Negara: Jalur Gaza

  • ICRC Terima 4 Jenazah Sandera Israel setelah Diserahkan oleh Hamas Hari Ini – Halaman all

    ICRC Terima 4 Jenazah Sandera Israel setelah Diserahkan oleh Hamas Hari Ini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perwakilan Brigade Al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), menyerahkan empat jenazah sandera Israel kepada Palang Merah Internasional (ICRC) pada Kamis (20/2/2025).

    Sejumlah kendaraan putih ICRC tiba di lokasi penyerahan empat jenazah sandera di Jalur Gaza.

    Empat jenazah sandera Israel yang diserahkan hari ini adalah Kfir Bibas yang berusia sembilan bulan, Ariel Bibas yang berusia empat tahun, ibu mereka bernama Sheri Bibas dan satu sandera lain bernama Oded Lifshitz.

    Segera setelah kendaraan ICRC tiba, perwakilan ICRC naik ke atas panggung untuk menandatangani dokumen penyerahan para jenazah.

    Anggota ICRC kemudian mengambil peralatan untuk membawa empat jenazah sandera Israel.

    Anggota Brigade Al-Qassam membantu mengangkat empat peti jenazah ke dalam mobil yang disediakan oleh ICRC.

    Penyerahan ini merupakan pertukaran tahanan gelombang ke-7 sebagai bagian dari implementasi perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang dimulai pada 19 Januari 2025.

    Sebagai imbalan, Israel akan membebaskan sejumlah warga Palestina dari penjara-penjara Israel.

    Jenazah-jenazah tersebut akan dibawa ke Israel untuk dilakukan tes DNA sebelum diserahkan kepada pihak keluarga.

    Sebelumnya, Kfir Bibas, Ariel Bibas, Sheri Bibas, ditahan oleh Hamas dari pemukiman Zionis di Kibbutz Nir Oz yang berdekatan dengan perbatasan Jalur Gaza saat meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023.

    Ayah mereka, Yarden Bibas, telah lebih dahulu dibebaskan pada 1 Februari 2025 dalam pertukaran tahanan gelombang ke-4.

    Menurut perjanjian gencatan senjata yang disepakati oleh Israel dan Hamas, Hamas akan membebaskan 33 tahanan Israel termasuk delapan jenazah pada fase pertama, dengan imbalan pembebasan ribuan tahanan Palestina.

    Sejauh ini, Hamas telah membebaskan 19 tahanan Israel yang masih hidup dan empat jenazah sandera.

    Setelah penyerahan empat jenazah pada hari ini, Hamas akan menyerahkan enam sandera Israel yang masih hidup pada Sabtu (22/2/2025).

    Sementara itu, Hamas belum mengumumkan tanggal penyerahan empat jenazah sandera lainnya.

    Pertukaran Tahanan Israel-Hamas Fase Pertama Perjanjian Gencatan Senjata yang Telah Dilakukan:

    Tanggal 19 Januari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 90 tahanan Palestina.
    Tanggal 25 Januari 2025: Empat tentara wanita Israel ditukar dengan 200 tahanan Palestina.
    Tanggal 30 Januari 2025: Tiga sandera Israel dan lima warga Thailand dibebaskan dengan imbalan 110 tahanan Palestina.
    Tanggal 1 Februari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 183 tahanan Palestina.
    Tanggal 8 Februari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 183 tahanan Palestina.
    Tanggal 15 Februari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 369 tahanan Palestina.
    Tanggal 20 Februari 2025: Empat jenazah sandera Israel diserahkan oleh Hamas, dengan imbalan tahanan Palestina.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Pemimpin Negara Arab Gelar Pertemuan Tangkal Rencana Trump Ambil Alih Gaza

    Pemimpin Negara Arab Gelar Pertemuan Tangkal Rencana Trump Ambil Alih Gaza

    Riyadh

    Para pemimpin negara-negara Arab akan menggelar pertemuan di Arab Saudi pada Jumat (21/2) waktu setempat. Pertemuan ini akan membahas langkah menangkal rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengambil alih Gaza dan memindahkan penduduknya ke negara-negara lain.

    Gagasan kontroversial Trump itu memicu persatuan yang jarang terlihat di antara negara-negara Arab, yang secara tegas menolak rencana tersebut. Namun mereka masih berselisih paham mengenai siapa yang akan memerintah atas Jalur Gaza usai perang dan siapa yang akan membiayai rekonstruksinya.

    Pakar kebijakan luar negeri Saudi, Umer Karim, seperti dilansir AFP, Kamis (20/2/2025), mengatakan bahwa pertemuan negara-negara Arab itu akan menjadi pertemuan yang “paling penting” dalam beberapa dekade terakhir sehubungan dengan dunia Arab dan masalah Palestina.

    Trump memicu kemarahan internasional ketika mengumumkan AS akan “mengambil alih” Gaza dan memindahkan 2,4 juta warga Palestina yang tinggal di sana ke negara-negara tetangga, seperti Mesir dan Yordania.

    Seorang sumber yang dekat dengan pemerintah Saudi menuturkan kepada AFP bahwa para pemimpin Arab akan membahas “rencana rekonstruksi untuk menangkal rencana Trump bagi Gaza”.

    Raja Yordania Abdullah II dalam pertemuan dengan Trump di Gedung Putih AS, pada 11 Februari lalu, menegaskan secara langsung penolakan terhadap rencana memindahkan warga Gaza. Dia mengatakan bahwa Mesir akan menyampaikan rencana masa depan terkait Gaza dalam waktu dekat.

    Sumber Saudi yang memahami persiapan pertemuan itu menyebut pembicaraan pemimpin negara-negara Arab di Riyadh akan membahas “rencana versi Mesir” yang disebutkan Raja Abdullah II tersebut.

    Pertemuan puncak antara negara-negara Arab itu awalnya direncanakan untuk dihadiri Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, Qatar dan Yordania. Namun partisipan pertemuan itu bertambah hingga mencakup enam negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCO) dan Otoritas Palestina.

    Bagi warga Palestina, upaya apa pun untuk memindahkan mereka secara paksa dari Jalur Gaza mengingatkan pada “Nakba” yang terjadi tahun 1948 silam, ketika ratusan ribu warga Palestina melarikan diri dari pertempuran yang menyertai berdirinya Israel.

    Rekonstruksi Gaza yang hancur akibat perang Hamas-Israel akan menjadi isu penting dalam pertemuan negara-negara Arab di Saudi tersebut, setelah Trump menyoroti hal ini sebagai alasan utama untuk memindahkan penduduk Gaza saat pembangunan kembali dilakukan.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Donald Trump Tak Ingin Lagi Relokasi Warga Gaza? Mesir dan Yordania Percaya Telah Yakinkan Presiden AS

    Donald Trump Tak Ingin Lagi Relokasi Warga Gaza? Mesir dan Yordania Percaya Telah Yakinkan Presiden AS

    PIKIRAN RAKYAT – Mesir dan Yordania meyakini bahwa pihaknya telah berhasil mencegah Presiden AS Donald Trump mendukung pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza.

    Kedua negara itu menyebut bahwa AS telah mendukung rencana pascaperang Mesir untuk daerah kantong itu, diungkapkan seorang pejabat senior Mesir.

    “Ini akan menjadi rencana Mesir yang diadopsi dan didukung oleh orang-orang Arab. Itulah yang disetujui Trump,” kata pejabat itu.

    Pejabat Mesir yang berbicara secara anonim itu mengatakan kunjungan Raja Abdullah II dari Yordania ke Washington sangat penting untuk meyakinkan Trump agar membatalkan rencananya untuk mengosongkan Gaza dari warga Palestina. Kairo dan negara-negara Arab lainnya memandang hasil pertemuan Abdullah sebagai kemenangan.

    “Pertemuan tertutup itu sangat bagus,” kata pejabat Mesir tersebut.

    Tawaran Mesir dan Yordania

    Raja Abdullah tidak secara terbuka menentang Trump terkait usulannya untuk mengambil alih Jalur Gaza, tetapi pejabat Mesir itu mengatakan raja secara pribadi memperingatkan Trump bahwa rencananya akan memicu ekstremisme dan menyebabkan runtuhnya pemerintahan pro-AS di seluruh wilayah.

    “Trump tampak penuh perhatian dan simpatik, kata pejabat itu.

    Sedangkan Mesir mampu memanfaatkan momentum pertemuan Abdullah dan selanjutnya mendapatkan kepercayaan Trump untuk menjadi aktor utama di Gaza dengan berhasil bernegosiasi agar Hamas membebaskan enam tawanan hidup. Jumlah itu dua kali lipat dari jumlah yang diamanatkan oleh kesepakatan gencatan senjata.

    Hamas setuju untuk membebaskan tawanan sebagian karena Israel mengizinkan mesin berat masuk ke Gaza untuk memulai rekonstruksi, tambah pejabat itu.

    Selain itu, Israel mengizinkan rumah mobil masuk ke Gaza yang sebelumnya telah diblokirnya. Hamas mengatakan Israel melanggar gencatan senjata dengan menahan bantuan dan mengancam tidak akan membebaskan tawanan mana pun.

    Pejabat itu mengonfirmasi bahwa Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi akan melakukan perjalanan ke Riyadh, Arab Saudi, untuk membahas rencana Mesir untuk pemerintahan Gaza pascaperang. Seruan Trump agar AS mengambil alih Jalur Gaza yang terkepung dan secara paksa menggusur penduduk Palestina di sana memicu reaksi keras yang meluas di AS dan di seluruh dunia.

    Hal itu membuat kecewa mitra-mitra Arab AS, yang khawatir tentang reaksi keras rakyat Arab terhadap usulan tersebut dan meluasnya perang Israel di Gaza.

    Pembicaraan Gencatan Senjata Tahap II

    Para diplomat dan analis dibuat bertanya-tanya apakah Trump benar-benar menginginkan Jalur Gaza yang dilanda perang atau mengancam akan mengambil alih untuk mendapatkan konsesi dari negara-negara Arab. Menteri Luar Negeri Trump, Marco Rubio, menyatakan bahwa yang terakhir adalah ancaman dan negara-negara Arab harus mengajukan tawaran balasan.

    Dengan semakin populernya rencana Mesir, tampaknya Trump telah terpengaruh.

    Selama kunjungan ke Israel, Senator Republik Lindsey Graham mengatakan bahwa sangat sedikit keinginan bagi AS untuk mengambil alih Gaza dengan cara, bentuk, atau rupa apa pun.

    Senator Demokrat Richard Blumenthal mengatakan Abdullah dari Yordania telah memberitahunya bahwa negara-negara Arab memiliki rencana untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, mencapai penentuan nasib sendiri Palestina, dan memperluas perjanjian pertahanan regional dengan Israel.

    Sebelumnya Israel telah memanfaatkan usulan Trump dan telah mendirikan direktorat untuk memfasilitasi imigrasi sukarela warga Palestina dari Gaza.

    Namun, Israel juga mengatakan akan memulai negosiasi “minggu ini” pada tahap kedua gencatan senjata Gaza, yang mencakup pembicaraan tentang tata kelola Gaza pascaperang.

    Negara-negara Arab dan Otoritas Palestina (PA) telah melontarkan sejumlah rencana pascaperang untuk Jalur Gaza yang akan membuat daerah kantong itu diperintah oleh warga Palestina dari dalam dan luar daerah kantong yang tidak berafiliasi dengan Hamas.

    PA memberi tahu utusan Timur Tengah Trump, Steve Witkoff, bahwa mereka siap untuk berselisih dengan Hamas untuk memaksakan pemerintahan di Jalur Gaza.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Dokter Gaza, Hussam Abu Safiya Muncul dalam Video Israel, Tangan Diborgol dan Tampak Lemas – Halaman all

    Dokter Gaza, Hussam Abu Safiya Muncul dalam Video Israel, Tangan Diborgol dan Tampak Lemas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Direktur rumah sakit Kamal Adwan di Gaza Utara, Dr Hussam Abu Safiya untuk pertama kalinya muncul dalam kondisi memprihatinkan sejak ditangkap Israel pada Desember 2024.

    Dalam sebuah video yang dirilis media Israel pada Rabu (19/2/2025) malam, Abu Safiya terlihat dengan tangan dan kaki diborgol.

    Tidak hanya itu, ia juga tampak kelelahan dan lemas saat dikawal oleh penjaga penjara, dikutip dari Anadolu Anjansi.

    Sebagai salah satu dokter paling terkemuka di Gaza utara, Abu Safiya dikenal karena kegigihannya dalam menyelamatkan nyawa warga Palestina yang terluka di tengah pemboman Israel. 

    Namun, pada 28 Desember 2024, Kementerian Kesehatan Gaza mengumumkan bahwa ia telah ditangkap oleh tentara Israel dari dalam rumah sakit tempatnya bekerja.

    Militer Israel menahan Abu Safiya dengan status “pejuang yang tidak sah”, yang berarti ia tidak akan diadili di pengadilan biasa, melainkan ditahan berdasarkan keputusan yang dikeluarkan oleh Komandan Selatan Israel, dikutip dari Palestine Chronicle.

    Keputusan ini menuai kecaman dari berbagai pihak.

    Termasuk Pusat Hak Asasi Manusia Al Mezan, yang menyebut tindakan tersebut sebagai tindakan sewenang-wenang, ilegal, dan penuh dendam. 

    Pusat HAM tersebut juga menyoroti bahwa langkah ini mencerminkan kegagalan jaksa penuntut umum Israel dalam membuktikan tuduhan terhadap Abu Safiya.

    Taktik penahanan seperti ini, terutama terhadap warga sipil dan tenaga medis, sering kali berujung pada penyiksaan, penganiayaan, dan bahkan kematian.

    Menurut keluarganya, Abu Safiya mengalami penyiksaan berat dan kelaparan selama ditahan.

    Pernyataan ini juga telah dikonfirmasi oleh seorang pengacara yang baru-baru ini mengunjunginya.

    Penangkapannya semakin memicu kemarahan internasional setelah beredar gambar dirinya berjalan sendirian di tengah reruntuhan, mengenakan jas medis putih, dikelilingi oleh kendaraan militer Israel.

    Gambar ini menjadi simbol ketahanan rakyat Palestina di tengah agresi Israel.

    Sehari sebelum penangkapannya, pasukan Israel menyerbu Rumah Sakit Kamal Adwan, membakar fasilitasnya.

    Israel sengaja melakukan hal tersebut agar membuat fasilitas kesehatan itu tidak dapat berfungsi kembali.

    Dalam penyerbuan tersebut, pasukan Israel juga menangkap lebih dari 350 orang di dalamnya, termasuk Abu Safiya. 

    Tragedi yang menimpa Abu Safiya semakin mendalam dengan terbunuhnya putranya, Ibrahim, dalam serangan militer Israel pada 26 Oktober 2024. 

    Meski telah mengalami luka dalam serangan udara Israel pada 24 November 2024, Abu Safiya tetap bertahan di rumah sakit untuk merawat korban luka dan sakit.

    Ini menunjukkan dedikasi luar biasa sebagai seorang dokter di zona perang.

    Dengan meningkatnya agresi Israel di Gaza, kisah Abu Safiya menjadi bukti nyata harga mahal yang harus dibayar oleh tenaga medis Palestina dalam menjalankan tugas kemanusiaan mereka.

    Konflik Palestina vs Israel

    Israel telah melancakan genosida di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023.

    Sejak saat itu, Israel telah meluncurkan berbagai serangan yang menyasar semua tempat di Gaza, terutama sistem perawatan kesehatan.

    Rumah sakit menjadi sasaran utama Israel dengan pengeboman dan pengepungan.

    Serangan Israel di Jalur Gaza hingga saat ini menewaskan 48.300 warga Palestina.

    Sebagian besar korban merupakan wanita dan anak-anak.

    Saat ini, gencatan senjata sedang berlangsung di Gaza sejak 19 Januari 2025.

    Perjanjian gencatan senjata tersebut ditengahi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat antara Israel dan Hamas.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Hussam Abu Safiya dan Konflik Palestina vs Israel

  • Hamas Akan Serahkan 4 Jenazah Sandera ke Israel

    Hamas Akan Serahkan 4 Jenazah Sandera ke Israel

    Gaza City

    Kelompok Hamas akan menyerahkan empat jenazah sandera kepada Israel pada Kamis (20/2), sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata Gaza. Keempat jenazah sandera itu mencakup dua sandera termuda yang tewas saat ditahan di Jalur Gaza yang hancur digempur oleh militer Tel Aviv.

    Penyerahan jenazah sandera ini, seperti dilansir AFP, Kamis (20/2/2025), menjadi penyerahan jenazah pertama yang dilakukan Hamas sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, menyusul serangan mematikan terhadap wilayah Israel.

    Hamas mengumumkan kelompoknya akan memulangkan empat jenazah sandera yang terdiri atas Shiri Bibas, kemudian kedua anak laki-lakinya — Kfir dan Ariel — dan satu sandera lainnya yang bernama Oded Lifshitz. Penyerahan keempat jenazah sandera ini akan berlangsung di area Khan Younis, Jalur Gaza bagian selatan.

    Tiga jenazah sandera di antaranya berasal dari satu keluarga yang dikenal sebagai keluarga Bibas yang selama menjadi simbol krisis sandera yang melanda Israel sejak perang Gaza berkecamuk.

    Rekaman penculikan keluarga Bibas, yang direkam dan disiarkan Hamas selama serangan terhadap Israel, menunjukkan sang ibu, Shiri, dan kedua putranya, Ariel yang saat itu berusia empat tahun dan Kfir yang saat itu baru berusia sembilan bulan, diculik dari rumah mereka di Kibbutz Nir Oz, dekat perbatasan Gaza.

    Yarden Bibas, sang kepala keluarga, suami dari Shiri, dan ayah dari kedua bocah itu, diculik secara terpisah pada 7 Oktober 2023 lalu dan telah dibebaskan dari Jalur Gaza dalam pertukaran sandera-tahanan yang berlangsung 1 Februari lalu.

    Hamas mengumumkan pada November 2023 bahwa Shiri dan kedua anak laki-lakinya tewas akibat serangan udara Israel yang melanda Jalur Gaza. Namun kematian mereka tidak pernah dikonfirmasi oleh otoritas Israel dan bahkan hingga menit-menit terakhir, beberapa pihak menolak fakta bahwa mereka tewas.

    Pemulangan jenazah para sandera ini merupakan bagian dari tahap pertama kesepakatan gencatan senjata yang rapuh antara Hamas dan Israel, yang berlangsung sejak 19 Januari lalu. Gencatan senjata itu mengakhiri pertempuran sengit selama lebih dari 15 bulan terakhir di Jalur Gaza.

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan dalam pernyataan singkat via video bahwa hari Kamis (20/2) akan menjadi “hari yang sangat sulit bagi Negara Israel — hari yang memilukan, hari yang penuh duka”.

    Berdasarkan tahap pertama gencatan senjata Gaza, sejauh ini sudah 19 sandera Israel dibebaskan oleh Hamas yang ditukarkan dengan lebih dari 1.100 tahanan Palestina yang dibebaskan dari penjara-penjara Israel.

    Dari 14 sandera yang memenuhi syarat untuk dibebaskan pada tahap pertama, Israel menyebut delapan sandera di antaranya telah tewas.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump Ingin Ambil Alih Gaza-Pindahkan Warganya, Apa Rencana Dunia Arab?

    Trump Ingin Ambil Alih Gaza-Pindahkan Warganya, Apa Rencana Dunia Arab?

    Kairo

    Mesir dan sejumlah negara di Arab sedang menyusun rencana membangun kembali Gaza untuk memastikan warga Palestina tetap berada di wilayah tersebut tanpa harus mengungsi. Langkah itu merupakan respons terhadap Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang ingin memindahkan warga Palestina.

    Dalam usulannya, Mesir dan sejumlah negara Arab juga berencana membangun mekanisme pemerintahan di Jalur Gaza tanpa keterlibatan Hamas.

    Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengusulkan agar warga Palestina dipindah ke Mesir, Yordania, dan kemungkinan negara lain.

    Dia juga berniat mengambil alih Gaza dan mengubahnya menjadi “Riviera of The Middle East” atau kawasan pesisir yang indah di Timur Tengah.

    Kantor berita Reuters melaporkan bahwa setidaknya empat proposal sudah dirancang mengenai Gaza.

    Namun proposal yang dibuat Mesir saat ini tampaknya menjadi acuan bagi upaya dunia Arab dalam menawarkan alternatif terhadap rencana Trump.

    Seorang perempuan menjemur pakaian di rumahnya yang hancur di Kota Gaza, 17 Februari 2025 (Getty Images)

    Menurut sumber BBC, Kairo hampir menyelesaikan rincian teknis rencana tersebut yang mencakup pembersihan puing-puing dan pembangunan kembali di Gaza.

    Mereka juga mempersiapkan rencana bagaimana warga Palestina akan hidup selama periode ini dan mekanisme pemerintahan setelah perang.

    Namun, masa depan gencatan bersenjata di Gaza, khususnya Hamas dan Jihad Islam, masih dalam diskusi.

    Mesir mengatakan rencana tersebut akan dibicarakan dengan pemerintah AS.

    Baca juga:

    Tapi, sumber di Mesir mengatakan kapada BBC bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Eropa akan berperan dalam rencana tersebut.

    Mesir sedang berkonsultasi dengan sejumlah negara Arab, termasuk Yordania dan Arab Saudi, mengenai rincian rencana tersebut sebagai persiapan pertemuan regional di Riyadh pada Kamis (21/02), yang diperkirakan akan melibatkan Otoritas Palestina.

    Pertemuan ini akan disusul dengan konferensi tingkat tinggi (KTT) darurat di Kairo, Mesir, yang semula dijadwalkan pada 27 Februari, namun akhirnya ditunda karena alasan logistik dan hingga kini belum jelas kapan pertemuan itu akan digelar.

    Bagaimana rencana ini akan berjalan tanpa pemindahan massal?

    Warga Palestina kembali ke rumah-rumah mereka di Gaza bagian utara pada Januari (Reuters)

    Sebuah sumber di Mesir mengatakan kepada BBC bahwa negara-negara Arab mulai mempersiapkan rencana rekonstruksi Gaza yang melibatkan negara-negara Eropa.

    Sumber tersebut menambahkan bahwa rencana Mesir terutama difokuskan pada pembangunan kembali Gaza dan pembagian Jalur Gaza menjadi tiga zona kemanusiaan.

    Masing-masing zona terdiri dari 20 kamp untuk hunian warga yang menyediakan kebutuhan dasar seperti air dan listrik.

    Dalam rencana itu, puluhan ribu rumah mobil dan bangunan tenda akan ditempatkan di kawasan aman selama enam bulan, bersamaan dengan pemindahan puing-puing akibat perang.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Namun, saat ini hal tersebut tidak diperbolehkan oleh Israel selama tahap awal gencatan senjata.

    Rencana tersebut juga akan menekankan perlunya mengizinkan pasokan bahan bakar dan bahan rekonstruksi masuk ke Gaza secara teratur.

    Menurut rencana Mesir, rekonstruksi akan didanai oleh donor Arab dan internasional. Rencananya sekitar 50 perusahaan multinasional di bidang konstruksi bakal menyediakan unit perumahan dalam waktu 18 bulan di tiga zona Gaza yang diusulkan.

    Pendanaan rekonstruksi akan dikelola oleh sebuah komite yang terdiri dari perwakilan Arab dan internasional.

    Proposal tersebut juga mencakup pembentukan zona penyangga dan penghalang untuk menghalau penggalian terowongan di sepanjang perbatasan Gaza dengan Mesir.

    Tingkat kerusakan di sebuah lingkungan di Gaza difoto pada Februari (EPA)

    Sejumlah besar truk yang membawa rumah kontainer dan peralatan konstruksi berat yang dikirim dari Mesir ke Gaza menunggu di sisi perbatasan Mesir (Getty)

    Selain itu, proposal itu mencakup pembersihan puing-puing dan pembangunan di 20 area perumahan sementara di bagian utara, tengah, dan selatan Jalur Gaza.

    Dr Tarek al-Nabarawi, presiden Egyptian Engineers Syndicate, mengatakan kepada BBC bahwa rencana tersebut dapat memakan waktu tiga hingga lima tahun mengingat jumlah dana yang diperlukan dan banyaknya pihak yang terlibat.

    Namun, pada hari Sabtu (15/02) Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa ia tidak akan mengizinkan rumah mobil dan peralatan konstruksi memasuki Jalur Gaza.

    Dia beralasan itu karena masalah keamanan, meskipun hal ini merupakan ketentuan dari perjanjian gencatan senjata baru-baru ini.

    Baca juga:Bagaimana masa depan Hamas?

    Sumber di Mesir mengatakan kepada BBC bahwa topik paling penting dan belum terselesaikan adalah masa depan Hamas dan kelompok bersenjata lainnya di Jalur Gaza.

    Sumber tersebut menjelaskan bahwa salah satu usulan Kairo melibatkan pelucutan senjata kelompok-kelompok ini setelah negara Palestina dideklarasikan di dalam perbatasan sebelum Perang Enam Hari.

    Yerusalem Timur akan menjadi ibu kota di negara tersebut dan akan ada zona penyangga yang lokasinya belum ditentukan untuk meyakinkan Israel bahwa tidak akan ada ancaman yang berasal dari Gaza.

    Sementara itu, usulan tersebut juga melibatkan pembentukan komite Palestina untuk memerintah Gaza tanpa partisipasi Hamas.

    BBC

    Pasukan dari negara-negara Arab dan internasional akan membantu komite tersebut untuk sementara waktu dalam mengelola Jalur Gaza.

    Hamas sebelumnya menyatakan bersedia menyerahkan pemerintahan Gaza kepada komite nasional tetapi ingin berperan dalam memilih anggotanya dan tidak memperbolehkan pengerahan pasukan darat apa pun tanpa persetujuannya.

    Sumber di Mesir tersebut juga menekankan bahwa negara-negara Arab akan mendukung Otoritas Palestina dalam melatih personelnya dan bekerja sama dengan Uni Eropa.

    Bagaimana dengan rencana Trump?

    Presiden AS Donald Trump telah berulang kali menyatakan rencananya untuk merelokasi warga Palestina dari Gaza.

    Ia kerap menjustifikasi hal ini sebagai peluang untuk mengubah Gaza menjadi kawasan investasi wisata untuk keuntungan warga Palestina sendiri, mengingat mereka tidak akan lagi hidup di tengah puing-puing.

    Trump bahkan mengancam akan menghentikan bantuan ke Mesir dan Yordania jika mereka tidak menerima warga Palestina.

    Baca juga:

    Salah satu mantan editor Associated Press Timur Tengah di Kairo, Dan Perry, menulis dalam sebuah artikel untuk koran Israel, Jerusalem Post, bahwa rencana Trump merelokasi warga Palestina dari Gaza adalah untuk menekan negara-negara Arab dan warga Palestina di Gaza agar menyingkirkan Hamas dari kekuasaan.

    Hal ini juga ditujukan untuk menghentikan dukungan finansial bagi Hamas dari negara-negara Arab, khususnya Qatar.

    Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (Reuters)

    Dalam sebuah pertemuan Trump dan Raja Abdullah II dari Yordania yang digelar baru-baru ini digelar di Washington, Raja Abdullah menegaskan kepada Trump bahwa dia lebih memilih Palestina tetap berada di Gaza selama proses rekonstruksi, menurut juru bicara presiden AS, Caroline Levitt.

    Namun secara resmi, Trump lebih memilih merelokasi warga Palestina keluar dari Gaza.

    Perry meyakini Trump mungkin setuju agar warga Palestina tetap tinggal di Gaza dengan imbalan miliaran dolar untuk pembangunan kembali Gaza dan penyingkiran Hamas.

    Perry menambahkan bahwa pemerintahan sipil teknokrat dapat dibentuk di Gaza, yang terkait dengan Otoritas Palestina di Tepi Barat bekerja sama dengan Mesir dan negara-negara Teluk.

    Apa pengaruh dunia Arab terhadap Trump?

    Dr Mubarak Al-Ati, seorang analis politik Saudi, meyakini bahwa keterlibatan AS akan mempertimbangkan kepentingan yang besar di kawasan tersebut, khususnya di Arab Saudi dan Mesir.

    Ia menambahkan bahwa hubungan pribadi antara para penguasa Mesir, AS, dan Arab Saudi akan memungkinkan mereka menemukan titik temu, khususnya kunjungan Trump mendatang ke Arab Saudi, yang akan membentuk hubungan Arab-Amerika di masa mendatang.

    Sementara Dr Hassan Mneimneh, analis politik dari Washington, meyakini jika Trump memangkas bantuan militer dan ekonomi ke Mesir dan Yordania sebagai tanggapan atas rencana Arab, negara-negara ini harus menanggapinya.

    Baca juga:

    Misalnya, Riyadh harus menghentikan investasinya di AS sehingga membuka pintu bagi keterlibatan ekonomi dengan China, Rusia, Uni Eropa, Afrika, dan Amerika Selatan.

    Al-Ati menyoroti bahwa tawaran normalisasi hubungan Arab Saudi dengan Israel, yang menarik bagi AS, sebenarnya merupakan taktik negosiasi Riyadh untuk mendorong terwujudnya negara Palestina dengan perbatasan tahun 1967.

    Sumber Mesir yang tidak disebutkan namanya mencatat bahwa sindiran Kairo baru-baru ini untuk membatalkan perjanjian damai Camp David dengan Israel, yang ditandatangani pada tahun 1979, juga bisa efektif melawan Washington jika Trump menolak rencana Arab apa pun di masa depan.

    Lihat juga Video Trump Mau Ambil Alih Gaza, Liga Arab: Siklus Baru Konflik Intens Arab-Israel

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Mesir Minta Dukungan Bangun Gaza Tanpa Usir Penduduknya, Rekonstruksi Dibagi 3 Tahap – Halaman all

    Mesir Minta Dukungan Bangun Gaza Tanpa Usir Penduduknya, Rekonstruksi Dibagi 3 Tahap – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi menyerukan kepada masyarakat internasional untuk mendukung rencana pembangunan kembali Jalur Gaza tanpa menggusur warga Palestina.

    “Masyarakat internasional harus mendukung rencana untuk membangun kembali Gaza tanpa menggusur rakyat Palestina,” kata El-Sisi dalam konferensi pers yang diadakan bersama Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez di Madrid, Spanyol, pada Rabu (19/2/2025).

    “Kami juga menekankan perlunya implementasi penuh perjanjian gencatan senjata di Gaza,” lanjutnya, seperti diberitakan Al Jazeera.

    Mesir dijadwalkan menjadi tuan rumah pertemuan puncak Arab darurat mengenai perkembangan di Palestina pada 4 Maret 2025.

    Pertemuan itu akan membahas posisi Arab yang kohesif, solid, dan kuat mengenai masalah Palestina secara umum, dan menyampaikan usulan Arab yang menentang usulan sekutu Israel, Presiden Amerika Serikat Donald Trump, untuk mengusir penduduk Palestina dari Gaza.

    Rekonstruksi Jalur Gaza Dibagi 3 Tahap dalam Waktu 5 Tahun

    Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdel Aati menjelaskan Kairo telah mengembangkan visi komprehensif dan bertahap untuk pemulihan awal dan rekonstruksi di Gaza.

    Usulan tersebut mencakup penciptaan zona aman di dalam Jalur Gaza, di mana warga Palestina dapat tinggal sementara ketika Mesir dan pihak internasional membongkar dan merehabilitasi infrastruktur di Jalur Gaza.

    Lebih dari 20 perusahaan Mesir dan internasional akan berpartisipasi dalam membersihkan puing-puing dan membangun kembali infrastruktur sektor tersebut.

    Dokumen tersebut menunjuk tiga zona aman yang dilengkapi rumah mobil atau karavan dan tempat berlindung selama rekonstruksi pada enam bulan pertama.

    Selain itu, usulan Mesir menyerukan pembentukan pemerintahan Palestina yang tidak berpihak kepada Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) atau Otoritas Palestina (PA), yang akan menjalankan Jalur Gaza dan mengawasi upaya rekonstruksi.

    Usulan Mesir akan dibahas dalam pertemuan dengan pemimpin dari negara-negara Arab di Kairo pada 4 Maret mendatang.

    Sebelumnya, tidak lama setelah Israel-Hamas memulai gencatan senjata pada 19 Januari 2025, Donald Trump mempromosikan rencana untuk memindahkan warga Palestina dari Gaza ke negara-negara tetangga seperti Mesir dan Yordania, yang ditolak oleh kedua negara.

    Usulan Donald Trump juga dikecam oleh negara-negara Arab lainnya serta organisasi regional dan internasional.

    Selain itu, usulan Donald Trump menyerukan agar Amerika Serikat mengambil alih Jalur Gaza, dan membangun proyek-proyek real estat dan investasi, setelah rakyat Gaza dideportasi ke tempat lain, seperti diberitakan Al Arabiya.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Gazafikasi, Agresi Militer Israel di Jenin Masuk Bulan Kedua: Pengungsian Massal di Tepi Barat – Halaman all

    Gazafikasi, Agresi Militer Israel di Jenin Masuk Bulan Kedua: Pengungsian Massal di Tepi Barat – Halaman all

    Gazafikasi, Agresi Militer Israel di Jenin Masuk Bulan Kedua: Pengungsian Massal di Tepi Barat

    TRIBUNNEWS.COM – Tentara Israel terus melancarkan serangan militer besar-besaran di kota Jenin, Tepi Barat utara yang diduduki, dan kamp pengungsiannya, yang memaksa ribuan orang meninggalkan rumah mereka.

    Media Israel, Haaretz menamai agresi Israel dalam operasi militer bertajuk ‘Operasi Tembok Besi’ ini sebagai Gazafikasi, proses mengubah daerah-daerah operasi di Tepi Barat menjadi mirip Gaza baik dalam prosedur operasional serangan militer maupun kehancuran yang dihasilkan.

    Hari Rabu (19/2/2025) menandai 30 hari sejak pasukan Israel memulai serangan mereka di Jenin yang kemudian menyebar ke bagian lain Tepi Barat utara, termasuk Tulkarem dan kamp pengungsi Nour Shams.

    Setidaknya 26 warga Palestina telah tewas di Jenin sejak 21 Januari.

    Militer Israel juga mengerahkan ratusan personel IDF dan buldoser yang menghancurkan rumah-rumah dan merusak infrastruktur penting di kamp yang penuh sesak itu, sehingga memaksa hampir seluruh penghuninya mengungsi.

    “Kami tidak tahu apa yang terjadi di kamp, ​​tetapi pembongkaran terus berlanjut dan jalan-jalan digali,” kata Mohammed al-Sabbagh, kepala komite layanan kamp Jenin.

    Berbicara kepada wartawan pada Selasa, Wali Kota Jenin Mohammed Jarrar mengatakan tentara Israel “menggunakan pola penghancuran acak” di kamp tersebut dan sekitarnya untuk membuat kamp tersebut “tidak dapat dihuni”.

    EVAKUASI PAKSA – Pasukan Israel mengevakuasi warga Palestina dari lingkungan di Kamp Pengungsi Jenin, memaksa mereka meninggalkan daerah tersebut karena serangan dan kekerasan terus berlanjut setelah gencatan senjata di Gaza, pada tanggal 23 Januari 2025 di Jenin, Tepi Barat. (Anadolu Agency/Issam Rimawi)

    Pengungsian Massal

    Pemindahan massal warga Palestina dari berbagai bagian Tepi Barat dalam beberapa minggu terakhir menandai operasi pemindahan terbesar dalam beberapa dekade.

    Kamp-kamp tersebut, yang dibangun untuk keturunan pengungsi Palestina yang melarikan diri atau diusir dari rumah mereka pada Nakba 1948 sekitar pembentukan Israel, telah lama menjadi pusat utama bagi kelompok perlawanan yang melawan pendudukan Israel.

    Mereka telah diserbu berulang kali oleh militer Israel tetapi operasi saat ini, yang dimulai saat gencatan senjata disepakati di Jalur Gaza yang terkepung dan dibombardir, telah dilakukan dalam skala yang luar biasa besar.

    Menurut data dari Otoritas Palestina, sekitar 17.000 orang kini telah dipaksa keluar dari kamp pengungsi Jenin, sehingga hampir kosong.

    Di Nour Shams, 6.000 orang, atau sekitar dua pertiga dari populasinya, telah dipaksa keluar, dengan 10.000 lainnya meninggalkan kamp Tulkarem.

    “Mereka yang tertinggal terjebak,” kata Nihad al-Shawish, kepala komite layanan kamp Nur Shams.

    “Pertahanan Sipil, Bulan Sabit Merah, dan pasukan keamanan Palestina membawakan mereka sejumlah makanan kemarin, tetapi tentara Israel masih menghancurkan kamp dengan buldozer.”

    PENGHANCURAN – Pasukan pendudukan Israel melakukan penghancuran infrastruktur jalan dan vandalisme serta perusakan properti warga Palestina di Tepi Barat. (khaberni)

    Serangan Israel telah menghancurkan puluhan rumah dan merusak sebagian besar jalan raya serta memutus aliran air dan listrik.

    Pejabat kemanusiaan mengatakan mereka belum pernah melihat pengungsian seperti itu di Tepi Barat sejak perang Timur Tengah 1967, ketika Israel merebut wilayah sebelah barat Sungai Yordan, bersama dengan Yerusalem Timur dan Jalur Gaza.

    “Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Jika ditambah dengan kerusakan infrastruktur, kita sudah mencapai titik di mana kamp-kamp menjadi tidak layak huni,” kata Roland Friedrich, direktur urusan Tepi Barat untuk UNRWA, badan PBB untuk pengungsi Palestina.

    Pasukan Israel juga terus melakukan penangkapan terhadap warga Palestina di Tepi Barat.

    Pada hari Rabu, empat orang, termasuk dua anak-anak, ditahan dari Jenin.

    Juga pada hari Rabu, seorang wanita tua ditembak di dada dekat pintu masuk kamp pengungsi Jenin.

    Kantor berita Palestina, Wafa mengatakan pasukan Israel telah menutup pintu masuk kamp dan tentara Israel yang ditempatkan di pintu masuk utama telah menembaki orang-orang yang mencoba mendekatinya.

    Di tempat lain di Tepi Barat, pasukan Israel menyerbu dan menghancurkan sebuah rumah di Hebron, sementara buldoser militer meratakan lahan pertanian.

     

    (oln/aja/*)

     

     

  • Tolak Serahkan Senjata, Hamas Tawarkan Pembebasan Semua Sandera Sekaligus Demi Akhiri Perang Israel – Halaman all

    Tolak Serahkan Senjata, Hamas Tawarkan Pembebasan Semua Sandera Sekaligus Demi Akhiri Perang Israel – Halaman all

    Hamas Tawarkan Pembebasan Semua Sandera Israel Sekaligus Demi Akhiri Perang di Gaza

    TRIBUNNEWS.COM – Hamas dilaporkan mengusulkan pembebasan semua tawanan yang masih berada di Jalur Gaza sekaligus sebagai ganti gencatan senjata abadi dan penarikan penuh tentara Israel dari wilayah kantong yang terkepung itu.

    Dalam sebuah pernyataan pada Rabu (19/2/2025), juru bicara Hamas, Hazem Qassem menguraikan visi kelompok tersebut untuk tahap kedua dari kesepakatan gencatan senjata yang mencakup pertukaran yang diusulkan.

    “Kami siap untuk tahap kedua, di mana para tahanan akan dipertukarkan sekaligus, dengan kriteria tercapainya kesepakatan yang mengarah pada gencatan senjata permanen dan penarikan penuh dari Jalur Gaza,” kata Qassem.

    Kelompok itu juga menolak seruan Israel agar melucuti senjata dan pergi ke luar dari Jalur Gaza.

    “Syarat pendudukan untuk mengusir Hamas dari Jalur Gaza adalah perang psikologis yang tidak masuk akal, dan penarikan atau pelucutan senjata perlawanan dari Gaza tidak dapat diterima,” imbuh Qassem.

    Qassem juga menanggapi keputusan kelompok tersebut untuk menambah jumlah tawanan yang akan dibebaskan selama pertukaran tawanan berikutnya pada hari Sabtu dari tiga menjadi enam.

    BERBARIS – Tangkap layar Khaberni yang menunjukkan petempur Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, berbaris di lokasi pembebasan 3 sandera Israel, di Khan Yunis, Sabtu (15/2/2025). Hamas memberi hadiah ke sandera Israel pada prosesi pembebasan tersebut. (khaberni/tangkap layar)

    Keputusan tersebut diumumkan oleh pemimpin Hamas Khalil al-Hayya sehari sebelumnya dalam upaya yang tampaknya dilakukan untuk mempercepat pelaksanaan tahap kedua kesepakatan tersebut.

    “Penggandaan jumlah tahanan yang akan dibebaskan dilakukan sebagai respons atas permintaan mediator dan untuk membuktikan keseriusan kami dalam melaksanakan semua ketentuan perjanjian,” kata Qassem dalam pernyataan hari Rabu.

    Usulan tersebut muncul setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menentang pembebasan bertahap setiap minggu terhadap tawanan yang diambil dari Israel, dan setelah keluarga dari mereka yang tersisa di Gaza menyerukan agar mereka semua dibebaskan bersama-sama.

    TENTARA ISRAEL – Foto ini diambil pada Senin (17/2/2025) dari publikasi resmi website IDF (idf.il), memperlihatkan tentara Israel dari unit Erez bergabung dengan resimen ke-769 di Lebanon pada 5 Januari 2025. Pada 17 Februari 2025, IDF mengklaim mereka berhasil membunuh Muhammad Shahin, senior Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, di Lebanon selatan. (IDF)

    Israel Tidak Mampu Mengalahkan Hamas

    Percepatan penerapan kesepakatan itu tampaknya juga dilakukan sebagai imbalan atas diizinkannya Israel memasukkan rumah mobil dan peralatan konstruksi ke Jalur Gaza yang hancur.

    Pasukan Israel terus menutup titik-titik penyeberangan perbatasan penting selama genosida, mencegah masuknya pasokan dasar serta bahan-bahan rekonstruksi.

    Minggu lalu, Hamas mengancam akan menunda pembebasan, dengan alasan penolakan Israel untuk mengizinkan masuknya rumah mobil dan peralatan berat, di antara pelanggaran perjanjian lainnya, termasuk serangan terhadap warga Palestina.

    Kementerian Kesehatan Gaza telah mengonfirmasi 48.291 kematian dalam perang Israel di Gaza,  sementara 111.722 orang terluka. Kantor Media Pemerintah memperbarui jumlah korban tewas  menjadi sedikitnya 61.709 orang, dengan mengatakan ribuan warga Palestina yang hilang di bawah reruntuhan kini diduga tewas.

    Pemandangan Gaza dari helikopter Black Hawk AU Yordania setelah 15 bulan agresi Israel. (HO/Diego Ibarra Sánchez untuk NPR)

    Membangun kembali Gaza dapat menelan biaya $53,2 miliar, menurut laporan yang dirilis oleh Bank Dunia, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Eropa pada hari Selasa, termasuk sekitar $15,2 miliar untuk perumahan.

    Marwan Bishara, analis politik senior Al Jazeera, mengatakan “masalah yang lebih besar” bukanlah fase pertama, tetapi fase kedua atau ketiga dari kesepakatan gencatan senjata.

    Ia mengatakan Hamas dan Israel telah mencoba mengambil posisi ‘tawar’ yang tinggi, dengan pertukaran tawanan dan tahanan.

    “Masalah bagi Israel adalah meskipun berada di posisi yang lebih unggul, mereka tidak mampu mengalahkan Hamas,” katanya.

    “Namun, di sinilah Israel mendikte prosesnya – kapan dan ke mana bantuan akan masuk. Dan selama unit-unit perumahan alternatif itu tidak masuk, hal itu akan membuat keadaan menjadi cukup sulit bagi Palestina.”

    Gencatan senjata antara Israel dan Hamas mulai berlaku pada 19 Januari, setelah lebih dari 460 hari perang.

    Sejak saat itu, Israel telah melanggar perjanjian tersebut beberapa kali, dengan para pemimpinnya membahas kemungkinan kembalinya pertempuran habis-habisan di Gaza dan para menteri sayap kanan di kabinet Netanyahu bahkan mendorong pendudukan militer di daerah kantong tersebut.

    Sejak kesepakatan itu, total 1.135 warga Palestina telah dibebaskan dari penjara Israel. Israel dijadwalkan membebaskan 502 warga Palestina lagi minggu ini. Setelah penyerahan minggu lalu, jumlah tawanan yang dibebaskan oleh Hamas dan Jihad Islam Palestina telah mencapai 25 sejak 19 Januari.

    (oln/Al Jazeera/*)

     

  • Netanyahu Tunjuk Orang Kepercayaannya Pimpin Negosiasi Tahap 2 Gencatan Senjata dengan Hamas – Halaman all

    Netanyahu Tunjuk Orang Kepercayaannya Pimpin Negosiasi Tahap 2 Gencatan Senjata dengan Hamas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang pejabat Israel mengatakan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menunjuk orang kepercayaannya untuk memimpin negosiasi tahap kedua gencatan senjata dengan Hamas.

    Orang kepercayaan Benjamin Netanyahu itu merupakan Ron Dermer yang lahir di Amerika Serikat (AS).

    Ron Dermer adalah menteri kabinet yang secara luas dipandang sebagai penasihat terdekat Netanyahu.

    Ron Dermer pernah menjabat sebagai duta besar Israel untuk AS.

    Ia juga merupakan mantan aktivis Republik yang memiliki hubungan kuat dengan Presiden AS Donald Trump.

    Diberitakan Arab News, Israel dan Hamas belum menegosiasikan fase kedua gencatan senjata perang Gaza.

    Adapun fase pertama akan berakhir pada awal Maret 2025.

    Pemimpin Mesir Tegaskan Penolakannya Terhadap Rencana Trump

    Sementara itu, Pemimpin Mesir telah menegaskan kembali penentangannya terhadap pemindahan warga Palestina keluar dari Jalur Gaza, seperti yang disarankan oleh Presiden AS Donald Trump.

    Pada Rabu (19/2/2025), Presiden Abdel Fattah el-Sissi meminta masyarakat internasional untuk mendukung rencana rekonstruksi yang akan memungkinkan warga Palestina untuk tetap tinggal di Tanah Air mereka.

    Ia mengatakan rekonstruksi Gaza harus dilaksanakan “tanpa pemindahan warga Palestina dari tanah yang mereka jajah.”

    Dilansir AP News, Mesir dan Yordania telah menolak saran Trump agar mereka menerima pengungsi Palestina dalam jumlah besar.

    El-Sissi berbicara di Madrid dalam konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Spanyol Pedro Sánchez, yang juga mengecam usulan Trump, dengan mengatakan usulan tersebut akan “tidak bermoral dan bertentangan dengan hukum internasional dan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa,” serta akan berdampak tidak stabil terhadap kawasan.

    Kedua pemimpin juga menyerukan dihidupkannya kembali proses perdamaian yang mengarah pada solusi dua negara untuk konflik tersebut.

    Dikutip dari Al Jazeera, setidaknya tiga warga Palestina tewas dan 11 lainnya terluka dalam serangan Israel di Gaza dalam 24 jam terakhir, menurut Kementerian Kesehatan daerah kantong itu.

    Sebelumnya, Hamas mengusulkan pertukaran semua tawanan Israel dan tahanan Palestina sekaligus selama fase kedua kesepakatan gencatan senjata Gaza, dengan tujuan mencapai gencatan senjata permanen dan penarikan penuh pasukan Israel.

    Kelompok Palestina tersebut juga mengonfirmasi  bahwa mereka akan membebaskan enam tawanan hidup lainnya, yang akan dibebaskan pada tahap pertama, pada hari Sabtu, sementara Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar mengatakan negosiasi untuk tahap kedua  kesepakatan tersebut “akan terjadi minggu ini”.

    Di Lebanon, tim penyelamat telah menemukan jasad 23 orang setelah pasukan Israel mundur sebagian dari desa-desa dan kota-kota di selatan karena batas waktu penarikan penuh telah berakhir.

    Tentara Israel menyerbu wilayah al-Issawiya dan Silwan di Yerusalem Timur yang diduduki, mendirikan pos pemeriksaan militer di Silwan dan mengenakan denda pada kendaraan.

    SITUASI GAZA – Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English pada Rabu (19/2/2025) menunjukkan situasi di Gaza pada Rabu (19/2/2025) setelah gencatan senjata dimulai sejak 19 Januari 2025. (Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English)

    Pasukan Israel juga menangkap dua saudara lelaki Palestina dan seorang anak selama penggerebekan di kota Hebron dan kota Beit Ummar.

    Pasukan Israel menyerbu kota Nilin, sebelah barat Ramallah, dan menyerbu sejumlah rumah, termasuk rumah mantan tahanan.

    Buldoser tentara Israel menghancurkan bangunan Palestina di kota Hizma, timur laut Yerusalem Timur yang diduduki.

    Kementerian Kesehatan Gaza telah mengonfirmasi 48.297 kematian warga Palestina dalam perang Israel di Gaza, sementara 111.733 orang terluka.

    Kantor Media Pemerintah memperbarui jumlah korban tewas menjadi sebanyak 61.709 orang, dengan mengatakan ribuan warga Palestina yang hilang di bawah reruntuhan diduga tewas.

    Sebanyak 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023 dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel