Negara: Jalur Gaza

  • 39.529 Bom AS Akan Dikirim ke Israel, Nilai Total Senjata Rp49,7 Miliar, Ada Penghancur Bunker – Halaman all

    39.529 Bom AS Akan Dikirim ke Israel, Nilai Total Senjata Rp49,7 Miliar, Ada Penghancur Bunker – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Amerika Serikat (AS) telah sepakat mengirimkan senjata ke Israel, senilai sekitar $3 miliar, atau dalam rupiah sekitar Rp49,7 Miliar.

    Pentagon menyebut senjata-senjata tersebut berupa bom, peralatan pembongkaran, dan senjata lainnya.

    Kongres AS diberitahu tentang potensi penjualan senjata dalam keadaan darurat ke Israel ini pada Jumat (28/2/2025).

    Langkah ini melewati praktik lama yang memperbolehkan pimpinan dan anggota Komite Urusan Luar Negeri DPR dan Komite Hubungan Luar Negeri Senat meninjau kesepakatan dan meminta informasi tambahan sebelum secara resmi memberitahu Kongres.

    Penjualan senjata tersebut meliputi 35.529 bom serba guna yang beratnya masing-masing sekitar 1.000 kilogram dan 4.000 bom penghancur bunker dengan berat yang sama, yang diproduksi oleh General Dynamics.

    Sementara Pentagon menyatakan bahwa pengiriman akan dimulai pada tahun 2026.

    “Ada kemungkinan bahwa sebagian dari pengiriman senjata ke Israel ini berasal dari persediaan AS,” ujar sumber dari AS, mengutip Palestine Chronicle.

    Paket kedua (pengiriman senjata) bernilai $675 juta dan terdiri dari 5.000 bom, masing-masing seberat sekitar 500 kilogram, beserta perlengkapan yang diperlukan.

    Paket ini targetnya akan dikirimkan pada tahun 2028.

    Pemberitahuan ketiga mencakup buldoser yang diproduksi oleh Caterpillar, senilai $295 juta.

    Ini adalah kedua kalinya dalam satu bulan pemerintahan Donald Trump mengumumkan keadaan darurat untuk mempercepat persetujuan penjualan senjata ke Israel.

    Pemerintahan mantan Presiden Joe Biden sebelumnya telah menggunakan wewenang darurat untuk menyetujui penjualan senjata ke Israel tanpa tinjauan kongres.

    Senin lalu, pemerintahan Trump mencabut perintah yang dikeluarkan selama era Biden, yang mengharuskannya melaporkan potensi pelanggaran hukum internasional terkait senjata yang disediakan oleh Amerika Serikat kepada sekutu, termasuk Israel.

    Diketahui perjanjian gencatan senjata di Gaza dicapai setelah perang Israel selama 15 bulan dan genosida terhadap Jalur Gaza.

    Serangan zionis Israel ini mengakibatkan terbunuhnya dan terlukanya lebih dari 160.000 orang serta kehancuran yang belum pernah terjadi sebelumnya yang tidak pernah terlihat sejak Perang Dunia II.

    Tahap pertama perjanjian pertukaran tahanan, yang mulai berlaku sejak tanggal 19 Januari 2025 lalu setelah mediasi yang berhasil dipimpin oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, diselesaikan pada Kamis (27/2/2025).

    Sementara tahap pertama pertukaran tahanan, yang berlangsung selama enam minggu, berakhir, Sabtu (1/3/2025).

    Israel telah menahan diri untuk tidak memasuki perundingan mengenai tahap kedua dan berupaya untuk memperpanjang tahap pertama guna membebaskan lebih banyak tahanannya di Gaza tanpa berkomitmen untuk mengakhiri perang.

    (Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

  • Uni Eropa Desak Hamas Terima Proposal Perpanjangan Gencatan Senjata di Gaza

    Uni Eropa Desak Hamas Terima Proposal Perpanjangan Gencatan Senjata di Gaza

    Jakarta

    Uni Eropa (UE) mengecam sikap Hamas yang menolak usulan perpanjangan gencatan senjata tahap pertama di Gaza. Uni Eropa menilai sikap Hamas berisko menimbulkan konflik baru dengan pemerintah Israel.

    “UE menyerukan dimulainya kembali perundingan tahap kedua gencatan senjata, dan menyatakan dukungan kuatnya kepada para mediator,” kata Juru Bicara Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan UE, Anouar El Anouni, dalam sebuah pernyataan dilansir AFP, Senin (3/3/2025).

    Israel diketahui telah mengumumkan kebijakan untuk menghentikan semua barang dan pasokan ke Jalur Gaza, Palestina. Keputusan itu diambil untuk menekan Hamas agar menerima proposal perpanjangan penahanan gencatan senjata yang diajukan Amerika Serikat (AS).

    Gencatan senjata tahap pertama berakhir pada 1 Maret silam. Pihak AS lalu mengusulkan perpanjangan gencatan senjata tersebut hingga pertengahan April 2025.

    Pihak Hamas sampai saat ini menolak usulan perpanjangan gencatan senjata tahap pertama. Mereka meminta Israel untuk segera masuk ke perundingan gencatan senjata tahap kedua atau gencatan senjata secara permanen.

    Uni Eropa menyatakan pihaknya mendukung upaya gencatan senjata permanen di Gaza. Namun, Uni Eropa meminta Hamas juga menjalankan tanggung jawabnya untuk menjaga stabilitas politik dengan pihak Israel.

    “Gencatan senjata permanen akan berkontribusi pada pembebasan semua sandera Israel yang tersisa sambil memastikan dimulainya kondisi yang diperlukan untuk pemulihan dan rekonstruksi di Gaza,” kata El Anouni.

    Israel Setop Pasokan Barang ke Gaza

    Israel mengumumkan penghentian masuknya semua barang dan pasokan ke Jalur Gaza, Palestina. Hal itu dilakukan untuk menekan Hamas agar menerima proposal perpanjangan gencatan senjata yang diajukan Amerika Serikat (AS).

    Dilansir Associated Press, Minggu (2/3), Kantor Perdana Menteri Israel tidak merinci keputusan tersebut. Tetapi, Israel memperingatkan tentang ‘konsekuensi tambahan’ jika Hamas tidak menerima apa yang Israel katakan sebagai proposal AS untuk perpanjangan gencatan senjata.

    Selain itu, Israel juga tidak menjelaskan apakah pasokan bantuan telah dihentikan sepenuhnya atau sebagian. Fase pertama gencatan senjata Israel-Hamas, yang mencakup lonjakan bantuan kemanusiaan, berakhir pada Sabtu (1/3).

    Kedua pihak belum merundingkan fase kedua, di mana Hamas akan membebaskan puluhan sandera yang tersisa sebagai imbalan atas penarikan pasukan Israel dan gencatan senjata yang langgeng. Israel mengatakan pada hari Minggu pagi bahwa mereka mendukung proposal untuk memperpanjang fase pertama gencatan senjata hingga Ramadan dan Paskah atau 20 April.

    Proposal tersebut datang dari utusan Timur Tengah pemerintahan Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff. Lantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut Hamas akan membebaskan setengah dari sandera pada hari pertama dan sisanya saat kesepakatan gencatan senjata permanen tercapai.

    Tidak ada komentar langsung dari Amerika Serikat, Mesir, atau Qatar, yang telah menjadi penengah antara Israel dan Hamas selama lebih dari setahun. Hamas belum menanggapi usulan tersebut.

    Hamas sendiri mendesak Israel untuk melanjutkan gencatan senjata fase kedua. Menurut Hamas, hal itu menjadi upaya untuk menuju gencatan senjata permanen dan stabilitas.

    “Satu-satunya cara untuk mencapai stabilitas di kawasan tersebut dan pemulangan para tahanan adalah dengan menyelesaikan pelaksanaan perjanjian dimulai dengan pelaksanaan fase kedua,” kata pemimpin Hamas Mahmoud Mardawi dilansir AFP.

    (ygs/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • 7 Fakta Baru Perang Gaza: Israel-Hamas Panas, Gencatan Senjata Bye

    7 Fakta Baru Perang Gaza: Israel-Hamas Panas, Gencatan Senjata Bye

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah fakta baru muncul di perang Gaza. Israel mengeluarkan ancaman ke Hamas yang makin membuat gencatan senjata terancam.

    Hamas bahkan menyebut langkah Israel sebagai pemerasan murahan. Berikut lengkapnya dirangkum CNBC Indonesia, Senin (3/3/2025).

    1.Israel Ancam Hamas

    Israel telah mengeluarkan ancaman ke Hamas. Israel mengatakan akan ada konsekuensi jika jika kelompok Palestina itu tidak setuju untuk memperpanjang fase pertama perjanjian gencatan senjata yang kini telah berakhir.

    Fase pertama perjanjian berakhir pada hari Sabtu kemarin. Tetapi Israel belum melanjutkan fase kedua, yang pada akhirnya akan mengarah pada akhir perang secara permanen.

    Ini menyusul proposal yang diajukan oleh utusan presiden Amerika Serikat (AS), Steve Witkoff. Perlu diketahui menurut rencana Witkoff, setengah dari tawanan, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, akan dibebaskan lagi setelah Sabtu sedangkan sisanya dibebaskan jika gencatan senjata permanen tercapai.

    Mengutip Al-Jazeera, Minggu pagi, pernyataan dari kantor Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pembicaraan masih belum meyakinkan. Pengumuman Israel lainnya mengatakan akan menghentikan masuknya semua barang dan pasokan ke Jalur Gaza, di mana Negeri Zionis mengancam dapat melanjutkan operasi militer jika negosiasi terbukti “tidak efektif”.

    Hamas sendiri menanggapi dengan menolak rumusan perpanjangan fase satu gencatan senjata dan menyerukan langsung ke fase kedua, seperti yang direncanakan semula. Hamas mengatakan langkah itu “merupakan upaya terang-terangan untuk menghindari perjanjian dan tidak melakukan negosiasi untuk fase kedua”.

    “Keputusan Netanyahu untuk menghentikan bantuan kemanusiaan adalah pemerasan murahan, kejahatan perang, dan kudeta terang-terangan terhadap perjanjian,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan.

    “Penjahat perang Netanyahu mencoba memaksakan fakta politik di lapangan, yang gagal dibangun oleh tentara fasisnya selama 15 bulan genosida brutal, berkat keteguhan, keberanian, dan perlawanan rakyat kita,” tambahnya.

    “Ia berusaha menggulingkan perjanjian yang ditandatangani demi perhitungan politik internalnya yang sempit, dengan mengorbankan tahanan pendudukan di Gaza dan nyawa mereka.”

    Sementara itu, laporan laman yang sama melaporkan bagaimana warga Gaza sangat tertekan. Mereka, lapor AlJazeera merasa gencatan senjata sangat rapuh.

    “Ada jet dan pesawat nirawak Israel yang terbang di langit, membuat warga Palestina merasa bahwa setiap saat, pasukan Israel dapat menargetkan tempat mana pun di seluruh Jalur Gaza,” lapornya.

    Di sisi lain, Direktur Studi Timur Tengah Universitas San Francisco, Stephen Zunes mengatakan bahwa proposal AS sangat menguntungkan Israel. Zunes juga mengatakan penolakan Israel untuk terlibat dalam perundingan tahap kedua menempatkan Hamas dalam “situasi sulit”.

    “Ini hal yang biasa,” katanya.

    “Hamas dan Israel akan menyetujui sesuatu. Kemudian Israel akan mencoba merevisinya agar menguntungkannya,” tambahnya lagi.

    “Kemudian AS akan mengajukan proposal baru yang menguntungkan Israel dan kemudian AS akan menyalahkan Hamas karena tidak menerima proposal itu,” jelasnya seraya menambahkan bahwa ini adalah pola yang terlihat sejak awal perang.

    2.Israel Sebut Kelaparan Gaza Kebohongan

    Menteri Luar Negeri Gideon Saar menyebut kelaparan di Gaza adalah sebuah kebohongan. Ia pun mengklaim Israel memiliki hak untuk memblokir bantuan agar tidak masuk ke Gaza sejak tahap pertama gencatan senjata berakhir tanpa kesepakatan baru.

    “Sehubungan dengan (klaim) kelaparan ini, itu adalah kebohongan selama perang ini. Itu adalah kebohongan,” kata Saar dalam konferensi pers di Yerusalem Barat.

    Pada Desember 2024, badan PBB untuk pengungsi Palestina melaporkan lebih dari 19.000 anak telah dirawat di rumah sakit karena kekurangan gizi akut dalam periode empat bulan. Pada tahun pertama perang- yang berakhir pada Oktober 2024- 37 anak meninggal karena kekurangan gizi atau dehidrasi.

    3.Demonstrasi di Rumah Menteri Israel

    Surat kabar Israel Haaretz melaporkan demonstrasi sedang berlangsung di depan rumah menteri pemerintah Israel. Demonstran menyerukan gencatan senjata dan pembebasan tawanan agar dilanjutkan.

    Demonstran dilaporkan berkumpul di luar rumah Menteri Luar Negeri Gideon Saar; Menteri Inovasi, Sains, dan Teknologi Gila Gamliel; Menteri Transportasi dan Keselamatan Jalan Raya Miri Regev; Menteri Urusan Strategis Ron Dermer; dan Menteri Dalam Negeri Moshe Arbel. Dalam sejumlah berita foto, terlihat demonstran membawa foto Netanyahu yang ditulis “Perang Harus Terus Berlangsung, Supaya (Netanyahu) Bisa Terus Berkuasa (di Israel)”.

    4.Gencatan Senjata Terancam Good Bye?

    Badan pertahanan sipil Gaza melaporkan penembakan artileri dan tembakan tank Israel di dekat kota selatan Khan Yunis pada hari Minggu siang. Kemungkinan besar ini menjadi langkah terbaru perang Israel di sana setelah pemerintah Netanyahu dan Hamas tak sepakat tentang cara memperpanjang gencatan senjata di wilayah Palestina.

    “Penembakan artileri dan tembakan dari tank Israel menargetkan wilayah perbatasan kota Abasan al-Kabira, timur kota Khan Yunis, di Jalur Gaza selatan,” kata badan tersebut dalam sebuah pernyataan.

    Israel sendiri enggan mengomentari hal ini. Ketika dimintai komentar, tentara Israel mengatakan sedang menyelidiki masalah tersebut.

    5.Perang Baru Gaza Picu Bencana Besar

    Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan soal potensi perang baru pecah di Gaza seiring tak disepakatinya tahap baru gencatan senjata. Ia mengatakan hl itu adalah “bencana besar”.

    “Gencatan senjata permanen dan pembebasan semua sandera sangat penting untuk mencegah eskalasi dan menghindari konsekuensi yang lebih menghancurkan bagi warga sipil,” tegasnya.

    6.Konferensi Palestina di Swiss

    Swiss mengatakan akan menjadi tuan rumah konferensi internasional pada 7 Maret tentang perlindungan warga sipil Palestina di wilayah yang diduduki. Ini sesuai dengan permintaan sejumlah negara dalam pemungutan suara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 18 September lalu.

    “Sebanyak 196 penandatangan Konvensi Jenewa akan diundang ke pertemuan tersebut, yang akan dihadiri oleh para duta besar,” kata juru bicara kementerian luar negeri Swiss, dikutip AFP.

    “Konferensi pihak-pihak yang terikat kontrak tingkat tinggi tersebut tidak dapat mengambil keputusan yang mengikat tetapi dapat menegaskan kembali aturan hukum humaniter internasional dan kewajibannya”, kata pemerintah Swiss di situs webnya.

    Gaza sendiri sedang khawatir dengan serangan baru Israel seiring tak dilanjutkannya fase kedua gencatan senjata. Di Tepi Barat, pemukim Israel telah meningkatkan serangan mereka terhadap warga sipil Palestina, sementara tentara Israel telah melancarkan operasi keamanan besar yang telah mengungsikan sekitar 40.000 warga Palestina.

    7.AS Kirim Buldoser Rp 49 T ke Israel

    AS Jumat lalu mengumumkan persetujuan penjualan amunisi, buldoser, dan peralatan terkait senilai lebih dari US$3 miliar (Rp 49 triliun) ke Israel. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menandatangani penjualan bom dan hulu ledak senilai US$2,04 miliar, bom dan perlengkapan panduan lainnya senilai US$675,7 juta, dan buldoser serta peralatan terkait senilai US$295 juta.

    “AS telah menetapkan dan memberikan justifikasi terperinci bahwa ada keadaan darurat yang mengharuskan penjualan segera kepada pemerintah Israel atas barang-barang pertahanan dan layanan pertahanan di atas demi kepentingan keamanan nasional Amerika Serikat,” kata Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan (DSCA).

    “Hal itu mengakibatkan pengabaian persyaratan umum bahwa penjualan tersebut harus disetujui oleh Kongres,” katanya.

    “AS berkomitmen terhadap keamanan Israel, dan sangat penting bagi kepentingan nasional AS untuk membantu Israel mengembangkan dan mempertahankan kemampuan pertahanan diri yang kuat dan siap,” tambah DSCA.

    Transaksi senjata terbaru terjadi setelah Washington menyetujui penjualan lebih dari $7,4 miliar dalam bentuk bom, rudal, dan peralatan terkait ke Israel awal bulan ini. Israel melancarkan serangan yang sangat merusak terhadap Hamas di Gaza, menewaskan 48.000 jiwa.

    (sef/sef)

  • Mesir: Rencana Rekonstruksi Gaza Rampung, Dipresentasikan di Pertemuan Darurat Arab pada Selasa – Halaman all

    Mesir: Rencana Rekonstruksi Gaza Rampung, Dipresentasikan di Pertemuan Darurat Arab pada Selasa – Halaman all

    Mesir: Rencana Rekonstruksi Gaza Rampung, Dipresentasikan di Pertemuan Darurat Arab pada Selasa
     

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdel Aati, Minggu (2/3/2025) menyatakan kalau para menteri luar negeri dari negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) akan menggelar rapat di Arab Saudi setelah pertemuan puncak darurat Arab pada Selasa, 4 Maret 2025.

    Ia mengatakan kalau rencana rekonstruksi Gaza telah selesai dan akan disampaikan pada pertemuan puncak (konferensi tingkat tinggi/KTT) darurat Arab pada Selasa untuk disetujui.

    Abdel-Ati menambahkan, negaranya akan melanjutkan upaya intensif untuk memulai negosiasi tahap kedua perjanjian gencatan senjata di Gaza.

    Dia juga menyinggung soal manuver Israel yang memblokir semua bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza dalam rangka menekan Hamas untuk menyetujui perpanjangan tahap pertama gencatan senjata.

    “Penggunaan bantuan sebagai senjata hukuman kolektif dan kelaparan di Gaza tidak dapat diterima dan tidak diperbolehkan,” katanya merujuk pada aksi Israel memblokir bantuan ke Gaza.

    Tolak Kelola Gaza Dengan Imbalan Keringanan Utang

    Sebelumnya, pada Rabu (26/2/2025), Mesir menyatakan, menolak usulan untuk mengelola Gaza karena mengganggap wacara itu sebagai hal yang ‘tidak dapat diterima’

    Mesir tidak mau mengambil alih pemerintahan Gaza, dengan menyebut gagasan tersebut bertentangan dengan sikap posisi Mesir dan negara-negara Arab yang telah lama berlaku terkait masalah Palestina.

    Mesir dan negara-negara Arab ingin masalah Palestina dikendalikan oleh faksi dan entitas Palestina dan terus mendorong ‘Solusi Dua Negara’ dengan Israel.

    “Setiap gagasan atau usulan yang menyimpang dari pendirian Mesir dan Arab [tentang Gaza]… ditolak dan tidak dapat diterima,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tamim Khalaf seperti dikutip kantor berita negara, MENA.

    Pernyataan ini dilontarkan sehari setelah pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid melontarkan gagasan tersebut.

    Mantan perdana menteri Israel dan pemimpin oposisi Yair Lapid mengadakan konferensi pers tentang anggaran negara yang akan datang, di Tel Aviv pada 16 Mei 2023. (JACK GUEZ / AFP)

    Imbalan Keringanan Utang

    Yair Lapid, Selasa, mengusulkan agar Mesir mengambil alih kendali administratif Jalur Gaza hingga 15 tahun dengan imbalan keringanan utang luar negerinya yang bernilai lebih dari 150 miliar dolar AS.

    Rencana tersebut mengusulkan  Mesir bertanggung jawab mengelola daerah kantong tersebut selama delapan tahun, dengan opsi untuk memperpanjangnya hingga 15 tahun.

    Lapid mengumumkan rencana tersebut saat berpidato di Foundation for Defense of Democracies (FDD) di Washington, DC dan kemudian mengunggahnya di X, menurut surat kabar Maariv, Israel.

    “Saya baru-baru ini menyampaikan rencana di Washington untuk hari setelah perang di Gaza,” tulisnya.

    “Inti dari rencana tersebut: Mesir akan memikul tanggung jawab atas Gaza selama (hingga) 15 tahun, sementara pada saat yang sama utang luar negerinya sebesar $155 miliar akan dibatalkan oleh masyarakat internasional.”

    “Setelah hampir satu setengah tahun pertempuran, dunia terkejut mengetahui bahwa Hamas masih menguasai Gaza,” tambahnya.

    Lapid menyalahkan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu karena gagal membangun “pemerintahan efektif di Gaza yang akan mengusir Hamas,”.

    Lapid juga mengatakan kalau Israel menghadapi dua masalah keamanan utama di sepanjang perbatasan selatannya.

    Masalah pertama Israel menurut dia adalah, “Dunia membutuhkan solusi baru untuk Gaza: Israel tidak dapat setuju Hamas tetap berkuasa, Otoritas Palestina tidak mampu menjalankan Gaza, pendudukan Israel tidak diinginkan, dan kekacauan yang terus berlanjut merupakan ancaman keamanan serius bagi Israel.”

    Masalah kedua, kata Lapid, adalah “ekonomi Mesir berada di ambang kehancuran dan mengancam stabilitas Mesir dan seluruh Timur Tengah: utang luar negeri sebesar $155 miliar tidak memungkinkan Mesir membangun kembali ekonominya dan memperkuat militernya.”

    Ia mengusulkan “satu solusi: Mesir akan memikul tanggung jawab pengelolaan Jalur Gaza selama 15 tahun, sementara utang luar negerinya akan ditanggung oleh masyarakat internasional dan sekutu regionalnya.”

    Selama 18 tahun terakhir, Israel telah memberlakukan blokade terhadap Gaza, yang secara efektif mengubahnya menjadi penjara terbuka.

