Negara: Italia

  • 133 Kardinal Tiba di Roma Jelang Konklaf Pemilihan Paus Baru

    133 Kardinal Tiba di Roma Jelang Konklaf Pemilihan Paus Baru

    Jakarta

    Prosesi konklaf pemilihan Paus baru akan digelar pekan ini. Total 133 kardinal dari seluruh dunia yang memiliki hak suara telah tiba di Roma, Italia.

    “Seluruh 133 kardinal Katolik yang akan memberikan suara untuk memilih pengganti Paus Fransiskus kini berada di Roma menjelang konklaf yang dimulai minggu ini,” bunyi keterangan Vatikan dilansir dari kantor berita AFP, Senin (5/5/2025).

    Ratusan kardinal itu akan dikumpulkan secara rahasia di Kapel Sistina pada Rabu (7/5) sore. Di lokasi itu, 133 kardinal ini akan memberikan suara hingga terpilihnya Paus baru menggantikan Paus Fransiskus.

    Dilansir dari situs Vatican News, Direktur Kantor Pers Takhta Suci, Matteo Bruni, mengatakan 179 kardinal telah berpatisipasi dalam Kongregasi Umum Kesepuluh hari ini. Jumlah 179 kardinal dalam kegiatan itu juga telah termasuk dari 133 kardinal elektoral yang akan memilih di konklaf.

    Ratusan kardinal nantinya akan menginap di Casa Santa Marta dan Santa Marta lama. Para Kardinal elektor akan dapat melakukan perjalanan dari Casa Santa Marta ke Kapel Sistina sesuai keinginan mereka, bahkan dengan berjalan kaki-tetapi melalui rute yang aman.

    Konklaf akan dihelat pada Rabu (7/5) mendatang di Kapel Sistina. Selama konklaf berlangsung, Kapel Sistina akan steril dari dunia luar.

    Pucuk pemimpin gereja Katolik dunia saat ini telah kosong setelah Paus Fransiskus meninggal pada 21 April silam. Jenazah Paus Fransiskus lalu dimakamkan di Basilika Santa Maria Maggiore di Roma pada 26 April.

    (ygs/jbr)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Duh! Bos Ducati Kecewa Lihat Performa Bagnaia

    Duh! Bos Ducati Kecewa Lihat Performa Bagnaia

    Jakarta

    Manajer Umum Ducati Corse, Gigi Dall’Igna, tampak kecewa usai melihat performa salah satu pebalapnya, Francesco Bagnaia di MotoGP Spanyol, pekan lalu. Sebab, menurutnya, rider asal Italia itu tak mampu memenuhi harapan timnya.

    Sebagai pengingat, Bagnaia sebenarnya meraih dua podium di Sprint Race dan balapan inti MotoGP Spanyol 2025. Namun, menurut Dall’Igna, performa yang ditunjukkan Bagnaia masih kurang memuaskan.

    “Pecco gagal memenuhi ekspektasi kami, karena dia biasanya tampil baik di balapan Minggu ketimbang Sabtu. Bagaimanapun, dia tidak memiliki ketajaman seperti yang kami harapkan, serta kualitas yang dibutuhkan untuk membawanya kembali menuju puncak,” ujar Dall’Igna, dikutip dari Motosan, Senin (5/5).

    Gigi Dall’Igna sebagai bos Ducati. Foto: SOPA Images/LightRocket via Gett/SOPA Images

    Meski demikian, Dall’Igna tetap menghargai pencapaian Bagnaia di MotoGP Spanyol kemarin. Sebab, bagaimanapun, pebalap 27 tahun itu meraih poin penting. Namun, dia berharap, Bagnaia mampu tumbuh di balapan-balapan berikutnya.

    “Dari sudut pandang kejuaraan, dia mendapat tempat ketiga yang berharga untuk menambah pundi-pundi poinnya di klasemen, tetapi faktanya tetap penting bagi kami untuk terus berkembang,” ungkapnya.

    Menariknya, di kesempatan yang sama, Dall’Igna justru mengapresiasi performa Marc Marquez yang mengalami crash di balapan tersebut. Menurut dia, The Baby Alien telah menunjukkan semangat juang tinggi.

    “Apa yang bisa saya katakan tentang Marc? Sayangnya itu adalah kesalahan yang dibuat terlalu dini, jauh sebelum GP dimulai dan nilai-nilai di lintasan menjadi jelas. Akan lebih baik untuk mulai memikirkan balapan berikutnya, tanpa menyimpan penyesalan yang telah terjadi,” tuturnya.

    “Kami tentu saja selalu menghargai tekad pebalap untuk kembali ke jalurnya. Membawa motor yang rusak parah untuk kemudian meraih poin dengan finis ke-12, merupakan pencapaian yang mengejutkan,” kata dia menambahkan.

    (sfn/rgr)

  • Tanda Kiamat di Israel, Ini Penyebab Kebakaran Hebat dan Badai Pasir

    Tanda Kiamat di Israel, Ini Penyebab Kebakaran Hebat dan Badai Pasir

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Israel dilanda kebakaran hebat, dan juga diterjang badai pasir (sand storm) mengerikan. Hal ini dikaitkan dengan ‘tanda kiamat’ dari perubahan iklim.

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu sampei menyatakan ‘Keadaan Darurat Nasional’ pasca kebakaran hutan hebat yang melanda dengan cepat di dekat kota Yerusalem.

    Kebakaran di Yerusalem dinyatakan telah berhasil dikendalikan setelah hampir 30 jam pada Kamis (1/5).

    Meski telah berhasil dikendalikan, kebakaran ini menyebabkan dampak luas di Israel. Kebakaran hebat ini telah melahap sekitar 5.000 hektare lahan, termasuk 3.000 hektare kawasan hutan, sejak api pertama kali muncul di perbukitan sekitar kota Yerusalem.

    Kebakaran Terbesar di Israel

    Kebakaran yang telah berlangsung sejak pukul 10 pagi pada Rabu (30/4) itu dianggap sebagai salah satu kebakaran hutan terbesar dalam sejarah Israel.

    “Ini mungkin kebakaran terbesar yang pernah terjadi di negara ini,” kata komandan pemadam kebakaran distrik Yerusalem, Shmulik Friedman.

    Badan penyelamat Magen David Adom Israel melaporkan, bahwa ratusan warga sipil terancam oleh kebakaran hutan terburuk dalam beberapa tahun terakhir.

    MDA mengatakan bahwa mereka telah memberikan perawatan kepada sekitar 23 orang, 13 di antaranya dibawa ke rumah sakit, sebagian besar menderita karena menghirup asap dan luka bakar.

    Di antara mereka terdapat dua wanita hamil dan dua bayi di bawah satu tahun, tambahnya. Dikatakan bahwa tingkat kewaspadaan telah dinaikkan ke tingkat tertinggi.

    Penduduk setempat, Yuval Aharoni, 40 tahun, mengatakan, bahwa keadaan saat ini sangat memprihatinkan.

    “Kami tahu itu akan terjadi dan tetap saja kami merasa mereka tidak cukup siap dengan pesawat-pesawat besar yang dapat menjatuhkan air dalam jumlah besar,” ujarnya.

    Untuk memadamkan kebakaran, Israel meminta bantuan negara-negara lain. seperti Inggris, Prancis, Spanyol, Italia, Kroasia, Ukraina, dan Rumania.

    Investigasi Penyebab Kebakaran

    Beberapa penyebab kebakaran masih diinvestigasi oleh pihak terkait. Ada yang menyatakan karena masalah iklim, ada juga yang mengatakan bahwa kebakaran ini sengaja dilakukan oleh beberapa orang.

    Netanyahu mengumumkan sekitar 18 orang telah ditangkap karena dicurigai menyebabkan kebakaran di Yerusalem. Satu orang bahkan disebut tertangkap basah saat melakukan pembakaran.

    Meskipun penyebab pasti kebakaran di dekat Latrun masih belum jelas, Netanyahu mengatakan bahwa kebakaran itu bukan hal yang sederhana.

    “Ada kerusakan pada alam dan juga kerusakan pada manusia, dan saat ini kami menahan 18 orang yang dicurigai melakukan pembakaran, salah satunya tertangkap tangan,” katanya, dikutip dari The Independent, Senin (5/5/2025).

    Sementara itu, Presiden Isaac Herzog mengatakan dalam sebuah acara Hari Kemerdekaan menyatakan kebakaran tersebut merupakan bagian dari krisis iklim, yang tidak boleh diabaikan.

    “Ini mengharuskan kita untuk mempersiapkan diri menghadapi tantangan yang serius dan signifikan serta membuat keputusan, termasuk legislasi yang tepat,” kata Herzog.

    Laporan dari Times of Israel menunjukkan bahwa Israel sedang mengalami musim panas yang panjang, panas, dan kering, kondisi yang menyebabkan kebakaran hutan.

    Insiden kebakaran hutan yang signifikan dilaporkan terjadi di Israel pada 1989, 1995, 2010, 2015, 2019, 2021, dan 2022. Beberapa dari kebakaran tersebut diduga dipicu oleh pembakaran atau kelalaian manusia.

    Badai Pasir

    Israel mengalami badai pasir di bagian selatan negara tersebut. Badai pasir ini bertepatan dengan angin kencang yang mengintensifkan kebakaran hutan yang berkecamuk di tengah-tengah negara itu.

    Sejumlah media menayangkan klip video yang menunjukkan badai pasir yang kuat menyapu Beersheba di Gurun Negev di Israel selatan.

    Rekaman itu menunjukkan kota gurun secara bertahap diselimuti oleh awan debu yang sangat besar.

    Channel 12 menayangkan video para tentara yang berjuang untuk menutup gerbang pangkalan militer saat badai pasir melanda.

    “Seperti inilah kondisi Pangkalan Shivta (di Negev) malam ini di tengah badai pasir yang tidak biasa,” kata saluran tersebut. Dikatakan bahwa para tentara mengalami kesulitan untuk menutup pintu karena kuatnya angin.

    (dem/dem)

  • Kisah Tiga Paus dari Afrika yang Mengubah Kekristenan

    Kisah Tiga Paus dari Afrika yang Mengubah Kekristenan

    Jakarta

    Afrika Utara saat ini didominasi umat Islam. Tapi kawasan ini dulunya adalah ‘jantung’ agama Kristen yang telah melahirkan sejumlah Paus. Warisan mereka dapat dirasakan oleh jemaat Gereja hingga hari ini.

    Wilayah kepausan mereka, yang berlangsung pada masa Kekaisaran Romawi, mencakup Tunisia modern, timur laut Aljazair, hingga pantai Libia barat.

    “Afrika Utara adalah Sabuk Alkitab Kekristenan kuno,” kata Prof Christopher Bellitto, seorang sejarawan Kean University di AS.

    Setelah Paus Fransiskus wafat, banyak umat Katolik di Afrika berharap Paus selanjutnya akan kembali berasal dari benua itu untuk pertama kalinya semenjak lebih dari 1.500 tahun yang lalu.

    Melalui artikel ini, kita akan berjumpa dengan tiga Paus dari Afrika – dan bagaimana mereka membuat umat Kristen merayakan Minggu Paskah dan Hari Valentine.

    Ketiganya telah diakui Gereja sebagai santo alias orang kudus.

    Victor I (189-199)

    Getty Images

    Dia mungkin paling dikenal atas perannya dalam memastikan orang Kristen merayakan Paskah pada hari Minggu.

    Pada abad ke-2, beberapa kelompok Kristen dari Provinsi Romawi Asia (di Turki modern) merayakan Paskah pada hari yang sama saat orang Yahudi merayakan Paskah Yahudi [Passover, untuk merayakan pembebasan orang Yahudi dari perbudakan di Mesir].

    Namun, umat Kristen di bagian barat Kekaisaran Romawi percaya bahwa Yesus Kristus dibangkitkan pada hari Minggu sehingga Paskah harus selalu dirayakan pada hari itu.

    Perdebatan tentang kapan kebangkitan Yesus Kristus terjadi membuat masalah ini sangat kontroversial.

    “Kontroversi Paskah” adalah simbol dari konflik yang lebih besar antara umat Kristen Timur dan Barat, dan apakah orang Kristen harus mengikuti praktik orang Yahudi atau tidak.

    Victor I mengadakan Sinode Romawi pertama atau pertemuan para pemimpin Gerejauntuk menyelesaikan kebuntuan tersebut.

    Dia mengancam para uskup akan diasingkan dari Gereja jika menolak mematuhi keinginannya.

    “Dia bersuara tegas untuk membuat semua orang benar-benar punya pemahaman yang sama dengannya,” kata Prof Bellitto kepada BBC.

    Ini adalah karakter yang mengesankan, kata sejarawan itu, karena “dia adalah Uskup Roma ketika Kekristenan masih dianggap bertentangan dengan hukum di kekaisaran Romawi.”

    Warisan penting lainnya dari Victor I adalah dia memperkenalkan bahasa Latin sebagai bahasa umum Gereja Katolik. Sebelumnya, bahasa Yunani Kuno adalah bahasa utama untuk Liturgi Katolik dan komunikasi resmi Gereja.

    Victor I sendiri menulis dan berbicara dalam bahasa Latin yang saat itu digunakan secara luas di Afrika Utara.

    Miltiades (311-314)

    Getty Images

    Paus Miltiades diyakini lahir di Afrika.

    Selama masa kepausannya, kekristenan semakin diterima oleh para kaisar Romawi dan akhirnya menjadi agama resmi Kekaisaran.

    Sebelumnya, persekusi terhadap umat Kristen berlangsung pada berbagai momen dalam sejarah Kekaisaran.

    Meski begitu, Prof Bellitto menunjukkan bahwa Miltiades tidak berperan atas perubahan ini. Dia mengatakan Paus adalah “penerima kebaikan hati Romawi” ketimbang negosiator yang hebat.

    Miltiades diberi sebuah istana oleh Kaisar Romawi Konstantinus, dan menjadi paus pertama yang punya kediaman resmi.

    Dia juga diberi izin oleh Konstantinus untuk membangun Basilika Lateran yang sekarang tercatat sebagai gereja publik tertua di Roma.

    Walau Paus modern tinggal dan bekerja di Vatikan, Gereja Lateran kadang-kadang disebut dalam Katolik sebagai “induk dari semua gereja”.

    Gelasius I (492-496)

    Getty Images

    Gelasius I adalah satu-satunya di antara tiga paus Afrika yang menurut para sejarawan tidak lahir di Afrika.

    “Ada sumber mengenai dia… lahir di Roma. Jadi kami tidak tahu apakah dia [pernah] tinggal di Afrika Utara, tetapi tampaknya jelas bahwa dia adalah keturunan Afrika Utara,” jelas Prof Bellitto.

    Dia adalah sosok yang paling penting di antara tiga pemimpin umat Kristen asal Afrika, menurut Prof Bellitto.

    Gelasius I secara luas diakui sebagai Paus pertama yang secara resmi disebut “Vikaris Kristus”, sebuah istilah yang menandakan peran Paus sebagai wakil Kristus di Bumi.

    Dia juga mengembangkan Doktrin Dua Pedang, yang menekankan kekuasaan Gereja dan negara yang terpisah tetapi setara.

    Gelasius I juga membuat perbedaan tegas bahwa kedua kekuasaan diberikan kepada Gereja oleh Tuhan. Gereja kemudian mendelegasikan kekuasaan duniawi kepada negara. Inilah yang membuat Gereja pada akhirnya lebih unggul.

    “Setelahnya, pada Abad Pertengahan, Paus kadang-kadang mencoba memveto pemilihan kaisar atau raja, karena mereka mengatakan Tuhan memberi kekuasaan itu kepada mereka,” kata Prof Bellitto.

    Gelasius I juga dikenang karena tanggapannya terhadap Skisma Akasiaperpecahan antara Gereja Kristen Timur dan Barat yang berlangsung dari tahun 484 hingga 519.

    Selama periode ini, Gelasius I menegaskan supremasi Roma dan kepausan atas seluruh Gereja, baik Timur maupun Barat, yang diyakini para ahli melangkah terlalu jauh daripada pendahulunya.

    Gelasius juga bertanggung jawab atas perayaan populer yang masih dirayakan banyak orang sampai sekarang, yaitu perayaan Hari Valentine pada tanggal 14 Februari tahun 496 untuk memperingati Santo Valentine.

    Beberapa catatan mengatakan Valentine adalah seorang pendeta yang terus melakukan pernikahan secara rahasia meski dilarang oleh Kaisar Claudius II.

    Sejarawan percaya bahwa Hari Valentine berakar pada festival cinta dan kesuburan Romawi, Lupercalia, dan merupakan langkah Gelasius I untuk mengkristenkan tradisi pagan.

    Seperti apa wajah paus asal Afrika?

    Setelah Gelasius I, tidak ada paus lain yang diyakini berasal dari provinsi Romawi di Afrika. (Getty Images)

    Prof Bellitto mengatakan tidak ada cara untuk mengetahui, dengan tingkat akurasi apa pun, seperti apa wajah ketiga paus itu.

    “Kita harus ingat bahwa Kekaisaran Romawi, dan memang Abad Pertengahan, tidak memikirkan ras seperti yang kita pikirkan saat ini. Itu tidak ada hubungannya dengan warna kulit,” katanya kepada BBC.

    “Orang-orang di Kekaisaran Romawi tidak ada bermasalah dengan ras, tapi mereka peduli dengan etnisitas.”

    Prof Philomena Mwaura, seorang akademisi di Universitas Kenyatta Kenya, mengatakan kepada BBC bahwa Afrika di bawah kekuasaan Romawi sangat multikultural. Kelompok Berber dan Punic, budak-budak yang telah merdeka, hingga orang-orang dari Roma berdatangan ke Afrika.

    “Komunitas Afrika Utara cukup beragam, dan itu juga merupakan rute perdagangan bagi banyak orang yang terlibat dalam perdagangan di zaman kuno sebelumnya,” jelasnya.

    Alih-alih mengidentifikasi diri dengan kelompok etnis tertentu, “kebanyakan orang yang berasal dari daerah dalam Kekaisaran Romawi menganggap diri mereka sebagai Romawi,” tambah Prof Mwaura.

    Mengapa tidak ada lagi Paus dari Afrika?

    Tak satu pun dari 217 Paus sejak Gelasius I yang diyakini berasal dari Afrika.

    “Gereja di Afrika Utara dilemahkan oleh banyak kekuatan, termasuk jatuhnya Kekaisaran Romawi dan juga serbuan Muslim [ke Afrika Utara] pada abad ke-7,” kata Prof Mwaura.

    Namun, beberapa ahli berpendapat bahwa hadirnya Islam di Afrika Utara tidak bisa menjelaskan kenapa tidak ada Paus dari kawasan tersebut selama lebih dari 1.500 tahun.

    Prof Bellitto mengatakan proses pemilihan Paus baru menjadi “monopoli Italia” selama bertahun-tahun.

    Namun, dia mengatakan ada kemungkinan besar seorang Paus dari Asia atau Afrika akan terpilih dalam waktu dekat karena jumlah umat Katolik di belahan bumi selatan jauh lebih besar daripada mereka yang tinggal di belahan utara.

    Faktanya, agama Katolik berkembang lebih cepat di Afrika sub-Sahara saat ini daripada di tempat lain.

    Angka terbaru menunjukkan ada 281 juta umat Katolik di Afrika pada tahun 2023. Ini menyumbang 20% dari jemaat di seluruh dunia.

    Tiga orang Afrika menjadi kandidat untuk menggantikan Paus Fransiskus Fridolin Ambongo Begungu dari Republik Demokratik Kongo, Peter Kodwo Appiah Turkson dari Ghana, dan Robert Sarah dari Guinea.

    Tetapi Prof Mwaura berpendapat bahwa “meskipun Kekristenan sangat kuat di Afrika, kekuatan Gereja masih di utara, karena mereka memiliki sumber daya.”

    “Mungkin, karena terus menguat di benua Afrika dan semakin mandiri, akan tiba masanya ada paus dari Afrika,” katanya.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Bukan Unggulan, Mungkinkah Paus Baru Datang dari Negara Non-Katolik?

    Bukan Unggulan, Mungkinkah Paus Baru Datang dari Negara Non-Katolik?

    Peringatan artikel ini memuat akhir dari film Conclave.

    Empat calon kuat dari ratusan kardinal berkumpul di ruangan yang terkunci dalam pertemuan yang rahasia yang bernama konklaf.

    Di tengah jalan, dua nama baru yang tidak diperhitungkan sebelumnya muncul dan menguat.

    Satu dari “dua kuda hitam” yang namanya bahkan hampir tak terdengar sebelum konklaf, akhirnya terpilih menjadi Paus yang baru, dan ia datang dari negara yang mayoritas penduduknya adalah Muslim.

    Tetapi ini hanya terjadi film fiksi produksi Hollywood Conclave yang mulai tayang tahun lalu dan memenangkan penghargaan Oscar.

    Konklaf yang sebenarnya baru akan digelar pada 7 Mei mendatang untuk memilih Paus baru menggantikan Paus Fransiskus, yang meninggal 21 April lalu,

    Konklaf adalah proses pertemuan para kardinal yang dilakukan secara tertutup dan rahasia di Kapel Sistina, Vatikan, untuk memilih Paus yang baru.

    Konklaf yang berbeda

    College of Cardinals yang tersebar di seluruh dunia saat ini berjumlah 252 orang.

    Dari jumlah ini, 135 orang di antaranya berhak dipilih dan memilih karena berusia kurang dari 80 tahun.

    Tapi karena dua orang sudah memberikan konfirmasi tidak akan hadir karena alasan kesehatan, angkanya menjadi 133.

    Berdasarkan sebaran geografis, College of Cardinals datang dari tujuh benua, 94 negara, 71 negara di antaranya memiliki kardinal elektor atau kardinal yang berhak dipilih dan memilih dalam konklaf.

    Eropa punya 53 kardinal elektor, sisanya berasal dari Asia sebayak 23 kardinal elektor dari Asia, 18 dari Afrika, 17 dari Amerika Selatan, 16 dari Amerika Utara, sementara dari kawasan Oceania dan Amerika Tengah masing-masing empat kardinal elektor.

    Associate Professor Joel Hodge, National Head of the School of Theology dari Australian Catholic University, mengatakan konklaf kali ini akan berbeda karena komposisi yang dihasilkan dari proses selama 70 tahun terakhir atas upaya Pope John Paul II and Benedict XVI.

    “Sekarang kita punya lebih banyak perwakilan dari luar Eropa,” katanya.

    “Memang perwakilan Eropa masih kuat, tapi ada juga negara-negara yang sebelumnya tidak pernah punya kardinal, misalnya Timor Leste, tetangga di Asia Tenggara, yang baru untuk pertama kalinya memiliki kardinal.”

    “Dia akan ikut pemilihan Paus untuk pertama kalinya. Ini peristiwa yang bersejarah,” kata Profesor Hodge kepada ABC.

    Bisa saja, tapi seberapa mungkin?

    Para kardinal dari Asia dan luar benua Eropa, termasuk Kardinal Filipina Luis Antonio Tagle, dianggap sosok yang bukan unggulan dalam konklaf.

    Meski demikian, faktanya Kardinal Tagle datang dari negara dengan mayoritas Katolik di Asia Tenggara.

    Karena tidak semua kardinal elector datang dari negara dengan mayoritas Katolik, skenario film fiksi Conclave merebak kembali: apakah mungkin Paus yang terpilih berasal dari negara yang mayoritasnya non-Katolik?

    Profesor Hodge menyebut kemungkinan itu selalu ada.

    “Saya pikir itu tentu saja mungkin. Bisa saja [yang menjadi Paus] adalah seseorang yang datang dari negara yang mayoritas penduduknya, bukan Katolik,” katanya.

    “Ini sangat tergantung dari tipe orangnya, teologinya, spiritualitasnya, dan tipe kepemimpinan mereka.”

    Ia menambahkan masalah geopolitik tentu akan “menjadi perhatian” para kardinal dalam arti Paus yang terpilih harus mampu mengelola hubungan yang sangat kompleks di seluruh dunia.

    Ia mengatakan meskipun negara dengan mayoritas Katolik umumnya menghasilkan lebih banyak panggilan, di mana para Kardinal berasal, Paus Fransiskus memilih kardinal dari negara-negara yang bukan mayoritas Katolik, seperti Mongolia, yang memiliki populasi Katolik yang sangat kecil.

    “Jadi itu tentu saja mungkin, tetapi seberapa besar kemungkinannya, kita lihat saja nanti,” katanya.

    “Anda tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di dalam konklaf, karena seperti kata pepatah Italia, Anda masuk ke konklaf sebagai Paus, dan keluar sebagai Kardinal.”

    “Kadang-kadang memang bisa saja terjadi, mereka yang difavoritkan akhirnya terpilih. Dan di lain waktu, yang terjadi adalah kejutan. Jadi, ya, kita lihat saja nanti.”

    Yang terlemah dari yang bukan unggulan

    Faktanya, negara yang bukan mayoritas Katolik tidak melulu berarti minim aktivitas gereja, seperti yang pernah disampaikan Paus Fransiskus usai lawatan terakhirnya sebelum ia wafat.

    “Di Indonesia, hanya sekitar 10 persen penduduknya Kristiani, dan hanya tiga persen di antaranya Katolik, minoritas.”

    “Tapi yang saya temukan adalah gereja yang hidup dan dinamis, yang mampu menghidupi dan menyebarkan kebaikan Tuhan di negara yang memiliki budaya yang sangat beragam, dan pada saat yang sama juga memiliki jumlah umat Muslim terbesar di dunia,” ujar Paus Fransiskus di plaza St Pietro Basilica tahun lalu.

    Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo adalah salah satu kardinal elektor yang menghadiri konklaf di Vatikan pekan depan.

    Tidak seperti kardinal negara tetangganya, nama Kardinal Indonesia yang berusia 74 tahun ini nyaris tidak pernah terdengar menjelang konklaf, mungkin karena Suharyo sendiri tidak pernah ingin menjadi Paus, meskipun ia cukup lantang dan progresif di Indonesia.

    Ketika pemerintah Indonesia berencana untuk memberikan izin tambang pada organisasi keagamaan, Kardinal Suharyo menolaknya.

    Ia menggarisbawahi kalau Konferensi Wali Gereja adalah ormas yang dibangun di atas hukum gereja, tidak boleh mencampuradukkan urusan agama dan bisnis.

    “Saya tidak akan minta izin tambang atau izin mendirikan rumah ibadah, saya hanya ingin pemerintah menjalankan perannya dengan baik,” kata Kardinal Suharyo.

    Ia juga dikenal membangun tim awam, beranggotakan para profesional Katolik yang ahli di berbagai bidang untuk memberikan masukan dan update, serta berdiskusi dengannya.

    Sekretaris Keuskupan Agung Jakarta Vincentius, Adi Prasojo, yang 12 tahun terakhir melayani dengan Romo Suharyo, mengatakan Uskup Agung Jakarta ini tidak punya ambisi.

    “Saya bisa pastikan hanya ada satu yang beliau pikirkan, yaitu pelayanan pada gereja,” ujarnya

    “Tidak punya misi kekuasaan atau jabatan, dan hanya memikirkan pelayanan kepada umat,” kata Romo Adi yang berada di Vatikan menjelang persiapan konklaf kepada ABC Indonesia.

    Pada kesempatan yang lain, Kardinal Suharyo mengatakan kalau “dipilih menjadi Paus itu bukan ambisi, bukan jenjang karir yang semakin naik, tapi persis sebaliknya.”

    “Kalau ada orang bercita-cita jadi Paus, dia itu, maaf ya, bodoh,” kata Kardinal Hardjoatmodjo kepada wartawan di Jakarta (28/04).

    Namun karena apa pun bisa terjadi dalam konklaf, Romo Adi mengatakan Kardinal Suharyo akan “menerimanya sebagai bentuk ketaatan” jika terpilih.

    Walau sama-sama berasal dari negara non-katolik, Kardinal Charles Maung Bo dari Myanmar relatif lebih dikenal dibanding Suharyo dan dianggap berpeluang dalam pemilihan Paus.

    “Ia banyak dibicarakan sebagai salah satu kandidat, meskipun saya pikir itu kecil kemungkinannya, tetapi ia harus menunjukkan kepemimpinan politik, spiritual, moral dalam situasi yang sangat sulit di Myanmar dan di bawah konflik sipil dan pemerintahan militer dan semua hal semacam itu,” kata Profesor Hodge.

    “Jadi, ia adalah orang yang mengesankan dan seseorang yang harus mengelola dan hidup dalam situasi yang sangat sulit dan memberikan bimbingan iman dan spiritual serta bimbingan moral.”

    Tetapi lagi-lagi, sulit untuk memprediksi apa yang akan terjadi di balik pintu yang terkunci itu.

    “Konklaf kali ini tampaknya akan lebih lama dari biasanya, butuh waktu karena sepertinya tidak ada calon yang dominan … yang disampaikan oleh media selama ini pun hanya prediksi,” kata Romo Adi.

    Dua konklaf yang terakhir berakhir dalam waktu dua hari, ketika satu calon memperoleh dua pertiga suara.

    Konklaf yang terlama terjadi selama hampir tiga tahun saat memilih pengganti Paus Klementius IV, dimulai pada November 1268 dan berakhir September 1271.

    Dan siapa pun yang keluar dari ruangan itu sebagai Paus yang baru, nantinya punya setumpuk pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

    “Tentu saja, seputar reformasi gereja, khususnya seputar reformasi keuangan dan seluruh perlindungan anak serta krisis pelecehan seksual dan investigasi kejahatan tersebut, itu adalah isu yang masih berlangsung,” kata Profesor Hodge.

  • Eropa Pertimbangkan Jet Tempur Sendiri Imbas Kebijakan AS soal F-35

    Eropa Pertimbangkan Jet Tempur Sendiri Imbas Kebijakan AS soal F-35

    JAKARTA – Negara-negara anggota NATO di Eropa kini punya alasan ekstra untuk mengembangkan sendiri jet tempur generasi keenam setelah kebijakan-kebijakan pemerintah Amerika Serikat membuat mereka tidak yakin bisa mendapatkan F-35, sebut laporan Newsweek.

    Dikutip ANTARA, Minggu 4 Mei, Presiden AS Donald Trump kerap mengkritik Eropa karena kontribusi mereka yang rendah terhadap kemampuan pertahanan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Dia menuntut semua anggota pakta pertahanan itu meningkatkan anggaran pertahanan mereka hingga lima persen dari PDB.

    Sementara itu, Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth memastikan bahwa AS belum berencana mengurangi keberadaan militernya di Eropa.

    Menurut Newsweek, ketidakjelasan soal jet tempur F-35 buatan AS itu mendorong Eropa untuk mengembangkan sendiri program jet tempur generasi keenam mereka. Tujuannya, mengurangi ketergantungan benua itu pada Washington.

    Kepada media AS itu, seorang pejabat di Eropa Tengah yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan bahwa negara-negara NATO di Eropa berharap lebih banyak negara tertarik untuk ikut serta mengembangkan jet tempur generasi baru itu.

    Mantan Menteri Luar Negeri Lithuania Gabrielius Landsbergis mengatakan bahwa minat terhadap jet tempur generasi keenam di Eropa pasti akan meningkat, terutama setelah Trump terpilih lagi.

    “Dorongan terhadap proyek-proyek yang bersifat seluruh-Eropa pasti akan meningkat,” kata Landsbergis kepada Newsweek.

    Dilaporkan pula bahwa jet tempur generasi keenam itu diperkirakan bisa mulai dipakai pada pertengahan 2030-an.

    Sebelumnya, Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius mengatakan bahwa saat ini belum ada alternatif selain F-35, dan pembatalan kontrak bisa merusak hubungan dengan AS.

    Pada Desember 2022, Jepang, Italia, dan Inggris sepakat untuk bersama-sama mengembangkan jet tempur generasi berikutnya pada 2035 melalui program Global Combat Air.

    Pesawat itu diharapkan menjadi salah satu jet tempur tercanggih di dunia, yang akan menggantikan F2 di Jepang dan Eurofighter Typhoon di Italia dan Inggris.

    Sebelumnya, Kabinet Jepang menyetujui pelonggaran aturan ekspor alat-alat pertahanan sehingga negara itu bisa mengirimkan jet tempur tersebut ke negara ketiga

  • Peran Sosiolog di Balik Panggung IFSC World Cup Bali 2025

    Peran Sosiolog di Balik Panggung IFSC World Cup Bali 2025

    Jakarta

    IFSC Climbing World Cup Bali 2025 yang diselenggarakan di Peninsula Island, Nusa Dua, sukses digelar. Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah, piala dunia panjat tebing diselenggarakan di Indonesia.

    Tapi, di balik suksesnya pergelaran kejuaraan internasional ini, ada sosok sosiolog yang berperan penting dalam terlaksananya IFSC Climbing World Cup 2025 ini. Dia adalah Robertus Robert, seorang sosiolog, yang juga akademisi dan sekaligus aktivis hak asasi manusia yang konsisten bersuara membela demokrasi dan keadilan sosial.

    Dari panggung perjuangan hak asasi manusia ke gelanggang olahraga dunia, Robertus Robet menunjukkan wajah Indonesia yang inklusif, progresif, dan profesional. Bagi Robert, lompatannya dari dunia akademik dan advokasi menuju industri olahraga internasional ini adalah lanjutan dari komitmennya membangun ruang publik yang sehat, terbuka, dan berdaya.

    “Olahraga adalah ekspresi kolektif kemanusiaan. Ia menyatukan, bukan memecah. Dan inilah nilai yang ingin kami rayakan di Bali,” ujar Robert, dalam keterangannya, Minggu (4/5/2025).

    Sebagai Event Director IFSC World Cup Bali 2025, Robert berperan penting dalam mengintegrasikan standar internasional federasi panjat tebing dunia (IFSC) dengan kearifan lokal Bali serta prinsip keberlanjutan lingkungan. Pria kelahiran Lampung pada 16 Mei 1971, ini menjadikan IFSC Climbing World Cup bukan sekadar kompetisi, tetapi juga panggung untuk promosi budaya, pariwisata, dan diplomasi olahraga Indonesia.

    “Bukan hanya atlet yang akan bertanding. Indonesia pun sedang menunjukkan kapasitasnya sebagai tuan rumah yang unggul dan berkelas dunia,” ujar Sosiolog Universitas Indonesia (UI) ini.

    Dengan keberhasilan IFSC World Cup Bali 2025, Robert menegaskan bahwa pengabdian pada bangsa dapat dilakukan dari berbagai arena, dari ruang kelas, mimbar publik, hingga panggung olahraga dunia.

    Keberhasilan event ini juga tidak lepas dari peran Ketua Organizing Committee (OC), Irjen Herry Heryawan yang memimpin dengan visi sinergi antara keamanan, pariwisata, dan promosi Indonesia di mata dunia.

    IFSC World Cup 2025 diikuti 241 peserta dari 32 negara, termasuk Inggris, Jepang, Italia, Amerika Serikat, hingga China. Adapun, Indonesia akan diwakili 30 atlet yang dua di antaranya berasal dari Bali.

    Indonesia sendiri menyumbangkan dua medali perunggu di kategori speed. Perunggu itu disumbangkan oleh Kadek Adi Asih asal Bali dan Kiromal Katibin asal Jawa Tengah.

    (mei/knv)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Gambarkan Diri Bak Sosok Paus, Donald Trump Dicerca Umat Katolik

    Gambarkan Diri Bak Sosok Paus, Donald Trump Dicerca Umat Katolik

    GELORA.CO – Presiden AS Donald Trump menuai kritik dari sejumlah umat Katolik setelah mengunggah gambar dirinya sebagai Paus yang dibuat dengan kecerdasan buatan.

    Gambar tersebut, yang dibagikan oleh akun media sosial resmi Gedung Putih (White House), muncul saat umat Katolik berduka atas kematian Paus Fransiskus, yang meninggal pada 21 April.

    Konferensi Katolik Negara Bagian New York menuduh Trump mengolok-olok agama tersebut. Unggahan tersebut muncul beberapa hari setelah ia bercanda kepada wartawan, “Saya ingin menjadi Paus.”

    Trump bukanlah presiden pertama yang dituduh mengolok-olok agama Katolik. Mantan Presiden AS Joe Biden menimbulkan kemarahan setahun yang lalu ketika ia membuat tanda salib pada rapat umum pro-aborsi di Tampa, Florida.

    Juru bicara Vatikan Matteo Bruni menolak menjawab pertanyaan tentang unggahan Trump selama jumpa pers dengan wartawan pada hari Sabtu. Vatikan tengah mempersiapkan diri untuk menyelenggarakan konklaf untuk memilih pengganti Fransiskus yang akan dimulai pada Rabu.

    Gambar yang diunggah Trump pada Jumat malam memperlihatkan dirinya mengenakan jubah putih dan miter runcing, yang secara tradisional dikenakan oleh seorang uskup. Ia mengenakan salib besar di lehernya, dan jarinya diangkat, dengan ekspresi wajah yang serius.

    Konferensi Katolik Negara Bagian New York, yang mewakili para uskup di New York, mengkritik gambar tersebut melalui X. “Tidak ada yang pintar atau lucu tentang gambar ini, Tuan Presiden,” tulis kelompok tersebut.

    “Kami baru saja menguburkan Paus Fransiskus terkasih kami dan para kardinal akan memasuki konklaf khidmat untuk memilih pengganti baru Santo Petrus. Jangan mengejek kami.”

    Mantan Perdana Menteri Italia yang condong ke kiri, Matteo Renzi, juga mengecam unggahan Trump.

    “Ini adalah gambar yang menyinggung orang beriman, menghina lembaga, dan menunjukkan bahwa pemimpin dunia sayap kanan senang bercanda,” tulis Renzi dalam bahasa Italia pada X.

    Namun, Gedung Putih menolak segala anggapan bahwa presiden dari Partai Republik itu mengolok-olok kepausan.

    “Presiden Trump terbang ke Italia untuk memberi penghormatan kepada Paus Fransiskus dan menghadiri pemakamannya, dan dia telah menjadi pejuang setia bagi umat Katolik dan kebebasan beragama,” kata sekretaris pers Karoline Leavitt.

  • Cerobong Konklaf Sudah Dipasang di Kapel Sistine: Siapa Penerus Paus Fransiskus? – Halaman all

    Cerobong Konklaf Sudah Dipasang di Kapel Sistine: Siapa Penerus Paus Fransiskus? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Persiapan konklaf untuk memilih pengganti Paus Fransiskus telah memasuki tahap akhir.

    Para pekerja Vatikan pada Jumat (2/5/2025) waktu setempat memasang cerobong di atap Kapel Sistine sebagai prasarana kunci dalam prosesi pengumuman hasil pemungutan suara rahasia.

    Cerobong ini akan menghasilkan asap hitam jika belum ada keputusan atau asap putih jika Paus ke-267 telah terpilih.

    Cerobong berwarna cokelat karat tersebut dipasang di atas ubin terakota Kapel Sistine abad ke-15, yang terkenal dengan fresko karya Michelangelo.

    Struktur ini terlihat jelas dari Alun-alun Santo Petrus, tempat ribuan umat diperkirakan akan berkumpul untuk menyaksikan proses pemilihan.

    Konklaf rencananya akan dimulai pada 7 Mei 2025, dengan 133 kardinal yang memenuhi syarat (berusia di bawah 80 tahun) sebagai pemilih

    Sekitar 80 persen dari mereka ditunjuk oleh Paus Fransiskus, menunjukkan dominasi faksi progresif dalam pemilihan kali ini 

    Siapa Saja Kandidat untuk Menjadi Paus?

    Dengan persiapan konklaf yang sedang dilakukan, berbagai kandidat kuat mulai muncul untuk menggantikan Paus Fransiskus.

    Berikut adalah lima kandidat yang diperkirakan akan bersaing dalam pemilihan:

    1. Kardinal Luis Antonio Tagle (67, Filipina)

    Kardinal Tagle, Uskup Agung Manila, telah disebut-sebut sebagai calon yang kuat untuk menggantikan Paus Fransiskus.

    Dia dikenal sebagai tokoh misionaris dan pendukung reformasi yang mengutamakan kesederhanaan, keadilan sosial, dan dialog antar agama.

    Popularitasnya di Asia dan keahlian diplomatiknya membuatnya menjadi kandidat unggulan.

    2. Kardinal Pietro Parolin (70, Italia)

    Sebagai Sekretaris Negara Vatikan sejak 2013, Kardinal Parolin memiliki reputasi sebagai diplomat yang moderat.

    Ia dianggap mampu menjaga keseimbangan antara reformasi dan stabilitas institusi gereja, serta memiliki pengalaman dalam hubungan internasional.

    3. Kardinal Peter Turkson (76, Ghana)

    Kardinal Turkson adalah advokat kemanusiaan yang berpengaruh di Afrika dan jika terpilih, ia akan menjadi paus pertama dari benua Afrika sejak abad ke-5.

    Rekam jejaknya dalam isu lingkungan dan hak asasi manusia membuatnya tetap relevan meski sudah mendekati batas usia untuk menjadi pemilih.

    PIPA KONKLAF DIPASANG – Para pekerja di Vatikan pada hari Jumat waktu setempat (2/5/2025) diketahui telah memasang sebuah cerobong di atap Kapel Sistine untuk prosesi konklaf. (Tangkap Layar Youtube Vatican News)

    4. Kardinal Pter Erd (72, Hungaria)

    Kardinal Erd dikenal sebagai suara tradisionalis dalam gereja, mempertahankan doktrin inti Katolik.

    Pengalamannya sebagai Ketua Komite Episkopal Eropa menambah kredibilitasnya dalam pemilihan ini.

    5. Kardinal Angelo Scola (82, Italia)

    Meski berusia di atas batas usia pemilih, Scola tetap menjadi kandidat potensial berkat pengalamannya dalam konklaf 2013.

    Ia dikenal sebagai tokoh yang menggabungkan intelektualisme dengan dedikasi pada nilai-nilai tradisional.

    Mengapa Konklaf Kali Ini Menjadi Penting?

    Konklaf kali ini sangat penting karena sekitar 80 persen kardinal pemilih ditunjuk oleh Paus Fransiskus, menandakan adanya dominasi dari faksi progresif dalam pemilihan ini.

    Dunia kini menunggu dengan antisipasi asap putih dari cerobong Kapel Sistine, yang akan menandai lahirnya pemimpin baru bagi lebih dari 1,4 miliar umat Katolik di seluruh dunia.

    Dengan semua persiapan yang dilakukan, pemilihan paus baru ini menjadi salah satu momen yang paling dinantikan di kalangan umat Katolik dan masyarakat luas.

    (Tribunnews.com/Bobby)

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Penyebab Kebakaran dan Badai Pasir Mengerikan Israel Masih Dicari, Ini Beberapa Teorinya

    Penyebab Kebakaran dan Badai Pasir Mengerikan Israel Masih Dicari, Ini Beberapa Teorinya

    Jakarta

    Selain dilanda kebakaran hutan hebat, Israel juga diterjang badai pasir (sand storm) mengerikan. Usai ribuan hektar lahan dekat wilayah Yerusalem hangus, badai pasir hebat menerjang wilayah selatan Israel.

    Otoritas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Israel mengumumkan kebakaran di wilayah Yerusalem berhasil dikendalikan setelah hampir 30 jam pada Kamis (1/5). Kebakaran tersebut merusak 4.942 hektar lahan. Tim investigasi khusus telah dibentuk untuk mencari penyebabnya.

    Kebakaran Hutan Terbesar di Israel

    Kebakaran hutan yang telah terjadi selama tiga hari di Israel membuat negara ini berada dalam keadaan darurat nasional. Beberapa dampak dari kejadian itu antara lain kesehatan masyarakat terganggu karena asap kebakaran, ekosistem hutan rusak, hingga risiko banjir dan tanah longsor akibat ketiadaan pepohonan yang mengikat air.

    Kebakaran yang telah berlangsung sejak pukul 10 pagi pada Rabu (30/4) itu dianggap sebagai salah satu kebakaran hutan terbesar dalam sejarah Israel. Petugas penyelamat Israel dilaporkan mengevakuasi penduduk dari beberapa kota di Israel di tengah kebakaran hutan yang meluas yang dipicu oleh suhu yang tinggi dan angin kencang.

    Untuk memadamkan kebakaran, Israel meminta bantuan internasional. Laporan Sky News menyebutkan bahwa sejumlah negara telah mengirimkan bantuan pesawat antara lain Spanyol, Italia, Prancis, Kroasia, Ukraina, dan Rumania.

    Investigasi Penyebab Kebakaran

    Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menuduh bahwa kebakaran di Israel adalah disengaja. “Saat ini kami menahan 18 orang yang diduga sengaja membakar, satu orang tertangkap basah,” ujar Netanyahu yang dikutip dari Anadolu.

    Namun Channel 12 melaporkan bahwa kebakaran utama di Jerusalem Hills tidak terjadi dengan sengaja. Berdasarkan penyelidikan, kebakaran tersebut disebabkan oleh kelalaian. Radio Angkatan Darat Israel pun membantah klaim Netanyahu terkait 18 orang yang ditahan. “Hanya tiga orang yang ditangkap atas dugaan pembakaran,” kata mereka.

    Badan keamanan internal Israel, Shin Bet, terlibat dalam investigasi penyebab kebakaran. Mereka menyatakan masih terlalu dini untuk menentukan apakah kebakaran tersebut merupakan hasil dari ‘motif nasionalis’.

    Kelalaian Manusia hingga Perubahan Iklim

    Surat kabar Times of Israel melaporkan bahwa sebagian besar kebakaran hutan di Israel disebabkan oleh manusia, yang sering kali disebabkan oleh kelalaian. Laporan mereka juga menunjukkan bahwa Israel sedang mengalami musim panas yang panjang, panas, dan kering, kondisi yang menyebabkan kebakaran hutan. Insiden kebakaran hutan yang signifikan dilaporkan terjadi di Israel pada 1989, 1995, 2010, 2015, 2019, 2021, dan 2023.

    Sejumlah ahli lingkungan juga menyoroti penanaman pohon pinus Eropa dalam skala besar oleh Israel yang bukan merupakan tanaman asli wilayah tersebut. Wilayah itu sebelumnya merupakan habitan asli pohon zaitun. Program penanaman pohon pinus Eropa secara besar-besaran dilakukan Israel sebagai salah satu upaya menghilangkan jejak desa-desa Palestina yang tidak berpenghuni ini. Hal ini telah secara signifikan meningkatkan kerentanan wilayah tersebut terhadap kebakaran hutan.

    Pasalnya, tidak seperti tanaman asli Mediterania, pohon pinus sangat mudah terbakar, terutama dengan kayu yang mengandung resin dan daun berbentuk serasah jarum padat yang mudah terbakar dalam kondisi kering dan panas. Dengan perubahan iklim yang memperburuk gelombang panas dan kekeringan, pohon pinus menambah kerentanan hutan menjadi mudah terbakar dan memicu kebakaran yang sulit dikendalikan.

    Badai Pasir Menerjang

    Usai ribuan hektar lahan dekat wilayah Yerusalem hangus, badai pasir menerjang wilayah Gurun Negev dan Kota Beersheba. Embusan angin yang sangat kuat membuat jarak pandang nyaris nol. Badai pasir yang melanda pada Rabu (30/4) membuat kawasan tersebut dipenuhi kabut tebal dan menjadikan langit berwarna jingga gelap.

    Belum ada rincian apakah badai ini menyebabkan korban jiwa, namun mengutip Anadolu, badai pasir membuat jarak pandang menjadi minim. Orang-orang yang sudah berada di jalan, memilih untuk meninggalkan mobil mereka di jalanan dan mencari perlindungan. Masyarakat pun diminta untuk tidak keluar rumah.

    Selain itu badai pasir dan debu yang terus menerus terjadi dikhawatirkan mengubur vegetasi, mencemari air, dan menurunkan kesuburan tanah. Badai pasir mengerikan ini menunjukkan bagaimana perubahan iklim memperparah bencana alam dan dampaknya pada semua aspek kehidupan.

    (rns/rns)