Negara: Jalur Gaza

  • AS Akan Cabut Visa Mahasiswa Asing yang Dianggap Pro-Hamas

    AS Akan Cabut Visa Mahasiswa Asing yang Dianggap Pro-Hamas

    Washington DC

    Departemen Amerika Serikat (AS) akan menggunakan kecerdasan buatan atau AI untuk menyelidiki mahasiswa-mahasiswa asing di wilayahnya. Jika mahasiswa asing yang menempuh studi di AS itu dianggap sebagai pendukung kelompok militan Hamas, maka visa mereka akan dicabut.

    Kebijakan baru ini, seperti dilansir Reuters, Kamis (7/3/2025), dilakukan setelah Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif pada Januari lalu untuk memerangi antisemitisme dan berjanji mendeportasi mahasiswa asing yang terlibat dalam aksi pro-Palestina selama beberapa bulan terakhir.

    Aksi pro-Palestina, yang beberapa berlangsung di kampus-kampus AS, marak digelar di berbagai wilayah AS sejak perang antara Israel dan Hamas berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober 2023 lalu. Washington telah menetapkan Hamas sebagai “organisasi teroris asing”.

    Kebijakan untuk menggunakan AI dalam menyelidiki mahasiswa asing di AS ini diungkapkan oleh sejumlah pejabat senior Departemen Luar Negeri AS, yang enggan disebut namanya, yang berbicara kepada Axios.

    Upaya bernama “Catch and Revoke” yang didukung AI ini, menurut Axios, akan mencakup peninjauan dengan dibantu AI terhadap puluhan ribu akun media sosial, yang pemiliknya memegang visa mahasiswa di AS.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {

    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    adSlot.innerHTML = “;

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’)
    .addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”;
    ads[currentAdIndex]();
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function (entries) {
    entries.forEach(function (entry) {
    if (entry.intersectionRatio > 0.1) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    } else {
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.1 });

    function checkVisibility() {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    } else {
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    }

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function () {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) {
    console.error(“❌ Elemen #ad-slot tidak ditemukan!”);
    return;
    }
    ads[currentAdIndex]();
    observer.observe(adSlot);
    });

    var mutationObserver = new MutationObserver(function (mutations) {
    mutations.forEach(function (mutation) {
    if (mutation.type === “childList”) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    });
    });

    mutationObserver.observe(document.getElementById(“ad-slot”), { childList: true, subtree: true });

    Laporan Axios menyebut para pejabat Departemen Luar Negeri AS memeriksa laporan-laporan berita soal unjuk rasa menentang kebijakan Israel dan gugatan hukum mahasiswa Yahudi yang menyoroti warga negara asing di AS yang diduga terlibat dalam antisemitisme.

    Beberapa kelompok pro-Palestina sendiri beranggotakan orang-orang Yahudi dan banyak demonstran di AS mengecam antisemitisme, juga mengecam Hamas. Namun, terdapat sejumlah insiden antisemitisme dan Islamofobia dalam aksi pro-Palestina dan aksi balasan pro-Israel di wilayah AS.

    Departemen Luar Negeri AS sedang bekerja sama dengan Departemen Kehakiman dan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS dalam upaya ini. Namun ketiga departemen itu belum memberikan komentar resmi mereka.

    Trump sebelumnya mengatakan akan menghentikan pendanaan federal untuk institusi-institusi pendidikan yang mengizinkan apa yang disebutnya sebagai protes ilegal tersebut.

    “Para agitator (penghasut) akan dipenjara atau dipulangkan secara permanen ke negara asal mereka. Mahasiswa Amerika akan dikeluarkan secara permanen atau … ditangkap,” tegas Trump dalam pernyataan pada Selasa (4/3) waktu setempat.

    Amandemen Pertama Konstitusi AS melindungi kebebasan berbicara dan berkumpul. Para pendukung hak asasi manusia (HAM) telah mengutuk retorika Trump terhadap para demonstran.

  • Perusahaan Terafiliasi Israel Beri Bantuan Palestina, Ketua MUI Sebut Kamuflase!

    Perusahaan Terafiliasi Israel Beri Bantuan Palestina, Ketua MUI Sebut Kamuflase!

    Jakarta: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Prof Dr H Sudarnoto Abdul Hakim, M.A menyoroti perusahaan-perusahaan terafiliasi dengan Israel yang memberikan bantuan kepada Palestina. Ia menilai upaya yang dilakukan sejumlah perusahaan tersebut hanya kamuflase.

    Menurut Sudarnoto, upaya perusahaan-perusahaan dalam memberikan bantuan kepada Palestina tidak ada artinya. Hal itu karena perusahaan-perusahaan tersebut tetap memiliki hubungan bisnis atau dagang dengan Israel.

    “Itu jadinya hanya kamuflase. Kalau sekali mendukung Palestina, harus genuine tidak melakukan bisnis dengan Israel dalam bentuk apa pun,” ujar Prof. Sudarnoto dalam acara Taujihat Palestina bertema ‘Membasuh Luka Palestina 2025’ di Jakarta, Selasa, 5 Maret 2025.
    Boikot sebagai bentuk konsistensi
    Saat ini, aksi boikot terhadap produk-produk ataupun perusahaan berkaitan dengan Israel masih terus digaungkan. Berbagai elemen mulai dari MUI, Baznas, hingga berbagai organisasi filantropi serta pejuang kemanusiaan di Indonesia bersatu menyerukan aksi boikot tersebut.

    Menurut Prof. Sudarnoto aksi boikot menjadi semakin relevan, mengingat Israel terus melanggar kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas di Jalur Gaza.
     

    “Hingga saat ini selalu saja ada upaya-upaya dari pihak Israel untuk mengkhianati perjanjian gencatan senjata dengan Hamas,” ucapnya tegas.

    Menurut laporan dari Al Jazeera, militer Israel tetap melancarkan serangan kepada Palestina meski kesepakatan gencatan senjata sudah berlaku pada 19 Januari 2025. Serangan tersebut menewaskan setidaknya 124 warga Palestina di Gaza. Bahkan, memasuki awal Ramadan, Netanyahu memutuskan untuk menutup jalur bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, memperburuk kondisi masyarakat di sana.

    “Jadi, saya kira aksi boikot masih sangat relevan untuk menekan Israel dan para pendukungnya. Dampak boikot ini cukup terasa karena sumber-sumber pendapatan ekonomi yang diharapkan dari perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Israel menjadi turun, sehingga dukungan finansial melemah,” ujar Prof. Sudarnoto.
    Fatwa MUI: boikot produk terafiliasi Israel
    Aksi boikot ini juga didukung oleh Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023. Hingga saat ini, Fatwa MUI tersebut kini tetap berlaku, bahkan diperkuat dalam musyawarah kerja nasional MUI.

    Salah satu lembaga yang aktif dalam kampanye boikot adalah Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI). Mereka telah mengidentifikasi 10 produk utama yang diduga memiliki hubungan bisnis dengan Israel.

    Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap konflik di Palestina, seruan boikot ini diharapkan dapat menjadi langkah nyata dalam melemahkan dukungan ekonomi terhadap Israel.

    Jakarta: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Prof Dr H Sudarnoto Abdul Hakim, M.A menyoroti perusahaan-perusahaan terafiliasi dengan Israel yang memberikan bantuan kepada Palestina. Ia menilai upaya yang dilakukan sejumlah perusahaan tersebut hanya kamuflase.
     
    Menurut Sudarnoto, upaya perusahaan-perusahaan dalam memberikan bantuan kepada Palestina tidak ada artinya. Hal itu karena perusahaan-perusahaan tersebut tetap memiliki hubungan bisnis atau dagang dengan Israel.
     
    “Itu jadinya hanya kamuflase. Kalau sekali mendukung Palestina, harus genuine tidak melakukan bisnis dengan Israel dalam bentuk apa pun,” ujar Prof. Sudarnoto dalam acara Taujihat Palestina bertema ‘Membasuh Luka Palestina 2025’ di Jakarta, Selasa, 5 Maret 2025.

    Boikot sebagai bentuk konsistensi

    Saat ini, aksi boikot terhadap produk-produk ataupun perusahaan berkaitan dengan Israel masih terus digaungkan. Berbagai elemen mulai dari MUI, Baznas, hingga berbagai organisasi filantropi serta pejuang kemanusiaan di Indonesia bersatu menyerukan aksi boikot tersebut.

    Menurut Prof. Sudarnoto aksi boikot menjadi semakin relevan, mengingat Israel terus melanggar kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas di Jalur Gaza.
     

    “Hingga saat ini selalu saja ada upaya-upaya dari pihak Israel untuk mengkhianati perjanjian gencatan senjata dengan Hamas,” ucapnya tegas.
     
    Menurut laporan dari Al Jazeera, militer Israel tetap melancarkan serangan kepada Palestina meski kesepakatan gencatan senjata sudah berlaku pada 19 Januari 2025. Serangan tersebut menewaskan setidaknya 124 warga Palestina di Gaza. Bahkan, memasuki awal Ramadan, Netanyahu memutuskan untuk menutup jalur bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, memperburuk kondisi masyarakat di sana.
     
    “Jadi, saya kira aksi boikot masih sangat relevan untuk menekan Israel dan para pendukungnya. Dampak boikot ini cukup terasa karena sumber-sumber pendapatan ekonomi yang diharapkan dari perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Israel menjadi turun, sehingga dukungan finansial melemah,” ujar Prof. Sudarnoto.

    Fatwa MUI: boikot produk terafiliasi Israel

    Aksi boikot ini juga didukung oleh Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023. Hingga saat ini, Fatwa MUI tersebut kini tetap berlaku, bahkan diperkuat dalam musyawarah kerja nasional MUI.
     
    Salah satu lembaga yang aktif dalam kampanye boikot adalah Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI). Mereka telah mengidentifikasi 10 produk utama yang diduga memiliki hubungan bisnis dengan Israel.
     
    Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap konflik di Palestina, seruan boikot ini diharapkan dapat menjadi langkah nyata dalam melemahkan dukungan ekonomi terhadap Israel.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ROS)

  • Tunjukkan Niat Israel Menjadikan Pendudukannya di Palestina Permanen

    Tunjukkan Niat Israel Menjadikan Pendudukannya di Palestina Permanen

    JAKARTA – Indonesia mengutuk keras terus berlanjutnya operasi militer Israel di Tepi Barat yang dinilai menunjukkan niat untuk menjadikan pendudukannya permanen di wilayah Palestina.

    Israel diketahui melancarkan operasi militer ke wilayah Tepi Barat pada 21 Januari lalu, dua hari setelah kesepakatan gencatan senjata dengan kelompok militan Palestina Hamas berlaku di Jalur Gaza.

    Serangan di Tepi Barat secara bertahap meluas, mencakup beberapa kamp pengungsi di dekat Kota Jenin, Tulkarm dan Tubas.

    “Indonesia mengutuk keras operasi militer besar-besaran oleh Israel terhadap masyarakat Palestina di Tepi Barat,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Roy Soemirat dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis 6 Maret.

    “Operasi ini kembali menunjukan niat utama Israel untuk menjadikan pendudukannya permanen di wilayah Palestina,” tandasnya.

    “Indonesia tidak akan pernah lelah terus menekankan akar permasalahan konflik ini adalah penyangkalan terhadap hak rakyat palestina menentukan nasibnya sendiri,” tambah Roy.

    Diketahui, sedikitnya 40.000 warga Palestina telah meninggalkan rumah mereka di Jenin dan kota terdekat Tulkarm di Tepi Barat utara sejak Israel memulai operasinya bulan lalu setelah mencapai kesepakatan gencatan senjata di Gaza setelah 15 bulan perang, dikutip dari Reuters.

    Delapan puluh dua warga Palestina tewas di Tepi Barat antara 1 Januari dan 13 Februari, menurut data terbaru WHO.

    Bulan lalu, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Antonio Guterres pada Hari Senin mengutuk meningkatnya kekerasan oleh pemukim Israel, serta seruan aneksasi menyusul pengumuman perluasan operasi militer Israel di Tepi Barat, Palestina.

    “Saya sangat prihatin dengan meningkatnya kekerasan di Tepi Barat yang diduduki oleh pemukim Israel dan pelanggaran lainnya, serta seruan untuk aneksasi,” kata Sekjen Guterres kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa, Swiss melansir Daily Sabah.

    Akhir bulan lalu, militer Israel juga mengumumkan pengerahan tank di Jenin, tempat mereka “memperluas” operasi.

    Ini menandai pertama kalinya tank beroperasi di Tepi Barat sejak berakhirnya intifada Palestina kedua, atau pemberontakan, pada tahun 2005.

    Kekerasan di Kawasan Tepi Barat melonjak sejak dimulainya perang Gaza, yang pecah setelah serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel.

    Pekan lalu, organisasi hak asasi manusia internasional, Human Rights Watch, memperingatkan Israel agar tidak mengulangi pelanggaran di Jalur Gaza di Tepi Barat yang diduduki.

    Human Rights Watch mengimbau negara-negara untuk mengambil tindakan guna mencegah kekejaman lebih lanjut di wilayah Palestina yang diduduki, termasuk dengan menjatuhkan sanksi yang ditujukan kepada mereka yang terlibat dalam pelanggaran serius yang sedang berlangsung, menangguhkan transfer senjata ke Israel, melarang perdagangan dengan permukiman ilegal Israel.

  • Seputar Perundingan Rahasia Nan Langka AS-Hamas: Sapaan dan Ancaman Trump Saat Israel Cemburu – Halaman all

    Seputar Perundingan Rahasia Nan Langka AS-Hamas: Sapaan dan Ancaman Trump Saat Israel Cemburu – Halaman all

    Seputar Pembicaraan Rahasia Nan Langka AS-Hamas: Sapaan dan Ancaman Trump Saat Israel Cemburu

    TRIBUNNEWS.COM – Gedung Putih, Rabu (5/3/2025) mengonfirmasi kalau seorang utusan Amerika Serikat (AS) berbicara langsung dengan pihak gerakan Palestina, Hamas.

    Pembicaraan itu dilaporkan untuk mengamankan pembebasan sandera Amerika yang ada di tangan Hamas.

    Hal ini menandai perubahan kebijakan Washington yang telah melabeli Hamas sebagai organisasi teroris.

    Di sisi lain, pembicaraan langsung AS-Hamas ini membuat pihak Israel resah dan berbau ‘cemburu’ karena merasa tidak diberitahu secara jelas oleh pihak Washington.

    Namun, Gedung Putih menyatakan, Israel sudah diberitahui akan pembicaraan langsung AS dengan Hamas ini.

    “Israel telah diajak berkonsultasi mengenai masalah ini, dan lihatlah, dialog dan pembicaraan dengan orang-orang di seluruh dunia untuk melakukan apa yang terbaik bagi kepentingan rakyat Amerika adalah sesuatu yang menurut Presiden adalah jal benar, Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt menuturkan kepada wartawan.

    Bagi banyak kalangan, kesediaan AS berunding dengan organisasi yang sudah mereka labeli sebagai ‘organisasi teroris’ adalah hal langka.

    Dalam kasus Hamas, terakhir kali AS berunding dengan gerakan perlawanan Palestina itu adalah 28 tahun silam.

    “Pemerintahan Donald Trump mengadakan pembicaraan rahasia dengan Hamas, menandai komunikasi langsung pertama dengan kelompok Palestina itu sejak 1997,” demikian laporan Axios Kamis (6/3/2025), mengutip dua sumber yang mendapat informasi mengenai pembicaraan tersebut.

    Diskusi AS-Hamas dilaporkan fokus pada pembebasan tawanan Amerika yang ditahan Hamas di Gaza, dan kemungkinan kesepakatan yang lebih luas untuk mengakhiri perang.

    Utusan presiden AS untuk urusan penyanderaan Adam Boehler memimpin perundingan dari pihak AS, yang berlangsung di Doha, Qatar.

    Laporan tersebut mengatakan bahwa perundingan tersebut belum pernah terjadi sebelumnya karena AS telah menetapkan Hamas sebagai organisasi teroris pada tahun 1997.

    Selain membebaskan tawanan Amerika, pembicaraan tersebut mencakup pembahasan kesepakatan yang lebih luas untuk membebaskan semua tawanan yang tersisa dan mencapai gencatan senjata jangka panjang – menurut sumber tersebut.

    Ada 59 tawanan yang ditahan Hamas di Gaza setelah fase pertama gencatan senjata yang rapuh berakhir.

    Intelijen Israel mengatakan hanya 22 yang masih hidup.

    Lima warga Amerika masih ditawan Hamas. Edan Alexander yang berusia 21 tahun diyakini masih hidup.

    Status sisa sandera lainnya masih belum pasti.

    TEMUI SANDERA ISRAEL- Presiden Amerika Serikat Donald Trump bertemu dengan para sandera Israel yang dibebaskan Hamas di Gedung Putih pada 6 Maret 2025. Trump lalu mengeluarkan ultimatum ke Hamas setelah pertemuan ini. (RNTV/TangkapLayar)

    Trump Temui Para Mantan Sandera

    Terkait situasi itu, Presiden AS, Donald Trump dilaporkan bertemu dengan para tawanan yang dibebaskan di Gedung Putih di tengah pembicaraan rahasia AS-Hamas

    Mantan tawanan yang pernah ditahan di Gaza bertemu dengan Presiden Donald Trump di Gedung Putih pada Rabu.

    Pada kesempatan itu, Trump mendengarkan langsung cerita dari para mantan sandera Hamas tentang penahanan.

    Trump kemudian menegaskan kembali komitmennya untuk memastikan pembebasan sandera tersisa Israel yang masih ada di tangan Hamas.

    Menurut pernyataan dari Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt, Trump “mendengarkan dengan saksama kisah-kisah memilukan dari para sandera.”

    Para mantan sandera, pada gilirannya, mengungkapkan rasa terima kasih atas usahanya. “Para sandera berterima kasih kepada Presiden Trump atas usahanya yang gigih untuk membawa semua sandera pulang,” tambah Leavitt.

    Delegasi mantan sandera Israel yang pernah ditawan Hamas tersebut antara lain Iair Horn, Omer Shem Tov, Eli Sharabi, Keith Siegel, Aviva Siegel, Naama Levy, Doron Steinbrecher, dan Noa Argamani.

    Setelah pertemuan tersebut, Trump dilaporkan mengeluarkan pesan tegas kepada Hamas, dengan menyatakan, “ini adalah peringatan terakhir,” sebagaimana dilaporkan oleh Ynet.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) mengamati situasi dalam agresi militer di Jalur Gaza. (khaberni/tangkap layar)

    Israel Gelisah Tak Diberitahu AS Secara Langsung

    Pembicaraan langsung rahasia antara pemerintahan AS dan Hamas, yang menandai komunikasi pertama antara AS dan kelompok Palestina tersebut sejak 1997, ini rupanya membuat Israel resah.

    Berbau kecemburuan, menurut New York Times, Israel mengetahui pembicaraan AS-Hamas ini melalui saluran tidak langsung.

    Artinya, laporan mengindikasikan kalau Israel tidak diberitahu langsung oleh AS, melainkan melalui pihak ketiga. 

    “Sementara Gedung Putih menyatakan bahwa Israel diajak berkonsultasi mengenai pembicaraan tersebut, sumber-sumber Israel menyatakan kalau mereka diberi tahu dengan cara yang berbeda,” tulis laporan yang dilansir RNTV, Kamis.

    Diskusi AS-Hamas ini, yang dipimpin oleh Adam Buehler, utusan Trump untuk urusan tawanan, berlangsung di Qatar tetapi gagal menghasilkan terobosan langsung. 

    Akan tetapi, sumber-sumber mengindikasikan kalau “para pihak (baik AS maupun Hamas) tetap membiarkan pintu terbuka (peluang negosiasi dan pembicaraan lanjutan.” 

    The Wall Street Journal melaporkan kalau kontak awal antara AS dan Hamas terjadi sebulan lalu di Doha, di mana Buehler meminta pembebasan tawanan Amerika.

    Sebagai tanggapan, Hamas membebaskan warga negara Amerika Sagi Dekel Chen pada tanggal 15 Februari.

    Meskipun hukum AS melarang negosiasi dengan organisasi teroris yang ditunjuk, dan Amerika Serikat secara resmi menggolongkan Hamas sebagai salah satu organisasi teroris, pengecualian memungkinkan utusan Presiden untuk urusan tawanan untuk terlibat dalam diskusi yang bertujuan untuk mengamankan pembebasan warga negara Amerika.

    Israel telah menanggapi dengan keprihatinan atas keterlibatan Washington dengan Hamas.

    Pihak Tel Aviv menyiratkan, pembicaraan AS-Hamas tanpa memberitahu Israel secara langsung, menimbulkan pertanyaan tentang implikasi dari pembicaraan ini mengingat keselarasan yang erat antara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Trump.

    Artinya, ketidaktransparanan AS ke Israel berbanding terbalik dengan keakraban yang ditunjukkan Trump dan Netanyahu.

    Sapaan dan Ancaman Trump ke Hamas Saat Israel Cemburu

    Seolah mengerti kegelisahan Israel, setelah bertemu dengan para mantan sandera Israel yang pernah ditawan Hamas, Trump mengeluarkan ultimatumnya kepada Hamas.

    Trump mengunggah pesan di platform media sosialnya, Truth Social, pada Kamis malam, yang ditujukan kepada Hamas, menuntut pembebasan segera para tawanan dan pemulangan jenazah orang-orang yang diduga dibunuh oleh kelompok tersebut.

    “Shalom Hamas, yang berarti Halo dan Selamat Tinggal — Anda dapat memilih. Bebaskan semua Sandera sekarang, jangan nanti, dan segera kembalikan semua mayat orang-orang yang telah Anda bunuh, atau semuanya BERAKHIR bagi Anda,” tulis Trump.

    Trump mengkritik Hamas karena menyimpan mayat orang-orang yang terbunuh, dengan mengatakan, “Hanya orang sakit dan bejat yang menyimpan mayat, sedangkan kalian sakit dan bejat!”

    Ia menegaskan kalau Israel akan menerima semua dukungan yang diperlukan untuk “menyelesaikan pekerjaan,”.

    Trump menyatakan, “Saya akan mengirimkan semua yang dibutuhkan Israel untuk menyelesaikan pekerjaan, tidak ada satu pun anggota Hamas yang akan selamat jika kalian tidak melakukan apa yang saya katakan.”

    Dalam postingannya, Trump juga menyebutkan pertemuannya dengan mantan sandera yang menurut Trump para mantan sandera itu hidupnya telah hancur.

    Ia mengeluarkan peringatan terakhir kepada pimpinan Hamas, mendesak mereka untuk meninggalkan Gaza: “Sekaranglah saatnya untuk meninggalkan Gaza, selagi Anda masih memiliki kesempatan.”

    Berbicara kepada rakyat Gaza, Trump memperingatkan, “Masa depan yang indah menanti, tetapi tidak jika Anda menyandera. Jika Anda melakukannya, Anda MATI! Buatlah keputusan yang CERDAS.” Ia mengakhiri dengan ultimatum yang tegas: “BEBASKAN SANDERA SEKARANG, ATAU AKAN ADA HUKUMAN YANG HARUS DIBAYAR NANTI!”

    Postingan Trump menandai peningkatan retorika yang signifikan, yang mencerminkan ketegangan yang sedang berlangsung seputar negosiasi pembebasan sandera dan konflik Gaza yang berlangsung di tengah ketidakpastian gencatan senjata.

    Berikut sapaan dan ancaman Trump ke Hamas secara lengkap di platform Truthsocial:

    “Shalom Hamas” means Hello and Goodbye – You can choose. Release all of the Hostages now, not later, and immediately return all of the dead bodies of the people you murdered, or it is OVER for you. Only sick and twisted people keep bodies, and you are sick and twisted! I am sending Israel everything it needs to finish the job, not a single Hamas member will be safe if you don’t do as I say. I have just met with your former Hostages whose lives you have destroyed. This is your last warning! For the leadership, now is the time to leave Gaza, while you still have a chance. Also, to the People of Gaza: A beautiful Future awaits, but not if you hold Hostages. If you do, you are DEAD! Make a SMART decision. RELEASE THE HOSTAGES NOW, OR THERE WILL BE HELL TO PAY LATER!

    DONALD J. TRUMP, PRESIDENT OF THE UNITED STATES OF AMERICA

    Respons Hamas Atas Ultimatum Trump

    Hamas kemudian menanggapi ancaman Presiden AS Donald Trump pada Kamis, yang disebutnya sebagai “ultimatum” tersebut.

    Juru bicara Hamas Hazem Qassem mengatakan dalam sebuah pernyataan, “Ancaman-ancaman ini memperumit masalah yang terkait dengan perjanjian gencatan senjata dan mendorong pemerintah Pendudukan Israel untuk menghindari pemenuhan kewajibannya.”

    Qassem menjelaskan bahwa kesepakatan yang dimediasi oleh Washington itu menguraikan pembebasan tahanan Palestina dalam tiga tahap.

    Ia menambahkan kalau Hamas telah menyelesaikan bagiannya pada tahap pertama, sementara Tel Aviv telah menghindari tahap kedua.

    Qassem menekankan, “Apa yang seharusnya dilakukan pemerintah AS adalah menekan Pendudukan Israel untuk memulai negosiasi tahap kedua sebagaimana yang diuraikan dalam perjanjian gencatan senjata.”

    Sementara itu, juru bicara Hamas lainnya, Abdel Latif Al-Qanou, mengatakan kepada Kantor Berita Sawa, “Ancaman berulang Trump terhadap rakyat kami mendukung upaya Perdana Menteri “Israel” Netanyahu untuk menarik kembali perjanjian dan mengintensifkan pengepungan dan kelaparan terhadap rakyat kami.”

    Al-Qanou melanjutkan, “Cara terbaik untuk mengamankan pembebasan tawanan “Israel” yang tersisa adalah dengan melibatkan pendudukan dalam negosiasi tahap kedua dan bertanggung jawab atas pelaksanaan perjanjian, yang dimediasi oleh pihak ketiga.”

    Ancaman-ancaman Donald Trump ini muncul di saat yang sensitif, dengan Hamas menegaskan kembali komitmennya untuk memenuhi perjanjian gencatan senjata dan mendesak Tel Aviv untuk melaksanakan semua ketentuannya.

    Kelompok tersebut menyerukan para mediator untuk memulai tahap kedua negosiasi, yang mencakup penarikan pasukan Israel dari Gaza dan penghentian total agresi.

     

    (oln/rntv/*)

  • 100 Negara Akan Hadiri Konferensi Pembangunan Kembali Gaza, Negara Arab Terima Usul Mesir – Halaman all

    100 Negara Akan Hadiri Konferensi Pembangunan Kembali Gaza, Negara Arab Terima Usul Mesir – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdel Ati mengatakan sebanyak 100 negara akan ikut serta dalam konferensi tentang pembangunan kembali Jalur Gaza.

    Konferensi tersebut dilangsungkan bulan depan di Kota Kairo, Mesir.

    “Konferensi ini adalah konferensi tingkat kementerian dan akan digelar melalui kerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),” kata Abdel Ati hari Rabu, (5/3/2025), dikutip dari kantor berita Mizan.

    “Konferensi Arab itu membahas kemungkinan pembentukan sebuah komite untuk mengelola Gaza untuk periode waktu tertentu,” ujarnya.

    Abdel Ati menyampaikan pada tahapan awal rekonstruksi Gaza, perumahan sementara akan diubah menjadi perumahan permanen.

    “Pada tahap selanjutnya, kita akan pergi ke Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa untuk menerapkan rencana pembangunan kembali Gaza dengan menerima dukungan material dan politik.”

    “Rencana pembangunan kembali Gaza termasuk mengatasi semua tantangan, termasuk menyingkirkan puing-puing, bom, dan rudal.”

    Abdel Ati mengatakan negara-negara Arab menerima rencana Mesir untuk membangun kembali Gaza.

    Rencana Mesir itu didasarkan pada kajian yang dilakukan oleh Bank Dunia dan Dana Pembangunan PBB (UNDP).

    BLOKIR BANTUAN – Truk pengangkut bantuan melewati Rafah di Jalur Gaza selatan. Pada Minggu (2/3/2025), Israel menyatakan memblokir semua bantuan masuk ke Gaza untuk menekan Hamas menyetujui usulan gencatan senjata sementara yang diajukan Amerika Serikat. (Khaberni)

    400.000 apartemen akan dibangun di Gaza

    Mesir mengusulkan pembangunan ratusan ribu apartemen di Jalur Gaza sebagai bagian dari rencana rekonstruksi tanah Palestina itu.

    Menurut rencana itu, Gaza akan dibangun kembali tanpa harus memindahkan warga Palestina di sana. Pembangunan akan berlangsung lima tahun.

    The New Arab melaporkan terdapat sejumlah tahap pembangunan. Tahap awal akan berlangsung selama enam bulan dan warga Gaza akan diberi tempat tinggal sementara.

    Pada tahap ini akan ada pembersihan sekitar 50 juta ton puing-puing bangunan di Gaza. Mesir menyebut biaya tahap awal mencapai $3 miliar atau sekitar Rp49 triliun.

    Tahap kedua akan berlangsung selama dua tahun. Pada tahap ini akan ada pembangunan sekitar 200.000 apartemen. Biaya tahap kedua mencapai $20 miliar atau sekitar Rp326,7 triliun.

    Tahap ketiga atau terakhir akan memakan waktu 2,5 tahun dan memerlukan biaya $30 miliar atau Rp490 triliun. Pada tahap ini akan ada pembangunan apartemen tambahan sebanyak 200.000 unit.

    Disebutkan bahwa ada sekitar 30.000 ribu rumah di Gaza yang tidak hancur total oleh serangan Israel selama 1,5 tahun.

    Sebanyak 400.000 apartemen yang akan dibangun itu bisa menangani pertambahan penduduk Gaza hingga tahun 2030. Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdellatty mengatakan jumlah penduduk Gaza akan mencapai 3 juta jiwa.

    Sayangnya, rencana Mesir itu tidak disukai oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump maupun Israel.

    Sebelumnya, Trump juga pernah mengungkapkan rencana pembangunan kembali Gaza. Rencana itu kontroversial dan mendapat kecaman lantaran harus memindahkan paksa warga Palestina.

    Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Brian Hughes mengatakan Trump sudah menolak rencana Mesir.

    Trump meyakini rencana itu tidak sesuai dengan kenyataan saat ini di Gaza. Dia mengatakan Gaza kini tak bisa dihuni. Warga Palestina tak bisa hidup secara manusiawi di antara puing-puing dan bom yang gagal meledak.

    Menurut Mesir, Otoritas Palestina (PA) akan mengawasi pembangunan kembali Gaza melalui Komite Pemerintahan Gaza selama enam bulan pertama. Komite itu akan berisi teknokrat dan anggota nonpartisan.

    Sementara itu, Middle East Eye melaporkan Mesir itu juga ditujukan untuk memudahkan kembalinya PA ke Gaza.

    Nantinya Mesir dan Yordania akan melatih aparat kepolisian Palestina untuk menyiapkan pembangunan kembali Gaza.

    Bisa jadi nantinya akan ada negara lain yang ikut serta untuk memberikan bantuan politik dan keuangan.

    (*)

  • Anggota Parlemen Mesir Kutuk Netanyahu atas Kejahatan Perang karena Menghalangi Bantuan untuk Gaza – Halaman all

    Anggota Parlemen Mesir Kutuk Netanyahu atas Kejahatan Perang karena Menghalangi Bantuan untuk Gaza – Halaman all

    Anggota Parlemen Mesir Kutuk Netanyahu atas Kejahatan Perang karena Menghalangi Bantuan untuk Gaza

    TRIBUNNEWS.COM- Anggota parlemen Mesir mengecam keputusan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk memblokir masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza, dan menyebutnya sebagai kejahatan perang dan pelanggaran hukum internasional yang mencolok. 

    Para anggota parlemen menekankan bahwa Israel menggunakan kebijakan hukuman kolektif dan kelaparan sebagai senjata untuk menundukkan warga Palestina dan memaksa mereka menerima kondisi yang tidak adil.

    Anggota Parlemen Elaria Harris, anggota Komite Hubungan Luar Negeri di parlemen, mengatakan bahwa tindakan Israel tersebut mencerminkan kebijakan “menindas” negara pendudukan tersebut. 

    Mesir tengah berupaya keras untuk menyelamatkan perjanjian gencatan senjata, tegasnya, meskipun Israel terus berupaya menggagalkan segala upaya untuk menenangkan situasi. 

    “Kairo,” jelas anggota parlemen tersebut, “bertindak di setiap tingkatan untuk mencegah memburuknya bencana kemanusiaan di Jalur Gaza, terutama mengingat pengepungan yang mencekik yang diberlakukan oleh pendudukan, yang mengancam nyawa jutaan orang tak berdosa.”

    Anggota parlemen itu memperingatkan bahwa langkah Israel hanya akan menyebabkan lebih banyak ketegangan di kawasan itu. 

    “Ini membutuhkan posisi internasional yang kuat yang memaksa negara pendudukan untuk menghormati kewajibannya dan menghentikan pelanggarannya terhadap Palestina,” tambahnya.

    Seorang anggota Komite Kesehatan Senat Mesir, Mohamed El-Badry MP, mencatat bahwa “keputusan sewenang-wenang” Netanyahu memperburuk bencana kemanusiaan yang dialami oleh rakyat Gaza yang menghadapi kekurangan makanan, obat-obatan, dan layanan dasar yang parah. 

    “Ini memperlihatkan wajah sebenarnya dari negara pendudukan,” katanya, “yang berusaha memaksakan realitas baru dengan kekerasan di tengah kolusi dan kebungkaman internasional yang tidak dapat diterima dan tidak dapat dibenarkan.”

    Mesir, yang dipimpin oleh Presiden Abdel Fattah Al-Sisi, kata El-Badry, tengah berusaha keras untuk mencegah eskalasi krisis. 

    “Kairo tidak akan mengizinkan pengesahan rencana apa pun yang menargetkan pemindahan warga Palestina atau memaksakan solusi yang merusak hak-hak sah mereka,” tegasnya. 

    “Kairo akan terus melindungi keamanan nasional Mesir dan Arab serta mendukung perjuangan Palestina.”

    El-Badry meminta PBB dan masyarakat internasional untuk memenuhi tanggung jawab mereka dan mengambil sikap tegas untuk memaksa Israel membuka perlintasan perbatasan dan memastikan aliran bantuan kemanusiaan. 

    Kegagalan untuk melakukannya, ia memperingatkan, dapat mengancam stabilitas seluruh kawasan.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR

  • Video:AS Ngotot Pindahkan Warga Gaza & Muka Trump di Uang 100 Dolar AS

    Video:AS Ngotot Pindahkan Warga Gaza & Muka Trump di Uang 100 Dolar AS

    Jakarta, CNBC Indonesia- Presiden Amerika Serikat Donald Trump menolak proposal Mesir soal rekonstruksi jalur Gaza, yang didukung pimpinan negara Arab.

    Anggota Parlemen Amerika Serikat dari Partai Republik, Bradon Gill memperkenalkan rancangan undang undang untuk mencantumkan wajah Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

    Sementara itu, sosok Benjamin Franklin yang wajahnya ada di uang USD 100 jadi sorotan, setelah munculnya wacana uang kertas baru dengan gambar wajah Donald Trump.

    Selengkapnya dalam program Power Lunch CNBC Indonesia (Kamis, 06/03/2025) berikut ini.

  • Mesir Ingin Bangun 400.000 Apartemen di Gaza, Eropa Minta Syarat Hamas Dilucuti Kekuasaannya – Halaman all

    Mesir Ingin Bangun 400.000 Apartemen di Gaza, Eropa Minta Syarat Hamas Dilucuti Kekuasaannya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Mesir mengusulkan pembangunan ratusan ribu apartemen di Jalur Gaza sebagai bagian dari rencana rekonstruksi tanah Palestina itu.

    Rencana Mesir disambut baik oleh negara-negara Arab saat konferensi Arab di Kairo, Mesir, beberapa hari lalu.

    Menurut rencana itu, Gaza akan dibangun kembali tanpa harus memindahkan warga Palestina di sana. Pembangunan akan berlangsung lima tahun.

    The New Arab melaporkan terdapat sejumlah tahap pembangunan. Tahap awal akan berlangsung selama enam bulan dan warga Gaza akan diberi tempat tinggal sementara.

    Pada tahap ini akan ada pembersihan sekitar 50 juta ton puing-puing bangunan di Gaza. Mesir menyebut biaya tahap awal mencapai $3 miliar atau sekitar Rp49 triliun.

    Tahap kedua akan berlangsung selama dua tahun. Pada tahap ini akan ada pembangunan sekitar 200.000 apartemen. Biaya tahap kedua mencapai $20 miliar atau sekitar Rp326,7 triliun.

    Tahap ketiga atau terakhir akan memakan waktu 2,5 tahun dan memerlukan biaya $30 miliar atau Rp490 triliun. Pada tahap ini akan ada pembangunan apartemen tambahan sebanyak 200.000 unit.

    Disebutkan bahwa ada sekitar 30.000 ribu rumah di Gaza yang tidak hancur total oleh serangan Israel selama 1,5 tahun.

    WARGA GAZA BUKBER. – Foto merupakan tangkap layar dari YouTube Al Jazeera English yang diambil pada Minggu (2/3/2025), menunjukkan momen warga Gaza berbuka puasa di tengah reruntuhan. (Tangkap layar YouTube Al Jazeera English)

    Sebanyak 400.000 apartemen yang akan dibangun itu bisa menangani pertambahan penduduk Gaza hingga rahun 2030. Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdellatty mengatakan jumlah penduduk Gaza akan mencapai 3 juta jiwa.

    Sayangnya, rencana Mesir itu tidak disukai oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump maupun Israel.

    Sebelumnya, Trump juga pernah mengungkapkan rencana pembangunan kembali Gaza. Rencana itu kontroversial dan mendapat kecaman lantaran harus memindahkan paksa warga Palestina.

    Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Brian Hughes mengatakan Trump sudah menolak rencana Mesir.

    Trump meyakini rencana itu tidak sesuai dengan kenyataan saat ini di Gaza. Dia mengatakan Gaza kini tak bisa dihuni. Warga Palestina tak bisa hidup secara manusiawi di anatra puing-puing dan bom yang gagal meledak.

    Menurut Mesir, Otoritas Palestina (PA) akan mengawasi pembangunan kembali Gaza melalui Komite Pemerintahan Gaza selama enam bulan pertama. Komite itu akan berisi teknokrat dan anggota nonpartisan.

    Sementara itu, Middle East Eye melaporkan Mesir itu juga ditujukan untuk memudahkan kembalinya PA ke Gaza.

    Nantinya Mesir dan Yordania akan melatih aparat kepolisian Palestina untuk menyiapkan pembangunan kembali Gaza.

    Bisa jadi nantinya akan ada negara lain yang ikut serta untuk memberikan bantuan politik dan keuangan.

    Negara Eropa: Hamas tak boleh berkuasa

    Sejumlah negara Eropa turut membahas rencana pembangunan kembali Gaza saat rapat Dewan Keamanan PBB pada hari Rabu, (5/3/2025).

    Negara-negara itu menegaskan Hamas tak boleh punya peran lagi di Gaza atau tak boleh berkuasa.

    Hamas hingga saat ini masih memerintah Gaza meski kelompok perlawanan Palestina itu diserang habis-habisan oleh Israel selama 1,5 tahun belakangan.

    Jay Dharmadhikari, seorang diplomat Prancis, mengatakan rencana final pembangunan kembali Gaza seharusnya tidak mengizinkan Hamas untuk terus berkuasa di Gaza.

    “Kami sudah menjelaskan bahwa rencana apa pun tak boleh menyertakan peran apa pun bagi Hamas, harus memastikan keamanan Israel, tidak boleh memindahkan warga Palestina dari Gaza,” kata Dharmadhikari yang mewakili Inggris, Denmark, Yunani, dan Slovenia.

    Dia juga mendukung bersatunya Tepi Barat dengan Gaza di bawah pemerintahan Otoritas Palestina (PA). Saat ini PA hanya berkuasa di Tepi Barat.

    Dharmadhikari menyebut negara-negara Eropa siap mendukung rencana itu.

    Di samping itu, dia mendesak Israel agar segela mengizinkan kembali aliran bantuan kemanusiaan ke Gaza dalam jumlah besar.

    Hari Minggu lalu Israel sudah mengumumkan penghentian aliran bantuan. Kata Israel, bantuan baru bisa mengalir lagi jika Hamas menerima syarat-syarat perpanjangan gencatan tahap pertama.

    (*)

  • AS-Hamas Benarkan Pertemuan Rahasia di Qatar untuk Bahas Sandera, Israel Khawatir – Halaman all

    AS-Hamas Benarkan Pertemuan Rahasia di Qatar untuk Bahas Sandera, Israel Khawatir – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Amerika Serikat (AS) dan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) mengonfirmasi pertemuan rahasia delegasi mereka di Doha, Qatar yang berlangsung dalam beberapa minggu terakhir.

    AS dan Hamas membahas upaya pertukaran sandera yang masih tersisa di Jalur Gaza, termasuk sandera yang memegang kewarganegaraan ganda Israel-Amerika.

    Juru bicara Gedung Putih, Caroline Levitt mengonfirmasi bahwa pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah mengadakan pembicaraan langsung dengan Hamas.

    “Pembicaraan tersebut sedang berlangsung,” kata Carolnie Levitt dalam konferensi pers, Rabu (5/3/2025).

    “Jika menyangkut negosiasi yang Anda maksud, yang pertama dan terutama, utusan khusus yang terlibat dalam negosiasi tersebut memiliki kewenangan,” katanya.

    Ia mengatakan Israel telah diberitahu mengenai pembicaraan yang diusulkan oleh AS tersebut.

    “Israel telah diajak berkonsultasi,” ujarnya.

    Juru bicara tersebut menjelaskan bahwa dialog yang dilakukan oleh AS dengan berbagai pihak di seluruh dunia untuk mencapai kepentingan terbaik rakyat AS seperti apa yang ditekankan oleh Trump.

    “Ini adalah upaya dengan itikad baik untuk melakukan apa yang benar bagi rakyat Amerika,” tambahnya.

    Selain AS, seorang pemimpin perlawanan Palestina mengonfirmasi pertemuan delegasi AS dan Hamas di Qatar.

    “Pertemuan itu dilakukan atas permintaan Amerika dan Israel terkejut karenanya,” kata sumber tersebut kepada Al-Mayadeen, Rabu malam.

    “Utusan Amerika hanya berbicara tentang pertukaran tahanan dan tidak membahas masalah yang terkait dengan gencatan senjata di Jalur Gaza dan berakhirnya perang,” jelasnya.

    Ia juga menjelaskan delegasi AS tidak mengajukan proposal pertukaran khusus.

    “Pihak Amerika tidak mengajukan formula khusus untuk pertukaran tahanan, tetapi mendengarkan sudut pandang Hamas,” katanya.

    “Utusan Amerika meninggalkan kesan positif dari pertemuannya dengan delegasi kami,” lanjutnya.

    Pernyataan AS dan Hamas mengonfirmasi berita yang dilaporkan oleh surat kabar AS, Axios, yang mengatakan pemerintahan Donald Trump mengadakan pembicaraan langsung dan rahasia dengan Hamas mengenai sandera di Jalur Gaza.

    Koresponden politik Axios, Barak Ravid, mengatakan pembicaraan yang dilakukan oleh utusan Donald Trump, Adam Boehler, adalah sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya karena AS tidak pernah berurusan langsung dengan Hamas.

    Israel Khawatir dengan Pertemuan AS dan Hamas

    Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengonfirmasi pihaknya mengetahui pertemuan delegasi AS dan Hamas secara langsung di Qatar.

    “Israel telah menyampaikan pendapatnya kepada Amerika mengenai pembicaraan tersebut,” kata kantor Netanyahu dalam pernyataannya.

    Sementara itu, kedutaan Israel di AS menulis pernyataan bahwa mereka senang jika pembicaraan tersebut berhasil mengembalikan semua sandera.

    “Jika perundingan AS-Hamas menghasilkan pengembalian semua tahanan, kami akan senang,” kata kedutaan Israel dalam pernyataannya, seperti diberitakan Al Jazeera.

    Di sisi lain, surat kabar Israel Today mengutip sumber pejabat Israel yang mengatakan, “Israel sangat khawatir dengan pembicaraan langsung pemerintahan Trump dengan Hamas.”

    Pertemuan delegasi AS dan Hamas yang diadakan di Qatar berlangsung dalam beberapa minggu terakhir, namun belum ada kesepakatan yang dicapai.

    Pertukaran sandera gelombang ke-7 pada pertengahan Februari lalu sekaligus mengakhiri tahap pertama perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas yang dimulai pada 19 Januari 2025.

    Kedua pihak diharapkan segera mencapai kesepakatan tahap kedua perjanjian tersebut untuk kembali melakukan pertukaran tahanan.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Pemimpin Arab Dukung Rencana Mesir dengan Dana Senilai 53 Miliar Dolar untuk Rekonstruksi Gaza – Halaman all

    Pemimpin Arab Dukung Rencana Mesir dengan Dana Senilai 53 Miliar Dolar untuk Rekonstruksi Gaza – Halaman all

    Pemimpin Arab Dukung Rencana Mesir dengan Dana Senilai 53 Miliar Dolar untuk Rekonstruksi Gaza

    TRIBUNNEWS.COM- Pertemuan puncak Arab yang diselenggarakan di Kairo pada tanggal 4 Maret mengadopsi rencana Mesir untuk membangun kembali Gaza dalam upaya untuk melawan usulan Presiden AS Donald Trump untuk mengusir paksa warga Palestina dari jalur tersebut sambil mengubahnya menjadi “Riviera Timur Tengah” bagi pemukim Yahudi Israel.

    Rencana Mesir menyerukan Otoritas Palestina untuk mengelola Gaza sambil menolak seruan Presiden Trump untuk melakukan pembersihan etnis di jalur tersebut.

    Pernyataan akhir dari pertemuan puncak itu menyerukan dicarinya alternatif realistis terhadap pemindahan rakyat Palestina dan, sebelum itu, penolakan kategoris terhadap pemindahan mereka dari tanah mereka atau di dalamnya.

    Mereka juga mengutuk “kebijakan kelaparan dan bumi hangus” yang dilakukan Israel untuk mengusir paksa warga Palestina dan menekankan pentingnya pelaksanaan tahap kedua dan ketiga dari perjanjian gencatan senjata Gaza, yang menyerukan penarikan penuh Israel dari jalur tersebut.

    Pernyataan itu juga mengutuk serangan Israel terhadap Suriah dan penyerbuannya ke wilayah Suriah sambil menyerukan kepada masyarakat internasional untuk memaksa Israel menghentikan pelanggaran ini.

    Draf terperinci rencana Mesir yang diperoleh Sputnik membayangkan menyisihkan 53 miliar dolar untuk membangun kembali Gaza dan membentuk sebuah komite untuk mengelolanya selama enam bulan sebagai persiapan untuk kembalinya Otoritas Palestina (PA).

    Sebagai bagian dari rencana Mesir, sebuah konferensi internasional untuk rekonstruksi Gaza di Kairo akan diadakan akhir bulan ini. 

    Pada saat yang sama, sebuah dana perwalian akan dibentuk untuk menerima sumbangan dari negara-negara donor.

    Draf rencana tersebut menambahkan bahwa “pelaksanaan rekonstruksi memerlukan pengaturan tata kelola transisi dan penyediaan keamanan dengan cara yang menjaga prospek solusi dua negara.”

    Rencana Mesir mengantisipasi bahwa fase pemulihan awal akan berlangsung selama enam bulan dan membutuhkan $3 miliar, sedangkan fase rekonstruksi pertama akan berlangsung selama dua tahun dan menghabiskan biaya $20 miliar.

    Tahap rekonstruksi kedua diperkirakan berlangsung dua setengah tahun dan menelan biaya $30 miliar.

    Presiden PA Mahmoud Abbas juga menyampaikan pidatonya di pertemuan puncak tersebut, dengan mengatakan bahwa sebuah komite kerja telah dibentuk untuk mempersiapkan diri dalam mengemban tanggung jawab keamanan “setelah merestrukturisasi dan menyatukan kader-kadernya yang berada di Jalur Gaza dan melatih mereka di Mesir dan Yordania.”

    Jordan Times mengamati bahwa sementara beberapa kepala negara Arab berpartisipasi dalam pertemuan puncak hari Selasa, penguasa de facto Saudi, Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS) “tidak hadir, dan malah mengirimkan diplomat tertingginya.”

     

    SUMBER: THE CRADLE