    Genosida baru-baru ini telah menyebabkan sekitar 1,5 juta dari 2,4 juta penduduk daerah kantong itu mengungsi.

    Seorang warga Palestina berjalan di jalanan berdebu dengan latar belakang kehancuran Gaza karena bombardemen buta Israel selama satu tahun sejak 7 Oktober 2023. (MNA)

    Mesir Pemain Utama Pembangunan Gaza

    Lapid mengklaim bahwa selama 15 tahun, “Gaza akan dibangun kembali dan kondisi untuk pemerintahan sendiri akan tercipta. Mesir akan menjadi pemain utama dan akan mengawasi rekonstruksi, yang selanjutnya akan memperkuat ekonominya.”

    “Solusi ini memiliki preseden historis,” katanya.

    “Mesir pernah menguasai Gaza di masa lalu. Ini dilakukan dengan dukungan Liga Arab, dengan pemahaman bahwa ini adalah situasi sementara. Mesir melindungi Jalur Gaza atas nama Palestina. Inilah yang perlu terjadi lagi hari ini.”

    Mesir menguasai Jalur Gaza selama hampir dua dekade setelah berdirinya Israel pada tahun 1948, ketika milisi Zionis merebut tanah Palestina dan melakukan pembantaian yang menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi.

    Hamas sebelumnya menolak rencana untuk melucuti senjata atau dipindahkan dari Gaza, dengan menyatakan bahwa masa depan daerah kantong itu harus ditentukan melalui konsensus nasional Palestina.

    Israel terus menduduki wilayah Palestina, Suriah, dan Lebanon, menolak untuk menarik diri atau mengakui negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya dalam batas-batas sebelum tahun 1967.

    Gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan telah berlaku di Gaza sejak bulan lalu, menghentikan perang Israel, yang telah menewaskan hampir 48.350 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan meninggalkan daerah kantong itu dalam reruntuhan.

    November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.

    Rekonstruksi Gaza Butuh Rp 327 Triliun

    Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi diperkirakan akan mengunjungi Riyadh untuk membahas rencana Arab untuk Gaza, yang dapat melibatkan pendanaan regional hingga 20 miliar dolar atau Rp 327 Triliun untuk rekonstruksi wilayah kantung Palestina itu.

    Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi kemungkinan akan mengunjungi Riyadh pada hari Kamis, menurut dua pejabat keamanan Mesir, untuk membahas rencana Arab untuk Gaza, yang mungkin melibatkan hingga $20 miliar atau Rp 327 Triliun dari wilayah tersebut untuk rekonstruksi.

    Negara-negara Arab bersiap untuk memperdebatkan rencana untuk Gaza sehari setelahnya sebagai tanggapan atas saran Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk membangun kembali wilayah di bawah kendali AS sambil membersihkan etnis Palestina.

    Berita ini muncul saat Kementerian Keamanan Israel mengumumkan rencana untuk membentuk direktorat untuk pemindahan paksa dan pembersihan etnis di Gaza dengan nama “emigrasi sukarela dari Gaza.”

    Rencana tersebut akan mencakup “pilihan keberangkatan,” yaitu cara mengusir warga Palestina dari tanah mereka , melalui darat, laut, dan udara. 

    Arab Saudi, Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, dan Qatar akan mengevaluasi dan membahas proposal Arab di Riyadh sebelum menyampaikannya pada pertemuan puncak Arab yang dijadwalkan di Kairo pada tanggal 4 Maret, empat orang yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada Reuters. 

    Pada hari Jumat, pertemuan para pemimpin negara Arab, termasuk Yordania, Mesir, UEA, dan Qatar, dijadwalkan di Arab Saudi, yang mendorong upaya Arab pada rencana Trump, tetapi beberapa sumber mengindikasikan tanggalnya belum ditetapkan.

    Pada konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa Amerika Serikat “akan mengambil alih,” “memiliki,” dan mengubah Jalur Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah.”  

    Lebih buruknya lagi, ia mengungkapkan minggu lalu bahwa warga Palestina tidak akan memiliki hak untuk kembali ke Gaza, dan menyatakan bahwa wilayah tersebut, “Saya akan memilikinya.”

    Usulan Arab, yang terutama didasarkan pada rencana Mesir, menyerukan pembentukan komite nasional Palestina untuk mengelola Gaza tanpa keterlibatan Hamas, serta keterlibatan internasional dalam rehabilitasi tanpa pemindahan warga Palestina ke luar negeri.

    Menurut peneliti Emirat Abdulkhaleq Abdullah, komitmen sebesar $20 miliar atau Rp 327 Triliun dari pemerintah Arab dan Teluk untuk dana tersebut, yang telah diidentifikasi oleh dua sumber sebagai jumlah yang masuk akal, mungkin menjadi motivasi yang efektif bagi Trump untuk mengadopsi konsep tersebut.

    Kabinet Otoritas Palestina menyatakan hari Selasa bahwa tahap pertama dari rencana yang sedang dipertimbangkan akan menelan biaya sekitar $20 miliar atau Rp 327 Triliun selama tiga tahun, sementara sumber-sumber Mesir mengungkapkan kepada Reuters bahwa pembicaraan tentang kontribusi keuangan kawasan itu masih berlangsung.

    Menurut orang dalam, rencana itu mengharuskan pembangunan kembali diselesaikan dalam waktu tiga tahun.

    Senator Richard Blumenthal mengatakan kepada wartawan di Tel Aviv pada hari Senin bahwa pembicaraannya dengan para pemimpin Arab, khususnya Raja Abdullah, menunjukkan bahwa “mereka memiliki penilaian yang sangat realistis tentang apa peran mereka seharusnya.”

     

     

     

    (oln/thntnl/anadolu/*)

     
     

  • Sambil Perang Jadi Maling, Tentara Israel Jarah Uang-Emas Rp 463 M dari Suriah, Lebanon, dan Gaza – Halaman all

    Sambil Perang Jadi Maling, Tentara Israel Jarah Uang-Emas Rp 463 M dari Suriah, Lebanon, dan Gaza – Halaman all

    Sambil Perang Jadi Maling, Tentara Israel Curi Uang-Emas Senilai Rp 463 M dari Suriah, Lebanon, dan Gaza

    TRIBUNNEWS.COM – Sambil berperang, para tentara pendudukan Israel (IDF) rupanya memanfaatkan agresi militer yang mereka lakukan untuk menjarah barang-barang dari properti warga di wilayah yang mereka serbu.

    Laporan RNTV, Minggu (2/3/2025), mengutip lansiran media Israel Yedioth Ahronoth menyatakan kalau tentara IDF telah mengumpulkan sejumlah besar uang tunai, emas, barang mewah, dan persenjataan dari operasi mereka di Suriah, Lebanon, dan Gaza.

    Laporan tersebut merinci, penjarahan secara besar yang dilakukan oleh unit tentara khusus dan prajurit perorangan IDF.

    Di antara barang-barang yang disita terdapat uang tunai senilai hampir USD 28 juta, emas batangan, perhiasan mewah, dan sekitar 183.000 senjata.

    “Skala penjarahan itu begitu besar sampai-sampai para tentara IDF dilaporkan bercanda tentang tekanan fisik yang mereka alami (saat mengangkut barang jarahan),” kata laporan tersebut.

    Unit-unit khusus IDF yang terlibat dalam operasi tersebut bertugas untuk “menyita” aset keuangan dan barang berharga lainnya dari area yang ditetapkan sebagai wilayah “musuh”.

    Akan tetapi, banyak prajurit perorangan IDF juga terlibat dalam penjarahan atas inisiatif mereka sendiri.

    PAMER JARAHAN – Tangkap layar dari Euro-Med Monitor, Minggu (2/3/2025) yang menunjukkan seorang Tentara Israel memamerkan benda yang dia jarah saat agresi militer di Gaza. IDF dilaporkan melepaskan tentaranya di Jalur Gaza tidak hanya untuk membunuh, tetapi juga untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan tidak bermoral seperti pencurian properti dan penjarahan selama penggerebekan di rumah-rumah warga sipil Palestina, kata Pemantau Hak Asasi Manusia, Euro-Med.

    Menurut Yedioth Ahronoth, persenjataan curian itu sendiri sudah cukup untuk melengkapi pasukan militer kecil.

    Inventaris tersebut meliputi rudal, pesawat nirawak, sistem antitank canggih, ribuan alat peledak, dan berbagai jenis senjata api—beberapa masih dalam kemasan aslinya.

    Barang-barang sitaan lainnya termasuk senapan runduk, peralatan komunikasi militer, peralatan penglihatan malam, seragam, dan kendaraan.

    Di antara barang-barang yang dijarah tersebut juga terdapat barang-barang koleksi bersejarah, seperti senapan langka Perancis dari tahun 1930-an dan pistol unik yang terkait dengan operasi Hizbullah.

    Seorang perwira Israel, yang diidentifikasi sebagai ‘A’, menceritakan tantangan yang dihadapi para prajurit dalam mengangkut barang curian dari Lebanon selatan.

    “Awalnya, kami membawa rudal, senjata, dan peti amunisi kembali ke Israel di punggung kami pada malam hari, tetapi itu dengan cepat menjadi terlalu berat. Itu benar-benar membuat punggung kami lelah. Tapi orang-orang kami tangguh,” katanya.

    Saat ini, koleksi besar barang-barang jarahan disimpan di berbagai ‘fasilitas aman’ di seluruh Israel.

    Fasilitas aman itu, termasuk gudang-gudang yang dirahasiakan dan tempat penyimpanan bawah tanah di Israel. 

    Pemerintah Pendudukan Israel belum menentukan apa yang akan dilakukan terhadap barang-barang yang disita tersebut.

    MENYUSURI BUKIT – Tangkap Layar dari LCBI, Jumat (14/2/2025) menunjukkan pasukan infanteri Israel menyusuri kontur berbukit di perbatasan Lebanon. IDF memperpanjang kehadiran mereka di Lebanon Selatan dalam invasi darat melawan milisi Hizbullah. (LCBI/Tangkap Layar)

    Mau Oper Senjata Jarahan ke Ukraina

    Belakangan, muncul ide untuk mengoper senjata-senjata jarahan itu ke Ukraina untuk membantu negara itu melawan Rusia.

    “Telah ada diskusi tentang penyediaan sejumlah senjata ke Ukraina, tetapi rencana ini dilaporkan dibatalkan karena posisi strategis Israel dalam menjaga netralitas, terutama mengingat kepentingan Rusia di Suriah. Selain itu, volume senjata yang dijarah dianggap minimal(kecil) dibandingkan dengan skala upaya perang Ukraina yang sedang berlangsung, yang terus menerima dukungan besar dari Barat,” kata laporan tersebut

    Meskipun IDF belum secara resmi mengonfirmasi penggunaan kembali bahan peledak yang disita, mereka telah menjajaki kemungkinan menggunakannya untuk memenuhi permintaan IDF akan alat peledak.

    Letnan Kolonel Sharon-Katzler, yang mengawasi berbagai aspek operasi ini, menekankan urgensi pemanfaatan bahan-bahan tersebut.

    “Contohnya, setelah invasi Hamas ke wilayah barat Negev pada 7 Oktober, kami mempelajari alat peledak yang mereka gunakan dan memperkuat tank dan APC kami,” ungkapnya.

     

    (oln/rntv/euromed/*)

     

  • Houthi Arahkan Semua Meriam ke Israel, IDF Berjudi dengan Nyawa Sandera di Tangan Hamas di Gaza – Halaman all

    Houthi Arahkan Semua Meriam ke Israel, IDF Berjudi dengan Nyawa Sandera di Tangan Hamas di Gaza – Halaman all

    Houthi Arahkan Semua Meriam ke Israel, IDF Berjudi dengan Nyawa Sandera di Tangan Hamas di Gaza

    TRIBUNNEWS.COM – Pemimpin Houthi Yaman, Abdul-Malik al-Houthi memperingatkan, setiap dimulainya kembali serangan Israel terhadap Gaza akan ditanggapi pihaknya dengan eskalasi militer berskala besar.

    Pernyataan pimpinan kelompok Ansarallah Houthi Yaman ini merujuk pada situasi perkembangan runtuhnya gencatan senjata di Gaza.

    Houthi menyatakan, kelompok tersebut akan mengerahkan persenjataan militer yang mereka miliki untuk diarahkan ke seluruh entitas pendudukan Israel.

    “Jika perang di Gaza kembali terjadi, seluruh entitas musuh akan menjadi sasaran tembakan,” ancam Houthi dilansir RNTV, Minggu (2/3/2025).

    Al-Houthi menambahkan bahwa kelompoknya akan memberikan dukungan “melalui berbagai cara militer” jika Tel Aviv melanjutkan operasinya terhadap Gaza.

    Sementara itu, sumber-sumber Palestina melaporkan bahwa beberapa warga Palestina tewas atau terluka pada hari Minggu ketika pasukan Israel mengebom beberapa wilayah di Gaza setelah berakhirnya gencatan senjata.

    PEMBEBASAN SANDERA – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Minggu (23/2/2025), (atas, kiri-kanan): sandera Israel, Omer Shem Tov cium kening Al-Qassam dan Al-Qassam pamer senjata. (bawah, kiri-kanan): 3 tentara Israel dibebaskan dan 2 sandera (Tal Shoham dan Avera Mengistu) dibebaskan. Pada Sabtu (22/2/2025), Hamas membebaskan 6 sandera Israel pertukaran tahanan gelombang ke-7, dengan imbalan 602 tahanan Palestina. (Telegram/Brigade Al-Qassam)

    Israel Berjudi dengan Nyawa Sanderanya di Tangan Hamas

    Sebelum serangkaian serangan udara ke sejumlah titik wilayah sipil di Gaza, juga pada Minggu (2/3/2025), Israel telah memberlakukan pemblokiran semuan bantuan kemanusiaan yang masuk ke wilayah kantung Palestina tersebut.

    Berbagai laporan mengindikasikan kalau pemblokiran bantuan ini telah dikoordinasikan Israel dengan Amerika Serikat (AS).

    Israel menyatakan, menerima usulan AS akan proposal Gencatan Senjata Sementara yang diajukan, namun Hamas disebutkan belum menerimanya.

    Pemblokiran bantuan ini, sejalan niat Israel yang bermaksud menjadikan bantuan kemanusiaan sebagai ‘senjata’, dimaksudkan untuk menekan Hamas untuk menyetujui usulan AS tersebut. 

    Bagi Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, penghentian bantuan ke Gaza sampai Hamas dihancurkan atau menyerah, dan semua sandera Israel dikembalikan, merupakan langkah “ke arah yang benar.”

    “Gerbang neraka harus dibuka secepat dan sekeras mungkin hingga kemenangan penuh tercapai,” kata Smotrich.

    Sementara itu, mantan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir menyambut baik keputusan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk menghentikan bantuan kemanusiaan ke Gaza, dan menyatakan bahwa ia mendukungnya jika dilaksanakan sepenuhnya.

    Ben Gvir menambahkan bahwa tindakan seperti itu harus terus dilakukan hingga semua tawanan dibebaskan. “Sekarang saatnya membuka gerbang neraka, memutus aliran listrik dan air, dan kembali berperang,” ungkapnya.

    Hanya, laporan Al Jazeera menyiratkan kalau manuver Israel ini sebagai langkah perjudian dengan taruhan nyawa sandera Israel sendiri yang masih di tangan Hamas di Gaza.

    Hamas menyatakan, sebanyak 59 sandera Israel masih berada di Gaza.

    Selain merupakan kejahatan perang, memblokir bantuan ke Gaza justru membahayakan nyawa sandera Israel itu sendiri.

    Terlepas dari pemblokiran itu, serangan udara Israel yang berlanjut juga menjadi ancaman langsung bagi nyawa sandera Israel.

    Ratusan orang berdemo menuntut pemerintah Israel membebaskan keluarga dan kerabat mereka yang disandera Hamas di Gaza. Aksi demo ini digelar di Hostage Square di Tel Aviv untuk merayakan ulang tahun sandera Tamir Nimrodi, yang ditahan oleh teroris Hamas di Gaza. 15 November 2024. (Avshalom Sassoni/Flash90)

    Demo Besar di Tel Aviv

    Langkah pemerintah Israel ini sontak mendapat penentangan dari sejumlah entitas di Israel, khususnya para keluarga sandera.

    Di Tel Aviv, demonstrasi bergelombang terjadi di jalan-jalan utama. Para pihak oposisi menuding Netanyahu lebih mementingkan pengamanan posisinya ketimbang menyelamatkan sandera Israel yang tersisa.

    Sebelum memutuskan untuk memblokir bantuan masuk ke Gaza, Netanyahu memang dibayangi oleh ancaman perpecahan koalisi dari sayap kanan pemerintahannya yang menganggap kalau item-item pembahasan di negosiasi Tahap Dua gencatan senjata Gaza ‘tidak bisa diterima’.

    Menurut para pihak di koalisi Netanyahu, pemberian akses bantuan kemanusiaan serta penarikan mundur pasukan Israel sepenuhnya dari Gaza, adalah harga yang terlalu mahal untuk ditebus dengan pembebasan para sandera.

    Karena itu lah mereka mengancam Netanyahu dengan ancaman perpecahan kabinet dan penarikan dukungan yang bisa melengserkan Netanyahu dari jabatannya saat ini.

    BRIGADE HAMAS – Para petempur gerakan Hamas yang tergabung dalam Brigade Al Qassam saat parade bersenjata di Gaza beberapa waktu lalu. Hamas menyatakan akan menyerahkan 4 jenazah sandera Israel pada Kamis (20/2/2025) dan membebaskan 6 sandera hidup Israel pada Sabtu (22/2/2025) dalam fase pertama kesepakatan pertukaran sandera dan tahanan dengan Israel. (RNTV/TangkapLayar)

    Respons Hamas

    Gerakan Hamas mengatakan kalau pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor Perdana Menteri Israel adalah upaya terang-terangan untuk menghindari perjanjian dan menghindari memasuki negosiasi untuk tahap kedua perjanjian tersebut.

    Hamas menilai, Israel berusaha mengulur-ulur negosiasi Tahap II tapi ingin tetap sandera Israel dibebaskan.

    Pada akhirnya, kata Hamas, Israel akan melanjutkan gempuran mereka ke Gaza jika sandera-sandera sudah dibebaskan.

    Dalam sebuah pernyataan, Hamas menganggap keputusan Netanyahu untuk menghentikan bantuan kemanusiaan sebagai pemerasan murahan, kejahatan perang, dan kudeta terang-terangan terhadap kesepakatan gencatan senjata yang dijadwalkan tiga tahap tersebut. 

    Hamas meminta para mediator dan masyarakat internasional harus bergerak untuk menekan Israel dan menghentikan tindakan hukuman dan tidak bermoralnya terhadap lebih dari dua juta orang di Jalur Gaza.

    “Penjahat perang Netanyahu berusaha memaksakan fakta politik di lapangan, yang gagal diwujudkan oleh tentara fasisnya selama lima belas bulan genosida brutal, berkat keteguhan, keberanian, dan perlawanan rakyat kami. Ia berusaha menggulingkan perjanjian yang ditandatangani untuk melayani kalkulasi politik internalnya yang sempit, dengan mengorbankan tahanan pendudukan di Gaza dan nyawa mereka,” kata pernyataan Hamas.

    Hamas menjelaskan, tuduhan Israel mengenai pelanggaran perjanjian gencatan senjata oleh gerakan tersebut menyesatkan dan tidak berdasar.

    “Tuduhan Israel ini merupakan upaya yang gagal untuk menutupi pelanggaran harian dan sistematis terhadap perjanjian tersebut, yang menyebabkan tewasnya lebih dari seratus orang rakyat kami di Gaza, selain itu juga mengganggu protokol kemanusiaan, mencegah masuknya tempat berlindung dan pasokan bantuan, serta memperdalam bencana kemanusiaan di Gaza,” tambah pernyataan Hamas.

    Ia menekankan kalau perilaku Netanyahu dan pemerintahannya jelas melanggar apa yang dinyatakan dalam Pasal 14 perjanjian, yang menetapkan bahwa semua tindakan yang terkait dengan tahap pertama berlanjut pada tahap kedua, dan bahwa para penjamin akan melakukan segala upaya untuk memastikan bahwa negosiasi terus berlanjut hingga tercapai kesepakatan mengenai persyaratan pelaksanaan tahap kedua.

    PEMBEBASAN SANDERA – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Minggu (23/2/2025), memperlihatkan anggota Brigade Al-Qassam memamerkan senjata selama pertukaran tahanan gelombang ke-7 di Jalur Gaza pada Sabtu (22/2/2025). Pada Sabtu (22/2/2025), Hamas membebaskan 6 sandera Israel dengan imbalan 602 tahanan Palestina. (Telegram/Brigade Al-Qassam)

    Serukan AS Berhenti Berpihak ke Israel

    Hamas juga menyerukan pemerintah AS untuk menghentikan bias dan keberpihakannya pada, “Rencana fasis penjahat perang Netanyahu, yang menargetkan rakyat kami dan keberadaan mereka di tanah mereka. Kami menegaskan bahwa semua proyek dan rencana yang mengabaikan rakyat kami dan hak-hak mereka yang telah ditetapkan di tanah mereka, penentuan nasib sendiri, dan pembebasan dari pendudukan ditakdirkan untuk gagal dan kalah.”

    Hamas memperbarui komitmennya untuk melaksanakan perjanjian yang ditandatangani dalam tiga tahap, dengan menambahkan:

    “Kami telah berulang kali mengumumkan kesiapan kami untuk memulai negosiasi untuk tahap kedua perjanjian tersebut.”

    Hamas mengimbau para mediator untuk menekan pendudukan agar melaksanakan kewajibannya berdasarkan perjanjian, dalam semua tahapannya, melaksanakan protokol kemanusiaan, dan mendatangkan peralatan tempat berlindung dan penyelamatan ke Jalur Gaza.

    Hamas menganggap, “Netanyahu dan pemerintahan ekstremisnya bertanggung jawab penuh atas penghalangan penerapan perjanjian tersebut, atau kebodohan apa pun yang mungkin dilakukannya dengan menggulingkannya, termasuk konsekuensi kemanusiaan yang terkait dengan tahanan pendudukan di Jalur Gaza.”

    Hamas meyakini kalau satu-satunya cara untuk memulangkan sandera Israel adalah dengan menaati perjanjian, segera mengadakan perundingan untuk memulai tahap kedua, dan agar pendudukan berkomitmen untuk melaksanakan janjinya.

     

    (oln/RNTV/anews/khbrn/aja/anadolu/*)

     

     

     

  • Gencatan Senjata Runtuh, Israel Bombardir Beit Hanoun-Rafah, Ben Gvir: Saatnya Buka Gerbang Neraka – Halaman all

    Gencatan Senjata Runtuh, Israel Bombardir Beit Hanoun-Rafah, Ben Gvir: Saatnya Buka Gerbang Neraka – Halaman all

    Gencatan Senjata Gaza Kolaps: Jet Israel Bombardir Beit Hanoun-Rafah, Ben Gvir: Saatnya Membuka Gerbang Neraka

    TRIBUNNEWS.COM – Militer Israel (IDF) dilaporkan melancarkan serangkaian serangan udara ke sejumlah wilayah di Jalur Gaza menyusul berakhirnya gencatan senjata pada 28 Februari 2025 kemarin. 

    Pada Minggu (2/3/2025), pesawat tempur Israel dilaporkan melakukan serangan udara terhadap sebuah apartemen perumahan di Rafah, yang terletak di Jalur Gaza selatan, khususnya di lingkungan Al-Sultan.

    “Pengeboman itu mengakibatkan beberapa korban jiwa, baik luka-luka maupun kerusakan dilaporkan akibat serangan itu,” tulis laporan RNTV, Minggu.

    Sumber-sumber lokal mengindikasikan kalau serangan udara Israel tersebut menargetkan wilayah sipil.

    “Karena menyasar area sipil, kekhawatiran atas dampak yang semakin besar terhadap infrastruktur Gaza yang sudah hancur semakin meningkat. Tim tanggap darurat berada di lokasi, bekerja untuk membantu yang terluka dan mencari korban selamat di bawah reruntuhan,” kata laporan tersebut.

    Jumlah korban masih belum jelas karena situasi terus berkembang.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar) (khaberni/tangkap layar)

    IDF Tembaki Rumah-Rumah Penduduk

    Sebelum serangan di Rafah, laporan Pusat Media Palestina menyatakan, serangan udara Israel juga menyasar Beit Hanoun, sebuah kota di Gaza utara, Minggu.

    Serangan ini mengakibatkan tewasnya dua warga Palestina dan beberapa lainnya terluka.

    Serangan yang terjadi hari ini juga menargetkan rumah-rumah warga Palestina saat pasukan Israel menembaki rumah-rumah warga sipil.

    “Sumber-sumber lokal telah mengonfirmasi kalau pasukan Israel melepaskan tembakan di sekitar rumah-rumah Palestina di lingkungan Shejaiya, yang terletak di sebelah timur Kota Gaza,” tambah laporan RNTV.

    Serangan itu menargetkan kawasan permukiman dan menimbulkan kepanikan di kalangan warga sipil.

    Identitas korban masih belum dapat dipastikan, dan besarnya kerusakan masih ditaksir.

    Serangan IDF ini terjadi setelah fase pertama gencatan senjata berakhir kemarin, meskipun ada kesepakatan mengenai proposal yang didukung AS untuk gencatan senjata sementara selama bulan Ramadan.

    ITAMAR BEN-GVIR – Tangkap layar yang diambil dari akun X Mantan Menhan Israel Itamar Ben-Gvir pada Selasa (11/2/205). Itamar Ben-Gvir menyerukan serangan militer secara besar-besaran terhadap Gaza usai Hamas menunda pembebasan sandera yang telah direncanakan pada Sabtu depan (Tangkap layar yang diambil dari akun X Mantan Menhan Israel Itamar Ben-Gvir)

    Ben Gvir: Sekarang Waktu Tepat untuk Membuka Gerbang Neraka

    Sebagai catatan, serangkaian serangan Israel ini dilakukan setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan memblokir semua bantuan masuk ke Gaza, juga pada Minggu.

    Laporan menyatakan, aksi pemblokiran bantuan untuk Gaza ini dilakukan Israel guna menekan gerakan Hamas agar menyetujui usulan Amerika Serikat (AS) yang menyerukan perpanjangan gencatan senjata sementara dengan sejumlah syarat.

    Atas hal itu, Mantan Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben Gvir mengomentari keputusan Netanyahu untuk menghentikan bantuan kemanusiaan ke Gaza.

    Ben Gvir menyatakan dukungannya terhadap keputusan tersebut dan menyambut baik penghentian bantuan jika keputusan itu dilaksanakan.

    Dia meminta kebijakan itu tetap berlaku sampai tawanan terakhir dibebaskan, menurut klaimnya.

    Ia menambahkan, “Sekarang adalah waktu yang tepat untuk membuka gerbang neraka, memutus aliran listrik dan air, dan kembali berperang.”

    TRUK BANTUAN – Tangkapan layar YouTube TRT World pada Minggu (2/3/2025) menunjukkan Puluhan truk bantuan memasuki Gaza saat gencatan senjata masih berlaku pada Rabu (22/1/2025). Pemerintah Israel menghentikan masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza yang dilanda perang pada hari Minggu (2/3/2025). (Tangkapan layar YouTube TRT World)

    Israel Blokir Semua Bantuan Masuk ke Gaza

    Pada hari Minggu, Pasukan Pendudukan Israel menutup penyeberangan Jalur Gaza dan menghentikan masuknya barang dan bantuan kemanusiaan setelah berakhirnya tahap pertama perjanjian gencatan senjata, menolak untuk melaksanakan tahap kedua, menurut Pusat Media Palestina.

    Kantor Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu menyatakan, dengan selesainya tahap pertama kesepakatan pertukaran tahanan, Netanyahu memutuskan untuk menghentikan masuknya barang dan pasokan ke Gaza mulai Minggu pagi ini.

    Pernyataan itu mengklaim bahwa keputusan ini dibuat karena penolakan Hamas terhadap usulan utusan AS Stephen Wittykov untuk melanjutkan negosiasi, yang mengancam “konsekuensi tambahan.”

    Hamas Bergeming, Kukuh Tahap Dua Gencatan Senjata

    Hari ini, pemimpin Hamas Mahmoud Mardaoui menekankan bahwa satu-satunya jalan menuju stabilitas regional dan pemulangan tawanan adalah penyelesaian perjanjian gencatan senjata, dimulai dengan pelaksanaan tahap kedua.

    Dalam pernyataan pers pada hari Minggu, Mardaoui menyatakan kalau tahap kedua memastikan negosiasi untuk gencatan senjata permanen, penarikan penuh, rekonstruksi, dan pembebasan tahanan dalam kesepakatan yang disepakati.

    “Inilah yang kami tegaskan, dan kami tidak akan mundur,” katanya.

    Ia menunjukkan kalau pernyataan terbaru dari kantor Netanyahu, yang menyebutkan persetujuan untuk perpnajangan gencatan senjata tahap I selama Ramadan dan Idul Fitri, “merupakan konfirmasi yang jelas tentang apa yang telah kami tekankan sejak awal,” mengacu pada penghindaran Israel terhadap perjanjian.

    Mardaoui menekankan bahwa pendudukan berulang kali mengingkari perjanjian yang ditandatangani dan terus bermanuver dalam memenuhi komitmen gencatan senjata.

    Ia memperingatkan kalau “manipulasi yang terus berlanjut ini tidak akan membawa para tawanan kembali ke keluarga mereka; sebaliknya, hal ini akan memperpanjang penderitaan mereka dan membahayakan nyawa mereka kecuali jika tekanan diberikan kepada pendudukan untuk memenuhi kewajibannya.”

    Tadi malam, kantor Netanyahu mengumumkan bahwa Israel telah menyetujui garis besar rencana gencatan senjata yang diusulkan oleh utusan AS Stephen Wittykov untuk gencatan senjata sementara di Gaza selama bulan Ramadan dan Paskah Yahudi (12-20 April). 

    Rencana ini sebelumnya tidak diungkapkan oleh Wittykov.

    Dalam pernyataan yang dikeluarkan setelah pertemuan keamanan yang diketuai oleh Netanyahu, dihadiri oleh menteri pertahanan, para pemimpin militer senior, dan tim perunding, dipastikan bahwa, menurut usulan Wittykov, setengah dari tawanan Israel yang ditahan di Gaza, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, akan dibebaskan pada hari pertama gencatan senjata yang diusulkan.

    Pernyataan itu menambahkan jika kesepakatan untuk gencatan senjata permanen tercapai, separuh tawanan di Gaza akan dibebaskan.

    Tahap pertama perjanjian gencatan senjata berakhir Sabtu malam, meskipun negosiasi untuk tahap kedua awalnya dijadwalkan akan dimulai pada 3 Februari.

    Netanyahu menghalangi proses ini karena ia ingin memperpanjang tahap pertama kesepakatan pertukaran tahanan untuk membebaskan sebanyak mungkin tawanan Israel tanpa menawarkan konsesi apa pun atau menyelesaikan kewajiban yang diuraikan dalam perjanjian sebelumnya.

    Hamas menolak hal ini dan menuntut agar Israel bertanggung jawab atas ketentuan gencatan senjata, mendesak para mediator untuk segera memulai negosiasi untuk tahap kedua, termasuk penarikan Israel dari Gaza dan penghentian penuh perang.

    Sejak gencatan senjata dimulai pada 19 Januari, Israel telah melakukan banyak pelanggaran, yang mengakibatkan lebih dari 100 orang gugur, ratusan orang terluka, dan kegagalan dalam melaksanakan protokol kemanusiaan.

     

    (oln/rntv/*)

     

     

     

     

  • Trump Perintahkan Pengiriman Bantuan Militer Sebesar Rp 66,2 T ke Israel – Halaman all

    Trump Perintahkan Pengiriman Bantuan Militer Sebesar Rp 66,2 T ke Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio mengumumkan pada hari Sabtu, 23 Februari 2025, bahwa pemerintah AS akan mempercepat pengiriman bantuan militer senilai sekitar 4 miliar USD atau sekitar Rp 66,2 triliun ke Israel.

    Keputusan ini diambil sebagai langkah lanjutan setelah pemerintahan yang dipimpin oleh Donald Trump menyetujui penjualan hampir 12 miliar USD dalam bentuk bantuan militer asing ke negara tersebut.

    Rubio menandatangani deklarasi untuk mempercepat transfer senjata dan peralatan militer ke Israel, yang telah menjadi mitra strategis utama bagi Amerika Serikat di Timur Tengah.

    Pencabutan Arahan Biden

    Langkah terbaru ini juga terkait dengan keputusan kontroversial dari Presiden Donald Trump yang mencabut arahan yang dikeluarkan oleh mantan Presiden AS Joe Biden pada Februari 2024.

    Arahan tersebut berfokus pada pemberian perlindungan terhadap penggunaan senjata yang dipasok oleh AS, terutama dalam konteks perang yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, di mana senjata buatan AS telah digunakan oleh Israel.

    Pencabutan arahan tersebut secara efektif menghilangkan hambatan potensial terhadap penggunaan senjata oleh Israel, meskipun negara ini telah lama menghadapi kritik internasional terkait catatan panjang kejahatan perang yang dilakukan selama operasi militernya, terutama terhadap rakyat Palestina.

    Pembatalan Pembatasan Bom Kaliber Besar

    Selain itu, pemerintahan Trump juga menghapus pembatasan terkait transfer bom kaliber besar.

    Bom-bom ini telah digunakan oleh Israel di Jalur Gaza dan Lebanon selama beberapa bulan terakhir, menyebabkan kerusakan besar di blok permukiman dan menambah ketegangan di wilayah yang sudah tegang.

    Banyak pihak mengkritik langkah ini sebagai bentuk dukungan tanpa syarat terhadap kebijakan Israel yang sering kali melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan hukum internasional.

    Implikasi Kebijakan AS

    Keputusan untuk mempercepat pengiriman bantuan militer ini sekali lagi menegaskan komitmen pemerintah AS terhadap keamanan Israel, sebuah isu yang telah menjadi inti kebijakan luar negeri AS selama beberapa dekade terakhir.

    Namun, langkah ini juga menggarisbawahi kebijakan pro-Zionis yang semakin mencolok, dengan pemerintahan Trump mendukung penuh kebijakan pembersihan etnis Palestina di Jalur Gaza dan kawasan sekitarnya.

    Bantuan militer yang dipercepat ini dipandang oleh banyak pihak sebagai upaya untuk memperkuat posisi Israel di tengah ketegangan yang semakin meningkat, serta memperdalam peran AS dalam konflik Timur Tengah.

    Di sisi lain, kebijakan ini juga semakin memperburuk ketegangan internasional, khususnya dengan negara-negara yang mendukung Palestina dan menentang kebijakan Israel dalam konflik yang berlarut-larut.

     

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Warga Gaza Palestina Jalani Ramadan di Tengah Reruntuhan Bangunan

    Warga Gaza Palestina Jalani Ramadan di Tengah Reruntuhan Bangunan

    Warga Palestina memutar kembang api dari wol baja di tengah reruntuhan bangunan, menjelang berbuka puasa Ramadan pertama di tengah gencatan senjata antara Israel dan Hamas, di kamp pengungsi Jabalia, Jalur Gaza utara, (28/2/2025). (REUTERS/Mahmoud Issa)

  • Hamas Kecam Israel Setop Bantuan Kemanusiaan ke Gaza: Kejahatan Perang

    Hamas Kecam Israel Setop Bantuan Kemanusiaan ke Gaza: Kejahatan Perang

    Gaza

    Hamas mengecam Israel yang mengumumkan penghentian masuknya barang dan pasokan ke Jalur Gaza, Palestina. Hamas menganggap langkah itu sebagai kejahatan perang dan pelanggaran perjanjian gencatan senjata.

    “Keputusan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menangguhkan bantuan kemanusiaan adalah pemerasan, kejahatan perang, dan kudeta terang-terangan terhadap perjanjian (gencatan senjata),” kata Hamas dalam sebuah pernyataan dilansir AFP, Minggu (2/3/2025).

    Untuk diketahui, Israel mengumumkan penghentian masuknya semua barang dan pasokan ke Jalur Gaza, Palestina. Hal itu dilakukan untuk menekan Hamas agar menerima proposal perpanjangan gencatan senjata yang diajukan Amerika Serikat (AS).

    Dilansir Associated Press, Minggu (2/3), Kantor Perdana Menteri Israel tidak merinci keputusan tersebut. Tetapi, Israel memperingatkan tentang ‘konsekuensi tambahan’ jika Hamas tidak menerima apa yang Israel katakan sebagai proposal AS untuk perpanjangan gencatan senjata.

    Selain itu, Israel juga tidak menjelaskan apakah pasokan bantuan telah dihentikan sepenuhnya atau sebagian. Fase pertama gencatan senjata Israel-Hamas, yang mencakup lonjakan bantuan kemanusiaan, berakhir pada Sabtu (1/3).

    Sebagai informasi, hampir seluruh wilayah Gaza berbatasan langsung dengan daerah yang dikuasai Israel. Hanya perbatasan di Rafah yang berbatasan dengan Mesir.

    (fca/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu