada di wilayah Lebanon bagian selatan, ketika batas waktu penarikan pasukan yang tertunda telah berakhir pada Selasa (18/2) berdasarkan perjanjian gencatan senjata dengan Hizbullah.

    Namun sebagian pasukan Israel masih bertahan di lima lokasi di dekat perbatasan kedua negara.

    Gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah berlangsung sejak 27 November lalu, setelah pertempuran sengit berlangsung lebih dari setahun, termasuk perang besar-besaran selama dua bulan di mana Israel melancarkan operasi darat ke dalam wilayah Lebanon.

    Militer Israel, seperti dilansir AFP, Selasa (18/2/2025), mengumumkan beberapa jam sebelum batas waktu penarikan berakhir bahwa mereka akan mempertahankan pasukan di “lima titik strategis” di dekat perbatasan.

    Disebutkan militer Israel dalam pengumumannya bahwa pasukan mereka akan tetap tinggal sementara di “lima titik strategis” yang tersebar di sepanjang perbatasan untuk “terus menjaga para penduduk kami dan memastikan tidak ada ancaman langsung”.

    Menteri Pertahanan (Menhan) Israel, Israel Katz, kemudian mengonfirmasi pengerahan tersebut dan berjanji akan mengambil tindakan terhadap “pelanggaran” apa pun yang dilakukan Hizbullah.

    Sumber keamanan Lebanon mengatakan kepada AFP bahwa “pasukan Israel telah mundur dari semua desa perbatasan kecuali lima titik”.

    Militer Lebanon kemudian mengumumkan mereka telah mengerahkan pasukan ke desa-desa perbatasan di selatan negara itu dan area-area yang ditinggalkan oleh pasukan Israel.

    Markas kuat Hizbullah yang ada di Lebanon bagian selatan dan timur, serta pinggiran Beirut, mengalami kehancuran besar selama konflik lintas perbatasan terjadi. Hizbullah melancarkan serangan untuk mendukung Hamas, sekutunya, yang berperang melawan Israel di Jalur Gaza sejak Oktober 2023 lalu.

    Konflik Israel-Hizbullah itu menewaskan ribuan orang di Lebanon dan puluhan orang di Israel, juga memaksa puluhan ribu orang lainnya di kedua negara untuk mengungsi dari rumah-rumah mereka dan menghancurkan kepemimpinan Hizbullah.

    Di bawah gencatan senjata yang dimediasi Amerika Serikat (AS) dan Prancis, militer Lebanon akan dikerahkan bersama pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ketika pasukan Israel ditarik mundur dalam jangka waktu 60 hari, yang diperpanjang hingga 18 Februari.

    Hizbullah juga harus menarik mundur para petempurnya dari sebelah utara Sungai Litani, yang berjarak 30 kilometer dari perbatasan, dan membongkar sisa infrastruktur militer mereka di wilayah tersebut.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Arab Saudi Tempat Netral bagi Trump Pulihkan Hubungan AS-Rusia, MBS Menentang Rencana Trump di Gaza – Halaman all

    Arab Saudi Tempat Netral bagi Trump Pulihkan Hubungan AS-Rusia, MBS Menentang Rencana Trump di Gaza – Halaman all

    Arab Saudi Tempat Netral bagi Trump Pulihkan Hubungan AS-Rusia, MBS Menentang Rencana Trump di Gaza

    TRIBUNNEWS.COM- Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio bertemu dengan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) di Riyadh pada hari Senin (17/2/2025).

    Pemimpin Saudi berusia 39 tahun itu berada di persimpangan serangkaian konflik yang membentang dari Ukraina hingga Gaza yang ingin diselesaikan oleh pemerintahan Donald Trump.

    Di Ukraina, Arab Saudi telah muncul sebagai mediator yang nyaman bagi pemerintahan Donald Trump, mencerminkan seberapa cepat kebijakan luar negeri AS berubah di Eropa Timur.

    Arab Saudi menyambut Presiden Rusia Vladimir Putin dalam kunjungannya pada tahun 2023 ketika pemerintahan Joe Biden melobi para mitra untuk menjauhi pemimpin Rusia tersebut.

    Sekarang, dengan Donald Trump menjabat dan sekutu NATO AS dikesampingkan.

    Riyadh menjadi tempat netral yang disukai Kremlin dan Washington untuk mulai membahas diakhirinya perang di Ukraina, pembicaraan bersejarah yang menurut para analis dapat mengubah arsitektur keamanan Eropa.

    Rubio, penasihat keamanan nasional Mike Waltz, dan utusan Timur Tengah Steve Witkoff akan bertemu delegasi pejabat Rusia.

