Negara: Jalur Gaza

  • Kemunculan Perdana Dokter Palestina yang Ditahan Israel Menuai Kecaman Keluarga

    Kemunculan Perdana Dokter Palestina yang Ditahan Israel Menuai Kecaman Keluarga

    PIKIRAN RAKYAT – Pada Desember 2024, direktur Rumah Sakit Kamal Adwan di Beit Lahia di Jalur Gaza utara, Dr. Husam Abu Safiya ditangkap pasukan Israel. Setelah ditahan berbulan-bulan, dia muncul untuk pertama kalinya.

    Dalam kemunculan perdananya sejak ditahan, dia masih bertanya-tanya perihal alasan dia ditahan oleh Israel. Dalam tayangan di Channel 13 Israel, Abu Safiya terlihat dalam keadaan diborgol baik kaki ataupun tangannya saat berada di Penjara Ofer di Tepi Barat. 

    “Saya tidak tahu mengapa saya ada di sini…saya tidak tahu,” ujarnya.

    Abu Safiya merupakan dokter yang terus bekerja saat Israel melakukan genosida di Gaza. Menjadi dokter terkemuka berkat peran kemanusiaannya, Abu Safiya dipaksa keluar dan ditangkap saat pasukan Israel menyerbu Rumah Sakit Kamal Adwan. Dalam kondisi rumah sakit yang hancur serta dalam todongan senjata, dia lalu masuk ke tank yang dipenuhi pasukan penjajah.

    Selama genosida, Abu Safiya juga harus kehilangan putranya, Ibrahim yang meninggal dunia dalam serangan pada 26 Oktober 2024. Lalu, pada 24 November 2024 Abu Safiya juga terluka imbas serangan Israel yang menargetkan rumah sakit.

    Kendati dalam kondisi terluka, Abu Safiya tetap bertahan  dan menolak pergi. Dia memilih untuk merawat para pasien di rumah sakit.

    “Saya awalnya seorang dokter anak dan bekerja sebagai dokter pengganti sementara di Rumah Sakit Kamal Adwan,” katanya dilaporkan Anadolu Agency.

    Lebih lanjut, dia membantah soal pernah berurusan dengan tawanan Israel di rumah sakit. Dia juga membantah soal merawat para militan Palestina selama genosida berlangsung.

    “Pada akhirnya, saya menyampaikan pesan kemanusiaan, dan mereka yang menerima perawatan di fasilitas kami adalah warga sipil biasa,” tuturnya.

    Keluarga Soal kemunculan Abu Safiya

    Kemunculan Abu Safiya untuk pertama kali tersebut ditanggapi oleh keluarganya. Dalam unggahan di X, keluarga mengecam tindakan pasukan Israel dalam membelenggu Abu Safiya dengan borgol.

    “Rekaman yang disiarkan oleh media Israel terhadap ayah kami, direktur Rumah Sakit Kamal Adwan itu merupakan bentuk lain dari terorisme psikologis, yang menambah penyiksaan yang telah dialaminya selama dua bulan terakhir,” kata keluarganya.

    “Kami, keluarga Dr. Husam Abu Safiya, menolak media mana pun yang menerbitkan video tersebut tanpa membahas terorisme psikologis yang terlibat dan mengungkap manipulasi pernyataannya,” ujar pihak keluarga.

    “Melihat ayah kami diborgol dan tidak bisa bergerak seharusnya mendorong tindakan segera dan berkelanjutan untuk memastikan pembebasannya segera,” kata salah satu anggota keluarganya.

    Di tengah kemunculan pertamanya, Abu Safiya dilaporkan menjadi salah satu tahanan yang masuk dalam tahanan Palestina yang akan dibebaskan pada tahap pertama gencatan senjata.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Pengamat Israel: Hamas di Gaza Tidak Tertekan, Tidak Sedang Kesulitan, Kini Ulur Waktu – Halaman all

    Pengamat Israel: Hamas di Gaza Tidak Tertekan, Tidak Sedang Kesulitan, Kini Ulur Waktu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hamas kini disebut sedang tidak dalam kondisi tertekan setelah kesepakatan gencatan senjata dengan Israel.

    Zvi Yehezkeli, seorang pengamat dan jurnalis Israel, mengaku tidak melihat tanda-tanda bahwa Hamas sedang didera kesulitan.

    Yehezkeli mengatakan Hamas menginginkan kesepakatan gencatan senjata dengan Israel dilanjutkan.

    “Hamas ingin mengulur waktu. Hamas ingin gencatan senjata diteruskan,” katanya, Minggu malam, (23/2/2025), dikutip dari Maariv.

    Dia lalu menyinggung rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengambil alih Jalur Gaza dan memindahkan paksa warga Palestina ke luar negeri.

    “Hamas memandang ke depan. Hamas ingin menghancurkan rencana Trump, jadi Hamas menginginkan [gencatan senjata] tahap kedua atau tahap pertama yang diperpanjang.”

    “Hamas tidak dalam tekanan karena ingin mengulur waktu. Dari sudut pandangnya, waktu yang berjalan saat ini bukanlah waktu yang berdampak terhadap Hamas, melainkan Israel.”

    Dia mengklaim AS, Qatar, dan Mesir yang menjadi juru penengah perundingan Israel-Hamas bakal mendapatkan cara untuk melanjutkan tahap pertama atau ketiga negara itu akan membahas tahap kedua.

    Yehezkeli memperkirakan tahap pertama akan berlanjut dengan sejumlah mekanisme.

    Hamas: Netanyahu ingin menyabotase gencatan

    Hamas menuding Netanyahu menggunakan cara kotor untuk menyabotase gencatan senjata di Gaza yang saat ini masih memasuki tahap pertama.

    Menurut Hamas, pemerintahan Netanyahu tidak tertarik untuk merundingkan tahap kedua gencatan.

    Tahap kedua gencatan seharusnya dirundingkan saat tahap pertama yang berlangsung selama enam minggu.

    Menurut kesepakatan, apabila tahap kedua tercapai, semua sandera Israel akan dibebaskan dan gencatan senjata akan berlaku permanen di Gaza.

    “Kami meyakininya sekali lagi, permainan kotor dari pemerintahan sayap kanan itu untuk menyabotase dan merusak perjanjian dan mengirimkan pesan tentang keinginan untuk kembali mengobarkan perang,” kata Basem Naim, anggota senior Polibiro Hamas, hari Sabtu, (22/2/2025), dikutip dari Al Jazeera.

    Naim mengatakan Hamas tetap berkomitmen untuk melanjutkan gencatan senjata dan memenuhi kewajibannya. Namun, kata dia, Israel malah melanggar perjanjian.

    “Lebih dari 100 warga Palestina telah tewas dibunuh sejak tahap pertama, sebagian besar dari bantuan kemanusiaan yang disepakati tidak diizinkan masuk ke Gaza, dan penarikan mundur [tentara Israel] dari Koridor Netzarim ditunda,” kata Naim.

    Awal  bulan ini pejabat Israel mengaku kepada The New York Times bahwa klaim Hamas tentang pelanggaran Israel itu memang benar. Namun, pemerintah Israel membantahnya.

    Sebagai bagian dari kesepakatan gencatan, Israel sudah setuju untuk mengizinkan sekitar 60.000 tempat tinggal sementara dan 200.000 tenda dikirim ke Gaza. Akaan tetapi, hal itu belum dipenuhi Israel.

    Ada lebih dari 90 persen penduduk Gaza yang mengungsi. Sebagian besar wilayah Gaza juga sudah hancur menjadi puing-puing.

    Sementara itu, Netanyahu sudah mengancam akan melanjutkan perang di Gaza. Di samping itu, dia mengaku berkomitmen mendukung rencana AS untuk mengambil alih Gaza.

    Perdana menteri sayap kanan itu berulang kali mengaku bertekad mencapai tujuan Israel dalam perang di Gaza. Salah satunya adalah menghancurkan Hamas.

    Kabinetnya juga belum menggelar pemungutan suara untuk menentukan apakah syarat-syarat untuk gencatan tahap pertama telah dipenuhi guna melanjutkan ke tahap kedua.

    Pada hari Selasa pekan lalu media Israel melaporkan bahwa Netanyahu sudah menunjuk Menteri Urusan Strategis Ron Dermer untuk memimpin negosiasi tahap kedua gencatan senjata.

    (*)

  • Pasukan Israel Tingkatkan Kesiapan Operasional di Gaza, Perang Lagi?

    Pasukan Israel Tingkatkan Kesiapan Operasional di Gaza, Perang Lagi?

    Jakarta

    Militer Israel mengatakan bahwa mereka meningkatkan “kesiapan operasional” di sekitar Gaza. Hal ini disampaikan pada Minggu (23/2) setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa negara tersebut siap untuk melanjutkan pertempuran melawan Hamas.

    “Setelah penilaian situasional, diputuskan untuk meningkatkan kesiapan operasional di area sekitar Jalur Gaza,” kata militer Israel dalam sebuah pernyataan, dilansir kantor berita AFP, Senin (24/2/2025).

    Sebelumnya, Netanyahu mengatakan bahwa Israel siap untuk melanjutkan pertempuran di Jalur Gaza kapan saja. Dia sesumbar sambil berjanji untuk menyelesaikan tujuan perang, baik melalui negosiasi atau dengan cara lain.

    “Kami siap untuk melanjutkan pertempuran sengit kapan saja, rencana operasional kami sudah siap,” kata Netanyahu dalam upacara untuk pasukan tempur, sehari setelah Israel menghentikan pembebasan tahanan Palestina yang seharusnya menjadi bagian dari kesepakatan gencatan senjata, dilansir AFP, Minggu (23/2/2025).

    “Di Gaza, kita telah melenyapkan sebagian besar pasukan terorganisir Hamas, namun tidak ada keraguan-kami akan menyelesaikan tujuan perang sepenuhnya-baik melalui negosiasi atau dengan cara lain,” tambahnya.

    Gencatan senjata di Gaza, yang dimulai pada 19 Januari, sebagian besar menghentikan pertempuran dahsyat yang telah berlangsung selama lebih dari 15 bulan di wilayah Palestina.

    Tahap pertama gencatan senjata berakhir pada awal bulan Maret mendatang. Tetapi negosiasi untuk tahap berikutnya belum dilakukan, yang dimaksudkan untuk mengakhiri perang secara permanen yang dipicu oleh serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.

    Israel sebelumnya diperkirakan akan membebaskan lebih dari 600 tahanan Palestina pada hari Sabtu (22/2) sebagai imbalan atas enam sandera Israel yang dibebaskan oleh militan Hamas di Gaza.

    Namun, Netanyahu mengatakan pembebasan tahanan Palestina akan ditunda sampai Hamas menghentikan “upacara memalukan” sambil membebaskan sandera Israel.

    Hamas mengkritik keputusan Israel, menyebut pemerintah Israel membahayakan gencatan senjata Gaza setelah menghentikan pembebasan tahanan Palestina.

    “Dengan menunda pembebasan tahanan Palestina kami sesuai dengan kesepakatan gencatan senjata fase pertama, pemerintah musuh bertindak semena-mena dan membahayakan keseluruhan kesepakatan ini,” kata Bassem Naim, pejabat senior Hamas, dalam sebuah pernyataan.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Ayah Sandera Israel Protes, Hamas Tak Gelar Upacara Pembebasan Hisham Al-Sayed – Halaman all

    Ayah Sandera Israel Protes, Hamas Tak Gelar Upacara Pembebasan Hisham Al-Sayed – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Keluarga sandera Israel bernama Hisham Al-Sayed protes karena Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) tidak menggelar upacara pembebasan putranya itu.

    Hisham Al-Sayed, yang pernah mengikuti wajib militer Israel, dibebaskan oleh Hamas dalam pertukaran tahanan gelombang ke-7 di Kota Gaza pada Sabtu (22/2/2025).

    Ia yang merupakan keturunan Arab Badui berdarah Palestina, ditangkap oleh Hamas setelah ia memasuki Jalur Gaza sendirian di dekat Persimpangan Erez pada April 2015.

    Hisham Al-Sayed dibebaskan secara terpisah dari lima sandera Israel pada hari yang sama dan Hamas tidak menggelar upacara pembebasannya seperti sandera-sandera sebelumnya.

    Shaaban Al-Sayed, ayah dari sandera Israel tersebut, yang merupakan warga Arab, mengomentari kegagalan Hamas untuk menggelar upacara pembebasan putranya.

    “Alasannya bukan karena rasa hormat kepada keluarganya dan karena asal-usul Palestinanya, seperti yang dikatakan Hamas, melainkan upaya untuk menyembunyikan situasi sulitnya,” kata Shaaban Al-Sayed, ayah Hisham al-Sayed kepada Yedioth Ahronoth, Minggu (23/2/2025).

    Shaaban Al-Sayed mengatakan putranya menderita patah tulang dan dalam kondisi kritis serta hampir tidak dapat berbicara dan tidak dapat mengangkat kepalanya.

    “Mungkin mereka mengisolasinya, mereka tidak menempatkannya di dekat orang-orang. Mereka tidak ingin orang-orang melihatnya, jadi tidak ada upacara,” katanya.

    Ia mengatakan Hamas seharusnya membebaskan putranya sejak lama.

    Sebelumnya, Hamas mengatakan tidak diadakannya upacara serah terima untuk sandera Hisham al-Sayed adalah karena menghormati keluarganya, karena ia berasal dari Palestina.

    “Pendudukan Israel menelantarkan tahanan Hisham al-Sayed selama 10 tahun karena ia adalah warga Palestina di dalam wilayahnya, meskipun ia pernah bertugas di dalam (militer)nya,” kata sumber kepada Al-Jazeera.

    “Kasus perekrutan warga Palestina yang tidak wajar dari dalam pendudukan ditolak oleh semua warga Palestina,” lanjutnya.

    Pada Sabtu (22/2/2025), Hamas membebaskan enam sandera Israel dalam pertukaran tahanan gelombang ke-7.

    Sementara itu, Israel berkomitmen membebaskan 620 tahanan Palestina sebagai imbalan, namun Perdana Menteri Israel Netanyahu menunda pembebasan tersebut karena kontroversi penyerahan jenazah sandera Shiri Bibas pada Kamis (20/2/2025) sebelumnya.

    Israel mengatakan sebelumnya jenazah yang diserahkan oleh Hamas pada hari Kamis bukan milik Shiri Bibas.

    Hamas kemudian melakukan penyelidikan dan kemungkinan jenazah tersebut tercampur dengan jenazah warga Palestina di lokasi yang sama dengan pengeboman Israel pada November tahun 2023.

    Pada Jumat (21/2/2025), Hamas menyerahkan jenazah asli Shiri Bibas yang kemudian telah dikonfirmasi oleh Lembaga Forensik Israel.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Kecaman Hamas ke Netanyahu Gegara Tahanan Palestina Belum Dibebaskan

    Kecaman Hamas ke Netanyahu Gegara Tahanan Palestina Belum Dibebaskan

    Jakarta

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menunda pembebasan tahanan Palestina berdasarkan perjanjian gencatan senjata Gaza. Penundaan pembebasan tahanan itu akan dilakukan hingga Hamas mengakhiri ‘upacara yang dianggap memalukan’ saat menyerahkan sandera Israel.

    “Mengingat pelanggaran berulang Hamas –termasuk upacara memalukan yang tidak menghormati sandera kami dan penggunaan sandera secara sinis untuk propaganda– telah diputuskan untuk menunda pembebasan warga Palestina yang direncanakan kemarin (Sabtu) hingga pembebasan sandera berikutnya dipastikan, tanpa upacara yang memalukan,” kata kantor Netanyahu dalam sebuah pernyataan, dilansir AFP, Minggu (23/2/2025).

    Penundaan pembebasan tahanan Palestina itu mendapat kecaman dari Hamas. Hamas menyoroti alasan Israel.

    Hamas mengatakan hal itu sebagai dalih untuk menghindari kewajiban Israel berdasarkan perjanjian gencatan senjata Gaza.

    “Keputusan Netanyahu mencerminkan upaya yang disengaja untuk mengganggu perjanjian, merupakan pelanggaran yang jelas terhadap ketentuannya, dan menunjukkan kurangnya keandalan pendudukan dalam melaksanakan kewajibannya,” kata anggota Hamas bidang politik, Ezzat El Rashq, dalam pernyataannya, dilansir Al Arabiya, Minggu (23/2/2025).

    Dilansir Aljazeera, Hamas menilai upacara penyerahan tahanan bukanlah penghinaan terhadap para sandera yang dibebaskan. Menurutnya, upacara tersebut merupakan perlakuan manusiawi.

    “Upacara penyerahan tahanan tidak termasuk penghinaan terhadap mereka, tetapi justru mencerminkan perlakuan manusiawi yang mulia terhadap mereka”, kata Hamas, mengacu pada penyelenggaraan pembebasan tawanan.

    Diketahui, sejak gencatan senjata berlaku pada 19 Januari, Hamas telah membebaskan 25 sandera Israel. Pembebasan sandera tersebut disiapkan dalam ‘upacara’, di mana terlihat kelompok militan mengarak para tawanan di atas panggung dan tawanan melambaikan tangan kepada warga Gaza yang berkumpul untuk menyaksikan acara tersebut. Para tawanan juga berbicara melalui mikrofon.

    Dalam upacara tersebut, para sandera juga diberikan sertifikat dalam bahasa Ibrani untuk menandai berakhirnya penahanan mereka sebelum diserahkan kepada petugas Palang Merah, yang selanjutnya diserahkan kepada pasukan Israel.

    Baca berita di halaman selanjutnya.

    Keluarga Tahanan Palestina Kecewa

    Terkait penundaan pembebasan tahanan Palestina oleh Israel, keluarga tahanan Palestina mengaku kecewa dan marah dengan hal tersebut.

    “Keluarga para tawanan perang berada dalam keadaan marah, sedih, dan dendam, dan para mediator harus melakukan bagian mereka saat mereka mulai menyelesaikannya sehingga keluarga para tawanan perang dapat bersukacita atas pembebasan tawanan perang mereka yang seharusnya dibebaskan hari ini,” kata salah satu warga, Bassam al-Khatib.

    “Anda telah menerima tawanan perang Anda, jadi mengapa menunda penyerahan tawanan perang Palestina kami? Ini adalah sesuatu yang menyakitkan hati, kurangnya komitmen dan mengabaikan semua standar dan hukum internasional, dan mengabaikan negara-negara yang mensponsori perjanjian ini,” tambahnya.

    Israel Siap Lanjutkan Perang

    Benjamin Netanyahu menyebut Israel siap untuk melanjutkan pertempuran di Jalur Gaza setiap saat. Dia sesumbar sambil berjanji untuk menyelesaikan tujuan perang, baik melalui negosiasi atau dengan cara lain.

    “Kami siap untuk melanjutkan pertempuran sengit kapan saja, rencana operasional kami sudah siap,” kata Netanyahu dalam upacara dengan petugas tempur, sehari setelah Israel menghentikan pembebasan tahanan Palestina yang seharusnya menjadi bagian dari kesepakatan gencatan senjata, dilansir AFP, Minggu (23/2/2025).

    “Di Gaza, kami telah melenyapkan sebagian besar pasukan terorganisir Hamas, namun tidak ada keraguan-kami akan menyelesaikan tujuan perang sepenuhnya-baik melalui negosiasi atau dengan cara lain,” tambahnya.

    Gencatan senjata di Gaza, yang dimulai pada 19 Januari, sebagian besar menghentikan pertempuran dahsyat yang telah berlangsung selama lebih dari 15 bulan di wilayah Palestina.

    Tahap pertama gencatan senjata berakhir pada awal bulan Maret mendatang. Tetapi negosiasi untuk tahap berikutnya belum dilakukan, yang dimaksudkan untuk mengakhiri perang secara permanen yang dipicu oleh serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.

    Israel diperkirakan akan membebaskan lebih dari 600 tahanan Palestina pada hari Sabtu dengan imbalan enam sandera Israel yang dibebaskan oleh militan Hamas di Gaza.

    Namun Netanyahu mengatakan pembebasan tahanan akan ditunda sampai Hamas mengakhiri ‘upacara memalukan’ sambil membebaskan sandera Israel. Hamas menuduh Israel membahayakan gencatan senjata di Gaza setelah pemerintah menghentikan pembebasan tahanan Palestina.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Netanyahu Sesumbar Siap Lanjutkan Perang di Gaza Kapan Saja

    Netanyahu Sesumbar Siap Lanjutkan Perang di Gaza Kapan Saja

    Jerusalem

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menyebut bahwa Israel siap untuk melanjutkan pertempuran di Jalur Gaza setiap saat. Dia sesumbar sambil berjanji untuk menyelesaikan tujuan perang, baik melalui negosiasi atau dengan cara lain.

    “Kami siap untuk melanjutkan pertempuran sengit kapan saja, rencana operasional kami sudah siap,” kata Netanyahu dalam upacara dengan petugas tempur, sehari setelah Israel menghentikan pembebasan tahanan Palestina yang seharusnya menjadi bagian dari kesepakatan gencatan senjata, dilansir AFP, Minggu (23/2/2025).

    “Di Gaza, kami telah melenyapkan sebagian besar pasukan terorganisir Hamas, namun tidak ada keraguan-kami akan menyelesaikan tujuan perang sepenuhnya-baik melalui negosiasi atau dengan cara lain,” tambahnya.

    Gencatan senjata di Gaza, yang dimulai pada 19 Januari, sebagian besar menghentikan pertempuran dahsyat yang telah berlangsung selama lebih dari 15 bulan di wilayah Palestina.

    Tahap pertama gencatan senjata berakhir pada awal bulan Maret mendatang. Tetapi negosiasi untuk tahap berikutnya belum dilakukan, yang dimaksudkan untuk mengakhiri perang secara permanen yang dipicu oleh serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.

    Israel diperkirakan akan membebaskan lebih dari 600 tahanan Palestina pada hari Sabtu dengan imbalan enam sandera Israel yang dibebaskan oleh militan Hamas di Gaza.

    Namun Netanyahu mengatakan pembebasan tahanan akan ditunda sampai Hamas mengakhiri ‘upacara memalukan’ sambil membebaskan sandera Israel. Hamas menuduh Israel membahayakan gencatan senjata di Gaza setelah pemerintah menghentikan pembebasan tahanan Palestina.

    (fas/aik)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • 5 Fakta Menarik Pembebasan 6 Sandera Israel oleh Hamas di Jalur Gaza – Halaman all

    5 Fakta Menarik Pembebasan 6 Sandera Israel oleh Hamas di Jalur Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Brigade Al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), baru-baru ini merilis video yang menunjukkan proses pembebasan sandera Israel dalam gelombang ketujuh di berbagai lokasi di Jalur Gaza.

    Pembebasan ini merupakan bagian dari perjanjian gencatan senjata yang dimulai pada 19 Januari 2025.

    Hamas telah membebaskan enam sandera Israel, setelah sebelumnya menyerahkan empat jenazah sandera pada 20 Februari 2025.

    Dalam tahap pertama perjanjian ini, Hamas berkomitmen untuk membebaskan 33 sandera Israel, termasuk delapan jenazah, sementara Israel akan membebaskan ribuan tahanan Palestina.

    Perundingan untuk tahap kedua gencatan senjata ini melibatkan mediator dari Qatar dan Mesir.

    1. Tawanan IDF Cium Kening Al-Qassam

    Dalam upacara pembebasan, salah satu dari tiga tentara Israel yang dibebaskan, Omer Shem Tov, mencium kening anggota Brigade Al-Qassam.

    Tiga tentara yang dibebaskan adalah Eliya Cohen, Omer Shem Tov, dan Omer Wenkert.

    Upacara tersebut berlangsung di Kamp Nuseirat, Jalur Gaza.

    2. Pembebasan Sandera Dibagi Tiga Grup

    Proses pembebasan dibagi menjadi tiga grup.

    Grup pertama terdiri dari Tal Shoham dan Avera Mengistu yang dibebaskan di Rafah.

    Grup kedua, yang terdiri dari tiga tentara Israel, dibebaskan di Kamp Nuseirat.

    Sementara itu, Hisham Al-Sayed, sandera lainnya, dibebaskan secara terpisah di Kota Gaza utara tanpa upacara.

    3. Hamas Pamer Senjata

    Selama upacara pembebasan, Hamas memamerkan berbagai senjata yang mereka rampas dari pertempuran dengan pasukan Israel.

    Upacara ini dihadiri oleh masyarakat Gaza dan beberapa formasi Brigade Al-Qassam, termasuk Unit Bayangan yang bertanggung jawab atas tawanan.

    4. Pembebasan Tanpa Upacara

    Hisham Al-Sayed, sandera keenam, dibebaskan tanpa upacara sebagai bentuk penghormatan kepada warga Palestina di dalam Israel.

    Ia telah ditahan selama 10 tahun dan merupakan warga Palestina yang pernah bertugas di militer Israel.

    5. Israel Akan Bebaskan 620 Tahanan Palestina

    Sebagai imbalan atas pembebasan enam sandera Israel, Israel akan membebaskan 620 tahanan Palestina dari penjara.

    Ini termasuk 50 tahanan yang dijatuhi hukuman seumur hidup dan 60 tahanan lainnya dengan hukuman panjang, sebagai tambahan terhadap 47 tahanan yang dibebaskan sebelumnya dalam kesepakatan Wafa al-Ahrar.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Israel Tunda Bebaskan 620 Tahanan Palestina, Netanyahu: Ini akibat Hamas Salah Kirim Jenazah Sandera – Halaman all

    Israel Tunda Bebaskan 620 Tahanan Palestina, Netanyahu: Ini akibat Hamas Salah Kirim Jenazah Sandera – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel memutuskan untuk menunda pembebasan 620 tahanan Palestina pada gelombang ke-7 pada Sabtu (22/2/2025).

    Pembebasan tersebut sebagai bagian dari tahap pertama perjanjian gencatan senjata yang disepakati dengan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) yang berlaku mulai 19 Januari 2025.

    Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan penundaan ini terjadi karena Israel mengklaim Hamas melanggar perjanjian gencatan senjata.

    “Hamas sengaja merendahkan martabat para tahanan dan mengeksploitasi mereka untuk mencapai tujuan politik,” kata kantor Netanyahu dalam pernyataannya, Sabtu (22/2/2025).

    Kantor Netanyahu mengatakan keputusan untuk menunda pembebasan tahanan Palestina akan terus berlanjut hingga pembebasan tahanan dijamin tanpa apa yang digambarkannya sebagai dekrit yang memalukan.

    Sementara itu, Otoritas Urusan Tahanan Palestina dan Tahanan yang Dibebaskan mengonfirmasi Israel telah menunda pembebasan tahanan hingga pemberitahuan lebih lanjut.

    Seorang koresponden Axios mengutip seorang pejabat Israel yang mengatakan, “Penundaan pembebasan tahanan Palestina diputuskan setelah dua pertemuan keamanan yang diadakan oleh Netanyahu pada Sabtu malam.”

    Para pemimpin dinas keamanan merekomendasikan untuk tidak menunda pembebasan tahanan Palestina karena khawatir hal ini dapat mempengaruhi proses pengambilan empat jenazah sandera Israel yang masih ditahan di Jalur Gaza.

    “Pada akhir sesi pertama, kecenderungannya adalah membebaskan tahanan Palestina, tetapi keputusan berubah selama sesi kedua, yang hanya dihadiri oleh Netanyahu, Menteri Pertahanan Yisrael Katz , Menteri Luar Negeri Gideon Sa’ar , dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich,” kata pejabat Israel.

    Pembebasan Ditunda, Tahanan Palestina Dikembalikan ke Penjara Israel

    Media Israel mengutip sumber yang mengatakan para tahanan Palestina dinaikkan ke dalam bus dan kemudian dibawa pergi lagi dan dikembalikan ke penjara mereka.

    Sementara itu, Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan krunya menarik diri dari Rumah Sakit Hadassah di Yerusalem setelah pembatalan penyerahan tahanan yang terluka, Kazem Zawahra.

    Otoritas Penyiaran Israel mengatakan penundaan itu sebagai pembalasan Israel karena Hamas sebelumnya melakukan kesalahan ketika menyerahkan jenazah sandera Israel, Shiri Bibas, pada Kamis (20/2/2025), yang ternyata milik wanita Palestina.

    “Israel memutuskan untuk menunda pembebasan tahanan sebagai tanggapan atas pengiriman jenazah wanita Palestina oleh Hamas untuk menggantikan Shiri Bibas,” kata Otoritas Penyiaran Israel.

    Sementara itu, Hamas mengatakan kesalahan itu mungkin karena jenazah sandera Israel tumpang tindih dengan jenazah orang-orang Palestina yang terkena serangan Israel di kawasan penahanan sandera pada November tahun 2023.

    Pada Jumat (21/2/2025), Hamas telah menyerahkan jenazah Shiri Bibas, yang kemudian diidentifikasi oleh Lembaga Forensik Israel dan menyatakan jenazah tersebut benar milik Shiri Bibas.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Tentara Israel Cium Kening Pasukan Hamas saat Dibebaskan, Tampak Bahagia dan Tersenyum Lebar – Halaman all

    Tentara Israel Cium Kening Pasukan Hamas saat Dibebaskan, Tampak Bahagia dan Tersenyum Lebar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Brigade Al-Qassam dan kelompok perlawanan Palestina membebaskan tiga tentara Israel, Sabtu (22/2/2025).

    Dalam pemulangan sandera yang menjadi bagian dari kesepakatan gencatan senjata, terdapat momen menarik.

    Di mana salah seorang tentara Israel tampak mencium kening dua pasukan sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam.

    Tentara Israel yang mengenakan seragam militernya itu tampak bahagia ketika di bawa di hadapan warga Palestina dalam acara pembebasan.

    Tampak dirinya merengkuh kepala pasukan Brigade Al-Qassam dan mencium kening mereka.

    Pasukan Brigade Al-Qassam pun tampak menyambut hangat perlakuan tentara Israel tersebut, mengutip tayangan video yang diunggah akun X Palestine Chronicle.

    Dilaporkan tindakan ini sangat kontras dengan perlakuan brutal terhadap tahanan Palestina di penjara pendudukan.

    Sementara itu di momen pembebasan, lagu kebangsaan Palestina bergema sebagai latar belakang. 

    Diketahui gelombang ketujuh pertukaran tahanan Israel berlangsung pada hari Sabtu, hal ini menandai kelanjutan perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Gaza. 

    Brigade Al-Qassam mengerahkan sejumlah pejuang untuk memfasilitasi penyerahan enam tawanan Israel ke Palang Merah Internasional di Rafah dan Nuseirat, masing-masing di Jalur Gaza selatan dan tengah.

    Dua tahanan akan diserahkan di Rafah, sementara empat lainnya di Nuseirat, sumber dari gerakan Hamas mengonfirmasi.

    Koresponden Al Jazeera, Hani Al Shaer, melaporkan bahwa platform serah terima itu sengaja diisi dengan pesan-pesan politik dan keamanan. 

    Di antara visual tersebut terdapat gambar para pemimpin Brigade Qassam terkemuka, termasuk mendiang panglima tertinggi, Mohammed Deif.

    Salah satu gambar yang menonjol menunjukkan sekelompok bersenjata berjalan menuju Kubah Batu, disertai slogan, “Kita bisa mengubah arah sejarah,” sebuah pengingat kuat akan perlawanan abadi meskipun adanya tekanan regional dan global.

    Bagian tengah panggung menampilkan gambar Yahya Sinwar, komandan Operasi “Banjir Al-Aqsa,” saat ia mengamati pertempuran di Rafah sebelum ia meninggal pada bulan Oktober 2024. 

    Di sebelahnya terdapat model menara militer yang menjadi sasaran Operasi “Vanishing Illusion” pada tahun 2006, yang menyebabkan penangkapan tentara Israel Gilad Shalit. 

    Gambar lain menampilkan perwira Israel Hadar Goldin, yang ditangkap oleh pejuang perlawanan pada tahun 2014, setelah kampanye pengeboman Israel yang menghancurkan dan menewaskan lebih dari 100 warga Palestina.

    Fitur baru yang mencolok dari serah terima ini adalah dipajangnya senjata Israel yang disita selama operasi baru-baru ini, diletakkan terbalik di atas panggung untuk melambangkan kegagalan pasukan Israel dalam mencapai tujuan militer mereka.

    (Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

  • Netanyahu ke Tulkarm Perintahkan ‘Rata Tanah’, Israel Secara De Facto Kuasai 44,5 Persen Tepi Barat – Halaman all

    Netanyahu ke Tulkarm Perintahkan ‘Rata Tanah’, Israel Secara De Facto Kuasai 44,5 Persen Tepi Barat – Halaman all

    Netanyahu Datangi Tulkarm Perintahkan ‘Rata Tanah’, Israel Secara De Facto Kuasai 44,5 persen Tepi Barat

    TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, Jumat (21/2/2025) dilaporkan mendatangi langsung Kamp Pengungsi Tulkarm di Utara Tepi Barat, The National melaporkan Sabtu (22/2/2025).

    Pada kesempatan itu, Netanyahu mengatakan Militer Israel (IDF) akan memperluas operasi militer besar-besaran di Tepi Barat yang diduduk.

    “Netanyahu, yang berpidato di Kamp Pengungsi Tulkarm yang hancur dan sebagian besar kosong di utara Tepi Barat yang diduduki, memberi perhatian khusus pada dugaan serangan teror “sangat serius” pada hari Kamis di mana tiga bus kosong meledak di pinggiran kota Tel Aviv,” kata laporan tersebut.

    Kunjungan Netanyahu dilakukan saat pasukan IDF melanjutkan operasi yang dijuluki “Tembok Besi” yang telah menggusur puluhan ribu warga Palestina dan menghancurkan sejumlah besar properti dan infrastruktur pribadi.

    Agresi besar-besaran ini memicu kekhawatiran bahwa Israel berusaha mengulangi perangnya di Gaza di Tepi Barat.

    Israel berdalih pihaknya meluncurkan operasi tersebut untuk memerangi ‘teror’.

    “Tahun lalu, kita telah meningkatkan aktivitas kita secara signifikan,” kata Netanyahu kepada pasukan IDF di lokasi kejadian. 

    Netanyahu juga mengindikasikan perintah ‘rata tanah’ bagi segala infrastruktur kota warga Palestina di Tepi Barat.

    “Kita memasuki benteng-benteng terorisme, menghancurkan seluruh jalan, dan melenyapkan teroris,” katanya.

    Empat kamp pengungsi di wilayah utara – Jenin , Tulkarm, Nur Shams, dan El Far’a – merupakan yang paling parah terkena dampak.

    Badan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA, mengatakan kamp Jenin “dilaporkan hampir sepenuhnya kosong dari penghuninya”.

    Badan tersebut juga melaporkan pasukan Israel menggunakan “persenjataan dan taktik militer yang semakin canggih”, sementara 17 serangan udara Israel tercatat antara tanggal 3 Februari hingga 9 Februari.

    Badan kemanusiaan PBB OCHA mengatakan 51 warga Palestina telah tewas dalam operasi tersebut hingga Kamis.

    Kementerian kesehatan Palestina mengumumkan kematian lainnya pada Jumat – seorang gadis berusia 13 tahun, Omar Amouri, yang terkena tembakan Israel di kamp Jenin.

    Komite Penyelamatan Internasional mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Kamis bahwa sedikitnya 224 anak telah tewas di Tepi Barat yang diduduki sejak Januari 2023.

    Pidato Netanyahu dari Tulkarem disampaikan tak lama setelah Menteri Pertahanan Israel Katz berkunjung untuk mengeluarkan peringatan serupa dan berjanji akan mengintensifkan operasi Israel.

    “Kami sedang berperang melawan teror Islam ekstremis dan kami akan menang, di sini, di Gaza, dan di mana pun,” kata Katz.

    Batalyon Tulkarm. (khaberni)

    Batalyon Tulkarm Brigade Qassam Kirim Pesan

    Batalyon Tulkarm Brigade Qassam mengeluarkan pesan kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu setelah pasukannya menyerbu kamp Tulkarm pada hari Jumat.

    Komandan batalion tersebut memperingatkan bahwa upaya apa pun untuk menekan gerakan mereka pada akhirnya akan gagal.

    “Pesan kami kepada musuh, yang dipimpin oleh teroris Netanyahu, adalah bahwa semua upaya untuk menggagalkan proyek jihad akan gagal. Apa yang akan terjadi selanjutnya akan lebih buruk dan lebih pahit,” kata komandan Brigade Qassam – Batalyon Tulkarm, yang mengisyaratkan tekad mereka untuk melanjutkan operasi, dilansir RNTV. 

    Perdana Menteri Israel menyerbu kamp Tulkarm dan mengumumkan bahwa ia telah menginstruksikan peluncuran operasi militer tambahan di Tepi Barat. 

    Netanyahu menyatakan bahwa keputusan ini diambil sebagai respons terhadap serangkaian ledakan bus yang terjadi kemarin, Kamis, di seluruh Tel Aviv yang telah meningkatkan kekhawatiran keamanan.

    Pemukim Israel kembali ke pos terdepan Israel ilegal Homesh, setelah bentrokan antara pasukan keamanan Israel dan Palestina, memprotes kembalinya pemukim ke daerah tersebut, di desa Burqah Tepi Barat yang diduduki, pada 23 Desember 2021. (dok/AFP)

    Peta Tunjukkan Kendali de Facto Israel atas 44,5 persen Wilayah Tepi Barat

    Di tengah niat terang-terangan Israel menguasai Tepi Barat ini, Departemen Urusan Negosiasi Organisasi Pembebasan Palestina  pada Jumat, melansir sebuah peta yang menunjukkan bahwa 44,5 persen tanah Tepi Barat sekarang berada di bawah kendali Israel.

    Peta tersebut, yang disertakan dalam laporan yang diterbitkan oleh departemen tersebut, memberikan gambaran umum mengenai meningkatnya perluasan permukiman di Tepi Barat.

    “Peta tersebut memperlihatkan bahwa Israel membangun 5 permukiman baru pada tahun 2024 saja, di samping 50 pos permukiman baru,” tulis laporan Khaberni.

    Peta tersebut menunjukkan bahwa 44,5% wilayah Tepi Barat sekarang berada di bawah kendali Israel atau telah dianeksasi di balik tembok pemisah.

    Laporan tersebut juga menunjukkan kalau jumlah pemukim di Tepi Barat telah meningkat tiga kali lipat sejak 1995, mencapai sekitar 740.000 pada tahun 2024.

    Departemen itu memperingatkan dalam laporannya bahwa kebijakan Israel secara cepat dan tidak dapat diubah lagi menghilangkan solusi dua negara yang layak.

    Laporan badan itu menunjukkan kalau jika pembangunan dan perluasan permukiman di Tepi Barat berlanjut seperti biasa, permukiman tersebut dapat meluas hingga 5 kali ukurannya saat ini di tanah yang disita.

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menganggap permukiman di wilayah yang diduduki sebagai kegiatan ilegal, dan telah menyerukan selama puluhan tahun -secara sia-sia- agar hal itu dihentikan.

    PBB memperingatkan bahwa hal itu merusak peluang penyelesaian konflik sesuai dengan prinsip solusi dua negara.

    Sejak dimulainya perang pemusnahan di Jalur Gaza, Tel Aviv telah mempercepat dan memperluas laju pembangunan permukiman di Tepi Barat, dan pembicaraannya untuk mencaplok Tepi Barat ke Israel telah meningkat, dan penolakannya terhadap pembentukan negara Palestina yang merdeka telah meningkat.

    Pemerintah Benjamin Netanyahu menuntut agar Presiden AS Donald Trump mengakui kedaulatan Israel atas Tepi Barat, sesuatu yang terakhir dikatakan pada tanggal 4 Februari dan pemerintahannya akan segera mengeluarkan keputusan.

    Selama puluhan tahun, Israel telah menduduki tanah di Palestina, Suriah, dan Lebanon, dan menolak untuk menarik diri dari wilayah tersebut dan mendirikan negara Palestina yang merdeka – dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya – di perbatasan sebelum perang tahun 1967.

     

    (oln/thntnl/khbrn/*)