Negara: Israel

  • Iran Bantah Kembangkan Bom Atom, Barat Layangkan Ultimatum Terakhir

    Iran Bantah Kembangkan Bom Atom, Barat Layangkan Ultimatum Terakhir

    Jakarta

    Ketegangan nuklir antara Iran dan negara-negara Barat menunjukkan tanda-tanda mereda, hanya beberapa jam menjelang tenggat sanksi internasional yang berlaku secara otomatis.

    Di Sidang Majelis Umum PBB, Presiden Iran Masoud Pezeshkian menegaskan kembali, negaranya tidak pernah dan tidak akan berambisi mengembangkan bom nuklir. Seakan gayung bersambut, utusan Amerika Serikat mengaku siap melanjutkan perundingan, meski peluang kesepakatan tetap tipis.

    Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Steve Witkoff, utusan khusus Presiden AS Donald Trump untuk Timur Tengah, pada Rabu (24/9), mencoba menyisipkan harapan. Tapi keduanya mensyaratkan langkah konkret dari Iran, termasuk membuka kembali akses penuh bagi inspektur nuklir PBB dan kembali ke meja perundingan.

    “Kami sedang berbicara dengan mereka. Dan kenapa tidak? Kami bicara dengan semua pihak, memang itulah tugas kami. Tugas kami adalah menyelesaikan masalah,” ujar Witkoff dalam forum Concordia di sela Sidang Umum PBB di New York. “Jika tidak berhasil, maka snapback akan diberlakukan. Itu adalah obat yang tepat.”

    Celah diplomasi dibayangi sanksi

    Sebelum serangan Israel dan AS terhadap fasilitas nuklirnya pada Juni lalu, Teheran dan Washington sempat menggelar lima putaran perundingan nuklir. Namun, pembicaraan tersandung sejumlah isu sensitif, seperti tuntutan Barat agar Iran tidak lagi memperkaya uranium di dalam negeri.

    Kini, di tengah tekanan sanksi yang makin dekat, beberapa diplomat Eropa menyatakan bahwa Inggris, Prancis, dan Jerman, yang disebut kelompok E3, bersedia menunda pemulihan sanksi hingga enam bulan ke depan. Syaratnya, Iran bersedia mengakomodasi tuntutan utama, yakni mengizinkan pengawasan penuh oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA), melaporkan cadangan uranium yang sudah diperkaya, serta kembali berdialog dengan Amerika Serikat.

    “Kesepakatan masih mungkin. Hanya tersisa beberapa jam. Kini tergantung pada Iran untuk memenuhi syarat sah yang telah kami tetapkan,” tulis Macron di platform X usai bertemu Pezeshkian.

    Retorika moral Pezeshkian

    Dalam pidatonya di Sidang Umum PBB, Presiden Pezeshkian tidak hanya menegaskan komitmen anti-bom nuklir, tetapi juga mengecam Israel dan Amerika Serikat atas serangan udara pada Juni lalu yang, menurut Teheran, menewaskan lebih dari 1.000 warga sipil.

    “Deklarasi saya kepada majelis ini jelas: Iran tidak pernah dan tidak akan pernah membangun bom nuklir,” tegas Pezeshkian. “Yang mengganggu perdamaian dan stabilitas di kawasan adalah Israel, namun Iran yang dihukum.”

    Dia menyebut serangan udara oleh “rezim Zionis” dan Amerika Serikat terhadap kota-kota dan fasilitas nuklir Iran sebagai “pengkhianatan besar terhadap diplomasi,” yang terjadi di saat Iran tengah menapaki jalur negosiasi.

    Iran tetap berpegang pada argumen bahwa program nuklirnya sepenuhnya untuk tujuan damai. Mereka menunjuk pada fatwa Ayatollah Ali Khamenei yang secara eksplisit melarang senjata nuklir. Meski demikian, Barat—termasuk Israel dan AS—tetap mencurigai niat Teheran, terutama mengingat kapasitas teknologi nuklir Iran yang dianggap bisa dengan cepat dialihkan untuk membuat senjata.

    Titik nadir diplomasi

    Ketegangan teranyar berpangkal pada keputusan Presiden Trump pada 2018 yang menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015, atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), serta memberlakukan kembali sanksi sepihak terhadap Iran. Teheran membalas dengan meningkatkan aktivitas nuklirnya.

    Pezeshkian turut menyalahkan Eropa karena tidak berdaya melawan tekanan AS, dan bahkan menyebut UE sebagai pihak yang turut meruntuhkan JCPOA.

    “Mereka menyamar sebagai pihak yang beritikad baik dalam perjanjian, tapi mencemooh upaya tulus Iran sebagai tidak memadai,” ujar Pezeshkian. “Semua ini bertujuan untuk menghancurkan JCPOA yang dulunya mereka anggap sebagai pencapaian tertinggi diplomasi.”

    Dalam pidatonya, Pezeshkian ikut memamerkan foto-foto warga yang tewas dalam serangan Israel Juni lalu. “Ini bukan hanya serangan fisik. Ini adalah pembunuhan terhadap diplomasi itu sendiri,” katanya.

    Hari penentuan

    Tenggat 30 hari yang diluncurkan oleh E3 sejak 28 Agustus akan berakhir pada Sabtu, 27 September. Jika tidak ada kesepakatan, maka mekanisme snapback akan mulai berlaku: sanksi ekonomi dan militer PBB terhadap Iran akan dipulihkan.

    Sanksi mencakup embargo senjata, larangan pengolahan dan pengayaan uranium, pembekuan aset global, serta larangan perjalanan bagi entitas dan individu asal Iran.

    Dikhawatirkan, sanksi akan membuat kondisi ekonomi Iran yang sudah terpuruk semakin terjepit. Namun sumber Reuters di Iran mengatakan, beberapa pesan telah dikirimkan ke Washington lewat jalur mediasi selama beberapa minggu terakhir. Hingga kini, belum ada balasan.

    Ayatollah Khamenei pada Selasa (23/9) menegaskan, Iran tidak akan melakukan negosiasi di bawah ancaman. Posisi itu mengindikasikan jurang kepercayaan yang masih lebar, meskipun retorika AS kini sedikit melunak.

    “Kami tidak berniat menyakiti mereka,” ujar Witkoff. “Namun jika tak ada jalan keluar, maka snapback adalah konsekuensi yang tak terelakkan.”

    Editor: Agus Setiawan

    Lihat juga Video: Bom Atom Penghancur Dunia

    (ita/ita)

  • Israel Sudah Menggila di Tanah Arab, Turki Jadi Target Berikutnya?

    Israel Sudah Menggila di Tanah Arab, Turki Jadi Target Berikutnya?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ancaman ekspansionis Israel dinilai mulai meluas di kawasan Timur Tengah. Setelah melancarkan serangan ke Qatar, sejumlah analis menilai Turki bisa menjadi titik panas berikutnya dalam konstelasi geopolitik regional.

    Michael Rubin, peneliti senior American Enterprise Institute di Washington, menyebut Turki berisiko menjadi sasaran Israel berikutnya.

    “Israel tidak boleh bergantung pada keanggotaan NATO Turki sebagai tameng perlindungan,” katanya, seperti dikutip Al Jazeera, Senin (22/0/2025).

    Akademisi Israel Meir Masri bahkan menulis di media sosial: “Hari ini Qatar, besok Turki.”

    Ankara merespons dengan keras. Seorang penasihat senior Presiden Recep Tayyip Erdogan menyebut Israel sebagai “anjing Zionis” dan mengancam akan menghapus Israel dari peta.

    Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan juga menegaskan visi “Israel Raya” yang digaungkan Benjamin Netanyahu bertujuan melemahkan negara-negara tetangga.

    “Israel berupaya membuat negara-negara di kawasan tetap lemah, tidak efektif, dan terpecah,” ujar Fidan.

    Ia menambahkan visi yang diyakini sebagian Zionis religius meluas hingga Suriah, Lebanon, Mesir, dan Yordania modern, pada dasarnya ingin memecah belah kawasan.

    Omer Ozkizilcik, peneliti Atlantic Council, mengatakan Ankara memandang retorika anti-Turki sebagai tanda Israel ingin membangun hegemoni regional.

    “Turki makin merasa bahwa agresi Israel tidak memiliki batas dan menikmati dukungan Amerika,” ujarnya.

    Sementara menurut pensiunan laksamana Turki Cem Gurdeniz, manifestasi awal ketegangan kemungkinan muncul di Suriah.

    “Manifestasi pertama ketegangan Turki-Israel kemungkinan besar akan muncul di front Suriah, baik di darat maupun udara,” katanya.

    Meski begitu, analis King’s College London Andreas Krieg menekankan konflik terbuka belum tentu terjadi. “Ancaman Israel terhadap Turki bukanlah agresi militer konvensional, melainkan penargetan kepentingan Turki melalui cara tidak langsung,” ujarnya.

    Dengan meningkatnya tensi, Turki diperkirakan memperkuat sistem pertahanan udara, intelijen, dan memperluas koalisi dengan Qatar, Yordania, serta Irak. Namun dengan dukungan penuh AS terhadap Israel, rivalitas Ankara-Tel Aviv diprediksi bakal terus memanas.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Prabowo Mau RI Jadi Lumbung Pangan Dunia, Begini Fakta-Kondisi Terbaru

    Prabowo Mau RI Jadi Lumbung Pangan Dunia, Begini Fakta-Kondisi Terbaru

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo menjabarkan pernyataan Presiden Prabowo Subianto saat berpidato di Sidang Umum PBB ke-80 di New York, Amerika Serikat (AS) pada hari Selasa lalu, 23 September 2025 waktu setempat.

    Prabowo berpidato selama sekitar 19 menit, mengusung tema “Seruan Indonesia untuk Harapan”. Pidato itu menekankan solidaritas, keadilan global, hingga solusi dua negara bagi Palestina dan Israel. Peran dan kesiapan Indonesia menjaga perdamaian dunia.

    Tak hanya itu, Prabowo juga memaparkan harapan dan target-target Indonesia, terkait pembangunan, menghadapi tantangan global termasuk perubahan iklim. Serta, ketidakamanan pangan, energi, dan air, di tengah pertambahan populasi dunia.

    Indonesia, kata Prabowo, mengambil langkah, salah satunya dengan membangun rantai pasok pangan, memacu peningkatan produksi pangan, dan akan menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia.

    Lalu bagaimana sebenarnya kondisi pangan di Indonesia saat ini?

    Arief mengatakan, saat ini kondisi pangan di Indonesia sudah memadai alias mencukupi. Dan, tidak hanya untuk beras, tapi pangan pokok lainnya juga sudah tercukupi dari produksi dalam negeri.

    “Bapanas tentu jelas mendukung visi Presiden Prabowo tersebut. Dan sebenernya Indonesia itu kan juga sudah sufficient (mencukupi) di beberapa pangan strategis selain beras. Seperti telur, daging ayam, cabai, dan bawang merah. Itu kan kita sebenarnya sudah sufficient juga. Visi Indonesia jadi lumbung pangan dunia memang cita-cita Bapak Presiden, makanya kita harus swasembada pangan,” kata Arief dalam keterangan tertulis, Kamis (25/9/2025).

    “Adapun tingkat ketercukupan telah Bapanas susun dalam Proyeksi Neraca Pangan Nasional yang konsisten diperbarui setiap bulannya. Berdasarkan data per 2 September, beberapa pangan pokok antara lain telur, daging ayam, cabai, dan bawang merah tercatat tidak membutuhkan pasokan impor,” bebernya.

    Dia pun memaparkan kondisi ketercukupan pangan pokok saat ini.

    Produksi dalam negeri tahun 2025 diprediksi dapat mencapai 6,5 juta ton dengan kebutuhan konsumsi setahun di angka 6,2 juta ton. Namun belum ada realisasi ekspor.

    Produksi daging ayam selama setahun 4,2 juta ton dan telah melebihi kebutuhan setahun yang 3,8 juta ton.

    cabai besar dan cabai rawit

    Produksi setahunnya masing-masing dapat berada hingga 1,4 juta ton dan 1,6 juta ton. Sementara kebutuhan setahun berada di kisaran 876.000 sampai 958.000 ton.

    Tercatat telah diekspor 128 ton pada semester pertama tahun 2025 ini. Di semester kedua direncanakan ekspor sejumlah 5 ribu ton.

    Hal ini karena produksi setahun bawang merah dapat mencapai 1,3 juta ton dengan kebutuhan konsumsi dalam negeri di 1,1 juta ton.

    “Untuk beras, itu proyeksi sampai Oktober, produksinya 31 juta ton. Kemudian November dan Desember anggap produksinya misalnya 1,5 sampai 1,8 juta ton. Artinya kita masih ada surplus sekitar hampir 3 juta ton. Itu proyeksi kita,” kata Arief.

    “Mudah-mudahan tidak ada hal yang tiba-tiba, seperti disaster atau hama penyakit atau hujan yang berlebih,” sambungnya.

    Arief mengutip Badan Pusat Statistik (BPS) yang merilis data produksi beras Januari-Oktober tahun 2025 diperkirakan dapat mencapai 31,04 juta ton.

    Di mana, proyeksi produksi beras tahun 2025 dengan 31,04 juta ton terdiri dari angka tetap untuk produksi Januari sampai April yang berada di 14 juta ton. Lalu angka sementara untuk produksi Mei sampai Juni yang 7,92 juta ton. Terakhir merupakan angka potensi untuk produksi Juli-Oktober dengan angka 9,11 juta ton.

    Kata dia, proyeksi ini bahkan telah melebihi total produksi beras selama tahun 2024 yang berada di angka 30,62 juta ton. Dan, telah mulai mendekati produksi setahun di 2023 yang 31,1 juta ton.

    Foto: Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi ungkap posisi pangan nasional per September 2025. (Dok. Bapanas)
    Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi ungkap posisi pangan nasional per September 2025. (Dok. Bapanas)

    (dce/dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Netanyahu Kutuk Para Pemimpin yang Akui Negara Palestina!

    Netanyahu Kutuk Para Pemimpin yang Akui Negara Palestina!

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengutuk para pemimpin yang telah mengakui negara Palestina. Kecaman ini disampaikannya saat ia menuju Amerika Serikat pada hari Kamis (25/9) untuk bertemu Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih dan berpidato di Majelis Umum PBB.

    Pernyataannya disampaikan tiga hari setelah Prancis dan negara-negara Barat lainnya secara resmi mengakui Negara Palestina.

    Netanyahu dijadwalkan berpidato di hadapan majelis pada hari Jumat (26/9) besok.

    “Di Majelis Umum, saya akan menyampaikan kebenaran kita — kebenaran warga Israel, kebenaran tentara (Israel), kebenaran bangsa kita,” kata Netanyahu di Bandara Ben Gurion, Israel sebelum keberangkatannya ke AS, menurut pernyataan dari kantornya, dilansir kantor berita AFP, Kamis (25/9/2025).

    “Saya akan mengutuk para pemimpin yang, alih-alih mengutuk para pembunuh, pemerkosa, dan pembakar anak-anak, malah ingin memberi mereka sebuah negara di jantung Israel. Ini tidak akan terjadi,” cetusnya.

    Netanyahu mengatakan bahwa dia akan bertemu dengan Trump untuk keempat kalinya di Washington.

    “Saya akan membahas dengannya peluang besar yang dibawa oleh kemenangan kami, serta kebutuhan kami untuk mencapai tujuan perang: untuk membawa kembali semua sandera kami, untuk mengalahkan Hamas, dan untuk memperluas lingkaran perdamaian yang telah terbuka bagi kami,” kata Netanyahu.

    Sebelumnya, Utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff mengatakan bahwa ia mengharapkan terobosan terkait Gaza dalam beberapa hari mendatang. Dia mengatakan bahwa Trump telah menyampaikan sebuah rencana kepada para pemimpin negara-negara Arab dan Islam.

    “Kami menyampaikan apa yang kami sebut rencana 21 poin Trump untuk perdamaian di Timur Tengah dan Gaza,” kata Witkoff.

    “Saya pikir ini menjawab kekhawatiran Israel serta kekhawatiran semua negara tetangga di kawasan ini,” ujarnya di sela-sela Sidang Umum PBB, tanpa merinci 21 poin tersebut.

    “Kami berharap, dan bahkan bisa saya katakan yakin, bahwa dalam beberapa hari mendatang kita akan dapat mengumumkan semacam terobosan,” imbuhnya.

    Lihat Video: Netanyahu Kutuk Negara yang Akui Palestina!

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Italia Kirim Satu Lagi Kapal Militer Kawal Armada Bantuan ke Gaza

    Italia Kirim Satu Lagi Kapal Militer Kawal Armada Bantuan ke Gaza

    Jakarta

    Pemerintah Italia mengirimkan satu lagi kapal angkatan laut untuk melindungi armada kapal-kapal bantuan internasional yang diserang drone saat berupaya mengirimkan bantuan ke Gaza. Hal ini disampaikan Menteri Pertahanan Italia Guido Crosetto pada hari Kamis (25/9/2025).

    Global Sumud Flotilla (GSF) menggunakan sekitar 50 kapal sipil untuk mencoba menembus blokade laut Israel di Gaza. Banyak pengacara dan aktivis, termasuk aktivis iklim Swedia, Greta Thunberg, turut serta.

    “Kita telah mengirimkan satu kapal dan satu kapal lagi sedang dalam perjalanan, siap menghadapi segala kemungkinan,” kata Crosetto dalam pidatonya di majelis rendah parlemen Italia, dilansir kantor berita Reuters, Kamis (25/9/2025).

    Sebelumnya, Italia mengirimkan kapal militer pertama pada hari Rabu (24/9), beberapa jam setelah GSF menyatakan bahwa kapal mereka menjadi sasaran drone-drone yang menjatuhkan granat kejut dan bubuk gatal, di perairan internasional 30 mil laut (56 km) dari Pulau Gavdos, Yunani.

    GSF menyalahkan Israel atas serangan tersebut. Kementerian Luar Negeri Israel tidak menanggapi tuduhan tersebut secara langsung. Namun, Israel mengulangi seruan agar armada kapal tersebut menurunkan bantuan kemanusiaan di pelabuhan Israel, menyerahkannya kepada otoritas Israel untuk membawanya ke Gaza, atau akan menghadapi konsekuensinya.

    Spanyol juga telah memutuskan untuk mengirimkan kapal perang militer guna melindungi armada tersebut. Perdana Menteri (PM) Spanyol Pedro Sanchez mengatakan bahwa orang-orang yang berasal dari 45 negara berada di kapal bantuan tersebut untuk mengirimkan makanan kepada penduduk Gaza, dan menyatakan solidaritas atas penderitaan mereka.

    “Pemerintah Spanyol bersikeras bahwa hukum internasional harus dihormati dan hak warga negara kami harus dihormati untuk berlayar melalui Mediterania dalam kondisi aman,” ujar Sanchez dalam konferensi pers di New York, tempat ia menghadiri Sidang Umum PBB, pada Rabu (24/9) waktu setempat.

    “Besok kami akan mengirimkan kapal angkatan laut dari Cartagena dengan semua sumber daya yang diperlukan untuk membantu armada dan melakukan operasi penyelamatan,” imbuhnya dilansir kantor berita Reuters dan Al Arabiya, Kamis (25/9/2025).

    Lihat juga Video Israel Larang Kapal Bantuan Aktivis Pro-Palestina Datangi Gaza!

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Trump Ulangi Klaim Palsu saat Berpidato di PBB

    Trump Ulangi Klaim Palsu saat Berpidato di PBB

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan pidato di Sidang Umum PBB pada hari Selasa (23/09) yang penuh dengan ketidakakuratan dan pernyataan yang dilebih-lebihkan. Ia mengulang berbagai klaim lama yang keliru tentang perubahan iklim, energi terbarukan, imigrasi, dan rekam jejak diplomatiknya.

    Meski artikel ini tidak membahas semua pernyataan keliru Trump secara menyeluruh, tim Cek Fakta DW menelusuri beberapa pernyataan utamanya.

    Benarkah Trump pernah menawarkan $500 juta untuk renovasi kantor PBB?

    Klaim: “Saya menawarkan untuk merenovasi markas PBB $500 juta, tapi mereka malah menghabiskan $2 hingga 4 miliar.”

    Cek fakta: Menyesatkan.

    Trump sudah lama mengklaim bahwa ia bisa merenovasi kantor pusat PBB dengan biaya jauh lebih murah. Pada 2001, ia menyebut angka $500 juta ke media, dan pada 2005 ia mengatakan kepada Kongres bahwa proyek itu bisa selesai dengan biaya hingga $700 juta.

    Namun, DW tidak menemukan bukti bahwa Trump Organization pernah mengajukan tawaran resmi melalui UN Global Marketplace atau arsip pengadaan resmi PBB. Sebaliknya, PBB memilih perusahaan Swedia, Skanska, sebagai manajer konstruksi pada 2007.

    Memang benar bahwa proyek renovasi ini mengalami keterlambatan dan pembengkakan biaya, dengan total pengeluaran melebihi $2 miliar. Namun, klaim Trump soal “$2 hingga $4 miliar” melebih-lebihkan. Data resmi dari PBB dan pemerintah AS menunjukkan biaya akhir berkisar antara $2,15 hingga $2,31 miliar, bukan $4 miliar.

    Apakah Trump mengakhiri tujuh perang selama masa jabatannya?

    Cek fakta: Salah.

    Faktanya, banyak dari konflik yang disebut masih belum terselesaikan atau tetap bergejolak, dan peran Trump dalam beberapa kasus pun diperdebatkan.

    Mesir dan Etiopia tidak pernah berperang selama masa jabatan Trump. Perselisihan mereka berkaitan dengan proyek Bendungan Grand Renaissance senilai $4 miliar milik Etiopia, yang dikhawatirkan akan mengurangi pasokan air Sungai Nil ke Mesir dan Sudan.

    Serbia dan Kosovo tidak sedang berperang. Kesepakatan Trump tahun 2020 hanya menyentuh aspek ekonomi, bukan perdamaian.

    Di Republik Demokratik Kongo, kekerasan masih terjadi meski ada kesepakatan tahun 2024 yang dimediasi selama masa pemerintahan Trump.

    Ketegangan antara Israel dan Iran juga belum terselesaikan dan berpotensi memanas kembali. Pejabat militer dari kedua negara telah mengeluarkan peringatan terbuka soal kemungkinan konflik.

    Secara keseluruhan, klaim Trump bahwa ia mengakhiri “tujuh perang” sangat melebih-lebihkan pencapaiannya.

    Apakah Jerman meninggalkan energi hijau demi nuklir dan bahan bakar fosil?

    Klaim: “Jerman kembali ke bahan bakar fosil dan nuklir, dan kini baik-baik saja setelah meninggalkan agenda hijau.”

    Cek fakta: Menyesatkan.

    Jerman secara resmi menutup tiga reaktor nuklir terakhirnya pada April 2023. Meski pembangkit batu bara sempat diaktifkan kembali saat krisis energi Eropa tahun 2022, penggunaannya kini menurun. Pada 2024, energi terbarukan menyumbang rekor 63% dari listrik Jerman, memperkuat posisinya sebagai pemimpin energi bersih.

    Jerman memang membangun terminal LNG untuk mengurangi ketergantungan pada gas Rusia, tapi tidak ada tanda-tanda bahwa negara ini kembali ke energi nuklir.

    Apakah energi terbarukan mahal dan tak efektif?

    Klaim: “Energi terbarukan itu lelucon. Turbin angin tidak berfungsi, terlalu mahal, dan dibuat di Cina yang bahkan jarang menggunakannya.”

    Cek fakta: Salah.

    Energi terbarukan kini menjadi salah satu sumber energi baru termurah. Laporan Lazard tahun 2024 menunjukkan bahwa biaya pembangkitan listrik dari angin dan surya tanpa subsidi sering kali lebih murah dibandingkan pembangkit bahan bakar fosil baru, bertentangan dengan klaim Trump.

    Cina bukan hanya produsen turbin terbesar, tapi juga pengguna energi angin terbesar di dunia. Menurut Asosiasi Energi Angin Dunia (WWEA), Cina menghasilkan lebih dari 500 gigawatt energi angin pada 2024 atau hampir setengah dari kapasitas global. Jadi, klaim bahwa Cina “hampir tidak menggunakan” energi angin jelas salah.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Ausirio Sangga Ndolu

    Editor: Hani Anggraini

    (ita/ita)

  • Italia Kirim Kapal Militer Bantu Perahu Flotilla yang Diserang Israel

    Italia Kirim Kapal Militer Bantu Perahu Flotilla yang Diserang Israel

    Dunia Hari Ini kembali dengan rangkuman sejumlah informasi utama dari berbagai negara selama 24 terakhir.

    Edisi Kamis, 25 September 2025, kita awali dari Italia.

    Italia bantu kapal flotilla

    Italia mengirimkan kapal perang angkatan laut mereka untuk membantu perahu yang membawa sejumlah bantuan ke Gaza.

    Sebelumnya, awak Global Sumud Flotilla dan aktivis pro-Palestina mengatakan mereka mendengar beberapa ledakan dan melihat sejumlah drone yang menargetkan perahu mereka.

    Tidak disebutkan apakah ada korban jiwa di perahu-perahu yang berada di lepas pantai Yunani itu.

    Kementerian Luar Negeri Italia dalam sebuah pernyataannya mengatakan sudah meminta pemerintah Israel jika setiap operasi pasukan Israel “harus dilakukan sesuai dengan hukum internasional dan prinsip kehati-hatian mutlak.”

    Topan Ragasa tewaskan 17 orang

    Topan Super Ragasa, yang disebut sebagai siklon tropis terkuat di dunia tahun ini, menerjang kota Yangjiang di China selatan, setelah menewaskan sedikitnya 17 orang di Taiwan dan menghantam Hong Kong dengan angin kencang disertai hujan lebat.

    Perdana Menteri Taiwan, Cho Jung-tai, meminta penyelidikan setelah warga mengeluhkan kurangnya peringatan dari otoritas Taiwan tentang Topan Ragasa.

    Sementara itu, otoritas maritim China mengeluarkan peringatan gelombang “merah” tertingginya untuk pertama kalinya tahun ini, dengan perkiraan gelombang mencapai hingga 2,8 meter di beberapa wilayah provinsi Guangdong.

    Mereka juga memperingatkan risiko banjir besar di Shenzhen, terutama di daerah dataran rendah, dengan peringatan badai diperkirakan akan berlaku hingga Kamis ini (25/09).

    Satu orang tewas dalam penembakan di pusat imigrasi AS

    Departemen Keamanan Dalam Negeri di Amerika Serikat (DHS) mengatakan seorang tahanan dari Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai (ICE) tewas dan dua lainnya luka-luka setelah insiden penembakan di kantornya di Dallas, Texas.

    DHS mengatakan tersangka menembak “tanpa pandang bulu” ke gedung ICE, termasuk ke sebuah van di pintu masuk gedung yang dijaga ketat.

    Direktur FBI Kash Patel mengatakan selongsong peluru tersangka yang masih utuh dengan tulisan “ANTI-ICE” di sisinya.

    “Sementara penyelidikan masih berlangsung, bukti-bukti awal menunjukkan adanya motif ideologis di balik serangan ini,” tulis Patel.

    Presiden Xi Jinping umumkan target iklim baru

    Untuk pertama kalinya, China berkomitmen tidak hanya menghentikan peningkatan emisi karbon, tapi juga untuk benar-benar menguranginya sebesar 7 hingga 10 persen pada tahun 2035.

    Presiden Xi Jinping mengumumkannya dalam panggilan video pada KTT Iklim di Perserikatan Bangsa-Bangsa.

    Ia mengatakan negaranya akan meningkatkan penggunaan tenaga surya, angin, dan air untuk menjalankan lebih dari 30 persen sistem kelistrikannya selama satu dekade mendatang.

    Ia juga berkomitmen untuk menjadikan “kendaraan dengan energi yang terbarukan sebagai pemain utama dalam penjualan kendaraan baru.”

    Lihat Video ‘Israel Larang Kapal Bantuan Aktivis Pro-Palestina Datangi Gaza!’:

  • Pidato Prabowo di PBB, solidaritas Palestina dan diplomasi gaya baru

    Pidato Prabowo di PBB, solidaritas Palestina dan diplomasi gaya baru

    Jakarta (ANTARA) – Pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Umum PBB menandai sebuah babak penting dalam peran Indonesia di kancah global.

    Dengan menekankan nilai persaudaraan dunia, pengentasan kemiskinan, dan pembebasan Palestina dari penjajahan Israel, Indonesia menunjukkan sikap yang jelas terhadap berbagai persoalan kemanusiaan yang menjadi sorotan internasional.

    Pidato Prabowo di sidang umum PBB ini bukan hanya sebuah pernyataan diplomasi, melainkan juga sinyal bahwa Indonesia ingin menegaskan posisinya sebagai negara yang mampu berkontribusi dalam penyelesaian konflik global.

    Dalam suasana dunia yang penuh ketegangan, keberanian untuk berbicara tegas di forum PBB adalah langkah yang jarang dilakukan negara-negara berkembang.

    Prabowo menempatkan Indonesia sejajar dengan pemimpin-pemimpin besar dunia, memperlihatkan konsistensi politik luar negeri yang berpihak pada perdamaian dan solidaritas.

    Pidato Prabowo itu, sekaligus mengingatkan pada pentingnya menghidupkan kembali peran PBB yang sempat dianggap melemah akibat tarik-menarik kepentingan kekuatan besar.

    Revitalisasi semangat multilateralisme, kini mulai terlihat. Beberapa negara besar, seperti Inggris, Australia, Kanada, dan Prancis telah memberikan pengakuan kepada Palestina sebagai negara berdaulat. Tindakan itu memperlihatkan adanya arus baru dalam hubungan internasional yang lebih berorientasi pada keadilan global.

    Solidaritas terhadap Palestina menjadi simbol kuat bahwa dunia masih memiliki hati nurani. Momentum inilah yang memberi ruang bagi Indonesia untuk terlibat lebih aktif, bukan sekadar sebagai pengamat, tetapi sebagai penggerak perubahan yang nyata.

    Pidato Prabowo di sidang umum PBB juga membuka refleksi penting tentang bagaimana seharusnya peran Indonesia di masa depan.

    Sejak era awal kemerdekaan, politik luar negeri Indonesia selalu menegaskan prinsip bebas aktif, yaitu tidak berpihak secara buta pada blok manapun, tetapi juga tidak berdiam diri ketika ketidakadilan terjadi.

    Prinsip inilah yang membuat Indonesia dihormati dalam banyak forum internasional, karena sikapnya dianggap konsisten dan memiliki dasar moral.

    Namun, dalam praktiknya, politik bebas aktif kadang hanya berhenti pada pernyataan normatif. Kini, dengan momentum yang diciptakan di PBB, Indonesia bisa mengaktualisasikan prinsip itu dalam bentuk keterlibatan lebih konkret.

    Figur pemimpin

    PBB sendiri akan kembali menjadi sentral dalam tata kelola dunia jika mampu menjawab tantangan zaman. Peran Amerika Serikat yang sering menentukan arah kebijakan global tidak lagi absolut, sementara negara-negara lain mulai menunjukkan keberanian untuk mengambil posisi berbeda.

    Dalam situasi ini, PBB membutuhkan figur dan kepemimpinan yang mampu merangkul perbedaan, memperkuat solidaritas, serta mengembalikan kepercayaan negara-negara anggota terhadap lembaga internasional tersebut.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Akankah Serangan Israel Dorong Pembentukan NATO ala Timur Tengah?

    Akankah Serangan Israel Dorong Pembentukan NATO ala Timur Tengah?

    Jakarta

    Hampir tak ada yang bisa diperbuat Qatar ketika Doha dihantam rudal Israel dua pekan silam.

    Pada hari itu, 10 jet tempur Israel terbang dari arah Laut Merah, meniti langit tanpa melintasi wilayah udara negara lain. Mereka lalu melepas tembakan yang dalam istilah militer disebut over the horizon atau tembakan di luar cakrawala, alias tak terlihat.

    Dalam serangan semacam ini, rudal balistik meluncur hingga ke atmosfer atas Bumi, sebelum menghujam target dengan kecepatan tinggi. Targetnya adalah pertemuan sekelompok petinggi Hamas di pengasingan. Di kota dengan hotel berbintang, gedung kaca, dan diplomasi tinggi. Enam orang tewas. Menurut kabar, bukan orang-orang yang dibidik Israel.

    Qatar, negeri kecil berpengaruh besar, mendadak seakan tak punya pelindung dari serangan Israel. Padahal di sana lah berdiri pangkalan militer terbesar Amerika di Timur Tengah. Padahal, Qatar juga diberi gelar sekutu utama non-NATO, setelah membantu evakuasi serdadu AS dari Afganistan 2022 silam.

    Namun, status “sekutu” tak cukup kuat mencegah Israel melancarkan serangan pertama terhadap negara Teluk. Pakar mempertanyakan, apakah AS mengetahui serangan ini? Jika ya, mengapa membiarkannya?

    Amerika tak lagi bisa diandalkan

    “Serangan Israel mengguncang keyakinan negara-negara Teluk terhadap Amerika Serikat dan akan mendorong mereka semakin mendekat satu sama lain,” tulis Kristin Diwan, peneliti senior di Arab Gulf States Institute, Washington.

    “Raja-raja minyak ini terlalu mirip satu sama lain… serangan langsung terhadap kedaulatan dan rasa aman mereka adalah sesuatu yang tak bisa ditoleransi,” imbuhnya.

    Dalam konteks ini, wacana pembentukan pakta pertahanan bergaya NATO kembali menguat dalam sepekan terakhir.

    Pada pertemuan darurat yang digelar Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pekan lalu, para pejabat Mesir mengusulkan pembentukan pasukan tugas bersama ala NATO untuk negara-negara Arab. Dalam pidatonya di forum tersebut, Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani juga menyerukan pendekatan kolektif untuk keamanan Timur Tengah.

    Enam anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC)—Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab—sepakat mengaktifkan ketentuan dalam perjanjian pertahanan bersama yang diteken tahun 2000, yang menyatakan bahwa serangan terhadap satu anggota dianggap sebagai serangan terhadap semua, serupa pasal 5 perjanjian NATO.

    Setelah KTT darurat itu, para menteri pertahanan Teluk menggelar pertemuan lanjutan di Doha dan sepakat berbagi informasi intelijen, laporan situasi udara, serta mempercepat sistem peringatan dini rudal balistik di kawasan. Latihan militer bersama juga diumumkan.

    Pada minggu yang sama, Arab Saudi menandatangani “perjanjian pertahanan timbal balik strategis” dengan adidaya nuklir Pakistan. Kedua negara menyatakan bahwa “setiap agresi terhadap salah satu pihak akan dianggap sebagai agresi terhadap keduanya.”

    Menuju “NATO Islam”?

    Apakah ini cikal bakal dari terbentuknya “NATO Islam”? Kenyataannya tidak sesederhana itu, kata sejumlah pengamat kepada DW.

    “Aliansi ala NATO tak realistis karena akan memaksa negara-negara Teluk terikat dalam konflik yang tak mereka anggap vital. Tak ada pemimpin Teluk yang ingin terseret konflik dengan Israel demi Mesir, misalnya,” ujar Andreas Krieg, dosen senior di School of Security Studies, King’s College London.

    Meski begitu, serangan ke Doha telah mengubah kalkulasi keamanan kawasan.

    “Keamanan Teluk selama ini berdasar pada logika upeti: membayar pihak lain untuk menjamin perlindungan. Tapi mentalitas ini mulai bergeser setelah serangan ke Doha,” lanjut Krieg. “Meski perubahan itu masih berjalan lambat.”

    Alih-alih “NATO Islam”, dunia kemungkinan akan melihat format “6+2”, jelas Cinzia Bianco, pakar Teluk dari European Council on Foreign Relations (ECFR). Format “6+2” mengacu pada enam negara GCC ditambah Turki dan Mesir.

    Menurut Bianco, format ini kemungkinan tengah dibahas di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB pekan ini.

    “Namun ini bukan tentang pasal semacam Article 5 dalam NATO,” katanya kepada DW. “Komitmen pertahanan antarnegara Teluk tak sekuat antaranggota NATO. Ini lebih ke arah kolektivisasi posisi pertahanan dan keamanan, dan yang paling penting: pesan pencegahan terhadap Israel.”

    Dukungan militer dari luar

    Format “6+2” dinilai lebih masuk akal ketimbang “NATO Islam”, lanjut Krieg. Turki, menurutnya, adalah “mitra non-Barat paling kredibel bagi negara-negara Teluk, dengan pasukan yang telah ditempatkan di Qatar sejak 2017 dan kapabilitas nyata untuk bertindak cepat saat krisis.”

    Mesir, lanjut Krieg, lebih rumit. Negara itu memang punya kekuatan militer besar, tetapi keandalannya masih dipertanyakan oleh sejumlah negara Teluk.

    Namun jika format “6+2” benar-benar akan diwujudkan, prosesnya akan berlangsung perlahan dan tertutup, tegas Krieg dan Bianco.

    “Perubahan besar akan terjadi di balik layar,” kata Krieg. “Publik mungkin akan melihat komunike, KTT, dan latihan militer gabungan. Tapi kerja penting seperti berbagi data radar, integrasi sistem peringatan dini, atau pemberian hak pangkalan militer akan tetap berlangsung diam-diam.”

    Negara-negara Teluk, yang selama ini bergantung pada AS, juga mulai membuka opsi memperluas hubungan pertahanan dengan negara lain.

    “Pasti ada aktor lain seperti Rusia dan Cina yang siap menggantikan AS,” ujar Sinem Cengiz, peneliti di Pusat Studi Teluk Universitas Qatar. “Namun kecil kemungkinan ada pihak yang bisa menggantikan AS dalam waktu singkat.”

    Negara-negara Teluk memang tak ingin menggantikan AS sepenuhnya, tambah Bianco. Mereka masih sangat bergantung pada teknologi militer AS.

    “Setelah serangan ke Doha, Qatar langsung meminta jaminan dari AS bahwa mereka masih menjadi mitra,” ungkapnya.

    “Catatan pentingnya, AS sebenarnya tak pernah menentang regionalisasi pertahanan seperti ini,” ujar Bianco. “Washington justru mendukung adanya arsitektur pertahanan rudal balistik tunggal untuk negara-negara Teluk.”

    Faktanya, semakin dalam integrasi militer di kawasan, peran AS justru semakin penting, karena sistem pertahanan regional masih bertumpu pada teknologi militer Amerika.

    “Tapi makna politiknya telah berubah,” pungkas Krieg. “Washington tak lagi dilihat sebagai penjamin utama keamanan, melainkan mitra yang dukungannya bersifat kondisional dan transaksional. Para pemimpin Teluk kini mulai menyesuaikan diri dengan kenyataan bahwa AS punya kepentingan, bukan sekutu, dan tengah membangun poros keamanan yang dipimpin Teluk sendiri—posisi tengah antara Iran dan Israel.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha

    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • Panas! Drone Houthi Hantam Resor Wisata Israel, 22 Orang Luka

    Panas! Drone Houthi Hantam Resor Wisata Israel, 22 Orang Luka

    Jakarta

    Sebuah pesawat tanpa awak (drone) yang diluncurkan dari Yaman menghantam resor wisata Eilat di Israel selatan pada hari Rabu (24/9) waktu setempat. Menurut tim penyelamat, setidaknya 22 orang terluka dalam serangan drone tersebut.

    Kelompok milisi Houthi di Yaman mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut, yang terjadi pada hari kedua Rosh Hashanah, Tahun Baru Yahudi.

    Dilansir kantor berita AFP dan Al Arabiya, Kamis (25/9/2025), sebuah pernyataan militer Israel mengatakan bahwa drone tersebut “jatuh di wilayah Eilat” di pantai Laut Merah setelah sistem pertahanan udara gagal mencegatnya. Ini merupakan insiden kedua dalam beberapa hari terakhir.

    Layanan medis darurat Israel, Magen David Adom mengatakan timnya telah merawat 22 korban, termasuk dua pria, berusia 26 dan 60 tahun, yang berada dalam kondisi serius akibat luka terkena pecahan peluru.

    Satu orang mengalami luka sedang dengan luka pecahan peluru di punggung, dan 19 orang lainnya dalam kondisi luka-luka ringan yang menderita “pecahan peluru dan cedera lainnya,” kata layanan medis tersebut.

    Kepolisian Israel mengatakan drone tersebut jatuh di pusat kota Eilat, menyebabkan kerusakan di area yang sering dikunjungi wisatawan.

    Rekaman video yang dibagikan di media sosial, yang tidak dapat diverifikasi secara independen oleh AFP, menunjukkan sebuah drone terbang di atas kota resor tersebut sebelum jatuh dengan asap mengepul dari area yang terkena dampak.

    Juru bicara militer Houthi, Yahya Saree, dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan kemudian, mengatakan bahwa kelompok yang didukung Iran tersebut, telah meluncurkan dua drone ke dua sasaran di Israel selatan.

    Wali Kota Eilat, Eli Lankri, meminta pemerintah untuk “menyerang Houthi dengan keras” sebagai balasan atas serangan drone tersebut.

    Dalam sebuah wawancara dengan media Channel 12 Israel, Lankri mengatakan serangan berulang Houthi telah mengganggu operasi di pelabuhan Eilat.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kemudian memperingatkan akan adanya respons yang keras atas serangan drone ini.

    “Setiap serangan terhadap kota-kota Israel akan direspons dengan serangan keras dan menyakitkan terhadap rezim teror Houthi, seperti yang telah ditunjukkan sebelumnya,” kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan.

    Israel telah melakukan beberapa serangan udara di wilayah-wilayah Yaman yang dikuasai Houthi. Bulan lalu, serangan Israel menewaskan kepala pemerintahan Houthi bersama 11 pejabat senior lainnya.

    Lihat juga Video ‘Israel Larang Kapal Bantuan Aktivis Pro-Palestina Datangi Gaza!’:

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)