Negara: Jalur Gaza

  • Israel Kerahkan Tank, Warga Tepi Barat Khawatir ‘Dibersihkan’ Seperti Gaza

    Israel Kerahkan Tank, Warga Tepi Barat Khawatir ‘Dibersihkan’ Seperti Gaza

    Tepi Barat

    Buldoser-buldoser Israel dikerahkan dan menghancurkan sebagian besar area kamp pengungsi Palestina di Tepi Barat, terutama Jenin. Militer Israel juga untuk pertama kali dalam beberapa dekade terakhir, mengerahkan tank-tank mereka ke wilayah Tepi Barat.

    Situasi di kamp pengungsi Jenin saat ini, seperti dilansir Reuters, Selasa (25/2/2025), hampir kosong dan gang-gang yang dahulu ramai kini sepi dengan aktivitas penghancuran oleh militer Israel membuat jalanan menjadi lebih lebar namun tanpa tanda kehidupan.

    Taktik semacam ini dikhawatirkan mengulangi taktik yang sudah diterapkan di Jalur Gaza, dengan pasukan Israel bersiap untuk melaksanakan operasi jangka panjang di wilayah Tepi Barat. Warga Palestina di sana mengkhawatirkan operasi “pembersihan” seperti yang terjadi di Jalur Gaza.

    Sedikitnya 40.000 warga Palestina telah mengungsi dari rumah-rumah mereka di Jenin dan kota terdekat Tulkarem di Tepi Barat bagian utara sejak Israel memulai operasi militernya hanya sehari setelah perjanjian gencatan senjata Gaza tercapai usai perang berkecamuk selama 15 bulan terakhir.

    “Jenin adalah pengulangan dari apa yang terjadi di Jabalia,” sebut juru bicara pemerintah kota Jenin, Basheer Matahen, merujuk pada kamp pengungsi di wilayah Jalur Gaza bagian utara yang “dibersihkan” oleh pasukan Israel usai pertempuran sengit selama berminggu-minggu.

    “Kamp ini sudah tidak bisa dihuni lagi,” ucapnya.

    Matahen menyebut 12 buldoser menghancurkan rumah-rumah dan infrastruktur di area kamp itu.

    Menteri Pertahanan (Menhan) Israel, Israel Katz, mengatakan pada Minggu (23/2) bahwa tiga kamp pengungsi Palestina di Tepi Barat — Jenin, Tulkarem dan Nur Shams — “sekarang kosong dari penduduk” setelah serangan Israel yang dimulai bulan lalu.

    Dia memerintahkan pasukan Israel “untuk bersiap menghadapi kehadiran jangka panjang di kamp-kamp yang telah dibersihkan pada tahun mendatang dan mencegah kembalinya para penduduk dan kebangkitan terorisme”.

    Militer Tel Aviv juga mengumumkan pengerahan tank ke area Jenin. Hal ini, menurut laporan AFP, merupakan pertama kalinya tank-tank Israel beroperasi di Tepi Barat yang diduduki sejak berakhirnya intifada Palestina Kedua tahun 2005.

    Israel meluncurkan operasi militer terhadap Tepi Barat, terutama Jenin, dengan mengatakan bermaksud memberantas militan yang didukung Iran, termasuk Hamas dan Jihad Islam, yang tertanam kuat di kamp-kamp pengungsi selama beberapa dekade terakhir.

    Namun seiring berjalannya waktu, warga Palestina menyadari niat sebenarnya dari Tel Aviv adalah melakukan pemindahan pendudukan secara permanen dan berskala besar dengan menghancurkan rumah-rumah dan membuat mereka tidak mungkin tinggal di sana.

    “Israel ingin menghapus kamp-kamp dan kenangan akan kamp-kamp tersebut, secara moral dan secara finansial, mereka ingin menghapus nama-nama pengungsi dari ingatan masyarakat,” sebut Hassan al-Katib, yang berusia 85 tahun dan sudah sejak lama tinggal di Jenin bersama 20 anak dan cucunya.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Israel Gempur Lokasi Peluncuran Roket di Gaza

    Israel Gempur Lokasi Peluncuran Roket di Gaza

    Jakarta

    Militer Israel mengatakan bahwa pihaknya telah menggempur dua lokasi peluncuran roket di Jalur Gaza pada hari Senin (24/2) waktu setempat, setelah sebuah proyektil ditembakkan dari salah satu lokasi tersebut.

    Menurut pernyataan militer Israel, ini adalah setidaknya ketiga kalinya dalam dua minggu terakhir pasukan Israel menyerang target di Gaza. Serangan ini semakin menambah ketegangan di tengah gencatan senjata yang rapuh dalam perang Israel-Hamas.

    Dilansir kantor berita AFP, Selasa (25/2/2025), militer Israel mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa mereka telah mengidentifikasi “peluncuran proyektil yang jatuh di dalam Jalur Gaza”.

    Militer “menyerang lokasi peluncuran tempat proyektil ditembakkan, serta lokasi peluncuran lainnya di daerah tersebut,” katanya.

    Tahap pertama gencatan senjata Gaza, yang mulai berlaku setelah lebih dari 15 bulan perang di Gaza, akan berakhir pada awal Maret, tanpa ada kesepakatan mengenai tahap berikutnya yang dapat memperkuat gencatan senjata.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Minggu lalu, mengatakan bahwa Israel siap untuk melanjutkan perang “kapan saja”. Ini disampaikannya setelah menangguhkan pembebasan ratusan tahanan Palestina berdasarkan kesepakatan gencatan senjata.

    Sejak gencatan senjata dimulai, kelompok Hamas telah membebaskan 25 sandera Israel yang masih hidup dengan imbalan lebih dari 1.100 tahanan Palestina yang dibebaskan dari penjara-penjara Israel.

    Saat mengumumkan penundaan pembebasan warga Palestina yang berada dalam tahanan Israel, Netanyahu menyebut “upacara yang memalukan” di Gaza, yang memaksa para sandera Israel untuk berpartisipasi sebelum penyerahan mereka.

    Kelompok Hamas telah memperingatkan bahwa penundaan Israel tersebut dapat membahayakan “keseluruhan kesepakatan”.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Hamas Marah: Abu Marzouk Tak Wakili Kami soal Operasi Banjir Al-Aqsa 7 Oktober 2023 – Halaman all

    Hamas Marah: Abu Marzouk Tak Wakili Kami soal Operasi Banjir Al-Aqsa 7 Oktober 2023 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) mengomentari pernyataan pejabat seniornya di Qatar, Abu Marzouk, yang mengkritik Operasi Banjir Al-Aqsa yang diluncurkan Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Juru bicara Hamas, Hazem Qassem, mengatakan pernyataan Abu Marzouk tidak mewakili posisi Hamas.

    Ia menjelaskan Hamas berhak atas senjatanya sebagai senjata yang sah, dan tidak ada diskusi tentang hal itu selama masih ada pendudukan (Israel) di tanah Palestina.

    “Perlawanan dalam segala bentuknya akan tetap menjadi hak yang sah bagi rakyat kami hingga pembebasan dan pengembalian tanah kami,” kata Hazem Qassem, Senin (24/2/2025).

    “Peristiwa 7 Oktober akan tetap menjadi titik balik dalam sejarah semua bangsa yang dijajah, dan titik balik strategis dalam jalur perjuangan nasional Palestina,” lanjutnya.

