Negara: Israel

  • Obrolan Rahasia AS ke Iran demi Setop Serangan Houthi di Laut Merah

    Obrolan Rahasia AS ke Iran demi Setop Serangan Houthi di Laut Merah

    Jakarta

    Diplomat-diplomat senior Amerika Serikat dan Iran ternyata diketahui telah bertemu secara diam-diam di Oman. Pertemuan ini dilakukan ketika Washington berusaha meminta bantuan Teheran dalam menghentikan serangan kelompok pemberontak Houthi di Laut Merah.

    Pembicaraan rahasia tersebut bahkan dilaporkan dilakukan pada Januari lalu.

    Pejabat tinggi Timur Tengah di Gedung Putih dan utusan Iran di Departemen Luar Negeri AS dilaporkan memimpin delegasi AS yang bertemu dengan tim Iran, yang dipimpin oleh Wakil Menteri Luar Negeri Iran Ali Bagheri Kani.

    Dilansir Al Arabiya, Kamis (14/3/2024), menurut laporan media Financial Times, yang mengutip pejabat-pejabat AS dan Iran yang tidak disebutkan namanya, pembicaraan tersebut dilakukan secara tidak langsung, dimana para pejabat Oman menyampaikan pesan antara kedua kubu.

    Selama pembicaraan tidak langsung tersebut, para pejabat Amerika juga menyuarakan kekhawatiran atas perluasan program nuklir Iran.

    Pembicaraan putaran pertama diadakan pada bulan Januari, dan putaran kedua dijadwalkan pada bulan Februari. Namun putaran kedua tersebut tidak pernah terwujud.

    Simak halaman selanjutnya

    Hal ini diketahui lantaran pejabat Gedung Putih, Brett McGurk, sibuk mencoba menjadi perantara kesepakatan gencatan senjata dengan imbalan pembebasan sandera Israel.

    Seorang pejabat AS mengatakan kepada Al Arabiya English, bahwa Washington memiliki banyak saluran untuk menyampaikan pesan ke Iran.

    “Kami tidak akan mengomentari rincian komunikasi kami dengan Iran, selain mengatakan bahwa sejak 7 Oktober, semuanya terfokus pada peningkatan seluruh ancaman yang berasal dari Iran dan perlunya Iran menghentikan terjadinya eskalasi secara menyeluruh,” kata pejabat itu.

    Mengenai pengaruh Iran atas Houthi, seorang pejabat Iran mengatakan kepada Financial Times bahwa mereka tidak bisa mendikte Houthi, namun mereka bisa bernegosiasi.

    “Iran telah berulang kali mengatakan bahwa mereka hanya mempunyai pengaruh spiritual [terhadap para pemberontak itu]. Mereka tidak bisa mendikte Houthi, tapi mereka bisa bernegosiasi dan berbicara,” tuturnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pilu Pasien Kanker Ditolak Lintasi Perbatasan Rafah Saat Akan Berobat

    Pilu Pasien Kanker Ditolak Lintasi Perbatasan Rafah Saat Akan Berobat

    Jakarta

    “Obat saya sudah habis. Saya sangat lelah. Saya hampir tidak bisa melihat depan saya. Kemoterapi saya sudah lama usai,” kata Siham.

    Perempuan berusia 62 tahun itu menderita leukemia. Sebelum perang pecah, dia dirawat di Rumah Sakit Persahabatan Palestina-Turki di Gaza tengah satu-satunya rumah sakit kanker di Jalur Gaza.

    Siham adalah satu dari sekitar 10.000 pasien kanker yang tidak bisa mendapatkan perawatan atau obat-obatan sejak rumah sakit ditutup pada pekan pertama November tahun lalu karena kurangnya bahan bakar.

    Seperti warga Palestina lainnya yang terlantar di Gaza PBB memperkirakan ada 1,7 juta orang Siham meninggalkan rumahnya di utara ketika pemukimannya terkena serangan udara.

    Ketika kami berbicara dengannya, ia sedang berlindung bersama putrinya, yang baru saja melahirkan bayinya, di sebuah sekolah di Rafah yang dikelola oleh badan PBB untuk pengungsi Palestina, yakni UNRWA.

    Siham sudah berusaha berbulan-bulan untuk keluar dari Gaza demi mendapat perawatan yang dapat menyelamatkan nyawanya, namun ia ditolak di perbatasan Rafah sebanyak lima kali sejak perang dimulai.

    Saat ini, perbatasan Rafah merupakan satu-satunya jalan keluar dari Gaza.

    ‘Apakah hidup kami tidak penting?’

    Mesir, Turki, Uni Emirat Arab dan Yordania telah berjanji untuk merawat ribuan pasien kanker seperti Siham, serta mereka yang terluka dalam perang.

    Adapun sebuah daftar berisi nama-nama orang yang diizinkan untuk pergi yang diterbitkan setiap harinya.

    Nama Siham pertama kali muncul dalam daftar yang diterbitkan pada 19 November untuk evakuasi ke Turki.

    Namun, ia ditolak oleh agen ketika dia tiba di perbatasan.

    Siham sudah kehabisan obat dan belum menerima perawatan sejak rumah sakit Persahabatan Palestina Turki tutup pada November lalu (BBC)

    “Mereka mengatakan utusan Turki belum tiba. Apakah hidup kami tidak sepenting kedatangan utusan Turki? Bagaimana seseorang bisa keluar? Atau apakah karena kami tidak memiliki orang dalam?” katanya.

    Agen perbatasan Palestina mengatakan bahwa karena utusan Turki tidak ada untuk menerima Siham, mereka tidak bisa membiarkannya keluar. Tetapi kami telah berbicara dengan orang-orang lain yang diperbolehkan melakukan perjalanan ke Turki pada hari itu.

    Mona Al Shorafi didiagnosis menderita kanker payudara tiga tahun lalu, dan menerima perawatan di Yerusalem sebelum 7 Oktober.

    Ia telah mengkoordinasikan inisiatif untuk memberikan dukungan psikologis bagi penderita kanker lainnya dan menunggu tiga hari lagi untuk sesi kemoterapi berikutnya ketika perang dimulai.

    “Kami harus meninggalkan rumah kami dan tinggal di tempat penampungan dan sekolah dengan banyak keluarga lain, dan kami sangat khawatir karena sistem kekebalan tubuh kami lemah,” katanya.

    Baca juga:

    Nama Mona ada di dalam daftar evakuasi yang sama dengan Siham pada 19 November. Ia diizinkan melewati perbatasan ke Mesir, dan naik pesawat ke Ankara bersama lebih dari 130 orang lainnya.

    Ia bahkan diizinkan untuk membawa dua putrinya yang masih kecil, meskipun setiap pasien hanya diizinkan secara resmi membawa satu pendamping.

    “Saya memutuskan jika mereka tidak memperbolehkan salah satu putri saya pergi, maka saya tidak akan keluar, saya tidak bisa meninggalkan mereka,” kata Mona.

    Sementara, suami Mona dan anak-anaknya masih tinggal di sebuah tenda di daerah Tal Al Sultan di Rafah.

    Otoritas perbatasan Palestina di Gaza tidak menanggapi pertanyaan kami tentang mengapa Siham tidak diperbolehkan untuk pergi.

    Kami telah berbicara dengan dua pasien kanker lainnya yang ditolak di perbatasan meskipun nama mereka tercantum di dalam daftar evakuasi.

    BBCMona Al Shorafi diperbolehkan membawa kedua putrinya ke Turki, di mana dia menerima perawatan untuk kanker payudara.

    Salah satu dari mereka, yang tidak ingin disebutkan namanya, memberi tahu kami bahwa dia juga seharusnya pergi pada 19 November, tetapi percaya bahwa dia ditolak karena pendampingnya adalah putranya yang masih kecil.

    Ia mengatakan otoritas perbatasan Palestina lebih memilih pendamping perempuan bagi pengungsi, untuk mengurangi kemungkinan bahwa mereka yang pergi bisa menjadi pejuang Hamas.

    Pasien lain, yang seharusnya dievakuasi ke Uni Emirat untuk perawatan pada Desember diberitahu di perbatasan bahwa para pejabat tidak dapat menemukan namanya.

    Dr Sobhi Skaik, Direktur Rumah Sakit Persahabatan Turki di Gaza, mengatakan kepada kami bahwa dari sekitar 10.000 pasien kanker Gaza, “hanya sekitar 3.800 nama telah diberi izin untuk meninggalkan Gaza untuk perawatan di luar negeri”.

    “Namun kenyataannya hanya sekitar 600 telah meninggalkan Jalur Gaza sejak awal perang, baik orang dewasa atau anak-anak “.

    Bagaimana cara kerja proses evakuasi?

    Kami telah berbicara dengan dokter di Gaza, pejabat kementerian kesehatan di Tepi Barat, dan diplomat Palestina di Mesir untuk lebih memahami proses evakuasi yang rumit.

    Seorang dokter atau rumah sakit di Gaza menominasikan pasien yang membutuhkan perawatan medis paling mendesak ke kementerian kesehatan yang dikelola Hamas di Gaza.

    Nama-nama itu kemudian dikirim ke pihak pemerintah Mesir, yang melakukan pemeriksaan keamanan. Setelah Mesir menyetujuinya, daftar tersebut kemudian diperiksa oleh otoritas Israel, yang juga harus menyetujui nama-nama tersebut.

    Sesudah daftar akhir disetujui, dokumen itu dibagikan kepada negara-negara yang mengatakan mereka bersedia menerima pasien dan dipublikasikan secara daring.

    Setiap kelompok pasien disetujui untuk pergi pada tanggal tertentu. Namun, apakah seorang pasien akhirnya diizinkan untuk keluar dari Gaza tergantung pada keputusan penjaga perbatasan Palestina.

    Baca juga:

    Ketika ditanya mengapa banyak pasien tidak diizinkan lewat, Kementerian Pertahanan Israel mengatakan kepada kami:

    “Perbatasan Rafah berada di bawah kuasa Mesir. Oleh karena itu, dari pihak Israel, tidak ada pembatasan jumlah pasien yang dapat menyeberang perbatasan Rafah untuk mendapatkan perawatan medis di luar Jalur Gaza.”

    Kementerian Kesehatan Mesir, Kementerian Luar Negeri Mesir, dan otoritas perbatasan Palestina menolak menjawab pertanyaan kami tentang proses evakuasi pasien dari Gaza.

    Pemerintah Turki mengatakan pada awal November bahwa mereka bersedia menerima hingga 1.000 pasien kanker, sementara Uni Emirat Arab mengumumkan bahwa mereka juga akan menerima 1.000 pasien kanker dan 1.000 anak-anak yang terluka.

    Para pejabat Turki mengatakan kepada kami bahwa negara itu saat ini sedang merawat beberapa ratus pasien kanker dan terluka dari Gaza, dan bersedia menerima ratusan lainnya.

    “Jika Gaza memberi kami daftar 600 orang, kami tidak memilah-milah [pasien yang boleh masuk]. Bagi kami, semakin banyak pasien dan orang terluka yang dapat dikirim, semakin baik,” kata seorang pejabat Turki.

    “Kami memiliki kapasitas untuk merawat mereka semua,” lanjutnya.

    Uang sebagai jalan keluar

    Tetapi, ada cara-cara lain yang digunakan orang agar bisa keluar dari Gaza.

    Perang itu menimbulkan monopoli yang menguntungkan bagi satu agen perjalanan Mesir, Hala, yang dilaporkan mengenakan biaya US$ 5.000 (setara Rp77,8 juta) per orang bagi warga Palestina yang ingin meninggalkan Gaza dalam waktu satu hingga dua pekan.

    Sebelum perang, mereka menetapkan harga US$350 (setara Rp5,45 juta) per orang untuk pergi dari Gaza ke Mesir.

    Setelah 7 Oktober, harganya meroket menjadi hampir US$12.000 (Rp186,9 juta) per orang, sebelum perusahaan membatasinya menjadi US$5.000 untuk orang dewasa Palestina dan US$2.500 (Rp38,9 juta) untuk anak-anak meskipun Hala tidak secara resmi mempromosikan ini.

    Biaya evakuasi untuk satu orang dewasa melebihi empat kali gaji tahunan rata-rata di Gaza.

    Di luar kantor Hala di Kairo, orang-orang berkerumun setiap hari, mencoba untuk mendapatkan kesempatan untuk keluar dari Gaza.

    Baca juga:

    Seorang pria Palestina, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan bahwa dia harus membayar untuk memasuki kantor Hala, dan melakukan pembayaran tambahan sebesar US$300 (Rp4,67 juta) kepada seorang staf Hala demi memasukkan keluarganya ke dalam daftar evakuasi.

    Ini merupakan biaya tambahan di luar US$10.000 (Rp155,7 juta) yang dia bayar untuk mengevakuasi istri dan dua anaknya.

    Kami berbicara dengan 10 orang yang menggunakan layanan Hala untuk meninggalkan Gaza. Mereka mengaku telah membayar hingga US$4.000 (Rp62,3 juta) kepada karyawan untuk mendapatkan perlakuan istimewa ketika mengevakuasi keluarga mereka.

    Beberapa dari mereka telah pergi dan beberapa masih menunggu untuk pergi.

    BBCOrang-orang berkerumun di luar kantor Hala di Kairo berharap untuk memasukan nama anggota keluarga mereka dalam daftar evakuasi.

    Permintaan yang tinggi juga memunculkan pasar sekunder berupa agen perantara yang memanfaatkan keputusasaan warga Palestina dengan keluarga yang terperangkap di Gaza dan mengklaim mereka bisa menaruh nama mereka di peringkat atas daftar evakuasi dengan harga tertentu.

    Seorang perantara di Mesir mengatakan kepada seorang perempuan bahwa dia bisa mengeluarkan dana US$2.500 tambahan untuk memasukan keluarganya di Gaza ke dalam daftar evakuasi.

    Dalam pesan suara yang ia bagikan kepada kami, agen itu mengatakan bahwa kontaknya di Hala “harus menerima uang di tangan” sebelum dia mendaftarkan nama dan bersikeras:

    “Saya melakukan ini untuk membantu Anda, saya bahkan tidak mengambil sepeser pun.”

    Keluar dari Gaza berkat koneksi politik

    Berbeda dengan Siham dan sebagian besar warga Palestina, orang-orang yang paling terhubung di Gaza dapat pergi tanpa mengeluarkan uang sama sekali.

    Kami menemukan nama-nama warga Palestina yang meninggalkan Gaza dengan menyamar sebagai warga negara Mesir.

    Mereka mengatakan kepada kami bahwa mereka dibantu meninggalkan Gaza oleh orang-orang dengan koneksi politik, yang telah menambahkan nama mereka ke daftar warga Mesir.

    Seorang perempuan, yang putranya membutuhkan perawatan medis mendesak, mengatakan orang-orang dengan koneksi politik membantu mereka masuk ke daftar VIP khusus, yang tidak dipublikasikan secara daring.

    Ia mengatakan kepada kami bahwa nama putranya “tidak muncul dalam daftar kementerian kesehatan. Namanya ada di daftar khusus lain” yang dibacakan di perbatasan.

    Baca juga:

    Baik Hala maupun Kementerian Luar Negeri Mesir tidak menanggapi pertanyaan kami tentang kegiatan perusahaan itu.

    Di Gaza, waktu hampir habis untuk Siham dan pasien kanker lainnya, yang terjebak dalam situasi suram dan birokrasi di perbatasan.

    Karena sudah putus asa dan ingin membantu ibunya pergi, putranya Saqr memberi tahu kami bahwa dia mencoba mengatur agar Siham bisa dievakuasi melalui perusahaan Hala.

    “Jika kami punya uang, kami tidak akan ragu-ragu. Ketika kami bertanya tentang evakuasi pribadi, mereka mengatakan minimum yang diminta Hala adalah US$5.000 (sekitar Rp77,8 juta), tetapi kami tidak mampu membayar US$5.000. “

    Setelah upaya pertamanya untuk menyeberang, Siham kembali ke perbatasan empat kali lagi untuk melihat apakah mereka akan membiarkannya lewat, karena namanya sudah disetujui.

    Namun dia ditolak, dan kesehatannya sekarang memburuk dengan cepat.

    “Saya hampir tidak bisa berjalan selangkah tanpa merasa pusing sekarang. Saya tidak tahu apa yang sedang mereka tunggu,” katanya.

    Berita terkait

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Nasib TikTok di AS Kini Berada di Tangan Senat

    Nasib TikTok di AS Kini Berada di Tangan Senat

    Dunia Hari Ini kembali menghadirkan rangkuman dari berita-berita utama di berbagai belahan dunia yang terjadi selama 24 jam terakhir.

    Edisi Kamis, 14 Maret 2024 kita awali dengan laporan dari Amerika Serikat.

    TikTok terancam dilarang di Amerika

    House of Representative di Amerika Serikat untuk meloloskan rancangan undang-undang yang akan melarang TikTok.

    Tapi ini masih harus melewati lagi senat dan ditandatangani presiden, sebelum jadi undang-undang.

    Dalam rancangan undang-undang tersebut waktu enam bulan kepada pemilik aplikasi asal China, ByteDance, untuk melepaskan TikTok kepada Amerika.

    Presiden Joe Biden menginginkan Senat mengambil tindakan cepat dan Gedung Putih siap memberikan bantuan teknis terkait potensi perubahan UU tersebut.

    Tekanan tambahan untuk Israel

    Israel semakin mendapat tekananinternasional untuk segera mengatasi masalah kelaparan yang semakin parah di Gaza.

    Lembaga bantuan memperingatkan 2,3 juta penduduk di wilayah Gaza menghadapi risiko kelaparan disengaja yang semakin besar karena pasokan makanan yang tidak ditambah.

    Israel membantah ketika dituduh telah membatasi jumlah bantuan yang diperbolehkan masuk ke Gaza, meski sejumlah lembaga bantuan internasional sudah menunjukkan sejumlah tuduhan.

    “Kami berusaha membanjiri wilayah tersebut dengan bantuan kemanusiaan,” kata juru bicara militer Israel, Laksamana Muda Daniel Hagari kepada wartawan asing.

    Pekerja tambang Australia meninggal tertimpa batu

    Seorang pria berusia 37 tahun tewas dan seorang lainnya terluka parah akibat tertimpa bebatuan runtuh di tambang emas bawah tanah, negara bagian Victoria, Australia.

    Sebanyak 28 pekerja lainnya di lokasi tersebut berhasil diselamatkan.

    Insiden tersebut terjadi di Tambang Emas Ballarat di Mount Clear, sekitar 3 kilometer di bawah tanah dari pintu masuk tambang.

    Paramedis berhasil menyelamatkan seorang penambang yang dirawat karena cedera tubuh bagian bawah dan diterbangkan ke rumah sakit dalam kondisi serius.

    Australia batalkan visa warga Palestina

    Visa sementara milik beberapa warga Palestina yang akhirnya bisa meninggalkan Gaza tiba-tiba dibatalkan, sehingga mereka terdampar di negara lain.

    Pemerintah Australia sudah memberikan 2.273 visa sementara (sub-kelas 600) bagi warga Palestina yang memiliki hubungan dengan Australia antara tanggal 7 Oktober dan 6 Februari tahun ini.

    Departemen tersebut juga memberikan 2.415 visa pengunjung kepada warganegara Israel selama periode tersebut.

    Jenis visa sub-kelas 600 tidak mengizinkan pemegangnya bekerja dan mengakses pendidikan atau layanan kesehatan di Australia.

    Penculik ratusan siswa Nigeria minta uang tebusan

    Pria bersenjata yang menculik 286 siswa dan staf sebuah sekolah di Nigeria utara pekan lalu telah menuntut uang tebusan dengan total 1 miliar naira, atau lebih dari Rp6 miliar.

    Siswa dan anggota staf sekolah diculik pada tanggal 7 Maret di kota Kuriga, di Negara Bagian Kaduna di barat laut Nigeria.

    “Mereka memberikan ultimatum untuk membayar dalam waktu 20 hari, efektif sejak tanggal penculikan,”kata Jubril Aminu, juru bicara para sandera.

    Mereka mengatakan akan membunuh semua siswa dan staf jika permintaan tebusan tidak dipenuhi.

    Pasukan keamanan mengambil “langkah-langkah yang diperlukan” untuk menjamin pembebasan para sandera tersebut.

  • Obrolan Rahasia AS ke Iran demi Setop Serangan Houthi di Laut Merah

    Diam-diam, AS Minta Bantuan Iran Setop Serangan Houthi di Laut Merah

    Jakarta

    Diplomat-diplomat senior Amerika Serikat dan Iran ternyata telah bertemu secara diam-diam di Oman, ketika Washington berusaha meminta bantuan Teheran dalam menghentikan serangan kelompok pemberontak Houthi di Laut Merah. Pembicaraan rahasia tersebut dilaporkan dilakukan pada Januari lalu.

    Pejabat tinggi Timur Tengah di Gedung Putih dan utusan Iran di Departemen Luar Negeri AS dilaporkan memimpin delegasi AS yang bertemu dengan tim Iran, yang dipimpin oleh Wakil Menteri Luar Negeri Iran Ali Bagheri Kani.

    Dilansir Al Arabiya, Kamis (14/3/2024), menurut laporan media Financial Times, yang mengutip pejabat-pejabat AS dan Iran yang tidak disebutkan namanya, pembicaraan tersebut dilakukan secara tidak langsung, dimana para pejabat Oman menyampaikan pesan antara kedua kubu.

    Selama pembicaraan tidak langsung tersebut, para pejabat Amerika juga menyuarakan kekhawatiran atas perluasan program nuklir Iran.

    Pembicaraan putaran pertama diadakan pada bulan Januari, dan putaran kedua dijadwalkan pada bulan Februari. Namun putaran kedua tersebut tidak pernah terwujud karena pejabat Gedung Putih, Brett McGurk, sibuk mencoba menjadi perantara kesepakatan gencatan senjata dengan imbalan pembebasan sandera Israel.

    Seorang pejabat AS mengatakan kepada Al Arabiya English, bahwa Washington memiliki banyak saluran untuk menyampaikan pesan ke Iran.

    “Kami tidak akan mengomentari rincian komunikasi kami dengan Iran, selain mengatakan bahwa sejak 7 Oktober, semuanya terfokus pada peningkatan seluruh ancaman yang berasal dari Iran dan perlunya Iran menghentikan terjadinya eskalasi secara menyeluruh,” kata pejabat itu.

    Mengenai pengaruh Iran atas Houthi, seorang pejabat Iran mengatakan kepada Financial Times bahwa “Iran telah berulang kali mengatakan bahwa mereka hanya mempunyai pengaruh spiritual [terhadap para pemberontak itu]. Mereka tidak bisa mendikte Houthi, tapi mereka bisa bernegosiasi dan berbicara.”

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Israel Serang Warga Gaza yang Tunggu Bantuan, 9 Orang Tewas

    Israel Serang Warga Gaza yang Tunggu Bantuan, 9 Orang Tewas

    Gaza

    Serangan pasukan Israel ke Gaza, Palestina, terus berlanjut di bulan suci Ramadan. Terbaru, pasukan Israel menyerang warga yang sedang menunggu bantuan dan menyebabkan sembilan orang tewas.

    Dilansir Al Jazeera, Selasa (12/3/2024), kantor berita Wafa melaporkan pasukan Israel kembali menyerang warga Palestina yang menunggu truk bantuan di Bundaran Kuwait di selatan Kota Gaza.

    Lebih dari 20 orang yang terluka dalam serangan itu. Korban serangan telah dilarikan ke Kompleks Medis Shifa.

    Sebelumnya, Israel juga menyerang warga yang sedang berebut bantuan pada Kamis (29/2). Serangan itu menyebabkan 115 orang tewas dan 750 orang lainnya terluka.

    Israel mengklaim korban tewas karena terlindas truk. Palestina menolak klaim tersebut.

    Perang pecah di Gaza sejak 7 Oktober 2023. Israel mendeklarasikan perang dengan alasan menghancurkan Hamas usai serangan yang menewaskan 1.200 orang di wilayah mereka.

    Serangan Israel ke Gaza telah mengakibatkan lebih dari 31.000 orang tewas. Mayoritas korban adalah anak-anak dan perempuan.

    (haf/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Teganya! Polisi Israel Pukuli Warga Palestina yang Hendak Tarawih di Al-Aqsa

    Teganya! Polisi Israel Pukuli Warga Palestina yang Hendak Tarawih di Al-Aqsa

    Yerusalem

    Polisi Israel membuat blokade di Masjid Al-Aqsa saat ratusan warga Palestina hendak melakukan shalat Tarawih pertama di bulan suci Ramadan. Polisi Israel juga menghalangi warga memasuki Masjid Al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem Timur dan memukuli warga.

    Dilansir Anadolu Agency dan The Times of Israel, Selasa (12/3/2024), berdasarkan keterangan saksi mata, polisi hanya memperbolehkan perempuan dan laki-laki berusia di atas 40 tahun untuk masuk ke Masjid Al-Aqsa. Saksi mengatakan banyak warga Palestina yang datang untuk menunaikan Tarawih berkumpul di gerbang Tempat Suci, atau Haram al-Sharif.

    Rekaman menunjukkan polisi Israel menyerang beberapa warga Palestina dengan tongkat di pintu masuk kompleks Al-Aqsa. Polisi Israel mengklaim pihaknya berupaya untuk ‘memungkinkan kebebasan beribadah di Bukit Bait Suci sekaligus memastikan keselamatan dan keamanan, sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh kepemimpinan politik’.

    Foto dan video yang beredar juga menunjukkan sekelompok pemuda Muslim yang dihalangi masuk ke kompleks Al-Aqsa menggelar salat di gang-gang menuju kawasan itu dan di luar tembok Kota Tua. Harian Haaretz juga melaporkan beberapa pemuda Palestina berhasil memasuki kompleks tersebut bersama orang tua mereka atau ketika polisi melonggarkan prosedur masuk karena adanya tekanan pada penghalang di pintu masuk.

    Menurut laporan tersebut, ribuan jemaah yang berhasil masuk menggelar salat Tarawih di Masjid Al-Aqsa pada hari Minggu malam dan jumlah mereka diperkirakan akan terus melonjak dalam beberapa hari mendatang hingga mencapai puluhan ribu pada hari Jumat.

    Stasiun televisi pemerintah Israel, KAN, menyebut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengambil tanggung jawab atas keputusan yang mengizinkan ekstremis Yahudi menyerbu kompleks Al-Aqsa selama bulan Ramadan. Netanyahu bersama dengan dinas keamanan dalam negeri Israel Shin Bet dan tentara telah menyerukan tindakan tersebut.

    Namun, pemerintah Israel dalam pernyataannya pada 5 Maret mengklaim mereka tidak akan membatasi ibadah warga Palestina di Masjid Al-Aqsa selama Ramadan. Palestina telah menegaskan bahwa Yerusalem Timur adalah ibu kota masa depan negara Palestina merdeka, namun Israel berupaya mengubah identitasnya dengan melakukan Yahudisasi Yerusalem Timur, termasuk Masjid Al-Aqsa.

    (haf/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kelaparan Parah, Menggigil dan Ancaman Serangan Israel

    Kelaparan Parah, Menggigil dan Ancaman Serangan Israel

    Gaza

    Hari pertama Ramadan tiba seperti hari-hari lain bagi warga Palestina di Gaza yang sedang dilanda perang. Warga di Gaza dilanda kelaparan dan penyakit, menggigil di tenda-tenda serta terancam oleh serangan mematikan dari militer Israel.

    Dilansir AFP, Selasa (12/3/2024), banyak warga Gaza yang terus mencari korban selamat dan jenazah di antara puing-puing rumah yang hancur saat Ramadan telah tiba.

    Laporan PBB, yang mengutip Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas, mengatakan 25 orang telah meninggal karena kekurangan gizi dan dehidrasi akut. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak.

    “Kita kehabisan waktu. Jika kita tidak secara eksponensial meningkatkan jumlah bantuan yang masuk ke wilayah utara, kelaparan akan segera terjadi,” kata kepala Program Pangan Dunia (WFP) Cindy McCain.

    PBB telah melaporkan kesulitan dalam mengakses Gaza utara untuk pengiriman makanan dan bantuan lainnya. Warga di seluruh wilayah Gaza juga semakin merasakan kekurangan selama bulan Ramadan.

    “Kami tidak tahu apa yang akan kami makan untuk berbuka puasa. Saya hanya punya tomat dan mentimun dan saya tidak punya uang untuk membeli apa pun,” kata Zaki Abu Mansour di tenda pengungsiannya.

    Barang-barang di pasar dijual dengan harga tinggi karena langka. Pertempuran juga berkecamuk di seluruh Gaza, bahkan ketika Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan ‘gencatan senjata’ selama bulan suci Ramadan dan mengatakan dia ‘terkejut dan marah karena konflik terus berlanjut’.

    Seorang pejabat senior pemerintah Amerika Serikat (AS) mengatakan Siprus telah menyediakan platform di pelabuhan Larnaca untuk ‘penyaringan oleh pejabat Israel terhadap barang-barang tujuan Gaza’. Juru bicara pemerintah Siprus, Konstantinos Letymbiotis, mengatakan ‘ini adalah sebuah inisiatif, yang kompleksitasnya memerlukan kehati-hatian dan perhatian agar kapal dapat berangkat dan muatannya dapat dengan aman mencapai penduduk sipil di Gaza’.

    Perang di Gaza pecah setelah serangan Hamas pada 7 Oktober yang mengakibatkan sekitar 1.160 orang tewas di Israel, sebagian besar warga sipil. Para militan juga menyandera sekitar 250 orang.

    Israel kemudian melakukan serangan besar-besaran ke Gaza. 31.112 warga Palestina telah tewas akibat serangan Israel di mana sebagian besar merupakan perempuan dan anak-anak.

    Pembicaraan selama berminggu-minggu yang melibatkan mediator AS, Qatar dan Mesir gagal menghasilkan kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran sandera menjelang Ramadan. Meski mengalami kekurangan yang meluas, beberapa warga Gaza tetap membuat dekorasi sederhana dan membagikan lentera tradisional di antara tenda mereka untuk menyambut awal Ramadan.

    Di Rafah, puluhan warga Gaza melaksanakan salat Tarawih pertama di sekitar reruntuhan masjid yang terkena serangan udara Israel beberapa hari lalu.

    Lihat Video: Houthi Targetkan Serangan ke Kapal ‘Pinocchio’ AS di Laut Merah

    (haf/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pilu Warga Gaza Salat Tarawih Pertama di Reruntuhan Masjid yang Dibom Israel

    Pilu Warga Gaza Salat Tarawih Pertama di Reruntuhan Masjid yang Dibom Israel

    Gaza

    Warga Gaza, Palestina, menggelar salat Tarawih pertama Ramadan tahun ini di sekitar reruntuhan masjid Farouk, Rafah, Gaza Selatan. Masjid tersebut hancur akibat serangan Israel.

    Dilansir Anadolu Agency dan Al Jazeera, Selasa (12/3/2024), para jemaah terlihat salat di atas sajadah yang mereka letakkan di atas tanah. Mereka terlihat salat mengenakan jaket karena harus melaksanakan salat di ruang terbuka saat malam hari saat musim dingin.

    Tampak lokasi salat hanya disinari beberapa lampu darurat dan juga api unggun. Rumah-rumah di sekitar reruntuhan masjid itu terlihat gelap.

    Selain itu, ada juga warga di Deir al-Balah, Gaza Tengah, yang menggelar salat di dekat tenda-tenda pengungsian. Mereka salat di lapangan terbuka tanpa atap dan juga pencahayaan yang memadai.

    Ada juga warga yang salat di masjid yang masih berdiri. Tampak beberapa warga menangis saat salat.

    Serangan Israel diketahui terus berlanjut dan daftar warga sipil yang terbunuh semakin bertambah dari hari ke hari. Tidak ada indikasi serangan Israel akan berhenti selama Ramadan.

    Salah satu pedagang di pasar Deir el-Balah, Atia Harb, bercerita betapa menyedihkannya Ramadan tahun ini. Harb telah mengungsi bersama keluarganya yang berjumlah 11 orang dari Sheikh Redwan di Gaza utara.

    “Saat ini, kebanyakan orang berada di tempat penampungan, tenda darurat, dan di jalanan. Mereka kehilangan rumah, tempat perlindungan mereka,” sambung Harb.

    Jabr Mushtaha yang dulunya pembuat manisan di Gaza juga menceritakan betapa suramnya Ramadan kali ini. Dia mengatakan tokonya sudah hancur dan dia harus mengungsi.

    “Toko manisan saya di Gaza dulunya sangat sibuk dengan pelanggan Ramadan setiap tahunnya. Sekarang sangat berbeda. Toko dibom, rumah saya dibom, dan saya menjadi pengungsi,” ucapnya.

    (haf/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Seruan ‘Bendera Putih’ dari Paus Fransiskus Dijawab Ukraina Ogah Menyerah

    Seruan ‘Bendera Putih’ dari Paus Fransiskus Dijawab Ukraina Ogah Menyerah

    Kyiv

    Ukraina tidak mau menyerah pada Rusia yang menginvasi kedaulatan mereka meski Sri Paus meminta pengibaran bendera putih. Ukraina akan terus melawan.

    Paus Fransiskus telah menyampaikan pernyataannya soal konflik Rusia versus Ukraina yang berlarut-larut memakan korban jiwa. Paus lebih mengutamakan nyawa-nyawa yang harus selamat.

    Dilansir AFP, Minggu (10/3/2024), Paus berusia 87 tahun itu ditanya oleh lembaga penyiaran publik RTS tentang perdebatan di Ukraina mengenai apakah akan menyerah pada invasi Rusia.

    “Saya percaya bahwa yang terkuat adalah mereka yang melihat situasi, memikirkan rakyatnya, dan memiliki keberanian untuk mengibarkan bendera putih dan bernegosiasi,” kata Paus Fransiskus dalam wawancara, yang menurut Vatikan dilakukan pada awal Februari.

    “Kata bernegosiasi adalah kata yang berani. Ketika Anda melihat bahwa Anda dikalahkan, bahwa segala sesuatunya tidak berjalan baik, maka milikilah keberanian untuk bernegosiasi,” katanya.

    Dia mengatakan orang-orang mungkin merasa malu tetapi bertanya berapa banyak nyawa yang hilang.

    “Saat ini, misalnya dengan perang di Ukraina, banyak yang ingin menjadi mediator. Turki misalnya,” ujarnya.

    Berbicara mengenai konflik secara umum, termasuk perang Hamas-Israel, Paus Fransiskus menambahkan, “Negosiasi tidak pernah berarti menyerah. Negosiasi adalah keberanian untuk tidak membawa suatu negara ke arah bunuh diri.”

    Halaman selanjutnya, makna bendera putih:

    Makna bendera putih yang diucap Paus

    Direktur Komunikasi Vatikan, Matteo Bruni, kemudian mengeluarkan pernyataan yang berupaya mengklarifikasi kata-kata Paus tersebut.

    Paus Fransiskus menggunakan istilah bendera putih “untuk menunjukkan penghentian permusuhan, gencatan senjata yang dicapai dengan keberanian negosiasi”, kata Bruni dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh Vatican News.

    Dia mengulangi seruan Paus untuk “solusi diplomatik dalam mencari perdamaian yang adil dan abadi” di wilayah yang disebut Paus Fransiskus sebagai Ukraina yang “martir”.

    Paus Fransiskus juga ditanyai dalam wawancara tentang perang Israel-Hamas, di mana ia menyalahkan kedua belah pihak.

    “Perang terjadi oleh dua pihak, bukan hanya satu pihak. Yang tidak bertanggung jawab adalah dua pihak yang berperang,” katanya kepada stasiun televisi tersebut.

    Bereaksi atas pernyataan Paus, Ukraina menegaskan sikapnya yang tidak akan menyerah.

    Simak tanggapan Ukraina di halaman selanjutnya:

    Ukraina pantang menyerah

    Ukraina mengecam seruan Paus Fransiskus soal “mengibarkan bendera putih dan bernegosiasi” dalam perang melawan invasi militer Rusia. Presiden Volodymyr Zelensky menyebut “mediasi virtual” sedang berlangsung oleh tokoh-tokoh keagamaan. Sedangkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Dmytro Kuleba, dalam tanggapannya, menegaskan Kyiv tidak akan pernah menyerah pada Moskow.

    Zelensky dalam pernyataannya tidak merujuk langsung pada Paus Fransiskus atau komentarnya, namun dia menyebut tokoh-tokoh agama membantu Ukraina.

    “Mereka mendukung kami dengan doa, diskusi, dan tindakan. Ini memang sebuah gereja dengan umatnya. Tidak sejauh 2.500 kilometer, di suatu tempat, mediasi virtual antara seseorang yang ingin hidup dan seseorang yang ingin menghancurkan Anda,” ucapnya tanpa menjelaskan lebih lanjut.

    Tanggapan lebih jelas disampaikan oleh Kuleba yang dalam pesan media sosial X menyatakan bahwa orang kuat dalam perselisihan apa pun harusnya “berdiri di pihak yang baik daripada berusaha menempatkan mereka pada pijakan yang sama dan menyebutnya sebagai ‘negosiasi’”.

    Ukraine’s President Volodymyr Zelensky attends a press conference during the “Ukraine Year 2024” forum in Kyiv on February 25, 2024, marking the second anniversary of the Russian invasion of Ukraine. (Photo by Sergei SUPINSKY / AFP) Foto: AFP/SERGEI SUPINSKY

    Tanggapan lebih jelas disampaikan oleh Kuleba yang dalam pesan media sosial X menyatakan bahwa orang kuat dalam perselisihan apa pun harusnya “berdiri di pihak yang baik daripada berusaha menempatkan mereka pada pijakan yang sama dan menyebutnya sebagai ‘negosiasi’”.

    “Bendera kami berwarna kuning dan biru. Ini adalah bendera yang kami gunakan untuk hidup, mati dan menang. Kami tidak akan pernah mengibarkan bendera lainnya,” tegas Kuleba dalam pernyataan berbahasa Inggris merujuk pada bendera nasional Ukraina.

    Dalam tanggapannya, Kuleba juga menyinggung soal tuduhan bahwa mendiang Paus Pius XII gagal bertindak melawan Nazi di Jerman pada Perang Dunia II silam.

    “Saya mendesak (Vatikan) untuk tidak mengulangi kesalahan di masa lalu, dan mendukung Ukraina dan rakyatnya dalam perjuangan yang adil untuk hidup mereka,” cetusnya.

    Dalam tanggapan terpisah, pemimpin Gereja Katolik Ritus Timur di Ukraina yang beranggotakan 5 juta jemaat, Uskup Agung Sviatoslav Shevchuk, juga menolak seruan “bendera putih” Paus Fransiskus.

    “Ukraina terluka, tapi belum ditaklukkan! Ukraina sudah kelelahan, tapi akan tetap berdiri dan bertahan! Percayalah, tidak ada seorangpun yang berpikir untuk menyerah,” demikian pernyataan Shevchuk yang dimuat dalam situs resmi gereja.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Sekjen PBB Terkejut dan Marah Konflik di Gaza Tak Berhenti Meski Ramadan

    Sekjen PBB Terkejut dan Marah Konflik di Gaza Tak Berhenti Meski Ramadan

    Jakarta

    Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengaku terkejut dengan konflik di Gaza, Palestina tetap berlanjut meski bulan suci Ramadan telah dimulai. Gutteres menyerukan gencatan senjata antara Israel dengan Hamas di wilayah Gaza.

    Dilansir kantor berita AFP, pada Senin (12/3/2024), Guitteres bicara setelah kegagalan upaya untuk merundingkan gencatan senjata, Guterres menyerukan “membungkam senjata” di Gaza dan memperingatkan bahwa “kelaparan dan kekurangan gizi” sedang terjadi.

    “Ini sangat memilukan dan sama sekali tidak dapat diterima,” kata Guterres kepada wartawan.

    “Saya terkejut dan marah karena konflik terus berlanjut di Gaza selama bulan suci ini,” katanya, seraya menambahkan bahwa “semua hambatan” dalam pengiriman bantuan harus dihilangkan.

    PBB mengatakan kurangnya bantuan kemanusiaan i kelaparan merupakan risiko yang semakin besar di Gaza, di mana 2,4 juta orang berada di bawah pengepungan total oleh militer Israel, saat mereka memerangi militan Hamas.

    Perang tersebut, yang dimulai oleh serangan Hamas terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober. Balasan dari Israel telah mengakibatkan kematian 31.112 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, menurut kementerian kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas.

    Presiden AS Joe Biden menyerukan gencatan senjata sementara menjelang Ramadan tetapi seruannya tidak terjawab ketika umat Islam di Gaza menandai dimulainya liburan satu bulan pada hari Senin.

    “Kita tidak bisa mengabaikannya. Kita harus bertindak untuk menghindari lebih banyak kematian yang bisa dicegah,” kata Guterres.

    “Kita telah menyaksikan pembunuhan dan penghancuran warga sipil dari bulan ke bulan pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya selama saya menjabat sebagai Sekretaris Jenderal,” katanya.

    Namun bantuan “datang dalam jumlah kecil – bahkan jika memang ada. Hukum humaniter internasional sudah compang-camping.”

    Tonton juga Video: 5 Warga Gaza Tewas Tertimpa Paket Bantuan, AS Bantah Terlibat

    (aik/aik)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini