Negara: Italia

  • Uni Eropa Sepakati Aturan Migrasi Baru, Berlaku 2026

    Uni Eropa Sepakati Aturan Migrasi Baru, Berlaku 2026

    Jakarta

    Uni Eropa pada Senin (8/12) menyetujui perubahan besar terhadap sistem migrasinya, setelah bertahun-tahun menjadi perdebatan politik.

    Para menteri dalam negeri sepakat menerapkan aturan baru terkait deportasi, proses suaka, dan pembagian beban finansial antarnegara anggota.

    Poin utama reformasi migrasi UE:

    Deportasi lebih cepat dan penahanan migran diperketatPenetapan daftar “negara ketiga yang aman” dan “negara asal yang aman”Pembentukan dana kontribusi bersama sebesar €430 juta (sekitar Rp 8,35 triliun)Rencana tambahan relokasi 21.000 orang migranTiga opsi pembagian beban: relokasi, pendanaan, atau langkah alternatifSiprus, Yunani, Italia, dan Spanyol masuk daftar negara yang menerima tekanan migrasi terbesar

    Para menteri mengatakan perubahan ini memungkinkan penolakan permohonan suaka dengan lebih cepat bagi mereka yang tidak memenuhi syarat.

    Menteri Imigrasi Denmark, Rasmus Stoklund, menegaskan, “Kami akan bisa menolak mereka yang tidak punya alasan untuk mencari suaka di Eropa dan memulangkan mereka lebih cepat. Akses ke Eropa tidak boleh dikendalikan oleh penyelundup manusia.”

    Komisioner Migrasi UE, Magnus Brunner, menambahkan bahwa reformasi ini penting untuk memulihkan kepercayaan publik.

    “Kita perlu meyakinkan masyarakat bahwa kita kembali mengendalikan apa yang terjadi,” ujarnya.

    Ia menyerukan anggota parlemen untuk menolak langkah tersebut, memperingatkan bahwa kebijakan baru itu “akan menimbulkan dampak serius bagi para migran dan komunitas yang menerima mereka.”

    Anggota parlemen Partai Hijau Prancis, Melissa Camara, juga menilai reformasi ini sebagai “pengingkaran terhadap nilai-nilai dasar dan hak asasi manusia.”

    Reformasi suaka picu gesekan politik baru

    Reformasi ini merupakan bagian dari Pakta Migrasi dan Suaka dari UE yang baru, yang mencakup perluasan mekanisme deportasi serta pembentukan “pusat pemulangan” bagi pencari suaka yang ditolak. Pusat tersebut bisa berada di dalam atau di luar wilayah Uni Eropa. Austria dan Denmark diperkirakan akan mencari negara mitra di luar UE untuk menampung pusat-pusat ini.

    Namun, tidak semua negara anggota sepakat. Sejumlah pemerintah tetap menolak menerima pencari suaka atau memberikan dukungan dana. Seusai pertemuan pada Senin (8/12), Menteri Dalam Negeri Jerman Alexander Dobrindt menegaskan bahwa Jerman tidak akan menerima tambahan pencari suaka maupun memberikan kontribusi finansial.

    Reformasi ini dirancang untuk menjembatani perpecahan politik yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun sejak krisis migrasi 2015, ketika lebih dari satu juta orang datang ke Eropa untuk melarikan diri dari konflik di Suriah dan Irak.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Ausirio Sangga Ndolu dan Adelia Dinda Sani

    Editor: Melisa Ester Lolindu

    Tonton juga video “Platform X Kena Denda Fantastis Uni Eropa, Apa Alasannya?”

    (ita/ita)

  • Zelensky Ngotot Tak Akan Serahkan Wilayah Ukraina ke Rusia

    Zelensky Ngotot Tak Akan Serahkan Wilayah Ukraina ke Rusia

    Kyiv

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menegaskan negaranya tidak memiliki hak hukum maupun hak moral untuk menyerahkan wilayah kepada Rusia, dalam kesepakatan apa pun yang bertujuan mengakhiri invasi Moskow terhadap Kyiv yang berlangsung hampir empat tahun terakhir.

    “Apakah kami membayangkan akan menyerahkan wilayah? Kami tidak memiliki hak hukum untuk melakukannya, berdasarkan hukum Ukraina, konstitusi kami, dan hukum internasional. Dan kami juga tidak memiliki hak moral apa pun,” tegas Zelensky dalam konferensi pers terbaru, seperti dilansir AFP, Selasa (9/12/2025).

    Zelensky mengatakan bahwa Amerika Serikat (AS), yang menjadi penengah antara Ukraina dan Rusia, sedang berusaha menemukan kompromi untuk masalah ini.

    “Rusia bersikeras agar kami menyerahkan wilayah, tetapi kami tidak ingin menyerahkan apa pun. Kami sedang memperjuangkannya, seperti yang Anda ketahui,” ucapnya.

    “Ada masalah-masalah sulit terkait wilayah dan sejauh ini, belum ada kompromi,” ujar Zelensky.

    Sebelumnya, seorang pejabat senior, yang enggan disebut namanya namun memahami perundingan yang sedang berlangsung, mengatakan kepada AFP bahwa masalah wilayah Ukraina merupakan yang “paling problematik” dalam negosiasi.

    Masalah jaminan keamanan untuk Kyiv juga menjadi salah satu poin penting dalam perundingan tersebut.

    “Kuncinya adalah mengetahui apa yang akan siap dilakukan oleh mitra-mitra kami jika terjadi agresi baru oleh Rusia. Saat ini, kami belum menerima jawaban apa pun untuk pertanyaan ini,” kata Zelensky dalam konferensi pers online pada Senin (8/12) waktu setempat.

    Setelah menghadiri pertemuan di London, ibu kota Inggris, Zelensky terbang ke Brussels, Belgia, untuk melakukan pembicaraan dengan para pemimpin NATO dan Komisi Eropa.

    “Kemudian, pada malam hari, sekitar pukul 01.00 waktu setempat atau tengah malam, saya akan pergi ke Italia,” ujarnya dalam konferensi pers.

    Zelensky mengatakan bahwa para pejabat Ukraina dan Eropa “akan membahas 20 poin ini” yang diterima dari pihak AS. Dia menambahkan bahwa proposal balasan akan sudah siap pada Selasa (9/12) malam untuk dikirimkan ke Washington.

    Tonton juga video “Progres Perdamaian di Ukraina Masih Gitu-gitu Aja”

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Traveling Tanpa Repot dengan Gemini Live, Jalan-Jalan ke Luar Negeri Bak Warga Lokal

    Traveling Tanpa Repot dengan Gemini Live, Jalan-Jalan ke Luar Negeri Bak Warga Lokal

    Liputan6.com, Jakarta – Hambatan bahasa tak jarang menjadi momok bagi pelancong saat ingin traveling ke luar negeri. Padahal, masalah tersebut kini sudah bisa diatasi, cukup dengan memanfaatkan smartphone.

    Berbekal fitur berbasis AI hambatan bahasa ketika berkomunikasi di luar negeri kini tak lagi jadi persoalan. Pengguna bisa langsung memanfaatkannya sebagai alat penerjemah yang ringkas dan bisa diandalkan. 

    Hal itu dimungkinkan berkat salah satu fitur yang ada di Samsung Galaxy S25 FE, yaitu Galaxy AI. Dengan fitur Live Translate di Galaxy AI, kamu bisa langsung memanfaatkannya menjadi perangkat penerjemah ketika sedang berbicara dengan orang lain.

    Menariknya, fitur ini bisa digunakan langsung ketika pengguna sedang mengobrol tatap muka dengan orang lain. Jadi, pengalaman yang ditawarkan terasa mulus dan tidak mengganggu proses percakapan.

    Untuk itu, fitur ini akan sangat membantu ketika pengguna perlu bertanya langsung ke masyarakat sekitar.

    Sebagai contoh, ketika ingin menanyakan lokasi tempat makan atau lokasi wisata tertentu, kamu bisa memanfaatkan fitur ini untuk bisa berbicara langsung dengan orang setempat.

    Fitur ini pun sudah mendukung banyak bahasa, selain Indonesia, ada Inggris, Jepang, Korea, Mandarin, Spanyol, Thailand, Vietnam, Prancis, Turki, Jerman, Italia, Polandia, Portugis, hingga Rumania, Swedia, dan Belanda.

     

  • Kami Diminta Membayar dengan Tubuh Kami

    Kami Diminta Membayar dengan Tubuh Kami

    Jakarta

    Esther tengah terlelap di suatu sudut jalanan Lagos, Nigeria, tatkala seorang perempuan mendekatinya, menjanjikan pekerjaan dan rumah di Eropa. Perempuan itu memang bermimpi memiliki hidup baru di Eropa. Tujuannya pun jelas: Inggris.

    Setelah diusir dari panti asuhan yang penuh kekerasan, ia merasa tak ada alasan lagi untuk bertahan di Nigeria.

    Namun, ada hal-hal yang ia tidak ketahui saat meninggalkan Lagos pada 2016 dengan cara melintasi guru menuju Libya. Dia bakal terjebak dalam dunia prostitusi dan selama bertahun-tahun harus mengajukan suaka dari satu negara ke negara lain.

    Sebagian besar imigran dan pencari suaka tidak berdokumen (sekitar 70%) adalah laki-laki, menurut Badan Suaka Eropa.

    Hanya saja, seiring waktu jumlah perempuan seperti Esther yang datang ke Eropa untuk mencari perlindungan terus meningkat.

    “Kami melihat kenaikan jumlah perempuan yang bepergian sendirian, baik di rute Mediterania maupun Balkan,” kata Irini Contogiannis dari International Rescue Committee di Italia.

    Pada 2024, lembaga itu mencatat lonjakan 250% perempuan dewasa tanpa pendampingan yang tiba di Italia melalui jalur Balkan. Sementara mereka yang berkeluarga naik 52%.

    Tahun 2024, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) mencatat 3.419 kematian atau orang hilang di Eropa. Ini merupakan jumlah tertinggi yang pernah tercatat.

    Bagi perempuan, potensi bahaya yang mengintai bisa berkali-kali lipat dan berlapis. Kalau pun selamat dari rute yang berbahaya, mereka berpotensi menerima eksploitasi dan kekerasan seksual.

    Itulah yang menimpa Esther. Perempuan yang sempat menjanjikan masa depan cerah, belakangan mengkhianatinya.

    “Ia mengurung saya di salah satu kamar, lalu membawa seorang pria. Saya masih perawan, tapi ia memaksa,” kata Esther.

    “[Rupanya] itu yang mereka lakukan berkeliling desa-desa di Nigeria, mengambil anak perempuan dan membawa mereka ke Libya untuk dijadikan budak seks.”

    Kepada BBC, Ugochi Daniels dari IOM mengatakan, “Pengalaman para perempuan berbeda-beda dan sering lebih berisiko.”

    “Kalau pun bepergian dalam kelompok, perempuan sering tak punya perlindungan yang pasti. Mereka tetap rentan diserang penyelundup, pelaku perdagangan orang, atau sesama migran.”

    Sebagian besar imigran yang tiba di Trieste, Italia, melalui rute Balkan adalah laki-laki. (Barbara Zanon/Getty Image)

    Para perempuan, menurut IOM, sebenarnya tahu potensi bahaya tersebut, tapi mereka tetap berangkat.

    Sebagai siasat, mereka terkadang justru membawa kondom atau bahkan memasang alat kontrasepsi untuk berjaga-jaga jika diperkosa selama perjalanan.

    Untuk perjalanan yang penuh mara bahaya tersebut, kata Hermine Hermine dari jaringan antiperdagangan orang Stella Polare, “Semua imigran harus membayar kepada penyelundupnya.”

    “Namun, bagi perempuan, mereka sering diharapkan membayar dengan tubuh mereka,” ujar Hermine.

    Gbedo mendampingi migran perempuan di Trieste, kota pelabuhan yang terletak di timur laut Italia.

    Kota ini sudah sejak lama menjadi titik persinggahan budaya serta pintu masuk utama ke Uni Eropa bagi mereka yang datang melalui Balkan.

    Dari kota ini, perjalanan kemudian berlanjut ke negara lain seperti Jerman, Prancis, hingga Inggris.

    BBC

    Setelah empat bulan dieksploitasi di Libya, Esther melarikan diri dan menyeberangi Laut Tengah dengan perahu karet. Ia kemudian diselamatkan penjaga pantai Italia dan dibawa ke Pulau Lampedusa.

    Esther mengajukan suaka sebanyak tiga kali, sebelum akhirnya berhasil menerima status pengungsi.

    Pencari suaka yang datang dari negara yang dinilai aman, umumnya ditolak.

    Esther kala itu dapat diterima lantaran pemerintah Italia masih mengategorikan Nigeria sebagai negara tidak aman.

    Penilaian itu berubah dua tahun lalu, seiring pemerintah di berbagai negara Eropa memperketat aturan negara masing-masing.

    Pengetatan itu diambil setelah terjadi lonjakan migrasi sepanjang 2015 hingga 2016.

    Sejak saat itu pula, seruan pembatasan lebih lanjut terhadap pemohon suaka menjadi semakin nyaring.

    AFP via Getty ImagesIlustrasi. Unjuk rasa solidaritas yang ditunjukkan warga Zagreb, Kroasia, November 2025. Mereka mendesak pemerintah Kroasia membuka pintu untuk para imigran yang melarikan diri dari perang dan berbagai kejahatan.

    Nicola Procaccini, salah seorang anggota parlemen dari pemerintahan sayap kanan mengatakan, “Tidak mungkin mempertahankan migrasi besar-besaran.”

    “Itu mustahil,” kata Procaccini.

    “Kami bisa menjamin kehidupan aman bagi perempuan yang benar-benar dalam bahaya, tapi tidak untuk semuanya.”

    Peneliti di lembaga riset konservatif, Policy Exchange, Rakib Ehsan, menambahkan, “Pemerintah kami harus tegas.”

    “Prioritasnya adalah perempuan dan anak perempuan yang berada dalam risiko langsung di wilayah terdampak konflik, di mana pemerkosaan digunakan sebagai senjata perang.”

    Ehsan menilai, prioritas itu belum berjalan secara konsisten.

    Meski mengaku berempati terhadap perempuan yang menempuh rute berbahaya menuju Eropa, ia berdalih, “kuncinya adalah belas kasih yang masih terkontrol.”

    AFP via Getty ImagesSeorang imigran perempuan bersama anaknya dari Republik Kongo tiba di Bugarama, Rwanda, 5 Desember lalu, dalam proses pencarian suaka.

    Sejumlah perempuan dari negara-negara yang dikategorikan aman mengatakan, mendapat kehidupan yang baik di kampung halaman adalah hal mustahli.

    Mereka berkata, kekerasan berbasis gender masih terjadi.

    Hal itu yang dialami Nina, perempuan 28 tahun dari Kosovo.

    “Orang-orang berpikir semuanya baik-baik saja di Kosovo, padahal tidak,” kata Nina.

    “Situasinya sangat buruk bagi perempuan.”

    Nina mengaku bahwa ia dan adiknya mengalami kekerasan seksual oleh pacar masing-masing yang kemudian memaksa mereka masuk ke prostitusi.

    Laporan OSCE pada 2019 menunjukkan 54% perempuan di Kosovo pernah mengalami kekerasan psikologis, fisik, atau seksual dari pasangan intim sejak usia 15 tahun.

    Corbis via Getty ImagesSebuah keluarga di Vietnam melarikan diri dari Perang Vietnam pada 7 September 1965. Foto ini memenangkan anugerah foto terbaik versi Pulitzer karena menunjukkan kengerian perang yang memicu gelombang pengungsian.

    Berdasarkan Konvensi Istanbul dari Dewan Eropa, perempuan yang menghadapi penganiayaan berbasis gender sebenarnya berhak mendapat suaka.

    Ini kemudian diperkuat oleh pengadilan tertinggi Uni Eropa tahun lalu.

    Konvensi ini mendefinisikan kekerasan berbasis gender sebagai kekerasan psikologis, fisik, dan seksual, termasuk mutilasi genital perempuan (FGM).

    Penerapan konvensi ini masih belum berlaku seragam di banyak negara, menurut sejumlah kelompok advokasi.

    “Banyak petugas suaka di lapangan adalah laki-laki yang tidak cukup terlatih menangani isu sensitif seperti FGM, baik secara medis maupun psikologis,” ujar Marianne Nguena Kana, Direktur End FGM European Network.

    Alhasil, menurut Nguena Kana, banyak perempuan yang kemudian mendapat penolakan suaka yang berhulu pada asumsi keliru bahwa mereka tidak lagi berisiko karena pernah menjalani FGM.

    “Kami pernah mendengar hakim mengatakan: ‘kamu sudah dimutilasi, jadi tidak berbahaya kembali ke negara asalmu. Mereka tidak bisa melakukannya lagi’,” kata Nguena Kana, mengisahkan kekeliruan pemahaman tersebut.

    Corbis via Getty ImagesSeorang imigran perempuan di New York, Amerika Serikat, berteriak agar personel Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) tak menangkapnya pada Juni 2025. Perempuan ini memiliki anak berumur 15 tahun yang berpotensi sebatang kara jika dia ditangkap.

    Dalam kasus kekerasan seksual, proses pembuktian memang seringkali jauh lebih sulit, kata Carenza Arnold dari lembaga Women for Refugee Women yang berbasis di Inggris.

    Kekerasan semacam ini tidak selalu meninggalkan jejak fisik seperti penyiksaan.Hal ini diperparah oleh perasaan tabu dan sensitivitas budaya yang membuat perempuan semakin berat untuk menceritakannya.

    “Perempuan sering didorong untuk menyelesaikan proses dengan cepat,” kata Arnold.

    “[Tapi] tidak mungkin mereka mampu mengungkapkan kekerasan seksual yang dialami kepada petugas imigrasi yang notabene baru saja mereka temui.”

    Menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi, banyak kekerasan yang dialami perempuan terjadi selama perjalanan.

    “Perempuan biasanya melarikan diri dari kekerasan seksual oleh pasangan mereka di negara asal, tapi di perjalanan mereka malah kembali mengalaminya,” kata Ugochi Daniels.

    Itulah yang menimpa Nina dan adiknya.

    Setelah kabur dari pasangan yang abusif di Kosovo, mereka memulai perjalanan menuju Italia.

    Bepergian bersama sekelompok perempuan lain, mereka menyeberangi hutan-hutan di Eropa Timur untuk menghindari aparat.

    Namun, pada momen itulah para migran laki-laki dan penyelundup menyerang kelompok mereka.

    “Meski kami sudah jauh di pegunungan, dalam gelap, suara teriakan mereka tetap terdengar,” kenang Nina.

    “Para pria itu datang membawa senter, menyorot wajah kami, memilih siapa yang mereka mau, lalu membawa perempuan yang mereka pilih itu lebih jauh ke dalam hutan.”

    Dalam keadaan seperti itu, Nina mengaku, “Saya mendengar adik saya menangis, memohon pertolongan.”

    Nina dan adiknya mengatakan kepada otoritas Italia bahwa mereka akan dibunuh oleh mantan pacar masing-masing jika kembali ke Kosovo

    Mereka pun akhirnya diberi suaka.

    Lain lagi kisah Esther yang mengaku perjuangannya untuk mendapat status pengungsi lebih panjang dan berliku.

    Ia pertama kali mengajukan suaka kepada Pemerintah Italia pada 2016.

    Setelah menunggu lama tanpa kejelasan, ia pindah ke Prancis lalu Jerman.

    Permohonan kepada dua negara ini ditolak karena aturan Uni Eropa mensyaratkan pencari suaka harus mengajukan permohonan di negara pertama tempat mereka masuk..

    Esther akhirnya mendapat status pengungsi dari Italia pada 2019.

    Lalu, apakah ia berbahagia?

    Satu dekade berselang usai meninggalkan Nigeria, Esther mengaku masih bertanya-tanya apakah kehidupan baru ini sepadan dengan seluruh penderitaan yang telah dilaluinya.

    “Saya bahkan tidak tahu lagi alasan saya datang ke tempat ini,” pungkas Esther.

    (ita/ita)

  • Kesombongan Hegemoni dalam Strategi Keamanan Nasional Baru AS Menyebabkan Kekacauan Aliansi

    Kesombongan Hegemoni dalam Strategi Keamanan Nasional Baru AS Menyebabkan Kekacauan Aliansi

    Pada 4 Desember, Gedung Putih Amerika Serikat merilis laporan baru Strategi Keamanan Nasional, yang memicu tanggapan kuat di Eropa. Sejumlah pejabat dan diplomat Eropa mengkritik pedas isinya, mengungkapkan masalah serius dalam strategi diplomatik AS saat ini.

    Laporan itu menyatakan bahwa karena masalah imigrasi dan rendahnya tingkat kelahiran, Eropa sedang menghadapi “prospek suram punahnya peradaban,” dan memperingatkan bahwa beberapa anggota NATO mungkin “tidak lagi memiliki mayoritas penduduk keturunan Eropa dalam beberapa dekade mendatang.” AS juga mengklaim ingin “membantu Eropa memperbaiki lintasan perkembangannya saat ini” dan “menumbuhkan kekuatan perlawanan” di dalam negara-negara Eropa itu sendiri. Kebijakan AS terhadap Eropa telah bergeser dari “pelindung” menjadi “penekan” dan “intervensi”, menunjukkan campur tangan yang berlebihan.

    Anggota Parlemen Eropa asal Italia, Brando Benifei, menyebut laporan ini sebagai “serangan frontal terhadap Uni Eropa,” sementara mantan Duta Besar Prancis untuk AS, Gérard Araud, mengkritik isinya “seperti selebaran propaganda sayap kanan jauh.” Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, menyatakan: “Eropa sepenuhnya mampu melakukan diskusi independen tentang masalah seperti kebebasan berekspresi. Eropa tidak memerlukan saran eksternal dari siapa pun.” Pernyataan ini merupakan sanggahan tegas terhadap intervensionisme AS dan mengungkap hakikat kebijakan luar negeri AS yang berusaha memaksakan nilai-nilai dan model politiknya pada negara lain. Reaksi-reaksi ini adalah konsekuensi logis dari kecenderungan AS yang telah lama memandang sekutu sebagai alat strategis, bukan mitra yang setara.

    Meskipun Gedung Putih sering mengemas ulang strateginya dengan bungkus baru, intinya tetap logika unilateral “AS Pertama”. Kemarahan yang ditimbulkan laporan strategis ini di Eropa mencerminkan bahwa AS sedang mengubah hubungan sekutu menjadi transaksi, menuntut sekutu memikul lebih banyak tanggung jawab tanpa memberikan rasa hormat dan ruang konsultasi yang setara.

    Penyederhanaan berlebihan terhadap hubungan internasional ini tidak hanya merusak dasar kepercayaan hubungan transatlantik, tetapi juga melemahkan kemampuan kolektif dunia Barat dalam menghadapi tantangan bersama. Ketika AS memperlakukan sekutu sebagai objek yang perlu “dikelola” dan bukan sebagai mitra kerja, mereka justru melemahkan tatanan internasional yang diklaim ingin mereka pertahankan.

    Di bidang-bidang yang benar-benar membutuhkan kerja sama lintas batas negara, seperti perubahan iklim, kesehatan masyarakat global, dan stabilitas ekonomi, laporan strategis ini justru hanya menyentuhnya sekilas. Laporan ini terlalu fokus pada persaingan geopolitik dan mengabaikan bahwa tantangan global memerlukan kerja sama, bukan konfrontasi.

    Sebagai negara besar dunia, strategi keamanan nasional AS seharusnya menunjukkan rasa tanggung jawab terhadap tata kelola global. Namun, dokumen ini justru memancarkan sinyal berbahaya, dengan mendistorsi persaingan perkembangan yang normal menjadi konfrontasi ideologis. Pemikiran seperti ini tidak diragukan lagi akan memperparah ketegangan internasional. Sikap “ingin ini, ingin itu, dan ingin semuanya” yang bersifat memaksa satu arah ini mengekspos mentalitas hegemoninya. AS sendiri sedang menggoyang sistem aliansi yang dibangunnya sendiri pasca Perang Dunia II, mendorong dunia menuju perkembangan ke arah tatanan multipolar yang lebih terpecah dan penuh konfrontasi.

    Dalam dunia yang semakin multipolar, tidak ada negara yang dapat mencapai keamanan jangka panjang melalui unilateralisme atau logika hegemoni. Reaksi kuat Eropa terhadap laporan strategis ini telah menunjukkan bahwa bahkan sekutu lama pun tidak lagi bersedia menerima dominasi AS tanpa syarat.

    Keamanan nasional yang sejati berasal dari saling menghormati, dialog setara, dan kerja sama yang saling menguntungkan. Jika AS tidak dapat mengesampingkan kesombongan dan pola pikir konfrontatif dalam dokumen strategisnya, mereka tidak hanya akan semakin menjauhkan sekutu, tetapi juga akan terperangkap dalam isolasi diri dalam isu-isu global yang penting. Komunitas internasional mengharapkan sebuah negara besar yang bertanggung jawab dan bersedia bekerja sama secara setara, bukan “guru” yang terobsesi dengan khayalan hegemoni dan membagi dunia ke dalam kubu-kubu yang saling bermusuhan.

  • Makanan Favorit Warga ‘Blue Zones’, Rahasia di Balik Panjang Umur Sampai 100 Tahun

    Makanan Favorit Warga ‘Blue Zones’, Rahasia di Balik Panjang Umur Sampai 100 Tahun

    Jakarta

    Makanan yang dikonsumsi sehari-hari sejak lama diyakini berpengaruh besar terhadap kesehatan seseorang. Gagasan itu bahkan diungkapkan Jean Anthelme Brillat-Savarin, ahli kuliner asal Prancis, pada 1826 lewat kalimat terkenalnya ‘kamu adalah apa yang kamu makan’.

    Kini, sejumlah penelitian modern menegaskan bahwa pola makan tak hanya menentukan kesehatan, tetapi juga usia harapan hidup.

    Salah satu tokoh yang mendalami kaitan tersebut adalah Dan Buettner, peneliti National Geographic dan penulis buku laris tentang Blue Zone, wilayah di dunia yang penduduknya dikenal berumur panjang dan hidup sehat. Selama dua dekade, Buettner mempelajari pola hidup masyarakat di wilayah tersebut, mulai dari Okinawa (Jepang), Sardinia (Italia), hingga Nicoya (Kosta Rika).

    Salah satu kesimpulannya: pola makan nabati berbasis bahan segar adalah kunci umur panjang.

    “Ini makanan sederhana, makanan rakyat biasa, tapi rasanya luar biasa lezat,” kata Buettner dalam podcast Chasing Life bersama Dr. Sanjay Gupta dari CNN.

    Jelang momen liburan natal dan tahun baru, Buettner merekomendasikan tiga bahan pangan utama kacang-kacangan, jagung, dan labu.

    Ketiga bahan ini juga menjadi makanan pokok di beberapa Blue Zones, seperti Nicoya (Kosta Rika) dan Ikaria (Yunani).

    “Membangun menu dari tiga bahan ini saja, berarti sudah makan seperti para centenarian, orang yang berusia 100 tahun,” ujarnya.

    Meja makan penduduk Blue Zones juga selalu penuh dengan sayuran hijau seperti mustard greens, collard greens, arugula liar, hingga daun fennel. Jenis sayuran bisa disesuaikan dengan ketersediaan pangan di masing-masing negara.

    Selain sayuran, Buettner merekomendasikan mengganti bahan pangan berbasis tepung putih (refined grains) dengan gandum utuh atau whole grains.

    Menurut dia, terlalu banyak menu berbasis tepung putih saat liburan, seperti roti putih, stuffing dari roti olahan, atau nasi putih, dapat meningkatkan lonjakan gula darah dan membuat tubuh cepat lapar kembali.

    “Alih-alih roti putih atau stuffing dari tepung olahan, coba pilih sourdough dari gandum utuh, barley, atau wild rice,” kata Buettner.

    Pilihan biji-bijian ini kaya serat, membantu menjaga kestabilan gula darah, serta membuat kenyang lebih lama dengan kalori lebih rendah.

    Bahan-bahan tersebut juga umum ditemukan dalam pola makan masyarakat Blue Zones, terutama di Sardinia dan Ikaria, yang dikenal rutin mengonsumsi biji-bijian kuno seperti farro, barley, hingga gandum jenis kuno lainnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Studi BRIN Sebut Pola Makan Anak Indonesia Jauh dari Gizi Seimbang”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/naf)

  • Suzuki Jual Skutik Retro Terbaru, Harganya Segini

    Suzuki Jual Skutik Retro Terbaru, Harganya Segini

    Jakarta

    Produsen roda dua asal Jepang, Suzuki, resmi meluncurkan skuter matik (skutik) bertampang retro terbaru. Kendaraan tersebut bernama Suzuki US125T dan hanya dipasarkan di China. Berapa harganya?

    Disitat dari Greatbiker, Sabtu (6/12), Suzuki US125T mengingatkan kita dengan skutik-skutik buatan Lambretta. Hal tersebut bisa terlihat melalui tarikan garisnya, desain muka, hingga tampilannya.

    Secara tampilan, Suzuki US125T memang sangat berbeda dari Suzuki Saluto 125 yang menjadi ‘kembarannya’. Sebab, pabrikan memberikan detail tajam di beberapa bagian, termasuk muka dan sisi-sisi kendaraan.

    Suzuki US125T. Foto: Doc. Suzuki China.

    Headlamp atau lampu utama Suzuki US125T juga tak dibuat membulat, melainkan agak mengotak. Sementara logo Suzuki terlihat cukup dominan dan terpasang di bagian depan. Kemudian dudukannya dilaburi warna berbeda dibandingkan bodi utama, dan knalpotnya dilapisi pelindung khusus berkelir silver.

    Sederhananya, Suzuki US125T merupakan versi mewah dari Suzuki Saluto yang meluncur lebih dulu. Bahkan, untuk menambah kesan ‘mahal’, pabrikan memberikan sentuhan krom di beberapa bagian.

    Fiturnya tak main-main, motor matik tersebut sudah dibekali sejumlah teknologi standar, mulai dari pencahayaan full LED, panel instrumen full digital, port pengisian daya ponsel, dan bagasi super lega. Namun, sayangnya, kuncinya masih konvensional alias belum keyless.

    Suzuki US125T punya bobot kosong 110 kg dengan kapasitas bahan bakar 5,9 liter. Kemudian bannya berukuran 12 inch di depan dan 10 inch di belakang. Remnya menggunakan cakram tunggal yang terpasang di roda depan.

    Suzuki US125T menggunakan mesin 125cc bersilinder tunggal dengan sistem pembakaran injeksi. Pembekalan tersebut membuat motor mampu menghasilkan tenaga 9,4 dk pada 7.000 rpm dan torsi 10 Nm pada 6.000 rpm.

    Meski canggih dan punya tampilan ala skutik Italia, namun Suzuki US125T dibanderol cukup terjangkau di China, yakni sekira Rp 24,6 jutaan.

    (sfn/dry)

  • Jejak di Antartika Ungkap Pemicu Wabah Terganas Abad Pertengahan

    Jejak di Antartika Ungkap Pemicu Wabah Terganas Abad Pertengahan

    Jakarta

    Wabah Black Death yang dulu menghancurkan populasi Eropa masih terus dipelajari. Dalam penelitian terbaru, penyebaran cepat Black Death pada abad pertengahan itu mungkin bermula dari letusan gunung berapi dahsyat.

    Wabah pes ini menewaskan antara sepertiga hingga separuh populasi Eropa pada pertengahan abad ke-14. Namun, pemicu pandemi tersebut belum diketahui dengan pasti.

    Para ilmuwan di Cambridge dan Jerman menyusun kembali rangkaian peristiwa itu berdasarkan petunjuk lingkungan dan catatan sejarah, yang diyakini dapat memecahkan misteri tersebut.

    Mereka menyebut partikel jelaga yang terperangkap jauh di dalam lapisan es Antartika dan Greenland mengindikasikan adanya setidaknya satu letusan dari gunung berapi tak dikenal di wilayah tropis sekitar tahun 1345. Letusan ini menyelimuti Bumi dengan kabut tebal abu dan belerang.

    Temuan ini sejalan dengan bukti tertulis dari masa itu yang melaporkan kondisi berawan tidak biasa dan gerhana bulan gelap, menurut studi yang diterbitkan dalam jurnal Communications Earth & Environment.

    Analisis baru terhadap cincin pohon dari masa itu menunjukkan ada pertumbuhan yang terhambat selama tiga tahun. Menurut tim di Cambridge, hal ini menunjukkan bahwa kabut vulkanik mengakibatkan kondisi dingin dan basah yang berujung pada serangkaian gagal panen.

    Dr. Martin Bauch, salah satu penulis studi dari Leibniz Institute for the History and Culture of Eastern Europe, mengatakan dampak letusan terhadap pasokan pangan adalah tahap awal krusial dalam rangkaian peristiwa yang memicu pandemi. “Pada tahun-tahun sebelum kedatangan Black Death, terjadi cuaca sangat tidak biasa mulai dari Inggris, melintasi Mediterania, hingga ke Levant,” ujarnya.

    “Pola berskala besar itu hanya bisa dijelaskan oleh faktor iklim dan gunung berapi adalah penjelasan yang masuk akal karena dampaknya bisa berlangsung selama dua atau tiga tahun. Semuanya saling berkaitan,” imbuhnya dikutip detikINET dari Sky News.

    Peneliti mengatakan bencana kelaparan yang terjadi setelahnya menjelaskan mengapa kota-kota maritim Italia seperti Venesia, Genoa, dan Pisa menjalin hubungan dengan bangsa Mongol pada tahun 1347 dan mulai mengimpor gandum untuk menambah bahan pangan.

    Penelitian sebelumnya menyimpulkan kapal-kapal pengangkut gandum tersebut membawa kutu yang terinfeksi bakteri pes Yersinia pestis, yang kemungkinan besar berasal dari suatu tempat di Asia Tengah. Setibanya di Italia, kutu tersebut pindah ke tikus dan mamalia lain, lalu menyebarkan malapetaka ke seluruh Eropa.

    “Negara-kota Italia yang kuat ini membangun rute perdagangan jarak jauh melintasi Mediterania dan Laut Hitam, yang memungkinkan mereka mengaktifkan sistem sangat efisien untuk mencegah kelaparan. Namun akhirnya, hal ini secara tidak sengaja justru memicu bencana jauh lebih besar,” kata Dr. Bauch.

    Profesor Ulf Buentgen dari Departemen Geografi Universitas Cambridge, penulis lain studi tersebut, mengatakan ‘badai sempurna’ dari faktor iklim, pertanian, sosial, dan ekonomi yang memicu Black Death adalah contoh awal dari konsekuensi globalisasi.

    “Meski kebetulan faktor-faktor yang berkontribusi pada Black Death tampak langka, probabilitas munculnya penyakit zoonosis akibat perubahan iklim dan berubah menjadi pandemi kemungkinan akan meningkat di dunia yang terglobalisasi. Ini sangat relevan mengingat pengalaman kita baru-baru ini dengan Covid-19,” katanya.

    (fyk/rns)

  • Ini Sebabnya Mobil Nasional Bikinan RI Bakal Dijual di Bawah Rp 300 Juta

    Ini Sebabnya Mobil Nasional Bikinan RI Bakal Dijual di Bawah Rp 300 Juta

    Jakarta

    Mobil nasional bikinan Indonesia bakal dijual dengan harga di bawah Rp 300 juta. Ini alasan di baliknya.

    Pemerintah tengah menggodok mobil nasional bikinan anak bangsa. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bahkan menyebut akan ada anggaran tersendiri khusus untuk mengembangkan proyek mobil nasional. Sejauh ini belum dirinci lebih mendetail soal besar anggarannya. Namun yang jelas, proyek mobil nasional ini jadi perhatian khusus Presiden Prabowo Subianto.

    “Arahan bapak presiden kita perlu menyediakan anggaran untuk pengembangan mobil nasional, jadi ke depan kita dorong untuk mobil nasional,” ujar Airlangga dalam Pembukaan Rampinas Kadin dikutip dari tayangan Youtube Kadin Indonesia.

    Airlangga mengungkap lebih lanjut salah satu tantangan terbesar dalam pengembangan mobil listrik nasional RI adalah keterjangkauan harga. Untuk bisa menyasar kalangan lebih luas, harga memang menjadi salah satu pertimbangan orang Indonesia dalam membeli mobil. Pun kalau mau bisa bersaing di pasar yang ‘kue’nya besar, maka harga mobil nasional juga tak bisa mahal-mahal. Paling tidak, harga mobil nasional harus di bawah Rp 300 juta. Sebab, mobil harga segitu paling banyak dipinang orang RI.

    “Kami sudah cek di lapangan dari Gaikindo memang sekarang terbesar, market terbesar pangsanya adalah mobil-mobil di bawah Rp 300 juta sehingga ini juga yang didorong oleh pemerintah sehingga affordability menjadi tantangan,” ujar Airlangga lagi.

    Proyek mobil nasional memang belum dijabarkan secara detail. Adapun kabarnya sudah ada perusahaan yang ditugaskan untuk menggarap proyek tersebut yaitu PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) dan PT Pindad. i2C atau Indigenous Indonesian Car diduga menjadi salah satu calon mobil nasional pertama yang bakal diproduksi. Desain mobil konsep ini dikerjakan oleh PT TMI dengan panduan atau pengawasan langsung dari tim Italdesign asal Italia.

    “i2C adalah electric vehicle tipe SUV yang dikembangkan oleh PT TMI, untuk versi sipil sebagai bagian dari penugasan,” ungkap Perwakilan TMI, Verly Joshua dikutip CNBC Indonesia.

    “PT. Pindad memiliki versi militer yang bisa dikonversi menjadi sipil seperti brand Hummer, juga sebagai bagian dari penugasan,” jelas Verly.

    Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita beberapa waktu lalu juga sudah mengungkap sudah ada merek yang bakal menggarap proyek mobil nasional RI. Wujud mobilnya juga kata dia sudah mejeng di GIIAS 2025. Mengacu pada pernyataan Agus tersebut, mobil nasional yang disiapkan itu diduga adalah i2C. Konsep mobil itu memang sudah dipamerkan di GIIAS 2025, tapi baru berbentuk clay model skala 1:1.

    (dry/din)

  • Mayoritas Warga Eropa Anggap Perang dengan Rusia Sangat Mungkin Terjadi

    Mayoritas Warga Eropa Anggap Perang dengan Rusia Sangat Mungkin Terjadi

    Jakarta

    Mayoritas warga di sembilan negara Uni Eropa melihat risiko tinggi pecahnya perang antara negara-negara anggota blok tersebut dan Rusia. Demikian menurut survei yang dilakukan oleh kelompok jajak pendapat Cluster 17 yang diterbitkan pada hari Kamis (4/12) di jurnal hubungan internasional Prancis, Le Grand Continent.

    Temuan survei tersebut, yang didasarkan pada sampel hampir 10.000 orang dari sembilan negara, muncul di tengah terus berkecamuknya perang Rusia-Ukraina yang berlangsung sejak tahun 2022, dan kekhawatiran bahwa perang tersebut dapat meluas lebih jauh.

    Bulan lalu, jenderal top Prancis, Fabien Mandon, memperingatkan bahwa Rusia sedang mempersiapkan konfrontasi baru pada tahun 2030. Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada hari Selasa lalu, bahwa jika Eropa menginginkan perang, “kami siap sekarang juga”.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (4/12/2025), polling tersebut menunjukkan 51 persen responden meyakini ada risiko “tinggi” atau “sangat tinggi” bahwa Rusia dapat berperang dengan negara mereka di tahun-tahun mendatang. Studi ini dilakukan dengan sampel 9.553 orang pada akhir November lalu.

    Negara-negara yang terlibat dalam studi ini adalah Prancis, Jerman, Italia, Spanyol, Polandia, Portugal, Kroasia, Belgia, dan Belanda, dengan sampel lebih dari 1.000 orang di masing-masing negara.

    Dalam polling itu, kekhawatiran akan konflik terbuka dengan Rusia beragam.

    Di Polandia, yang berbatasan dengan Rusia dan sekutunya, Belarusia, 77 persen responden menganggap risikonya tinggi atau sangat tinggi.

    Angka ini turun menjadi 54 persen di Prancis dan 51 persen di Jerman.

    Sementara itu, 65 persen responden Italia menganggap risikonya rendah atau bahkan tidak ada.

    Di Prancis, satu-satunya negara dalam survei tersebut yang memiliki senjata nuklir, 44 persen responden meyakini negara mereka “cukup” mampu mempertahankan diri dari agresi Rusia

    Di sisi lain, terdapat warga Belgia, Italia, dan Portugis, yang sangat yakin — masing-masing sebesar 87 persen, 85 persen, dan 85 persen — negara mereka tidak mampu mempertahankan diri.

    Tonton juga video “Putin: Jika Eropa Memutuskan Memulai Perang, Kami Siap Sekarang Juga”

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)