    Ia membantah pernyataan Abu Marzouk yang mengatakan Hamas tidak bisa mengklaim kemenangan karena melihat kehancuran di Jalur Gaza setelah serangan Israel.

    “Perilaku agresif dan destruktif penjajah (Israel) dalam semua perangnya melawan rakyat di wilayah tersebut adalah alasan kehancuran yang menimpa Jalur Gaza, dan kini penjajah sedang menyempurnakan kebijakan penghancuran di Tepi Barat,” kata Hazem Qassem, merujuk pada meningkatnya agresi Israel di Tepi Barat setelah gencatan senjata di Gaza.

    Pernyataan Abu Marzouk yang Buat Hamas Marah

    Sebelumnya, Abu Marzouk, kepala kantor hubungan luar negeri Hamas yang berkantor di Qatar, muncul dalam wawancara dengan New York Times pada Senin (24/2/2025).

    Ia mengatakan dia tidak diberitahu tentang rencana Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023.

    Abu Marzouk menekankan dia tidak akan menyetujuinya jika dia menyadari konsekuensi dari operasi tersebut.

    Menurutnya, kehancuran di Jalur Gaza membuat klaim kemenangan Hamas tidak dapat diterima.

    Ia mengatakan tidak mengetahui rincian spesifik serangan 7 Oktober tapi mengindikasikan dia dan pemimpin politik Hamas lainnya mendukung strategi umum serangan militer terhadap Israel.

    “Jika apa yang terjadi diharapkan terjadi, tidak akan ada tanggal 7 Oktober,” kata Abu Marzouk.

    Menurutnya, Hamas bersedia merundingkan masa depan persenjataannya di Jalur Gaza, sebuah pernyataan yang kemudian dibantah oleh Hamas.

    Dalam wawancara tersebut, Abu Marzouk menggambarkan Hamas sebagai “orang biasa” yang melawan Mike Tyson, mantan juara tinju kelas berat.

    “Jika orang yang tidak terlatih ini mampu bertahan dari pukulan Tyson, orang-orang akan mengatakan dia menang,” kata Abu Marzouk.

    Ia menjelaskan, secara absolut, tidak dapat diterima untuk mengklaim Hamas menang mengingat besarnya kerusakan yang disebabkan oleh serangan Israel di Jalur Gaza.

    Abu Marzouk mengatakan pertukaran lebih banyak tahanan pada tahap pertama dapat dibicarakan dan Hamas akan menuntut jumlah yang jauh lebih besar untuk setiap sandera tentara Israel yang tersisa.

    Ia mengatakan semua tahanan dapat dibebaskan sekaligus jika Israel bersedia membebaskan ribuan warga Palestina dari penjaranya, mengakhiri perang, dan menarik diri dari Gaza.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Sebut Hamas Permalukan Sandera Israel, AS Dukung Netanyahu Tunda Pembebasan Tahanan Palestina – Halaman all

    Sebut Hamas Permalukan Sandera Israel, AS Dukung Netanyahu Tunda Pembebasan Tahanan Palestina – Halaman all

    Sebut Hamas Permalukan Sandera Israel, AS Dukung Netanyahu Tunda Pembebasan Tahanan Palestina
     
    TRIBUNNEWS.COM – Situs berita Axios mengutip juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS),  Mark Waltz yang mengatakan kalau Presiden AS, Donald Trump mendukung Israel dengan jalan apa pun yang dipilihnya untuk melawan gerakan perlawanan Palestina, Hamas.

    Situs web Amerika itu menambahkan, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS itu menilai keputusan Israel untuk menunda pembebasan tahanan Palestina merupakan respons yang tepat.

    Menurutnya, Hamas memperlakukan para sandera secara brutal, lewat prosesi dan seremoni penyerahan sandera yang dibuat meriah dalam beberapa kesempatan.

    Sebelumnya pada Minggu, Penasihat Keamanan Nasional AS Mark Waltz mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Fox News bahwa Hamas tidak dapat memerintah Jalur Gaza dan tidak akan diizinkan untuk melakukannya di masa mendatang, katanya.

    “Perilaku Hamas minggu lalu dalam menyerahkan jenazah dua anak dan cara mereka membebaskan para sandera merupakan propaganda yang tentu saja memengaruhi prospek negosiasi,” imbuh Waltz.

    “Kita akan melihat bagaimana keadaannya minggu depan, dan mungkin akan ada semacam perpanjangan gencatan senjata. Hamas harus mengubah cara mereka membebaskan para sandera. Hal itu tidak dapat diterima, tidak hanya oleh Israel, tetapi juga oleh seluruh dunia,” katanya.

    Pernyataan Amerika tersebut merupakan dukungan terhadap posisi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang memutuskan untuk menunda pembebasan ratusan tahanan Palestina pada gelombang ketujuh perjanjian tahap pertama, karena apa yang ia gambarkan sebagai pelanggaran berulang oleh Hamas.

    Media Israel mengutip sumber, mengatakan kalau sejatinya para tahanan Palestina tersebut sudah dinaikkan ke dalam bus.

    Namun, seiring perintah penundaan pembebasan, ratusan tahanan Palestina itu lalu diturunkan lagi dari bus dan dikembalikan ke penjara mereka.

    Kantor Netanyahu mengklaim kalau penundaan pembebasan itu karena “Hamas sengaja mempermalukan para sandera Israel dan mengeksploitasi mereka untuk mencapai tujuan politik.”

    PEMBEBASAN SANDERA – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Minggu (23/2/2025), memperlihatkan sandera Israel, Omer Shem Tov, mencium kening anggota Brigade Al-Qassam dalam pertukaran tahanan gelombang ke-7 di Jalur Gaza pada Sabtu (22/2/2025). Pada Sabtu (22/2/2025), Hamas membebaskan 6 sandera Israel dengan imbalan 602 tahanan Palestina. (Telegram/Brigade Al-Qassam)

    Argumen Lemah

    Sebaliknya, Hamas menganggap dalih Israel kalau upacara penyerahan sandera Israel itu memalukan adalah klaim palsu dan argumen lemah yang ditujukan untuk menghindari kewajiban perjanjian pertukaran sandera-Palestina.

    Hamas juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mengadakan pembicaraan dengan Israel melalui mediator (Mesir dan Qatar) mengenai langkah apa pun, sebelum pembebasan tahanan Palestina yang disepakati akan dibebaskan pada hari Sabtu.

    Pemimpin Hamas Mahmoud Mardawi mengatakan, “Tidak akan ada pembicaraan dengan musuh melalui mediator dalam langkah apa pun sebelum pembebasan tahanan yang disepakati akan dibebaskan sebagai ganti enam tahanan Israel (yang dibebaskan pada hari Sabtu dan 4 mayat).”

    Ia menambahkan, “Para mediator harus memaksa musuh (Israel) untuk melaksanakan perjanjian tersebut.”

    Selama hari Kamis dan Sabtu, Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, menyerahkan 10 tahanan Israel, termasuk 6 yang masih hidup, kepada Komite Palang Merah Internasional untuk diserahkan ke Tel Aviv, sebagai bagian dari perjanjian yang menetapkan bahwa Israel membebaskan 602 tahanan Palestina dari penjaranya.

    Meskipun Hamas memenuhi janjinya berdasarkan perjanjian, Israel belum membebaskan tahanan Palestina.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) mengamati situasi dalam agresi militer di Jalur Gaza. IDF dilaporkan terindikasi melanjutkan perang di Gaza (khaberni/tangkap layar)

    Dua Wajah, AS Mau Gencatan Senjata Lanjut

    Di balik dorongan penundan pembebasan ratusan tahanan Palestina tersebut, AS kembali menunjukkan sikap hipokrit dengan mendorong berlanjutnya gencatan senjata seiring datangnya utusan Presiden AS Donald Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff yang akan melakukan perjalanan ke Timur Tengah pada minggu ini.

    Perjalanan Steve Witkoff ke Timur Tengah adalah untuk mendorong perpanjangan gencatan senjata di Gaza antara Israel dan Hamas.

    Perlu diketahui, gencatan senjata tiga tahap yang dimulai pada 19 Januari 2025 kemarin, kini hampir mencapai puncak fase pertamanya.

    “Kami harus mendapatkan perpanjangan tahap pertama. Saya akan pergi ke wilayah tersebut minggu ini, mungkin hari Rabu, untuk merundingkannya dan kami berharap memiliki waktu yang cukup untuk memulai tahap kedua dan menyelesaikannya serta membebaskan lebih banyak sandera,” kata Witkoff kepada CNN.

    Namun, gencatan senjata antara Israel dan Hamas ini menemui banyak rintangan.

    Pertama, baik Hamas atau Israel saling menuduh melanggar perjanjian dan kelompok militan Palestina mengancam akan menunda pembebasan sandera.

    Kemudian yang terbaru, Israel menunda pembebasan 602 warga Palestina dari penjaranya dengan imbalan enam sandera Israel yang digiring oleh militan bersenjata ke panggung di depan khalayak di Gaza sebelum diserahkan ke Palang Merah.

    Upacara penyerahan publik yang digelar Hamas, yang meliputi pertunjukan sandera hidup dan peti mati yang membawa jenazah sandera, telah menuai kritik yang meningkat selama beberapa minggu terakhir, termasuk dari PBB.

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengatakan pihaknya tengah menunggu untuk membebaskan tahanan dan tawanan Palestina “sampai pembebasan sandera berikutnya dipastikan, dan tanpa upacara yang memalukan”.

    Hamas membalas dengan menyebut upacara tersebut bermartabat dan Israel menggunakannya sebagai dalih untuk menghindari kewajibannya yang disepakati berdasarkan gencatan senjata.

    Mayat empat sandera lainnya seharusnya dibebaskan oleh kelompok tersebut minggu ini.

    Dengan panasnya kembali hubungan keduanya, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dikerahkan di wilayah perbatasan Gaza.

    Namun, IDF menyatakan bahwa tidak ada perubahan pada pedoman Komando Front Dalam Negeri saat ini.

    Peningkatan tingkat kewaspadaan ini terjadi di tengah peringatan intelijen dan pertimbangan yang sedang berlangsung mengenai apakah negosiasi gencatan senjata akan berlanjut hingga akhir pekan depan.

    Dikutip dari Yedioth Ahronoth, sebagai tanggapan, IDF menyesuaikan penempatan pasukan di zona penyangga dan memperkuat posisi pertahanan di Negev bagian barat.

    Sementara itu, brigade tempur terus mempersiapkan kemungkinan serangan darat berskala besar jika negosiasi gagal.

    Meskipun aktivitas militer meningkat, IDF mengklarifikasi bahwa “tidak ada pendekatan ke pagar perbatasan yang terdeteksi”.

    “Menyusul laporan media, kami menekankan bahwa tidak ada peristiwa infiltrasi di wilayah perbatasan Gaza — hanya peningkatan kesiapan.”

    “Tidak ada perubahan pada arahan sipil. Kami terus berhubungan dengan militer dan akan memberikan informasi terbaru jika diperlukan,” tulis Dewan Daerah Eshkol untuk meyakinkan warga.

    Pengumuman ini menyusul insiden dua minggu lalu ketika, hanya beberapa jam setelah IDF mundur dari koridor Netzarim, puluhan penduduk Gaza terlihat dalam jarak beberapa ratus meter dari pagar perbatasan dekat Nahal Oz.

    Menurut ketentuan gencatan senjata, Israel seharusnya mempertahankan kendali atas zona penyangga selebar 700 meter.

    Namun, penduduk komunitas perbatasan Israel melaporkan bahwa warga Gaza terlihat jauh lebih dekat ke pagar.

    Sebagai tanggapan, pasukan Israel melepaskan tembakan, menewaskan tiga warga Palestina dan melukai sedikitnya enam lainnya.

    IDF mengatakan mereka menggunakan pesawat nirawak dan tembakan langsung untuk memukul mundur kelompok itu, menggambarkan mereka sebagai warga sipil tak bersenjata yang mengais-ngais di dekat reruntuhan koridor Netzarim.

    Sementara orang-orang itu mundur setelah tembakan, mereka tampaknya tidak berusaha untuk menyerbu pagar.

    Oposisi Israel Tuduh Netanyahu Langgar Kesepakatan

    Seorang pemimpin oposisi Israel menuduh Benjamin Netanyahu melanggar gencatan senjata Gaza dan perjanjian pertukaran tahanan setelah menunda pembebasan tahanan Palestina.

    “Netanyahu memerintahkan penundaan pembebasan tahanan, yang secara terang-terangan melanggar perjanjian dan menyabotase tahap pertama, sebagaimana yang telah kami peringatkan,” kata pemimpin Partai Demokratik Israel, Yair Golan, dikutip dari Anadolu Agency.

    “Tidak ada negosiasi sebenarnya untuk tahap kedua, yang ada hanya penipuan dan pengabaian nyawa para tawanan,” lanjutnya.

    Golan, seorang kritikus vokal pemerintahan Netanyahu, bersumpah bahwa oposisi Israel tidak akan membiarkan Perdana Menteri tetap menjabat “dengan mengorbankan saudara-saudari kita”.

    “Saya katakan kepadamu, Bibi (Netanyahu -red), jika kamu menyabotase kesepakatan ini, kekacauan akan terjadi,” ucap Golan. (*)

     

    (oln/khbrn/*)

     
     

  • Ungkap Peta Langka, Mantan Orang Nomor Satu Israel Pernah Beri Peluang Palestina Merdeka – Halaman all

    Ungkap Peta Langka, Mantan Orang Nomor Satu Israel Pernah Beri Peluang Palestina Merdeka – Halaman all

    Ungkap Peta Langka, Mantan Orang Nomor Satu Israel Pernah Beri Peluang Palestina Merdeka  

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert mengungkapkan peta ‘langka’ yang dia tunjukkan pada tahun 2008 kepada Presiden Palestina, Mahmoud Abbas sebagai bagian dari usulannya untuk solusi dua negara.

    Rencana tersebut, yang pertama kali diungkapkan oleh Olmert, akan memberikan 95,1 persen wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza kepada Palestina sebagai sebuah negara merdeka, dengan pertukaran tanah yang sama di wilayah Palestina yang diduduki pada tahun 1948.

    “Ini adalah pertama kalinya saya mengungkapkan peta ini ke media,” kata Olmert dalam dokumenter BBC “Israel dan Palestina: Jalan Menuju 7 Oktober”, dikutip dari Khaberni, Senin (24/2/2025).

    Olmert mengenang apa yang dia katakan kepada Abbas selama pertemuan tersebut.

    Dia mengisyaratkan kalau peta solusi dua negara, Palestina-Israel yang dia usulkan tersebut adalah ‘peta langka’ lantaran dia tahu akan sangat jarang ada pemimpin Israel yang akan menawarkan usulan tersebut.  

    “Dalam 50 tahun ke depan, Anda tidak akan menemukan satu pun pemimpin Israel yang akan menawarkan apa yang saya tawarkan kepada Anda sekarang. Tandatangani! Tandatangani dan mari kita ubah sejarah!” kata Olmert mengenang kata-katanya ke Abbas. 

    SOLUSI DUA NEGARA – Tangkap layar Khaberni, Senin (24/2/2025) yang menunjukkan peta langka yang diusulkan mantan perdana menteri Israel, Ehud Olmert pada tahun 2008 kepada Presiden Palestina, Mahmoud Abbas sebagai bagian dari usulannya untuk solusi dua negara. Abbas menolak usulan ini.

    Wilayah Palestina dalam Peta Langka Olmert

    Pada bulan September 2008, Olmert memberikan Abbas sebuah peta resmi berukuran besar yang menunjukkan usulannya mengenai penetapan batas-batas negara Palestina sebagai bagian dari perjanjian perdamaian permanen.

    Olmert meminta Abbas untuk menandatangani usulan tersebut pada prinsipnya sebelum menyerahkannya kepada pimpinan Palestina di Ramallah. 

    Namun Abbas menolak melakukannya.

    Peta tersebut memperlihatkan bahwa Olmert secara umum siap untuk kembali ke perbatasan sebelum tahun 1967, tetapi ingin mempertahankan blok pemukiman Gush Etzion di sebelah selatan Yerusalem, kota pemukiman Ma’ale Adumim di sebelah timur, dan sebagian Tepi Barat yang mencakup pemukiman besar Ariel di wilayah Tepi Barat.

    Sebagai imbalannya, pendudukan akan menyerahkan sebagian tanah di wilayah pedalaman yang diduduki demi negara Palestina baru.

    Olmert juga mengusulkan pembangunan terowongan yang menghubungkan Gaza dan Tepi Barat untuk memastikan kesinambungan geografis antara kedua wilayah.

    Selain itu, Olmert siap membagi Yerusalem menjadi beberapa kawasan di bawah kendali Israel dan kawasan lainnya di bawah kendali Palestina, dan “menyerahkan kedaulatan Israel atas Masjid Al-Aqsa dan Kota Tua sepenuhnya.”

    Ia mengusulkan agar apa yang disebut “Cekungan Suci” ditempatkan di bawah administrasi badan perwalian internasional non-berdaulat yang terdiri dari pemerintah pendudukan, Otoritas Palestina, Yordania, Amerika Serikat, dan Arab Saudi.

    PETA LANGKA – Tangkap layar Khaberni, Senin (24/2/2025), mantan perdana menteri Israel, Ehud Olmert menunjukkan peta langka yang diusulkannya pada tahun 2008 kepada Presiden Palestina, Mahmoud Abbas sebagai bagian dari usulannya untuk solusi dua negara. Abbas menolak usulan ini.

    Olmert Pemimpin Lemah, Tersandung Korupsi

    Dalam film dokumenter tersebut, Rafiq al-Husseini, yang saat itu menjabat kepala staf kepresidenan Palestina, mengatakan bahwa Palestina tidak menanggapi tawaran tersebut dengan serius karena Olmert terlibat dalam skandal korupsi dan hendak mengundurkan diri.

    “Sangat disayangkan bahwa Olmert, terlepas dari kebaikannya… adalah seorang politikus lemah yang tidak memiliki pengaruh, dan karena itu, kami tidak akan mencapai hasil apa pun,” kata Rafiq menjelaskan alasan di balik pihak Palestina tidak meneken usulan tersebut.

    Disiratkan, lemahnya pengaruh Olmert ini akan membuat usulannya akan mudah dipatahkan entitas Israel dalam proses perwujudan solusi dua negara seperti yang digambarkan dalam peta tersebut.

    Para Pemimpin Arab Berencana Membangun Kembali Gaza

    Terkait situasi di Palestina, negara-negara Arab diperkirakan akan membahas rencana untuk membangun kembali Gaza setelah perang Israel selama 15 bulan di wilayah tersebut, yang mencakup kontribusi keuangan dari negara-negara regional yang jumlahnya mencapai $20 miliar.

    Setelah mengakhiri kunjungannya ke ibu kota Spanyol , kepresidenan Mesir mengumumkan dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis bahwa Presiden Abdel Fattah el-Sisi akan menuju Arab Saudi.

    Televisi Mesir mengisyaratkan bahwa “perjalanan ini kemungkinan akan difokuskan pada rencana pembangunan kembali Gaza, menyusul usulan Amerika untuk merelokasi penduduk wilayah Palestina ke negara-negara Arab, termasuk Mesir dan Yordania.”

    Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman mengundang para pemimpin negara Dewan Kerjasama Teluk (GCC), bersama dengan Presiden Mesir dan Raja Yordania, ke pertemuan informal pada hari Jumat di Riyadh, menurut Saudi Press Agency .

    Reuters melaporkan bahwa negara-negara Arab diperkirakan akan membahas rencana untuk membangun kembali Gaza setelah perang Israel selama 15 bulan di Jalur Gaza, yang mencakup kontribusi keuangan dari negara-negara regional hingga mencapai $20 miliar . Prakarsa ini bertujuan untuk melawan usulan Presiden AS Donald Trump untuk merebut Gaza dan menggusur paksa penduduknya.

    Kantor Berita Saudi melaporkan bahwa pertemuan yang dijadwalkan besok di Riyadh akan membahas “aksi bersama Arab dan keputusan terkait dengannya,” yang akan dimasukkan dalam agenda pertemuan puncak Arab mendatang .

    Sebelumnya, Reuters mengutip beberapa sumber yang mengindikasikan bahwa Arab Saudi “Arab Saudi mempelopori upaya Arab yang mendesak untuk mengembangkan rencana bagi masa depan Gaza sebagai penyeimbang ambisi Presiden AS Donald Trump untuk membersihkan Riviera Timur Tengah dari penduduk Palestina.”

    Usulan Arab, yang sebagian besar didasarkan pada rencana Mesir, menyarankan pembentukan komite Palestina untuk memerintah Gaza tanpa partisipasi Hamas, dan menyerukan keterlibatan internasional dalam membangun kembali wilayah tersebut tanpa menggusur penduduknya.

    Dalam konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, selama kunjungannya ke wilayah Palestina yang diduduki, Netanyahu memuji apa yang disebutnya “visi berani” Trump untuk mengusir warga Palestina dari Gaza, dan mencatat bahwa pertemuan tersebut membahas cara mengubah visi ini menjadi kenyataan praktis.

     

     

    (oln/khbrn/tc/*)

     

  • Kejam, Israel Pindah Paksa 40.000 Warga Palestina di Tepi Barat

    Kejam, Israel Pindah Paksa 40.000 Warga Palestina di Tepi Barat

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pasukan pendudukan Israel telah memindahkan paksa 40.000 warga Palestina dari kamp-kamp pengungsi di provinsi Jenin dan Tulkarm di Tepi Barat yang diduduki, serta mencegah mereka kembali ke rumah mereka.

    Anadolu Agency melaporkan bahwa rezim pendudukan juga telah mengerahkan tank-tank di Tepi Barat untuk pertama kalinya dalam 20 tahun. Situasi ini terjadi sebagai bagian dari eskalasi militernya di wilayah Palestina.

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengatakan pada Minggu bahwa tentara akan tetap berada di kamp-kamp pengungsi Palestina selama tahun depan untuk mencegah penduduk kembali.

    “Tentara Israel memperluas operasinya di Tepi Barat utara, dan mulai malam ini, mereka juga akan beroperasi di kota Qabatiya,” kata Katz, seperti dikutip Middle East Monitor (MEMO) pada Senin (24/2/2025).

    Menteri tersebut mengatakan bahwa 40.000 warga Palestina telah “dievakuasi” dari kamp-kamp pengungsi Jenin, Tulkarem, dan Nur Shams, eufemisme untuk “dipindahkan secara paksa” dengan todongan senjata.

    “Aktivitas UNRWA di kamp-kamp tersebut juga telah dihentikan,” tambahnya. “Saya menginstruksikan [tentara] untuk mempersiapkan diri tinggal lama di kamp-kamp yang telah dibersihkan, untuk tahun mendatang, dan tidak mengizinkan penduduk untuk kembali.”

    Menurut kantor berita resmi Palestina Wafa, tentara Israel memberlakukan jam malam selama dua hari di Qabatiya. Gubernur Jenin Kamal Abu Al-Rub mengatakan pasukan pendudukan memulai operasi militer di kota tersebut dan memberlakukan jam malam selama 48 jam sejak pagi hari.

    Wali Kota Qabatiya Ahmad Zakarneh mengatakan bahwa tentara Israel mencegah siapa pun memasuki atau meninggalkan kota tersebut. “Buldoser militer terus menghancurkan jalan-jalan dan infrastruktur sementara pasukan tentara dikerahkan di tengah penggerebekan rumah-rumah, dengan beberapa diubah menjadi barak militer,” tambahnya.

    Mengosongkan Kamp Pengungsi

    Awal bulan ini, UNRWA memperingatkan bahwa operasi tentara Israel telah mengosongkan banyak kamp pengungsi di Tepi Barat utara. Mereka menambahkan bahwa pemindahan paksa keluarga-keluarga Palestina meningkat pada tingkat yang mengkhawatirkan.

    “Pemindahan paksa di Tepi Barat yang diduduki adalah hasil dari lingkungan yang semakin berbahaya dan koersif,” kata UNRWA.

    “Penggunaan serangan udara, buldoser lapis baja, peledakan terkendali, dan persenjataan canggih oleh Pasukan Israel telah menjadi hal yang biasa, sebagai dampak dari perang di Gaza.”

    Badan PBB tersebut menekankan bahwa pperasi yang berulang dan merusak telah membuat kamp-kamp pengungsian utara tidak dapat dihuni, menjebak penduduk dalam pemindahan yang berulang-ulang.

    Tahun lalu, lebih dari 60% pemindahan adalah hasil dari operasi tentara pendudukan Israel. UNRWA mengatakan tentara telah melakukan operasi militer di Tepi Barat utara sejak bulan lalu, menewaskan sedikitnya 60 orang dan membuat ribuan orang mengungsi.

    Serangan tersebut merupakan yang terbaru dalam eskalasi militer Israel yang sedang berlangsung di Tepi Barat, di mana sedikitnya 923 warga Palestina telah tewas dan hampir 7.000 orang terluka dalam serangan oleh tentara Israel dan pemukim ilegal sejak dimulainya serangan terhadap Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.

    Mahkamah Internasional menyatakan Juli lalu bahwa pendudukan Israel yang telah berlangsung lama di wilayah Palestina adalah ilegal, dan menuntut evakuasi semua permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

    Mesir Minta Bantuan Uni Eropa

    Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty sebelumnya telah meminta Uni Eropa untuk mendukung rencana negaranya untuk pemulihan dan rekonstruksi awal di Jalur Gaza, sebuah rencana yang tidak mencakup pemindahan warga Palestina dari tanah mereka.

    Abdelatty menyampaikan seruannya tersebut selama percakapan telepon dengan mitranya dari Prancis Jean-Noël Barrot.

    “Pejabat Mesir tersebut meninjau rencana komprehensif yang tengah dikembangkan oleh Kairo untuk Jalur Gaza dengan tetap mempertahankan warga Palestina di tanah mereka, bersama dengan dukungan Arab untuk upaya Mesir dalam hal ini,” kata juru bicara resmi Kementerian Luar Negeri, Duta Besar Tamim Khalaf.

    Abdelatty mengatakan bahwa ia menantikan dukungan dari masyarakat internasional dan negara-negara UE, termasuk Prancis, untuk upaya Mesir dalam hal ini.

    Rencana pemulihan Mesir untuk Gaza telah diajukan sebagai alternatif terhadap usulan Presiden AS Donald Trump untuk membersihkan etnis Palestina dari Gaza hingga Mesir dan Yordania dan mengubah Jalur Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah”.

    Kairo dijadwalkan menjadi tuan rumah pertemuan puncak darurat Arab pada tanggal 4 Maret untuk membahas rencana yang menentang usulan Trump.

    (sef/sef)

  • Ternyata PM Netanyahu Pernah Dipukul Putranya Sendiri

    Ternyata PM Netanyahu Pernah Dipukul Putranya Sendiri

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Israel, Benyamin Netanyahu, dikenal sebagai sosok yang kejam dalam serangan ke Jalur Gaza selama dua tahun belakangan ini, maupun sebelumnya. Dia dibenci banyak orang. Kini terungkap, Netanyahu pernah dipukul anaknya sendiri.

    Nama anak Netanyahu adalah Yair Netanyahu. Dia adalah anak dari istri bernama Sara. Yair kini sudah dewasa, usianya 33 tahun. Adapun bapaknya, Netanyahu, berumur 75 tahun.

    Dalam spektrum politik Israel, Yair Netanyahu ada di posisi sayap kanan. Dia dikenal publik Israel sebagai orang yang sering bicara teori konspirasi politik. Misalnya, konspirasi soal upaya kudeta oleh aparat kehakiman dan penegak hukum Israel terhadap ayahnya.

    Dia dirumorkan menjadi sosok yang sangat berpengaruh di perpolitikan Israel. Yair Netanyahu disebut-sebut mempengaruhi kebijakan Netanyahu dalam menjalankan pemerintahan Israel.

    Namun dua tahun terakhir, Yair tidak tinggal di Israel. Dia tinggal di Florida, Amerika Serikat (AS). Ada apa gerangan anak Netanyahu tidak tinggal di negaranya bapaknya?

    Simak halaman berikutnya:

    Anak Netanyahu diasingkan ke luar negeri

    Foto: dok. Instagram/Yair Netanyahu via abc.net.au

    Dilansir The New Arab dan Times of Israel, Selasa (24/2/2025), Yair Netanyahu diasingkan ke luar negeri. Dia meninggalkan Israel sejak Maret 2023.

    Saat itu, publik Israel sedang ramai membahas isu Yair dilarang ayahnya untuk mengunggah apapun di media sosial karena unggahannya mengobarkan ketegangan di Israel.

    Sejak meninggalkan Israel, Yair dilaporkan tinggal di kondominium mewah di Florida, AS. Tentu butuh duit yang tidak sedikit untuk tinggal di tempat seperti itu, di Florida pula. Ini menjadi pembahasan parlemen Israel atau Knesset.

    Salah satu anggota Knesset, Naama Lazimi, dari kubu oposisi Partai Demokrat Israel melontarkan pernyataan yang mengejutkan publik. Dia menyoroti kunjungan mama dari Yair yakni Sara ke Florida. Sara menjenguk anaknya itu.

    Salah satu anggota parlemen Israel atau Knesset, Naama Lazimi, dari kubu oposisi Partai Demokrat Israel melontarkan pernyataan yang mengejutkan publik.

    Halaman selanjutnya, terungkap Netanyahu pernah ditampar anaknya:

    Terungkap Netanyahu Pernah Ditampar Putranya

    Demonstran anti-Netanyahu (Getty Images/Amir Levy)

    Lazimi kemudian mengatakan bahwa Yair “diasingkan” ke luar negeri setelah memukul ayahnya.

    “Saya ingin bertanya tentang istri Perdana Menteri, Sara Netanyahu, yang tinggal di luar negeri selama dua bulan. Saya mau bertanya siapa yang membiayai hal ini, berapa biayanya, dan dari anggaran mana pembiayaan itu diambil?” ucap Lazimi dalam rapat pada Minggu (23/2) waktu setempat.

    “Saya ingin bertanya tentang putra Perdana Menteri, Yair Netanyahu. Tahun lalu, sebuah artikel menyebut bahwa biaya pengawal keamanannya mencapai sekitar NIS 2,5 juta (Rp 11,4 miliar) per tahun,” sebutnya.

    “Saya ingin bertanya apakah jumlah ini masih dianggarkan dan apakah masih ada niat untuk membiayai masa tinggal anak Perdana Menteri karena memukul Perdana Menteri dan dipaksa pergi ke luar negeri karena dia merusak simbol kekuasaan?” tanya Lazimi lebih lanjut.

    Sejumlah anggota Knesset lainnya yang hadir dalam rapat itu tampak kaget sekaligus tertawa kecil mendengar pernyataan Lazimi. “Apa maksud Anda?” tanya salah satu anggota Knesset, dengan nada tidak percaya, kepada Lazimi dalam rapat yang terekam video, yang beredar di media sosial.

    “Tentu saja, dia diasingkan ke luar negeri,” ucap Lazimi merujuk pada Yair Netanyahu.

    Lazimi tampak terkejut saat menyadari rekan-rekannya di Knesset tidak mengetahui tuduhan tersebut. Namun ketika dia didesak memberikan penjelasan lebih lanjut soal pernyataannya itu, Lazimi terkesan menepis pernyataan rekannya dan kembali membahas soal pendanaan.

    Pernyataan Lazimi ini menuai kecaman dan dibantah mentah-mentah oleh Partai Likud, yang menaungi Netanyahu. Ditegaskan oleh salah satu perwakilan Partai Likud bahwa pernyataan Lazimi itu “sebuah kebohongan tercela, sebuah titik terendah terbaru bagi kelompok sayap kiri”.

    “Naama Lazimi akan kehilangan kekebalannya dan gajinya, dan siapa pun yang melontarkan kebohongan keji semacam ini akan menghadapi gugatan hukum dan juga harus membayar,” tegas pernyataan yang dirilis perwakilan Partai Likud.

    Halaman 2 dari 3

    (dnu/dnu)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Jawab Pancingan Israel Lanjut Perang di Gaza, Hamas: Kami Punya Kartu As untuk Paksa Netanyahu Manut – Halaman all

    Jawab Pancingan Israel Lanjut Perang di Gaza, Hamas: Kami Punya Kartu As untuk Paksa Netanyahu Manut – Halaman all

    Jawab ‘Pancingan’ Israel Lanjut Perang di Gaza, Hamas: Kami Punya Kartu As untuk Paksa Netanyahu

    TRIBUNNEWS.COM – Pemimpin Hamas, Sami Abu Zuhri merespons aksi Israel yang belum membebaskan sebanyak 602 tahanan Palestina sebagai bagian dari putaran ketujuh pertukaran pembebasan sandera-tahanan di tahap pertama gencatan senjata.

    Abu Zuhri menyatakan kalau hal ini membuktikan kalau Perdana Menteri Pendudukan Israel Benjamin Netanyahu berusaha untuk mengulur-ulur dalam negosiasi tahap dua perjanjian gencatan senjata.

    Dengan kata lain, aksi Israel mengulur pembebasan ratusan tahanan Palestina dianggap sebagai ‘pancingan’ bagi Hamas untuk melanjutkan perang di Jalur Gaza.

    Membalas ‘pancingan’ perang dari Israel, dia mewanti-wanti kalau Hamas punya ‘Kartu As’, pengaruh yang memungkinkan gerakan pembebasan Palestina itu untuk memaksa Netanyahu untuk mematuhi perjanjian tersebut.

    Ia menegaskan kalau dengan tidak menepati pembebasan ratusan tahanan Palestina tersebut, Netanyahu tidak hanya merusak kesepakatan tersebut tetapi juga mempermainkan nasib para tawanan Israel.

    Sementara itu, pemimpin Hamas Basem Naim mengatakan kepada Reuters kalau mengadakan pembicaraan dengan pendudukan melalui mediator mengenai langkah selanjutnya dalam perjanjian gencatan senjata bergantung pada pembebasan tahanan Palestina seperti yang telah disepakati sebelumnya.

    Naim menegaskan, “Tidak akan ada pembicaraan dengan pihak musuh melalui mediator sebelum pembebasan tahanan yang disepakati dalam kesepakatan pertukaran tahanan.”

    Pemerintah Pendudukan Israel telah mengumumkan penundaan pembebasan ratusan tahanan Palestina yang dijadwalkan dibebaskan pada gelombang ketujuh.

    Israel mengaitkan keputusannya dengan kondisi Hamas yang masih mengendalikan Jalur Gaza.

    PEMBEBASAN SANDERA – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Minggu (23/2/2025), (atas, kiri-kanan): sandera Israel, Omer Shem Tov cium kening Al-Qassam dan Al-Qassam pamer senjata. (bawah, kiri-kanan): 3 tentara Israel dibebaskan dan 2 sandera (Tal Shoham dan Avera Mengistu) dibebaskan. Pada Sabtu (22/2/2025), Hamas membebaskan 6 sandera Israel pertukaran tahanan gelombang ke-7, dengan imbalan 602 tahanan Palestina. (Telegram/Brigade Al-Qassam)

    Hamas Minta Mesir-Qatar Tekan Israel Agar Patuhi Kesepakatan

    Kepala Komisi Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan Palestina, Raed Abu Al-Hummus, pada Senin menyerukan intervensi Mesir-Qatar yang mendesak untuk menekan otoritas Israel agar menghentikan pelanggaran perjanjian pertukaran tahanan.

    Dia meminta kedua negara mediator itu untuk menekan Israel agar memastikan pembebasan kelompok tahanan ketujuh, yang seharusnya dilakukan pada Sabtu malam.

    Abu Al-Hummus mengecam keterlambatan Israel dalam melaksanakan perjanjian tersebut, dan menyatakan bahwa penundaan yang disengaja tersebut mencerminkan kebijakan sistematis yang bertujuan untuk menciptakan ketegangan dan kecemasan di kalangan tahanan politik dan keluarga mereka.

    Ia menambahkan, “Israel berupaya menghindari komitmennya tetapi tidak akan berhasil dalam mematahkan keinginan rakyat Palestina, yang tetap teguh dalam tuntutan mereka untuk pembebasan semua tahanan politik.”

    Abu Al-Hummus menekankan perlunya mengendalikan tim negosiasi Pendudukan Israel dan memaksa mereka untuk menegakkan ketentuan perjanjian, sambil memperingatkan terhadap pelanggaran berulang yang mengungkap kelemahan sistem ‘Israel’.

    Ia juga mencatat bahwa Israel tidak hanya menunda pembebasan tetapi juga mengintensifkan tindakan lapangannya dengan memperketat cengkeramannya di Tepi Barat.

    Israel dilaporkan mendirikan lebih dari 900 pos pemeriksaan dan gerbang besi, serta mencegah warga mencapai Ramallah dan Al-Bireh pada hari pembebasan tahanan—yang semakin menunjukkan kebijakan represifnya.

    Abu Al-Hummus menegaskan, berbagai upaya tengah dilakukan dengan pihak-pihak terkait untuk memastikan terlaksananya kesepakatan tersebut, seraya menyoroti tekanan signifikan dari Mesir untuk memaksa Israel merilis gelombang ketujuh dalam beberapa jam atau hari mendatang.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar) (khaberni/tangkap layar)

    Alasan Israel Tunda Pembebasan Ratusan Tahanan

    Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mengumumkan keputusan untuk menunda pembebasan tahanan Palestina sampai Hamas menjamin kalau tidak akan ada upacara yang diadakan untuk penyerahan sandera Israel di masa mendatang.

    Menurut kantor Netanyahu, upacara yang diadakan Hamas selama pertukaran tawanan dipandang sebagai “ritual yang memalukan.”

    Komisi Urusan Tahanan Palestina dan Klub Tahanan Palestina mengonfirmasi kalau pembebasan tahanan Palestina oleh otoritas “Israel” telah ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut.

    Radio Angkatan Darat Israel, melaporkan kalau para tahanan yang dijadwalkan untuk dibebaskan diturunkan dari bus dan dikembalikan ke sel mereka.

    Sumber yang dekat dengan kantor Netanyahu mengatakan kepada media Ibrani bahwa penundaan pembebasan akan terus berlanjut hingga tawanan yang tersisa dibebaskan sebagai bagian dari kesepakatan.

    Sebelumnya, sumber-sumber Israel telah mengindikasikan bahwa pembebasan tahanan Palestina diharapkan akan segera terjadi, dengan penundaan yang disebabkan oleh pertukaran jenazah sandera Israel Shiri Bipas.

    Komisi Urusan Tahanan Palestina telah bersiap menerima tahanan Palestina yang dibebaskan, dan Bulan Sabit Merah Palestina juga telah siap memindahkan tahanan Kazem Zawahira dari rumah sakit Hadassah Israel ke sebuah rumah sakit di Tepi Barat sebagai bagian dari perjanjian pertukaran.

    Pernyataan kantor Netanyahu telah menunda pembebasan tahanan Palestina sampai Hamas memastikan bahwa tidak ada upacara pertukaran yang akan dilakukan di masa mendatang.

    Pasukan IDF Siap Perang Lagi di Gaza

    Pada hari Minggu, tentara Israel mengumumkan kalau mereka telah memutuskan untuk “meningkatkan kesiapan operasional di wilayah sekitar Gaza.

    Tentara Pendudukan menyatakan bahwa setelah melakukan penilaian situasi, mereka telah mengambil keputusan ini untuk meningkatkan kesiapannya di wilayah tersebut.

    Langkah ini sejalan dengan pernyataan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang menekankan “kesiapan negaranya untuk melanjutkan pertempuran melawan Hamas kapan saja.”

    Keputusan untuk meningkatkan operasi militer bertepatan dengan pembatasan yang terus dilakukan oleh pasukan Israel di Gaza, di samping pelanggaran yang sering terjadi yang meningkatkan kekhawatiran tentang potensi eskalasi yang dapat mengancam gencatan senjata yang rapuh.

    Dalam perkembangan terkait, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengindikasikan bahwa militer “Israel” telah memperluas operasinya di Tepi Barat utara, khususnya di sekitar kota Qabatia, sebagai bagian dari apa yang disebut sebagai “Operasi Tembok Besi.”

    Israel Katz juga mengklaim bahwa militer tidak akan mengizinkan warga sipil kembali ke kamp pengungsian dan tidak akan mengizinkan terorisme menyebar.

     

    (oln/rntv/*)

  • Netanyahu Siaga, Kerahkan Tentara IDF ke Perbatasan Gaza, Setop Pertukaran Sandera Lanjutan – Halaman all

    Netanyahu Siaga, Kerahkan Tentara IDF ke Perbatasan Gaza, Setop Pertukaran Sandera Lanjutan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mulai meningkatkan kesiapan operasionalnya dengan mengerahkan pasukan pertahanan Israel (IDF) di sekitar Gaza.

    Hal itu diketahui publik usai Netanyahu sesumbar, mengatakan bahwa Israel siap untuk melanjutkan pertempuran di Jalur Gaza kapan saja.

    “Setelah penilaian situasional, diputuskan untuk meningkatkan kesiapan operasional di area sekitar Jalur Gaza,” kata militer Israel dalam sebuah pernyataan, dilansir dari Anadolu.

    “Di Gaza, kami telah melenyapkan sebagian besar pasukan terorganisir Hamas, namun tidak ada keraguan-kami akan menyelesaikan tujuan perang sepenuhnya-baik melalui negosiasi atau dengan cara lain,” tambahnya.

    Pengerahan pasukan dilakukan Netanyahu sebagai tanggapan atas sikap Hamas yang menangguhkan semua perundingan gencatan senjata lanjutan dengan Israel.

    Kesepakatan gencatan senjata di Gaza dimulai pada 19 Januari dan berakhir pada awal Maret.

    Israel sebelumnya diperkirakan akan membebaskan lebih dari 600 tahanan Palestina pada hari Sabtu (22/2/2025) sebagai imbalan atas enam sandera Israel yang dibebaskan oleh militan Hamas di Gaza.

    Namun, Netanyahu secara mengejutkan menunda pembebasan tahanan Palestina.

    Israel Stop Pertukaran Sandera

    Israel mengumumkan akan menangguhkan pembebasan lebih dari 600 tahanan Palestina yang dijadwalkan dibebaskan kemarin sebagai bagian dari pertukaran tahanan ketujuh antara Hamas dan Israel.

    Mengutip dari sumber terdekat Netanyahu, penundaan ini disinyalir karena upacara serah terima yang ‘merendahkan martabat’.

    Di mana pada akhir pekan kemarin, setelah Hamas menggelar upacara serah terima tawanan Israel di Gaza, seorang tentara Israel mencium kepala dua pejuang Hamas.

    Tindakan tersebut sontak memicu amarah Netanyahu, hingga pimpinan tertinggi Israel ini menangguhkan pembebasan ratusan tahanan Palestina.

    Tak dirinci sampai kapan penangguhan akan dilakukan, Dinas Penjara Israel mengatakan bahwa mereka belum menerima instruksi dari pemerintah Israel untuk membebaskan tawanan Palestina

    Namun menurut informasi yang beredar penangguhan bakal dilakukan hingga mendapat jaminan bahwa tawanan Israel yang tersisa akan dibebaskan “tanpa ritual yang merendahkan martabat”.

    Mengacu pada upacara serah terima yang diselenggarakan oleh Hamas sepanjang fase pertama gencatan senjata yang sering kali meliputi pengambilan foto tawanan Israel di depan podium dan penerimaan plakat dan kenang-kenangan dari Brigade Qassam, sayap bersenjata Hamas.

    Hamas Kecam Netanyahu

    Merespon keputusan Netanyahu yang secara mendadak menunda pembebasan sandera lanjutan, Hamas mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa keputusan Netanyahu didasarkan pada “dalih yang buruk,”.

    Hamas bersikeras bahwa upacara tersebut tidak merendahkan atau menghina tawanan Israel, tetapi justru mencerminkan “perlakuan manusiawi” mereka. 

    Hamas menuding penundaan pembebasan sandera merupakan dalih untuk menghindari kewajiban Israel berdasarkan perjanjian gencatan senjata Gaza.

    “Keputusan Netanyahu mencerminkan upaya yang disengaja untuk mengganggu perjanjian, merupakan pelanggaran yang jelas terhadap ketentuannya, dan menunjukkan kurangnya keandalan pendudukan dalam melaksanakan kewajibannya,” kata anggota Hamas bidang politik, Ezzat El Rashq, dalam pernyataannya, dilansir Al Arabiya.

    “Upacara penyerahan tahanan tidak termasuk penghinaan terhadap mereka, tetapi justru mencerminkan perlakuan manusiawi yang mulia terhadap mereka”, imbuhnya.

    Sementara itu, keluarga tahanan Palestina mengaku kecewa dan marah atas tindakan Netanyahu yang membatalkan pembebasan tahanan dari penjara Israel.

    “Keluarga para tawanan perang berada dalam keadaan marah, sedih, dan dendam, dan para mediator harus melakukan bagian mereka saat mereka mulai menyelesaikannya sehingga keluarga para tawanan perang dapat bersukacita atas pembebasan tawanan perang mereka yang seharusnya dibebaskan hari ini,” kata salah satu warga, Bassam al-Khatib.

    “Anda telah menerima tawanan perang Anda, jadi mengapa menunda penyerahan tawanan perang Palestina kami? Ini adalah sesuatu yang menyakitkan hati, kurangnya komitmen dan mengabaikan semua standar dan hukum internasional, dan mengabaikan negara-negara yang mensponsori perjanjian ini,” tambahnya.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Benjamin Netanyahu Melanggar Kesepakatan, Tolak Pembebasan 600 Warga Palestina – Halaman all

    Benjamin Netanyahu Melanggar Kesepakatan, Tolak Pembebasan 600 Warga Palestina – Halaman all

    Benjamin Netanyahu Melanggar Kesepakatan, Tolak Pembebasan 600 Warga Palestina

    TRIBUNNEWS.COM- Kantor Perdana Menteri Israel mengatakan bahwa pihak berwenang tidak akan membebaskan tahanan yang dijadwalkan dibebaskan pada hari Sabtu.

    Pemerintah Israel telah menunda pembebasan tahanan Palestina yang akan dibebaskan pada hari Sabtu berdasarkan perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan.

    Minggu pagi, setelah berjam-jam menunda, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa pembebasan tahanan Palestina akan ditunda tanpa batas waktu. 

    Netanyahu merujuk pada acara perayaan yang diselenggarakan oleh Perlawanan sebelum menyerahkan tawanan Israel kepada Komite Internasional Palang Merah (ICRC), sebagai alasan di balik keputusan tersebut. 

    “Mengingat pelanggaran berulang kali oleh Hamas — termasuk upacara yang merendahkan sandera kami dan penggunaan sinis sandera kami untuk tujuan propaganda — telah diputuskan untuk menunda pembebasan teroris yang direncanakan kemarin hingga pembebasan sandera berikutnya dijamin, dan tanpa upacara yang merendahkan martabat,” kata Netanyahu.

    Para tawanan menuntut pemerintah Israel berunding untuk membebaskan mereka
    Dalam sebuah video yang beredar luas, tawanan Israel Omer Shem Tov terlihat mencium dahi dua pejuang Brigade Al-Qassam selama acara di kamp pengungsi al-Nuseirat. Rekaman itu dengan cepat menjadi viral di berbagai platform media sosial.

    Dua tawanan Israel lainnya, Eviatar David dan Guy Gilboa-Dalal, juga terlihat dalam upacara tersebut. Kedua tawanan tersebut tidak dijadwalkan untuk dibebaskan pada tahap pertama perjanjian gencatan senjata. Selain itu, status keduanya tidak diketahui selama berbulan-bulan. 

    Baik David maupun Gilbao-Dalal terkejut melihat rekan tawanannya dibebaskan dan mendesak pemerintah Israel untuk menjamin pembebasan mereka. 

    “Netanyahu berhenti! Kau telah menghabisi kami, kau telah membunuh kami!” kata Gilboa-Dalal.

    “Kembalikan kami ke rumah kami, tolong!” kedua tawanan itu mendesak. 

    Gilboa-Dalal juga menuntut agar pemerintah Israel melanjutkan negosiasi dengan Perlawanan Palestina dan mencapai kesepakatan yang akan menjamin pembebasan mereka.

    “Tekanan militer akan membunuh kita semua,” imbuhnya.

    “Anda telah memulai kesepakatan, lanjutkan saja,” kata David. 

    Kedua tawanan itu kemudian mendesak warga Israel untuk melakukan protes hingga mereka dibebaskan. 

    Kerangka kesepakatan tersebut menyatakan bahwa tidak akan ada lagi tawanan Israel yang masih hidup yang dibebaskan pada tahap perjanjian gencatan senjata ini. 

    Pembebasan di masa mendatang bergantung pada tahap-tahap berikutnya, yang bertujuan untuk menetapkan kondisi bagi gencatan senjata yang langgeng dan mengakhiri perang di Gaza—suatu hasil yang secara aktif dicegah oleh Netanyahu.
     
    Media Israel melaporkan bahwa 63 warga Israel masih berada di Jalur Gaza hingga saat ini, dengan sedikitnya 24 di antaranya diperkirakan masih hidup. 

    Kelompok Tahanan Palestina mengecam tindakan Israel

    Menanggapi keputusan Netanyahu, Kelompok Tahanan Palestina mengatakan bahwa penundaan tersebut merupakan “terorisme terorganisasi” yang dilakukan oleh otoritas Israel terhadap tahanan Palestina. 

    Putaran pertukaran terakhir ini akan menyaksikan pembebasan 602 warga Palestina termasuk Nael al-Barghouti, tahanan Palestina yang paling lama menjalani hukuman. 

    “Pendudukan tidak menyisakan alat apa pun dalam kampanye tanpa henti berupa penghinaan, pelecehan, dan penyiksaan terhadap tahanan dan keluarga mereka,” organisasi Palestina tersebut menggarisbawahi.

    Kelompok tersebut juga menunjukkan banyak contoh di mana pasukan pendudukan Israel menyerbu rumah-rumah tahanan yang dibebaskan dan meneror mereka beserta keluarga mereka. 

    Perlu dicatat juga bahwa otoritas Israel secara brutal menghentikan perayaan apa pun yang terkait dengan pembebasan tahanan. 

     

    SUMBER: AL MAYADEEN