Negara: Jalur Gaza

  • Respons Ancaman Trump, Iran Tak Punya Pilihan Selain Memperoleh Senjata Nuklir jika Diserang AS – Halaman all

    Respons Ancaman Trump, Iran Tak Punya Pilihan Selain Memperoleh Senjata Nuklir jika Diserang AS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Iran harus memperoleh senjata nuklir jika diserang oleh Amerika Serikat (AS) atau sekutunya.

    Hal ini disampaikan penasihat Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, Ali Larijani, Senin (31/3/2025).

    Pernyataan penasihat Pemimpin Tertinggi Iran tersebut menyusul ancaman oleh Presiden AS Donald Trump.

    Sementara, Ayatollah Ali Khamenei telah berjanji untuk membalas jika Trump mengancam mengebom republik Islam itu jika tidak membuat kesepakatan untuk mengekang program nuklirnya.

    “Kami tidak bergerak menuju senjata (nuklir), tetapi jika Anda melakukan sesuatu yang salah dalam masalah nuklir Iran, Anda akan memaksa Iran untuk bergerak ke arah itu karena harus mempertahankan diri,” kata Ali Larijani kepada TV pemerintah, Senin.

    “Iran tidak ingin melakukan ini, tetapi (itu) tidak akan punya pilihan,” tambahnya.

    “Jika pada suatu saat Anda (AS) bergerak menuju pemboman sendiri atau melalui Israel, Anda akan memaksa Iran untuk membuat keputusan yang berbeda,” kata Ali Larijani.

    Sebelumnya, Trump mengatakan pada akhir pekan “akan ada pemboman” jika Iran tidak menyetujui kesepakatan nuklir, menurut NBC News, yang mengatakan ia juga mengancam akan menghukum Teheran dengan apa yang disebutnya “tarif sekunder.”

    Meskipun komentar Trump semakin tajam, tidak jelas apakah ia mengancam pemboman AS atau operasi yang dikoordinasikan dengan negara lain, mungkin musuh bebuyutan Iran, Israel.

    “Mereka mengancam akan melakukan kerusakan,” kata Khamenei tentang pernyataan tersebut selama pidato untuk liburan yang menandai berakhirnya bulan puasa Ramadhan bagi umat Muslim.

    “Jika itu dilakukan, mereka pasti akan menerima serangan balik yang kuat,” lanjutnya.

    Iran Menolak Perundingan Langsung dengan AS

    Dilansir AP News, Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengatakan Republik Islam menolak perundingan langsung dengan Amerika Serikat mengenai program nuklirnya yang berkembang pesat.

    Ia menawarkan tanggapan pertama Teheran terhadap surat yang dikirim Presiden AS Donald Trump kepada pemimpin tertinggi negara itu.

    Masoud Pezeshkian mengatakan tanggapan Iran, yang disampaikan melalui kesultanan Oman, membuka kemungkinan negosiasi tidak langsung dengan Washington.

    Namun, pembicaraan semacam itu tidak mengalami kemajuan sejak Trump pada masa jabatan pertamanya secara sepihak menarik AS dari kesepakatan nuklir Teheran dengan negara-negara besar dunia pada 2018.

    Dalam beberapa tahun terakhir, ketegangan regional telah memuncak menjadi serangan di laut dan darat.

    Kemudian terjadi perang Israel-Hamas di Jalur Gaza, yang membuat Israel menargetkan para pemimpin kelompok militan di seluruh wilayah yang disebut Iran sebagai “Poros Perlawanan.”

    Sekarang, ketika AS melakukan serangan udara besar-besaran yang menargetkan pemberontak Houthi yang didukung Iran di Yaman, risiko aksi militer yang menargetkan program nuklir Iran masih ada.

    “Kami tidak menghindari perundingan; pelanggaran janji-janji itulah yang telah menimbulkan masalah bagi kami sejauh ini,” kata Pezeshkian dalam pernyataan yang disiarkan televisi selama rapat Kabinet, Minggu (30/3/2025).

    “Mereka harus membuktikan bahwa mereka dapat membangun kepercayaan,” imbuhnya.

    KOTA RUDAL IRAN – Tangkapan layar video Telegram kantor berita Iran in Arabic diambil pada Rabu (26/3/2025), memperlihatkan dua jenderal Garda Revolusi Iran (IRGC) yang sedang memeriksa kota rudal terbaru yang diungkap oleh IRGC pada Selasa (25/3/2025). (Telegram Iran in Arabic)

    Trump Surati Khamenei

    Pada 7 Maret 2025, Trump mengatakan bahwa ia telah menulis surat kepada Khamenei untuk menyerukan perundingan nuklir dan memperingatkan kemungkinan aksi militer jika Teheran menolak.

    Surat tersebut disampaikan ke Teheran pada 12 Maret oleh utusan Uni Emirat Arab, kantor berita Iran Fars melaporkan pada saat itu.

    Selanjutnya, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan tanggapan telah dikirim melalui Oman, tanpa merinci isinya.

    Araghchi mengatakan Iran tidak akan terlibat dalam perundingan langsung “di bawah tekanan maksimum dan ancaman aksi militer.”

    Namun, dalam sambutannya, menteri tersebut membiarkan pintu terbuka untuk “perundingan tidak langsung.”

    Menurut NBC, Trump mengatakan pejabat AS dan Iran sedang “berbicara”, tetapi ia tidak memberikan rincian.

    Tanggapan Kemenlu Iran

    Kementerian luar negeri Iran memanggil kuasa usaha kedutaan besar Swiss, yang mewakili kepentingan AS di Iran, “setelah adanya ancaman dari presiden AS,” kata sebuah pernyataan kementerian.

    “Amerika memiliki sedikitnya 10 pangkalan di kawasan sekitar Iran, dan mereka memiliki 50.000 tentara,” kata Jenderal Amirali Hajizadeh, seorang komandan senior di Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), dikutip dari Al Arabiya.

    Diketahui, kesepakatan nuklir 2015 antara Teheran dan negara-negara besar dunia mengharuskan Iran membatasi pemrosesan nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi.

    Oman telah bertindak sebagai perantara di masa lalu, tanpa adanya hubungan diplomatik AS-Iran yang terputus setelah revolusi Islam 1979.

    Selain program nuklirnya, Barat juga menuduh Iran menggunakan kekuatan proksi untuk memperluas pengaruhnya di kawasan tersebut, tuduhan yang dibantah Teheran.

    Iran telah lama mempertahankan programnya untuk tujuan damai, bahkan ketika para pejabatnya semakin mengancam untuk mengembangkan bom tersebut.

    Namun, sebuah laporan pada bulan Februari, oleh Badan Tenaga Atom Internasional yang berpusat di Wina, pengawas nuklir PBB, mengatakan bahwa Iran telah mempercepat produksi uraniumnya yang mendekati tingkat senjata.

    Keengganan Iran untuk berurusan dengan Trump kemungkinan juga berakar pada perintahnya atas serangan yang menewaskan Jenderal Iran Qassem Soleimani dalam serangan pesawat tak berawak Baghdad pada Januari 2020.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

  • Ini yang Ke-16, Drone MQ-9 Reaper AS Jadi Mangsa Empuk Houthi, Rp8 Triliun Hangus – Halaman all

    Ini yang Ke-16, Drone MQ-9 Reaper AS Jadi Mangsa Empuk Houthi, Rp8 Triliun Hangus – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kelompok Houthi di Yaman kembali berhasil menjatuhkan drone atau pesawat nirawak MQ-9 Reaper milik Amerika Serikat (AS).

    Dalam pernyataanya pada hari Senin kemarin, Houthi menyebut drone itu merupakan MQ-9 ke-16 yang dijatuhkan pihaknya sejak perang di Jalur Gaza meletus tanggal 7 Oktober 2023.

    “Sebagai balasan atas agresi militer Amerika terhadap negara kami, sistem pertahanan udara kami berhasil menembak jatuh satu drone MQ-9 saat melanjakan misi permusuhan di langit Provinsi Ma’arib dengan rudal buatan lokal yang sesuai,” kata Houthi dikutip dari Press TV.

    Di samping itu, Houthi menyebut AS dalam beberapa jam terakhir telah melancarkan serbuan ke berbagai area di Yaman sehingga mengakibatkan korban jiwa, korban luka, dan kerusakan bangunan.

    Lalu, Houthi mengatakan akan terus mencegah kapal Israel di Laut Merah dan Laut Arab sebagai bentuk dukungan kepada rakyat Palestina di Gaza yang diinvasi Israel. Houthi akan terus melakukannya hingga perang di Gaza berakhir.

    Adapun AS pada Sabtu malam kembali menyerang Yaman. Dilaporkan ada tiga belas serangan terhadap Sanaa, ibu kota Yaman.

    Rinciannya adalah delapan serangan di area Al Malikah dan lima serangan di area Sarf.

    Serangan AS sebelumnya menyebabkan satu warga sipil tewas dan dua belas orang terluka di dua distrik di Sanaa. Kebanyakan serangan AS menargetkan bangunan sipil.

    Berharga sangat mahal

    Reaper adalah drone yang sangat mahal karena bernilai $32 juta atau sekitar setengah triliun rupiah. 

    Sudah ada enam belas Reaper yang dihancurkan Houthi. Oleh karena itu, kerugian AS mencapai Rp8 triliun.

    Reaper rawan dijatuhkan oleh musuh-musuh AS. Drone ini bahkan kerap menjadi korban Houthi.

    Reaper mampu terbang hingga ketinggian 15.240 meter dan terbang di udara selama 24 jam. Drone ini adalah aset yang sangat penting bagi militer AS dan operasi Intelijen.

    Berikut sejumlah drone MQ-9 Reaper yang telah dijatuhkan Houthi.

    – Pada tanggal 4 Agustus, Houthi meledakkan satu Reaper di atas langit Kota Saada di Yaman barat laut.

    Kelompok itu menggunakan sistem pertahanan 2K12 Kub Soviet yang telah dimodernisasi untuk menembak Reaper. Kub digunakan untuk meluncurkan rudal penangkis berjenis Fater-1 buatan Houthi.

    – Pada tanggal 29 Mei, Houthi menghancurkan Reaper yang barangkali dimiliki CIA. Houthi mengunggah video rekaman para pejuangnya berada di atas drone yang dijatuhkan dari langit Marib.

    – Pada tanggal 24 Mei, Houthi menembak jatuh Reaper di atas Sanaa, ibu kota Yaman.

    – Pada tanggal 17 Mei, satu lagi Reaper dijatuhkan Joithi di Marib.

    – Pada tanggal 27 Mei, Houthi menembak jatuh MQ-9 di Provinsi Sadaa di Yaman barat laut.

    – Pada tanggal 19 Februari, satu Reaper dihancurkan di Kota Al-Hudaydah di Yaman barat.

    – Pada tanggal 8 November 2024, Houthi menjatuhkan Reaper di atas Laut Merah.

    – Pada tanggal 1 Januari 2025, satu Reaper jatuh di Marib.

    – Pada tanggal 4 Maret 2024, drone Reaper di al-Hudaydah ditembak jatuh.

    Reputasi AS bisa hancur

    Pakar politik dari Universitas Mardin Artuklu, Dr. Mehmet Rakipoglu, mengatakan banyaknya drone AS yang dijatuhkan Houthi bisa memperburuk reputasi militer AS.

    “Jatuhnya drone lain bisa berdampak negatif terhadap reputasi militer-industri AS di panggung internasional,” katanya kepada Sputnik.

     “Kepercayaan terhadap efektivitas teknologi pertahanan dan kekuatan militer AS bisa berkurang. Ini bisa menyebabkan klien potensial dalam bidang militer dan ekspor teknologi AS menjadi khawatir akan kegagalan produk Amerika di lapangan.”

    Di samping itu, keberhasilan serangan Houthi terhadap drone AS bisa mengancam keberlanjutan operasi AS di kawasan Timur Tengah.

    (*)

  • Siapa Saja yang Bisa, Ambil Tindakan!

    Siapa Saja yang Bisa, Ambil Tindakan!

    PIKIRAN RAKYAT – Pejabat senior Hamas meminta para pendukungnya di seluruh dunia agar mengangkat senjata dan melawan rencana Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump untuk merelokasi lebih dari dua juta warga Gaza ke negara-negara tetangga seperti Mesir dan Yordania.

    Benjamin Netanyahu sebelumnya mengumumkan langkah Israel yang sedang mengupayakan rencana yang diusulkan oleh Trump memindahkan warga Gaza ke negara lain.

    “Menghadapi rencana jahat ini, yang menggabungkan pembantaian dengan kelaparan, siapa pun yang dapat memanggul senjata, di mana pun di dunia, harus mengambil tindakan,” kata Sami Abu Zuhri dalam sebuah pernyataan, Senin, 31 Maret 2025.

    “Jangan menahan diri (untuk menggunakan) bahan peledak, peluru, pisau, atau batu. Biarkan semua orang berhenti berdiam diri,” katanya lagi.

    Seruan Abu Zuhri datang sehari setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menawarkan untuk membiarkan para pemimpin Hamas meninggalkan Gaza, namun menuntut agar kelompok militan Palestina itu melucuti senjata mereka pada tahap akhir kesepakatan.

    Hamas telah menyatakan kesediaannya untuk menyerahkan pemerintahan Gaza, tetapi telah memperingatkan bahwa senjatanya adalah “batas akhir” kesabaran mereka.

    ‘Keberangkatan sukarela’

    Negara-negara Arab sejak itu telah mengajukan rencana alternatif untuk membangun kembali Jalur Gaza tanpa merelokasi penduduknya, yang akan dilakukan di bawah pemerintahan mendatang Otoritas Palestina dengan pusatnya di Ramallah.

    Bagi warga Palestina, setiap upaya untuk memaksa mereka keluar dari Gaza akan membangkitkan kenangan kelam tragedi “Nakba”, atau bencana pemindahan massal warga Palestina selama pembentukan Israel pada tahun 1948 silam.

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, pada bulan Februari 2025 mengatakan, sebuah badan khusus akan dibentuk untuk mengurusi ‘keberangkatan sukarela’ warga Gaza.

    “Rencana awal mencakup bantuan ekstensif yang akan memungkinkan setiap penduduk Gaza yang ingin beremigrasi secara sukarela ke negara ketiga, agar menerima paket komprehensif, meliputi pengaturan keberangkatan khusus via jalur laut, udara, dan darat,” demikian pernyataan kementerian pertahanan Israel.

    Israel melanjutkan pemboman hebat di Gaza pada tanggal 18 Maret dan kemudian melancarkan serangan darat baru, yang mengakhiri gencatan senjata selama hampir dua bulan dalam perang dengan Hamas.

    Sejak pertempuran dimulai kembali, Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas mengatakan bahwa sedikitnya 1.001 orang telah tewas.

    Kampanye militer Israel sejak Oktober 2023 telah menewaskan sedikitnya 50.357 orang di Gaza, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Rakyat Palestina Lagi-lagi Dipaksa Mengungsi dari Rafah, Israel Umumkan Serangan Dahsyat

    Rakyat Palestina Lagi-lagi Dipaksa Mengungsi dari Rafah, Israel Umumkan Serangan Dahsyat

    PIKIRAN RAKYAT – Ironi perayaan lebaran di Gaza, rakyat Palestina kembali dipaksa mengungsi, kali ini dari daerah Rafah, Gaza Selatan. Israel Penjajah telah mengumumkan perintah evakuasi paksa baru, menyusul rencana untuk memperluas serangan di daerah kantong tersebut.

    Via X (dulu Twitter), Senin pagi, 31 Maret 2025, Juru bicara militer berbahasa Arab, Avichay Adraee mengumumkan serangan mahadahsyat di Rafah selaku salah satu kota terbesar Gaza, dan daerah sekitarnya.

    “Tentara (IOF) akan kembali bertempur dengan kekuatan besar di Rafah,” ucapnya, dilihat Selasa, 1 April 2025.

    Ia lalu meminta warga Palestina untuk segera pindah ke tempat pengungsian di al-Mawasi di pesisir.

    Padahal, daerah itu secara berkala menjadi sasaran tembakan Israel selama perang di Gaza, meskipun telah ditetapkan sebagai “zona aman”.

    Tak lama setelah perintah evakuasi, Al Jazeera Arabic melaporkan bahwa sedikitnya dua orang tewas selama serangan Israel terhadap tenda yang menampung orang-orang terlantar di daerah tersebut. Pada dasarnya, tak ada satu pun tempat yang aman di Gaza.

    Minggu lalu, badan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (OCHA) melaporkan bahwa 142.000 orang telah mengungsi sejak Israel memperbarui perangnya di Gaza, 18 Maret 2025, yang membatalkan gencatan senjata Januari.

    Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa lebih dari 900 orang tewas sejak pengeboman kembali terjadi.

    “Angka tersebut telah meningkatkan jumlah korban tewas sejak dimulainya perang pada Oktober 2023 menjadi lebih dari 50.000,” kata Lembaga itu.

    Perayaan Idul Fitri yang Suram

    Serangan Israel terus menghujani Gaza saat warga Palestina merayakan Idul Fitri 1446 Hijriah, hari libur tiga hari yang menandai berakhirnya bulan suci Ramadhan tahun 2025.

    Pada Minggu, 30 Maret, hari pertama Idul Fitri, sedikitnya 64 warga Palestina tewas. Hingga Senin pagi, situasi di Gaza menunjukkan kesuraman yang sama, dengan sedikitnya sembilan orang tewas dalam serangan Israel.

    “Di Khan Younis, kota utama lainnya di Gaza selatan, pasukan Israel telah menyerang sedikitnya tujuh rumah dari keluarga yang berbeda,” kata Hind Khoudary, wartawan Al Jazeera, melaporkan dari Deir el-Balah di Gaza tengah.

    “Terjadi pula penembakan artileri tanpa henti di bagian tengah Jalur Gaza, di Nuseirat, dan juga di daerah yang sangat dekat dengan Koridor Netzarim,” katanya lagi.

    Ia melanjutkan, ledakan terdengar di Deir el-Balah hingga tiga petani tewas di daerah tersebut.

    Di sisi lain, di Beit Hanoon, Gaza utara, anak-anak yang dulu merayakan momen bahagia Idul Fitri kini menghabiskan liburan dalam ketakutan.

    “Kami terlalu takut untuk mendekati pantai, takut kalau-kalau Israel menembaki kami,” kata Wissam Nassar kepada Al Jazeera.

    Hussein Alkafarna menambahkan, “Kami tidak merasakan kegembiraan apa pun di Idul Fitri ini. Kami tidak bisa membeli baju baru, apalagi ketakutan yang terus-menerus kami rasakan.” ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Houthi dan AS Terlibat Konfrontasi, hingga Rudal Kelompok Pembela Palestina Itu Serang Israel – Halaman all

    Houthi dan AS Terlibat Konfrontasi, hingga Rudal Kelompok Pembela Palestina Itu Serang Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Gerakan Houthi Yaman, yang juga dikenal sebagai Ansarallah, meluncurkan rudal balistik ke arah Israel pada Minggu (30/3/2025).

    Selain itu, Houthi juga terlibat dalam bentrokan dengan Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) di wilayah tersebut, di tengah meningkatnya serangan udara oleh pesawat AS di Yaman.

    Menurut laporan dari tentara Israel, sistem pertahanan udara mereka berhasil mencegat rudal yang diluncurkan oleh Houthi sebelum memasuki wilayah udara Israel.

    Sirene serangan udara terdengar di beberapa lokasi, termasuk Yerusalem dan Tel Aviv, akibat peluncuran rudal dari Yaman.

    Radio Angkatan Darat Israel melaporkan bahwa dua orang mengalami luka ringan saat mencari perlindungan.

    Juru bicara militer Ansarallah, Yahya Saree, mengonfirmasi bahwa rudal balistik tersebut ditujukan ke Bandara Ben Gurion sebagai bentuk dukungan terhadap rakyat Palestina.

    Saree menegaskan bahwa operasi yang menargetkan pendudukan Israel akan terus berlanjut, dan serangan AS terhadap Yaman tidak akan mempengaruhi komitmen mereka untuk mendukung Palestina.

    Konfrontasi dengan Angkatan Laut AS

    Sementara itu, bentrokan antara Houthi dan Angkatan Laut AS juga dilaporkan terjadi.

    Media Israel sebelumnya mengabarkan bahwa sistem THAAD milik AS telah mencegat beberapa rudal yang diluncurkan oleh Ansarallah.

    Houthi melanjutkan serangan rudal ke Israel dan menargetkan kapal-kapal yang terkait dengan Israel di Laut Merah, setelah konflik di Jalur Gaza kembali meningkat pada 18 Maret 2025.

    Dengan situasi yang semakin memanas, keberlanjutan serangan dan konfrontasi ini menandakan ketegangan yang terus berlanjut di kawasan tersebut.

    (*)

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Idul Fitri di Gaza: Kesedihan dan Stok Makanan Menipis – Halaman all

    Idul Fitri di Gaza: Kesedihan dan Stok Makanan Menipis – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Warga Palestina di Gaza merayakan Idul Fitri dengan suasana duka dan persediaan makanan yang semakin menipis.

    Momen yang seharusnya menjadi perayaan meriah ini, justru diliputi kesedihan akibat serangan udara terbaru Israel yang mengakibatkan banyak korban, termasuk anak-anak.

    Suasana Duka di Hari Raya

    Pada hari raya ini, banyak warga Gaza yang berdoa di luar masjid untuk menandai berakhirnya bulan puasa Ramadhan.

    “Ini adalah hari raya kesedihan,” ungkap Adel al-Shaer, seorang warga yang menghadiri shalat di tengah reruntuhan bangunan di Deir al-Balah.

    Ia kehilangan 20 anggota keluarganya, termasuk empat keponakan yang tewas dalam serangan Israel.

    Israel mengakhiri gencatan senjata dengan Hamas awal bulan ini, melanjutkan serangan yang telah berlangsung selama 17 bulan.

    “Kami kehilangan orang-orang yang kami cintai, anak-anak kami, nyawa kami, dan masa depan kami,” tambah al-Shaer dengan suara penuh tangis.

    Krisis Kemanusiaan

    Akibat konflik yang berkepanjangan, Israel tidak mengizinkan makanan, bahan bakar, atau bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza selama sebulan.

    “Terjadi pembunuhan, pengungsian, kelaparan, dan pengepungan,” ujar Saed al-Kourd, seorang jemaah yang merasakan dampak langsung dari situasi ini.

    Saat ini, para mediator Arab sedang berupaya mengembalikan gencatan senjata.

    Hamas mengonfirmasi bahwa mereka telah menerima usulan baru dari Mesir dan Qatar, sementara Israel mengajukan usulan balasan yang dikoordinasikan dengan Amerika Serikat.

    Serangan Berlanjut

    Serangan militer Israel di Jalur Gaza masih berlangsung, terutama di Khan Younis.

    Dalam serangan 24 jam terakhir, tujuh rumah dihancurkan, mengakibatkan banyak korban. “Serangan ini terjadi saat warga Palestina saling mengunjungi untuk merayakan Idul Fitri,” jelas laporan dari Al Jazeera.

    Tim Pertahanan Sipil melaporkan bahwa sangat berbahaya untuk mengambil jenazah korban di tengah serangan yang terus berlanjut. “Jenazah warga Palestina yang terbunuh di kamp pengungsi Maghazi dipindahkan ke Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa di Deir el-Balah,” tambah mereka.

    Syarat Perdamaian dari Netanyahu

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa operasi militer akan terus berlanjut sambil berunding.

    Ia menolak klaim bahwa Israel tidak ingin mengakhiri perang, namun mengajukan syarat yang jauh melampaui perjanjian gencatan senjata. “Hamas harus melucuti senjatanya, dan pemimpin mereka harus diizinkan keluar,” tegas Netanyahu dalam rapat Kabinet.

    Sementara itu, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengusulkan rencana pemukiman kembali bagi penduduk Gaza di negara lain.

    Namun, warga Palestina menolak meninggalkan tanah air mereka, dan para pakar hak asasi manusia memperingatkan bahwa rencana tersebut mungkin melanggar hukum internasional.

    Dengan situasi yang semakin memburuk, harapan untuk perdamaian di Gaza tampak semakin jauh.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Tragedi Idul Fitri 2025: IDF Paksa Warga Gaza Evakuasi – Halaman all

    Tragedi Idul Fitri 2025: IDF Paksa Warga Gaza Evakuasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perayaan hari raya Idul Fitri di Gaza tahun 2025 berubah menjadi sebuah tragedi ketika Militer Israel (IDF) mengeluarkan perintah evakuasi besar-besaran yang mencakup sebagian besar wilayah Rafah.

    Peristiwa ini tidak hanya menciptakan kepanikan di kalangan warga sipil, tetapi juga menyebabkan banyaknya korban jiwa.

    Mengapa Perintah Evakuasi Dikeluarkan?

    Dalam keterangan resmi yang dikutip oleh NBC News, Militer Israel memerintahkan seluruh penduduk Rafah untuk mengevakuasi diri menjelang operasi besar-besaran yang akan dilaksanakan.

    Menurut seorang sumber yang mengetahui laporan tersebut, militer telah menginstruksikan warga Palestina untuk menuju Muwasi, sebuah kamp tenda kumuh di sepanjang pantai Gaza.

    Perintah evakuasi ini dikeluarkan oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, tepat pada hari raya Idul Fitri, yang biasanya menjadi momen perayaan bagi umat Islam setelah sebulan berpuasa.

    Netanyahu berdalih bahwa langkah ini diambil untuk meminimalisir korban sipil menjelang dimulainya operasi darat di Gaza, mengingat Hamas menolak untuk memenuhi tuntutan agar melucuti senjatanya.

    Berapa Banyak Warga Palestina yang Mengungsi?

    Pasca pengumuman evakuasi, banyak warga Palestina berbondong-bondong meninggalkan rumah mereka untuk mencari tempat yang lebih aman.

    Badan kemanusiaan PBB, OCHA, melaporkan bahwa sejak 18 Maret lalu, Israel melancarkan serangkaian serangan di Jalur Gaza yang memaksa sekitar 142.000 warga Palestina mengungsi.

    Keadaan ini memperburuk kondisi kemanusiaan yang sudah sangat menyedihkan di wilayah tersebut.

    Bagaimana Situasi di Lapangan Selama Idul Fitri?

    Tidak hanya evakuasi, serangan militer Israel terus berlangsung, bahkan pada hari raya Idul Fitri.

    Mengutip laporan dari Al Jazeera, setidaknya 35 warga dari kota Rafah dan Khan Younis tewas menjelang shalat Idul Fitri yang berlangsung pada Minggu, 30 Maret 2025.

    Sebagian besar korban tewas adalah wanita dan anak-anak, yang menjadi sasaran serangan bom dan drone militer.

    Adel al-Shaer, salah satu warga Gaza, mengungkapkan rasa dukanya setelah kehilangan 20 orang yang dicintainya pada hari kemenangan tersebut. “Kami kehilangan dua puluh orang yang kami cintai, anak-anak kami, kehidupan kami, dan masa depan kami,” ujarnya sambil menghadiri shalat di tengah reruntuhan di Deir al-Balah.

    Apa Ancaman Selanjutnya dari Israel?

    Di tengah serangan yang meningkat, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengancam untuk melanjutkan agresi dan menerjunkan pasukan IDF untuk merebut lebih banyak wilayah di Gaza.

    Menurut Katz, jika Hamas terus menolak membebaskan para sandera, IDF akan menginstruksikan untuk merebut wilayah tambahan secara permanen.

    Ancaman ini datang sebagai respons terhadap sikap Hamas yang terus menolak untuk membebaskan 24 dari 59 sandera yang masih hidup.

    Netanyahu menyebut bahwa Hamas telah menolak usulan untuk memperpanjang gencatan senjata, yang membuat ketegangan antara kedua belah pihak semakin meningkat.

    Hamas, di sisi lain, menyatakan bahwa keputusan untuk menunda pembebasan sandera adalah karena Israel gagal mematuhi perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati sebelumnya.

    Perayaan Idul Fitri yang seharusnya menjadi momen sukacita bagi umat Islam kini menjadi simbol duka di Gaza.

    Keputusan Militer Israel untuk melakukan evakuasi dan serangan yang terus berlanjut hanya menambah penderitaan bagi warga Palestina.

    Situasi ini menunjukkan bahwa konflik di Gaza masih jauh dari kata damai, dengan ancaman lebih banyak agresi yang mungkin akan terjadi di masa depan.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Gaza Berduka: 35 Tewas Saat Idul Fitri Akibat Serangan Israel – Halaman all

    Gaza Berduka: 35 Tewas Saat Idul Fitri Akibat Serangan Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hari Raya Idul Fitri yang seharusnya menjadi momen kebahagiaan bagi umat Muslim di seluruh dunia, kali ini diwarnai dengan duka mendalam di Gaza.

    Serangan udara militer Israel yang semakin intensif menjelang perayaan tersebut menyebabkan sedikitnya 35 warga Gaza tewas.

    Menurut laporan dari Aljazeera, korban tewas ini berasal dari kota Rafah dan Khan Younis dan dilaporkan terjadi sebelum sholat Idul Fitri yang jatuh pada tanggal 30 Maret 2025.

    Siapa Saja Korban dari Serangan Ini?

    Serangan tersebut tidak hanya menewaskan warga sipil biasa, tetapi juga merenggut nyawa 14 petugas tanggap darurat di selatan Kota Rafah.

    Tragisnya, jenazah mereka ditemukan seminggu setelah serangan.

    Dari laporan, mayoritas korban adalah wanita dan anak-anak yang terjebak dalam serangan bom dan drone militer Israel.

    Saksi mata mengungkapkan bahwa serangan udara dilancarkan Israel secara besar-besaran pada dini hari menjelang perayaan.

    Mengapa Serangan Terus Berlanjut?

    Walaupun tindakan Israel banyak menuai kecaman dari berbagai pihak, pemerintah Israel tampaknya tidak berencana untuk menghentikan serangan.

    Mereka beralasan bahwa serangan ini adalah bagian dari upaya untuk menekan Hamas, kelompok yang masih memegang 24 dari 59 sandera yang ada.

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menjelaskan dalam rapat kabinet bahwa Hamas perlu melucuti senjata, dan pemimpin mereka akan diizinkan untuk keluar demi keamanan umum di Jalur Gaza.

    Bagaimana Warga Gaza Menyikapi Keadaan Ini?

    Meskipun situasi sangat memprihatinkan, ratusan ribu warga Palestina tetap melaksanakan shalat Idul Fitri di atas reruntuhan masjid yang hancur akibat perang.

    Di tengah reruntuhan di Deir al-Balah, Adel tetap mengikuti shalat Idul Fitri, menandakan ketahanan dan semangat warga Palestina meskipun berada dalam kondisi yang sangat sulit.

    Video yang beredar menunjukkan anak-anak tetap berbahagia merayakan Idul Fitri, meskipun mereka hidup dalam kondisi yang keras akibat perang yang terus berlangsung.

    Hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai kapan serangan Israel akan berakhir.

    Namun, militer Israel mengumumkan bahwa mereka telah memperluas serangan darat di bagian selatan Jalur Gaza.

    Sebelumnya, pada tanggal 19 Maret, Israel juga mengumumkan dimulainya operasi darat terbatas untuk memperluas zona penyangga antara bagian utara dan selatan Gaza.

    Situasi di Gaza menjadi semakin tragis setelah serangan udara besar-besaran pada 18 Maret yang mengakibatkan lebih dari 920 korban jiwa dan melukai lebih dari 2000 orang.

    Insiden ini juga mengakhiri kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang telah berlangsung sejak Januari.

    Ke depan, pertanyaan yang menggantung adalah kapan konflik ini akan mereda dan bagaimana nasib warga sipil yang terjebak di tengah kekerasan ini.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Kejam! Israel Jatuhkan Bom Saat Warga Palestina Rayakan Idul Fitri, Puluhan Orang Tewas

    Kejam! Israel Jatuhkan Bom Saat Warga Palestina Rayakan Idul Fitri, Puluhan Orang Tewas

    GELORA.CO – Sukacita Idul Fitri 1446 Hijriah masih belum bisa dirasakan oleh masyarakat Palestina di Gaza. Mereka semua masih hidup di bawah bayang-bayang kekejaman Israel, yang sampai hari ini masih gencar melakukan serangan terhadap warga Gaza.

    Sekalipun sedang merayakan hari yang suci bagi umat Islam di seluruh dunia, hal tersebut tetap tidak membuat api kebencian Israel padam terhadap warga Palestina. Hal tersebut dibuktikan dengan Israel yang menjatuhkan serangan udara tepat saat masyarakat Palestina tengah merayakan Idul Fitri.

    Palestina, dan beberapa negara Arab diketahui merayakan Idul Fitri 1 Syawal 1446 Hijriah lebih dulu. Pada Minggu (30/3), negara-negara Arab telah merayakan Idul Fitri.

    Melansir Times of Israel, setidaknya 16 orang, termasuk sembilan anak-anak dan tiga wanita, dilaporkan tewas dalam serangan udara Israel di Khan Younis, Gaza selatan pada hari Minggu, kata Rumah Sakit Nasser di kota tersebut, saat warga Palestina merayakan hari pertama Idul Fitri, hari raya Muslim yang biasanya menggembirakan yang menandai berakhirnya puasa Ramadhan selama sebulan.

    Badan pertahanan sipil Hamas mengklaim bahwa serangan sebelum fajar menghantam sebuah rumah dan tenda yang menampung para pengungsi. Tiga orang lainnya tewas dalam serangan di Deir al-Balah, Gaza tengah, Sabtu malam, menurut Rumah Sakit Martir Al-Aqsa.

    WAFA, kantor berita resmi Otoritas Palestina, juga melaporkan dua orang tewas dalam serangan terhadap sebuah rumah di Jabalia, di utara Jalur Gaza, dan beberapa orang terluka dalam serangan pesawat tak berawak di utara Rafah.

    Pasukan Pertahanan Israel tidak memberikan rincian spesifik mengenai serangan tersebut.

    Diketahui, sejak melanjutkan operasi di Jalur Gaza pada 18 Maret, IDF menyatakan bahwa mereka menargetkan pejabat politik senior Hamas dan komandan militer tingkat menengah, beserta infrastruktur kelompok teror tersebut, termasuk depot senjata dan peluncur roket. Anggota Jihad Islam Palestina dan kelompok teror lainnya juga menjadi sasaran.

    “Ini adalah Idulfitri yang penuh kesedihan,” kata Adel al-Shaer, warga Palestina di Gaza setelah menghadiri salat di luar ruangan di pusat kota Deir al-Balah.

    “Kami kehilangan orang-orang yang kami cintai, anak-anak kami, kehidupan kami, dan masa depan kami. Kami kehilangan siswa-siswa kami, sekolah-sekolah kami, dan lembaga-lembaga kami. Kami kehilangan segalanya,” ungkapnya.

    Sambil menangis, Al-Shaer mengatakan 20 anggota keluarga besarnya telah tewas, termasuk empat keponakan muda beberapa hari yang lalu, dalam serangan Israel sejak perang Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023, ketika ribuan teroris yang dipimpin Hamas menyerbu Israel selatan untuk menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 orang. (*)

  • Israel Terus Serang Gaza di Hari Kedua Idul Fitri, Paksa Warga Ngungsi

    Israel Terus Serang Gaza di Hari Kedua Idul Fitri, Paksa Warga Ngungsi

    Gaza

    Israel terus melakukan serangan ke Gaza, Palestina, pada hari kedua Idul Fitri. Israel juga memaksa warga di Rafah yang terletak di selatan Gaza untuk mengungsi.

    Dilansir Al-Jazeera, Senin (31/3/2025), pasukan Israel telah melakukan serangan sejak dini hari tadi di Jalur Gaza. Serangan ini terus terjadi selama 24 jam dan menjadi serangan mematikan, terutama di Khan Younis, di mana pasukan Israel menyerang sedikitnya tujuh rumah dari keluarga yang berbeda.

    Serangan ini terjadi sejak hari pertama Idul Fitri yang dirayakan umat Islam Palestina pada Minggu (30/3). Serangan terus berlanjut hingga hari kedua di mana warga Palestina saling mengunjungi sebagai tradisi Idul Fitri meskipun perang terjadi.

    Penembakan artileri juga terjadi tanpa henti di bagian tengah Jalur Gaza, tepatnya di Nuseirat, dan juga di daerah yang sangat dekat dengan Koridor Netzarim. Ledakan telah terdengar di Deir el-Balah dan tiga petani telah tewas di daerah tersebut.

    Tim Pertahanan Sipil Gaza dan paramedis menyebut sangat berbahaya untuk pergi dan mengambil jenazah korban. Jenazah seorang warga Palestina di kamp pengungsi Maghazi di Gaza tengah telah dipindahkan ke Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa.

    Selain itu, serangan udara Israel di dekat kamp pengungsi Jabalia telah menyebabkan tiga orang tewas. Dua korban merupakan warga berusia 30 tahun dan seorang lagi pemuda berusia 19 tahun.

    Seorang juru bicara militer Israel juga telah mengeluarkan perintah pemindahan paksa baru untuk warga Rafah. Israel mengeluarkan peringatan tentara segera melanjutkan operasi tempur yang intens di sana.

    Israel telah meluncurkan serangan besar-besaran ke Gaza sejak 7 Oktober 2023. Serangan itu diklaim Israel untuk membalas serangan Hamas ke wilayah mereka yang menewaskan 1.200 orang.

    Serangan Israel telah menewaskan lebih dari 50 ribu warga Gaza. Ratusan ribu orang terluka dan jutaan orang telah mengungsi akibat perang.

    Gencatan senjata sempat membuat situasi Gaza tenang sejak Januari 2025. Namun, Israel kembali melanjutkan serangan pada 18 Maret setelah masa gencatan senjata dengan Hamas berakhir dan menyebabkan 900 orang tewas di Gaza.

    Terbaru, Hamas disebut telah menerima proposal gencatan senjata yang ditawarkan oleh mediator. Namun, Israel malah mengajukan proposal lain.

    Lihat Video ‘Momen Pilu Warga Gaza Salat Id di Tengah Reruntuhan Bangunan’:

    (haf/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini