Negara: Jalur Gaza

  • Trump Batalkan Hibah Rp 6,5 T ke Universitas Buntut Aksi Pro-Palestina

    Trump Batalkan Hibah Rp 6,5 T ke Universitas Buntut Aksi Pro-Palestina

    Washington DC

    Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membatalkan dana hibah dan kontrak senilai US$ 400 juta (Rp 6,5 triliun) kepada Universitas Columbia terkait aksi pro-Palestina yang dilakukan mahasiswa di universitas tersebut tahun lalu.

    Departemen Kehakiman, Departemen Pendidikan, Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS, seperti dilansir Middle East Monitor dan Associated Press, Selasa (11/3/2025), mengumumkan dalam pernyataan gabungan bahwa pemerintahan Trump telah membatalkan hibah dan kontrak untuk Universitas Columbia.

    Namun tidak disebutkan lebih lanjut, dalam pengumuman pada Jumat (7/3) tersebut, soal hibah dan kontak yang mana yang dibatalkan. Pengumuman itu hanya menyebut kegagalan Universitas Columbia dalam meredam antisemitisme di kampusnya sebagai alasan di balik pembatalan tersebut.

    Pihak Universitas Columbia telah membentuk komite disiplin baru dan meningkatkan penyelidikan internal terhadap mahasiswa yang kritis terhadap Israel, yang memicu kekhawatiran dari para pendukung kebebasan berbicara. Namun tampaknya upaya itu tidak cukup memuaskan bagi pemerintahan Trump.

    “Universitas harus mematuhi semua undang-undang antidiskriminasi federal jika mereka ingin menerima pendanaan federal. Sudah terlalu lama, (Universitas) Columbia telah mengabaikan kewajiban itu kepada mahasiswa-mahasiswa Yahudi yang belajar di kampusnya,” sebut Menteri Pendidikan AS Linda McMahon.

    Kebijakan Trump ini diambil setelah rentetan aksi protes oleh para mahasiswa pro-Palestina di berbagai universitas AS, termasuk Universitas Columbia, yang menentang perang antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza.

    Aksi ini melibatkan unjuk rasa dan pendirian kemah-kemah oleh para mahasiswa di berbagai kampus AS, dalam upaya menuntut universitas mereka menghentikan investasi pada perusahaan-perusahaan yang mendukung serangan Israel dan pendudukan militer di wilayah Palestina.

    Banyak pihak dari berbagai spektrum politik AS, dan khususnya dalam pemerintahan Trump saat ini, secara konsisten menuduh para demonstran pro-Palestina telah menyebarkan antisemitisme. Mereka menyerukan tindakan lebih keras terhadap para mahasiswa dan universitas yang terlibat.

    Menanggapi kebijakan pemerintahan Trump, juru bicara Universitas Columbia, Samantha Slater, menegaskan pihaknya “berjanji untuk bekerja sama dengan pemerintah federal guna memulihkan pendanaan federal untuk Columbia”.

    “Kami menganggap serius kewajiban hukum Columbia dan memahami betapa seriusnya pengumuman ini, dan berkomitmen memerangi antisemitisme dan memastikan keselamatan dan kesejahteraan para mahasiswa, fakultas dan staf kami,” tegas Slater dalam pernyataannya.

    Di sisi lain, banyak pihak yang mengkritik kebijakan itu sebagai penindakan keras terhadap kebebasan berbicara. Bahkan beberapa kelompok pro-Israel sendiri juga turut mengecam langkah pemerintahan Trump tersebut.

    Salah satunya adalah kelompok advokasi pro-Israel, J Street, yang mengatakan kepada Reuters bahwa pemotongan dana semacam itu hanya akan menghambat upaya dalam mengatasi dugaan adanya antisemitisme di dalam Universitas Columbia.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Israel Lagi-lagi Langgar Gencatan Senjata di Gaza, IDF Bunuh 3 Warga Palestina di Kamp Bureij – Halaman all

    Israel Lagi-lagi Langgar Gencatan Senjata di Gaza, IDF Bunuh 3 Warga Palestina di Kamp Bureij – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel lagi-lagi telah melanggar kesepakatan gencatan senjata yang dibuat dengan Hamas di Gaza.

    Terbaru, pasukan Israel telah membunuh tiga warga Palestina di dekat Kamp Bureij, Gaza.

    Dalam laporan Al Mayadeen, serangan drone Israel ini menargetkan perkumpulan warga sipil di sebelah timur Kamp Bureij.

    Sebelumnya pada hari Senin, Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan dalam pembaruan statistik hariannya bahwa sembilan orang telah tercatat — lima di antaranya jenazahnya telah ditemukan dan empat yang baru dikonfirmasi — bersama dengan 16 orang yang terluka yang dirawat di rumah sakit dalam 24 jam terakhir.

    Hal ini terjadi ketika Israel meningkatkan serangannya terhadap Gaza, di mana mereka telah melanggar kesepakatan gencatan senjata.

    Pasukan Pendudukan Israel menambah catatan pelanggaran mereka terhadap warga sipil, menembak seorang wanita pada tanggal 10 Maret di lingkungan Tal al-Sultan, sebelah barat Rafah.

    Kementerian Kesehatan Palestina mendokumentasikan kedatangan sembilan martir dalam laporan statistik hariannya pada tanggal 10 Maret.

    Pada tanggal 9 Maret, pasukan Israel melepaskan tembakan di daerah Shujaiyya, sebelah timur Kota Gaza, menewaskan seorang warga Palestina dan melukai beberapa lainnya.

    Sementara dalam eskalasi pelanggaran gencatan senjata lebih lanjut, sebuah pesawat tak berawak Israel menargetkan warga Palestina di daerah Al-Zafaran, sebelah timur kamp pengungsi Al-Maghazi di Gaza tengah.

    Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan pada tanggal 2 Maret bahwa sedikitnya empat orang tewas dan beberapa lainnya cedera dalam serangan udara di berbagai bagian wilayah tersebut.

    Dua orang tewas dalam serangan pesawat nirawak Israel di sebelah timur bandara Gaza, sementara satu orang lainnya tewas dalam serangan pesawat nirawak di Beit Hanoun.

    Tentara pendudukan telah menewaskan 100 warga Palestina dan melukai 820 lainnya di Jalur Gaza sejak perjanjian gencatan senjata mulai berlaku pada 19 Januari 2024, menurut Salamah Ma’arouf, kepala kantor pers pemerintah pada 2 Maret.

    Pasukan Israel Masih di Koridor Philadelphia

    Pelanggaran kesepakatan gencatan senjata Israel tak hanya membunuh warga Gaza, melainkan juga mereka tidak segera menarik diri dari Koridor Philadelphia.

    Hamas telah mengecam Israel yang tidak segera menarik diri dari Koridor Philadelphia berdasarkan kesepakatan gencatan senjata.

    Dikutip dari The Times of Israel, koridor ini membentang sepanjang perbatasan selatan Gaza dengan Mesir.

    Teks kesepakatan gencatan senjata mengharuskan Israel untuk mulai menarik diri dari koridor tersebut pada hari ke-42.

    Pasukan Israel juga diharuskan untuk menyelesaikan penarikan pada hari ke-50 — yang jatuh pada 10 Maret 2025.

    Hingga saat ini, Pasukan Israel dilaporkan masih berada di zona penyangga.

    Blokir Bantuan

    Selain itu, Israel juga telah memblokir bantuan yang akan masuk ke Gaza.

    Pemblokiran barang-barang yang masuk ke Gaza oleh Israel telah mulai berdampak buruk pada daerah kantong Palestina itu.

    Beberapa toko roti tutup dan para pejabat memperingatkan tentang meningkatnya risiko terhadap lingkungan, termasuk kemungkinan pembuangan limbah mentah ke laut.

    Langkah ini dilakukan Israel untuk menekan Gerakan Perlawanan Islam, Hamas, agar menerima syarat-syarat Israel untuk gencatan senjata.

    Dikutip dari Middle East Monitor, syarat-syarat ini berlaku untuk makanan, obat-obatan, dan bahan bakar.

    Hamas menggambarkan tindakan tersebut sebagai “hukuman kolektif” dan menegaskan bahwa mereka tidak akan dipaksa untuk membuat konsesi dalam diskusi tersebut.

    Badan pengungsi Palestina PBB, UNRWA, mengatakan bahwa keputusan untuk menghentikan bantuan kemanusiaan mengancam nyawa warga sipil yang kelelahan akibat perang “brutal” selama 17 bulan.

    UNRWA menegaskan bahwa sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza bergantung pada bantuan.

    Israel telah memblokir masuknya makanan ke wilayah tersebut sejak minggu lalu dalam kebuntuan yang memburuk terkait gencatan senjata yang telah menghentikan pertempuran selama tujuh minggu terakhir.

    Langkah tersebut telah menyebabkan kenaikan harga bahan makanan pokok serta bahan bakar, yang memaksa banyak orang untuk membatasi jumlah makanan yang sudah sedikit yang dapat mereka peroleh.

    (*)

  • Pasokan Listrik ke Gaza Diputus Israel Bikin Hamas Murka

    Pasokan Listrik ke Gaza Diputus Israel Bikin Hamas Murka

    Gaza

    Israel memutus aliran listrik ke Jalur Gaza, Palestina. Hal itu membuat kelompok Hamas murka.

    Pemutusan listrik ke Gaza itu dilakukan atas perintah Menteri Energi Israel Eli Cohen. Perintah itu dikeluarkan seminggu setelah Israel memblokir semua bantuan ke wilayah Palestina usai kesepakatan gencatan senjata tahap II menemui kebuntuan.

    “Saya baru saja menandatangani perintah untuk segera menghentikan pasokan listrik ke Jalur Gaza,” kata Cohen dalam sebuah pernyataan video, seperti dilansir AFP, Senin (10/3/2025).

    Dia mengatakan Israel akan melakukan apapun untuk membawa pulang para sandera dari Hamas. Dia menyebut Israel ingin Hamas menghilang dari Gaza.

    “Kami akan menggunakan semua alat yang kami miliki untuk membawa kembali para sandera dan memastikan bahwa Hamas tidak lagi berada di Gaza sehari setelah perang,” ujarnya.

    Upaya Israel itu mengingatkan pada hari-hari awal perang. Saat itu, Israel mengumumkan pengepungan yang mencakup pemutusan pasokan listrik ke Gaza.

    Satu-satunya jaringan listrik antara Israel dan Gaza memasok pabrik desalinasi air utama di wilayah itu yang melayani lebih dari 600.000 orang. Warga Gaza bergantung pada panel surya dan generator bahan bakar untuk listrik mereka.

    Sambungan ke pabrik desalinasi terputus setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 sebelum disambungkan kembali pada Juli 2024. Namun, pabrik tersebut tidak dapat melanjutkan operasi hingga Desember 2024 karena jaringan listriknya rusak parah akibat perang.

    Akhir pekan lalu, Israel mengumumkan akan memblokir pengiriman bantuan ke Gaza hingga militan Palestina menerima persyaratannya untuk perpanjangan gencatan senjata yang sebagian besar telah menghentikan pertempuran selama lebih dari 15 bulan. Fase pertama gencatan senjata, yang berakhir pada 1 Maret, telah memungkinkan masuknya makanan penting, tempat tinggal, dan bantuan medis.

    Meskipun Israel mengatakan ingin memperpanjang fase pertama hingga pertengahan April, Hamas bersikeras pada transisi ke fase kedua yang dimaksudkan untuk mengakhiri perang secara permanen. Hamas telah menuduh Israel melakukan kejahatan perang berupa hukuman kolektif dengan menghentikan bantuan.

    Hamas menyebut tindakan tersebut berdampak pada sandera Israel yang masih ditahan di sana. Dari 251 tawanan yang ditangkap selama serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel, 58 orang masih berada di wilayah Palestina, termasuk 34 orang yang dikonfirmasi oleh militer Israel telah tewas.

    Pada Senin pekan lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperingatkan Hamas tentang konsekuensi yang tidak dapat dibayangkan jika tidak membebaskan para sandera.

    Media Israel melaporkan bahwa Netanyahu berencana untuk memberikan tekanan maksimum pada Hamas dalam minggu mendatang untuk menerima perpanjangan fase pertama berdasarkan ketentuan Israel. Penyiar Publik Kan mengatakan Israel telah menyusun rencana untuk meningkatkan tekanan di bawah skema yang dijuluki ‘Rencana Neraka’.

    Ini termasuk menindaklanjuti blokir bantuan dengan mengusir penduduk dari Jalur Gaza utara ke selatan, menghentikan pasokan listrik, dan memulai kembali pertempuran skala penuh. Israel memberlakukan pengepungan total di Gaza setelah 9 Oktober 2023, memutus pasokan air, listrik, dan makanan, terkadang melonggarkan dan terkadang memperketat masuknya bantuan hingga gencatan senjata menciptakan peningkatan akses bagi truk bantuan kemanusiaan.

    Hamas Murka

    Foto: Suasana buka puasa pertama di Jabalia, Gaza Utara (AFP/BASHAR TALEB)

    Hamas pun murka gara-gara perbuatan Israel. Kelompok Hamas menuduh Israel melakukan ‘pemerasan murahan dan tidak dapat diterima’ dengan menghentikan pasokan listrik ke Gaza.

    “Kami mengutuk keras keputusan pendudukan untuk memutus aliran listrik ke Gaza, setelah membuatnya kekurangan makanan, obat-obatan, dan air,” kata anggota biro politik Hamas, Izzat al-Rishq, dilansir kantor berita AFP, Senin (10/3/2025).

    Dia menuduh langkah Israel itu sebagai upaya putusa asa. Dia menyebut taktik tersebut tidak dapat diterima.

    “Upaya putus asa untuk menekan rakyat kami dan perlawanan mereka melalui taktik pemerasan murahan dan tidak dapat diterima,” ujarnya.

    Dilansir Al-Jazeera, warga Gaza saat ini mengalami kesulitan air bersih karena pabrik desalinasi air tak bisa beroperasi maksimal akibat listrik terputus. Pabrik ini memiliki generator dan panel surya, tetapi jumlah air yang dapat diproduksi tanpa kabel listrik tidak sama lagi.

    Sejak pemutusan listrik, orang-orang di wilayah selatan Gaza tidak dapat mengakses air seperti dulu. Pemutusan kabel listrik ini terjadi saat Israel terus menutup perlintasan Karem Abu Salem atau Kerem Shalom, yang mencegah bahan bakar, makanan, dan obat-obatan memasuki Gaza untuk hari kesembilan.

    Hamas sendiri terus mendorong segera dilakukan perundingan gencatan senjata tahap 2. Israel juga akan mengirim perwakilan ke perundingan tersebut, yang mana Hamas menekankan bantuan kemanusiaan kembali masuk ke wilayah yang terkepung.

    Sejauh ini, Hamas menyebut telah terjadi dua pertemuan langsung antara Hamas dan pejabat AS di Doha dalam beberapa hari terakhir. Hamas juga akan menggelar perundingan gencatan senjata tahap 2 dengan Israel di Doha.

    Dilansir AFP, delegasi tingkat tinggi Hamas juga menekankan perlunya ‘bergerak langsung untuk memulai perundingan tahap kedua’ yang akan bertujuan untuk meletakkan dasar bagi gencatan senjata permanen.

    Tuntutan Hamas untuk tahap kedua tersebut termasuk penarikan penuh Israel dari Gaza, diakhirinya blokade, rekonstruksi wilayah dan dukungan finansial. Juru bicara Hamas Abdel Latif Al-Qanoua mengatakan indikator sejauh ini “positif”.

    Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga mengatakan akan mengirim delegasi ke Doha. Israel telah menegaskan bahwa mereka menginginkan perpanjangan fase pertama gencatan senjata hingga pertengahan April.

    Periode awal tersebut berakhir pada tanggal 1 Maret setelah enam minggu relatif tenang yang mencakup pertukaran 25 sandera hidup dan delapan jenazah untuk pembebasan sekitar 1.800 tahanan Palestina yang ditahan di Israel.

    Halaman 2 dari 2

    (haf/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Laporan NYT: 41 Sandera Israel Tewas akibat Serangan Pasukan IDF Sendiri – Halaman all

    Laporan NYT: 41 Sandera Israel Tewas akibat Serangan Pasukan IDF Sendiri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sejak dimulainya konflik pada 7 Oktober 2023, lebih dari 40 tawanan Israel yang berada di Gaza, tewas akibat serangan pasukan pendudukan Israel (IDF).

    Dalam laporan yang diterbitkan oleh New York Times pada hari Sabtu (8/3/2025), disebutkan 41 dari 251 tentara dan pemukim Israel yang ditahan di Gaza tewas akibat pengeboman IDF.

    Laporan ini menyebutkan, 24 dari 59 tawanan masih hidup.

    Sementara, 130 lainnya telah dibebaskan dengan selamat.

    Jumlah sandera yang tewas sebagian besar terbunuh saat awal perang.

    “Beberapa tawanan hampir pasti terbunuh pada hari-hari awal perang, sebelum gencatan senjata dapat dicapai.”

    “Namun, banyak lainnya yang tewas sejak gencatan senjata singkat pertama berakhir pada November 2023 dan pertempuran terus berlanjut dalam perang yang telah menewaskan puluhan ribu warga Palestina,” menurut laporan NYT, dikutip dari Al Mayadeen.

    Dalam kesepakatan gencatan senjata, puluhan jenazah telah dikembalikan.

    “Mayat 40 orang lainnya telah dikembalikan ke Israel sebagai imbalan atas pembebasan ratusan tahanan dan tahanan Palestina menyusul perjanjian gencatan senjata pada November 2023 dan Januari tahun ini,” jelasnya.

    Laporan ini didasarkan pada penyelidikan forensik, investigasi militer terkait kematian tawanan, serta wawancara dengan pejabat Israel dan anggota keluarga para tawanan. 

    Ibu Sandera Israel Ungkap sang Anak Tewas dalam Pengeboman IDF

    Seorang ibu sandera Israel yang ditahan di Gaza, Ron Sherman, mengatakan sang anak tewas akibat serangan Israel.

    Menurut Maayan Sherman, sang anak dibunuh secara sengaja oleh Israel.

    Jasad sang anak dan dua orang lainnya ditemukan di sebuah terowongan Gaza.

    Di mana terowongan tersebut hancur akibat serangan Israel.

    Pengakuan Sherman ini ia ungkapkan melalui Facebook pribadinya.

    Dalam unggahan tersebut, Sherman mengatakan sang anak tewas bukan karena Hamas, melainkan karena bom dan gas beracun yang dilemparkan IDF ke sebuah terowongan.

    Saat jasad Ron ditemukan, beberapa bagian tubuhnya ada yang hilang.

    Sherman menduga ini terjadi lantaran sang anak berusaha melarikan diri dari pengeboman tersebut.

    Pengakuan Sherman dan laporan NYT ini sejalan dengan pernyataan Hamas yang berulang kali menekankan, sandera Israel tewas karena pengeboman Israel sendiri.

    Pertama kali Hamas menegaskan pihaknya bukan penyebab kematian para sandera Israel adalah pada awal Desember 2024.

    Hamas dengan tegas mengatakan narasi yang dibuat oleh IDF yang menuduh Hamas sebagai penyebab kematian para sandera adalah salah.

    Menurut Hamas, semakin banyak sandera yang tewas, itu artinya bukti kuat, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, gagal membebaskan mereka.

    Justru hal ini menunjukkan Netanyahu tidak ingin membebaskan sandera lantaran serangan yang terus berlanjut di Gaza dan berakhir membunuh para tawanan.

    Juru bicara militer Brigade al-Qassam Hamas, Abu Obeida, juga membuat pernyataan, Israel sengaja menargetkan lokasi di mana para sandera berada.

    Tidak hanya sekali, Israel terus menerus menyerang lokasi para sandera ditahan.

    “Kelompok Perlawanan memiliki informasi intelijen yang mengonfirmasi bahwa musuh sengaja menargetkan lokasi para sandera berada dengan maksud membunuh tawanan dan pengawal mereka,” kata Abu Obeida melalui Telegram.

    Sebagai informasi, Israel telah melancarkan serangan mematikan di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2024.

    Serangan ini menyebabkan lebih dari 48.450 warga Palestina telah terbunuh.

    Sebagian besar korban merupakan wanita dan anak-anak.

    Lebih dari 111.800 warga Palestina terluka akibat agresi Israel.

    Namun sejak kesepakatan gencatan senjata, serangan Israel telah dihetikan sesuai kesepakatan yang berlaku pada 19 Januari 2025.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Tahanan Palestina: Wajah Kami Disiram Air Pipis Tentara Israel, Dikubur Hidup-hidup – Halaman all

    Tahanan Palestina: Wajah Kami Disiram Air Pipis Tentara Israel, Dikubur Hidup-hidup – Halaman all

    Tahanan Palestina: Wajah Kami Disiram Air Pipis Tentara Israel, Dikubur Hidup-hidup

    TRIBUNNEWS.COM – Beberapa tahanan politik Palestina yang baru-baru ini dibebaskan dalam pertukaran tahanan terbaru telah berbagi pengalaman mengerikan tentang penyiksaan yang mereka alami di penjara Israel.

    Menurut penuturan mereka, penyiksaan yang terjadi disertai pelecehan fisik dan psikologis yang ekstrem, menurut sebuah laporan yang dibagikan oleh Middle East Eye (MEE), dikutip dari RNTV, Senin (10/3/2025).

    Salah satu metode yang paling mengganggu termasuk tentara Israel yang buang air kecil pada tahanan politik.

    “Mereka akan buang air kecil dalam wadah dan kemudian menuangkannya ke wajah dan tubuh kita,” kenang Mahmoud Abukhater, seorang tahanan yang dibebaskan.

    “Itu adalah salah satu bentuk penghinaan terburuk yang kami alami,” katanya.

    Dia juga menggambarkan perlakuan kejam yang dihadapi tahanan sebelum dipindahkan ke penjara.

    “Tangan dan kaki kami dibelenggu, dan mereka memukul kami dengan botol air beku dan botol berisi zaitun.”

    PENUH SIKSAAN – Tahanan Palestina dilucuti bajunya dan ditutup matanya di Gaza pada 8 Desember 2023 saat dibawa ke Penjara Israel. Di dalam penjara, mereka menerima berbagai perlakuan tidak manusiawi. (RNTV/TangkapLayar)

    Ditelanjangi Saat Musim Dingin

    Tahanan politik lainnya, Ibrahim Abdulrazzaq al-Majdalawi, 63, yang juga ditahan di kamp penahanan militer Sde Teiman yang terkenal, menggambarkan dilucuti dari pakaiannya meskipun cuaca musim dingin yang pahit.

    “Mereka menanggalkan kami dari semua pakaian kami, bahkan pakaian dalam kami, dan hanya memberi kami pakaian tipis. Para prajurit akan menegur dan memukuli kami setiap kali kami melakukan sesuatu atau mengucapkan sepatah kata pun,” katanya.

    “Beberapa hukuman diterima hanya karena berbicara atau bergerak tanpa izin termasuk berdiri dengan satu kaki selama berjam-jam.”

    Abukhater berbagi rincian lebih lanjut tentang penahanannya.

    “Mereka memaksa kami untuk duduk dari fajar sampai tengah malam tanpa bergerak, dan kami hanya diizinkan pergi ke toilet dengan izin dan dengan tangan kami dibelenggu. Kadang-kadang petugas mengizinkannya, di lain waktu dia tidak, dan banyak tahanan akhirnya buang air kecil pada diri mereka sendiri,” katanya.

    “Mereka juga membuat kami mandi air dingin setiap hari, tidak peduli seberapa keras musim dingin. Jika mereka tahu seseorang tidak mandi, mereka akan menghukum dan menyiksa mereka segera.”

    Salah satu metode paling kejam yang digunakan militer Israel di kamp adalah dengan berpura-pura menenggelamkan atau mencekik tahanan.

    Abukhater menjelaskan: “Mereka akan menempatkan kami dalam kain kafan, menghubungkan kami ke kamera dan selang, dan mengubur kami. Hanya ketika kami merasa kami akan mati, mereka akan membiarkan udara kecil untuk membuat kami tetap hidup.”

    TAHANAN PALESTINA DIBEBASKAN – Foto ini diambil pada Jumat (31/1/2025) dari publikasi resmi media negara Palestina, WAFA, pada Kamis (30/1/2025), menunjukkan Zakaria al-Zubaidi, satu dari 110 tahanan Palestina yang dibebaskan oleh Israel, merayakan pembebasannya bersama kerumunan warga Palestina dalam pertukaran tahanan ketiga antara Israel-Hamas di Jalur Gaza pada Kamis. (WAFA/Hamza Shalash)

    Keponakan Ismail Haniyeh Disiksa hingga Meninggal

    Tahanan politik lainnya menceritakan menyaksikan kematian Musaab Haniyeh yang lambat, keponakan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh, yang disiksa sampai kematiannya di Penjara Ofer.

     “Luka-lukanya begitu parah sehingga cacing muncul, dan dia menjadi incontinent (tak bisa mengendalikan buang air kecil),” kata Abukhater.

    “Mereka tidak memberikan perawatan medis. Dia tiba dalam kesehatan yang baik, tetapi setelah berbulan-bulan disiksa, dia telah layu (kurus) setengah dari berat aslinya.”

    Selain pelecehan fisik yang tidak manusiawi, para tahanan menghadapi pengabaian medis yang parah.

    Ibrahim al-Majdalawi, 63, berbicara tentang omelan dan pemukulan terus-menerus yang diterimanya, meskipun usianya sudah senja. 

    Dia menerjemahkan untuk sesama tahanan, atas perintah tentara Israel, dan menyaksikan kondisi kritis tahanan diabetes diabaikan oleh petugas.

    “Terlepas dari kondisinya, mereka mengabaikannya untuk waktu yang lama,” kenang al-Majdalawi.

    “Ketika mereka akhirnya membawanya ke perawatan medis, mereka terus menganiaya dia.”

    Seorang mantan tahanan berusia 62 tahun, yang ditahan selama berbulan-bulan di Penjara Sde Teiman, menggambarkan pengalaman serupa. 

    Dia menderita berbagai kondisi medis, termasuk diabetes dan masalah prostat, dan menjadi sasaran pelecehan fisik dan pengabaian.

    “Ketika saya pingsan, mereka akan menghidupkan saya dengan air dingin dan kemudian melanjutkan pelecehan. Saya tidak bisa lepas dari rasa sakit,” katanya.

    Trauma emosional tetap lama setelah dibebaskan, ketika kerabat tahanan politik yang dibebaskan bersama.

    Salah satu anggota keluarga dari tahanan yang dibebaskan menjelaskan, “Sejak pembebasannya, dia telah berjuang dengan bekas luka psikologis yang mendalam. Dia bereaksi keras terhadap pemicu kecil dan takut akan segalanya.

    Terlepas dari kekejaman yang dihadapi oleh orang-orang ini, mereka menyatakan keteguhan berbalut dengan kemarahan. 

    Abukhater ingat kalau selama pembebasan mereka, pasukan Israel memaksa mereka untuk mengenakan baju yang dihiasi dengan Bintang Daud dan kata-kata, “Kami tidak akan pernah lupa, dan kami tidak akan pernah memaafkan.” 

    Dia berkata, “Kami membakarnya (seragam yang diberikan Israel) saat kami bebas.”

    Kesaksian-kesaksian ini menjelaskan kengerian tahanan Palestina di bawah tahanan Israel dan menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk akuntabilitas.

    Organisasi hak asasi manusia dan badan-badan internasional terus menyerukan penyelidikan atas tuduhan penyiksaan dan pelecehan, menuntut keadilan bagi para korban dari praktik-praktik yang tidak manusiawi ini.

     

    (oln/mee/rntv/*)

  • Hamas Tunjukkan Fleksibilitas dalam Perundingan Gencatan Senjata Gaza dengan Washington – Halaman all

    Hamas Tunjukkan Fleksibilitas dalam Perundingan Gencatan Senjata Gaza dengan Washington – Halaman all

    Hamas Tunjukkan Fleksibilitas dalam Perundingan Gencatan Senjata Gaza dengan Washington

    TRIBUNNEWS.COM- Seorang juru bicara Hamas mengatakan pada 10 Maret bahwa gerakan perlawanan menunjukkan “fleksibilitas” dalam pembicaraan gencatan senjata dengan mediator dan utusan Presiden AS Donald Trump, Adam Boehler. 

    Ketika Israel mengancam akan kembali berperang di Gaza, Washington berupaya untuk menegosiasikan kesepakatan terpisah dengan Hamas untuk membebaskan warga negara AS yang ditahan di Gaza.

    “Kami telah menunjukkan fleksibilitas dalam menangani upaya para mediator dan utusan Trump, dan kami sedang menunggu hasil negosiasi yang akan datang untuk memastikan Israel mematuhi perjanjian dan melanjutkan ke tahap kedua,” kata juru bicara Hamas Abdul Latif al-Qanou. 

    “Negosiasi yang dilakukan dengan mediator Mesir dan Qatar, serta utusan Trump, difokuskan pada upaya mengakhiri perang, penarikan pasukan, dan rekonstruksi. Kami telah berkomitmen penuh pada tahap pertama perjanjian, dan prioritas kami sekarang adalah melindungi dan memberikan bantuan kepada rakyat kami sambil memastikan gencatan senjata permanen,” imbuhnya. 

    “Gerakan ini telah menyetujui usulan Mesir untuk membentuk komite pendukung masyarakat dan telah menyetujui pekerjaannya di Gaza untuk memperkuat ketahanan rakyat kami dan menjaga mereka tetap berada di tanah mereka,” lanjut Qanou. 

    Ia juga mengatakan Israel berharap untuk “memaksa rakyat kami untuk bermigrasi dengan memperketat pengepungan, menutup penyeberangan, dan mencegah bantuan kemanusiaan – namun ini hanyalah delusi belaka.”

    “Pembicaraan Israel tentang rencana militer untuk melanjutkan pertempuran di Gaza dan keputusannya untuk memutus aliran listrik adalah pilihan yang gagal dan menimbulkan ancaman bagi para tawanannya, yang hanya akan dibebaskan melalui negosiasi.”

    Israel memblokir masuknya semua barang dan pasokan ke Jalur Gaza pada awal Maret, mengancam gerakan perlawanan Palestina dengan “konsekuensi tambahan” jika tidak menerima tuntutan Israel untuk memperpanjang fase pertama gencatan senjata.

    Tel Aviv telah memutus aliran listrik ke Gaza, dan kini mengancam akan memutus aliran air. 

    Perusahaan Penyiaran Israel (KAN) melaporkan pada 10 Maret bahwa Kepala Staf Angkatan Darat Israel yang baru, Eyal Zamir, telah mengizinkan rencana militer untuk memulai kembali perang di Jalur Gaza jika negosiasi untuk pertukaran tahanan dan gencatan senjata gagal.

    Perwakilan Hamas bertemu dengan para mediator di Kairo selama akhir pekan, begitu pula dengan utusan Trump. Washington tengah berupaya untuk merundingkan kesepakatan terpisah dengan Hamas guna membebaskan sejumlah tawanan Israel yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dengan kewarganegaraan AS. 

    Hamas terus bersikeras bahwa ketentuan kesepakatan awal harus dihormati dan pembicaraan untuk tahap kedua segera dimulai. 

    “Saya ingin MENJELASKAN dengan SANGAT JELAS karena beberapa pihak telah salah menafsirkan. Hamas adalah organisasi teroris yang telah membunuh ribuan orang tak berdosa. Mereka secara DEFINISI adalah orang-orang JAHAT. Dan seperti yang [Trump] katakan, tidak ada satu pun anggota Hamas yang akan aman jika Hamas tidak SEGERA MEMBEBASKAN SEMUA SANDERA,” kata Boehler pada hari Senin. 

    Boehler menanggapi reaksi keras yang ia hadapi dalam wawancara CNN di mana ia mengatakan bahwa pejabat Hamas “sebenarnya orang-orang seperti kami” dan “orang-orang yang cukup baik.” 

     

    SUMBER: THE CRADLE

  • Pemerintah Gaza Konfirmasi Pemadaman Listrik Total akibat Tindakan Israel – Halaman all

    Pemerintah Gaza Konfirmasi Pemadaman Listrik Total akibat Tindakan Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah setempat Gaza telah mengonfirmasi pemadaman listrik total akibat ulah Israel pada hari Senin (10/3/2025).

    Juru bicara Perusahaan Distribusi Listrik Gaza, Mohammad Thabet menyesalkan keputusan Israel yang membuat Gaza gelap gulita.

    Menurutnya, pemadaman listrik ini menjadi ancaman serius bagi warga Gaza.

    “Pemutusan aliran listrik oleh pendudukan Israel mengancam bencana kesehatan dan lingkungan di Gaza,” kata Thabet, dikutip dari Anadolu Anjansi.

    Sebelum terjadinya agresi Israel, Tel Aviv telah memasok listrik sebanyak 10 saluran ke Gaza.

    Namun akibat perang selama berbulan-bulan ini, jaringan listrik hancur total.

    “Hampir 70 persen jaringan distribusi listrik dan 90 persen gudang dan tempat penyimpanan di Gaza hancur total,” jelas Thabet.

    Tidak hanya itu, kendaraan yang digunakan untuk mendistribusikan aliran listrik juga 90 persen mengalami rusak parah.

    Sebelumnya, Menteri Energi Israel Eli Cohen mengatakan dia telah memberikan instruksi untuk menghentikan pasokan listrik ke Gaza pada hari Minggu (9/3/2025).

    Pemadaman listrik total ini bagian dari upaya dalam melakukan ‘pengepungan’ warga Gaza.

    “Saya baru saja menandatangani perintah untuk segera menghentikan pasokan listrik ke Jalur Gaza,” kata Cohen dalam sebuah pernyataan video, dikutip dari Al-Arabiya.

    Keputusan Israel ini mendapat kecaman besar dari pelapor khusus PBB Francesca Albanese.

    Ia mengatakan bahwa ini dapat membuat warga Gaza semakin terkepung dan kesulitan mendapatkan air bersih.

    “Tindakan Israel tersebut merupakan ‘peringatan genosida’, bahwa tanpa listrik, tidak ada air bersih,” katanya.

    Akhir pekan lalu, Israel mengumumkan pihaknya memblokir pengiriman bantuan ke Gaza sampai militan Palestina menerima persyaratannya untuk perpanjangan gencatan senjata tahap pertama.

    Kesepakatan gencatan senjata tahap pertama telah berlangsung selama 42 hari dan berakhir pada 1 Maret 2025.

    Setelah tahap pertama berakhir, Israel menginginkan perpanjangan untuk mengamankan pembebasan lebih banyak tawanan Israel tanpa memenuhi kewajiban militer.

    Akan tetapi, Hamas menolak dan menginginkan transisi gencatan senjata tahap kedua.

    Israel memberlakukan ‘pengepungan penuh’ di wilayah tersebut setelah 9 Oktober 2023 akibat agresi Israel.

    Sejak saat itu, pasokan air, listrik dan makanan di Gaza terputus.

    Agresi Israel juga telah menewaskan lebih dari 48.450 orang.

    Sebagian besar korban merupakan wanita dan anak-anak.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Demi Takut-takuti Hamas, Israel Putus Aliran Listrik di Gaza, Tuntut Pembebasan Sandera – Halaman all

    Demi Takut-takuti Hamas, Israel Putus Aliran Listrik di Gaza, Tuntut Pembebasan Sandera – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Setelah melakukan pemblokiran bantuan kemanusiaan, kini Israel memutus aliran listrik ke Gaza.

    Menteri Energi Israel, Eli Cohen, menandatangani perintah resmi yang memerintahkan perusahaan listrik Israel Electric Corporation (IEC) untuk menghentikan pasokan listrik yang tersisa ke daerah kantong tersebut.

    Dikutip dari Quds News Network, perintah tersebut tidak menyebutkan kapan aliran listrik akan dipadamkan.

    Laporan menunjukkan, tindakan tersebut bersifat segera dan tidak terbatas.

    Israel mengklaim pemadaman listrik tersebut merupakan taktik tekanan terhadap gerakan perlawanan Hamas.

    Hal ini bertepatan dengan terus terhambatnya negosiasi pertukaran tahanan oleh Israel.

    Israel menolak untuk memasuki fase kedua dari perjanjian gencatan senjata yang telah ditandatanganinya.

    Mesir, Qatar, dan AS menjadi penengah perjanjian tersebut.

    “Saya baru saja menandatangani perintah untuk segera menghentikan pasokan listrik ke Jalur Gaza,” kata Eli Cohen, dikutip dari CNN.

    Sementara itu, Juru Bicara Hamas, Hazem Qassem, menyatakan tindakan tersebut tidak akan banyak memberikan dampak praktis mengingat adanya pembatasan sebelumnya. 

    Namun, ia mengkritiknya sebagai “perilaku yang menegaskan niat pendudukan untuk melanjutkan perang genosida terhadap Gaza, melalui penggunaan kebijakan kelaparan, yang jelas-jelas mengabaikan semua hukum dan norma internasional.”

    Politikus sayap kanan Israel, Itamar Ben Gvir, menyambut baik langkah terbaru kementerian energi, dan mendesak pemerintah untuk bertindak lebih jauh lagi.

    “Jalur Gaza harus segera ditutup total selama masih ada satu sandera Israel yang ditahan di sana,” kata Ben Gvir.

    “Israel harus mengebom depot bahan bakar besar yang memasuki Jalur Gaza sebagai bagian dari kesepakatan yang tidak menguntungkan itu, serta generator yang dioperasikan oleh Hamas,” lanjutnya.

    Berita itu muncul bahkan saat pembicaraan mengenai gencatan senjata dan kesepakatan penyanderaan yang rapuh antara Israel dan Hamas sedang berlangsung.

    Kesepakatan Gencatan Senjata

    Utusan Amerika Serikat (AS) untuk sandera, Adam Boehler, mengatakan pertemuan dengan Hamas di Ibu Kota Qatar, Doha “sangat membantu”.

    Ia meyakini kesepakatan pembebasan sandera bisa tercapai dalam beberapa minggu lagi.

    Boehler mengatakan dia memahami “kekhawatiran” Israel, AS telah mengadakan pembicaraan dengan kelompok itu, tetapi mengatakan dia telah berusaha untuk memulai kembali negosiasi yang “rapuh” tersebut.

    “Pada akhirnya, saya rasa itu adalah pertemuan yang sangat membantu,” katanya, dikutip dari Al Arabiya.

    “Saya rasa sesuatu dapat terwujud dalam beberapa minggu. Saya rasa ada kesepakatan di mana mereka dapat membebaskan semua tahanan, bukan hanya orang Amerika,” lanjutnya.

    Boehler mengisyaratkan adanya kemungkinan perundingan lebih lanjut dengan para militan.

    “Anda tidak pernah tahu. Anda tahu terkadang Anda berada di area tersebut dan Anda mampir,” ungkapnya.

    Di sisi lain, delegasi Hamas juga telah tiba di Kairo, Mesir, hari Jumat, untuk membahas kesepakatan gencatan senjata dan mendorong kemungkinan fase kedua perjanjian tersebut.

    Sementara, Israel mengatakan pada hari Sabtu, mereka telah “menerima undangan” dari mediator yang didukung AS untuk mengirim delegasi Israel ke Doha pada hari Senin.

    Sebuah sumber Israel mengatakan kepada CNN, Israel “memberikan kesempatan pada negosiasi” sebelum kembali bertempur di Gaza.

    Sebanyak 59 sandera diperkirakan masih berada di Gaza, lebih dari separuhnya diperkirakan telah tewas, menurut Kantor Perdana Menteri Israel.

    Lima dari 59 sandera adalah warga negara Amerika Israel, hanya satu di antaranya – Edan Alexander – yang masih hidup.

    Pada hari Minggu, pejabat senior Hamas, Taher Al Nunu, mengatakan pihaknya tidak menentang pembebasan Alexander sebagai bagian dari negosiasi untuk mengakhiri perang.

    Hamas telah menyampaikan pesan itu kepada pejabat AS selama pembicaraan baru-baru ini yang difokuskan pada penerapan perjanjian sementara yang bertujuan mengakhiri perang, kata Al Nunu.

    (*)

  • 78.000 Pasukan Zionis Cacat dan Luka usai Perang Gaza, Militer Israel Potensi Kurang Prajurit Parah  – Halaman all

    78.000 Pasukan Zionis Cacat dan Luka usai Perang Gaza, Militer Israel Potensi Kurang Prajurit Parah  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kementerian Pertahanan Israel telah mengungkapkan, jumlah pasukan militer Israel yang terluka dan cacat di militernya telah melonjak menjadi 78.000.

    Hal ini mengungkap sebuah gambaran nyata dari besarnya korban (dari pihak pasukan Israel) yang ditimbulkan oleh perang dan genosida Israel di Gaza.

    Pengungkapan ini terjadi selama pertemuan komite khusus mengenai pekerja asing, yang diketuai oleh anggota Knesset Israel Eti Hava Attia, Minggu (10/3/2025).

    Dalam pembicaraan itu, termasuk mengkaji kebutuhan para prajurit yang terluka dan para veteran cacat yang membutuhkan perawatan.

    Menurut kementerian Israel, lebih dari 50 persen korban luka adalah prajurit cadangan yang berusia di bawah 30 tahun. 

    Selain itu, 62 persen dari korban ini menderita cedera psikologis, dilansir Palestine Chronicle.

    Sementara, 10 persen lainnya dalam kondisi fisik sedang hingga parah. 

    Saat ini, 194 prajurit masih dirawat di rumah sakit, sebagian besar menerima perawatan di Sheba Medical Center, Tel Hashomer, dan Rumah Sakit Ichilov.

    Media Israel telah menyampaikan kekhawatiran yang berkembang di Israel atas kekurangan tenaga kerja yang parah dalam militer. 

    Perkiraan menunjukkan tentara Israel akan menghadapi defisit sumber daya manusia (SDM) yang berkepanjangan, dilaporkan Al-Mayadeen.

    Dalam laporan itu juga disebutkan, kekurangan tenaga kerja di militer mengingatkan pada tantangan selama periode ‘zona keamanan’ di Lebanon selatan dan Intifada Kedua.

    Sebuah laporan mendalam yang diterbitkan oleh surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth, mengungkap krisis mendalam yang melanda tentara Israel karena meningkatnya beban pada pasukannya di tengah berbagai front.

    Serta, potensi persiapan untuk melancarkan agresi militer baru di Jalur Gaza.

    Laporan oleh analis militer surat kabar tersebut, Yoav Zitun, menyoroti kesulitan yang dihadapi oleh tentara, termasuk kekurangan tenaga kerja, tekanan operasional dan psikologis.

    Serta tantangan logistik yang mengancam kemampuannya untuk menjaga stabilitas di berbagai lini.

    Laporan tersebut juga membahas dampak tekanan-tekanan terhadap kemungkinan dilancarkannya perang baru di Gaza.

    Di mana hal itu juga berpotensi menjadi beban tambahan bagi prajurit Israel dan keluarga mereka.

    (Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

  • Termasuk Partai Zionis, Menkeu Israel Bahas Perpindahan Warga Gaza: Sejarah Akhiri Konflik – Halaman all

    Termasuk Partai Zionis, Menkeu Israel Bahas Perpindahan Warga Gaza: Sejarah Akhiri Konflik – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kaukus Knesset Tanah Israel yang dipimpin oleh MK Yuli Edelstein (Likud), Simcha Rothman (Partai Zionis Religius) dan Limor Son-Harmelech (Otzma Yehudit) menyelenggarakan konferensi pada Minggu (9/3/2025).

    Konferensi itu berjudul “Timur Tengah Baru: Rencana Emigrasi Sukarela dari Gaza”, seperti diberitakan JPost.

    Selain para pemimpin kaukus, pembicara pada konferensi tersebut termasuk Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Menteri Misi Nasional Orit Struk.

    Kemudian Ketua Knesset MK Amir Ohana, sejumlah MK tambahan dari koalisi, dan serangkaian perwakilan organisasi masyarakat sipil.

    Termasuk dari organisasi pemukiman Nachala, Forum Kohelet, Bithonistim, dan lainnya.

    Pembicara lainnya adalah sarjana budaya Arab dari Bar-Ilan, Prof. Motti Kedar.

    Smotrich berjanji dalam sambutannya, masalah penganggaran tidak akan menghalangi pembentukan “Direktorat Emigrasi” baru di Kementerian Pertahanan.

    Ia menuduh semua warga Gaza menyimpan “kebencian mendasar” terhadap Israel.

    Ia juga menggambarkan langkah emigrasi alias perpindahan warga Gaza selanjutnya.

    Menurutnya, emigrasi warga Gaza sebagai langkah bersejarah yang pada akhirnya dapat mengakhiri konflik Israel-Palestina.

    Barat Dukung Arab

    Menteri luar negeri Prancis, Jerman, Italia, dan Inggris mengatakan pada Sabtu (8/3/2025), mereka mendukung rencana para negara Arab untuk rekonstruksi Gaza yang akan menelan biaya US$53 miliar (S$70 miliar).

    Kemudian menghindari pengusiran warga Palestina dari daerah kantong itu.

    “Rencana tersebut menunjukkan jalur realistis menuju rekonstruksi Gaza dan menjanjikan — jika dilaksanakan — perbaikan cepat dan berkelanjutan terhadap kondisi kehidupan yang menyedihkan bagi warga Palestina yang tinggal di Gaza,” kata para menteri dalam pernyataan bersama, dikutip dari AsiaOne.

    Rencana tersebut, yang disusun oleh Mesir dan diadopsi oleh para pemimpin Arab pada hari Selasa, telah ditolak oleh Israel dan oleh Presiden AS Donald Trump, yang telah menyampaikan visinya sendiri untuk mengubah Jalur Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah”.

    Usulan Mesir membayangkan pembentukan sebuah komite administratif yang terdiri dari teknokrat Palestina yang independen dan profesional yang diberi tugas untuk memerintah Gaza setelah berakhirnya perang di Gaza antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas.

    Komite tersebut akan bertanggung jawab atas pengawasan bantuan kemanusiaan dan pengelolaan urusan Jalur Gaza untuk periode sementara di bawah pengawasan Otoritas Palestina.

    Pernyataan yang dikeluarkan oleh keempat negara Eropa pada hari Sabtu, mengatakan mereka “berkomitmen untuk bekerja dengan inisiatif Arab,” dan mereka menghargai “sinyal penting” yang telah dikirim oleh negara-negara Arab dengan mengembangkannya.

    Pernyataan tersebut menyatakan Hamas “tidak boleh memerintah Gaza dan tidak boleh menjadi ancaman bagi Israel lagi” dan keempat negara “mendukung peran utama Otoritas Palestina dan pelaksanaan agenda reformasinya.”

    Gencatan Senjata

    Hamas dilaporkan telah menyetujui usulan perpanjangan gencatan senjata tahap pertama selama dua bulan dengan Israel, serta pembebasan sandera Israel.

    Laporan tersebut disampaikan oleh media Arab Saudi, Al Hadath, pada Sabtu malam, 8 Maret 2025, yang menyebutkan bahwa menunjukkan fleksibilitas dalam perundingan yang berlangsung di Kairo, Mesir.

    Sumber Al Hadath mengungkapkan, perkembangan pembicaraan ini mendorong Israel untuk mengirimkan delegasinya ke Kairo pada hari Senin.

    Namun, hingga saat ini belum ada konfirmasi resmi dari pihak Hamas mengenai laporan tersebut.

    Media Saudi lainnya, Al Arabiya, juga melaporkan Hamas dan Israel telah menyepakati gencatan sementara selama bulan Ramadhan, meskipun kedua belah pihak membantah informasi tersebut.

    Pada hari yang sama, Israel mengumumkan pengiriman delegasi ke Doha, Qatar, pada Senin untuk membahas pembebasan sandera di Gaza.

    Menurut Yedioth Ahronoth, pengiriman delegasi ini dilakukan setelah adanya undangan dari Mesir dan Qatar sebagai mediator.

    Delegasi Israel terdiri dari pejabat senior Dinas Keamanan Israel (Shin Bet), penasihat politik Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, serta perwakilan dari Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dan Mossad.

    Sebelumnya, Amerika Serikat (AS)  menawarkan perpanjangan gencatan senjata selama dua bulan dan aliran bantuan kemanusiaan ke Gaza, dengan syarat Hamas membebaskan beberapa sandera Israel yang masih hidup.

    Di antara sandera tersebut adalah Edan Alexander, yang memiliki kewarganegaraan ganda AS dan Israel.

    Tawaran ini disampaikan dalam pertemuan antara utusan Presiden AS, Adam Boehler, dan pejabat senior Hamas, termasuk Khalil Al Hayya.

    Hamas sebelumnya menolak usulan perpanjangan gencatan senjata tahap pertama dari Israel. Hamas mengatakan usulan tersebut tidak dapat diterima.

    Juru bicara Hamas, Hazem Qassem, menyatakan Israel harus bertanggung jawab karena tidak memulai negosiasi untuk tahap kedua gencatan senjata.

    Hamas lebih memilih untuk merundingkan tahap kedua gencatan senjata.

    Jika tahap kedua dapat terwujud, semua sandera akan dipulangkan dan pasukan Israel akan ditarik sepenuhnya dari Gaza.

    (Tribunnews.com/Chrysnha, Febri)