    Termasuk Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov dan penasihat Putin Yuri Ushakov, di Riyadh pada hari Selasa.

    Namun, di panggung lain, Putra Mahkota Mohammed bin Salman merupakan peserta aktif dan secara resmi berselisih dengan pemerintahan Trump.

    Rubio tiba di Arab Saudi sebagai bagian dari perjalanan Timur Tengah yang lebih luas dengan pemberhentian pertama di Israel. 

    Di sana, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memanfaatkan rencana kontroversial Trump agar AS “mengambil alih” Gaza dan mengubahnya menjadi pembangunan mewah setelah menggusur paksa penduduk Palestina di sana.

    “Setelah perang di Gaza, tidak akan ada Hamas maupun Otoritas Palestina. Saya berkomitmen pada rencana Presiden AS Trump untuk menciptakan Gaza yang berbeda,” kata Netanyahu pada hari Senin.

    Arab Saudi dengan Tegas Menolak Rencana Imigrasi Sukarela

    Sebagai tanda bahwa Israel terus maju dengan upaya untuk mengosongkan Jalur Gaza dari warga Palestina, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengumumkan pada hari Senin sebuah direktorat telah ada untuk memfasilitasi “imigrasi sukarela” warga Palestina keluar dari Gaza melalui darat, laut dan udara.

    Arab Saudi dengan tegas menolak rencana tersebut. 

    Bahkan, setelah Trump melontarkan gagasan pengambilalihan oleh AS, Riyadh menegaskan kembali prasyaratnya untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, dengan mengatakan bahwa langkah tersebut hanya akan terjadi setelah negara Palestina didirikan.

    Dorongan Netanyahu bahwa Palestina dapat mendirikan negara di kerajaan Teluk itu disambut dengan tanggapan marah dari media yang dikendalikan pemerintah Saudi.

    Di Israel, Rubio membela rencana Trump sebagai “berani”, tetapi dalam wawancara sebelumnya, ia mengatakan bahwa jika negara-negara Arab menentang usulan Trump, mereka harus mengajukan tawaran, dengan menyatakan, “Seseorang harus menghadapi orang-orang itu [Hamas].  Bukan tentara Amerika yang akan melakukannya. Dan jika negara-negara di kawasan itu tidak dapat menemukan jalan keluarnya, maka Israel harus melakukannya.”

    Bahkan beberapa sekutu terdekat Trump di AS mempertanyakan mengapa seorang presiden Amerika yang berkampanye untuk melepaskan AS dari perang asing ingin “memiliki” Gaza.

    Dalam kunjungannya ke Israel, Senator Republik Lindsey Graham mengatakan pada hari Selasa bahwa ada “sangat sedikit keinginan” bagi AS untuk mengambil alih Gaza “dengan cara, bentuk, atau wujud apa pun”. 

    Senator Demokrat Richard Blumenthal mengatakan Raja Yordania Abdullah telah memberitahunya bahwa negara-negara Arab memiliki rencana untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, mencapai penentuan nasib sendiri Palestina dan memperluas perjanjian pertahanan regional dengan Israel. 

    Sky News Arabia melaporkan pada hari Senin bahwa Hamas setuju untuk menyerahkan kendali Gaza kepada Otoritas Palestina di bawah tekanan dari Mesir. 

    Menanggapi laporan tersebut, juru bicara Netanyahu Omer Dostri menjawab di X, “Tidak akan terjadi.”

    Ketegangan Saudi-Trump? 

    Putra Mahkota Mohammed bin Salman memiliki hubungan dekat dengan lingkaran dalam Donald Trump selama masa jabatan pertamanya. 

    Ia menjalin persahabatan dengan penasihat dan menantu Trump, Jared Kushner, dan kemudian berinvestasi di grup ekuitas swasta miliknya, Affinity Partners. 

    Kushner mengusulkan penggusuran paksa warga Palestina dari Gaza sebelum Trump dan mengalokasikannya sebagai investasi real estat.

    Arab Saudi akan menjadi tuan rumah pertemuan puncak multilateral Arab pada hari Kamis untuk membahas proposal bagi Gaza pascaperang. 

    Tetangga Teluk Arab Saudi sekaligus “musuh bebuyutannya”, UEA, telah memutuskan hubungan. Duta Besar UEA untuk AS mengatakan ia tidak melihat “alternatif” untuk rencana Trump.

    Arab Saudi semakin dekat untuk menormalisasi hubungan dengan Israel sebelum serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel selatan, sebuah kesepakatan yang ingin disegel oleh pemerintahan Trump, tetapi putra mahkota Saudi telah berubah pikiran.

    Para diplomat dan analis mencoba menguraikan seberapa besar retorika sang putra mahkota ditujukan untuk konsumsi dalam negeri atau posisi tawar-menawar. 

    Sang putra mahkota secara terbuka mengatakan bahwa Israel telah melakukan genosida di Gaza.

    Dalam kemungkinan adanya ketegangan antara AS dan Arab Saudi, siaran pers dari kedua negara tersebut tidak seperti biasanya, singkat. 

    Departemen Luar Negeri tidak menyebutkan peran mediator Arab Saudi dengan Rusia – sebuah rahasia yang ingin digembar-gemborkan oleh Saudi – dan juga tidak menyebutkan rakyat Palestina.

    Arab Saudi mengeluarkan video pendek putra mahkota dan Rubio yang sedang berbicara.

    Pemerintahan Trump tidak senang dengan Arab Saudi dalam beberapa hal, kata seorang pejabat keamanan nasional AS kepada Middle East Eye.

    Kerajaan itu mengabaikan seruan Trump untuk memompa lebih banyak minyak bulan lalu. Jika seruan itu hanya gertakan, keputusan Arab Saudi untuk terus mencegah AS melancarkan serangan terhadap Houthi Yaman dari pangkalan udara adalah titik yang menyakitkan dalam hubungan tersebut.

    Trump kembali menunjuk Houthi sebagai organisasi teroris asing pada bulan Januari atas serangan mereka terhadap kapal-kapal komersial. 

    AS mengatakan Rubio dan putra mahkota membahas “keamanan Laut Merah dan kebebasan navigasi”. Arab Saudi sebagian besar telah menghentikan perangnya terhadap Houthi dan sedang dalam perundingan damai.

    Israel juga melobi pemerintahan Trump untuk mendukung serangan terhadap fasilitas nuklir Iran. Iran telah sangat dilemahkan oleh perang regional yang dipicu oleh serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Sebagai tanda berkurangnya pengaruhnya, pemerintah baru Lebanon yang pro-AS melarang penerbangan dari Iran tanpa batas waktu pada hari Senin. Hizbullah adalah pencegah utama Iran terhadap serangan langsung Israel.

    Meskipun Arab Saudi mendukung langkah pemerintahan Trump untuk meninggalkan kesepakatan nuklir 2015 pada tahun 2018, sejak itu Arab Saudi berupaya mengelola hubungan dengan Republik Islam melalui diplomasi, bahkan ketika berupaya menggantikannya di Suriah dan Lebanon.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST EYE

  • Tembak 2 Warga Israel yang Dikira Orang Palestina, Pria AS Ditangkap

    Tembak 2 Warga Israel yang Dikira Orang Palestina, Pria AS Ditangkap

    Florida

    Seorang pria Amerika Serikat (AS) ditangkap setelah menembaki sebuah kendaraan yang ditumpangi dua pria yang dia pikir orang Palestina. Dua pria yang mengalami luka-luka dalam penembakan itu ternyata merupakan warga Israel yang sedang berkunjung ke AS.

    Tersangka penembakan ini, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Selasa (18/2/2025), diidentifikasi sebagai Mordechai Brafman yang berusia 27 tahun.

    Brafman telah ditangkap oleh otoritas berwenang AS dan dijerat dua dakwaan percobaan pembunuhan terkait penembakan yang terjadi di Florida pada Sabtu (15/2) waktu setempat.

    Laporan media lokal menyebut Brafman mengakui dirinya sedang mengemudikan truknya di area Miami Beach, ketika dia melihat dua pria yang dipikirnya sebagai orang Palestina. Brafman langsung menghentikan kendaraannya, kemudian melepas tembakan dengan maksud untuk membunuh kedua pria itu.

    Namun kedua korban, yang terdiri atas seorang pria dan ayahnya, berhasil selamat dari penembakan itu. Salah satu korban terkena tembakan di bagian bahu, sedangkan satu korban lainnya terluka di bagian lengannya.

    Seorang pejabat kepolisian setempat mengonfirmasi laporan media lokal tersebut.

    Dijelaskan oleh kepolisian setempat bahwa kedua korban merupakan warga negara Israel, bukan warga Palestina seperti yang dikira oleh tersangka. Identitas kedua korban tidak diungkap ke publik.

    Kepolisian setempat juga belum mengungkapkan motif di balik penembakan ini.

    Namun para aktivis hak asasi manusia (HAM) di AS melaporkan peningkatan aksi kebencian yang didasari sentimen anti-Muslim, anti-Palestina dan anti-semitisme di negara tersebut sejak dimulainya perang antara Israel, sekutu AS, dan Hamas di Jalur Gaza pada Oktober 2023 lalu.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu